Anda di halaman 1dari 14

Prinsip Ibadah

Adapun prinsip melaksanakan Ibadah sebagai berikut:

1. Niat lillahi taala (Al-Fatihah/1:5)

)( ) (
) ( ) (
) (

1. dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. 2. segala puji[2] bagi Allah,
Tuhan semesta alam. 3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. 4. yang menguasai di hari Pembalasan. 5.
hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.

2. Ikhlas (Al-Bayinah/98:5)

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan (ikhlas) ketaatan kepada-
Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat;
dan yang demikian Itulah agama yang lurus.

3. Tidak menggunakan perantara (washilah) (Al-Baqarah/2: 186)

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah
dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah
mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu
berada dalam kebenaran.

4. Dilakukan sesuai dengan tuntunan al-Quran dan sunnah

5. Seimbang antara dunia akherat (Al-Qashash/28:77)

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

6. Tidak berlebih-lebihan (Al-Araf/7:31)

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid[534], Makan dan minumlah, dan
janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

7. Mudah (bukan meremehkan) dan Meringankan Bukan Mempersulit (Al-Baqarah/2:286)












Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari
kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa):
Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami,
janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-
orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami
memikulnya. beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka
tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir.

Tentang wukuf

Wukuf adalah mengasingkan diri atau mengantarkan diri ke suatu panggung replika padang Masyhar. Suatu
tamsil bagaimana kelak manusia dikumpulkan di suatu padang Masyhar dalam formasi antri menunggu giliran
untuk dihisab oleh Allah SWT. Wukuf adalah suatu contoh sebagai peringatan kepada manusia tentang
kebenaran Illahi.

Status hukum Wukuf di Arafah adalah rukun yang kalau ditinggalkan maka Hajinya tidak sah. Wukuf juga
merupakan puncak ibadah Haji yang dilaksanakan di Padang Arafah dan pada tanggal 9 Zulhizah. sebagaimana
sabda Rasulullah :

Alhaju arafah manjaal yalata jamin kabla tuluw ilafji pakad adraka alhajj (diriwayatkan oleh 5 ahli hadis)

artinya : Haji itu melakukan wukuf di Arafah

Pada hari wukuf tanggal 9 Zulhijah yaitu ketika matahari sudah tergelincir atau bergeser dari tengah hari, (pukul
12 siang) hitungan wukuf sudah dimulai. yang pertama dilakukan adalah shalat Zuhur dan Ashar yang
dilakukan secara Jamak Taqdim, yakni shalat Ashar dilakukan bersama shalat Zuhur pada waktu Zuhur
dengan 1 X azan dan 2 X iqamat.

Setelah shalat Zuhur dan Ashar, disunatkan seorang imam untuk mulai berkhutbah untuk memberikan
bimbingan wukuf, penerangan, seruan-seruan ibadah dan panjatan doa kepada Allah SWT.

Disunatkan supaya menghadap Qiblat dan memperbanyak membaca doa,zikir dan membaca Al-Quran.
Ketika berdoa hendaklah mengangkat tangan hingga tampak keatas kedua ketiaknya. dan juga disunatkan
mengulang-ulang kalimat :

Laa ilaha illallaah wahdahu laa syarikalah, lahul mulku walahulhamd, yuhyi wa yumiit, wahua hayyun
layamuutu biyadihil khair,wahua alaa kuli syaiin qadiir

Artinya : Ya Allah tiada tuhan selain Allah yang tiada sekutu bagi-Nya,bagi-Nya segala kerajaan dan segala
puji.Dia yang menghidupkan dan mematikan. Ia hidup tidak mati.Di tangan-Nya segala kebaikan dan Dia Maha
kuasa.

Karena ada hadis Nabi yang mengatakan :

Sebaik-baiknya doa pada hari Arafah, dan sebaik-baiknya yang kubaca dan dibacanya juga oleh nabi-
nabi sebelumku, yaitu : Laa ilaha illallaah wahdahu laa syarikalah, lahul mulku walahulhamd, yuhyimiit,
wahua hayyun layamuutu biyadihil khair, wahua alaa kuli syaiin qadiir. (Hadis Riwayat : Tirmidzi).

Cara Membagi Daging Qurban


Qurban terbagi dua, yaitu: Qurban wajib (nazdar, diwajibkan dan wasiat), kedua: Qurban sunat. Daging
qurban wajib dibagi-agikan seluruh dagignya kepada orang lain dan tidak boleh dimakan oleh sipengqurban dan
oleh keluarganya dan termasuk yang dibawah tanggungannya[11].
Sementara untuk daging qurban sunat pembagiannya ada tiga cara:
1. Sebaiknya disedekahkan seluruhnya kepada orang lain,
2. Disunnahkan bagi si pengqurban untuk megambil sedikit dagingnya untuk dimakan oleh pengqurban
dan keluarganya,
3. Dan untuk mashlahat dianjurkan untuk bisa membagi menjadi 3 bagian. 1/3 untuk keluarga, 1/3 untuk
dihidangkan tamu jiran, teman kaya atau miskin, , 1/3 untuk dibagikan kepada fakir miskin. Dan semakin
banyak yang dikeluarkan tentu semakin besar pahalanya

akad nikah 5 syarat berikut:

1. Tayin Az Zaujain, menyebutkan secara pasti individu pasangan yang dinikahkan, bukan dengan
ungkapan yang membuat ragu. Tidak boleh wali nikah hanya mengatakan: saya nikahkan anda dengan
anak saya, padahal ia memiliki banyak anak. Harus disebutkan secara pasti anaknya yang mana yang ia
nikahkan, dengan menyebutkan namanya. Misal dengan mengatakan: saya nikahkan anda dengan anak
saya, Aisyah, ini sah.Tidak boleh juga sekedar menyebutkan: saya nikahkan anda dengan anak saya
yang besar (atau yang kecil), yang memungkinkan salah paham.
2. Adanya keridhaan dari kedua mempelai
3. Adanya wali, berdasarkan sabda Nabi Shallallahualaihi Wasallam:

tidak ada pernikahan kecuali dengan wali (HR. Ahmad dan Abu Daud).
dan juga hadits:

. .

Perempuan mana saja yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batal, nikahnya batal,
nikahnya batal (HR. Ahmad, Abu Daud, dishahihkan oleh As Suyuthi dan Al Albani)
Dan urutan yang paling berhak menjadi wali untuk menikahkan seorang wanita adalah ayahnya, lalu
kakeknya, lalu anaknya, lalu saudara kandung, lalu paman dari bapak, lalu lelaki yang paling dekat jalur
kekerabatannya setelah paman, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama. Sebagian ulama ada
yang lebih mengutamakan anak lelaki yang sudah baligh dari seorang wanita, daripada ayahnya untuk
menjadi wali

4. Adanya saksi. Berdasarkan hadits Imran bin Hushain secara marfu:

tidak ada pernikahan kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil (HR. Ibnu Hibban, Al Baihaqi dan
dishahihkan oleh Adz Dzahabi)
5. Tidak terdapat hal yang menghalangi keabsahan nikah, atau dengan kata lain, kedua mempelai halal
untuk menikah. Hal-hal yang menghalangi keabsahan nikah misalnya:
o Keduanya termasuk mahram
o Masih ada hubungan saudara sepersusuan
o Beda agama, kecuali jika mempelai suami Muslim dan mempelai wanita dari ahlul kitab maka
dibolehkan dengan syarat wanita tersebut afifah (wanita yang menjaga kehormatannya).
o Sang wanita masih dalam masa iddah

MUSAQAH, MUZARA'AH, DAN MUKHABARAH

Musaqah merupakan kerja sama antara pemilik kebun atau tanaman dan pengelola atau penggarap untuk memelihara
dan merawat kebun atau tanaman dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama dan
perjanjian itu disebutkan dalam aqad.

Sedangkan muzaraah dan mukhabarah mempunyai pengertian yang sama, yaitu kerja sama antara pemilik sawah atau
tanah dengan penggarapnya, namun yang dipersoalkan di sini hanya mengenai bibit pertanian itu. Mukhabarah bibitnya
berasal dari pemilik lahan, sedangkan muzaraah bibitnya dari petani.

Aqad musaqah, muzaraah, dan mukhabarah telah disebutkan di dalam hadits yang menyatakan bahwa aqad tersebut
diperbolehkan asalkan dengan kesepakatan bersama antara kedua belah pihak dengan perjanjian bagi hasil sebanyak
separo dari hasil tanaman atau buahnya.

Dalam kaitannya hukum tersebut, Jumhurul Ulama membolehkan aqad musaqah, muzaraah, dan mukhabarah, karena
selain berdasarkan praktek nabi dan juga praktek sahabat nabi yang biasa melakukan aqad bagi hasil tanaman, juga
karena aqad ini menguntungkan kedua belah pihak. Menguntungkan karena bagi pemilik tanah/tanaman terkadang
tidak mempunyai waktu dalam mengolah tanah atau menanam tanaman. Sedangkan orang yang mempunyai keahlian
dalam hal mengolah tanah terkadang tidak punya modal berupa uang atau tanah, maka dengan aqad bagi hasil tersebut
menguntungkan kedua belah pihak, dan tidak ada yang dirugikan.

Adapun persamaan dan perbedaan antara musaqah, muzaraah, dan mukhabarah yaitu, persamaannya adalah ketiga-
tiganya merupakan aqad (perjanjian), sedangkan perbedaannya adalah di dalam musaqah, tanaman sudah ada, tetapi
memerlukan tenaga kerja yang memeliharanya. Di dalam muzaraah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih
harus digarap dulu oleh pengggarapnya, namun benihnya dari petani (orang yang menggarap). Sedangakan di dalam
mukhabarah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dulu oleh pengggarapnya, namun benihnya
dari pemilik tanah.

Pengertian al baqarah 184


(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu
ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib
bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan
seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya.
Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Sahabat yang melakukan qisasa


ukhaisyah

hokum pelaku pembunuhan tersalah


tidak diqishah

Dasar Hukum Qishas


Hukum qishas merupakan hukuman yang telah ditentukan batasnya, tidak ada batas terendah dan tertinggi,
tetapi menjadi hak perorangan (si korban dan walinya).

Pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja wajib di qishas ( pelakunya di kenakan hukum mati ). Dasar
hukum disyariatkan qishas adalah Surah al- Baqarah Ayat 178






)(

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishas berkenaan dengan orang-orang yang
dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka
Barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan
cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara
yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa
yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih[111].

Firman Allah SWT diatas merupakan ayat khusus yang menyangkut tindak pidana yang berkaitan dengan
menghilangkan nyawa dengan orang lain. Apabila korban pembunuhan tersebut meninggal dunia, hak menuntut
melakukan qishas itu berada ditangan ahli warisnya, sebagai mana diterangkan Allah swt.dalam surah Al-Isra
Ayat 33.

Artinya : Janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah untuk dibunuh kecuali demi kebenaran
seperti, misalnya, orang itu pantas untuk dibunuh sebagai qishas atau hukuman baginya. Barangsiapa dibunuh
secara zalim, maka Kami berikan kepada keluarga terdekatnya kekuasaan penuh untuk menuntut balas (qishas)
si pembunuhnya kepada hakim. Tetapi tidak diperkenankan bagi mereka melampaui batas dalam membunuh
seperti, misalnya, membunuh orang tidak melakukannya atau membunuh dua orang sebagai pembalasan atas
terbunuhnya satu orang. Sesungguhnya Allah menolongnya dan telah mewajibkannya untuk melakukan kisas
atau memilih diyat. Maka tidak dibenarkan sama sekali untuk melampaui batas

Dasar Hukum Diyat


Dasar hukum bagi pelaksanaan diyat adalah Firman Allah swt. Dalam Surah al- Baqarah Ayat 178.

)(




Artinya : Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang
memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat)
kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan
dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya
siksa yang sangat pedih[111].

Apabila masih didapat jalan lain yang terbaik (daripada balas bunuh), hendaklah cara lain itu di tempuh. Jalan
lain yang di maksud adalah keluarga terbunuh memberi maaf kepada pembunuh. Jika demikian (di maafkan),
hendaklah dilaksanaan diyat (denda ) yang diisyaratkan kepada keluarga terbunuh (walaupun yang memaafkan
hanya setiap mukmin adalah saudara. Hukum diyat berlaku dalam kasus pembunuhan terhadap mukmin yang
tidak sengaja, Allah SWT berfirman :








)(

Artinya : Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan


seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat[335] yang diserahkan kepada keluarganya (si
terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah[336]. jika ia (si terbunuh) dari kaum
(kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh)
membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya
yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya[337], Maka hendaklah ia (si pembunuh)
berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Berdasarkan Firman Allah SWT diatas diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Apabila pembunuhan tersebut terjadi karena tidak sengaja atau keliru, pembunuh wajib memerdekakan
hamba sahaya yang mukmin dan membayar diyat (denda) kepada keluarga terbunuh
2. Apbila keluarga terbunuh bersedekah (memaafkan), cukup baginya memerdekakan hamba sahaya
mukmin dan apabila tidak memperoleh hamba sahaya mukmin, sebagai gantinya ialah puasa dua bulan
berturut-turut.

Dasar hokum qasahaf

QADZAF




Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina),
mereka kena la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar. (QS An-Nuur: 23)

Syarat-syarat Jual Beli :

1. Adanya keridhaan antara penjual dan pembeli


2. Orang yang mengadakan transaksi jual beli seseorang yang dibolehkan untuk menggunakan harta. Yaitu
seorang yang baligh, berakal, merdeka dan rasyiid (cerdik bukan idiot).
3. Penjual adalah seorang yang memiliki barang yang akan dijual atau yang menduduki kedudukan
kepemilikkan, seperti seorang yang diwakilkan untuk menjual barang.
4. Barang yang di jual adalah barang yang mubah (boleh) untuk diambil manfaatnya, seperti menjual
makanan dan minuman yang halal dan bukan barang yang haram seperti menjual khamr (minuman yang
memabukkan), alat musik, bangkai, anjing, babi dan yang lainnya.
5. Barang yang dijual/di jadikan transaksi barang yang bisa untuk diserahkan. Dikarenakan jika barang
yang dijual tidak bisa diserahkan kepada pembeli maka tidak sah jual belinya. Seperti menjual barang
yang tidak ada. Karena termasuk jual beli gharar (penipuan). Seperti menjual ikan yang ada air, menjual
burung yang masih terbang di udara.
6. Barang yang dijual sesuatu yang diketahui penjual dan pembeli, dengan melihatnya atau memberi tahu
sifat-sifat barang tersebut sehingga membedakan dengan yang lain. Dikarenakan ketidak tahuan barang
yang ditransaksikan adalah bentuk dari gharar.
7. Harga barangnya diketahui, dengan bilangan nominal tertentu.

Mahram nikah

Para ulama telah menyusun daftar hubungan kemahraman yang muabbad dan yang ghairu muabbad sebagai
berikut :

1. Mahram Muabbad

Mereka yang termasuk mahram selama-lamanya bisa dibagi menjadi dua kategori. Pertama karena hubungan
nasab . Kedua, karena hubungan persusuan.

a. Mahram karena Nasab

1. Ibu kandung dan seterusnya keatas seperti nenek, ibunya nenek.


2. Anak wanita dan seteresnya ke bawah seperti anak perempuannya anak perempuan.
3. Saudara kandung wanita.
4. `Ammat/ Bibi .
5. Khaalaat/ Bibi .
6. Banatul Akh/ Anak wanita dari saudara laki-laki.
7. Banatul Ukht/ anak wnaita dari saudara wanita.

b. Mahram karena Mushaharah

Sedangkan kemahraman yang bersifat sementara adalah kemahraman yang terjadi akibat adanya pernikahan.
Atau sering juga disebut dengan mushaharah . Mereka adalah:

1. Ibu dari isteri .


2. Anak wanita dari isteri .
3. Isteri dari anak laki-laki .
4. Isteri dari ayah .

c. Mahram karena Penyusuan

1. Ibu yang menyusui.


2. Ibu dari wanita yang menyusui .
3. Ibu dari suami yang isterinya menyusuinya .
4. Anak wanita dari ibu yang menyusui .
5. Saudara wanita dari suami wanita yang menyusui.
6. Saudara wanita dari ibu yang menyusui.

Ini berlaku untuk selama-lamanya meskipun terjadi kematian, perceraian ataupun pindah agama.

Konsekuensi Hukum Sesama Mahram

Hubungan kemahraman yang ada dalam daftar di atas, baik yang muabbad maupun yang ghairu muabbad, sama
menghasilkan konsekuensi hukum lanjutan, selain tidak boleh terjadinya pernikahan. Di antaranya adalah:

Kebolehan berkhalwat antara sesama mahram


Kebolehan bepergiannya seorang wanita dalam safar lebih dari 3 hari asal ditemani mahramnya.
Kebolehan melihat sebagian dari aurat wanita mahram, seperti kepala, rambut, tangan dan kaki.

2. Mahram Ghoiru Muabbadah

Adapun yang dimaksud dengan mahram ghoiru muabbadah adalah wanita-wanita untuk sementara waktu saja,
namun bila terjadi sesuatu seperti perceraian, kematian, habisnya masa iddah ataupun pindah agama, maka
wanita itu boleh dinikahi. Mereka adalah:

1. Wanita yang masih menjadi isteri orang lain tidak boleh dinikahi. Kecuali setelah cerai atau meninggal
suaminya dan telah selesai masa iddahnya.

2. Saudara ipar, atau saudara wanita dari isteri. Tidak boleh dinikahi sekaligus juga tidak boleh berkhalwat atau
melihat sebagian auratnya. Kalau isteri sudah dicerai maka mereka halal untuk dinikahi. Hal yang sama juga
berlaku bagi bibi dari isteri.

3. Isteri yang telah ditalak tiga, haram dinikahi kecuali isteri itu telah menikah lagi dengan laki-laki lain,
kemudian dicerai dan telah habis masa iddahnya.

4. Menikah dalam kesempatan dengan melakukan ibadah ihram. Bukan hanya dilarang menikah, tetapi juga
haram menikahkan orang lain.

5. Menikahi wanita budak padahal mampu menikahi wanita merdeka. Kecuali bila tidak mampu membayar
mahar wanita merdeka karena miskin.

6. Menikahi wanita pezina, kecuali yang telah bertaubat taubatan nashuha.

7. Menikahi wanita non muslim yang bukan kitabiyah atau wanita musyrikah, kecuali setelah masuk Islam atau
pindah memeluk agama yahudi atau nasrani.

syarat-syarat Hakim.

Sesuai dengan tugas yang di emban dan kedudukan seorang hakim yang amat mulia itu maka syarat-syarat untuk
menjadi hakim cukup berat. Untuk itu ia harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Beragama Islam untuk perkara yang berkaitan dengan hukum Islam. Tidak diperbolehkan menyerahkan perkara
kepada hakim yang memeluk agama selain Islam.
b. Sudah akil baligh dewasa akal pikirannya sehingga sudah bisa membedakan yang hak dan yang bathil.

c. Sehat jasmani dan rohani.

d. Orang yang merdeka. Hamba sahaya tidak mempunyai kekuasaan pada dirinya sendiri apalagi pada orang lain.

e. Berlaku adil sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran.

f. Seorang laki-laki bukan perempuan. Hal ini didasarkan pada Firman Allah SWT sebagai berikut:



"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita". (Qs. An Nisa' :Penggalan ayat 34 ).

Dan kemudian, dalam sebuah hadist Rasulullah juga bersabda:


yang artinya: "Suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan tidak akan berbahagia". (HR.
Bukhori).

g. Memahami hukum dalam Al Qur'an dan Sunnah.

h. Memahami 'ijma ulama serta perbedaan-perbedaan tradisi umat.

i. Memahami bahasa arab dengan baik.

j. Mampu dan menguasai metode ijtihad karena ia tidak boleh taqlid.

k. Seorang hakim harus bisa mendengarkan dengan baik. Kalau tuli ia tidak dapat mengetahui dan membedakan antara
yang menerima dan yang menolak.

l. Seorang hakim harus dapat melihat.

m. Seorang hakim harus mengenal baca tulis. Sebagian ada yang berpendapat tidak perlu syarat ini karena hukum dapat
diketahui tanpa mengerti baca tulis.

n. Seorang hakim harus memiliki ingatan yang kuat dan dapat berbicara dengan jelas.

Ulama yang membolehkan menjadi hakim

Ibnu Jarir Ath-Thabari,Ibnu Hazm,Imam Al Ghazali

yang mendapatkan harta warisan 1/2 dan 1/4

Ashabul furudh yang mendapatkan 1/2 ada lima:

1. Anak perempuan
2. Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan)
3. Saudara perempuan seayah dan seibu
4. Saudara perempuan seayah
5. Suami jika tidak memiliki anak atau cucu laki-laki

Ashabul furudh yang mendapatkan 1/4 ada dua:


1. Suami jika istri memiliki anak atau cucu laki-laki
2. Istri jika tidak memiliki anak atau cucu laki-laki

Contoh Istihsan

Menurut madzhab Abu Hanifah, bila seorang mewaqafkan sebidang tanah pertanian, maka dengan
menggunakan istihsan, yang termasuk diwaqafkan adalahhak pengairan, hak membuat saluran air di atas tanah
itu dan sebagainya. Sebab kalau menurut qiyas (jali), hak-hak tersebut tidak mungkin diperoleh, karena tidak
boleh mengqiyaskan waqaf itu dengan jual beli.

Pada jual beli yang penting ialah pemindahan hak milik dari penjual kepada pembeli. Bila waqaf diqiyaskan
kepada jual beli, berarti yang penting ialah hak milik itu.

Sedang menurut istihsan hak tersebut diperoleh dengan mengqiyaskan waqaf itu kepada sewa-menyewa. Pada
sewa-menyewa yang penting ialah pemindahan hak memperoleh manfaat dari pemilik barang kepada penyewa
barang.

Demikian pula halnya dengan waqaf. Yang penting pada waqaf ialah agar barang yang diwaqafkan itu dapat
dimanfaatkan. Sebidang sawah hanya dapat dimanfaatkan jika memperoleh pengairan yang baik. Jika waqaf itu
diqiyaskan kepada jual beli (qiyas jali), maka tujuan waqaf tidak akan tercapai, karena pada jual beli yang
diutamakan pemindahan hak milik. Karena itu perlu dicari asalnya yang lain, yaitu sewa-menyewa.

Kedua peristiwa ini ada persamaan `illat-nya yaitu mengutamakan manfaat barang atau harta, tetapi qiyasnya
adalah qiyas khafi. Karena ada suatu kepentingan, yaitu tercapainya tujuan waqaf, maka dilakukanlah
perpindahan dari qiyas jali kepada qiyas khafi, yang disebut istihsan.

Syarat Nikah Untuk Mempelai Pria

Memeluk agama islam


Laki-laki yang tertentu
Bukan Lelaki Mahram Dengan Calon Isti ( masih saudara kandung )
Calon mempelai Pria Mengatahui Wali nikah asli yang akan menjadi wali di pernikahan
Tidak dalam Ihram umrah atau haji
Menikah dengan kerelaan/kemauan sendiri bukan dengan paksaan
Tidak memiliki 4 (empat) orang istri pada waktu menikah
Mengetahui perempuan yang akan dijadikan dinikahi dan dijadikan istri

Pengertian Walimah
Walimah () artinya al-jamu yaitu kumpul, sebab suami dan istri berkumpul. Walimah ()
berasal dari bahasa arab artinya makanan pengantin. Maksudnya adalah makanan yang disediakan khusus
dalam acara pesta perkawinan. Bisa juga diartikan sebagai makanan untuk tamu undangan atau lainnya.
Walimah adalah istilah yang terdapat dalam literatur arab yang secara arti kata berarti jamuan yang
khusus untuk perkawinan dan tidak digunakan untuk penghelatan di luar perkawinan.1[2] Sedangkan definisi
yang terkenal di kalangan ulama, walimatul ursy diartikan dengan perhelatan dalam rangka mensyukuri nikmat
Allah atas telah terlaksananya akad perkawinan dengan menghidangkan makanan

Perbedaan wali nasab dan mujbir


Wali Nasab adalah Pria beragama Islam yang berhubungan darah dengan calon mempelai wanita dari pihak ayah
menurut hukum islam.
Wali Mujbir
Wali mujbir adalah orang yang mempunyai hak paksa atau hak ijbar. Dasar pertimbangan wali mujbir adalah
kemaslahatan putrinya yang akan dipaksa. Artinya bahwa seorang wali mujbir harus yakin bahwa jodoh yang
dia paksakan itu tidak akan menimbulkan masalah bagi putrinya bahkan akan mendatangkan maslahat bagi
putrinya.
Pengertian lain dari wali mujbir yang lainnya bahwa wali mujbir itu mempunyai bidang kuasa untuk
menikahkan anak atau cucunya yang masih perempuan tanpa meminta izin kepada putrinya terlebih dahulu.
Tapi wali mujbir tidak boleh menikahkan putri yang jandanya tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada
siperempuantersebut.
Hak ijbar dari Wali mujbir itu bisa gugur karena mempunyai alasan yaitu :
Tidak ada kesepadanan antara mempelai laki-laki dengan gadis yang dipaksakan perkawinannya
Adanya pertentangan antara kedua orang yang akan dipaksakan atu adanya perselisihan antara calon
mempelai
Adanya perselisihan antar mempelai perempuan dengan wali mujbir yang dinikahkan.
Dasar hokum mentalaq
1. Wanita yang telah disetubuhi dan masih mendapati haid.


Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu
mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu (QS. Ath Tholaq: 1). Yang
dimaksud mentalak di masa iddahnya adalah talaklah ketika suci sebelum disetubuhi. Ibnu Abbas
radhiyallahu anhuma mengatakan, Janganlah mentalaknya ketika ia haid dan ketika ia suci dan telah
disetubuhi. Namun biarkanlah ia melewati masa haidnya, lalu ia suci, kemudian talaklah dengan sekali
talak.[1] Tafsiran seperti ini dikatakan pula oleh Ibnu Umar, Atho, Mujahid, Al Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin,
Qotadah, Maymun bin Hawan, Maqotil bin Hayan, Ikrimah dan Adh Dhohak.[2]

2. Wanita yang belum disetubuhi baik dia yang telah mendapati haid ataukah belum.

Untuk wanita ini boleh mentalaknya kapan pun waktunya ketika suci atau ketika haid karena ia belum
disetubuhi dan tidak memiliki masa iddah ketika itu. Allah Taala berfirman,





Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian
kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka iddah
bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. (QS. Al Ahzab: 49).

4. Wanita hamil





Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan
kandungannya. (QS. Ath Tholaq: 4). Ayat ini menunjukkan bahwa masa iddah wanita hamil adalah sampai ia
melahirkan kandungannya. Jika masa hamil dikatakan memiliki masa iddah berarti tidak diragukan lagi
bolehnya mentalak wanita saat hamil.

kriteria yang harus terpenuhi oleh seorang Khalifah:

1. Muslim, tidak sah jika ia kafir, munafik, atau diragukan kebersihan aqidahnya.
2. Laki-laki, tidak sah jika perempuan, karena Rasulullah SAW bersabda,
Tidak akan sukses suatu kaum jika mereka menjadikan wanita sebagai pemimpin.
3. Merdeka, tidak sah jika ia budak, karena ia harus memimpin dirinya dan orang lain. Sedangkan budak
tidak bebas memimpin dirinya, apalagi memimpin orang lain.
4. Dewasa, tidak sah jika anak-anak, karena anak-anak itu belum mampu memahami dan memenej
permasalahan.
5. Mujtahid, orang yang bodoh atau berilmu karena ikut-ikutan (taklid), tidak sah
kepemimpinannya seperti yang dijelaskan Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah dan Ibnu Abdil
Bar bahwa telah ada ijmak (konsensus) para ulama, bahwa tidak sah kepemimpinan tertinggi umat
Islam jika tidak sampai derajat Mujtahid tentang Islam.
6. Adil, tidak sah jika ia dzhalim dan fasik, karena Allah l menjelaskan
kepada Nabi Ibrahim bahwa janji kepemimpinan umat itu tidak (sah) bagi orang-orang yang
dzhalim.
7. Profesional (amanah dan kuat). Khilafah itu bukan tujuan, akan tetapi
sarana untuk mencapai tujuan-tujuan yang disyariatkan seperti menegakkan
keadilan, menolong orang-orang yang didzhalimi, memakmurkan bumi,
memerangi kamu kafir, khususnya yang memerangi umat Islam dan berbagai tugas besar lainnya.
Orang yang tidak mampu dan tidak kuat mengemban amanah tersebut tidak boleh diangkat menjadi
Khalifah. Sebab itu Imam Ibnu Badran menjelaskan bahwa, pemimpin-pemimpin Muslim di negeri-
negeri Islam yang menerapkan sistem kafir atau Musyrik, tidaklah dianggap sebagai pemimpin umat
Islam karena mereka tidak mampu memerangi musuh-musuh Islam
dan tidak pula mampu menegakkan Syariat Islam dan bahkan tidak mampu melindungi orang-orang
yang didzhalimi dan seterusnya, kendatipun mereka secara formal memegang kendali kekuasaan
seperti raja atau presiden. Lalu Ibnu Badran menjelaskan:Mana mungkin orang-orang yang seperi
itu menjadi Khalifah, sedangkan mereka dalam
tekanan Thagut (Sistem Jahiliyah) dalam semua aspek kehidupan?
Sedangkan para pemimpin gerakan dakwah yang ada sekarang hanya sebatas pemimipin
kelompok-kelompok atau jamaah-jamaah umat Islam, tidak sebagai pemimpin tertinggi umat
Islam yang mengharuskan taat fil masyat wal makrah (dalam situasi mudah dan situasi sulit),
kendati digelari dengan Khalifah.
8. Sehat Penglihatan, pendengaran, dan lidahnya serta tidak lemah fisiknya. Orang yang cacat fisik
atau lemah fisik tidak sah kepemimipinannya, karena bagaimana mungkin orang seperti itu mampu
menjalankan tugas besar untuk kemaslahatan agama dan umatnya? Untuk dirinya saja memerlukan
bantuan orang lain.
9. Pemberani, orang-orang pengecut tidak sah jadi Khalifah. Bagaiman mungkin orang pengecut itu
memiliki rasa tanggung jawab terhadap agama Allah dan urusan Islam dan umat Islam? Ini yang
dijelaskan oleh Umar Ibnul Khattab saat beliau berhaji: Dulu aku adalah pengembala unta bagi
Khattab (ayahnya) di Dhajnan. Jika aku lambat aku dipukuli, ia berkata: anda telah menelantarkan
(unta-unta) itu. Jika aku tergesa-gesa ia pukul aku dan berkata: anda tidak
menjaganya dengan baik.Sekarang aku telah bebas, merdeka dipagi dan sore hari. Tak ada lagi seorang
pun yang aku takuti selain Allah. Dari Suku Quraisy, yakni dari suku Fihir bin Malik, bin Nadhir, bin
Kinanah, bin Khuzaah.
10. Para ulama sepakat, syarat ini hanya berlaku jika memenuhi syarat-syarat sebelumnya. Jika tidak
terpenuhi, maka siapapu diantara umat ini yang memenuhi persyaratan, maka ia adalah yang paling
berhak menjadi Khalifah

Definisi jihad
Jihad (bahasa Arab: )menurut syariat Islam adalah berjuang dengan sungguh-sungguh. Jihad dilaksanakan untuk
menjalankan misi utama manusia yaitu menegakkan Din (atau bisa diartikan sebagai agama) Allah atau menjaga Din
tetap tegak, dengan cara-cara sesuai dengan garis perjuangan para Rasul dan Al-Quran

Contoh jihad
Bentuk Jihad :
Ber-Jihad tidak selalu harus identik dengan ber-perang secara lahiryah / fisik , sebab Jihad , antara lain , dapat
berbentuk :

Perjuangan dalam diri sendiri untuk menegakkan syariat Islamiah


Perjuangan terhadap orang lain , baik lisan , tulisan atau tindakan
Jihad dalam bentuk pertempuran : QITAL (Contoh: At-Taubah Ayat 111 , disebut sebagai qital
dengan arah : fisabilillah Perang dijalan Allah , tidak disebut jihad dengan arah fisabilillah)
Islam membenci peperangan , tetapi mewajibkan berperang , jika dan hanya jika , muslim diserang
(karena agama) terlebih dahulu dan diusir dari negeri-nya ( sampai suatu batas mutlak yang ditentukan .
Terlalu luas untuk dijabarkan disini

CARA PENGANGKATAN KHALIFAH

1. Pemilihan secara langsung

Setiap umat islam yang sudah berhak untuk memilih, dapat mengajukan pilihannya siapa yg di kehendaki untuk
menjadi khalifah melalui pemilihan umum atau referendum.

2. Pemilihan secara tidak langsung

Yaitu pemilihan oleh ahlul halli wal aqdi atau wakil-wkil rakyat yang berhak memutuskan segala sesuatu yang
berkaitan dengan urusan umat islam.

Cara ini bisa di lakukan dengan cara di pilih oleh pemimpin umat atau uslakan oleh terdahulu.

Maka fungsi-fungsi dari hadits atau as-Sunnah terkait dengan al-Quran adalah:
1) As-Sunnah sebagai pemerinci, penafsir ayat-ayat yang mujmal (global) dari al-Quran.

2) As-Sunnah memberikan taqyiid (batasan).

3) As-Sunnah memberikan takhshiish (pengkhususan) terhadap ayat-ayat al-Quran yang mutlak dan aam.

Definisi taqlil dan ittibaa


a. Ittiba
Menurut bahasa ittiba adalah mengikuti atau menurut. Sedangkan menurut istilah ittiba adalah mengikuti semua yang
diperintahkan atau yang dilarang dan yang dibenarkan oleh Rasulullah SAW. Salah satu ulama berpendapat bahwa
ittibaadalah : "Menerima atau mengikuti pendapat perbuatan seseorang dengan mengetahui dasar pendapat atau
perbuatannya itu".

b. Taqlid
Menurut bahasa taqlid adalah meniru. Sedangkan menurut istilah Taqlid adalah : "Menerima atau mengikuti pendapat
perbuatan seseorang tanpa mengetahui dasar pendapat atau perbuatannya itu".

Anda mungkin juga menyukai