penanganan khusus pada tahapan pasca panen. Penanganan pasca panen buah dan sayuran
seperti Indonesia belum mendapat perhatian yang cukup. Hal ini terlihat dari kerusakan-
kerusakan pasca panen sebesar 25 % - 28 %. Penanganan yang tidak optimal selama
penyimpanan, transportasi atau pada saat penjualan menyebabkan buah yang sampai ke
konsumen tidak sama segar dengan buah aslinya dan sudah mengalami penurunan bobot dan
nilai gizi bahkan kadang-kadang telah terjadi pembusukan. Penanganan yang tidak optimal
selain disebabkan oleh fasilitas yang kurang memadai, juga karena pengetahuan pelaku
sangat kurang dalam melakukan penanganan yang baik ( Dwiari, 2008 ).
Semua hasil pertanian setelah dipanen masih merupakan bahan hidup. Sayuran dan
buah setelah dipanen masih mengalami respirasi dan transpirasi. Faktor biologis terpenting
yang dapat dihambat pada buah dan sayur adalah respirasi, produksi etilen, transpirasi dan
faktor anatomi. Faktor lain yang penting untuk diperhatikan adalah menghindarkan sayuran
dan buah terhadap suhu dan cahaya yang berlebihan dan kerusakan patogenik dan/atau
kerusakan fisik. Penyimpanan pada kondisi tertentu akan menyebabkan perbedaan tekstur
buah dan sayuran. Dimana pada buah dan sayuran yang disimpan pada suhu dingin akan
menghambat proses respirasi dan mencegah kerusakan akibat aktivitas mikroorganisme (
Sjaifullah, 1997 ).
Adanya luka atau goresan pada permukaan buah dan sayuran akan menyebabkan
susutnya berat bahan karena air dalam bahan akan keluar atau menguap. Permasalahan ini
sangat penting karena pemahaman yang berbeda-beda antar pelaku pemasaran. Sebagian
berpendapat sesekali buah perlu difluktuasikan suhunya, dari suhu dingin ke suhu ruang
untuk dapat mempertahankan mutunya dan memperpanjang masa simpannya. Jenis komoditi
buah secara individual berbeda ketahanannya terhadap penurunan kualitas dan kerusakan.
Oleh karena itu dilakukanlah praktikum ini agar dapat mengetahui apa saja penyebab
kerusakan pada buah dan sayur
Pengolahan daun teh dimaksudkan untuk mengubah komposisi kimia daun teh
segar secara terkendali, sehingga menjadi hasil olahan yang memunculkan sifat-sifat
yang dikehendaki pada air seduhannya, seperti warna, rasa, dan aroma yang baik dan
disukai. Bahan kimia yang terkandung dalam daun teh terdiri dari empat kelompok
yaitu subtansi fenol (catechin dan flavanol), subtansi bukan fenol (pectin, resin. vitamin,
dan mineral), subtansi aromatik dan enzim-enzim.
Daun teh yang dipetik, awal mula melewati proses pelayuan yang memakan
waktu 18 jam disebuah tempat berbentuk persegi panjang bernama withered trough.
Setiap 4 jam daun dibalik secara manual. Masing-masing withered trough memuat 1
sampai 1,5 ton daun teh. Fungsi dari proses pelayuan ini adalah untuk menghilangkan
kadar air sampai dengan 48%.
Daun-daun teh yang sudah layu kemudian dimasukan kedalam gentong dan
diangkut menggunakan monorel ke tempat proses berikutnya. Dari monorel daun-daun
dimasukan ke mesin penggilingan. 1 mesin memuat 350 kg daun teh dan waktu untuk
menggiling adalah 50 menit. Setelah digiling, daun teh dibawa ketempat untuk
mengayak. Proses untuk mengayak ini terjadi beberapa kali dengan hasil hitungan
berdasarkan jumlah mengayak: bubuk 1, bubuk 2, bubuk 3, bubuk 4, dan badag.
Sementara itu hasil ayakan terakhir yaitu badag tidak melewati proses
fermentasi. Badag dan bubuk-bubuk yang telah melewati proses fermentasi kemudian
dibawa ke ruangan berikutnya untuk dikeringkan. Lamanya proses pengeringan
adalah 23 menit dengan suhu 100o C. Bahan bakar untuk proses pengeringan ini
adalah kayu dan batok kelapa untuk rasa yang lebih enak.
Usai dikeringkan, daun dibawa ke ruangan sortasi,. Ada 3 jenis pekerjaan yang
dilakukan diruangan sortasi. pertama, memisahkan daun teh yang berwarna hitam dan
yang berwarna merah dengan menggunakan alat yang disebut Vibro. Kedua,
memisahkan ukuran besar dan ukuran kecil. Setelah semua proses selesai dikerjakan
maka teh harus diperiksa dahulu (quality control). Bila daun tersebut memenuhi
standar maka akan dikemas ditempat penyimpanan sementara (disimpan didalam tong
plastik berukuran besar). Bila sudah siap untuk dipasarkan, contohnya di ekspor
maka daun teh yang siap dipasarkan tersebut akan dikemas kedalam papersack
Kehilangan hasil (food loss) sudah terjadi sejak proses produksi sampai dengan
tahapkonsumsi. Mengurangi kehilangan dan pemborosan pangan merupakan faktor penting
ketahanan pangan. Kehilangan pangan, yang sering disebut kehilangan hasil, umumnya
terjadi pada sepanjang prose produksi dan rantai pangan, yaitu sejak dari tahap kegiatan
produksi bahan mentah pangan, pasca panen, hingga pengolahan. Kehilangan pangan yang
relative besar umumnya terjadi perubahan bentuk.
Kehilangan hasil pada tahap produksi umumnya terjadi pada saat panen akibat
penggunaan mesin pemanen di tingkat petani masih rendah sehingga bbanyak hasil yang
tercecer. Sedangkan kehilangan hasil pada tahap pasca panen dan pengolahan terjadi karena
masih terbatasnya infrastruktur yang ada seperti alat pengeringan, penyimpanan dan
pengolahan hasil pertanian.