Anda di halaman 1dari 7

TUGAS REMIDIAL COURSE

EPIDEMIOLOGI
PENYAKIT DIARE

Disusun Oleh :

Dede Arista Surya Dyatmika


14700062
2014 B

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2016/2017
ANALISIS DATA

1. Pada jurnal tersebut peneltiannya menggunakan metode penelitian cross sectional, jadi yang
perlu dinilai yaitu nilai dari Odds Ratio.

Rumus dari Odds Ratio =
1430
= 313
420
= 39
= 10,769
2. Program 5 level prevention
Pencegahan Primer
Kegiatan Sasaran Target Volume Rincian Indikator Lokasi Tenaga Kebutuhan

3. Program surveilans
Melaksanakan kegiatan pengecekan sanitasi terhadap lingkungan, dengan diawali melalui
mencari data primer ke Dinas Kesehatan di wilayah Bahu Manado, Sulawesi Utara terdekat
untuk mengetahui bagaimana keadaan melalui data dari wabah Diare tersebut. Lalu kemudian
dilakukan survey dengan pendekatan terhadap warga, sampai dengan mencari data tentang
bagaimana lingkungan khususnya sanitasi dan gaya hidup melalui meminta data kuisioner
terhadap warga. Data yang didapatkan dibawa ke Puskesmas Bahu Manado terdekat untuk
ditindak lanjuti pihak terkait agar dapat ditangani segera.

4. Lengkapi dari data tersebut


a. Epidemiologi
Diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat
perhatian karena angka morbiditas dan mortilitasnya masih tinggi. Data dari Riskesdas
2007 menyebutkan bahwa penyakit diare dari tahun ke tahun masih menjadi penyebab
utama kematian bayi dan balita di Indonesia (Anggraeni dan Farida, 2011). Di dunia
sekitar lima juta anak meninggal dunia karena diare akut, dimana sebagian besar terjadi di
negara berkembang termasuk Indonesia (Widoyono, 2011). Beberapa survei menunjukkan
bahwa diare masih menjadi penyebab kematian balita (Kemenkes, 2011). Menurut SKRT
2001 menyebutkan angka mortilitas balita mencapai 13%; Studi Mortalitas Dunia 2005
menyebutkan angka mortilitas anak karena diare sebanyak 17%; WHO (Asia) sebesar
15%; dan Riskesdas 2007 menyebutkan angka mortilitas karena diare balita (14 tahun)
sebesar 25,2% (Kemenkes, 2011). Kementerian Kesehatan R.I tahun 2011 menyatakan
bahwa penyebab kematian bayi (umur 29 hari-11 bulan) yang terbanyak adalah diare
(31,4%) dan pneumonia (23,8%). Demikian pula penyebab kematian anak balita (umur
12-59 bulan), terbanyak adalah diare (25,2%) dan pnemonia (15,5%). Sehingga perlu
adanya suatu upaya untuk menurunkan angka mortilitas balita yang masih tinggi. Upaya
tersebut sejalan dengan salah satu target MDGs (Goal ke-4) yaitu menurunkan angka
kematian bayi dan balita hingga 2/3 bagian dalam kurun waktu 19902015. Prevalensi
diare klinis berdasarkan data Riskesdas 2007 adalah 9% (Anggraeni dan Farida, 2011).
Adapun rentang prevalensi tersebut yaitu 4,218,9% (Anggraeni dan Farida, 2011). Data
prevalensi diare menurut provinsi di Indonesia dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini:

Gambar 1 di atas menunjukkan bahwa prevalensi diare untuk Provinsi Jawa Timur
sendiri mencapai 7,9% (Anggraeni dan Farida, 2011). Pada gambar tersebut prevalensi
diare Provinsi Jawa Timur menduduki peringkat ke-10 dari 33 prevalensi menurut
provinsi di Indonesia. Prevalensi diare berdasarkan kelompok umur tertinggi terdapat pada
kelompok umur balita (1-4 tahun) yaitu sebesar 16,7% (Anggraeni dan Farida, 2011).
Adapun gambar prevalensi diare menurut kelompok umur sebagai berikut:
Gambar 2 di atas menunjukkan bahwa balita lebih berisiko mengalami diare daripada
orang dewasa. Balita memilki komposisi tubuh yang lebih banyak mengandung air
dibanding orang dewasa sehingga balita lebih rentan mengalami diare. Golongan usia ini
sedikitnya diare per tahun (Widoyono, 2011). Apabila balita mengalami diare, mereka
akan lebih berisiko terkena dehidrasi dan komplikasi lainnya yang dapat mengarah pada
malnutrisi hingga terjadi kematian.
Hasil Survei Morbiditas yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun
2010 menunjukkan bahwa proporsi terbesar penderita diare pada balita adalah kelompok
umur 611 bulan yaitu sebesar 21,65%, kelompok umur 1217 bulan sebesar 14,43%,
kelompok umur 2429 bulan sebesar 12,37%, dan proporsi terkecil pada kelompok umur
5459 bulan yaitu 2,06% (Anggraeni dan Farida, 2011). Sementara hasil Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan bahwa proporsi terbesar penderita
diare pada balita adalah kelompok umur 1223 bulan yaitu sebesar 713 balita (BPS,
2012).
b. Terapi terbaru
1. Penggunaan Obat Non Antibiotik Pasien Rawat Inap
Ringer Laktat
Ringer laktat merupakan cairan garam fiologis steril yang kandungan asam basanya
menyerupai cairan plasma darah. Ringer laktat mengandung garam NaCl (6g), KCl (0,3g),
CaCl2 (0,2g), dan Na Laktat (3,1g) dalam setiap 1 liter larutan.
Dekstrosa
Dekstrosa merupakan monosakarida yang berfungsi sebagai sumber energi bagi tubuh.
Dekstrosa disimpan di dalam tubuh sebagai lemak, serta di otot dan hati sebagai glikogen.
Dekstrosa dimetabolisme menjadi karbondioksida dan air yang bermanfaat untuk hidrasi
tubuh.
Penggunaan CRO (Cairan Rehidrasi Oral) pada Pasien Diare
Pada tahun 1975, WHO dan United Nations Children's Fund (UNICEF) sepakat untuk
mempromosikan cairan rehidrasi oral yang mengandung natrium 90 mmol/L dan glukosa
111 mmol/L dengan total osmolaritas sebesar 311 mOsm/L. Komposisi ini dipilih sebagai
suatu larutan tunggal yang digunakan untuk tatalaksana diare yang disebabkan oleh
berbagai agen infeksius dan dihubungkan dengan berbagai derajat kehilangan elektrolit.
Penggunaan Zink pada Pasien Diare
Dalam penatalaksaan pengobatan diare akut, zink mampu mengurangi durasi episode
diare hingga sebesar 25 %. Beberapa penelitian menunjukkan pemberian zink mampu
menurunkan volume dan frekuensi tinja rata-rata sebesar 30 %. Zink juga menurunkan
durasi dan keparahan pada diare persisten
Penggunaan Antipiretik pada Pasien Diare
Jenis antipiretik yang digunakan dalam penelitian ini adalah parasetamol. Selain
berfungsi sebagai antipiretik, parasetamol juga berfungsi sebagai analgesik. Antipiretik
merupakan obat yang digunakan untuk menurunkan demam yang ditandai oleh
peningkatan suhu tubuh pasien.
Penggunaan Antiemetik pada Pasien Diare
Penggunaan ondansentron sebagai antiemetik pada pasien diare akut anak merupakan
suatu pilihan yang sudah tepat. Pada mulanya odansentron merupakan obat antiemetik
untuk mengurangi efek mual dan muntah yang ditimbulkan akibat radiasi dengan efek
samping yang paling ringan.
2. Penggunaan Antasida dan H2 Blocker pada Pasien Diare
Antasida
Antasida merupakan obat yang berfungsi untuk menetralkan asam lambung sehingga
berguna untuk menghilangkan nyeri, misalnya pada penderita maag dan tukak peptik.
Antasida tidak mengurangi volume HCL yang dikeluarkan lambung, tetapi mampu
menetralisasi atau meningkatkan pH lambung.
H2Blocker
Ranitidin berfungsi untuk menghambat sekresi asam lambung. Pemberian obat ini
merupakan pilihan yang tepat untuk mengobati pasien diare akut anak yang disertai oleh
gejala magg, peningkatan asam lambung, mual dan muntah. Ranitidin adalah suatu
histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara kompetitif pada
reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung.
3. Penggunaan Probiotik dan Sinbiotik pada Pasien Diare Probiotik
Sinbiotik
Kombinasi dari pemberian probiotik dan prebiotik akan menghasilkan pengaruh sinergis
dari keduanya yang akan meningkatkan efek menguntungkan bagi tubuh. Kombinasi ini
dikenal dengan nama sinbiotik. Sinbiotik akan meningkatkan kemampuan hidup dari
probiotik saat tidak disimpan dalam lemari es dan juga saat melewati lambung yang asam.
Probiotik
Probiotik didefinisikan sebagai bakteri hidup yang diberikan sebagai suplemen makanan
yang mempunyai pengaruh yang menguntungkan terhadap kesehatan, dengan
memperbaiki keseimbangan mikroflora intestinal. Efek yang menguntungkan dari bakteri
tersebut dapat mencegah dan mengobati kondisi patologik usus bila probotik tersebut
diberikan secara oral (Waspada, 2012). Pemberian probiotik ini pada pasien diare akut
merupakan terapi yang tepat sebab telah dibuktikan melalui penelitian bahwa probiotik
efektif untuk pencegahan dan pengobatan terhadap berbagai kelainan gastrointestinal,
misalnya diare yang disebabkan oleh pemakaian antibiotik yang berlebihan, infeksi
bakteri maupun virus, intoleransi laktosa dan traveller diarrhea.

c. Pelaksanaan Pendataan, Pencatatan


Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Purposive Sampling
berjumlah 60 orang anak yang pernah mengalami diare di daerah kerja Puskesmas Bahu
Manado sesuai dengan Kriteria Inklusi yaitu Orang tua anak yang bersedia menjadi
responden, Orang tua yang memiliki anak usia 6 12 tahun dan Keluarga yang tinggal
menetap > 1 tahun.
Instrumen penelitian yang digunakan yaitu lembar kuesioner yang terdiri dari
Kuesioner Diareyang diambil dari orang lain yang dimodifikasi dan telah dilakukan uji
validitas dan reliabilitas yang terdiri dari 12 pertanyaan dengan pilihan jawaban Ya dan
Tidak, jika jawaban Ya diberi nilai 2 dan jika jawaban Tidak diberi nilai 1. Untuk
mengukur variabel sanitasi lingkungan peneliti memakai lembar kuesioner milik orang
lain dan telah dimodifikasi dan telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas yang terdiri
dari 32 pertanyaan yang terdiri dari Air bersih dan air minum terdapat 5 pertanyaan (
nomor 1, 4, 5, 6, 23 ), sumur terdapat 7 pertanyaan ( nomor 2, 3, 7, 25, 26, 27 dan 28 ),
pembungan sampah terdapat 5 pertanyaan ( 9, 10, 21, 22, 31 ), limbah terdapat 4
pertanyaan ( 8, 20, 24, 32 ), jamban terdapat 4 pertanyaan ( 11, 12, 13, 29 ), perumahan
terdapat 4 pertanyaan ( 14, 15, 16, 17 ), dan meliputi tumah ternak atau kandang terdapat
3 pertanyaan ( 18, 19, 30 ). Dengan pilihan jawaban Ya dan Tidak. Apabila jawaban Ya
diberi nilai 2 dan jawaban Tidak diberi nilai 1.
Data dianalisis melalui analisia univariat dan bivariat dengan menggunakan uji uji Chi
Square dengan tingkat kemaknaan 95% ( 0,05). Uji statistik tersebut menggunakan
program computer. Jika hasil statistik menunjukkan p 0,05itu artinya terdapat hubungan
yang bermakna antara sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada anak usia sekolah
di wilayah kerja Puskesmas Bahu Manado, dan jika p> 0,05 tidak terdapat hubungan
antara sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada anak usia sekolah di wilayah kerja
Puskesmas Bahu Manado.

d. Prevalensi
Prevalensi diare untuk Provinsi Jawa Timur sendiri mencapai 7,9%. Pada gambar tersebut
prevalensi diare Provinsi Jawa Timur menduduki peringkat ke-10 dari 33 prevalensi
menurut provinsi di Indonesia. Sedangkan Prevalensi diare berdasarkan kelompok umur
tertinggi terdapat pada kelompok umur balita (1-4 tahun) yaitu sebesar 16,7%

e. Nilai Attack Rate


Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Bahu Manado dengan jumlah 60 orang
anak, menunjukan distribusi diare sebanyak 27 anak (45,0%) dan tidak mengalami diare
27
sebanyak 33 anak (55,0%). Rumus Attack Rate = 60x100%
= 45%
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja puskesmas bahu
manado, menunjukan bahwa sanitasi lingkungan yang kurang terdapat 3 anak (17,6%)
yang tidak mengalami diare, dan sanitasi lingkungan baik terdapat 13 anak (30,2%) yang
mengalami diare.

f. Faktor Predisposisi
Pengetahuan seseorang termasuk dalam faktor predisposisi yang mana dapat
mempengaruhi perubahan perilaku kesehatan seseorang bersamaan dengan kedua faktor
lainnya yaitu faktor pemungkin dan faktor penguat. Variabel pengetahuan masih sering
menjadi bahan penelitian kesehatan. Hal ini dikarenakan faktor pengetahuan secara
langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi derajat kesehatan seseorang.
Perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan oleh pengetahuan, sikap,
kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di
samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap
kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku

Anda mungkin juga menyukai