Anda di halaman 1dari 12

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.

51 Tahun 2009 tentang


pekerjaan kefarmasian, salah satu tempat pengabdian profesi apoteker adalah industri
farmasi. Industri farmasi memegang peranan penting dalam menerapkan upaya-upaya
kesehatan dengan menjamin ketersediaan obat di masyarakat. Dalam rangka menjamin mutu,
kualitas, dan manfaat dari obat sebelum diedarkan, pemerintah melalui Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM) mewajibkan seluruh perusahaan farmasi untuk menerapkan Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM Republik
Indonesia Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik menyatakan bahwa Industri Farmasi dalam seluruh aspek dan
rangkaian pembuatan obat dan/atau bahan obat wajib menerapkan Pedoman CPOB yang
dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Seorang apoteker di industri farmasi mempunyai peranan
penting untuk menerapkan aspek-aspek yang tercantum dalam CPOB. Tanggung jawab
dalam industri farmasi tersebut berada pada bidang pemastian mutu, produksi, serta
pengawasan mutu. Sebagai pemegang otoritas penuh tentang obat, seorang apoteker harus
mempunyai standar kompetensi tertentu agar dapat menjamin konsistensi kualitas mutu
industri farmasi dan produk farmasi di tengah-tengah persaingan industri yang ada. Dengan
pengetahuan dan keahlian yang dikuasai mengenai produksi obat, seorang apoteker harus
benar-benar menjalankan tanggung jawab profesi tersebut dengan profesional.

PT. Takeda Indonesia (Bekasi Plant) telah menerapkan pedoman CPOB dalam proses
produksinya yang melibatkan peran Apoteker di dalamnya. Seorang apoteker yang
berkecimpung di industri farmasi harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman
berkaitan dengan pekerjaan kefarmasian di industri farmasi. Untuk mencapai tujuan tersebut
maka perlu adanya peningkatan wawasan dan pengetahuan calon Apoteker mengenai alur
kerja di industri farmasi. Melalui teori yang dibekali sebelumnya, calon apoteker diharapkan
memiliki pemahaman awal mengenai penerapannya di dunia nyata. Pemahaman tersebut
dapat diperoleh melalui sebuah praktek kerja profesi di industri farmasi. Oleh karena itu,
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia mengadakan kerjasama
dengan PT. Takeda Indonesia dalam menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) agar dapat menjadi sarana pembelajaran di industri farmasi bagi para calon
apotekernya. Melalui kegiatan ini pula, mahasiswa tingkat profesi diharapkan dapat
mengamati secara langsung penerapan CPOB di industri farmasi.
Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan
timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan yang
dilakukannya.

Melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, bahan baku dan
bahan penolong, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya dan keselamatan
kerja.

Melakukan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang berlaku bagi jenis-jenis
industri yang telah ditetapkan dan kewajiban untuk melakukannya setelah memperoleh Izin
Usaha Industri Farmasi.

Pembinaan terhadap pengembangan industri farmasi dilakukan oleh Kepala BPOM. Dalam
melaksanakan pengawasan, tenaga pengawas dapat memasuki setiap tempat yang digunakan
dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan obat dan bahan
obat untuk memeriksa, meneliti dan mengambil contoh, membuka dan meneliti kemasan
obat, serta memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai
kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan obat dan bahan obat.
Tenaga pengawas juga dapat mengambil gambar (foto) seluruh atau sebagian fasilitas dan
peralatan yang digunakan dalam pembuatan, penyimpanan, pengangkutan dan/atau
perdagangan obat dan bahan obat.

Pelanggaran terhadap ketentuan yang tercantum dalam peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi dapat dikenakan
sanksi administratif berupa :
a. Peringatan secara tertulis (diberikan oleh Kepala BPOM);
b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk penarikan kembali
obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan obat yang tidak memenuhi standar
dan persyaratan keamanan, khasiat, atau mutu (diberikan oleh Kepala BPOM);
c. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat jika terbukti tidak memenuhi persyaratan
keamanan, khasiat atau mutu (diberikan oleh Kepala BPOM);
d. Penghentian sementara kegiatan (diberikan oleh Kepala BPOM);
e. Pembekuan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala BPOM); dan
f. Pencabutan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala BPOM).

Izin usaha industri farmasi dapat dicabut dalam hal :


a. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan
pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi dan perluasan tanpa memiliki izin
sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan ini; dan atau
b. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi tidak
menyampaikan informasi industri farmasi secara berturut-turut 3 (tiga) kali atau dengan
sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar; dan atau
c. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan
pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari menteri; dan
atau
d. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi dengan
sengaja memproduksi Obat Jadi atau Bahan Baku Obat yang tidak memenuhi persyaratan dan
ketentuan yang berlaku, obat palsu; dan atau
e. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang ditetapkan dalam
Surat Keputusan.
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
CPOB merupakan bagian dari sistem pemastian mutu yaitu suatu konsep dalam
industri farmasi mengenai prosedur atau langkah-langkah yang dilakukandalam suatu industri
farmasi untuk menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan Good
Manufacturing Practices (GMP) dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi,
sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai
dengan tujuan penggunaannya.

CPOB merupakan suatu pedoman untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan
sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya, bila perlu dapat dilakukan penyesuaian
pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap dicapai. Mutu
obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi, pengendalian mutu,
bangunan, peralatan yang digunakan, dan personel yang terlibat. Pada proses pembuatan
obat, pengendalian menyeluruh sangat penting untuk menjamin bahwa konsumen menerima
obat yang bermutu tinggi. Pembuatan yang tidak sesuai dengan prosedur tidak dibenarkan
bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan atau memelihara
kesehatan.

CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Ruang lingkup
CPOB edisi 2006, meliputi manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan,
sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan
keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, dokumentasi,
pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi.

2.2.1 Manajemen Mutu


Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar (registrasi) dan tidak
menimbulkan risiko yang membahayakan bagi penggunannya karena tidak aman, mutu
rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini
melalui suatu Kebijakan Mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua
jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor.
Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan
manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar
manajemen mutu adalah :
a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi,
prosedur, proses, dan sumber daya.
b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat
kepercayaan yang tinggi, sehingga produk atau jasa pelayanan yang
dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Keseluruhan tindakan tersebut disebut pemastian mutu. Pemastian mutu adalah suatu
konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang
akan mempengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian mutu merupakan totalitas
semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan
dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pemastian mutu suatu obat tidak
hanya mengandalkan pelaksanaan pengujian tertentu saja namun obat hendaklah dibuat
dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. Karena itu pemastian mutu
mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain, seperti desain dan pengembangan produk.

2.2.2 Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem
pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, industri
farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personel yang terkualifikasi dalam jumlah
yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Seluruh personel hendaklah memahami
prinsip CPOB, memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi
mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan serta memahami tanggung jawab masing-
masing.

Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi di mana tugas spesifik dan kewenangan
dari personel pada posisi penanggung jawab hendaklahdicantumkan dalam uraian tugas
tertulis. Tugas tersebut boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk dan mempunyai
tingkat kualifikasi yang memadai. Dalam hal ini, aspek penerapan CPOB tidak ada yang
terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian
tugas. Personil kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu
dan kepala bagian Pemastian Mutu. Kepala bagian Produksi dan kepala bagian Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu) atau kepala bagian Pengawasan Mutu harus independen satu
terhadap yang lain.

Tanggung jawab masing-masing personil kunci adalah sebagai berikut


a. Kepala bagian Produksi
1) Memastikan obat dibuat dan disimpan sesuai prosedur agar memenuhi
syarat mutu yang ditetapkan.
2) Memberi persetujuan prosedur tetap (protap) yang berkaitan dengan
produksi serta implementasinya.
3) Memastikan catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani sebelum
diserahkan ke bagian pemastian mutu.
4) Memastikan pemeliharaan gedung dan peralatan produksi.
5) Memastikan validasi proses telah dilaksanakan.
6) Memastikan pelatihan dilaksanakan.
b. Kepala bagian Pemastian Mutu
1) Memastikan penerapan sistem mutu.
2) Memprakarsai pembuatan Quality Manual.
3) Inspeksi diri dan eksternal audit.
4) Melakukan pengawasan bagian pengawasan mutu.
5) Mengkoordinasi program validasi, kualifikasi dan kalibrasi.
6) Memastikan pemenuhan persyaratan CPOB dan dari regulator.
7) Mengkaji Catatan Bets dan Product Quality Review.
8) Menangani keluhan (teknis dan medis).
9) Menangani obat kembalian dan penarikan obat.
c. Kepala bagian Pengawasan Mutu
1) Meluluskan atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk
antara/ruahan dan obat jadi.
2) Memberi persetujuan spesifikasi, instruksi sampling, metode uji dan
protap pengawasan mutu.
3) Memberi persetujuan dan memantau kontrak analisa.
4) Memastikan pemeliharaan gedung dan alat.
5) Memastikan validasi metoda telah dilakukan.
6) Melakukan stabilitas obat jadi.
2.2.3 Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat termasuk area produksi, laboratorium,
area penyimpanan, koridor, dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah memiliki desain,
konstruksi, dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik
untuk memudahkan pelaksanaan operasional yang benar. Bangunan dan fasilitas hendaklah
dirawat dengan cermat, dibersihkan dan didesinfeksi sesuai prosedur tertulis secara rinci.
Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki bila perlu.

Tindakan perbaikan dan perawatan terhadap bangunan dan fasilitas dilakukan hati-
hati agar kegiatan tersebut tidak mempengaruhi mutu obat pasokan. Tata letak dan desain
ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan,
pencemaran silang, memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif,
menghindari penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu
obat. Letak bangunan diatur sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran dari lingkungan
sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah, air, serta dari kegiatan industri lain yang
berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan
yang efektif terhadap pencemaran tersebut.

Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area


penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi
bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki bila perlu.
Perbaikan dan perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan
tersebut tidak mempengaruhi mutu obat pasokan.

2.2.4 Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang
tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat
terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan
serta perawatan. Peralatan hendaklah didesain dan dikonstruksi sesuai dengan tujuannya.
Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi
tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas,
mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.
Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus misalnya pelumas atau
pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga tidak
mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara ataupun produk
jadi. Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor tetesan pelumas dan hal sejenis
atau karena perbaikan, perawatan, modifikasi dan adaptasi yang tidak tepat. Peralatan
hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Pembersihan peralatan
dilakukan sesuai dengan prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan
kering. Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau
pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.

2.2.5 Sanitasi dan Higiene


Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan
obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan
perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat menjadi
sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial harus dihilangkan melalui suatu
program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Sanitasi dan higiene yang diatur
dalam pedoman CPOB terbaru adalah terhadap personalia, bangunan dan peralatan. Prosedur
sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk cukup efektif
dan selalu memenuhi persyaratan.

2.2.6 Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan
memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa menjamin bahwa produk yang dihasilkan
memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Mutu suatu obat tidak hanya
ditentukan oleh hasil analisis terhadap produk akhir melainkan juga oleh mutu yang dibangun
selama tahapan proses produksi (built in quality) sejak pemilihan bahan awal, penimbangan,
proses produksi personalia, bangunan, peralatan kebersihan, dan higiene sampai dengan
pengemasan.

Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personel yang kompeten. Prosedur produksi
dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan penanggung jawab pengawasan
mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
Prosedur kerja standar hendaklah tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan
produksi, serta didokumentasikan. Dokumentasi setiap langkah dilakukan dengan cermat,
tepat dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas.

2.2.7 Pengawasan Mutu


Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang
berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai
dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan mutu tidak terbatas
pada kegiatan laboratorium, tetapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait
dengan mutu produk. Ketidaktergantungan pengawasan mutu dari produksi dianggap hal
yang fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan.
Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai bagian pengawasan mutu. Bagian ini harus
independen dari bagian lain dan berada di bawah tanggung jawab dan wewenang seorang
dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang membawahi satu atau beberapa
laboratorium.

Sarana yang memadai harus tersedia untuk memastikan bahwa segala kegiatan pengawasan
mutu dilaksanakan dengan efektif dan dapat diandalkan. Pengawasan mutu hendaklah
mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan
sampel, pemeriksaan, dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk
jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian
yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan
memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya.

Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan mutu hendaklah
menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam
produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Personel pengawasan mutu hendaklah
memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang
diperlukan. Personel, bangunan dan fasilitas, serta peralatan laboratorium hendaklah sesuai
untuk segala jenis tugas yang ditentukan dan skala kegiatan pembuatan obat.

2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu


Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek poduksi dan
pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri
hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk
menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara
independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Ada manfaatnya juga bila
menggunakan auditor luar yang independen. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin
dan di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat
jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya
dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat
program tindak lanjut yang efektif.

Pada aspekaspek inspeksi diri hendaklah dibuat daftar periksa inspeksi diri yang
menyajikan standar persyaratan minimal dan seragam. Daftar periksa inspeksi diri ini
hendaklah mengandung pertanyaan mengenai ketentuan CPOB yang meliputi personalia,
bangunan termasuk fasilitas untuk personil, perawatan bangunan dan peralatan, penyimpanan
bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi, peralatan, pengolahan dan pengawasan selama
proses, pengawasan mutu, dokumentasi, sanitasi dan higiene, program validasi dan revalidasi,
kalibrasi alat atau sistem pengukuran, prosedur penarikan kembali obat jadi, penanganan
keluhan, pengawasan label dan hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan.
Inspeksi diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai kebutuhan pabrik, namun
inspeksi diri yang dilaksanakan secara menyeluruh hendaklah dilaksanakan minimal satu kali
dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri.
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi
pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan
spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari
luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen
perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak.

2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan


Produk Kembalian
Keluhan terhadap obat dan laporan keluhan dapat menyangkut mutu, efek samping
yang merugikan atau masalah efek terapetik. Semua keluhan dan laporan keluhan hendaklah
diteliti dan dievaluasi dengan cermat, kemudian diambil tindak lanjut yang sesuai dan
dibuatkan laporan. Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau
beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan
kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu
atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang tidak diperhitungkan yang
merugikan kesehatan. Penarikan produk dari peredaran dapat mengakibatkan penundaan atau
penghentian pembuatan obat tersebut.
Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke
pabrik karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluwarsa, masalah keabsahan atau sebab lain
mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan
keamanan, identitas, mutu dan jumlah obat yang bersangkutan.
Industri farmasi hendaklah menyiapkan prosedur untuk penahanan, penyelidikan dan
pengujian produk kembalian serta pengambilan keputusan apakah produk kembalian dapat
diproses ulang atau harus dimusnahkan setelah dilakukan evaluasi secara kritis. Produk
kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan. Pro sedur pemusnahan
bahan atau pemusnahan produk harus disiapkan dan mencakup tindakan pencegahan terhadap
pencemaran lingkungan dan penyalahgunaan bahan atau produk oleh orang yang tidak
mempunyai wewenang.

2.2.10 Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan merupakan bagian
yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk
memastikan bahwa tiap personel menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci
sehingga memperkecil risiko terjadinya kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya
mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi induk/formula pembuatan,
prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia
secara tertulis.

2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,disetujui dan
dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau
pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan
penerima kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban
masing-masing pihak.
Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk
diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu). Kontrak tertulis harus dibuat meliputi pembuatan dan/atau analisis obat yang
dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait. Semua pengaturan untuk pembuatan dan
analisis berdasarkan kontrak termasuk perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan
lain hendaklah sesuai dengan izin edar untuk produk yang bersangkutan. Kontrak hendaklah
mengizinkan pemberi kontrak untuk mengaudit sarana dari penerima kontrak. Pelulusan akhir
dalam analisis berdasarkan kontrak harus diberikan oleh kepala bagian manajemen mutu
(pemastian mutu) pemberi kontrak.

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi


CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang diperlukan
sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan
signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk
hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk
menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.
Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi
hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi
(RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat dan
jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai berikut: kebijakan validasi;
struktur organisasi kegiatan validasi; ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang
akan divalidasi; format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan
jadwal pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan.
Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Laporan
harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan/atau protokol validasi dan memuat
ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan
dan rekomendasi perbaikan. Tiap perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam
protokol hendaklah didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai.

Anda mungkin juga menyukai