Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gastroenteritis adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan
darah berlangsung kurang dari satu minggu(4).
Gastroenteritis masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak di negara berkembang. Terdapat banyak penyebab gastroenteritis pada anak. Pada
sebagian besar kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh
virus, bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan
gastroenteritis, termasuk sindroma malabsorpsi. Gastroenteritis karena virus umumnya
bersifat self limiting, seh ingga aspek terpenting yang harus diperhatikan adalah
mencegah terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab akibat diare. Diare menyebabkan
hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai dengan asidosis metabolik
karena kehilangan basa(4).
Di Indonesia gastroenteritis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di
negara berkembang termasuk di indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian
dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia dibawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6
juta anak meninggal tiap tahunnya karena gastroenteritis dan sebagian besar kejadian
tersebut terjadi di negara berkembang. Sebagai gambaran 17 % kematian anak di dunia
disebabkan oleh gastroenteritis sedangkan di indonesia hasil Riskesdas 2007 diperoleh
bahwa gastroenteritis masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu
42% dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena
gastroenteritis 25,2 % dibanding pneumonia 15,5 %(4).
Cara penularan dan faktor risiko dari gastroenteritis umumnya melalu cara fekal
oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau
kontak langsung tangan dengan penderita atau barang barang yang telah tercemar tinja
penderita atau tidak langsung melalu lalat. Panduan WHO untuk penatalaksanaan
gastroenteritis didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia.5 pilar penatalaksanaan

1
gastroenteritis bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di
rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit(4).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 GASTROENTERITIS

2.1.1 Definisi

Buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan
konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung
kurang dari satu minggu.Pada bayu yang minum ASI sering frekuensi buang air
besarnya lebih dari 3 4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut gastroenteritis,
tetapi masihbersifat fisiologis atau normal.Selama berat badan bayi meningkat normal,
hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat
belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum Asi secara
eksklusif definisi diare cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya.
Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi
konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat disebut diare(4).

2.1.2 Epidemiologi

Di Indonesia gastroenteritis masih menjadi masalah kesehatan


masyarakat di negara berkembang termasuk di indonesia dan merupakan salah satu
penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia dibawah 5 tahun.
Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena gastroenteritis dan
sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Sebagai gambaran 17 %
kematian anak di dunia disebabkan oleh gastroenteritis sedangkan di indonesia hasil
Riskesdas 2007 diperoleh bahwa gastroenteritis masih merupakan penyebab kematian
bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun
penyebab kematian karena gastroenteritis 25,2 % dibanding pneumonia 15,5 %(4).

2.1.3 Cara Penularan dan Faktor Risiko

3
Cara penularan diare pada umumnya melalu cara fekal oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh eneteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tinja penderita atau tidak
langsung melalu lalat.
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan eneteropatogen antara lain
tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higinis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain
hal hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan
untuk dijangkiti diare antara lain gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman
lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan
genetik(4).

1. Faktor Umur

Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi
terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI.
Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya
kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja
dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai
merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan
melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang membantu menjelaskan
menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa.

2. Infeksi asimtomatik

Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif.Pada infeksi
asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita
mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi

4
asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak enteropatogen terutama bila
mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-pindah
dari satu tempat ke tempat yang lain.

3. Faktor musim

Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah sub tropik,
diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena
virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Didaerah tropik
(termasuk indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang
tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri
cenderung meningkat pada musim hujan.

4. Epidemi dan pandemi

Vibrio cholera 0,1 dan Shigella dysetriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan pandemi
yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua golongan
usia. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V. Cholera 0,1 biotipe Eltor telah
menyebar ke negara-negara di Afrika, Amerika Latin, Asia, Timur Tengah dan di
beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun waktu yang sama Shigella
dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar di Amerika Tengah dan terakhir
di Afrika Tengah dan Asia Selatan. Pada akhir tahun 1992, dikenal strain baru Vibrio
cholera 0139 yang menyebabkan epidemi di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami
wabah.

2.1.4 Etiologi

Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kuman kuman patogen
telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80 % pada kasus yang datang
disarana kesehatan dan sekitar 50 % kasus ringan di masyarakat. Pada saat ini telah
dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan
diare pada anak dan bayi.Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah

5
golongan virus, bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi
adalah non inflammatory dan inflammatori(4).

Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi enterotoksin


oleh bakteri, destruksi sel permukaan vili oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan
dan / translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory diare biasanya disebabkan oleh
bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin(4).

Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia
adalah sebagai berikut(4) :

Golongan Bakteri :

1. Aeromonas
2. Bacillus cereus
3. Campylobacter jejuni
4. Clostridium perfringens
5. Clostridium defficile
6. Escherichia coli
7. Plesiomonas shigeloides

Golongan Virus :

1. Astrovirus
2. Calcivirus (Norovirus, Sapovirus)
3. Enteric adenovirus
4. Coronavirus
5. Rotavirus
6. Herpes simplex virus

Golongan Parasit :

Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli, dll.

Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada anak
anatara lain(4) :

1. Defek Anatomis : (Malrotasi, Penyakit Hirchsprung, Atrofi mikrovili, Strictur)

6
2. Malabsorpsi : (Defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa gala ktosa,
penyakit celiac)
3. Endokrinopati : (Thyrotoksikosis, Penyakit Addison, Sindroma Adrenogenital)
4. Keracunan Makanan
5. Neoplasma : (Neuroblastoma, Phaechromocytoma)

2.1.5 Mekanisme Diare

Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau sekresi.
Terdapat beberapa pembagian diare(4) :

1. Gangguan absorpsi atau diare osmotik


Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti
celiac sprue, atau karena :
a. Mengkonsumsi magnesium hidroksida
b. Defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisien pada anak yang lebih
besar
c. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada
usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen usus dan
darah maka pada segmen usus jejenum yang bersifat permeabel, air akan
mengalir ke arah lumen jejenum, sehingga air akan banyak terkumpul air
dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan
demikian akan terkumpul cairan intraluminal kembali, akan tetapi lainnya
akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap
seperti Mg, glukosa, sukrosa, maltosa di segmen ileum dan melebihi
kemampuan absorpsi kolon, sehingga terjadi diare. Bahan- bahan seperti
karbohidrat dari jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam
jumlah berlebihan, akan memberikan dampak yang sama.
2. Malabsoprsi umum
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan
pemecahan kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya menyebabkan
maldigesti, malabsorpsi dan akhirnya menyebabkan diare osmotik. Steatorrhe
berbeda dengan malabsorpsi protein dan karbohidrat dengan asam lemak rantai

7
panjang intraluminal, tidak hanya menyebabkan diare osmotik, tetapi juga
menyebabkan pacuan sekresi CL- sehingga diare tersebut dapat disebabkan
malabsorpsi karbohidrat oleh karena kerusakan difus mukosa usus, defisiensi
sukrosa, isomaltosa dan defisiensi congenital.
3. Gangguan sekresi atau diare sekretorik
Hiperplasia kripta
Teoritis adanya hiperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat menyebabkan
sekresi intestinal dan diare.Pada umumnya penyakit ini menyebabkan atrofi vili.
Luminal secretagogues
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan
bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk
dihydroxy, serta asam lemak rantai panjang.
Blood-Borne Secretagogues
Umumnya disebabkan oleh eneterotoksin E coli atau cholera.
4. Diare akibat gangguan peristaltik
Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada thyrotoksikosis,
malabsorpsi asam empedu dan berbagai penyakit lain.
5. Diare inflamasi
Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatiik
dalam pembuluh darah dan limphatic menyebabkan air, elektrolit, mukus,
protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam
lumen.

2.1.6 Diagnosis

1. Anamnesis : (buku saku)

Riwayat pemberian makan anak sangat penting dalam melakukan tatalaksana anak
dengan diare. Tanyakan juga hal-hal berikut:
Diare
- frekuensi buang air besar (BAB) anak
- lamanya diare terjadi (berapa hari)
- apakah ada darah dalam tinja
- apakah ada muntah
Laporan setempat mengenai Kejadian Luar Biasa (KLB) kolera

8
Pengobatan antibiotik yang baru diminum anak atau pengobatan lainnya
Gejala invaginasi (tangisan keras dan kepucatan pada bayi).

2. Pemeriksaan fisis
Cari:
Tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat:
- rewel atau gelisah
- letargis/kesadaran berkurang
- mata cekung
- cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat
- haus/minum dengan lahap, atau malas minum atau tidak bisa minum.
Darah dalam tinja
Tanda invaginasi (massa intra-abdominal, tinja hanya lendir dan darah)

Tanda-tanda gizi buruk


Perut kembung.

Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai dengan kriteria berikut :


1. Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan)
a. Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
b. Keadaan umum baik, sadar
c. Ubun ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata
ada, mukosa mulut dan bibir basah
d. Turgor abdomen baik, bising usus normal
e. Akral hangat
2. Dehidrasi ringan sedang / tidak berat ( kehilangan cairan 5-10 % berat
badan)
a. Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih tanda
tambahan
b. Keadaan umum gelisah atau cengeng
c. Ubun ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata
berkurang, mukosa mulut dan bibir sedikit kering
d. Turgor kurang, akral hangat

9
3. Dehidrasi berat ( kehilangan cairan > 10 % berat badan)
a. Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah dengan 2 atau lebih
tanda tambahan
b. Keadaan umum lemah, letargi atau koma
c. Ubun ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak
ada, mukosa mulut dan bibir sangat kering
d. Turgor sangat kurang dan akral dingin
e. Pasien harus rawat inap

Pemeriksaan Penunjang(6) :

Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali apabila ada
tanda intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis
Hal yang dinilai pada pemeriksaan tinja :
a. Makroskopis : konsistensi, warna, lendir, darah, bau
b. Mikroskopis : leukosit, eritrosit, parasit, bakteri
c. Kimia : pH, clinitest, elektrolit ( Na, K, HCO3)
d. Biakan dan uji sensitivitas tidak dilakukan pada diare akut
Analisa gas darah dan elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya gangguan
keseimbangan asam basa dan eletrolit.

2.1.7 Tatalaksana

Lintas diare : Cairan, Seng, Nutrisi, Antibiotik selektif, Edukasi(2):

1. Terapi cairan berdasarkan derajat dehidrasi:


a. Tanpa dehidrasi
Cairan rehidrasi oralit dengan menggunakan New Oralit
diberikan 5-10 mL/kgBB setiap diare cair atau berdasarkan usia, yaitu
umur < 1 tahun sebanyak 50-100 ML, umur > 1 tahun .dapat diberikan
cairan rumah tangga sesuai kemauan anak. Asi harus tetap diberikan.

b. Dehidrasi Ringan Sedang


Cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar diberikan sebanyak
75mL/KgBB dalam waktu 4 jam untuk menggantikan kehilangan
cairan dan sebanyak 5-10 mL/KgBB setiap diare cair
Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah
setiap diberi minum walaupun telah diberikan dengan cara sedikit

10
demi sedikit atau melalui pipa nasogastrik. Cairan intravena yang
diberikan adalah ringer laktat atau KaEN 3B atau NaCl dengan
jumlah cairan dihitung berdasarkan berat badan.
i. Berat badan 3-10 kg : 200 mL/kgBB/hari
ii. Berat badan 10-15 kg : 175 mL/kgBB/hari
iii. Berat badan >15 kg : 135mL/kgBB/hari

c. Dehidrasi berat:
Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat atau
ringer asetat 100 ml/kgBB dengan cara pemberian :
i. Umur kurang dari 12 bulan : 30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama,
dilanjutkan 70 ml/kgBB dalam 5 jam berikutnya
ii. Umur diatas 12 bulan : 30 ml/kgBB dalam 30 menit pertama,
dilanjutkan 70 ml/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya
iii. Masukkan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan
dapat minum, dimulai dengan 5 ml/kg BB selama proses
rehidrasi

2. Seng(menkes)
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam
tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide
Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan
mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam
epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi
selama kejadian diare. Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu
mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi
buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan
kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.

Dosis pemberian Zinc pada balita:


- Umur < 6 bulan : tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
- Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.

11
3. Nutrisi
ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat sesuai umur tetap
diberikan untuk mencegah kehilangan berat badan dan sebagai pengganti nutrisi
yang hilang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan.
Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering
( lebih kurang 6 x sehari ) rendah serat, buah buahan diberikan terutama pisang.

4. Medikamentosa
a. Antibiotik diberikan sesuai indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin kaena kecilnya angka kejadian diare
pada balita yang disebabkan oleh bakteri (5).

Indikasi pemberian antibiotik adalah(7):


Shigellta disenteri- Jika ditemukan adanya darah di feses.
Suspek kolera
Ketika diare disertai dengan infeksi akut lainnya seperti pneumonia dan
isk
Dindikasikan pada diare akibat Salmonella bayi (<3 bulan),
immunocompromise, immunosuppresed.

Gambar 2.1 Terapi antibiotik pada bakterial gastroenteritis3

b. Anti-emetik (seah

Antiemetik seperti dimenhydrinate, metoclopramide, domperidone dan


promethazine dapat menyebabkan sedasi dan mengganggu pemberian terapi melalui

12
oral, karena alasan ini anti emetik tidak secara rutin di indikasikan pada anak-anak
dengan diare.

Selain itu, anti emetik dapat mengurangi frekuensi muntah tapi meningkatkan frekuensi
diare. Hal ini akan menyebabkan retensi dari cairan dan toksin yang seharusnya
dikeluarkan melalui muntah.

c. Anti Diare (menkes)

Obat-obat anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare
karena terbukti tidak bermanfaat.

d. Probiotik (medicinus)
Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam jumlah yang
adekuat akan menguntungkan bagi kesehatan pejamu. Berbagai penelitian
menunjukkan manfaat probiotik dalam pengobatan diare infeksi dan diare akibat
pemberian antibiotik. Probiotik akan berkompetisi dengan bakteri patogen pada
tempat menempelnya bakteri di mukosa usus dan memodulasi sistem imun pejamu.

Terdapat beberapa spesies yang telah diteliti dan digunakan sebagai probiotik,
yakni Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei,
Lactobacillus GG, Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium longum,
Streptococcus thermophilus, Enterococcus faecium, dan Saccharomyces boulardi.
Yang umum digunakan adalah kelompok laktobasilus dan bifidobakteria.

5. Edukasi

ASI tetap diberikan, Kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan,


kebersihan lingkungan, buang aur besar di jamban, imunisasi campak, memberikan
makanan penyampihan yang benar, penyediaan air minum yang bersih dan selalu
memasak makanan(6).

2.1.8 Pencegahan

13
Vaksin tersedia untuk mencegah infeksi yang disebabkan oleh salmonella typhi dan
vibrio cholera(1).

BAB III

KESIMPULAN

14
Gastroenteritis adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan
darah berlangsung kurang dari satu minggu(4).
Tatalaksanaan diare ditetapkan oleh Departemen Kesehatan lima pilar
penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang
dirawat dirumah maupun dirawat di rumah sakit, yaitu(5) :
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, Kliegman, dkk (2000). Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Volume
2. Jakarta

15
2. WHO (2008). Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. World Health
Organizatation

3. Raymond dkk (2009). Probiotics.Medicinus Scientific Journal of Pharmaceutical


Development and Medical Application Vol 22 No 3

4. Guarino, et al (2014). European Society for Pediatric Gastroenterology,


Hepatology, and Nutrition/European Society for Pediatric Infectious Diseases
Evidence-Based Guidelines for the Management of Acute Gastroenteritis in
Children in Europe: Update 2014. JPGN Vol. 59 No. 1

5. Jufrie, Mohammad dkk (2012). Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid I .


Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

6. Kemenkes RI (2011). Situasi Diare di Indonesia. Buletin Jendela Data dan


Informasi Kesehatan. Kemenkes RI

7. Pudjiadi, Antoniu s H. (2009). Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak


Indonesia (2009).

8. Seah, et al (2011). Guidline on the management of acute diarrhea in children.


Malaysian Pediatric Association

16

Anda mungkin juga menyukai