Jenny Bashiruddin
PENDAHULUAN
Vertigo merupakan keluhan yang sangat mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari.
Sampai saat ini sangat banyak hal yang dapat menimbulkan keluhan vertigo. Diagnosis dan
pena-talaksanaan yang tepat masih terus disempumakan. Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ)
atau disebut juga Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan
perifer yang sering dijumpai. Gejala yang di-keluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada
perubahan posisi kepala, beberapa pasien dapat mengatakan dengan tepat posisi tertentu yang
menimbulkan keluhan vertigonya. Biasanya vertigo dirasakan sangat berat, berlangsung singkat
hanya beberapa detik saja walaupun penderita merasakannya lebih lama. Keluhan dapat disertai
mual bahkan sampai muntah, sehingga penderita merasa khawatir akan timbul serangan lagi, hal
ini yang menye-babkan penderita sangat hati-hati dalam posisi tidurnya. Vertigo jenis ini sering
berulang kadang-kadang dapat sembuh dengan sendirinya. VPPJ merupakan penyakit
degeneratif yang idiopatik yang sering ditemukan, keba-nyakan diderita pada usia dewasa muda
dan usia lanjut. Trauma kepala merupakan penye-bab kedua terbanyak pada VPPJ bilateral.
Penyebab lain yang lebih jarang adalah labirintitis virus, neuritis vestibuler, pasca stape-
dectomi, fistula perilimfa dan penyakit meniere. VPPJ merupakan penyakit pada semua usia
dewasa. Pada anak belum pernah dilaporkan.. Pengobatan VPPJ telah berubah pada beberapa
tahun terakhir. Pengertian baru ten-tang patofisiologi yang dapat menyebabkan dan
menimbulkan gejala VPPJ mempengaruhi perubahan penanggulangannya. Dengan per-alatan
yang baru, identifikasi dapat dilakukan lebih teliti kanal mana yang terlibat, sehingga
penatalaksanaan dapat dilakukan dengan tepat. Diagnosis VPPJ dapat dilakukan dengan
melakukan tindakan provokasi dan menilai timbulnya nistagmus pada posisi tersebut. Ke-
banyakan kasus VPPJ saat ini disebabkan oleh kanalitiasis bukan kupolitiasis. Perbedaan antara
berbagai tipe VPPJ dapat dinilai dengan meng-observasi timbulnya nistagmus secara teliti,
dengan melakukan berbagai perasat provokasi. menggunakan infrared video camera.
Dikenal tiga jenis perasat untuk memprovo-kasi timbulnya nistagmus yaitu : Perasat Dix
Hallpike, perasat side lying dan perasat roll. Dix Hallpike test merupakan perasat yang paling
sering digunakan. side lying test diguna-kan untuk menilai VPPJ pada kanal posterior dan
anterior. perasat Roll untuk menilai vertigo yang melibatkan kanal horizontal 3
DIAGNOSIS
Diagnosis VPPJ pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan cara
memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon vertigo dari kanalis
semi sirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat memilih perasat Dix-Hallpike atau side lying.
Perasat Dix-Hallpike lebih sering diguna-kan karena pada perasat tersebut posisi kepala sangat
sempurna untuk Canalith Repositioning Treatment. Pada saat perasat provokasi dilakukan,
pemeriksa harus mengobservasi timbulnya respon nistagmus pada kacamata FRENZEL yang
dipakai oleh pasien dalam ruangan gelap, lebih baik lagi bila direkam dengan system Video Infra
Merah. Penggunaan VIM me-mungkinkan penampakan secara simultan dari beberapa
pemeriksaan dan rekaman dapat disimpan untuk penayangan ulang. Perekaman tersebut tidak
dapat bersamaan dengan peme-riksaan ENG, karena prosesnya dapat ter-ganggu oleh
pergerakkan dan artefak kedipan mata, selain itu nistagmus mempunyai kom-ponen torsional
yang prominen, yang tidak dapat terdeteksi oleh ENG.
Perasat Dix-Hallpike pada garis besarnya terdiri dari dua gerakan. Perasat Dix-Hallpike
kanan pada bidang kanal anterior kiri dan kanal posterior kanan (gambar 1A) dan perasat Dix-
Hallpike kiri pada bidang posterior kill (gambar 1B) untuk melakukan perasat Dix-Hallpike
kanan, pasien duduk tegak pada meja peme-riksaan dengan kepala menoleh 45 ke kanan.
Dengan cepat pasien dibaringkan dengan kepala tetap miring 45 ke kanan sampai kepala pasien
menggantung 20-30 pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40 detik sampai respon abnormal
timbul. Penilaian respon pada monitor dilakukan selama +1 menit atau sampai respon
menghilang. Setelah tindakan pemeriksaan ini dapat langsung dilanjutkan dengan Canalith
Repositioning Treatment (CRT). Bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila perasat tersebut
tidak diikuti dengan CRT, pasien secara perlahan-lahan didudukan kem-bali. Lanjutkan
pemeriksaan dengan perasat Dix-Hallpike kiri dengan kepala pasien di-hadapkan 45 ke kiri,
tunggu maksimal 40 detik sampai respon abnormal hilang. Bila ditemu-kan adanya respon
abnormal, dapat di lanjut-kan dengan CRT, bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila tidak
dilanjutkan dengan tindakan CRT, pasien secara perlahan-lahan didudukan kembali.
PENATALAKSANAAN
Tiga macam perasat dilakukan untuk me-nanggulangi VPPJ yaitu CRT (Canalith
Repositioning Treatment), Perasat Liberatory dan latihan Brandt-Daroff. CRT sebaiknya segera
dilaku-kan setelah hasil perasat Dix-Hallpike menim-bulkan respon abnormal. Pemeriksa dapat
meng-identifikasi adanya kanalitiasis pada kanal an-terior atau kanal posterior dari telinga yang
terbawah. Pasien tidak kembali ke posisi duduk, namun kepala pasien dirotasikan dengan tujuan
untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis semisirkularis menuju ke Utrikulus, tem-pat di
mana kanalith tidak lagi menimbulkan gejala. Bila kanalis posterior kanan yang terlibat maka
harus dilakukan tindakan CRT kanan. Perasat ini dimulai pada posisi Dix-Hallpike yang
menimbulkan respon abnormal dengan cara kepala ditahan pada posisi ter-sebut selama 1-2
menit, kemudian kepala direndahkan dan diputar secara perlahan ke kid dan dipertahankan
selama beberapa saat. Setelah itu badan pasien dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan
pada posisi meng-hadap ke kin dengan sudut 45 sehingga kepala menghadap kebawah melihat
ke lantai (3C). Akhirnya pasien kembali ke posisi duduk, dengan kepala menghadap ke depan.
Setelah terapi ini pasien di lengkapi dengan menahan leher dan di sarankan untuk tidak
menunduk, berbaring, membungkukan badan selama satu hari. Pasien harus tidur pada posisi
duduk dan harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari. Perasat yang sama juga dapat di
gunakan pada pasien dengan kanalitiasis pada kanal anterior kanan. Pada pasien dengan kanalith
pada kanal anterior kid dan kanal posterior, CRT kiri merupakan metode yang dapat di gunakan,
yaitu dimulai dengan kepala menggantung kiri dan membalikan tubuh ke kanan sebelum duduk.
Gambar 3. CRT kanan A. Posisi head hanging kanan, B. Roll kill, C. Roll kiri lanjut, D. Duduk
Gambar 4 memperlihatkan apa yang mung-kin terjadi pada saat perasat ini dilakukan
pada kasus kanalitiasis kanalis posterior kanan. Saat pasien dalam posisi duduk, kanalith berada
dalam di bagian terendah pada kanalis posteror, dekat kupula (gambar 4A). Pada saat perasat
Dix-Hallpike kanan dilakukan, kanalith meluncur ke bawah menjauhi kupula (gambar 4B).
Bersamaan dengan meluncurnya otolith terjadi juga gerakan aliran endolimfa secara bersamaan,
hal ini menyebabkan defleksi ku-pula, merangsang reseptor kanal, menimbul-kan vertigo dan
nistagmus dengan arah fase cepat ke atas, berputar ke kanan. Respon tersebut menghilang bila
kanalith berada di posisi terbawah dari kanal. Ketika kepala direndahkan dan diputar ke kiri,
kanalith melun-cur ke puncak kanal (gambar 4C). Sekali lagi pasien mengalami vertigo dan
nistagmus dengan arah fase cepat ke atas dan berputar ke kanan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa kanalith bergerak sesuai dengan arah yang di harapkan yaitu menjauhi kupula. (Bila fase
cepat nistagmus pada arah yang berlawanan, berarti kanalith bergerak mundur kembali menuju
kupula).
Pada akhirnya pada saat pasien dibantu untuk kembali ke posisi duduk, kanalith jatuh
kembali memasuki krus komunis ke utrikulus, dimana kanalith-kanalith tidak menim-bulkan
gejala vertigo. Kunci keberhasilan perasat tersebut ada-lah dengan memposisikan kepala pada
posisi terbalik/melihat ke bawah (gambar 4C) sehing-ga kanalith akar meluncur ke puncak kanal.
Herdman dkk mengemukakan bahwa bila kepala pasien hanya diputar ke sisi kontralateral saja
sebelum kembali ke posisi duduk remisinya hanya 50%, bila di putar ke kontralateral de-ngan
kepala diputar 45 kearah lantai angka remisi 83%.
Gambar4. Pergerakan kanalit kanal posterior kanan saat dilakukan perasat Dix hallpike kanan.
Dikutip dari Herdman
Gejala-gejala remisi yang terjadi setelah CRT kemungkinan disebabkan oleh perasat itu
sendiri, bukan oleh perasat pada saat pasien duduk tegak. Epley telah mengarahkan untuk
mengunakan vibrator pada tulang mastoid selama perasat di lakukan untuk memper-mudah
pergerakan otokonia, namun studi per-bandingan menunjukkan bahwa baik meng-gunakan
vibrasi ataupun tidak, hasilnya tidak jauh berbeda. Tusa Et Al melaporkan 88% remisi pada 17
pasien dengan VPPJ kanalis anterior setelah satu kali terapi perasat. Kadang-kadang CRT dapat
menimbulkan komplikasi. Terkadang kanalith dapat pindah ke kanal yang lain. Dijumpai adanya
19 pasien yang gagal di terapi, hal tersebut disebabkan karena kanalith pindah ke kanal yang
lain. Komplikasi yang lain adalah kekakuan pada leher, spasme otot akibat kepala di letakkan
dalam posisi tegak selama beberapa waktu setelah terapi.
Pasien dianjurkan untuk me-lepas penopang leher dan melakukan gerakan horisontal
kepalanya secara periodic. Bila dirasakan adanya gangguan leher, ekstensi kepala diperlukan
pada saat terapi dilakukan, Digunakan meja pemeriksaan yang bertujuan untuk menghindari
keharusan posisi ekstensi dari leher. Pada akhirnya beberapa pasien mengalami vertigo berat dan
merasa mual sampai muntah pada saat tes provokasi dan penatalaksanaan. Pasien harus diminta
untuk duduk tenang selama beberapa saat sebelum meninggalkan klinis. Perasat Liberatory, yang
dikembangkan oleh Semont, juga dibuat untuk memindahkan otolit( debris/kotoran) dari kanal
semisirkularis. Tipe perasat yang dilakukan tergantung dari jenis kanal mana yang terlibat,
apakah kanal anterior atau posterior.
Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, dilakukan perasat liberatory kanan perlu
dilakukan. perasat dimulai dengan penderita diminta untuk duduk pada meja pemeriksaan
dengan kepala diputar menghadap ke kiri 45 (gambar 5A). Pasien yang duduk dengan ke-pala
menghadap ke kiri secara cepat dibaring-kan ke sisi kanan dengan kepala menggantung ke bahu
kanan (gambar 5B). Setelah 1 menit, pasien digerakan secara cepat ke posisi duduk awal dan
untuk ke posisi Side lying kid dengan kepala menoleh 45 ke kiri (gambar 5C). Pertahankan
penderita dalam posisi ini selama 1 menit dan perlahan-lahan kembali ke posisi duduk(gambar
5D). Penopang leher kemudian dikenakan dan diberi instruksi yang sama de-ngan pasien yang
diterapi dengan CRT. Bila kanal anterior kanan yang terlibat, perasat yang dilakukan sama,
namun kepala diputar menghadap ke kanan. Bila kanal posterior kiri yang terlibat, pe-rasat
liberatory kiri harus dilakukan, (pertama pasien bergerak ke posisi sidelying kiri kemu-dian
posisi side lying kanan) dengan kepala menghadap ke kanan. Bila kanal anterior kiri yang
terlibat, perasat liberatory kiri dilakukan dengan kepala diputar menghadap ke kiri.