TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Adhesi peritoneal adalah pembentukan jaringan ikat patologis antara
omentum, usus dan dinding perut. (Diaz, 2008) Perlengketan ini dapat berupa
jaringan ikat tipis seperti film, jaringan fibrosis yang tebal mengandung pembuluh
darah dan jaringan saraf, atau perlengketan langsung antara dua permukaan organ
sebagai bawaan atau didapat sebagai reaksi pasca inflamasi atau pasca operasi
Adhesi dapat terjadi dalam beberapa jam pasca operasi dan berperan
dalam menyebabkan obstruksi usus halus pada 60%-70% kasus obstruksi secara
Ileus adalah keadaan dari gerakan dan pasase usus yang normal tidak
terjadi. Ileus timbul saat udara dan cairan sekresi tidak dapat keluar kearah anal
karena berbagai sebab baik karena faktor intrinsik maupun ekstrinsik (mechanical
klinis tersebut sangat bervariasi, tergantung pada level dan derajat obstruksi. Pada
pasien dengan sumbatan letak tinggi akan mempunyai gejala mual dan muntah
yang lebih dominan dibandingkan pada pasien yang memiliki sumbatan yang
lebih ke distal. Kadang pada pasien sumbatan usus halus tidak dijumpai adanya
Menurut klinisnya dini dan lanjut (>30 hari setelah pembedahan). Menurut
sebabnya ileus mekanikal dan ileus fungsional (paralitik) dan ileus karena
Ileus obstruksi parsial terjadi apabila lumen usus menyempit tapi masih
dapat sebagian isi usus masih dapat lewat ke arah distal. Ileus obstruksi total
terjadi akibat lumen usus tersumbat total sehingga tidak ada isi usus yang dapat
gangguan vaskular atau strangulasi dan bila ini terjadi maka membutuhkan
halus akibat adhesi adalah teknik operasi dan luasnya jaringan peritonium yang
retrospektif 446.331 kasus operasi abdomen didapatkan data kejadian adhesi 7,1%
tindakan operasi emergensi, luka tusuk, luka tembak, tindakan laparatomi dalam
lima tahun belakang, mempunyai risiko yang lebih besar untuk mengalami
Hampir seluruhnya ileus obstruksi karena adhesi pasca operasi terjadi pada
usus halus dan jarang sekali terjadi pada usus besar. Diperkirakan setiap tahunnya
kasus rawat inap, 3% dari kasus emergensi, dan 4% dari seluruh kasus laparotomi
2013)
ileus obstruksi karena adhesi pascaoperasi terjadi paling sering (57%) dalam
waktu 1 tahun setelah tindakan operasi yang pertama, diikuti 21.25% terjadi
dalam waktu 1-5 tahun, 21.25% terjadi dalam waktu lebih dari 10 tahun dan
Penelitian ini juga menyebutkan 75% dari seluruh pasien yang mengalami
Trauma jaringan selama operasi, proses inflammasi, sisa darah, bakteri dan
yang kaya fibrin dan menyebabkan terbentuknya adhesi fibrinous. Akan tetapi
cepatnya pembentukan adhesi fibrinous dalam waktu beberapa jam setelah ini
fibroblast yang membentuk adhesi fibrous yang menetap. Adhesi fibrous dapat
yaitu:(Binda,2009)
ini sudah dibuktikan pada percobaan binatang tikus yang dua permukaan
sampai 80%.
2. Keadaan iskemia jaringan. Hal ini dapat terjadi karena proses patologis
antara pembentukan fibrin dan fibrinolisis. Dengan kadar PAA yang menurun
dengan migrasi dari fibroblast dalam waktu 3 hari pertama. Fibroblast akan
2.5 Diagnosis
Diagnosis dari ileus berdasarkan adanya tanda-tanda dan gejala klasik dari
ileus lalu dikonfirmasikan dengan pencitraan yaitu foto polos abdomen atau
dilakukan CT-Scan. Untuk lebih dapat melihat antara sumbatan total atau parsial
dapat dilihat dari pemeriksaan water soluble follow through. Etiologi dapat
(Salamah,2006; Choi,2001)
gambaran ileus oleh sebab lain yaitu nyeri perut, kembung tidak dapat buang air
besar (BAB), mual dan muntah. Biasanya nyeri perut dan kembung mendahului
mual dan muntah beberapa jam sebelumnya. (Kamel, 2010, Moran,2007) Namun
demikian pada pasien dengan sumbatan yang lebih proximal terkadang gejala
kembung tidak dijumpai, dan gejala mual muntah akan lebih dominan.
(Moran,2007)
Semakin proksimal obstruksinya maka gejala mual dan muntah lebih awal
dirasakan dan makin hebat. Untuk obstruksi usus halus, rasa nyeri dirasakan tidak
terlokalisir, intermittent dengan interval rasa nyeri antara 30 detik sampai 2 menit,
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dan harus meliputi tanda-tanda vital dan
diperhatikan.(Kamel,2010)
Pada inspeksi dapat terlihat kontur usus dan gerakan usus yang terlihat dari luar
(visible peristaltic). Pada auskultasi bising usus akan meningkat dan biasanya
akan terdengar suara tinggi (metallic sound) dan menyerupai suara tetes air yang
jatuh ke dalam penampungan yang besar. Pada palpasi dapat dijumpai tanda-tanda
Pemeriksaan colok dubur juga harus dilakukan untuk menilai total atau
tidaknya suatu obstruksi dengan menilai kollaps tidaknya ampulla rekti. Bila
pasien telah mengalami peritonitis maka akan ditemukan nyeri tekan pada
pemeriksaan ini.(Kamel,2010)
1. Labotarorium
Pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis, disertai elektrolit darah, kadar ureum
dan kreatinin serta urinalisis harus dilakukan untuk menilai status hidrasi dan
menyingkirkan sepsis.
usus halus yang tidak mengalami komplikasi jumlah leukosit akan tetap normal
(>15.000) atau jumlah leukosit yang sangat sedikit (<4000) merupakan suatu
kondisi yang harus diwaspadai oleh klinisi akan adanya iskemik pada usus.
Jumlah leukosit yang sangat tinggi lebih dari 18.000 telah terbukti mempunyai
Namun hasil yang berbeda didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh
pemeriksaan darah yaitu laktat, leukosit, amylase, dan C-reaktif protein untuk
mendeteksi terjadinya strangulasi usus akibat sumbatan usus halus. Dari penelitian
(Tanaka,2011)
Foto toraks tegak dikombinasikan dengan foto abdomen tegak dan datar
dapat menjadi alat bantu diagnostik pasien yang dicurigai ileus obstruksi. Foto
toraks tegak dapat membantu untuk mendeteksi kondisi di luar abdomen yang
Semua pasien yang dicurigai ileus obstruksi harus diperiksa foto polos
abdomen. Pasien dengan foto polos yang tidak mendukung ileus obstruksi letak
dapat meberikan informasi tentang sumbatan usus halus parsial atau total. Bila
dijumpai adanya gambaran kontras pada saekum kurang dari 24 jam menunjukkan
sumbatan parsial dan bila tidak terdapat gambaran kontras setelah 24 jam
osmolaritas yang lebih tinggi dapat menarik cairan sehingga mengurangi edem
pada usus. Selain itu water soluble kontras juga dapat menurunkan waktu kontak
atau sebagai pelicin dalam pasase isi usus sehingga meningkatkan motalitas usus
dan mempermudah isi usus melewati celah yang sempit. (Choi, 2002; Salamah,
Pemeriksaan Fisik
Leukosit,Laktat,Elektrolit,BUN:Cr
Riwayat Operasi
Diagram 2.1. Diagnosis sumbatan akut usus halus berdasarkan Bologna Guideline 2013
halus, dan penatalaksanaanya tidak berbeda dengan ileus obstruksi usus yang lain.
Penatalaksanaan awal dari pasien dengan obstruksi usus halus harus ditujukan
pada resusitasi cairan yang agresif, dekompresi usus yang mengalami obstruksi
Saverio,2013; Maung,2012)
Langkah awal yang paling penting adalah resusitasi cairan yang agresif
karena pasien dengan obstruksi usus halus sering banyak kehilangan cairan dan
NaCl 0.9% atau Ringer Laktat dan keberhasilan resusitasi dapat dimonitor dengan
hemodinamik pasien stabil dan fungsi renal dapat kembali ke normal. (Di
Saverio,2013)
operasi. NGT juga mencegah distensi intestinal karena tertelannya udara dan
obstruksi usus halus baik total maupun parsial dengan klinis tanpa tanda-tanda
usus pada 40% hingga 50% kasus. Pencitraan akan lebih menentukan apakah
hingga 31%, namun manajemen non operatif masih berhasil pada 41% hingga
73% pasien. Sementara angka keberhasilan terapi non operatif secara keseluruhan
48 jam. Adanya tanda dan gejala seperti demam, takikardia, leukositosis, nyeri
dan demam memiliki angka prediktif 82% untuk ileus obstruksi strangulata
sementara bila terdapat 4 dari gejala diatas memiliki angka prediktif mendekati
100%. (Isaksson,2011)
atau tanda-tanda dari obstruksi closed-loop maka pasien harus segera diterapi
operatif. Bila pada CT-Scan terdapat bukti iskhemia, strangulata atau gangguan
vaskular maka pasien juga harus segera diterapi operatif. (Di Saverio,2013;
Isaksson, 2011)
Bila setelah 72 jam ternyata tidak ada perbaikan dengan terapi non-
Studi oleh Fevang dkk tahun 2002 menunjukkan bahwa angka mortalitas
pada kelompok ileus obstruksi total yang diterapi non-operatif hanya sebesar 6%.
Ileus obstruksi karena adhesi pasca operasi menyebabkan morbiditas yang cukup
pada 12 % pasien yang diberi terapi non-operatif dan 8-32% pada pasien setelah
setelah tindakan operasi dalam kasus sumbatan usus halus akibat adhesi akan
mempunyai risiko untuk terjadi sumbatan ulang sebesar 7%, dalam 10 tahun akan
mempunyai risiko 18% dan akan tetap meningkat hingga 29% pada 25 tahun
pasca operasi yang pertama. Tidak ada pasien yang mengalami kejadian obstruksi