Anda di halaman 1dari 16

Laporan Hasil Kunjungan Rumah Pasien Diebetes Melitus di Wilayah Kerja

Puskesmas Duri Kepa

Abednego Tri Novrianto

Kelompok Skill Lab Family Folder 10

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Pendahuluan

Sampai saat ini, penyakit diabetes melitus masih menjadi masalah kesehatan di
Indonesia. Indonesia adalah dengan jumlah penderita DM tertinggi di dunia. Tingginya angka
penderita DM ini disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah pola hidup dan pola
makan yang tidak teratur. Selain karena faktor pola makan dan gaya hidup yang tidak diatur
dengan baik, DM bisa timbul karena kelainan yang terjadi pada sistem tubuh yang berfungsi
untuk mengatur pengeluaran insulin.

Diabetes Melitus (DM) ini merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena adanya kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya. Hiperglikemia ini bila sudah terjadi kronik akan menyebabkan kerusakan pada beberapa
organ, diantaranya itu mata, ginjal, saraf, jantung, dll. Yang di maksud dengan hiperglikemia itu
adalah terjadinya peningkatan kadar gula didalam darah dari biasanya. Penyakit ini dapat
menyerang usia muda maupun usia yang sudah lansia. Akan tetapi bila terkena pada waktu usia
muda mungkin ada hubungan dengan fakor genetik, karena dari beberapa teori diabtes mellitus
ini berhubungan dengan faktor keluarga atau genetik, lain hal dengan yang terkena pada usia
lansia atau tua, biasanya sering dikaitkan dengan kurang sensitivitasnya target organ dari
insulin, misalkan hati dan otot. Hati dan otot ini merupakan tempat penyimpanan cadangan gula,
ketika gula/glukosa kita berlebih di dalam tubuh maka akan di simpan dalam bentuk glikogen
pada kedua organ tadi, dengan proses glikogenesis.

P a g e 1 | 16
Laporan Kasus Hasil Kunjungan Rumah

Puskesmas : Tanjung Duri Kepa


Nomor Register :-
Tanggal Kunjungan : Senin, 25 Juli 2016

A. Pasien Utama
I.Identitas pasien :
Nama : Ny. Tuginah
Umur : 68 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : Tidak bersekolah (SD tidak selesai)
Alamat : Kel. Gudji Baru, No. 46, RT 005 RW 02, Kec. Kebon Jeruk,
Jakarta Barat
No. Telp / Hp :-

II.Keluhan utama
Sering kencing malam hari dan badan terasa lemas.
III.Keluhan tambahan
Pasien mengeluh pusing dan penglihatannya berkurang. Karena badannya sering lemas
maka pasien sudah tidak mampu lagi untuk berolah raga seperti biasanya.
IV.Riwayat penyakit sekarang
Pasien memiliki kebiasaan tidur setelah makan.
V.Riwayat penyakit dahulu
Pasien sering mengeluh sakit pada ulu hati jika telat makan.
VI. Riwayat penyakit dalam keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami sakit yang serupa sebelumnya. Keluarga
pasien juga tidak ada yang mengalami batuk menahun, hipertensi, DM dan lain-lain.
VII. Riwayat kebiasaan sosial

P a g e 2 | 16
Olahraga : pasien sebelumnya sering mengikuti senam lansia, namun saat ini
sudah tidak mampu karena sering merasa cepat lelah dan lemas.
Pola makan : 2x sehari (siang dan sore), malam hari biasanya minum teh.
Pola rekreasi : pasien tidak pernah ikut berekreasi dengan alasan ekonomi.
Merokok : tidak pernah
Minum alkohol : tidak pernah
VIII. Hubungan psikologis dengan keluarga : baik, tidak terdapat masalah tertentu yang
mengganggu psikologis pasien.
IX. Aktifitas Sosial : cukup, pasien sering berjalan-jalan untuk bersilaturahmi dengan
tetangga sekitar.
X.Kegiatan Kerohanian : baik, pasien menjalankan ibadah shalat 5 waktu.
B. Keluarga
I. Riwayat biologis keluarga
Riwayat kematian : orang tua laki-laki pasien meninggal karena kecelakaan, orang tua
perempuan masien meninggal karena sakit tua.
Keadaan kesehatan sekarang : baik, keluarga terjaga kesehatannya kecuali pasien
dan ibu mertua pasien yang menderita sakit.
Kebersihan perorangan : baik. Keluarga mandi dengan teratur 2x sehari.
Penyakit yang sedang diderita (oleh anggota keluarga) : tidak ada.
Penyakit keturunan : tidak ada
Penyakit menular/kronis : tidak ada
Kecacatan anggota keluarga : tidak ada
Pola makan : baik, keluarga pasien makan dengan teratur 3x
sehari, namun pasien hanya makan 2x sehari.
Pola istirahat : sedang. Menantu pasien sering tidur larut malam
dan lembur kerja.
II. Jumlah anggota keluarga : 6 orang, dalam satu rumah pasien tinggal bersama
suami, mertua, anak, anak menantu dan cucu.
III. Psikologis keluarga
Kebiasaan buruk : cucu pasien dan teman-temannya sering membuat
ke gaduhan di dalam rumah sehingga sering mengganggu pasien.
P a g e 3 | 16
Pengambilan keputusan : menantu pasien ( Tn. Yadi Supriyadi)
Ketergantungan obat : tidak ada
Tempat mencari pel. kesehatan : Puskesmas Duri Kepa.
Pola rekreasi : kurang, pasien tidak dapat ikut berekreasi karena
jika berekreasi harus menggunakan mobil karena fisik yang sudah tidak kuat,
sedangkan jika menggunakan mobil faktor ekonomi tidak mendukung.

IV. Keadaan rumah/ lingkungan


Jenis bangunan : Permanen
Lantai rumah : Keramik
Luas rumah : 5 x 10 m2, tinggi lt. 1 : 3 m; tinggi lt. 2 : 2 m.
Penerangan : kurang, di beberapa bagian ruangan matahari tidak
masuk.
Kebersihan : sedang,
Ventilasi : kurang, pertukaran udara hanya melalui pintu dan
jendela.
Dapur : ada,
Jamban keluarga : ada, 1 jamban setiap lantai.
Sumber air minum : air tanah
Sumber pencemaran air : ada, air dari banjir dan resapan air dari sungai.
Pemanfaatan pekarangan : tidak, pasien tinggal di lingkungan padat
penduduk, tidak ada pekarangan yang dapat dimanfaatkan.
Sistem pembuangan limbah : ada, melalui pipa air.
Tempat pembuangan sampah : ada, sampah dikumpulkan di tong sampah lalu
diambil oleh petugas kebersihan setiap hari.
Sanitasi lingkungan : kurang, hanya terdapat satu selokan kecil.

V. Spiritual keluarga
Ketaatan beribadah : Baik (sholat 5 waktu)

P a g e 4 | 16
Keyakinan tentang kesehatan : Baik, jika pasien mengalami keluhan yang berarti
maka pasien segera pergi ke dokter untuk memeriksa. Pasien juga patuh minum obat
2x sehari.

VI. Keadaan sosial keluarga


Tingkat pendidikan : Sedang, anak, menantu dan cucunya bersekolah,
sedangkan pasien, ibu mertua dan suaminya tidak bersekolah.
Hubungan antar anggota kel : baik, terjaga harmonis.
Hubungan dengan orang lain : baik. Pasien sering bersosialisasi dengan
masyarakat.
Kegiatan organisasi sosial : sedang, pasien dahulu sering ikut kegiatan senam
lansia, namun, saat ini sudah tidak mampu untuk mengikuti.
Keadaan ekonomi : sedang, kebutuhan pasien dicukupi dari
penghasilan anak dan menantu pasien dengan penghasilan perbulan kurang lebih Rp.
5000.000,- dengan tanggungan 6 anggota keluarga.

VII. Kultural keluarga


Adat yang berpengaruh : tidak ada.
Lain-lain : tidak ada
VIII. Daftar anggota keluarga (khusus pasien)

No. Nama Hubungan Umur Pendi Pekerjaan Agama Keadaan Keadaan imunis KB Ket
dikan kesehatan gizi asi
1 Piatun Mertua 85 tahun - IRT Islam Kurang Kurang - - -

2 Slamet Suami 69 tahun - - Islam Sedang Sedang - - -

3 Yadi Menantu 40 tahun SMA Buruh Islam Baik Baik - - -


Suryadi
4 Rina Anak ke 4 34 tahun SMA Staf Islam Baik Baik - - -
Riana Puskesmas

P a g e 5 | 16
Duri Kepa

5 Donny Cucu 7 tahun SD Pelajar Islam Baik Baik - - -

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TTV : suhu 36,5 oC, nadi 82 x/menit, tekanan darah 130/80 mmHg,
pernafasan 24x/menit.
Berat badan : 75 Kg
Tinggi Badan : 160 cm
IMT : 29,29 kg/m2, pasien tergolong dalam kategori obesitas grade I.

D. Pemeriksaan Penunjang
Pasien melakukan pemeriksaan laboratorium kimia klinik dan didapatkan hasil gula darah
sewaktu 300mg/dL.

E. Diagnosis
Biologi : Diabetes Melitus
Psikologi : tidak ada
Sosial : tidak ada
F. Penatalaksanaan Penyakit dan Edukasi
Health promotion
Penulis mengedukasi kepada pasien akan pentingnya menjaga tubuh tetap bugar dengan
berolahraga yang teratur dan melakukan aktivitas fisik.
Spesific protection
Mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang manis.
Early diagnosis and prompt treartment

P a g e 6 | 16
Melakukan pemeriksaan dini kadar gula darah dan meminum obat yang telah diberikan
dokter secara teratur.

Disability limitation
Melakukan kontrol gula darah secara teratur. Menjaga asupan makanan agar tetap
seimbang. Mencegah terjadinya trauma fisik agar tidak terjadi luka yang dapat memicu
terjadinya gangrene.
Rehabilitation
Pasien diupayakan untuk mengembalikan berat badannya ke berat badan ideal, kemudian
mengupayakan agar pasien dapat mengikuti kegiatan senam lansia kembali.
G. Prognosis
Penyakit
Bila pasien teratur meminum obat yang diberikan dan selalu memeriksan kadar gula
darahnya ke puskesmas atau rumah sakit secara teratur, dan didukung dengan pola hidup
sehat yang baik maka prognosis penyakit pasien adalah baik (dubia ad bonam).
Keluarga
Adanya hubungan yang baik antar anggota keluarga pasien serta keluarga yang sangat
mendukung kesehatan pasien dapat membuat suasana keluarga yang sehat jasmani dan
rohani dan prognosisnya baik untuk pasien maupun keluarganya.
Masyarakat
Adanya hubungan sosial yang baik antar masyarakat di tempat pasien tinggal yang sangat
mendukung kesehatan pasien dapat membesarkan hati pasien untuk mengontrol
penyakitnya. Prognosisnya dubia ad bonam untuk pasien maupun masyarakat.

Tinjauan Pustaka

Diabetes Melitus

Berdasarkan definisi American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.1

P a g e 7 | 16
Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi diabetes melitus bedasarkan etiologi menurut American Diabetes Association


(ADA), 1999 adalah sebagai berikut:1,2

1. Diabetes Melitus Tipe-1


Destruksi sel bete oleh penyakit autoimun atau kelainan idiopatik, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut.
2. Diabetes Melitus Tipe-2
Bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang terutama defek/gangguan sekresi insulin disertai resistensi insulin.
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
Defek genetik pada kromosom 12, 20, dan DNA mitokondria yang menyebabkan
gangguan fungsi sel beta.
Defek kerja insulin.
Penyakit eksokrin pankreas misalnya pankreatitis, trauma/pankreatektomi,
neoplasma, cystic fibrosis, hemokromatosis, pankreatopati fibrokalkulus.
Endokrinopati, misalnya akromegali, sindroma cushing, feokromositoma,
hipertiroidisme.
Karena obat atau zat kimia, seperti vacor, pentamidin, asam nikotin,
glukokortikoid, hormon tiroid; tiazid, dilantin, interferon alfa.
Infeksi, seperti rubella kongenital, infeksi cytomegalo virus (CMV), faktor
imunologi yang jarang terjadi, antibodi antireseptor insulin.
Sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM, misalnya sindroma down,
sindroma turner, sindroma klinfelter.

Penapisan dan Diagnosis

Diagnosis diabetes melitus harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah.
Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara
pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Walaupun demikian sesuai
P a g e 8 | 16
dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun
kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan
oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat dipeiksa glukosa darah kapiler.3

Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM
dilakukan pada mereka yang menunjukan gejla/tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring
bertujuan untuk mengindentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko DM.3

PERKENI membagi alur diagnostik DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada
tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia, dan berat
badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM, diantaranya lemas,
kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva
(wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM,
maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis DM juga dapat
ditegakkan melalui cara pada tabel 1.3

Tabel 1. Kriteria Diagnosis DM


1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasiln pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir.
2. Atau
Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa >126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan kedalam air.

Penatalaksanaan

Non-Medikamentosa

Terapi gizi merupakan salah satu terapi non farmakologi yang sangat direkomendasikan
bagi penyandang diabetes. Terapi gizi ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola
P a g e 9 | 16
makan yang didasarkan pada status gizi penderita diabetes dan melakukan modifikasi diet
berdasarkan kebutuhan individual. Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis
antara lain:

1. Menurunkan berat badan


2. Menurunkan kadar glukosa darah
3. Memperbaiki profil lipid
4. Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin
5. Memperbaiki koagulasi darah

Sebagai sumber energy, karbohidrat yang diberikan tidak boleh melebihi dari 55-65%
dari total kebutuh energy sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasi dengan
pemberian asam lemak tidak jenuh. Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar
10-15% dari total kalori per hari. Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh
dengan jumlah maksimal 10% dari kebutuhan kalori per hari. Beberapa faktor yang harus
diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makan diabetisi antara lain tinggi badan, berat
badan, status gizi, status kesehatan, aktivitas fisik seharihari, faktor usia, dan masa kehamilan.

Latihan fisik juga penting dilakukan untuk para penderita diabetes. Pada diabetisi yang
gula darahnya tidak terkontrol maka latihan fisik akan menyebabkan terjadinya peningkatan
kadar glukosa darah dan benda keton yang data berakibat fatal. Pada diabetes mellitus tipe 2,
latihan fisik dapat memperbaiki kendali glukosa secara menyeluruh, terbukti dengan penurunan
kadar HbA1C yang cukup menjadi pedoman untuk penurunan risiko komplikasi diabetes dan
kematian. Selain mengurangi risiko, latihan fisik dapat memberikan pengaruh yang baik pada
lemak tubuh, tekanan darah arteri, sensitivitas barorefleks, vasodilatasi, pembuluh darah yang
endothelium-dependent, aliran darah pada kulit, hasil perbandingan denyut jantung dan tekanan
darah (saat istirahat maupun aktif), hipertrigliseridemi dan fibrinolisis. Frekuensi latihan fisik
sebaiknya dilakukan 3-5 kali per minggu dengan intensitas ringan sampai sedang (60-70%
maximum heart rate). Durasi latihan yang dianjurkan adlaah 30-60 menit dengan jenis latihan
seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda yang berfungsi untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi.4

Medikamentosa

P a g e 10 | 16
Golongan insulin sensitizing

Biguanid

Dari golongan ini yang banyak dipakai adalah metformin yang dapat diberikan 2-3 kali
sehari kecuali dalam bentuk extended release. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh
sel usus sehingga menurunkan glukosa darah dan juga diduga menghambat absorpsi glukosa di
usus sesudah asupan makanan. Selain itu juga dapat menstimulasi produksi glucagon like peptide
(GLP-1) dari gastrointestinal yang dapat menekan fngsi sel alfa pancreas sehingga menurunkan
produksi glucagon serum dan mengurangi hiperglikemia saat puasa. Metformin juga
berpengaruh pada lipid, tekanan darah, dan juga pada plasminogen activator inhibitor (PAI-1).
Metformin tidak memiliki efek stimulasi pada sel beta pakreas sehingga tidak menyebabkan
hipoglikemia. Biasanya dapat digunakan sebagai monoterapi mauppun dalma bentuk kombinasi
dengan sulfonil urea, repaglinid, nateglinid, penghambat alfa glukosidase dan glitazone.
Pemakaian monoterapi metformin menjadi pilihan utama pada awal pengelolaan diabetes pada
orang gemuk dengan dislipidemia dan resistensi insulin berat. Kombinasi metformin dan insulin
juga data dipertimbangkan pada pasien gemuk dengan glikemia yang sukar dikendalikan.
Pemakaian metformin dikontraindikasikan pada penderita gangguan fungsi hati, infeksi berat,
penggunaan alcohol berlebihan serta penyandang gagal jantung yang memerlukan terapi.3

Glitazone

Thiazolidinediones merupakan agonis peroksisom proliferator activated receptors gamma


(PPAR-) yang sangat selektif dan poten. Glitazone menurunkan konsentrasi insulin lebih besar
daripada metformin dan meningkatkan efesiensi dan respon sel beta pancreas dengan
menurunkan lipotoksisitas dan glukotoksisitas. Rosiglitazon meningkatkan kolesterol LDL dan
HDL namun tidak pada trigliserida. Sedangkan pioglitazone menurunkan trigliserida dan
meningkatkan HDL. Glitazon sendiri dapat sedikit menurunkan tekanan darah, meningkatkan
fibrinolisis dan memperbaiki fungsi endotel. Rosiglitazon dan pioglitazon dapat digunakan
sebagai monoterapi dan juga sebagai kombinasi dengan metformin dan sekretagok insulin.
Pemakaian bersama insulin tidak disarankan karena dapat mengakibatkan peningkatan berat
badan yang berlebih dan retensi cairan. Dosis rosiglitazon 4 dan 8 mg sehari (dosis tunggal atau

P a g e 11 | 16
dosis terbagi 2x sehari). Pemakaian glitazone dihentikan bila terdapat kenaikan enzim hati lebih
dari 3 kali batas atas normal. Pemakaiannya juga harus hati-hati pada pasien dengan riwayat
penyakit hati, gagal jantung kelas 3 dan 4 dan pada edema.3

Golongan sekretagok insulin

Sulfonilurea

Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal pengobatan diabetes, terutama
bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan pada sekresi insulin. Sering
digunakan sebagai terapi kombinasi karena kemampuannya untuk meningkatkan atau
mempertahankan sekresi insulin. Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta
pancreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan sehingga hanya bermanfaat pada pasien yang
masih mampu mensekresi insulin. Pembagian SU menjadi 3 generasi, yaitu :

- Generasi I : acetohexamide, tolbutamide, klorpropamide


- Generasi II : glibenklamide, glipizide, gliclazide
- Generasi III : glimepiride

Pemakaian SU umumnya selalu dimulai dengan dosis rendah untuk menghindari kemungkinan
hipoglikemia. Dosis permulaan SU tergantung apda beratnya hiperglikemia. Bila GDP <
200mg/dL sebaiknya SU diberikan dimulai dengan dosis kecil dan dititrasi secara bertahap
setelah 1-2 minggu. Sedangkan bila GDP > 200mg/dL dapat diberikan dosis awal yang lebih
besar. Obat sebaiknya diberikan 30 menit sebelum makan karena dapat diabsorpsi lebih baik.
Jika pemberiannya 1 kali sehari sebaiknya diberikan pada pagi hari atau pada saat makan
makanan porsi terbesar.3

Glinid

Glinid memiliki lama kerja yang pendek maka digunakan sebagai obat prandial.
Repaglinid dan nateglinid diberikan 2-3 kali sehari dimana repaglinid dapat menurunkan GDP
karena masa tinggalnya pada reseptor SUR lebih lama dibandingkan dengan nateglinid.

P a g e 12 | 16
Keduanya merupakan sekretagok yang khusus menurunkan glukosa post-prandial dengan efek
hipoglikemia yang minimal.3

Pembahasan Kasus

Dari hasil kunjungan di Puskesmas Duri Kepa tanggal 25 Juli 2016 diperoleh data pasien
dengan nama Ibu Tuginah menderita penyakit diabetes melitus. Kemudian saya melakukan
kunjungan ke rumah pasien tersebut yang bertempat di kelurahan Duri Kepa, No. 46, RT 005/
002, kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta barat. Dari hasil pengamatan saya kondisi pasien tersebut
tampak sakit sedang, dengan kesadarannya compos mentis. Pasien mengeluh badannya terasa
lemas dan sering kencing pada malam hari. Keluhan lainnya yang dirasakan pasien adalah kepala
yang terasa pusing dan penglihatan yang berkurang. Pasien saat ini sudah tidak dapat mengikuti
kegiatan senam yang biasa dilakukan sebelum beliau sakit.

Riwayat keluarga pasien tidak ada yang menderita diabetes mellitus sehingga dapat
disimpulkan penyakit pasien bukan berasal dari faktor genetik. Orang tua pasien keduanya sudah
meninggal. Orang tuanya yang laki-laki meninggal karena kecelakaan, orang tuanya yang
perempuan meninggal karena sakit tua.

Dari hasil pengamatan pasien, rumah pasien masih kurang dalam hal ventilasi
dikarenakan hanya terdapat jendela dan pintu untuk pertukaran udara. Cahaya yang masuk
kedalam ruangan juga tidak mencukupi. Kamar tidur tampak gelap dan harus menylakan lampu
untuk penerangan.

Dari segi kebersihan sudah cukup baik, namun beberapa bagian rumah tampak tidak rapi.
Dapur rumah pasien tampak kurang rapi karena beberapa barang juga ditaruh di sana. Kebutuhan
MCK pasien sudah cukup terpenuhi dengan baik dengan adanya 1 kamar mandi dimasing-
masing lantai rumah. Namun, kamar mandi di lantai 2 masih kurang penerangannya.

Lingkungan tempat tinggal pasien sebenarnya tidak mempengaruhi timbulnya penyakit,


namun kebiasaan pasien tidur setelah makan dapat menjadi faktor penyebab timbulnya penyakit.

P a g e 13 | 16
Daftar Pustaka

1. Setiati S, DKK. Ilmu penyakit dalam. Jilid II, Ed.VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
2. Prianto D, Sulistianingsih DP. Diabetes melitus, dalam kapita selekta. Jilid II, Ed IV.
Jakarta: Media Aesculapius; 2014. h. 777-82.
3. Halim SL, DKK. Patologi klinik, kimia klinik. Ed.II. Jakarta: Bagian Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2013. h. 51-4.

Lampiran

Gambar 1. Ruang Tamu ` Gambar 2. Anamnesis Pasien

Gambar 3. Bagian depan rumah pasien

P a g e 14 | 16
Gambar 4. Ruang Tamu Gambar 5. Kamar pasien Gambar 6. Dapur

Gambar 7. Kamar mandi lt. 1 Gambar 8. Kamar mandi lt. 2 Gambar 9. Kamar tidur

P a g e 15 | 16
Gambar 10. Penulis dan ibu mertua pasien Gambar 11. Penulis dan pasien

P a g e 16 | 16

Anda mungkin juga menyukai