Anda di halaman 1dari 5

FORUM

DISKUSI
MEWUJUDKAN PROGRAM NAWA CITA: POWERING THE ARCHIPELAGO
JAKARTA, 20 APRIL 2017

MAKALAH AKADEMIK
LAKSAMANA MUDA TNI DR. AMARULLA OCTAVIAN, ST, MSC, DESD

DEKAN FAKULTAS MANAJEMEN PERTAHANAN
UNIVERSITAS PERTAHANAN

judul

ENERGI UNTUK KETAHANAN NASIONAL
DAN KETAHANAN ENERGI UNTUK RAKYAT


1. Pengantar
Nawa Cita adalah program pemerintah yang digagas untuk menunjukkan
prioritas jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, serta
mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Dari 9
program Nawa Cita, setidaknya program ke-3 untuk membangun Indonesia dari
pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara
kesatuan membutuhkan listrik yang memadai. Bahkan program ke-6 dan ke-7 yang
bertujuan meningkatkan produktivitas rakyat dan kemandirian ekonomi jelas
menuntut ketersedian pasokan listrik yang berkelanjutan.
Berdasarkan data statistik ketenagalistrikan tahun 2015 yang dikeluarkan
oleh Kementerian ESDM rasio elektrifikasi Indonesia sampai tahun 2015 mencapai
88,30%. Kondisi ini menunjukan adanya daerah-daerah Indonesia yang belum teraliri
listrik. Hingga saat ini, masih ada 12.659 desa tertinggal yang belum memperoleh
akses listrik dari jaringan Perusahaan Listrik Negara (PLN), bahkan 2.519 desa di
antaranya belum terlistriki sama sekali. Desa-desa ini sebagian besar tersebar di
Provinsi Papua dan di kawasan Indonesia Timur lainnya. Bahkan di Provinsi Papua
dan Papua Barat masih terdapat 18 kabupaten yang sama sekali belum terjangkau
oleh listrik PLN, yaitu di Pegunungan Bintang, Tolikara, Yahukimo, Puncak Jaya,
Lanny Jaya, Mamberamo Raya, Mamberamo Tengah, Puncak, Nduga, Intan Jaya,
Yalimo, Supiori, Paniai, Dogiyai, Deiyai, Teluk Wondama, Tambraw, dan Maybrat.
Pemerintah menargetkan 97% elektrifikasi Indonesia di tahun 2019 melalui
berbagai program kelistrikan diluncurkan, seperti megaproyek 35.000 MW dan
Program Indonesia Terang (PIT). Di sisi lain upaya melistriki desa-desa tertinggal
yang letaknya jauh dan tersebar di seluruh pulau membutuhkan penanganan khusus
karena desa-desa yang umumnya berada di pulau-pulau terluar yang sulit dijangkau
moda transportasi biasa. Selain itu, jumlah populasi penduduk yang rata-rata sedikit
1
dengan tingkat kepadatan yang rendah seringkali menjadi pertimbangan para
investor dengan pertimbangan kurang ekonomis. Oleh karenanya powering the
archipelago menjadi tema sentral yang juga menjadi fokus diskusi di kalangan sivitas
akademika Universitas Pertahanan terutama oleh para mahasiswa Program Studi
Ketahanan Energi. Powering the archipelago dapat diterjemahkan ke dalam berbagai
upaya kemandirian energi untuk Ketahanan Nasional sekaligus Ketahanan Energi
untuk rakyat. Ada 2 ide pokok yang menjadi gagasan akademik untuk pengembangan
energi kewilayahan yang menjadi sangat penting dilakukan dengan memanfaatkan
potensi-potensi energi daerah untuk menjadi sumber energi.

2. Quintuple Helix Model
Quintuple Helix Model (QHM) merupakan konsep manajemen pengelolaan
energi kewilayahan yang umumnya bersumber dari Energi Baru Terbarukan (EBT).
QHM mensinergikan peran aktor masyarakat, industri, akademisi, PLN, dan
pertahanan. Masyarakat turut dilibatkan dalam usaha pemenuhan kebutuhan listrik
sebagai produsen bahan baku energi tidak hanya sebagai end user. Peran industri
dibutuhkan dalam upaya produksi listrik dari bahan baku yang telah diproduksi
masyarakat, yang kemudian listrik tersebut dijual ke PLN untuk disalurkan kepada
masyarakat melalui jaringan transmisi dan distribusi yang otoritasnya hanya dimiliki
PLN.
Kemudian, peran akademisi sangat dibutuhkan tidak hanya dalam
pengembang riset namun juga sebagai pendamping masyarakat dalam
menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lapangan terkait usaha peningkatan
produksi bahan baku energi. Selain itu akademisi sebagai aktor intelektual
diharapkan mampu menjadi kontrol sosial dalam hubungan masyarakat dengan
industri. Aktor yang tak kalah penting dan harus dilibatkan yaitu pertahanan,
pertahanan memiliki peran dalam menjaga dan melindungi serta menciptakan rasa
aman bagi seluruh komponen yaitu masyarakat, industri, akademis dan PLN, baik itu
sumber daya manusianya maupun objek-objek vital operasional.

















Gambar 1. Pembangunan Ketahanan Energi berbasis EBT dengan Manajemen Quintuple Helix Model

Keterlibatan masyarakat sebagai produsen bahan baku EBT dilakukan
berbasis ekonomi kerakyatan agar diperoleh multiplyer effect pada pertumbuhan
ekonomi dan peningkatan kualitas kehidupan karena masyarakat akan memiliki
sumber pendapatan baru selain dari mata pencaharian sebelumnya. Garis koordinasi
2
antar masing-masing aktor menunjukan adanya kontribusi yang diberikan sehingga
muncul siklus timbal balik dan keterkaitan yang kuat guna mewujudkan ketahanan
energi daerah. Garis koordinasi masyarakat kepada setiap aktor yang lain yaitu
masyarakat harus konsisten untuk menyediakan bahan baku enrgi untuk industri dan
industri pun menjadi pasar dari bahan baku energi yang diproduksi masyarakat.
Selanjutnya masyarakat berkonsultasi dengan akademisi terkait
permasalahan-permasalahan lapangan yang ditemui, dan akademisi pun melakukan
transfer ilmu dan pendampingan dalam meningkatkan produksi bahan baku energi.
Adanya keterlibatan masyarakat terhadap program-program nasional dan/atau
daerah untuk memenuhi kebutuhan listrik dapat menciptakan rasa turut memiliki
fasilitas kelistrikan yang ada. Rasa turut memiliki dengan sendirinya akan
menimbulkan keamanan bagi infrastruktur kelistrikan PLN seperti jaringan transmisi
dan fasilitas lain yang bersinggungan langsung dengan masyarakat, Dengan begitu
PLN sebagai perwakilan pemerintah dapat memenuhi tuntutan menjamin distribusi
listrik kepada seluruh masyarakat.
Garis koordinasi masyarakat dengan pertahahan sangat erat karena
masyarakat merupakan bagian dari komponen pendukung pertahanan, dan
sebaliknya pertahanan pun harus menjamin keamanan bagi masyarakat dalam
mengelola lahan penyediaan bahan baku energi. Garis koordinasi lain antar masing-
masing aktor seperti industri dan akademisi berupa transfer ilmu, aplikasi teknologi
hasil penelitan dan feedback permasalahan-permasalahan dari industri untuk
dicarikan solusinya oleh akademisi. Pada sisi lain dunia industri pun turut serta
dalam mendukung fasilitas-fasilitas penelitian melalui divisi Research and
Development (R&D) yang dimiliki industri.
Hubungan industri dengan PLN umumnya sudah diatur dalam UU yang
rancangannya sama seperti PLN dengan Independent Power Producer (IPP). Industri
menyediakan listrik ke PLN dengan skema PLN membeli listrik dari industri, dengan
harga yang sudah disesuaikan dengan fee and tariff. Garis koorsdinasi industri
dengan pertahanan sangat penting, di mana industri harus mengalokasikan energi
baik yang sudah berbentuk listrik atau masih fuel untuk memenuhi kebutuhan energi
pertahanan, sebab segala bentuk aktivitas pertahanan yang maksimal pasti
membutuhkan energi yang tinggi pula. Aktivitas dan mekanisme tersebut
membutuhkan regulasi yang mengatur persentase alokasi energi dari industri untuk
pertahanan dengan melibat PLN sebagai perwakilan pemerintah dan penyedia
infrastruktur transmisi listrik.
Hubungan timbal balik yang dimiliki PLN dengan aktor lainnya tentunya
sudah sangat jelas sebagai penyedia infrastruktur transmisi dan distribusi kelistrikan.
Tanpa hubungan tersebut, maka listrik yang tidak diproduksi juga tidak akan
disuplai. Feedback berikutnya yang diterima PLN dari aktor lain berupa pembelian
listrik oleh masyarakat, sumbangan ide, pemikiran dan ilmu dari akademisi untuk
meningkatkan kualiatas layanan PLN, serta jaminan keamanan dari pertahanan.
Aktor pertahanan harus dilibatkan mengingat perannya yang sangat penting,
tidak hanya sebagai pelindung, dan memberikan rasa aman pada aktor-aktor yang
lain tetapi juga sebagai wujud eksistensi kedaulatan negara terutama di daerah-
daerah perbatasan. Sebagaimana kita ketahui bersama sebagian besar daerah
perbatasan Indonesia masih tertinggal di berbagai sektor sehingga dengan adanya
pertahanan dalam pembangunan pembangkit listrik dari EBT di daerah terluar atau
perbatasan akan meningkatkan konsumsi energi masyarakat yang pada ujungnya
berpengaruh pada peningkatan taraf hidup yang mampu mengurangi ancaman invasi
wilayah atau invasi sumber-sumber energi baru oleh negara lain.

3
3. Peran Industri Elektronik mendukung Pengalihan Subsidi Listrik dari Daerah
Elektrifikasi Tinggi ke Daerah Elektrifikasi Rendah berbasis Applikasi Android
Saat ini elektrifikasi Indonesia belum merata, terjadi kesenjangan antara
daerah perkotaan dan perdesaan terutama yang berada di luar Pulau Jawa. Wilayah
Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau dan dipisahkan oleh perairan menyebabkan
kebutuhan infrastruktur seperti transmisi dan distribusi sangat tinggi, di sisi lain
infrastruktur menjadi salah satu masalah besar yang dihadapi pemerintah dalam
usaha pemerataan listrik mengingat alokasi anggaran yang dimiliki pemerintah tidak
memadai. Sementara itu DKI Jakarta dengan tingkat elektrifikasi 100% dan
pertumbuhan industri yang tinggi masih menjadi penikmat subsidi listrik dari
pemerintah. Tampak jelas kondisi tersebut belum mencerminkan nilai-nilai keadilan
di tengah masyarakat luas.
Setiap rumah tangga pasti menggunakan barang-barang elektronik dalam
setiap kegitannya, ditambah dengan populasi penduduk Indonesia yang semakin
bertambah setiap tahunnya. Banyak indutri elektronik milik asing yang berbondong-
bondong berinvestasi di Indonesia dan bersaing memperebutkan pasar di Indonesia.
Berdasarkan data-data dari Kementerian Perindustrian menunjukkan pertumbuhan
industri elektronik meningkat 15 % di tahun 2017, dan bila mencermati
kecenderungan di tahun-tahun sebelumnya, maka akan terus tumbuh. Kita ketahui
setiap barang elektronik tentunya membutuhkan energi terutama listrik dalam
mengoperasikannya. Semakin banyak penggunaan tentunya konsumsi listrik juga
semakin banyak sehingga patut dinilai banyak atau sedikitnya jumlah industri
elektronik juga bertanggung jawab dalam masalah energi atau kelistrikan di
Indonesia.
Dibutuhkan inovasi konsep pengurangan subsidi listrik yang dikeluarkan
pemerintah dan digantikan perannya oleh industri elektronik. Dalam melibatkan
industri elektronik digunakan pendekatan keekonomian benefit-cost agar industri
tersebut tertarik dan ditemukan win win solution. Ide asli yang dapat ditawarkan
adalah kreasi menyusun suatu program aplikasi kelistrikan berbasis android yang
dibutuhkan masyarakat. Seperti halnya aplikasi pembayaran listrik, maka dapat
dikembangkan sistem kerja aplikasi yang bisa disponsori oleh industri-industri
elektronik terutama mereka yang telah mendeklarasikan produknya hemat energi.
Aplikasi yang dibuat berupa aplikasi pembayaran tagihan listrik di mana
untuk menarik minat masyarakat dalam menggunakan aplikasi ini, dilakukan
pemotongan biaya tagihan listrik dengan syarat setiap pengguna aplikasi harus
membagikan atau mempromosikan merek salah satu perusahaan elektronik hemat
energi yang menjadi sponsor dengan beberapa ketentuan dan sudah tersistem oleh
aplikasi android. Keuntungan yang diterima oleh perusahaan elektronik tentunya
peningkatan branding yang membuat mereknya semakin terkenal dan nilai sahamnya
naik, terlebih untuk produk hemat energi dan ramah lingkungan.
Dengan adanya kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat
secara langsung, maka tentunya pemerintah dapat mempertimbangkan pengurangan
pajak perusahaan. Keuntungan yang diterima perusahaan elektronik tersebut
menjadi sangat menarik, dan berkorelasi langsung berkurangnya beban pemerintah
memberi subsidi listrik bagi masyarakat. Pengurangan beban subsidi dapat disokong
oleh industri elektronik secara tidak langsung sehingga anggaran subsidi tersebut
dapat dialokasikan untuk membangun infrastruktur di daerah yang elektrifikasinya
masih rendah.

4. Penutup
Demikian 2 ide pokok yang dapat disampaikan dalam forum diskusi kali ini
sebagai bentuk nyata peran aktif Universitas Pertahanan membangun upaya
4
kemandirian energi untuk Ketahanan Nasional sekaligus Ketahanan Energi untuk
rakyat. Semoga ide pertama dapat diterima oleh pemerintah untuk pelibatan Kadin,
TNI, berbagai perguruan tinggi dan PLN dalam manajemen QHM. Sedangkan ide
kedua diharapkan dapat diterima Kadin untuk ditawarkan kepada berbagai industri
elektronik yang tertarik menjadi pemilik hak paten program aplikasi kelistrikan
berbasis android.

Anda mungkin juga menyukai