Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Retinopati diabetik merupakan kelainan retina akibat dari komplikasi
diabetes yang menyebabkan kebutaan. Retinopati ini dapat dibagi dalam dua
kelompok berdasarkan klinis yaitu retinopati diabetik non proliferatif dan
retinopati diabetik proliferatif, dimana retinopati diabetik non proliferatif
merupakan gejala klinik yang paling dini didapatkan pada penyakit retinopati
diabetik.1 , 2 ,3
Manifestasi penyakit ini dapat terjadi pada 80% dari semua penderita
diabetes yang sudah menderita selama lebih dari 10 tahun atau 15 tahun.
Retinopati diabetic pada diabetes tipe I paling sedikit terlihat 3-5 tahun sesudah
onset, sedangkan diabetes tipe II retinopati sudah dapat terjadi sebelum diagnosis
ditegakkan.1 , 2
Di Inggris retinopati diabetes merupakan penyebab kebutaan nomor 4 dari
seluruh penyebab kebutaan yang terdapat pada kelompok usia 30-65 tahun,
sedangkan di Amerika Serikat terdapat kebutaan 5.000 orang per tahun akibat
retinopati diabetes.1 , 2 ,4
Kebutaan yang disebabkan oleh retinopati diabetik dapat dicegah setiap
tahunnya jika dideteksi secara dini. Oleh karena itu, perlu waktu yang optimal
untuk terapi sebelum pasien mengeluhkan gejala penglihatan.2

1.2.Tujuan penulisan
Untuk mengetahui tentang retinopati diabetikum non proliferative

1.3.Manfaat
1. Sebagai referat yang menyajikan analisis kasus tentang retinopati diabetikum
non proliferatif
2. Untuk memenuhi tugas Referat kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Mata
RSAM Bukittinggi 2017.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Anatomi retina
Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran
serabut- serabut saraf optik, letaknya antara badan kaca dan koroid. Bagian
anterior berakhir pada ora serata. Di bagian retina yang letaknya sesuai dengan
sumbu penglihatan yang terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira
berdiameter 1-2 mm yang berperan penting untuk penglihatan.3
Kira-kira 3 mm ke arah nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah
bulat putih kemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang di tengahnya agak
melekuk dinamakan ekskavasi faali. Arteri retina sentral bersama venanya masuk
ke dalam bola mata di tengah papil saraf optik. Arteri retina merupakan pembuluh
darah terminal. 3
Retina mempunyai ketebalan sekitar 1 mm, terdiri atas lapisan:3
a. Lapisan fotoreseptor merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel
batang dan sel kerucut dan merupakan lapisan penangkap sinar.
b. Membran limitan eksterna merupakan membrane ilusi.
c. Lapisan nukleus luar terutama terdiri atas nuklei sel-sel visual atau sel
kerucut dan batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat
metabolisme dari kapiler koroid.
d. Lapisan pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
e. Lapisan nukleus dalam merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan
sel Muller. Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
f. Lapisan pleksiform dalam merupakan lapis aselular merupakan tempat
sinaps sel bipolar, sel amkrin dengan sel ganglion.
g. Lapisan sel ganglion merupakan lapisan sel saraf bercabang
h. Lapisan serabut saraf merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah
saraf optik dan di dalam lapisan ini dapat terletak sebagian besar pembuluh
darah retina.

2
i. Membran limitan interna merupakan membrane hialin antara retina dan
badan kaca.

Gambar 1. Lapisan retina

Gambar 2. Funduskopi okuli normal

2.2. Defenisi
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang
ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus retina.

3
Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan membran basal endotel
kapiler dan penurunan jumlah perisit.2,5
Retinopati diabetes non proliferative adalah cerminan klinis dari
hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh darah yang terkena. Kapiler
membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik yang disebut
mikroaneurisma, sedangkan vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok.2,5

Gambar 3. Retinopati diabetic non proliferative

2.3. Patofisiologi
Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM
dan terjadi melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya
reactive oxygen intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts
(AGEs). ROIs dan AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta
merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin,
insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang akan mem- perparah
kerusakan.6
Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan
glikosilasi dan ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol.
Glikosilasi dan akumulasi sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel
pembuluh darah dan disfungsi enzim endotel.6
Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein
kinase C (PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor
pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular
adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit

4
dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah
retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina.
Keseluruhan jalur tersebut menimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan
inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang
berlebihan sehingga merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang
memiliki kelemahan pada membran basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel
endotelnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi kebocoran protein
plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.6

2.4. Manifestasi klinis


Pada retinopati diabetes non proliferatif dapat terjadi perdarahan pada semua
lapisan retina. Adapun gejala subjektif dari retinopati diabetes non proliferatif
adalah:5
- Penglihatan kabur
- Kesulitan membaca
- Penglihatan tiba-tiba kabur pada satu mata
- Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
- Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip

Sedangkan gejala objektif dari retinopati diabetes non proliferative diantaranya


adalah:7
1. Mikroaneurisma
Mikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler terutama
daerah vena, dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak di
dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Kadang pembuluh
darah ini demikian kecilnya sehingga tidak terlihat. Mikroaneurisma
merupakan kelainan diabetes mellitus dini pada mata.7

5
Gambar 4. Mikroaneurisma dan Perdarahan Intraretina

Gambar 5. Blot hemorrhages dan microaneurysms

2. Dilatasi pembuluh darah balik


Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya yang ireguler dan
berkelok-kelok. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi, dan kadang-
kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.7

Gambar 6. Dilatasi pembuluh darah balik

6
3. Perdarahan (haemorrhages)
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang
biasanya terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior. Bentuk
perdarahan dapat memberikan prognosis penyakit dimana perdarahan yang
luas memberikan prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan
perdarahan yang kecil. Perdarahan terjadi akibat gangguan
permeabilitas pada mikroaneurisma atau pecahnya kapiler. 7

Gambar 7. Perdarahan pada retinopati diabetik nonproliferatif

4. Soft Eksudat
Soft eksudat yang paling sering disebut cotton wool patches
merupakan iskemia retina.pada pemeriksaan oftamolskopi akan bercak
berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak
bagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemik retina. 7
5. Hard eksudat
Hard eksudat merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina.
Gambarannya khusus yaitu ireguler dan berwarna kekuning-kuningan.
Pada permulaan eksudat berupa pungtata, kemudian membesar dan
bergabung.7

7
Gambar 8. Edema makula dan hard eksudat di fovea

6. Edema retina
Edema retina ditandai dengan hilangnya gambaran retina terutama
di daerah makula. Edema dapat bersifat fokal atau difus dan secara
klinis tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai
mikroaneurisma dan eksudat intra retina. Dapat berbentuk zona-zona
eksudat kuning kaya lemak, berbentuk bundar disekitar kumpulan
mikroaneurisma dan eksudat intra retina.7
Edema makular signifikan secara klinis (Clinically significant
macular oedema (CSME)) jika terdapat satu atau lebih dari keadaan
dibawah ini:5
a. Edema retina 500 m (1/3 diameter diskus) pada fovea sentralis.
b. Hard eksudat jaraknya 500 m dari fovea sentralis, yang
berhubungan dengan retina yang menebal.
c. Edema retina yang berukuran 1 disk (1500 m) atau lebih,
dengan jarak dari fovea sentralis 1 disk.

Gambar 9. Funduskopi edema macula

8
Gambar 10. Retinopati diabetik perdarahan intra retina yang banyak,
mikroaneurisma, hard eksudat, cotton wool spot

2.5. Diagnosis
Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan
melalui pemeriksaan funduskopi direk. Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat
untuk menilai saraf optik, retina, makula dan pembuluh darah di kutub posterior mata.
Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kaca mata atau
lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa
harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang
nyaman setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup
merupakan kontra- indikasi pemberian midriatikum.6
Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap.
Pasien duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk
memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian
mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan
pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan
kanan. Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks
retina yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan
pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai
tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang
normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning,
sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien lalu diminta melihat ke delapan arah mata
angin untuk menilai retina. Mikro- aneurisma, eksudat, perdarahan, dan
neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM.6

9
Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar
pemeriksa dapat menilai makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda khas
makulopati dia- betikum.6
Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina.
Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of Ophthalmology
(AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan tertersebut adalah
mudah dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih
sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan primer. Selanjutnya, retinopati DM
dikelompokkan sesuai dengan standar Early Treatment Diabetic Retinopathy Study
(ETDRS).6
Tabel 1. Sistem Klasifikasi Retinopati DM Berdasarkan ETDRS

Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai


pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula,
retinopati DM non-proliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka
harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.6
Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari
pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop,
funduskopi dan stereoscopic fundus photography dengan pemberian midriatikum

10
sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan optical coherence
tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu.6
OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan
yang sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta
responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi
retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media
refraksi.6

Gambar 11. Hasil OCT normal (A) dan Edema macula pada Retinopati DM (B)

2.6. Penatalaksanaan
Tata laksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan
penyakit. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi
setahun sekali. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa
edema makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan.
Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula
signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah
perburukan. Focal laser bila lesinya setempat, dan grid laser bila lesinya difus.
Setelah dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi setiap 2-
4 bulan. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk
menjalani panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko
tinggi untuk berkembang menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita harus
dievaluasi setiap 3-4 bulan pascatindakan.6

2.7. Komplikasi
Retinopati diabetik disebabkan oleh pertumbuhan abnormal dari pembuluh
darah retina. Komplikasi yang dapat terjadi adalah :
1. Perdarahan vitreus

11
Pembentukan pembuluh darah baru memungkinkan timbulnya perdarahan,
perdarahan ini akan merembes ke cairan vitreus. Keadaan ini akan
menimbukan gambaran beberapa bintik hitam. Hal ini tidak akan
menyebabkan kehilangan penglihatan secara permanen.
2. Ablasio Retina
Pembentukan sikatrik menyebabkan tertariknya retina, sehingga dapat
menimbulkan gejala floating
3. Glaukoma
Pembentukan pembuluh darah baru dapat terjadi pada bagian iris dan
koroid, apabila terjadi pecah pembuluh darah, maka akan menyebabkan
aliran cairan aquos humor terganggu dan terjadi peningkatan TIO.
4. Kebutaan.

12
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang
ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus retina.
Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan membran basal endotel
kapiler dan penurunan jumlah perisit. Retinopati diabetes non proliferative
adalah cerminan klinis dari hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh darah
yang terkena. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-
titik yang disebut mikroaneurisma, sedangkan vena retina mengalami dilatasi dan
berkelok-kelok.
Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM
dan terjadi melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya
reactive oxygen intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts
(AGEs).Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol. Ketiga,
hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC).
Gejala subjektif para penderita retinopati diabetes nonproliferatif pada
umumnya seperti penglihatan kabur, kesulitan membaca, penglihatan tiba-tiba
kabur pada satu mata, melihat lingkaran-lingkaran cahaya, melihat bintik
gelap dan cahaya kelap-kelip. Sedangkan gejala objektif pada penderita
retinopati diabetes non proliferative antara lain mikroaneurisma, dilatasi
pembuluh darah balik, perdarahan (haemorrhages), hard eksudat, Soft eksudat,
dan edema retina.
Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan
melalui pemeriksaan funduskopi direk. Dengan fundus photography dapat
dilakukan dokumentasi kelainan retina. Apabila pada pemeriksaan ditemukan
edema makula, retinopati DM non-proliferatif derajat berat dan retinopati DM
proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter
spesialis mata.
Tata laksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan
penyakit. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi

13
setahun sekali. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa
edema makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan.
Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula
signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah
perburukan.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah Perdarahan vitreus, Ablasio Retina,
Glaukoma dan Kebutaan.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Langston DB. 1988. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. 2nd


edition. Boston:Little Brown Company.
2. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR . 2000. Oftalmologi Umum. Edisi ke-14.
Jakarta: Widya Medika.
3. Ilyas S. 2005. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
4. James B, Chew C and Bron A. 2005. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi
ke-9. Jakarta: Erlangga.
5. Rahmawati RL. 2 0 0 7 . Diabetik retinopati. Medan: Departemen Ilmu
Penyakit Mata FK USU RSUP H. Adam Malik
6. Sitompul, Ratna. 2011. Retinopati Diabetik. Jakarta: Artikel Pengembangan
Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan. Vol. 61, No. 8.
7. Ilyas S. 2005. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.

15

Anda mungkin juga menyukai