TONSILOFARINGITIS
A. DEFENISI
Tonsilitis paling sering dijumpai pada anak, jarang pada umur <2 tahun. Istilah faringitis
akut digunakan untuk menunjukkan semua infeksi akut pada faring, termasuk
tonsilofaringitis yang berlangsung hingga 14 hari. Penyakit ini tidak lazim pada anak
dibawah umur 1 tahun. Insidensnya kemudian naik sampai mencapai puncaknya pada 4-7
tahun. Faringitis merupakan peradangan akut membran mukosa faring dan struktur lain di
sekitarnya. Karena letaknya yang sangat dekat dengan hidung dan tonsil, jarang terjadi hanya
infeksi lokal faring atau tonsil. Oleh karena itu, pengertian faringitis secara luas mencakup
tonsillitis, nasofaringitis, dan tonsilofaringitis. Infeksi pada daerah faring dan sekitarnya
Tonsilofaringitis adalah infeksi akut, rekuren atau kronik pada faringotonsil, yang dapat
disebabkan oleh berbagai virus seperti HSV, EBV, sitomegalovirus, adenovirus, dan oleh
bakteri utama yaitu Streptococcus -hemolitikus grup A. Penyebab yang lain adalah
oleh Neisseria gonorrhea dan C. diphtheria. Pada bentuk kronik, penyebabnya ialah terutama
C. PATOGENESIS
yang rentan dan difasilitasi dengan kontak erat. Infeksi jarang terjadi pada anak usia di
bawah 2 tahun, mungkin karena kurang kuatnya SBHGA melekat pada sel-sel epitel. Infeksi
pada toddlers paling sering melibatkan nasofaring atau kulit (impetigo). Remaja biasanya
telah mengalami kontak dengan organisme beberapa kali sehingga terbentuk kekebalan, oleh
karena itu infeksi SBHGA lebih jarang pada kelompok ini. (2)
Kontak erat dengan sekumpulan besar anak, misalnya pada kelompok anak sekolah, akan
infeksi saluran respiratori atas setiap tahunnya, sedangkan anak usia sekolah mengalami 2-6
Bakteri maupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring yang kemudian
sekunder akibat sekresi nasal. Sebagian besar peradangan melibatkan nasofaring, uvula dan
palatum mole. Perjalanan penyakitnya ialah terjadi inokulasi dari agen infeksius di faring
yang menyebabkan peradangan lokal, sehingga menyebabkan eritema faring, tonsil atau
keduanya. Infeksi Streptococcus ditandai dengan invasi lokal serta penglepasan toksin
ekstraselular dan protease. Transmisi dari virus yang khusus dan SBHGA terutama terjadi
akibat kontak tangan dengan secret hidung dibandingkan dengan kontak oral. Gejala akan
tampak setelah masa inkubasi yang pendek, yaitu 24-72 jam. (2)
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala tonsilofaringitis yang khas akibat bakteri Streptococcus berupa nyeri tenggorokan
dengan awitan mendadak, disfagia, dan demam. Urutan gejala yang biasanya dikeluhkan oleh
anak berusia di atas 2 tahun adalah nyeri kepala, nyeri perut dan muntah. Selain itu juga
didapatkan demam yang dapat mencapai suhu 400C, beberapa jam kemudian terdapat nyeri
tenggorok. Gejala seperti rinorea, suara serak, batuk, konjungtivitis, dan diare biasanya
disebabkan oleh virus. Kontak dengan pasien rhinitis juga dapat ditemukan pada
anamnesis.(2)
- Faring hiperemis
- Demam
- Nyeri tenggorokan
- Ruam skarlatina
Bila dijumpai gejala dan tanda berikut, maka kemungkinan besar bukan
tonsilofaringitis Streptococcus:
- Awitan bertahap
- Eksantem ulseratif(2)
E. DIAGNOSIS
Tanda khas tonsilofaringitis difteri adalah membrane asimetris, mudah berdarah, dan
berwarna kelabu pada faring. Membrane tersebut dapat meluas dari batas anterior tonsil
hingga palatum mole dan/atau ke uvula. Pada anak diatas umur 2 tahun mulai dengan
keluhan nyeri kepala, nyeri perut, dan muntah. Gejala-gejala ini dapat disertai dengan demam
setinggi 400C. Beberapa jam sesudah keluhan awal, tenggorokan dapat menjadi nyeri. (1)(2)(4)
Pada pasien ini, pasien berumur 2 tahun 8 bulan. Berdasarkan umur ini, kemungkinan
tonsilofaringitis cenderung akibat virus, namun tidak menutup kemungkinan diakibatkan oleh
infeksi bakteri. Dari gejala-gejala yang dialami pasien, dapat mengarah ke infeksi bakteri.
Pada pemeriksaan terdapat tonsil yang membesar, hyperemia, eksudasi tonsil dan faring,
petekie di sekitar tonsil sampai palatum, kelenjar limfe membesar dan nyeri. Anak dengan
tonsillitis kronik memperlihatkan halitosis, nyeri kronik pada tenggorok, sensasi benda asing
di faring, dan fisis tampak tonsil yang besar dan sering terdapat debris pada kripta tonsil.
Sulit untuk membedakan antara faringitis Streptococcus dan virus hanya berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Baku emas penegakkan diagnosis faringitis bakteri atau
virus adalah melalui pemeriksaan kultur dari pemeriksaan apusan tenggorokan. Pada saat ini
terdapat metode yang cepat untuk mendeteksi antigen Streptococcus grup A (rapid antigen
detection test). Metode uji cepat ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang cukup
tinggi (90-95%) dan hasilnya dapat diketahui dalam 10 menit, sehingga metode ini
F. TATALAKSANA
Pemberian antibiotik tidak diperlukan pada faringitis virus, karena tidak akan
mempercepat waktu penyembuhan atau mengurangi derajat keparahan. Istirahat cukup dan
pemberian cairan yang sesuai merupakan terapi suportif yang dapat diberikan. Selain itu,
pemberian gargles (obat kumur) dan lozenges (obat hisap), pada anak yang cukup besar
dapat meringankan keluhan nyeri tenggorok. Antibiotik pilihan pada terapi faringitis akut
Streptococcus -hemolitikus grup A adalah penisilin V oral 15-30 mg/kg/ hari dibagi 3 dosis
selama 10 hari atau benzatin penisilin G IM dosis tunggal dengan dosis 600.000 IU (BB <30
kg) dan 1.200.000 IU (BB >30 kg). Amoksisilin dapat digunakan sebagai pengganti penisilin
dengan dosis 50 mg/kg/hari dibagai 2 selama 6 hari. Pada infeksi berulang perlu dilakukan
kultur kembali. Apabila hasil kultur kembali positif, beberapa kepustakaan menyarankan
terapi kedua, dengan pilihan obat oral klindamisin 20-30 mg/kg/hari selama 10 hari,
amoksisilin klavulanat 40 mg/kg/hari terbagi menjadi 3 dosis selama 10 hari. Atau injeksi
benzathine penisilin G intramuscular, dosis tunggal 600.000 IU (BB <30 kg) dan 1.200.000
IU (BB >30 kg). Bila setelah terapi kedua kultur tetap positif, kemungkinan pasien
merupakan pasien karier, yang memiliki risiko ringan terkena demam reumatik. Golongan
atau lebih episode infeksi tenggorokan yang diterapi dengan antibiotik pada tahun
sebelumnya, lima atau lebih episode infeksi tenggorokan yang diterapi dengan antibiotik
setiap tahun selama 2 tahun sebelumnya, dan tiga atau lebih episode infeksi tenggorokan
yang diterapi dengan antibiotik setiap tahun selama 3 tahun sebelumnya. Tonsilektomi
sedapat mungkin dihindari pada anak berusia dibawah 3 tahun. Bila ada infeksi aktif,
tonsilektomi harus ditunda hingga 2-3 minggu. Indikasi lainnya adalah bila terjadi
G. KOMPLIKASI
rematik akut dan glomerulonephritis akut, dan komplikasi yang lain ialah infeksi peritonsilar,
infeksi retrofaring, infeksi parafaring, sindrom lemierre, obstruksi saluran pernapasan atas.
Komplikasi lainnya adalah demam scarlet, yaitu sekunder terhadap tonsillitis Streptococcus
akut atau faringitis dengan produksi endotoksin oleh bakteri. Manifestasi termasuk ruam
eritematosa, limfadenopati berat dengan sakit ternggorokan, muntah, sakit kepala, demam,
eritema tonsil dan faring, takikardia, dan eksudat kuning pada tonsil dan faring. (2)(3)
H. PROGNOSIS
kasus dapat berlanjut menjadi otitis media purulen bakteri. Pada tonsilofaringitis bakteri dan
virus dapat ditemukan komplikasi ulkus kronik yang cukup luas. Sedangkan jika akibat
bakteri, dapat terjadi perluasan secara langsung atau hematogen. Akibat perluasan langsung
dapat berlanjut menjadi rinosinusitis, otitis media, mastoiditis, adenitis servikal, abses
osteomyelitis, atau artritis septik, sedangkan komplikasi nonsupuratif berupa demam rematik