PENDAHULUAN
Patah tulang atau fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang
yang disebabkan oleh trauma atau non trauma. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh
tulang patah, sedangkan fraktur tidak lengkap adalah fraktur yang tidak melibatkan
seluruh ketebalan tulang. Pada beberapa keadaan trauma musculoskeletal, fraktur dan
dislokasi dapat terjadi bersamaan. Hal ini terjadi apabila kehilangan hubungan yang
normal antara kedua permukaan tulang disertai dengan fraktur persendian tersebut.2
Neglected fracture dengan atau tanpa dislokasi adalah suatu fraktur yang tidak
ditangani dengan tidak semestinya sehingga menghasilkan keadaan keterlambatan
dalam penanganan, atau kondisi yang lebih buruk dan bahkan kecatatan. Penanganan
fraktur yang salahini biasanya dilakukan oleh bone setter (dukun patah) yang masiih
sering dijumpai di masyarakat Indonesia.2
Secara epidemiologis, presentase kejadian patah tulang tertinggi di Indonesia
terdapat di propinsi Papua yaitu sebesar 8,3 % sedangkan di Jawa Barat memiliki
presentase sebesar 6,0%. Berdasarkan kelompok umur, angka kejadian patah tulang
tertinggi terjadi pada usia diatas 75 tahun. Berdasarkan kelompok jenis kelamin,
angka kejadian patah tulang lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan
dengan presentase 6,6%. Berdasarkan tingkat pendidikan, angka kejadian patah
tulang tertinggi pada tingkat diploma/perguruan tinggi. Berdasarkan status pekerjaan,
angka kejadian patah tulang tertinggi terjadi pada wiraswasta dengan presentase
sebesar 7,3%. Berdasarkan tempat tinggal, angka kejadian patah tulang lebih banyak
terjadi di perdesaan daripada di perkotaan dengan presentase 6,0%. Berdasarkan
kuintil indeks kepemilikan, angka kejadian patah tulang tertinggi terjadi pada
kelompok menengah dan teratas dengan presentase sebesar 6,0%.3
Berdasarkan hasil penelitian penderita neglected fracture di RSUD dr. Abdoer
Rahem pada periode 1 Januari 2012 sampai dengan 31 Desember 2013 didapatkan
data 26 pasien neglected fracture yang terdiri dari 11 kasus (42,31%) pada tahun
2012 dan 15 kasus (57,69%) pada tahun 2013. Dari 26 penderita neglected fracture,
20 orang (76,92%) laki-laki dan 6 orang (23,08%) perempuan. Sebanyak 1 orang
(3,85%) berusia kurang dari 24 tahun, 24 orang (92,5%) berusia dewasa atau
produktif, dan 1 orang (3,85%) lanjut usia. Umur rata-rata penderita neglected
fracture adalah 36,38 tahun. Sebanyak 10 orang (38,46%) masuk kelas I, 1 orang
(3,85%) masuk pelayanan kelas 2, sisanya 15 orang (57,69%) masuk pelayanan kelas
3. Dari 26 orang penderita tersebut, sebagian besar (69,23%) pasien mengalami
neglected fracture di ektremitas bawah, yaitu femur, tibia, dan fi bula, sebanyak
30,76% pasien me-ngalami neglected fracture pada ekstremitas atas Sebanyak 12
orang (46,155%) mengalami komplikasi nonunion, 12 orang (46,155%) mengalami
komplikasi malunion, dan 2 orang (7,69%) mengalami komplikasi infeksi.
2.1 Definisi
Patah tulang atau fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang
yang disebabkan oleh trauma atau non trauma. Neglected fracture dengan atau tanpa
dislokasi adalah suatu fraktur yang tidak ditangani dengan tidak semestinya sehingga
menghasilkan keadaan keterlambatan dalam penanganan, atau kondisi yang lebih
buruk dan bahkan kecatatan adalah hilangnya kontinuitas. (Apley & Solomon, 2013)
2.2 Anatomi dan Histologi Tulang
Tulang adalah jaringan ikat hidup yang mengalami kalsifikasi, yang membentuk
sebagian besar kerangka. Tulang berfungsi sebagai penyokong struktur tubuh,
pelindung organ vital, tempat penyimpanan kalsium dan fosfor, pengunngkit otot
untuk menghasilkan gerak serta tempat untuk sel-sel yang memproduksi darah. Ada
dua jenis tulang, yakni compacta dan spongiosa (trabekularis atau cancellous).
Tulang compacta adalah tulang padat yang membentuk lapisan/ cangkang terluar dari
semua tulang dan mengelilingi tulang spongiosa. Tulang spongiosa terdiri dari
spiculae/ berkas-berkas tulang di antara rongga-rongga yang mengandung sel-sel
pembentuk darah (sumsum). Drake, R.L., Vogl, A.W., Mitchell, A.W.M., 2012. Gray
Dasar-Dasar Anatomi. Elsevier Churchill Livingstone, Singapore.
Tulang mendapat vaskularisasi dan persarafan. Umumnya, arteria yang berdekatan
berfungsi sebagai arteria nutriciae, biasanya satu di setiap tulang yang secara
langsung memasuki rongga di dalam tulang dan menyuplai sumsum tulang., tulang
spongiosa, dan lapisan-lapisan dalam tulang compacta. Selain itu, semua tulang
ditutupi dari luar oleh suatu jaringan ikat, membrane fibrosum yang disebut
periosteum, yang memiliki kemamuan unik untuk membentuk tulang baru, kecuali
pada daerah persendian, dimana didapatkan persendian tulang rawan. Membrane ini
menerima pembuluh-pembuluh darah yang cabang-cabangnya menyuplai lapisan-
5
lapisan luar tulang compacta. Tulang yang dilepaskan dari periosteumnya tidak akan
bertahan hidup. Persarafan beserta pembuluh-pembuluh darah menyuplai tulang dan
periosteum. Sebagian besar nervus/ saraf yang memasuki rongga dalam dengan
arteria nutriciae adalah serabut nervus vasomotorius yang mengatur aliran darah.
Tulang sendiri mempunyai sedikit serabut nervus sensorius. Di sisi lain, periosteum
disuplai oleh banyak serabut nervus sensorius dan sangat sensitif terhadap setiap jenis
cedera. Drake, R.L., Vogl, A.W., Mitchell, A.W.M., 2012. Gray Dasar-Dasar
Anatomi. Elsevier Churchill Livingstone, Singapore.
Di sepanjang garis tengah tulang panjang (seperti femur, tibia atau humerus)
terdapat kanal medulari atau rongga sumsum. Rongga ini berisi sumsum tulang merah
yang menghasilkan sel darah; sumsum kuning yang sebagian besar berupa jaringan
lemak; dan banyak pembuluh darah. Lapisan tulang spons mengelilingi rongga
sumsum, dengan rongga menyerupai sarang lebah di lapisan tersebut yang juga
mengandung sumsum. Lapisan spons dikelilingi lapisan tulang padat yang
menyerupai cangkang keras, padat, dan kuat. Kanal-kanal kecil menghubungkan
rongga sumsum dengan periosteum, yaitu membrane yang menyelubungi permukaan
tulang. Ensiklopedia tubuh manusia
Jaringan tulang terbentuk dari sel khusus dan serta protein, terutama kolagen,
terajut dengan air, kristal mineral dan garam, karbohidrat, dan zat lain. Di dalam
tulang terdiri atas materi antar sel berkapur yaitu matriks tulang dan sel-sel tulang
(osteosit, osteoblast, dan osteoklas). Osteoblas berperan dalam sintesis komponen
organik matriks tulang yang terdiri atas kolagen tipe I, proteoglikan dan glikoprotein
termasuk osteonektin. Osteoblas melepaskan vesikel berselubung membran yang
kaya akan fosfatase alkali dan enzim lain yang aktivitasnya meningkatkan konsentrasi
ion PO4- setempat. Dengan konsentrasi kedua ion tersebut yang tinggi, vesikel
matriks tersebut berfungsi sebagai tempat untuk pembentukan Kristal hidroksiapatit
[Ca10(PO4)6(OH)2], yang merupakan permulaan dari kalsifikasi. Osteosit merupakan
hasil dari sekresi osteoblas yang terselubung dalam lakuna dan mengelilingi
osteoblast. Osteosit memiliki sedikit retikulo endotelial kasar dan apparatus Golgi
serta kromatin inti yang padat. Sel-sel ini secara aktif terlibat dalam mempertahankan
matriks tulang dan kematiannya diikuti oleh resorpsi matriks tersebut. Osteoklas
adalah sel motil bercabang yang sangat besar dengan inti multipel yang berasal dari
penggabungan sel dari sumsum tulang. Osteoklas terdapat di lekukan atau kriptus
yang terbentuk akibat kerja enzim pada matriks di area terjadinya resorpsi tulang.
Osteoklas menyekresi kolagenase, proton dan enzim lain ke dalam kantong subseluler
yang menciptakan suasana asam untuk pencernaan kolagen. Ensiklopedia tubuh
manusia. Junqueira
Pertukaran antara osteosit dan kapiler darah bergantung pada komunikasi pada
kanalikuli hal ini karena metabolit tidak dapat berdifusi melalui matriks tulang yang
telah mengapur. Permukaan luar dan dalam tulang ditutupu lapisan sel-sel pembentuk
tulang dan jaringan ikat yang disebut periosteum dan endosterum. Periosteum terdiri
atas lapisan luar berkas kolagen dan fibroblas. Lapisan ini mengandung sel punca
mesenkimal yang disebut sel osteoprogenitor yang berpotensi membelah melalui
mitosis dan berkembang menjadi osteoblast. Sel osteoprogenitor berperan penting
dalam pertumbuhan dan perbaika tulang. Endosteum melapisi rongga dalam di bagian
dalam tulang yang merupakan selapis sel jaringan ikat yang sangat tipis berisi
trabekula atau spikula kecil tulang yang berprojeksi ke dalam rongga. Fungsi utama
periosteum dan endosteum adalah memberi nutrisi pada jaringan tulang dan
menyediakan osteoblast baru secara kontinu untuk perbaikan atau pertumbuhan
tulang. Junqueira
2.3 Epidemiologi
Secara epidemiologis, presentase kejadian patah tulang tertinggi di Indonesia
terdapat di propinsi Papua yaitu sebesar 8,3 % sedangkan di Jawa Barat memiliki
presentase sebesar 6,0%. Berdasarkan kelompok umur, angka kejadian patah tulang
tertinggi terjadi pada usia diatas 75 tahun. Berdasarkan kelompok jenis kelamin,
angka kejadian patah tulang lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan
dengan presentase 6,6%. Berdasarkan tingkat pendidikan, angka kejadian patah
tulang tertinggi pada tingkat diploma/perguruan tinggi. Berdasarkan status pekerjaan,
angka kejadian patah tulang tertinggi terjadi pada wiraswasta dengan presentase
sebesar 7,3%. Berdasarkan tempat tinggal, angka kejadian patah tulang lebih banyak
terjadi di perdesaan daripada di perkotaan dengan presentase 6,0%. Berdasarkan
kuintil indeks kepemilikan, angka kejadian patah tulang tertinggi terjadi pada
kelompok menengah dan teratas dengan presentase sebesar 6,0%. Riset Kesehatan
Dasar(Riskesdas). (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian RI tahun 2013.Diakses: 19 Oktober 2014, dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%20
2013.pdf.
Berdasarkan hasil penelitian penderita neglected fracture di RSUD dr. Abdoer
Rahem pada periode 1 Januari 2012 sampai dengan 31 Desember 2013 didapatkan
data 26 pasien neglected fracture yang terdiri dari 11 kasus (42,31%) pada tahun
2012 dan 15 kasus (57,69%) pada tahun 2013. Dari 26 penderita neglected fracture,
20 orang (76,92%) laki-laki dan 6 orang (23,08%) perempuan. Sebanyak 1 orang
(3,85%) berusia kurang dari 24 tahun, 24 orang (92,5%) berusia dewasa atau
produktif, dan 1 orang (3,85%) lanjut usia. Umur rata-rata penderita neglected
fracture adalah 36,38 tahun. Sebanyak 10 orang (38,46%) masuk kelas I, 1 orang
(3,85%) masuk pelayanan kelas 2, sisanya 15 orang (57,69%) masuk pelayanan kelas
3. Dari 26 orang penderita tersebut, sebagian besar (69,23%) pasien mengalami
neglected fracture di ektremitas bawah, yaitu femur, tibia, dan fi bula, sebanyak
30,76% pasien me-ngalami neglected fracture pada ekstremitas atas Sebanyak 12
orang (46,155%) mengalami komplikasi nonunion, 12 orang (46,155%) mengalami
komplikasi malunion, dan 2 orang (7,69%) mengalami komplikasi infeksi. Jurnal
2.6 Patogenesis
Karsinoma kolorektal timbul sebagai lesi polipoid, ulserasi atau stenosis. Lesi-lesi
menyebar secara langsung untuk menginvasi struktur lokal, ini terutama penting pada
kanker rectal karena dekatnya dengan struktur pelvis. Metastasis terjadi melalui
pembuluh limfe ke kelenjar limfe paraaortik dan mesenterik, dan melalui sistem vena
porta ke hepar dan organ dalam lain.29
Perubahan pola proliferasi mukosa kolon menyebabkan perkembangan menjadi
polip lalu berkembang menjadi karsinoma, hal ini berkaitan dengan pengaktifan
mutasional suatu onkogen yang diikuti hilangnya gen-gen yang menekan
tumorigenesis.28
Karsinoma kolorektal terjadi karena adanya abrasi DNA.26 Gen APC sebagai
tumor suppresor gene mengalai mutasi. Hal ini dapat menginduksi terbentuknya
polip. Selain itu, mutasi terjadi karena penghentian codon terjadi secara prematur.30
Aktivasi K-ras onkogen dan mutasi pada tumor suppressor genesdeleted in
colorectal carcinoma (DCC) dan p53 berperan pada timbulnya karsinoma kolorektal.
K-ras berperan sebagai proto-oncogene dan dapat menghasilkan protein G. Ketika
aktif, K-ras berikatan dengan guanosinetriphospate (GTP) dan akan menginaktifasi
protein G. Mutasi pada K-ras menyebabkan hidrolisis GTP terganggu sehingga
aktifitas protein G menjadi tidak terkendali yang menyebabkan perkembangan sel
yang tidak terkontrol.30
DCC adalah tumor suppressor gene. Mutasi pada DCC terjadi lebih dari 70% pada
orang yang mengalami karsinoma kolorektal dan akan berdampak buruk terhadap
prognosis. Selain itu, Sifat tumor suppressore gene dimiliki oleh protein p53. Ketika
terjadi mutasi pada gen p53 maka, terjadi gangguan pada apoptosis sel. Mutasi gen
p53 terjadi 75% pada orang yang mengalami karsinoma kolorektal.30
2.7 Stadium
Metode klasifikasi kanker usus besar menurut Dukes3, 7
1) Stadium A : kedalaman invasi kanker belum menembus tunika muskularis,
tidakada metastasis kelenjar limfe.
Gambar 2.5Stage 3 kanker usus besar. (Dikutip dar National Cancer Institut).7
Gambar 2.13 Polip yang terdeteksi oleh kolonoskopi (Dikutip dari UW Health).36
Ultrasonografi (USG) abdomen preoperatif dapat memperlihatkan metastasis yang
tak terlihat secara klinis pada pasien dengan karsinoma kolorektal. Ultrasonografi
rektal dengan probe intraluminal memberikan informasi tentang penyebaran lokal
dari karsinoma, yang dapat bermanfaat dalam menentukan stadium, memilih pasien
yang sesuai untuk dilakukannya reseksi lokal, dan merencanakan radioterapi.29
2.12 Prognosis
Prognosis dari karsinoma kolorektal bila dibandingkan dengan karsinoma gaster, hati,
esofagus, pankreas dan tunor ganas lainnya relatif baik. Faktor yang mempengaruhi
prognosis karsinoma kolorektal sangat banyak, antara lain yang terpenting adalah
stadium penyakit. Faktor lain seperti usia, perjalanan penyakit, ukuran tumor lingkup
sirkumferens usus yang terkena, tipe patologi dan derajat diferensiasi, kondisi
imunitas, metode terapi dll. juga mempengaruhi prognosis.3
Karsinoma kolorektal
Pemeriksaan radiologi
Colon in loop:
CT-Scan :
Rutin dilakukan, murah, mudah
Dapat mengetahui letak dari
dan efisien serta dapat melihat
tumor namun biaya mahal
letak dari tumor