Anda di halaman 1dari 239

PEDOMAN PELAKSANAAN

REVISI I

UPSUS
S I WA B
Upaya Khusus
Sapi Indukan Wajib Bunting

Kementerian Pertanian 239


Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan !
PEDOMAN PELAKSANAAN
UPSUS SIWAB
(Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting)
PENGENDALIAN PEMOTONGAN BETINA
PRODUKTIF

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
2017
-2-

KATA PENGANTAR

Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting, yang lebih
dikenal dengan Upsus Siwab merupakan kegiatan yang terintegrasi, menggunakan
pendekatan peran aktif masyarakat dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya
peternakan untuk mencapai kebuntingan 3 juta ekor dari 4 juta akseptor Sapi/Kerbau pada
tahun 2017.

Untuk mengawal perkembangan kinerja Upsus Siwab telah diterbitkan landasan


pelaksanaan kegiatan berupa peraturan dan keputusan Menteri Pertanian, yang masing-
masing mengatur percepatan peningkatan populasi ternak ruminansia besar; kelompok
kerja upaya khusus percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau bunting;
kesekretariatan kelompok kerja Upsus Siwab; dan tim supervisi upaya khusus percepatan
peningkatan populasi sapi dan kerbau bunting; organisasi pelaksana; dan kesekretariatan
pokja Upsus Siwab.

Untuk memantau perkembangan capaian kinerja Program Upsus Siwab secara cepat dan
real time harian (yang mencakup jumlah sapi yang di IB, sapi bunting, dan sapi yang
melahirkan) digunakan instrumen yang dikembangkan dari modul iSIKHNAS yang
diintegrasikan dengan Sistem Monitoring dan Pelaporan SMS Kementerian Pertanian.
Sedangkan pemantauan kinerja kegiatan teknis secara bulanan yang mencakup aspek
pakan, penanganan gangguan reproduksi, semen, SDM, sarana dan prasarana IB, serta
pengendalian pemotongan Sapi/Kerbau betina produktif digunakan mekanisme yang
melibatkan penanggung jawab dan petugas pelaporan Upsus Siwab di Kabupaten/Kota
dan Provinsi.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal,
Jakarta, 21 Maret
Januari 20172016
DIREKTUR JENDERAL
Direktur Jenderal PETERNAKAN
Peternakan dan DAN
KESEHATAN HEWAN,
Kesehatan Hewan,

Drh. I Ketut Diarmita. MP NIP.19621231


I198903
KETUT1DIARMITA
006
NIP. 19621231 198903 1 006

Salinan Peraturan ini disampaikaniii kepada Yth:


1. Menteri Pertanian;
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN
DAN KESEHATAN HEWAN
NOMOR : 954/kpts/PK.040/F/01/2017
NOMOR:
TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN UPAYA KHUSUS PERCEPATAN


PENINGKATAN POPULASI SAPI DAN KERBAU
TAHUN ANGGARAN 2017

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN,

Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 33 Menteri


Pertanian Nomor 48/Permentan/OT.010/ 12/2016 tentang Upaya
Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau
Bunting, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan tentang Pedoman
Pelaksanaan Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi
Sapi dan Kerbau Bunting Tahun Anggaran 2017;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan


Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4286);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4355);
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4400);
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015) sebagaimana telah
IV
diubah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun
2014 Nomor 338, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5619);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5587) sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5679);
7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017
(Lembaran Negara Tahun 2016 Nomor 240, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5948);
8. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi
Kementerian Negara (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 8);
9. Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2015 tentang Kementerian
Pertanian (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 85);
10. Keputusan Presiden Nomor 100/TPA Tahun 2016 tentang
Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan Dalam Jabatan
Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Kementerian Pertanian;
11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/
OT.210/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Pertanian;
12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/
OT.010/12/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan
Populasi Sapi dan Kerbau Bunting;
Memperhatikan : 1. Nota Dinas Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Nomor :
26012/TU.020/F2/01.2017
MEMUTUSKAN: tanggal 26 Januari 2017 perihal Revisi
Pedoman Pelaksanaan
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR Upaya Khusus Percepatan
JENDERAL PETERNAKANPeningkatan
DAN
Populasi Sapi
KESEHATAN dan Kerbau
HEWAN 2017 PEDOMAN PELAKSANAAN
TENTANG
UPAYA KHUSUS PERCEPATAN PENINGKATAN POPULASI
SAPI DAN KERBAU BUNTING TAHUN ANGGARAN 2017.
V
OT.010/12/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan
Populasi Sapi dan Kerbau Bunting;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN
KEPUTUSAN DIREKTUR
DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN
KESEHATAN HEWAN TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN
UPAYA KHUSUS PERCEPATAN PENINGKATAN POPULASI
SAPI DAN KERBAU BUNTING TAHUN ANGGARAN 2017.

KESATU : Pedoman Pelaksanaan Upaya Khusus Percepatan Peningkatan


Populasi Sapi dan Kerbau Bunting Tahun Anggaran 2017,
sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

KEDUA : Pedoman Pelaksanaan Upaya Khusus Percepatan Peningkatan


Populasi Sapi dan Kerbau Bunting Tahun Anggaran 2017
sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU, meliputi:

1. Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB serta


Pelaksanaan IB;

2. Distribusi Dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2) Cair


dan Kontainer;

3. Gangguan Reproduksi (GANGREP) 2017;

4. Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat


Tahun 2017;

5. Pengendalian Betina Produktif SIWAB 2017;dan

6. Sistem Monev
Sistem dandan
Monev Pelaporan UPSUS
Pelaporan SIWAB.
UPSUS SIWAB.

KETIGA : Pedoman Pelaksanaan Upaya Khusus Percepatan Peningkatan


Populasi Sapi dan Kerbau Bunting Tahun Anggaran 2017
sebagaimana dimaksud dalam diktum KEDUA, sebagai acuan
bagi semua pihak terkait dalam pelaksanaan kegiatan Upaya
Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau
Bunting Tahun Anggaran 2017.

KEEMPAT : Dengan ditetapkannya Pedoman Pelaksanaan ini, Pedoman


Pelaksanaan dan Teknis terkait Upaya Khusus Percepatan
Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
VI

KELIMA : Keputusan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan


bagi semua pihak terkait dalam pelaksanaan kegiatan Upaya
Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau
Bunting Tahun Anggaran 2017.

KEEMPAT : Dengan ditetapkannya Pedoman Pelaksanaan ini, Pedoman


Pelaksanaan dan Teknis terkait Upaya Khusus Percepatan
Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

KELIMA : Keputusan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan


ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal, 30-01-2017
21 Maret 2016
DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN
KESEHATAN HEWAN,

I KETUT DIARMITA
NIP. 19621231 198903 1 006

Salinan Peraturan ini disampaikan kepada Yth:


1. Menteri Pertanian;
2. Pimpinan Esellon I lingkup Kementerian Pertanian.

VII
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN
KESEHATAN HEWAN
NOMOR : 954/kpts/PK.040/F/01/2017
TANGGAL : 30-01-2017

1. OPERASIONALISASI UPSUS SIWAB


2. PENETAPAN STATUS REPRODUKSI DAN PENANGANAN GANGGUAN
REPRODUKSI
3. PENYEDIAAN SEMEN BEKU, TENAGA TEKNIS DAN SARANA IB SERTA
PELAKSANAAN IB
4. DISTRIBUSI DAN KETERSEDIAAN SEMEN BEKU, NITROGEN (N2) CAIR
DAN KONTAINER
5. PEMENUHAN HIJAUAN PAKAN TERNAK DAN PAKAN KONSENTRAT
6. PENGENDALIAN PEMOTONGAN BETINA PRODUKTIF
7. SISTEM MONEV DAN PELAPORAN UPSUS SIWAB

VIII
OPERASIONALISASI UPSUS SIWAB

OPERASIONALISASI UPSUS SIWAB

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
2017

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
2017

Buku I Operasionalisasi UPSUS SIWAB


DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i


DAFTAR ISI ii ........................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................
........................................................................................ iii iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................
................................................................................... iv iv
BAB I ................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2. Tujuan dan Sasaran .......................................................................... 2


1.3. Keluaran ............................................................................................ 2
1.4. Dasar Pelaksanaan ........................................................................... 2
1.5. Konsep dan Definisi .......................................................................... 32
...................................................................
1.6. Ruang Lingkup ............................................................ 3 3
BAB II ...........................................................
GAMBARAN UMUM DAN 4
TARGET .............................................................. 5

2.1. Gambaran Umum .............................................................................. 54


2.2. Target UPSUS SIWAB 2017 ............................................................. 54

BAB III ............ 15


STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ....................................... 16

16
3.1. Operasionalisasi UPSUS SIWAB .................................................... 17
3.2. Komponen Umum dan 16
Teknis ..................................................... 17
17
3.3. Pelaksanaan IBIBdan Introduksi IB ................................................ 18

ii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Struktur Populasi Sapi dan Kerbau Tahun 2017 ............................... 54

Tabel 2. Target Upsus Siwab 2017 ................................................................. 76

Tabel 3. Ringkasan Standar Operasional Prosedur (SOP)

Upsus Siwab 2017 ..................................................................................... 18


20

Buku I Operasionalisasi UPSUS SIWAB iii


DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Alur Kerja Upsus Siwab Tahun 2017 ........................................... 6 5

iv
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pangan merupakan kebutuhan dasar utama manusia yang pemenuhannya
merupakan bagian dari hak asasi setiap rakyat Indonesia. Pangan senantiasa harus
tersedia secara cukup, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang
terjangkau daya beli masyarakat, serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat.
Bila ditinjau dari sumber asalnya, bahan pangan terdiri atas pangan nabati (asal
tumbuhan) dan pangan hewani (asal ternak dan ikan). Bahan pangan hewani yang
berasal dari ternak adalah daging, telur dan susu yang berfungsi sebagai sumber zat
gizi, utamanya protein dan lemak. Berdasarkan data tahun 2009-2014, konsumsi
daging ruminansia meningkat sebesar 18,2% dari 4,4 gram/kap/hari pada tahun 2009
menjadi 5,2 gram/kap/hari pada tahun 2014. Dilain pihak dalam kurun waktu yang
sama penyediaan daging sapi lokal rata-rata baru memenuhi 65,24% kebutuhan total
nasional. Sehingga kekurangannya masih dipenuhi dari impor, baik berupa sapi
bakalan maupun daging beku.
Menghadapi tantangan tersebut, Pemerintah perlu menyusun program peningkatan
produksi daging sapi/kerbau dalam negeri, menggunakan pendekatan yang lebih
banyak mengikutsertakan peran aktif masyarakat. Mulai tahun 2017, Pemerintah
menetapkan Upsus Siwab (upaya khusus percepatan peningkatan populasi sapi dan
kerbau bunting). Dengan upaya khusus ini sapi/kerbau betina produktif milik peternak
dipastikan dikawinkan, baik melalui inseminasi buatan maupun kawin alam.
Sebagai dasar pelaksanaan kegiatan ini, telah terbit Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 48/Permentan/PK.210/10/2016, tentang Upaya Khusus Percepatan
Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting. Selain itu, untuk mengawal
operasionalisasinya di lapangan, telah diterbitkan Kepmentan Nomor
656/Kpts/OT.050/10/2016, tentang Kelompok Kerja Upaya Khusus Percepatan
Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting, Keputusan Menteri Pertanian Nomor
8932/Kpts/OT.050/F/12/2016, tentang Sekretariat Kelompok Kerja Upus Siwab, dan
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 8933/Kpts/OT.050/F/12/2016, tentang Tim
Supervisi Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting.
Untuk memberikan pemahaman yang utuh tentang Upsus Siwab 2017, perlu disusun
pedoman pelaksanaan yang didalamnya terdiri dari beberapa pedoman teknis
seperti: (1) Pelaksanaan Kegiatan IB dan Introduksi IB; (2) Penanganan Gangguan
Reproduksi; (3) Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan
Konsentrat; (4) Penyelamatan Betina Produktif; dan (5) Monitoring, Evaluasi, dan
Pelaporan.

Buku I Operasionalisasi UPSUS SIWAB 1


1.2.
1.2. Tujuan
Tujuan dan
dan Sasaran
Sasaran
1.2. Tujuan
1. dan Sasaran
1. Tujuan
Tujuan
1. a.
a. Menyediakan
Menyediakan payung
Tujuan payung dan
dan menyamakan
menyamakan persepsi
persepsi pelaksanaan
pelaksanaan Program
Program
a. Upsus Siwab
Menyediakan 2017.
payung
Upsus Siwab 2017. dan menyamakan persepsi pelaksanaan Program
b. Meningkatkan
b. Upsus populasi
Siwab 2017.
Meningkatkan dan produksi ternak sapi dan kerbau.
populasi dan produksi ternak sapi dan kerbau.
b. Meningkatkan populasi dan produksi ternak sapi dan kerbau.
2.
2. Sasaran
Sasaran
2. Sasaran
Sasaran pengguna
pengguna pedoman
pedoman pelaksanaan
pelaksanaan ini
ini adalah
adalah pemangku
pemangku kepentingan
kepentingan
yang terdiri
Sasaran dari
pengguna Pemerintah,
pedoman UPT Pusat
pelaksanaan dan
ini Daerah,
adalah Pemerintah
pemangku
yang terdiri dari Pemerintah, UPT Pusat dan Daerah, Pemerintah Daerah
kepentingan
Daerah
yang melaksanakan
terdiri dari fungsi peternakan
Pemerintah, UPT dan
Pusat kesehatan
dan Daerah,hewan di provinsi
Pemerintah
yang melaksanakan fungsi peternakan dan kesehatan hewan di provinsi dan
Daerah
dan
kabupaten/kota
yang melaksanakanseluruh Indonesia.
fungsi peternakan
kabupaten/kota seluruh Indonesia. dan kesehatan hewan di provinsi dan
kabupaten/kota seluruh Indonesia.
1.3.
1.3. Keluaran
Keluaran
1.3. Keluaran
a. Terlayaninya
Terlayaninya perkawinan
perkawinan sapi/kerbau
sapi/kerbau betina
betina sebanyak
a. sebanyak 4 4 juta
juta akseptor.
akseptor.
a. Terlayaninya perkawinan sapi/kerbau betina sebanyak 4 juta akseptor.
b.
b. Terjadinya
Terjadinya kebuntingan
kebuntingan sapi/kerbau
sapi/kerbau 3 3 juta
juta ekor
ekor di
di tahun
tahun 2017.
2017.
b. Terjadinya kebuntingan sapi/kerbau 3 juta ekor di tahun 2017.
1.4.
1.4. Dasar
Dasar Pelaksanaan
Pelaksanaan
1.4. Dasar
1. Pelaksanaan Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang
1. Peraturan
Peraturan Menteri
Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang
1. Organisasi
Peraturan dan
dan Tata
Organisasi Menteri Kerja
Kerja Kementerian
TataPertanian Pertanian
Nomor 43/Permentan/OT.010/8/2015
Kementerian Pertanian tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian
2.
2. Peraturan Menteri
Peraturan Menteri Pertanian
Pertanian Nomor
Nomor 48/Permentan/PK.210/10/2016
48/Permentan/PK.210/10/2016 tentang tentang
2. Upaya Khusus
Peraturan Percepatan
Menteri PertanianPeningkatan
Nomor Populasi Sapi dan
48/Permentan/PK.210/10/2016Kerbau
Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau tentang
Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau
3.
3. Keputusan Menteri
Keputusan Menteri Pertanian
Pertanian Nomor
Nomor 656/Kpts/OT.050/10/2016
656/Kpts/OT.050/10/2016 tentangtentang
3. Kelompok
Keputusan Kerja Upaya
Menteri Khusus
Pertanian Percepatan
Nomor Peningkatan Populasi
656/Kpts/OT.050/10/2016
Kelompok Kerja Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi Sapi dan
tentang
dan
Kerbau
KelompokBunting
Kerja
Kerbau Bunting Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan
Kerbau Bunting
4.
4. Keputusan
Keputusan Menteri
Menteri Pertanian
Pertanian Nomor
Nomor 7589/Kpts/F/10/2016
7589/Kpts/F/10/2016 tentangtentang
4. Sekretariat
Keputusan Kelompok
Menteri Kerja Upus
Pertanian Siwab
Sekretariat Kelompok Kerja Upus Siwab Nomor 7589/Kpts/F/10/2016 tentang
Sekretariat Kelompok Kerja Upus Siwab
5.
5. Keputusan
Keputusan Menteri
Menteri Pertanian
Pertanian Nomor
Nomor 7659/Kpts/OT.050/F/11/2016
7659/Kpts/OT.050/F/11/2016 tentangtentang
5. Tim Supervisi
Keputusan Upaya
Menteri Khusus
Pertanian Percepatan
Nomor Peningkatan Populasi
7659/Kpts/OT.050/F/11/2016
Tim Supervisi Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi Sapi dan
tentang
dan
Kerbau
Tim Bunting
Supervisi
Kerbau Bunting Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan
Kerbau Bunting
6.
6. DIPA
DIPA Direktorat
Direktorat Jenderal
Jenderal Peternakan
Peternakan dandan Kesehatan
Kesehatan Hewan
Hewan Tahun
Tahun 2017
2017
6. Nomor
DIPA 018.06.1.238776
Direktorat Jenderal
Nomor 018.06.1.238776 Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2017
Nomor 018.06.1.238776
1.5.
1.5. Konsep
Konsep dan
dan Definisi
Definisi
1.5. Konsep dan Definisi
Dalam
Dalam Pedoman
Pedoman Pelaksanaan
Pelaksanaan Upsus
Upsus Siwab
Siwab 2017
2017 ini
ini yang
yang dimaksud
dimaksud dengan:
dengan:
Dalam
1. Pedoman Pelaksanaan Upsus Siwab 2017 ini yang dimaksud dengan:
1. Upaya
Upaya Khusus
Khusus Percepatan
Percepatan Peningkatan
Peningkatan Populasi
Populasi Sapi
Sapi dan
dan Kerbau
Kerbau Bunting
Bunting
1. yang
Upaya selanjutnya
Khusus disebut
Percepatan UPSUS SIWAB,
Peningkatan adalah
Populasi kegiatan
Sapi dan yang terintegrasi
Kerbau
yang selanjutnya disebut UPSUS SIWAB, adalah kegiatan yang terintegrasi Bunting
untuk
yang percepatan
untukselanjutnya
percepatan peningkatan
disebut populasi
UPSUS SIWAB,
peningkatan adalah
populasi sapi
sapi dan
kegiatan
dan yang kerbau secara
terintegrasi
kerbau secara
berkelanjutan.
untuk percepatan
berkelanjutan. peningkatan populasi sapi dan kerbau secara
berkelanjutan.
2.
2. Inseminasi
Inseminasi Buatan,
Buatan, yang
yang selanjutnya
selanjutnya disingkat
disingkat IB, IB, adalah
adalah teknik
teknik
2 2. Inseminasi Buatan, yang selanjutnya disingkat IB, adalah teknik
memasukkan mani atau semen ke dalam alat reproduksi ternak betina
sehat untuk dapat membuahi sel telur dengan menggunakan alat
inseminasi.
3. Inseminator adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan
keterampilan khusus untuk melakukan IB.
4. Asisten Teknis Reproduksi, yang selanjutnya disebut ATR, adalah petugas
yang telah dididik dan lulus dalam latihan keterampilan dasar manajemen
reproduksi.
5. Petugas Pemeriksa Kebuntingan, yang selanjutnya disebut Petugas PKb,
adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan keterampilan
khusus untuk melakukan pemeriksaan kebuntingan.
6. Akseptor adalah ternak sapi/kerbau betina produktif yang dimanfaatkan
untuk inseminasi buatan dan kawin alam
7. Akseptor yang di IB adalah jumlah ternak sapi/kerbau betina produktif yang
telah diinseminasi buatan
8. Capaian Kinerja Kegiatan adalah output yang dihasilkan dari
operasionalisasi kegiatan teknis Upsus Siwab, yang mencakup: 1) Target
akseptor Upsus Siwab masing-masing Provinsi/Kabupaten/Kota; 2)
Penanaman Hijauan Pakan Ternak dan Pengadaan Pakan Konsentrat; 3)
Penanganan Gangguan Reproduksi; 4) Produksi Semen Beku Standar SNI;
5) Ketersediaan dan Kecukupan Tenaga Inseminator, PKb dan ATR; 6)
Distribusi kontainer, Semen Beku, dan N2 Cair; 7) Pengendalian
Pemotongan Sapi/Kerbau Betina Produktif.
9. Capaian Kinerja Program adalah outcome yang dihasilkan dari Upsus
Siwab yaitu jumlah sapi/kerbau yang berhasil bunting tahun 2017.

1.6. Ruang Lingkup


Pedoman Pelaksanaan Upsus Siwab 2017 merupakan acuan yang masih bersifat
umum yang merupakan dasar pijakan (payung) untuk operasional kegiatan dan telah
dilengkapi juga dengan Pedoman yang bersifat teknis dari masing-masing kegiatan
seperti: (1) Penetapan Status Reproduksi dan Penanganan Gangguan Reproduksi;
(2) Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis dan Sarana IB serta Pelaksanaan IB;
(3) Distribusi dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2) Cair dan Kontainer; (4)
Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat; (5) Pengendalian
Pemotongan Betina Produktif; dan (6) Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan. Apabila
dipandang perlu sesuai dengan kebutuhan teknis ataupun wilayah dapat diperjelas
dengan penerbitan Pedoman Teknis.

Buku I Operasionalisasi UPSUS SIWAB 3


II. II. GAMBARAN UMUM DAN TARGET

2.1. Gambaran Umum


Dalam menghitung perkiraan populasi dan jumlah akseptor sapi/kerbau tahun 2017
digunakan basis data hasil Sensus Pertanian tahun 2013 (ST 2013). Secara nasional
perkiraan total populasi sapi/kerbau betina dewasa (umur 2-8 tahun) pada tahun
2017 sebesar 5,9 juta ekor (lihat Tabel 1).

Tabel 1. Struktur Populasi Sapi dan Kerbau Tahun 2017


No Jenis Total Populasi Populasi Betina Target Akseptor
(ekor) Dewasa 2-8 th (ekor) IB
1 Sapi Potong 13.597.154 5.622.835
2 Sapi Perah 472.000 296.086
3 Kerbau 1.127.000 452.622
Jumlah Potensi Akseptor (1+2) 5.918.921 4.000.000

2.2. Target Upsus Siwab 2017


Dari jumlah potensi akseptor seperti Tabel 1, yang diperkirakan menjadi akseptor
sebesar 70% atau setara 4 juta ekor. Melalui upaya khusus, dari 4 juta akseptor
tersebut target kebuntingannya 73% atau setara dengan 3 juta ekor. Sasaran target
aseptor dan sasaran kebuntingan di masing-masing provinsi dan kabupaten/kota
dapat dilihat pada Tabel 2.

Sasaran IB dalam Upsus Siwab sebanyak 4 juta akseptor (lihat Gambar 1 tentang
Alur Kerja Upsus Siwab Tahun 2017), terdiri dari: 2,9 juta akseptor yang dipelihara
secara intensif di pulau Jawa, Bali, dan Lampung (total populasi betina dewasa 3,3
juta ekor); 0,8 juta ekor akseptor yang dipelihara secara semi intesif di Sulawesi
Selatan, Pulau Sumatera, dan Kalimatan (total populasi betina dewasa 1,9 juta ekor);
dari 0,3 juta akseptor dipelihara secara ektensif di NTT, NTB, Papua, Maluku,
Sulawesi, Aceh, dan Kalimantan Utara (total populasi betina dewasa 0,7 juta ekor).

Sasaran pendukung keberhasilan Upsus Siwab 2017 perlu penanaman hijauan


pakan ternak 13.000 Ha (10.400 Ha di daerah insentif dan 2.600 Ha di daerah
ekstensif); penanganan gangguan reproduksi 300.000 ekor; perbaikan reproduksi
karena hipofungsi 22.500 ekor dan penyelamatan pemotongan betina produktif di 40
lokasi kabupaten/kota.

4
Langkah Operasional Populasi Akseptor
Betina
1. Jaminan Dewasa
1. 2600 ha ketersed
penanama iaan 0.7 juta
n HPT Ekstensif
pakan
(rumput
2. Jaminan 0,3 juta
dan/legu
NTT, NTB,

m) ketersed
Papua,

Buku I Operasionalisasi UPSUS SIWAB


2. Prasarana iaan air
Maluku,

sumber
Sulawesi,Aceh

3. Pencega
air
, Kaltara

han
penyakit
Semi intensif
1.9 juta
Kombinasi 0,8 SIWA 4 jt
B akseptor
Sulsel, Inka +
Sumatera, IB
Kalimantan

1. 10.400 ha penanaman HPT Intensif


(rumput dan/legum) 3.3 juta
2. Penyehatan gangrep 2,9 Juta
3. 8 Jt semen beku
Jawa, Bali,

4. N2 cair dan container


Lampung

5. Tenaga inseminator, PKB, Intensif 3 Juta


&ATR bersertifikat Bunting
kompetensi
Embrio

6. Penyelamatan betina
transfer

produktif

5
M Tabel 2. Target Upsus Siwab 2017

TARG ET
No PROVINSI
ASEPTOR BUNTING
1 Aceh 105.867 60.344
Aceh Barat 1.265 721
Aceh Besar 16.226 9.249
Aceh Jaya 3.525 2.009
Aceh Si ngki l 999 569
Aceh Tamiang 12.926 7.368
Aceh Tengah 1.477 842
Aceh Tenggara 992 565
Aceh Timur 13.050 7.439
Aceh Utara 17.592 10.027
Bi reuen 13.219 7.535
Gayo Lues 1.368 780
Langsa 1.478 842
Lhokseumawe 2.117 1.207
Nagan Raya 2.532 1.443
Pidie 12.460 7.102
Pidie Jaya 4.641 2.645
2 Bali 128.204 102.563
Badung 9.826 7.861
Bangl i 19.963 15.970
Buleleng 24.912 19.930
Denpasar 1.729 1.383
Gianyar 10.833 8.666
Jembrana 9.679 7.743
Karang Asem 29.348 23.478
Kl u ngku ng 9.101 7.281
Tabanan 12.813 10.250
3 Banten 8.208 5.746
Le bak 644 451
Se rang 1.161 813
Tangerang 6.403 4.482
4 Bengkulu 36.355 23.631
Bengkul u 2.030 1.320
Bengkulu Selatan 4.750 3.088
Bengkulu Tengah 2.411 1.567
Bengkulu Utara 10.533 6.846
Kaur 2.882 1.873
Kepahiang 910 592
Mukomuko 5.422 3.524
Rejang Lebong 2.056 1.336

6
No PROVINSI TARG ET
ASEPTOR BUNTING
5 DIY 101.121 82.919
Bantul 18.528 15.193
Gunung Kidul 50.491 41.403
Kulon Progo 16.716 13.707
Sleman 15.386 12.617
6 DKI Jakarta 1.424 1.068
Jakarta Selatan 791 593
JAKARTA TIMUR 633 475
7 Gorontalo 38.765 21.321
Boalemo 6.540 3.597
Bone Bolango 4.889 2.689
Gorontalo 16.363 9.000
Gorontalo Utara 5.265 2.896
Pohuwato 5.708 3.139
8 Jambi 40.861 26.560
Batang Hari 2.489 1.618
Bungo 7.960 5.174
Ke ri nci 3.925 2.551
Me rangi n 5.002 3.251
Muaro Jambi 5.144 3.344
Sarolangun 2.702 1.756
Sungai Penuh 1.073 697
Tanjung Jabung Barat 2.266 1.473
Tanjung Jabung Timur 4.285 2.785
Tebo 6.015 3.910
9 Jawa Barat 166.094 136.197
Bandung 24.458 20.056
Bandung Barat 17.834 14.624
Be kasi 7.808 6.403
Bogor 13.560 11.119
Ciamis 8.063 6.612
Cianjur 8.563 7.022
Cirebon 1.117 916
Depok 1.130 927
Garut 16.309 13.373
Indramayu 3.078 2.524
Karawang 3.211 2.633
Kuni ngan 9.206 7.549
Majalengka 3.751 3.076
Purwakarta 3.955 3.243
Subang 9.132 7.488
Sukabumi 6.911 5.667
Sumedang 14.474 11.869
Tasikmalaya 13.534 11.098
Buku I Operasionalisasi UPSUS SIWAB 7
No PROVINSI TARG ET
ASEPTOR BUNTING
10 Jawa Tengah 514.984 427.437
Banjarnegara 10.635 8.827
Banyumas 5.576 4.628
Batang 5.404 4.485
Blora 62.555 51.921
Boyolal i 52.471 43.551
Bre bes 8.880 7.370
Cilacap 5.007 4.156
Demak 1.259 1.045
Grobogan 43.500 36.105
Jepara 12.337 10.240
Karanganyar 19.144 15.890
Kebumen 19.833 16.461
Kendal 5.963 4.949
Klate n 26.448 21.952
Kudus 3.185 2.644
Magelang 20.154 16.728
Pati 26.594 22.073
Pekalongan 6.021 4.997
Pemalang 2.545 2.112
Purbal i ngga 4.144 3.440
Purworejo 4.409 3.659
Rembang 37.044 30.747
Salatiga 1.751 1.453
Semarang 27.354 22.704
Srage n 26.248 21.786
Sukoharjo 8.411 6.981
Tegal 2.932 2.434
Temanggung 8.842 7.339
Wonogi ri 48.982 40.655
Wonosobo 7.356 6.105
11 Jawa Timur 1.365.138 1.146.716
Bangkalan 63.519 53.356
Banyuwangi 29.990 25.192
Blitar 49.503 41.583
Bojonegoro 50.229 42.192
Bondowoso 52.265 43.903
Gresik 14.471 12.156
Jember 71.115 59.737
Jombang 22.300 18.732
Kedi ri 64.493 54.174
Kota Batu 5.616 4.717
Kota Bl itar 970 815
Kota Malang 1.524 1.280
Kota Probolinggo 2.842 2.387
Lamongan 29.296 24.609

8
No PROVINSI TARG ET
ASEPTOR BUNTING
Lumajang 55.937 46.987
Madi u n 15.042 12.635
Magetan 32.456 27.263
Malang 94.416 79.309
Mojokerto 22.057 18.528
Nganj u k 41.914 35.208
Ngawi 28.131 23.630
Pacitan 24.752 20.792
Pamekasan 40.361 33.903
Pasuruan 71.046 59.679
Ponorogo 26.027 21.863
Probol i nggo 81.528 68.484
Sampang 62.956 52.883
Sidoarjo 4.036 3.390
Situbondo 51.549 43.301
Sumenep 114.446 96.135
Trenggalek 11.852 9.956
Tuban 88.685 74.495
Tulu ngagung 39.814 33.444
12 Kalimantan Barat 36.373 23.642
Be ngkayang 2.245 1.459
Kapuas Hulu 2.250 1.463
Kayong Utara 1.323 860
Ketapang 7.466 4.853
Kubu Raya 3.596 2.337
Landak 1.970 1.281
Me l awi 2.119 1.377
Pontianak 3.983 2.589
Sambas 2.537 1.649
Sanggau 2.478 1.611
Se kadau 2.978 1.936
Si ngkawang 1.312 853
Si ntang 2.116 1.375
13 Kalimantan Selatan 35.266 22.923
Banjar 4.788 3.112
Banjar Baru 890 579
Barito Kuala 1.547 1.006
Hulu Sungai Selatan 868 564
Hulu Sungai Tengah 1.685 1.095
Kota Baru 3.161 2.055
Tabalong 1.187 772
Tanah Bumbu 4.894 3.181
Tanah Laut 14.545 9.454
Tapin 1.701 1.106

Buku I Operasionalisasi UPSUS SIWAB 9


No PROVINSI TARG ET
ASEPTOR BUNTING
14 Kalimantan Tengah 8.971 5.831
Gunung Mas 660 429
Kapuas 655 426
Kati nga n 1.362 885
Kotawaringin Barat 1.749 1.137
Kotawaringin Timur 1.076 699
La mandau 538 350
Pulang Pisau 1.474 958
Se ruya n 1.457 947
15 Kalimantan Timur 18.942 12.312
Ba likpapan 788 512
Be ra u 2.230 1.450
Kutai Barat 1.314 854
Kutai Kartanegara 5.370 3.491
Kuta i Timur 3.108 2.020
Pase r 2.842 1.847
Penajam Paser Utara 2.419 1.572
Samari nda 871 566
16 Kalimantan Utara 2.591 1.373
Bulu nga n 1.303 691
Nunu ka n 1.288 683
17 Kep. Bangka Belitung 2.004 1.182
Bangka Tengah 900 531
Be l itu ng 520 307
Belitung Timur 584 345
18 Kepulauan Riau 6.039 3.563
Kepulauan Anambas 1.537 907
LINGGA 802 473
N atuna 3.700 2.183
19 Lampung 190.889 152.711
Lampung Barat 5.960 4.768
Lampung Selatan 31.772 25.418
Lampung Tengah 75.451 60.361
La mpung Timur 33.596 26.877
Lampung Utara 8.551 6.841
Mesuj i 2.568 2.054
Metro 1.717 1.374
Pesawara n 4.890 3.912
Pri ngsewu 3.840 3.072
Tanggamus 1.529 1.223
Tulang Bawang Barat 4.796 3.837
Tu l angbawang 7.432 5.946
Way Kanan 8.787 7.030
20 Maluku 17.237 9.136
Bu ru 3.958 2.098
Maluku Barat Daya 2.234 1.184
Maluku Tengah 6.119 3.243
Seram Bagian Barat 3.709 1.966
Seram Bagian Timur 1.217 645

10
No PROVINSI TARG ET
ASEPTOR BUNTING
21 Maluku Utara 11.806 6.257
Halmahera Barat 1.808 958
Halmahera Selatan 1.285 681
Halmahera Tengah 535 284
Halmahera Timur 1.993 1.056
Halmahera Utara 2.646 1.402
Kepulauan Sula 1.558 826
Pulau Morotai 882 467
Tidore Kepulauan 1.099 582
22 NTB 139.995 81.197
Bi ma 23.811 13.810
Dompu 15.906 9.225
Lombok Barat 11.290 6.548
Lombok Tengah 20.644 11.974
Lombok Timur 17.036 9.881
Lombok Utara 11.566 6.708
Sumbawa 32.832 19.043
Sumbawa Barat 6.910 4.008
23 NTT 146.965 83.770
Alor 831 474
Bel u 21.326 12.156
Ende 6.202 3.535
Kab. Kupang 965 550
Kota Kupang 27.156 15.479
Lembata 792 451
Manggarai 4.421 2.520
Manggarai Barat 2.307 1.315
Manggarai Timur 2.287 1.304
Nagekeo 5.023 2.863
Ngada 4.742 2.703
Rote Ndao 8.092 4.612
Sabu Raijua 622 355
Sikka 2.443 1.393
Sumba Tengah 992 565
Sumba Timur 9.496 5.413
Timor Tengah Selatan 29.830 17.003
Timor Tengah Utara 19.438 11.080
24 Papua 15.571 8.564
Jayapura 3.524 1.938
Jayawijaya 769 423
Keerom 2.482 1.365
Me rauke 6.014 3.308
Nabi re 2.233 1.228
Sarmi 549 302

Buku I Operasionalisasi UPSUS SIWAB 11


No PROVINSI TARG ET
ASEPTOR BUNTING
25 Papua Barat 11.079 5.872
Fakfak 648 343
Manokwari 5.492 2.911
Sorong 4.939 2.618
26 Riau 56.208 36.535
Be ngkal is 3.583 2.329
DUMAI 1.380 897
Indragi ri Hilir 1.584 1.030
Indragiri Hulu 8.913 5.793
Kampar 8.540 5.551
Kepulauan Meranti 1.186 771
Kuantan Singingi 7.662 4.980
Pekanbaru 1.555 1.011
Pelalawan 2.390 1.554
Rokan Hilir 4.995 3.247
Rokan Hulu 11.080 7.202
SIAK 3.340 2.171
27 Sulawesi Barat 19.765 11.068
Majene 3.255 1.823
Mamasa 1.398 783
Mamuju 5.527 3.095
Mamuju Utara 2.018 1.130
Polewali Mandar 7.567 4.238
28 Sulawesi Selatan 340.467 224.708
Bantaeng 7.064 4.662
Barru 17.725 11.699
Bone 89.728 59.220
Bul u ku mba 18.959 12.513
Enrekang 16.109 10.632
Gowa 30.336 20.022
Jeneponto 7.357 4.856
Kepulauan Selayar 5.305 3.501
Luwu 5.635 3.719
Luwu Timur 4.886 3.225
Luwu Utara 7.843 5.176
Makassar 1.129 745
Maros 20.934 13.816
Palopo 926 611
Pangkajene Dan Kepulauan 11.725 7.739
Pare-Pare 1.418 936
Pinrang 7.993 5.275
Sidenreng Rappang 10.763 7.104
Sinjai 24.354 16.074
Soppeng 9.413 6.213
Takalar 12.559 8.289
Tana Toraja 2.284 1.507
^Vajo 26.022 17.175
12
No PROVINSI TARG ET
ASEPTOR BUNTING
29 Sulawesi Tengah 56.226 30.924
Banggai 12.289 6.759
Banggai Kepulauan 3.594 1.977
Buol 3.139 1.726
Donggala 7.890 4.340
Morowal i 4.728 2.600
Pal u 1.841 1.013
Parigi Moutong 5.889 3.239
Poso 3.175 1.746
Sigi 5.969 3.283
Tojo Una-Una 4.716 2.594
Tol i-Tol i 2.996 1.648
30 Sulawesi Tenggara 47.468 26.107
Bombana 9.077 4.992
Buton 2.476 1.362
Buton Utara 761 419
Kendari 465 256
Kolaka 5.003 2.752
Konawe 6.403 3.522
Konawe Selatan 11.865 6.526
Konawe Utara 1.287 708
Muna 10.131 5.572
31 Sulawesi Utara 26.940 15.086
Bitung 686 384
Bolaang Mongondow 5.618 3.146
Bolaang Mongondow Selatan 1.040 582
Bolaang Mongondow Timur 828 464
Bolaang Mongondow Utara 3.435 1.924
Manado 720 403
Mi nahasa 4.626 2.591
Minahasa Selatan 4.156 2.327
Minahasa Tenggara 1.053 590
Minahasa Utara 3.958 2.216
Tomohon 820 459

Buku I Operasionalisasi UPSUS SIWAB 13


No PROVINSI TARG ET
ASEPTOR BUNTING
32 Sumatera Barat 111.293 75.679
Agam 9.495 6.457
Dharmasraya 9.032 6.142
Lima Puluh Kota 9.781 6.651
Padang 4.546 3.091
Padang Pariaman 11.652 7.923
Pariaman 1.007 685
Pasaman 1.879 1.278
Pasaman Barat 4.615 3.138
Payakumbuh 1.410 959
Pesisir Selatan 26.630 18.108
Sawah Lunto 1.915 1.302
Sij u nj ung 5.049 3.433
Solok 11.170 7.596
Solok Selatan 2.980 2.026
Tanah Datar 10.132 6.890
33 Sumatera Selatan 64.984 42.889
Banyu Asi n 9.238 6.097
Empat Lawang 1.445 954
Lahat 3.334 2.200
Muara Enim 4.893 3.229
Musi Banyuasin 7.653 5.051
Musi Rawas 7.233 4.774
Ogan Ilir 3.760 2.482
Ogan Komering Ilir 5.318 3.510
Ogan Komering Ulu 2.279 1.504
Ogan Komering Ulu Selatan 3.377 2.229
Ogan Komering Ulu Timur 14.437 9.528
Palembang 2.017 1.331
34 Sumatera Utara 125.900 84.353
Asahan 19.390 12.991
Batu Bara 6.689 4.482
Binjai 1.055 707
Dai ri 665 446
Deli Serdang 13.277 8.896
Karo 3.448 2.310
Labuhan Batu 3.914 2.622
Labuhan Batu Selatan 2.446 1.639
Labuhan Batu Utara 6.461 4.329
Langkat 27.117 18.168
Mandailing Natal 1.050 704
Medan 711 476
Padang Lawas 2.266 1.518
Padang Lawas Utara 3.101 2.078
Serdang Bedagai 10.372 6.949
Si mal ungu n 23.938 16.038
Grand Total 4.000.000 3.000.187

14
III.
III. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

Pedoman Pelaksanaan Operasionalisasi Upsus Siwab 2017 dibuat secara garis


besar dan masih merupakan payung, sehingga diperjelas dengan dilengkapi
beberapa pedoman yang brsifat teknis yang merupakan satu kesatuan dengan
Pedoman Pelaksanaan ini.
Pedoman teknis tersebut di atas meliputi: (1) Penetapan Status Reproduksi dan
Penanganan Gangguan Reproduksi; (2) Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis
dan Sarana IB serta Pelaksanaan IB; (3) Distribusi dan Ketersediaan Semen Beku,
Nitrogen (N2) Cair dan Kontainer; (4) Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan
Konsentrat; (5) Pengendalian Pemotongan Betina Produktif; dan (6) Monitoring,
Evaluasi dan Pelaporan.
Secara keseluruhan, untuk menjalankan Upsus Siwab 2017 mengacu pada 1 (satu)
Pedoman Pelaksanaan bersama 6 (enam) Pedoman Teknis yang merupakan bagian
tidak terpisahkan. Pedoman Teknis yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Pedoman Teknis Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis dan Sarana IB
serta Pelaksanaan IB. Pedoman teknis ini menjelaskan pelaksanaan IB
dengan target 4.000.000 akseptor dan sapi/kerbau bunting di tahun 2017
sebanyak 3.000.000 ekor.
2) Pedoman Teknis Distribusi dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2) Cair
dan Kontainer. Pedoman teknis ini menjelaskan ketersediaan semen beku, N2
cair, dan container serta mengatur tatacara pendistribusiannya ke lokasi
pelaksanaan Upsus Siwab ke seluruh Indonesia.
3) Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi menjelaskan
penanganan medis gangguan reproduksi ternak dengan target sebanyak
300.000 ekor yang diharapkan menjadi sehat kembali dan dapat dilakukan IB
dan berhasil bunting.
4) Pedoman Teknis Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat
menjelaskan penyediaan hijauan pakan ternak dan pakan konsentrat untuk
memperbaiki kondisi ternak dengan target 22.500 ekor dari BCS lebih kecil

Buku I Operasionalisasi UPSUS SIWAB 15


sama dengan (< 2) menjadi lebih besar sama dengan (> 3) sehingga dapat
dilakukan IB dan berhasil bunting.
5) Pedoman Teknis Pengendalian Betina Produktif menjelaskan tentang
mekanisme pengendalian betina produktif dimulai dari hulu sampai hilir pada
40 Kabupaten/Kota. Hasil yang didapat adalah penurunan pemotongan betina
produktif sebesar 20%.
6) Pedoman Teknis Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan menjelaskan tatacara
pemantauan perkembangan capaian kinerja Upsus Siwab secara cepat dan
real time menggunakan intrumen dari modul iSIKHNAS yang diintegrasikan
dengan Sistem Monitoring dan Pelaporan SMS Kementerian Pertanian.

3.1. Operasionalisasi Upsus Siwab

Operasionalisasi Upsus Siwab merupakan beberapa komponen kegiatan yang


saling berkaitan, dimulai dari komponen kegiatan yang tidak memerlukan anggaran
seperti penentuan target akseptor sampai yang memerlukan anggaran: pelaksanaan
kawin suntik (komponen utama Upsus Siwab), kegiatan monitoring, evaluasi, dan
pelaporan. Untuk memberikan pemahaman yang utuh tentang Upsus Siwab 2017
dan memudahkan dalam operasionalisasinya, maka dibuat matrik ringkasan SOP
dalam pedoman pelaksanaan Upsus Siwab 2017 seperti pada Tabel 3.

3.2. Komponen Umum dan Teknis

Dalam Pedoman Pelaksanaan ini, berdasarkan sifatnya, macam komponen kegiatan


dibedakan menjadi umum dan teknis. Komponen yang bersifat umum akan dibahas
dalam pedoman pelaksanaan ini dan yang bersifat teknis akan dibicarakan dalam
pedoman teknis masing-masing.

Semua komponen kegiatan ini menyangkut tugas dan fungsi instansi sehingga tidak
disediakan anggaran dalam APBN. Dokumen yang dihasilkan adalah Surat
Keputusan penentuan target akseptor per provinsi oleh Dirjen Peternakan dan
Kesehatan Hewan, target akseptor per kabupaten/kota oleh SKPD Provinsi, dan
daftar aseptor di kabupaten/kota oleh SKPD Kabupaten/Kota.
Komponen kegiatan umum yang merupakan kegiatan persiapan adalah penentuan
status reproduksi. Penentuan status reproduksi dilakukan oleh Tim Pelaksana
Kabupaten/Kota dan ditetapkan oleh SKPD Kabupaten/Kota yang diketuai oleh
Koordinator Tim, dan anggotanya terdiri dari unsur medis, paramedis, inseminator,
petugas PKb, dan petugas ATR. Tugas Tim Pelaksana Kabupaten/Kota adalah
memeriksa akseptor yang sudah di-SK-kan SKPD Kabupaten/Kota. Semua akseptor
dicatat kondisi BCS-nya dan diberi kartu ternak serta didaftar dalam isikhnas.

16
Selanjutnya diberi keterangan status reproduksinya (normal, bunting sekian bulan,
terjadi gangguan reproduksi (gangrep), dan gangrep permanen.
Tindak lanjut setelah penentuan status reproduksi, untuk yang normal, diamati
birahinya dan di IB. Untuk yang bunting, diberi keterangan bunting dan sebutkan
bulan kebuntingannya dan terus diamati sampai melahirkan. Apabila birahi lagi
setelah melahirkan, segera di IB. Untuk yang mengalami gangrep permanen
diarahkan untuk dipotong dan untuk yang lain menjadi target penanganan gangrep.

3.3. Pelaksanaan IB dan Introduksi IB

Pelaksanaan IB dipisahkan berdasarkan sistem pemeliharaan, yaitu intensif (ternak


dipelihara di dalam kandang dan seluruh kebutuhan ternak disediakan), semi intensif
(ternak dipelihara di dalam kandang tetapi pada siang hari digembalakan), dan
ekstensif (ternak dipelihara tidak di dalam kandang dan biasanya digembalakan).
Sistem intensif dan semi intensif diberlakukan IB secara normal yaitu dilaksanakan
di kandang jepit yang disiapkan peternak baik secara individu maupun kelompok.
Sementara untuk introduksi IB dilakukan pada sistem pemeliharaan ekstensif.
Kegiatan IB dilakukan pada waktu yang ditentukan secara berkala di holding ground
dan gang way (kandang penampungan yang dilengkapi lorong penanganan ternak)
yang dibangun pemerintah. Pada saat pengumpulan secara berkala, akseptor yang
birahi dilakukan pelayanan IB dan akseptor lainnya mendapatkan penanganan
medisseperti pemriksaan kesehatan, pengobatan dll. Apabila memungkinkan untuk
meningkatkan tingkat berahi dan keberhasilan kebuntingan dapat dilakukan
pemberian hormon PGF2@ (disesuaikan dengan ketersediaan anggaran).

Parameter berupa service per conception (S/C) yang dipakai dalam penghitungan
anggaran APBN 2017 dengan menggunakan nilai S/C = 2,2. Sehingga secara
umum pada masing-masing daerah jumlah kebutuhan semen beku yang diperlukan
untuk operasional pelaksanaan IB, maksimal adalah 2,2 x jumlah akseptor. Namun
kondisi ini masih harus disesuaikan dengan tingkat kinerja IB di masing-masing
wilayah.

Buku I Operasionalisasi UPSUS SIWAB 17


18
Tabel 3. Ringkasan Standar Operasional Prosedur (SOP) Upsus Siwab 2017

No Komponen Volume
. Kegiatan Nasional PIC Supervisi Output Dokumen
1 PENENTUAN TARGET
a Data potensi aseptor 5,9 JT ekor Sekretariat TIM UPSUS Data sapi betina umur 2-8 tahun Terpilih 4 jt akseptor
b Pembagian target provinsi 4 jt aks Bitpro TIM UPSUS Perincian target akseptor pe provinsi SK Dirjen PKH
c Pembagian target kab/kota 4 jt aks SKPD Provinsi Dit Bitpro Perincian target akseptor pe kab/kota SK SKPD Provinsi
d Data awal aseptor 4 jt aks Inseminator SKPD Kabupaten Daftar nama akseptor IB SK SKPD Kab/kota

2 PERSIAPAN PELAKSANAAN IB
a Penentuan status reproduksi 4 jt aks Tim Pelaksana Kab/kota UPT Jadwal palang kegiatan

Penandaan dan catatan ternak, penentuan


status reproduksi: normal, bunting, gangrep
3 PELAKSANAAN IB DAN
INTRODUKSI IB
8,8 jt
a Pelaksanaan I B kali Inseminator UPT Masuknya data IB harian ke isikhnas Laporan bulanan IB
b Pelaksanaan PKB 4 jt aks Medis, PKB, ATR UPT Ternak bunting Laporan bulanan kebuntingan
c Pelaksanaan ATR ekor Medis dan ATR UPT Ternak siap IB Laporan bulanan perbaikan status
600.000
reproduksi

3 PENANGANAN GANGREP 300.000 ekor Medis dan paramedis Dit Keswan Ternak Siap IB Laporan bulanan perbaikan status
reproduksi

4 PERBAIKAN BCS 22.500 ekor SKPD Kab/kota Dit Pakan BCSIndukan di atas 3 Laporan bulanan perbaikan status
reproduksi
a HPT 13.000 ha
b Konsentrat 4.500 ton

5 PENYELAMATAN BETINA 40 Kab/ SKPD Kab/kota, RPH, Dit Kesmavet Laporan bulanan pemotongan betina
PRODUKTIF kota PPNS Penurunan pemotongan betina produktif 20% produktif
MONITORING, EVALUASI, 57 lap SEMUA SATKER TIM UPSUS Laporan bulanan Upsus Siwab
6
DAN PELAPORAN Akseptor IB = 4 juta dan bunting 3 juta ekor
PENETAPAN STATUS REPRODUKSI DAN PENANGANAN
GANGGUAN REPRODUKSI

PENETAPAN STATUS REPRODUKSI DAN PENANGANAN


GANGGUAN REPRODUKSI

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
2017

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
2017

Buku II Penetapan Status Reproduksi Dan Penanganan Gangguan Reproduksi


DAFTAR ISI
I
Halaman Halaman
DAFTAR ISI........................................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... v
iii
DAFTAR GAMBAR. vi
iv
KATA
BABPENGANTAR ............................................................................................................
I. PENDAHULUAN.............................................................................. 1i
1.1. ISI
DAFTAR Latar
ii Belakang................................................................................... 2
1.2. Maksud dan Tujuan........................................................................... 2
DAFTAR TABEL ................................................................................................................ iii
1.2.1. Maksud..................................................................................... 2
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ 2iv
1.2.2. Tujuan......................................................................................
BAB1.3.
I Keluaran............................................................................................
PENDAHULUAN ............................................................................................21
1.4. Pengertian........................................................................................ 2
1.5. 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
Ruang Lingkup.................................................................................. 5
1.2. Tujuan dan Sasaran .......................................................................... 2
BAB II. KLASIFIKASI DAN PENANGANAN GANGGUAN REPRODUKSI.......... 7
1.3. Keluaran
A. Klasifikasi Gangguan Reproduksi.........................................................2
............................................................................................ 7
B. Penanganan Gangguan Reproduksi.................................................... 11
1.4. Dasar Pelaksanaan ........................................................................... 2
BAB III. SUMBER DAYA.......................................................................................
1.5. Konsep dan Definisi .......................................................................... 3 12
A. Penetapan petugas pelaksana penanganan gangguan reproduksi.... 12
1.6. Ruangbahan,
B. Penyediaan Lingkupperalatan dan obat-obatan.....................................
............................................................ 3 12
BABC.II BiayaGAMBARAN
Operasional..................................................................................
UMUM DAN TARGET .............................................................. 125

2.1. Gambaran
BAB IV. MANAJEMEN OPERASIONAL...............................................................
Umum .............................................................................. 5 13
2.2. Target KERJA...............................................................................
BAB V. MEKANISME UPSUS SIWAB 2017 ............................................................. 5
15
A. Penetapan Status Reproduksi............................................................... 15
B. Penanganan Gangguan Reproduksi...................................................... 16
BABC.III Pemberian
STANDART OPERASIONAL
Pakan PROSEDUR (SOP) ....................................... 17
Konsentrat................................................................ 16
D. Pemberian Feed Suplement.................................................................. 17
3.1. Operasionalisasi UPSUS SIWAB .................................................... 17
BAB VI. OPERASIONAL KEGIATAN.................................................................. 19
3.2. Komponen Umum dan Teknis ..................................................... 17
1) Tahap Persiapan................................................................................... 19
2) Tahap Pelaksanaan...............................................................................
3.3. Pelaksanaan IBdan Introduksi IB ................................................ 18 20

BAB VII. JADWAL KEGIATAN............................................................................. 23

BAB VIII. PENGENDALIAN, PENGAWASAN SERTA INDIKATOR 24


KEBERHASILAN

BAB IX. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN.................................. 27


A. Monitoring dan Evaluasi........................................................................ 27
B. Pelaporan............................................................................................... 27

ii
DAFTAR LAMPIRAN
Hal Halaman

Form Laporan Penanganan Gangguan Reproduksi di Kelompok 29


Ternak................................................................................................... 28
Form Laporan Penanganan Gangguan Reproduksi di 30
Kabupaten/Kota..................................................................................... 29
Form Laporan Penanganan Gangguan Reproduksi di Provinsi.......... 31
30
Form Pemantauan Hasil Penanganan Gangguan Reproduksi 32
Nasional................................................................................................. 31
Data Evaluasi Penanganan Gangguan Reproduksi............................. 33
32
Data Kasus Hypofungsi Ovaria ...................................................................... 34
33
Surat Keterangan Status Reproduksi.................................................... 35
34
Daftar Peserta Bimtek Petugas Penanganan Gangguan Reproduksi 36
tahun 2012-2016...................................................................................

iii
ii
DAFTAR GAMBAR
Hal Halaman

Gambar 1. Skema Kejadian Anestrus.................................................. 8


Gambar 2. Diagram Penyebab Kawin Berulang............................ 9
Gambar 3. Skema Operasional Tim Kerja......... 14
Gambar 4. Penetapan Status Reproduksi dan Penanganan 18
Gangguan Reproduksi.................................................
Gambar 5. Skema Tahapan Pelaksanaan Kegiatan............................. 20

iv

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.

Dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan asal hewan dan


meningkatkan kesejahteraan peternak, Kementerian Pertanian
mencanangkan Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS
SIWAB) dengan mengoptimalkan potensi sapi indukan untuk
menghasilkan pedet dan meningkatkan populasi. Kesehatan hewan
memiliki peran penting dalam dukungan keberhasilan peningkatan
populasi kaitannya dengan penanganan gangguan reproduksi. Dampak
adanya gangguan reproduksi dapat dilihat dari rendahnya service per
conception (S/C), panjangnya calving interval (CI), kemajiran, dan
rendahnya angka kelahiran.
Manajemen pemeliharaan dan penanganan reproduksi yang kurang
tepat khususnya manajemen pakan dapat mempengaruhi berat badan
dan akan berpengaruh terhadap reproduksi ternak. Penurunan berat
badan pada umumnya dipengaruhi oleh parasit darah dan kecacingan,
terapi terhadap parasit dan peningkatan kualitas dan kuantitas pakan
dapat membantu memperbaiki status reproduksi serta status kesehatan
sapi dan kerbau.
Dalam pelayanan kesehatan reproduksi ternak, peran dokter hewan
sebagai medik reproduksi dan paramedik veteriner dalam bidang
reproduksi yaitu Asisten Teknis Reproduksi (ATR), petugas pemeriksa
kebuntingan (PKb), dan Inseminator (Petugas IB) diharapkan dapat
melaksanakan perannya sesuai dengan ilmu dan keterampilan yang
telah dimiliki, dan diaplikasikan sesuai dengan kaidah-kaidah yang
berlaku. Petugas penanganan reproduksi melaksanakan tugas dan
kewajiban secara terpadu dibawah penyeliaan dokter hewan.

Berdasarkan data penanganan gangguan reproduksi Tahun 2015 pada


ternak ruminansia besar (sapi potong, sapi perah dan kerbau) kasus
gangguan reproduksi disebabkan hipofungsi ovarium, corpus luteum
persisten, peradangan saluran reproduksi (endometritis, metritis) oleh
karena penanganan kelahiran dan pelayanan inseminasi yang tidak
sesuai prosedur (legeartis).

Upaya perbaikan harus dilakukan secara menyeluruh baik yang


menyangkut ketepatan program, SDM, fasilitas sarana dan prasarana,
kelembagaan,sistem pelayanan serta perangkat pedoman sebagai
acuan petugas penanganan gangguan reproduksi di lapangan.

Buku II Penetapan Status Reproduksi Dan Penanganan Gangguan Reproduksi 1


1
1.2. Maksud dan Tujuan

1.2.1. Maksud
Maksud disusunnya Pedoman Pelaksanaan Penanganan Gangguan
Reproduksi adalah sebagai acuan bagi pelaksanaan penanganan
gangguan reproduksi di lapangan.

1.2.2. Tujuan
Tujuan disusunnya Pedoman Pelaksanaan Penanganan Gangguan
Reproduksi Ternak Sapi dan Kerbau adalah untuk meningkatkan
pemahaman pengelolaan dan pelaksanaan teknis kegiatan
penanganan gangguan reproduksi, mencakup:
a. Penetapan status reproduksi ternak
b. Deteksi gangguan reproduksi dan infertilitas ternak sapi dan kerbau
c. Menanggulangi penyakit gangguan reproduksi
d. Menurunkan kasus gangguan reproduksi

1.3. Keluaran

Keluaran yang diharapkan adalah tersosialisasinya pedoman kepada


seluruh pelaku dan pengelola kegiatan sehingga kegiatan dapat berjalan
dengan efektif dan efisien sesuai dengan Sistem Pengendalian Internal
(SPI), seperti:

a. Adanya penetapan status reproduksi ternak pada setiap sapi/kerbau


yang diperiksa.
b. Teridentifikasinya data gangguan reproduksi pada ternak sapi dan
kerbau yang akurat.
c. Meningkatnya efektifitas kinerja medik reproduksi dan paramedik
bidang reproduksi (Asisten Teknis Reproduksi/ATR, Petugas pemeriksa
kebuntingan/Pkb, Inseminator) dalam pelayanan teknis reproduksi
ternak.
d. Tersedianya data hasil analisis dan pemetaan aspek reproduksi ternak

1.4. Pengertian
Dalam Pedoman Pelaksanaan ini yang dimaksud dengan :

1. Betina produktif yaitu: ternak betina yang memiliki saluran reproduksi


normal, dapat memperlihatkan gejala estrus, bunting,melahirkan dan
membesarkan anak umur < 8 thn dan/atau <5 kali beranak.

2
2
2. Medik reproduksi yaitu penerapan Medik Veteriner dalam
penyelenggaraan Kesehatan Hewan di bidang reproduksi hewan.

3. Paramedik bidang reproduksi yaitu: paramedik yang melaksanakan


tugas bidang reproduksi dibawah penyeliaan medik reproduksi antara
lain inseminator, pemeriksa kebuntingan, dan asisten teknik reproduksi

4. Inseminasi Buatan (IB) adalah teknik memasukkan mani/semen ke


dalam alat reproduksi ternak betina sehat untuk dapat membuahi sel
telur dengan menggunakan alat inseminasi dengan tujuan agar ternak
bunting.

5. Semen Beku adalah semen yang berasal dari pejantan unggul, sehat,
bebas dari penyakit hewan menular yang diencerkan sesuai prosedur
proses produksi sehingga menjadi semen beku dan disimpan di dalam
rendaman nitrogen cair pada suhu minus 196 Celcius dalam
countainer cryogenic.

6. Akseptor IB adalah ternak betina produktif yang dimanfaatkan untuk


Inseminasi Buatan.

7. Inseminator adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan
ketrampilan khusus untuk melakukan IB dan atau memiliki Surat Izin
Melakukan Inseminasi (SIMI).

8. Petugas Pemeriksa Kebuntingan yang selanjutnya disebut sebagai PKb


adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan ketrampilan
khusus untuk melakukan pemeriksaan kebuntingan dan atau memiliki
SIM-A2.

9. Asisten Teknis Reproduksi yang selanjutnya disebut sebagai ATR


adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan keterampilan
dasar manajemen reproduksi untuk melakukan pengelolaan
reproduksidan atau memiliki SIM-A1.

10. Gangguan reproduksi yaitu: perubahan fungsi normal reproduksi baik


jantan maupun betina yang disebabkan oleh penyakit infeksius dan non
infeksius. Status gangguan reproduksi ditetapkan berdasarkan
diagnosa klinis dan/atau laboratoris, antara lain tidak bunting setelah
dilakukan IB

Buku II Penetapan Status Reproduksi Dan Penanganan Gangguan Reproduksi 3


3
11. Sinkronisasi estrus (penyerentakan birahi) yaitu: upaya menimbulkan
estrus menggunakan sediaan hormon agar terjadi ovulasi yang fertile
pada sekelompok ternak yang memenuhi persyaratan tertentu

12. Induksi estrus yaitu: upaya menimbulkan estrus menggunakan sediaan


hormon agar terjadi ovulasi yang fertil pada individu ternak yang
memenuhi persyaratan tertentu dalam rangka terapi

13. Body Condition Score (BCS) atau Skor Kondisi Tubuh (SKT) sapi yaitu:
nilai tingkat kegemukan sapi dengan kisaran antara nilai 1-5 (emasiasi =
SKT 1, kurus = 2, ideal/optimum = 3, gemuk = 4, dan obesitas = 5)

14. Anestrus adalah kondisi betina produktif yang tidak berahi atau tidak
mengalami siklus estrus.

15. Anestrus post partum adalah tidak munculnya estrus pada ternak betina
setelah 90 hari setelah melahirkan.

16. Korpus Luteum Persisten adalah corpus luteum abnormal yang


terbentuk akibat adanya kondisi patologis di dalam uterus

17. Hypofungsi ovaria yaitu adalah ovaria yang mengalami degradasi fungsi
temporer dalam menghasilkan folikel-folikel ovulasi.

18. Kista ovaria (ovarian cyst) adalah folikel yang gagal ovulasi dan
berdiameter lebih dari 20 millimeter.

19. Subestrus adalah sapi yang bersiklus namun menunjukkan gejala


berahinya tidak jelas

20. Silent heat adalah sapi yang bersiklus namun tidak menunjukkan gejala
berahinya

21. Nymfomania adalah sapi yang berahi terus-menerus tanpa disertai


ovulasi

22. Abortus (abortion) adalah kelahiran belum saatnya dalam keadaan fetus
matis

23. Kelahiran premature (premature birth) adalah pedet yang dikeluarkan


belum saatnya dalam keadaan hidup.

4
4
24. Still birth adalah pedet dilahirkan sudah saatnya dalam keadaan mati.

25. Days open (hari-hari kosong) adalah hari antara beranak hingga
konsepsi kembali (idealnya 90 hari)

26. Service per conception (S/C) adalah jumlah pelayanan IB untuk setiap
kebuntingan (idealnya < 1,5).

27. Conception Rate (CR) adlah angka kebuntingan oleh IB pertama dan
dihitung dalam % (idealnya > 60%).

28. Calving Interval (CI) adalah jarak antara kelahiran ternak betina dan
dihitung dalam bulan (idealnya 12 bulan).

29. Kawin Berulang (repeat breeding) yaitu: ternak betina, pernah beranak,
dengan siklus estrus normal atau mendekati normal dikawinkan baik
dengan IB atau kawin alam 2-3 kali atau lebih tidak menghasilkan
kebuntingan.

30. Retensio plasenta adalah tertahannya selaput plasenta 8-12 jam atau
lebih setelah kelahiran,

31. Endometritis adalah peradangan endometrium saluran reproduksi


disebabkan oleh agen penyakit dan biasanya menyertai proses
kelahiran yang abnormal.

32. Kematian fetus adalah kematian fetus umur 43 hari atau lebih dalam
kandungan dapat dikeluarkan atau tidak dikeluarkan dari tubuh.

1.5. Ruang lingkup


Ruang lingkup pedoman ini terdiri dari:

a. Penetapan status reproduksi, yang meliputi


1) Pemeriksaan status reproduksi.
2) Pencatatan status reproduksi
3) Surat Keterangan Status Reproduksi

b. Penanganan gangguan reproduksi, yang meliputi


1) Klasifikasi Gangguan Reproduksi
2) Tahapan Penanganan Gangguan Reproduksi

c. Sumber Daya
1) Penetapan petugas pelaksana penanganan gangguan reproduksi

Buku II Penetapan Status Reproduksi Dan Penanganan Gangguan Reproduksi 5


5
2) Penyediaan bahan, peralatan dan obat-obatan
3) Biaya operasional

d. Manajemen Operasional

e. Pengendalian, Pengawasan Serta Indikator Keberhasilan


1) Pengendalian pelaksanaan kegiatan.
2) Pengawasan pelaksanaan kegiatan.
3) Indikator keberhasilan, yang meliputi

f. Monitoring, evaluasi dan pelaporan, yang meliputi


1) Monitoring pelaksanaan kegiatan.
2) Evaluasi pelaksanaan kegiatan.
3) Pelaporan pelaksanaan kegiatan.

6
BAB II.

KLASIFIKASI DAN PENANGANAN GANGGUAN REPRODUKSI

A. Klasifikasi Gangguan Reproduksi

1. Gangguan reproduksi berdasarkan sifat


Gangguan reproduksi berdasarkan sifat yaitu gangguan reproduksi non
permanen (infertilitas) dan permanen (sterilitas). Gangguan reproduksi
bersifat permanen pada ternak ruminansia besar di Indonesia < 5% dari
seluruh populasi, sementara itu kejadian non permanen berkisar 50-
75% dalam suatu kelompok ternak.
Gangguan reproduksi yang bersifat non permanen ditandai dengan
keterlambatan produksi anak setiap siklus reproduksinya. Contoh
gangguan reproduksi yang bersifat infertilitas antara lain:

a. Hypofungsi ovari (ovarium in-aktif temporer)

Kasus hypofungsi ovari pada umumnya terjadi pada kondisi BCS


dibawah 2,0. Pada kasus ini ovarium akan teraba halus yang
ditandai tidak adanya pertumbuhan folikel dan corpus luteum serta
uterus teraba lembek
.
Penanganan: Tingkatkan kualitas dan jumlah pakan, massage
(perbaikan sirkulasi darah di ovarium), pemberian vitamin ADE,
hormon perangsang pertumbuhan folikel atau pembebas hormone
gonadotropin, dan deworming.

b. Corpus Luteum Persisten


/CLP

Kasus kejadian CLP


merupakan kasus infeksi
pada uterus, seperti
pyometra, metritis dan
mumifikasi fetus.

Pada ovarium ditemukan


corpus luteum yang menetap yang disebabkan oleh tertahannya
luteolitic factor (PGF2) dari uterus. Kondisi tersebut diakibatkan
oleh peradangan atau sebab lain sehngga kadar progesteron tinggi
dan menekan pengeluaran FSH dan LH dari hypofisa anterior.
Selanjutnya folikel tidak berkembang yang berakibat tidak
dihasilkannya estrogen.

Buku II Penetapan Status Reproduksi Dan Penanganan Gangguan Reproduksi 7


7
Penanganan: Lisiskan corpus luteum secara hormonal, dan
menghilangkan penyebab utama dengan pemberian antibiotika
atau preparat lainnya secara intra uterin (infusi intrauterina).

c. Endometritis
Pada umumnya endometritis terjadi setelah kelahiran abnormal,
seperti abortus, retensio plasenta, distokia, dsb atau sebagai
kelanjutan radang bagian luar (vulva, vagina,dan cervix). Tanda
klinis ditunjukkan dengan keluarnya lendir kotor saat estrus dan
atau keluar lendir mukopurulen secara kontinyu. Pada kasus
endometritis subklinis tidak menunjukkan gejala yang bisa dipalpasi
per rektum.

Penanganan : Perbaiki sirkulasi darah di uterus (hati-hati dapat


menimbulkan kerusakan uterus) dan menghilangkan kuman
dengan antibiotika, sulfa atau antiseptik secara intra uterin.

d. Anestrus
Kasus anestrus disebabkan oleh kegagalan perkembangan folikel
di ovarium. Hal ini dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu:
insufisiensi gonadotropin akibat pengaruh faktor lingkungan dan
abnormalitas ovarium; dan
corpus luteum persisten.

Skema dibawah ini menjelaskan kejadian anestrus.

Gambar 1. Skema Kejadian Anestrus

8
8
e. Pyometra
Kejadian endometritis disertai dengan akumulasi pus dalam uterus,
biasanya bilateral, cervix biasanya dalam keadaan konstriksi,
sehingga leleran pus dari vulva tidak selalu terlihat. Peradangan
uterus ini selalu diikuti dengan terbentuknya corpus luteum.
Penderita akan mengalami anestrus akibat terbebasnya
progesteron dari korpus luteum.

Penanganan: obati dengan antibiotika secara infusi intrauterin,


pemberian sulfa atau antiseptika.

f. Kista Ovaria
Kista ovaria disebabkan oleh defisiensi LH yang mengakibatkan
folikel tidak mengalami ovulasi, namun dapat menjadi kista
persisten dengan diameter lebih dari 20 mm. Kista dapat dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu:
kista folikel (follicular cysts) disebabkan defisiensi LH berat,
bersifat multipel, bilateral, gejala umumnya nimfomania.
kista lutea (luteal cyst) disebabkan defisiensi LH ringan, tunggal,
gejala umumnya anestrus.

Penanganan: Berikan hormon yang kerjanya seperti LH (hati-hati


sangat antigenik) atau pembebas hormon gonadotrofin.

g. Kawin Berulang (Repeat Breeding)


Kawin berulang disebabkan oleh kematian embrio dini serta
gangguan fertilisasi berkisar 25 - 40%. Skema dibawah ini
menunjukkan faktor-faktor pemicu kawin berulang.

Gambar 2. Diagram Penyebab Kawin Berulang (Repeat Breeding),


(Hafez, E.S.E. 2000)

Buku II Penetapan Status Reproduksi Dan Penanganan Gangguan Reproduksi 9


9
Sedangkan gangguan reproduksi yang bersifat lengkap adalah
sterilitas atau disebut juga kemajiran. Contoh gangguan reproduksi
yang bersifat Sterilitas antara lain
a. Atrofi ovari
b. Defek kongenital, seperti freemartin, hipoplasia ovaria, aplasia
ovaria
c. Fibrosis (indurasi) cervix et uteri.

2. Gangguan reproduksi berdasarkan gejala

Gangguan reproduksi berdasarkan gejala dibedakan menjadi empat


kelompok yaitu:
a. tidak menunjukkan gejala estrus (anestrus). Gejala anestrus
ditemukan pada kasus kista luteal, hypofungsi ovari, atrofi,
mumifikasi fetus, maserasi fetus, pyometra, metritis, dan kelainan
kongenital lainnya.

b. estrus yang lemah (subestrus, silent heat). Gejala subestrus terjadi


pada sapi yang bersiklus normal namun menunjukkan gejala
berahinya tidak jelas, sedangkan silent heat terjadi pada sapi yang
bersiklus namun tidak menunjukkan gejala berahinya, kecuali
kerbau pada umumnya secara normal menunjukkan silent heat.

c. estrus terus-menerus (nymfomania). Gejala estrus terus-menerus


(nymfomania) terjadi pada sapi yang berahi terus menerus tanpa
disertai ovulasi, ditemukan pada kasus kista folikuler (follicular cyst)
dalam ovarium.

d. estrus berulang. Gejala estrus berulang terjadi pada gangguan


reproduksi akibat kegagalan fertilisasi (fertilization failure) dan
kematian embrio (embryonic death) yang menyebabkan terjadinya
kawin berulang. Pada sapi akseptor IB di Indonesia banyak
dijumpai endometritis subklinis yang berakibat 80% repeat
breeding.

3. Gangguan reproduksi berdasarkan penyebab

Gangguan reproduksi berdasarkan penyebab, dibedakan menjadi dua


kelompok, yaitu:
a. Gangguan reproduksi yang disebabkan oleh infeksi agen penyakit
yang menyerang organ reproduksi.
Secara spesifik (Brucellosis, vibriosis, leptospirosis, tuberkulosis,
dll)
Secara non spesifik (Collibacilosis, staphylococosis,
streptococosis, corynebacteriosis, aspergillosis, candidiasis)

10
10
a. Gangguan reproduksi yang disebabkan non infeksi
Kongenital
Nutrisi

B. Penanganan Gangguan Reproduksi

a. Terapi
Ternak yang mengalami gangguan reproduksi akan diterapi dengan
perlakuan dan pengobatan, proses kesembuhan bervariasi tergantung
permasalahan reproduksinya sehingga memerlukan waktu dan
penanganan bertahap minimal 1 - 2 kali terapi disertai pemantauan
yang intensif. Selanjutnya sapi yang telah dilakukan tindakan
perbaikan atau terapi dan dinyatakan sembuh dijadikan sebagai
akseptor IB atau kawin alam.

b. Pemeriksaan Ulang Gangguan Reproduksi


Sapi yang tidak sembuh pada terapi pertama sebagaimana pada poin
b di atas dilakukan pemeriksaan dan terapi kedua. Sapi yang
dinyatakan sembuh melalui pemeriksaan kedua tersebut dijadikan
sebagai akseptor IB atau kawin alam. Sementara Sapi yang tidak
sembuh pada terapi kedua, selanjutnya dilakukan pemeriksaan dan
terapi ketiga. Sapi yang dinyatakan sembuh melalui pemeriksaan
ketiga tersebut dijadikan sebagai akseptor IB atau kawin alam.
Sementara sapi yang tidak disembuh dinyatakan sebagai sapi tidak
produktif atau mengalamai gangguan reproduksi permanen.

Dengan demikian, pada kegiatan penanganan gangguan


reproduksi tahun 2017 akan dilakukan pemeriksaan dan terapi
gangguan reproduksi sebanyak 2 3 kali.

c. Tindak lanjut terhadap sapi yang dinyatakan sembuh


Sapi yang telah dinyatakan sembuh dan siap menjadi akseptor
dilaporkan kepada petugas yang bertanggung jawab terhadap
perkawinan sapi (IB atau KA). Petugas penanganan gangguan
reproduksi yang bertanggung jawab di lokasi tersebut memonitor
tentang realisasi pelayanan perkawinan sapi.

Buku II Penetapan Status Reproduksi Dan Penanganan Gangguan Reproduksi 11


11
BAB III.
SUMBER DAYA

A. Penetapan Petugas Pelaksana Penanganan Gangguan Reproduksi


Penetapan petugas pelaksana penanganan gangguan reproduksi
dilakukan dengan mengoptimalkan Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan)
melalui identifikasi, mobilisasi sumberdaya kesehatan hewan dan
peningkatan kompetensi petugas puskeswan.

1) Optimalisasi pelayanan Pusat Kesehatan Hewan


a. Identifikasi
Identifikasi dilakukan untuk memetakan ketersediaan Puskeswan
dan petugas lapangan sebagai ujung tombak pelaksanaan kegiatan
UPSUS SIWAB. Untuk mensinkronkan kegiatan di lapangan,
puskeswan akan difungsikan sebagai koordinator pelayanan yang
mencakup kesehatan hewan, gangguan reproduksi, IB, pemeriksaan
kebuntingan, pakan, pendataan, dan pelaporan di wilayah kerjanya.
Dengan demikian puskeswan berperan sebagai pusat data dan
informasi pelaksanaan kegiatan UPSUS SIWAB.

b. Mobilisasi sumberdaya Puskeswan.


Dalam rangka mensukseskan kegiatan UPSUS SIWAB bentuk
layanan dilakukan secara terjadwal, serentak dan terintegrasi
dengan mengoptimalkan peran puskeswan sebagai sentra UPSUS
SIWAB. Mobilisasi dapat dilakukan apabila di suatu wilayah yang
telah ditetapkan sebagai wilayah UPSUS SIWAB tidak terdapat
puskeswan dan/atau sumberdaya, maka dapat menugaskan
puskeswan dan/atau sumberdaya Puskeswan terdekat.

c. Peningkatan kompetensi petugas Puskeswan.


Keberhasilan UPSUS SIWAB tidak terlepas dari kompetensi dan
komitmen para petugas pelaksana lapangan. Peningkatan
kompetensi petugas puskeswan dilakukan melalui bimbingan teknis.

B. Penyediaan bahan, peralatan dan obat-obatan


1) Melakukan inventarisasi kebutuhan bahan, peralatan dan obat-obatan
untuk pelaksanaan kegiatan.
2) Penyediaan bahan, peralatan dan obat-obatan

C. Biaya operasional
Pembiayaan untuk pelaksanaan penanganan gangguan reproduksi
bersumber dari dana APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota.

12 12
BAB IV.
MANAJEMEN OPERASIONAL

Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan dibentuk Tim baik di


tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

1. Tim pelaksana administratif berdasarkan tugas, tanggung jawab dan


kewenangan antara lain:
a. Tingkat Pusat
Tim pelaksana administratif tingkat pusat dikoordinasikan oleh
Direktorat Kesehatan Hewan, memiliki tugas dan peran sebagai
berikut:
1. Menyusun perencanaan program dan anggaran
2. Menyusun Pedoman Pelaksanaan Kegiatan
3. Membuat SK tim pelaksana administratif ditandatangani oleh
Direktur Kesehatan Hewan.
4. Menetapkan wilayah sasaran kegiatan nasional
5. Melakukan pembinaan dan pengawasan
6. Melakukan sosialisasi dan koordinasi kegiatan tingkat provinsi
7. Melakukan monitoring dan evaluasi
8. Pelaporan nasional

b. Tingkat Provinsi :
Tim Pelaksana Administratif tingkat provinsi yang dikoordinasikan
oleh Dinas Provinsi yang membidangi fungsi peternakan dan
kesehatan hewan yang memiliki tugas dan peran sebagai berikut:
1. Menyusun perencanaan program dan anggaran
2. Membuat matriks pelaksanaan kegiatan
3. Menginventarisasi data petugas kesehatan hewan kompeten
di bidang reproduksi ternak tingkat provinsi
4. Membuat SK tim pelaksana yang ditandatangani oleh Kepala
Dinas
5. Menetapkan wilayah sasaran kegiatan lingkup provinsi
6. Melakukan pembinaan dan pengawasan
7. Melakukan Sosialisasi dan Koordinasi Kegiatan tingkat
provinsi dan kabupaten/kota
8. Melakukan penyegaran/training tim pelaksana Penanganan
gangrep kabupaten/kota
9. Melakukan monitoring dan evaluasi
10. Pelaporan secara berjenjang.

c. Tingkat Kabupaten/Kota
Tim Pelaksana Administraif Kabupaten/Kota adalah Dinas
Kabupaten/Kota yang membidangi fungsi peternakan dan
kesehatan hewan yang memiliki tugas dan peran sebagai berikut:
1. Menginventarisasi data petugas kesehatan hewan yang
kompeten di bidang reproduksi ternak tingkat
Kabupaten/Kota

Buku II Penetapan Status Reproduksi Dan Penanganan Gangguan Reproduksi 1313


2. Menetapkan wilayah sasaran kegiatan lingkup
kabupaten/kota
3. Membuat SK tim pelaksana yang ditandatangani oleh Kepala
Dinas
4. Melakukan pembinaan dan pengawasan kepada petugas
teknis lapangan
5. Melakukan sosialisasi dan koordinasi kegiatan ke kelompok
ternak dan masyarakat
6. Melakukan monitoring dan evaluasi
7. Pelaporan secara berjenjang.

2. Tim pelaksana operasional teknis melaksanakan tugas, tanggung


jawab dan kewenangan sebagai berikut:
a. Menyusun rencana kerja teknis
b. Melaksanakan koordinasi sesuai jenjang
c. Memeriksa dan mendiagnosa status reproduksi ternak
d. Mengobati gangguan reproduksi ternak
e. Mengambil sampel dan pengujian laboratorium
f. Menerbitkan Surat Keterangan Status Reproduksi (SKSR)
g. Membuat laporan kegiatan

Skema Operasional Tim Kerja


DITJEN PETERNAKAN DAN KESWAN

Inventarisasi
UPT VETERINER Dinas Provinsi,
data petugas
Dinas Kabupaten/Kota kesehatan hewan dan
Reproduksi

Tim Operasional Pusat: Tim Operasional


Medik Reproduksi Lapangan: Penentuan Tim
Ptgs Teknis UPT-DJ PKH Petugas Puskeswan Operasional
Petugas Teknis Lapang
Reproduksi
Recorder

Penentuan
Jadwal
Rencana Kerja

Monitoring dan Pelaksanaan


evaluasi Kegiatan

Pelaporan
Melalui:
per 2 minggu
iSikhnas
per bulan
E-Laporan

Gambar 3. Skema Operasional Kerja


Catatan
= menggambarkan hubungan antar unit
= menggambarkan aktivitas kegiatan
14
14
BAB V
MEKANISME KERJA

A. Penetapan Status Reproduksi

Penetapan status Reproduksi Ternak Sapi dan Kerbau dilakukan melalui 2


(dua) kegiatan, yaitu pemeriksaan status reproduksi dan penetapan status
reproduksi.

1) Pemeriksaan status reproduksi


Pemeriksaan dalam rangka penetapan status reproduksi ternak sapi dan
kerbau dilakukan dengan cara palpasi rectal atau menggunakan alat
ultrasonografi yang dilakukan oleh Petugas PKb, ATR, atau Medik
Reproduksi.

2) Penetapan status reproduksi


Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, status reproduksi sapi atau
kerbau akan diketahui, yaitu:

a. Kelompok Body Condition Score (BCS) di bawah 2,0. Kondisi berat


badan sapi yang mengalami kekurangan gizi berat sehingga
mengakibatkan kekurangan berat badan ideal untuk berfungsinya
sistem reproduksi. Pada kelompok tersebut, ditetapkan bahwa sistem
reproduksi baru dapat dinormalkan kembali setelah BCS dapat
ditingkatkan hingga 2,0.

b. Kelompok Body Condition Score (BCS) di atas atau sama dengan 2,0.
Kondisi berat badan sapi minimal untuk berfungsinya sistem reproduksi.
Apabila ditemukan kondisi sapi yang mengalami gangguan reproduksi,
kondisi tersebut dinilai masih dapat disembuhkan hingga menjadi
normal kembali. Penetapan status reproduksi pada kelompok ini adalah
sebagai berikut:
b.1. bunting,

b.2. tidak bunting dengan status reproduksi normal;


b.3. tidak bunting dengan status mengalami gangrep;

b.4. tidak bunting dengan status mengalami gangrep permanen.

Buku II Penetapan Status Reproduksi Dan Penanganan Gangguan Reproduksi 15 15


c. Penerbitan Surat Keterangan Status Reproduksi (SKSR)
Berdasarkan hasil penetapan status reproduksi sapi dan kerbau
sebagaimana pada poin 2.b di atas, maka diterbitkan SKSR yang
menerangkan kondisi sapi sebagai berikut:
a. bunting
b. tidak bunting dengan status reproduksi normal, ditetapkan sebagai
akseptor;
c. tidak bunting dengan status mengalami gangrep, ditetapkan sebagai
target Gangrep; atau
d. tidak bunting dengan status mengalami gangrep permanen,
diberikan surat keterangan tidak produktif.

Hasil pemeriksaan status reproduksi dilakukan oleh Petugas PKb, ATR


dan medik reproduksi. Apabila dilakukan oleh petugas PKb atau ATR,
direkomendasikan kepada Medik Reproduksi sebagai dasar penetapan
Surat Keterangan Status Reproduksi (SKSR). Selanjutnya sebagaimana
pada gambar 4.

Setiap sapi/kerbau yang diberikan penanganan gangguan reproduksi dan


belum memiliki Nomor Kartu Ternak yang dikeluarkan ISIKHNAS, harus
diberikan:
ear tag atau neck tag
Nomor Kartu Ternak yang didaftarkan melalui ISIKHNAS

B. Penanganan Gangguan Reproduksi


Mekanisme kerja penanganan gangguan reproduksi dilakukan secara
bertahap yaitu melalui :

a. Surveillans Gejala Klinis berdasarkan anamnese peternak


Surveillans gejala klinis dilaksanakan sebagai seleksi awal atau
sebagai dasar untuk penanganan gangguan reproduksi. Kriteria
ternak yang akan dijadikan sebagai target penanganan gangguan
reproduksi adalah:
a. Setelah 14 hari melahirkan
b. Ada discharge abnormal
c. Ada siklus estrus abnormal
d. Estrus tidak teramati setelah 50 hari melahirkan
e. Dikawinkan 2 kali tidak bunting
f. Setelah 2 bulan di IB
g. Sapi yang bunting lebih dari 280 hari
h. Sapi yang mengalami abortus, prematur atau lahir mati

b. Pemeriksaan dan penentuan diagnosa status reproduksi,


Pemeriksaan dilakukan terhadap sapi betina produktif yang
memperlihatkan kriteria gangguan reproduksi. Pemeriksaan
bertujuan untuk menentukan status reproduksinya dan status

16
16
kesehatan ternak khususnya terhadap ada tidaknya infeksi penyakit
terutama Brucellosis.

Pemeriksaan status reproduksi dilakukan dengan cara:


Inspeksi melalui Body Condition Score dan Status praesens
(Present status)
Palpasi per rektum dan per vaginam
Sonologi dengan menggunakan alat ultrasonografi (bila tersedia)
Laboratoris dengan pengambilan dan pemeriksaan sampel
darah, feses dan lendir vagina (discharge vagina)

Penentuan diagnosa dilakukan oleh medik reproduksi sesuai


dengan hasil pemeriksaan fungsi organ reproduksi.

c. Penanganan Gangguan Reproduksi,


Tindakan penanganan gangguan reproduksi dijadikan sebagai dasar
dalam penentuan ternak yang dapat disembuhkan (fausta) atau
tidak dapat disembuhkan (infausta). Keberhasilan penanganan
gangguan reproduksi dinyatakan berhasil apabila kondisi ternak
menunjukkan gejala estrus.

Setiap sapi/kerbau yang diberikan penanganan gangguan


reproduksi dan belum memiliki Nomor Kartu Ternak yang
dikeluarkan ISIKHNAS, harus diberikan:
ear tag atau neck tag
Nomor Kartu Ternak yang didaftarkan melalui ISIKHNAS

d. Tingkat Keberhasilan Kesembuhan.


Keberhasilan kesembuhan dari penanganan gangguan reproduksi
dinyatakan setelah dilakukan pemeriksaan dan tindakan pengobatan
2-3 kali.

Selanjutnya sebagaimana gambar 4.

C. Pemberian Pakan Konsentrat


Setiap sapi/Kerbau yang didiagnosa hypofungsi uteri dan mengalami
kekurangan gizi (mal nutrisi) diberikan pakan konsentrat selama
berkisar 3 bulan. Pemberian pakan konsentrat dianggarkan dari
kegiatan dibawah Direktorat Pakan Ditjen PKH.

D. Pemberian Feed Suplement


Setiap sapi/kerbau yang ditangani gangguan reproduksinya diberikan 1
(satu) kg feed suplement selama 3 (tiga) bulan.

Buku II Penetapan Status Reproduksi Dan Penanganan Gangguan Reproduksi 17


17
Gambar 4. Penetapan Status Reproduksi dan Penanganan Gangguan reproduksi

18

18
BAB VI
OPERASIONAL KEGIATAN

Kegiatan Penanganan Gangguan Reproduksi Ternak Sapi dan Kerbau


dilaksanakan melalui 2 (dua) tahapan yaitu persiapan dan
pelaksanaan, yaitu:

1) Tahap Persiapan

a. Sosialisasi Kegiatan
Sosialisasi kegiatan berupa Rapat Koordinasi dilaksanakan oleh
pelaksana kegiatan yang dihadiri oleh Perwakilan dari Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Ditjennak dan Keswan (sebagai koordinator
kegiatan), Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi
fungsi peternakan dan kesehatan hewan serta perwakilan
petugas teknis lapangan (Inseminator, PKb, ATR, Medik dan
Paramedik). Pada rapat tersebut dapat disosialisasikan
Pedoman Pelaksanaan Penanganan Gangguan Reproduksi
Ternak Sapi dan Kerbau.

b. Penentuan dan Pembentukan Tim Pelaksana


Kegiatan ini diawali dengan inventarisasi data petugas kesehatan
hewan dan reproduksi sebagai tim pelaksana administratif dan
operasional teknis. Tim operasional teknis beranggotakan
petugas teknis Dinas Peternakan Provinsi, Kabupaten/Kota dan
Puskeswan yang terdiri dari Dokter Hewan, ATR, dan PKB yang
dikoordinasikan oleh Dokter Hewan. Adapun persyaratan yang
ditetapkan untuk Tim Operasional Teknis adalah sebagai
berikut:

1. Ketua Tim adalah petugas yang memiliki kompetensi


manajemen di bidang reproduksi.
2. Anggota Tim adalah petugas teknis (medik reproduksi dan
asisten teknis reproduksi) yang memenuhi persyaratan
keterampilan di bidang reproduksi.

c. Penentuan wilayah sasaran


Penentapan wilayah sasaran berdasarkan persyaratan, antara
lain:
1. Wilayah dengan potensi populasi ternak betina tinggi
2. Wilayah dengan lokasi dengan tingkat kebuntingan rendah
3. Wilayah dengan data kasus gangguan reproduksi yang relatif
tinggi
4. Memiliki kelembagaan Puskeswan dan SDM yang memadai

d. Menentukan jadwal pelaksanaan kegiatan

Buku II Penetapan Status Reproduksi Dan Penanganan Gangguan Reproduksi 19


19
e. Pengadaan Barang
Penyediaan barang dan bahan operasional kegiatan
dilaksanakan melalui proses pengadaan barang sesuai peraturan
yang berlaku. Pemilihan bahan operasional didasarkan atas
azas efektif dan efisien.

2) Tahap Pelaksanaan
Adapun tahapan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan skema
berikut :

Penentuan Analisi Perlakuan/


diagnosa status s Treatment
reproduksi hasil
pemerik
saan
Bunt Luteal Sinkro
ing nisasi
Pemetaan Pemeriks

FolikuFolik
wilayah aan
Norma IB/KA
potensial status
organ l
lar uler
reproduk Tidak
si Bunting Sembu
h Semb
Surveilans Pena
klinis
Gangr - uh Sembu
berdasarkan Tidak ep ngan h
Pena-
anamnese NonPe an Tidak Tidak
Tidak
Tidak
ngana
rma- Gang sembu
sembuh
sembu
Normal rep
sembu n
Penag
Gangr
hh Tidak
nen I h ep II anan
sembuh Gangr
Inventarisa ep
si populasi Gangrep III
sapi betina Cul
Permanen SKS SKSR
lin
produktif R Tidak
g/ sembuh
fat
eni
Keterangan Gambar: ng
SKTP : Surat Keterangan Tidak Produktif
SKB : Surat Keterangan Bunting
: Melambangkan suatu proses
: Melambangkan penentuan kebijakan

Gambar 5. Skema Tahapan Pelaksanaan Kegiatan

a. Pemetaan wilayah sasaran berdasarkan hasil surveillans klinis


Tahap ini diawali dengan menginventarisasi populasi sapi betina
tidak produktif kemudian dilakukan surveilans klinis. Berdasarkan
hasil surveillans selanjutnya dilakukan pemetaan, sehingga
didapatkan wilayah sasaran kegiatan penanganan gangguan
reproduksi.

20

20
b. Operasional
1. Penentuan diagnosa status reproduksi ternak
Penentuan diagnosa status reproduksi ternak dilakukan oleh tim
operasional teknis. Anamnese dan pemeriksaan klinis menjadi
dasar penentuan status reproduksi ternak.

2. Analisis hasil pemeriksaan


Apabila ditemukan adanya gangguan reproduksi pada ternak,
petugas medik reproduksi memeriksa jenis gangguan reproduksi
yang dialami oleh ternak tersebut.

3. Perlakuan/Treatment
Ternak dengan diagnosa gangguan reproduksi non permanen
dilakukan penanganan gangguan reproduksi 2 sampai dengan 3
kali penanganan.

a. Penanganan tahap pertama, dilakukan terhadap ternak


dengan diagnosa gangguan reproduksi non permanen.
Ternak yang dinyatakan sembuh akan dilakukan sinkronisasi,
kawin alam atau inseminasi buatan sesuai dengan tahap
siklus estrusnya. Sedangkan ternak yang dinyatakan tidak
sembuh dilanjutkan ke penanganan tahap kedua.

b. Penanganan tahap kedua, dilakukan terhadap ternak yang


dinyatakan tidak sembuh pada tahap pertama. Ternak yang
berhasil disembuhkan akan dilakukan sinkronisasi, kawin
alam atau inseminasi buatan sesuai dengan tahap siklus
estrusnya. Sedangkan ternak yang dinyatakan tidak sembuh
dapat dilanjutkan ke penanganan tahap ketiga.

c. Penanganan tahap ketiga, dapat dilakukan terhadap ternak


yang dinyatakan tidak sembuh pada tahap kedua. Ternak
yang berhasil disembuhkan akan dilakukan sinkronisasi,
kawin alam atau inseminasi buatan sesuai dengan tahap
siklus estrusnya. Sedangkan ternak yang dinyatakan tidak
sembuh direkomendasikan sebagai ternak untuk dipotong.

c. Pendataan Hasil

Data hasil kegiatan penanganan gangguan reproduksi selain


sebagai dasar pengukuran kinerja juga sebagai dasar
perencanaan dan pengambilan kebijakan selanjutnya. Data yang
harus dilaporkan adalah:

Buku II Penetapan Status Reproduksi Dan Penanganan Gangguan Reproduksi 21 21


Penentuan Status Reproduksi Ternak
a) Data ternak yang disurveilans berdasarkan anamneses
b) Data ternak yang memiliki BCS dibawah 2.0
c) Data ternak yang memiliki BCS diatas sama dengan 2.0
c).1. Data ternak dengan status reproduksi normal
c).2. Data ternak dengan status gangguan reproduksi

Penanganan Gangrep Tahap Pertama


a) data ternak yang dilakukan pemeriksaan organ reproduksi
(ekor).
b) Data penanganan gangrep tahap pertama (ekor),
c) data kesembuhan penanganan gangrep tahap pertama
(ekor),
d) data ketidaksembuhan penanganan gangrep tahap pertama
(ekor),
e) data IB atau kawin alam dari ternak yang sembuh pada
penanganan gangrep tahap pertama (ekor),

Penanganan Gangrep Tahap Kedua


a) Data penanganan gangrep tahap kedua (ekor),
b) data kesembuhan penanganan gangrep tahap kedua (ekor),
c) data ketidaksembuhan penanganan gangrep tahap kedua
(ekor),
d) data IB atau kawin alam dari ternak yang sembuh pada
penanganan gangrep tahap pertama (ekor),

Penanganan Gangrep Tahap Ketiga


a) Data penanganan gangrep tahap ketiga (ekor),
b) data kesembuhan penanganan gangrep tahap ketiga (ekor),
c) data ketidaksembuhan penanganan gangrep tahap ketiga
(ekor),
d) data IB atau kawin alam dari ternak yang sembuh pada
penanganan gangrep tahap pertama (ekor),

22
22
BAB VII
JADWAL KEGIATAN

Tahapan kegiatan Penanganan Gangguan Reproduksi seperti pada


tabel 1, dengan jadwal pelaksanaan seperti berikut :

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan


No Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Persiapan
2. Pelaksanaan
3. Evaluasi dan
Pelaporan

Bulan ke 1-3.
Persiapan administrasi, pengumpulan data, identifikasi ternak betina
produktif yang bunting dan tidak bunting, analisa
permasalahan/penyebab.

Bulan ke 4-6.
Pemeriksaan status reproduksi, penentuan diagnosa kelompok ternak di
wilayah sasaran dan treatment ternak yang mengalami gangguan
reproduksi.

Bulan ke 7-9.
Pengamatan tindak lanjut treatment pengobatan bagi ternak yang
mengalami gangguan reproduksi.

Bulan ke 10.
Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan.

Buku II Penetapan Status Reproduksi Dan Penanganan Gangguan Reproduksi 23


23
BAB VIII
PENGENDALIAN, PENGAWASAN SERTA INDIKATOR KEBERHASILAN

Mengingat kegiatan operasional Penanggulangan Gangguan Reproduksi


melibatkan banyak pihak, maka dalam pelaksanaan pengendalian mengacu
pada Sistem Pengendalian Internal (SPI) agar pelaksanaan kegiatan tersebut
dapat efektif dan efisien. Sistem Pengendalian Internal dilakukan melalui 5
unsur SPI yaitu 1. Lingkungan Pengendalian, 2. Penilaian Risiko, 3. Kegiatan
Pengendalian, 4. Informasi dan Komunikasi, dan 5. Pemantauan
Pengendalian Internal.

Lingkungan pengendalian dalam penanganan gangguan reproduksi


dipengaruhi oleh sumber daya manusia yang terlibat dalam pelaksanaan
memberikan keyakinan yang memadai dan telah terbangun sistem
pengendalian intern yang efektif yang melekat sepanjang kegiatan.
Lingkungan pengendalian terdiri dari Organisasi, Sumber Daya
Manusia,Kebijakan, dan Prosedur.

a. Organisasi dapat dicerminkan dari adanya penetapan lembaga yang akan


berperan, penetapan surat keputusan lembaga/petugas yang terbentuk
dalam tim pusat sampai dengan tim pelaksana daerah dengan peran dan
tanggung jawab dan tata hubungan kerja serta uraian tugas yang jelas.
b. Sumber Daya Manusia yang ditunjuk dengan jumlah dan kompetensi yang
sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing sehingga dapat
melaksanakan kegiatan dari mulai perencanaan, pelaksanaan, monitoring
dan evaluasi, pengawasan dan pelaporan.
c. Kebijakan ditetapkan dalam pedoman/petunjuk/Surat keputusan yang jelas
sehingga dapat dipakai acuan pelaksanaan dengan prinsip rasional, tertib,
efektifitas, efisiensi, produktivitas dan transparan.
d. Proseduryang berupa urutan kegiatan atau rangkaian aktivitas secara
berurutan, yang harus ada dan tertulis untuk dilaksanakan oleh petugas
dengan peralatan dan waktu tertentu yang dibuat sederhana dan mudah
dimengerti.

Penilaian risiko merupakan kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian


yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran program/kegiatan
penanganan gangguan reproduksi. Untuk penanganan risiko perlu penerapan
manajemen pengelolaan risiko dengan cara menangani semua risiko baik dari
dalam maupun luar organisasi dilakukan melalui tahapan:
a. identifikasi risiko(penetapan titik kritis dan menyusun daftar risiko),
b. penanganan risiko,
c. pemantauan dan evaluasi terhadap penanganan risiko.

Identifikasi risiko (penetapan titik kritis dan menyusun daftar risiko)


penanganan gangguan reproduksi yang perlu diperhatikan antara lain :
1. Pedoman/petunjuk teknis pelaksanaan yang mudah digunakan sebagai
acuan.

24
24
2. Keterlambatan proses pengadaan sarana dan prasarana.
3. Sarana dan prasarana yang tidak sesuai yang diperlukan.
4. Keterlambatan sosialisasi kegiatan di tingkat provinsi/Kab/kota/ Pelaksana.
5. Kurangnya data dan informasi terkait populasi yang mengalami gangguan
reproduksi.
6. Ketidaktepatan diagnosa pemeriksaan status reproduksi.
7. Ketidaktepatan pemberian treatment.
8. Tidak ada Recording data atau ada data yang kurang lengkap.
9. Komitmen waktu pelayanan oleh petugas.
10. Pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan jadwal palang yang telah
ditetapkan dan yang telah diinformasikan.

Kegiatan pengendalian merupakan tindakan yang diperlukan untuk


mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur
untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara
efektif.Kegiatan pengendalian dilakukan oleh atasan langsung dalam bentuk
pengendalian atasan langsung dan oleh tim pengawas kegiatan yang ditunjuk.
Pengendalian dilakukan untuk mengetahui perkembangan kemajuan
pelaksanaan program dan kegiatan penanganan gangguan reproduksi yang
antara lain :
a. Mengetahui sedini mungkin hambatan yang terjadi atau mungkin akan
terjadi dalam pelaksanaan penanganan gangguan reproduksi kegiatan
serta memberikan jalan pemecahannya;
b. Mencegah atau mengurangi terjadinya penyimpangan-penyimpangan;
c. Mengevaluasi apakah pencapaian hasil sesuai dengan yang telah
ditetapkan;
d. Memperoleh masukan bagi penyempurnaan program dan kegiatan
penanganan gangguan reprodukis yang akan datang;
e. Mengevaluasi maksud dan tujuan penanganan gangguan reproduksi; dan
f. Penilaian terhadap kegiatan pengendalian dilakukan untuk mengukur
tingkat efektifitas dan memberi keyakinan bahwa kegiatan pengendalian
oleh instansi pemerintah telah dilakukan secara tepat dan memadai baik
terhadap implementasi pengendalian internal, pencapaian tujuan,
keandalan laporan keuangan dan laporan teknis kegiatan yang sesuai
dengan target yang telah ditetapkan.
Pimpinan Satuan Kerja/Penanggungjawab/Kutua Tim Penanganan Gangguan
Reproduksi wajib melakukan pengendalian terhadap tahapan kegiatan yang
memiliki risiko dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah.

Pengendalian dilaksanakan untuk memastikan bahwa kebijakan dan prosedur


yang ditetapkan telah diikuti dan dipatuhi oleh seluruh personil serta
dilaksanakan untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan terhadap potensi
penyimpangan atau titik-titik kritis kegiatan hasil analisa risiko.
Pengendalian hanya bisa dilaksanakan apabila sudah diketahui Indikator
Keberhasilan penanganan gangguan reproduksi. Indikator keberhasilan antara
lain meliputi :
1) Perbaikan status kesehatan umum.
2) Peningkatan BCS atau SKT.

Buku II Penetapan Status Reproduksi Dan Penanganan Gangguan Reproduksi 25


25
3) Pulihnya kembali siklus estrus normal.
4) Timbulnya gejala birahi normal.
5) Dapat dilakukan IB.
6) Menurunnya kejadian abortus dan stillbirth.
7) Kelahiran pedet normal.
8) Menurunnya kejadian patologis kebuntingan, patologis kelahiran dan
patologis pasca beranak.
9) Peningkatan kinerja reproduksi, mendekati slogan satu induk-satu pedet-
satu tahun.

Informasi dan komunikasi, Informasi adalah data yang telah diolah yang
dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka penanganan
gangguan reproduksi. Sedangkan komunikasi adalah proses penyampaian
pesan atau informasi dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik
hasil penanganan gangguan reproduksi. Untuk mendapatkan informasi yang
optimal perlu penerapan system informasi data/hasil recording mulai data
populasi target, wilayah penanganan gangguan reproduksi dan pelaporan
secara menyeluruh yang dapat dikomunikasikan secara baik terhadap semua
tim yang terlibat dalam organisasi penanganan gangguan reproduksi.

Pemantauan merupakan proses penilaian atas mutu kinerja Sistem


Pengendalian Intern dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan
audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti.
Unsur pemantauan dapat dibagi menjadi 3 sub unsur, yaitu :
a. pemantauan berkelanjutan, Pemantauan melalui laporan berkelanjutan
baik laporan mingguan setiap pelaksanaan kegiatan, bulanan, triwulan
dan tahunan.
b. evaluasi terpisah dilakukan reviu oleh penanggungjawab kegiatan/tim
Pengawas, Tim Satlak PI, Inspektorat Jenderal dan BPK-RI, dan
c. tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan review lainnya, merupakan
peaksanaan tindaklanjut Hasil Audit BPK-RI.

26
26
BAB IX.
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN

A. Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan penanganan
gangguan reproduksi dilakukan secara reguler oleh tim pelaksana
administrasi. Monitoring dan evaluasi secara periodik dan/atau sewaktu-
waktu sesuai dengan jadwal pelaksanaan di lapangan dilakukan oleh tim
pelaksana operasional teknis, sehingga perkembangan kegiatan akan
terus termonitor.

Evaluasi pelaksanaan kegiatan dimaksudkan untuk mengetahui secara


akurat realisasi kegiatan serta mengetahui kendala yang dihadapi dalam
pelaksanaan kegiatan. Hasil evaluasi diformulasikan dalam bentuk
laporan, merupakan data dan informasi untuk bahan koreksi pelaksanaan
kegiatan, dan untuk perbaikan kegiatan di masa yang akan datang.
Pedoman ini dapat berubah setelah mendapatkan hasil evaluasi
penerapan kegiatan di lapangan.

B. Pelaporan
Pelaporan sangat diperlukan untuk mengetahui perkembangan kinerja
kegiatan. Hasil pelaksanaan kegiatan dilaporkan secara berjenjang. Untuk
itu perlu ditetapkan mekanisme sistem pelaporan sebagai berikut :

1. Bagi tim operasional lapangan harus langsung melaporkan hasil


pemeriksaan setelah selesai pelaksanaan kegiatan kepada
penanggungjawab data dan pelaporan melalui I-SIKHNAS.

2. Tim penanggungjawab data dan pelaporan lapangan wajib melaporkan


perkembangan pelaksanaan kegiatan setiap bulan di minggu pertama
setiap kepada Dinas Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Dinas
Provinsi dan UPT Veteriner. Dinas Kabupaten/Kota melakukan
rekapitulasi seluruh laporan perkembangan yang diterima dari petugas
di lapangan untuk disampaikan ke Dinas Provinsi setiap bulan;

3. Dinas Provinsi melakukan rekapitulasi seluruh laporan perkembangan


yang diterima dari Kabupaten/Kota dan selanjutnya setiap triwulan
menyampaikan kepada UPT Veteriner dan ditembuskan kepada
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan cq. Direktur
Kesehatan Hewan.

4. UPT Veteriner melakukan rekapitulasi laporan perkembangan setiap


provinsi untuk dilaporkan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan cq. Direktur Kesehatan Hewan.

Buku II Penetapan Status Reproduksi Dan Penanganan Gangguan Reproduksi 27


27
28
Lampiran 1. Form Laporan Penanganan Gangguan Reproduksi di Kelompok Ternak

Nama Kelompok Ternak : Tanggal Pemeriksaan :


Desa :
Kecamatan :
Kabupaten/Kota :
Provinsi :

Penanggung
Jawab Mengetahui

Koordinator Ketua Kelompok


Lapangan
Lampiran 2. Form Laporan Penanganan Gangguan Reproduksi di Kabupaten/Kota

Kabupaten/Kota :
Provinsi :

Buku II Penetapan Status Reproduksi Dan Penanganan Gangguan Reproduksi


Penanggung Jawab Mengetahui

29
Kepala Dinas Yang

30
Membidangi Fungsi
Peternakan dan Keswan
Koordinator Lapangan Kabupaten/kota

Lampiran 3. Form Laporan Penanganan Gangguan Reproduksi di Provinsi

Provinsi :

Penanggung Jawab Mengetahui


Kepala Dinas Yang
Membidangi Fungsi
Peternakan dan Keswan
Koordinator Lapangan Provinsi
Lampiran 4. Form Pemantauan Hasil Penanganan Gangguan Reproduksi Nasional

Tanggal Pemeriksaan:

JML JML TERNAK BUNTING SAAT


JUMLAH PENANGANAN GANGREP SEMBUH
PENANGAN PEMERIKSAAN
Realisasi
IB KA AN Umur Kebuntingan
Penanganan
No. Provinsi Jml Tidak di GANGREP Ket.
Gangrep
Sembuh IB/KA TIDAK
(ekor) IB Bunting Lahir Abortus KA Bunting Lahir Abortus Semester Semester Semester
(ekor) (ekor) SEMBUH
(ekor) (ekor) (ekor) (ekor) (ekor) (ekor) (ekor) (ekor) I (ekor) II (ekor) III (ekor)
(ekor)

1 2 3 4 5 6 7 8 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Total
Persentase
(%)

Penanggung Jawab Mengetahui

Buku II Penetapan Status Reproduksi Dan Penanganan Gangguan Reproduksi


Koordinator Lapangan Ketua Kelompok

31
Lampiran 5. Data Evaluasi Penanganan Gangguan Reproduksi

32
(4) (8) (11)
IB/KA....ekor Bunting...ekor Lahir...ekor
% = (4)/(2) x 100 % = (8)/(4) x 100 % = (11)/(8) x 100

(2)
Sembuh....ekor
% = (2)/(1) x 100
(5)
tidak IB/KA....ekor
% = (5)/(2) x 100

(1)
Penanganan
Gangrep.....(ekor)
(6)
sembuh pada penanganan
gangrep II... ..ekor
% = (6)/(3) x 100
(9)
(3)
sembuh pada penanganan
Tidak Sembuh...ekor gangrep III... ..ekor
% = (3)/(1) x 100 % = (9)/(7) x 100

(7)
tidak sembuh pada penanganan
gangrep II... ..ekor
% = (7)/(3) x 100
(10) (12)
tidak sembuh pada penanganan Culling/fattening...ekor
gangrep III... ..ekor % = (12)/(10) x 100
% = (10)/(7) x 100
Lampiran 6. Data Kasus Hypofungsi Ovaria

Buku II Penetapan Status Reproduksi Dan Penanganan Gangguan Reproduksi 33


Lampiran 7. Surat Keterangan Status Reproduksi
KOP SURAT
Surat Keterangan Status Reproduksi
Nomor SKSR :

Yang bertandatangan dibawah ini drh.., di wilayahmenerangkan bahwa


pada
hari.., tanggal,bulan.., tahun.telah memeriksa hewan dibawah ini
:

Jenis Hewan .
Bangsa Hewan .
Nomor Kartu .
Tenak
Jenis Kelamin .
Umur .
Nama Pemilik .
Nomor ID .
Pemilik
Telephon .
pemilik
Alamat pemilik .
Menerangkan bahwa hewan tersebut setelah dilakukan pemeriksaan, dinyatakan
status reproduksinya *)

1. BCS < 2,0


2. BCS 2,0
a. Bunting
b. Normal dan Tidak Bunting
c. Tidak Normal/Tidak Produktif Infausta
d. Tidak Normal/Tidak Produktif Fausta
hypofungsi*
Demikian surat keterangan ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya

.,//2017
Tanda tangan

drh

*)
* untuk kasus hypofungsi direkap per kab/kota untuk dijadikan sebagai dasar
pemberian pakan konsentrat

SKSR dibuat rangkap 4


Form 1 untuk UPT Veteriner
Form 2 untuk Dinas
Form 3 untuk Dokter Hewan Puskeswan
Form 4 untuk peternak

34
35
PENYEDIAAN SEMEN BEKU, TENAGA TEKNIS DAN SARANA
IB SERTA PELAKSANAAN IB

PENYEDIAAN SEMEN BEKU, TENAGA TEKNIS DAN SARANA


IB SERTA PELAKSANAAN IB

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
2017

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
2017

Buku III Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB Serta Pelaksanaan IB
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................
Halaman i

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................................... iv

BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................................. 1


B. Tujuan dan Sasaran .......................................................................................... 1
C. Ruang Lingkup .................................................................................................. 2
D. Pengertian ......................................................................................................... 2

BAB II. PENYEDIAAN SEMEN BEKU SESUAI SNI .......................................................... 6

A. Persyaratan Semen Beku .......................................................... ...................... 6


B. Penyediaan Semen Beku ................................................................................. 6
C. Ketersediaan Semen Beku.......................................................... ..................... 7
D. Kebutuhan Semen Beku di Daerah................................................................... 7
E. Permohonan Kebutuhan Semen Beku.............................................................. 7
F. Monitoring, Pelaporan Penyediaan Semen Beku ............................................. 8

BAB III. SUMBER DAYA MANUSIA .................................................................................. 9

A. Petugas Teknis Inseminasi Buatan ................................................................... 9


8
9
B. Pemetaan Kebutuhan Kebutuhan Teknis IB ..................................................... 10
C. Penyiapan Petugas Teknis IB ........................................................................... 11
D. Pemenuhan Kebutuhan Petugas Teknis IB Program UPSUS SIWAB ............. 14
15
E. Sertifikasi Kompetensi Petugas Teknis IB ........................................................ 15
F. Pelaksanaan Kegiatan Pelatihan/ Bimtek IB ..................................................... 16
G. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Pelatihan Bimtek Petugas Teknis IB ....... 17
18
H. Penyediaan Sarana IB ...................................................................................... 18
19

ii
BAB IV. PELAKSANAAN INSEMINASI BUATAN (IB) .............................................. 19
20

A. Wilayah Pelayan IB ...................................................................................... 19


20
B. Tolak Ukur Keberhasilan Pelaksanaan IB ................................................... 20
21
C. Pelaksanaan IB ............................................................................................ 20
21

BAB V. PENDAMPINGAN/PENGAWALAN DAN PELAPORAN ............................... 25


26

A. Pengawalan/ Pendampingan ....................................................................... 25


26
B. Pelaporan .................................................................................................... 25
26

DAFTAR LAMPIRAN
iii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Stok Semen Beku tahun 2016 dari B/BIB/D yang tersertifikasi LSPro.. 27

Lampiran 2. Target Produksi Semen Beku Tahun 2017 dari B/BIB/D yang
tersertifikasi ........................................................................................... 28
Lampiran 3. Stok Semen Beku Tahun 2016 dari BIBD Supporting ......................... 29
Lampiran 4. Target Produksi Semen Beku Tahun 2017 dari BIBD Supporting ....... 30
Lampiran 5. Data Kebutuhan dan Ketersediaan Petugas Teknis IB 2016 .............. 31
Lampiran 6. Silabus Bimtek Inseminator pada Ternak Sapi/Kerbau ......................... 33
Lampiran 7. Pelatihan Petugas Kegiatan SIWAB ................................................. 35
Lampiran 8. Form Penyediaan Semen Beku di Tingkat Produsen ......................... 38
Lampiran 9. Ketersediaan Semen Beku sesuai SNI ................................................. 40
Lampiran 10. Laporan Jumlah Kebutuhan, Ketersediaan dan Pelatihan Petugas
Teknis IB .............................................................................................. 41
Lampiran 11. Kegiatan Inseminasi Buatan ............................................................... 42
Lampiran 12. Rekapitulasi Sarana Perlengkapan Lapangan (Inseminator Kit) di
Kabupaten .............................................................................................. 43
Lampiran 13. Rekapitulasi Sarana Perlengkapan Lapangan (Inseminator Kit) di
Provinsi .............................................................................................. 44

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sistem budidaya ternak, baik ternak sapi maupun kerbau di Indonesia
dikenal 2 cara perkawinan yaitu melalui Inseminasi Buatan (IB) dan Kawin
Alam (KA). Inseminasi Buatan (IB) merupakan salah satu pilihan dalam
pengembangbiakan ternak karena dapat melakukan efisiensi pemeliharaan
Pejantan.

Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) di lapangan secara teknis dipengaruhi oleh


beberapa faktor antara lain mutu semen beku, kondisi reproduksi ternak betina,
keterampilan petugas/inseminator dan pengetahuan peternak dalam mendeteksi
berahi serta didukung oleh hasil pencatatan/recording. Sedangkan mutu semen
beku dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain kualitas Pejantan yang
menghasilkan sperma, cara produksi semen beku dan penanganan semen beku
sampai saat pelaksanaan IB dilapangan.

Meningkatnya permintaan IB untuk meningkatkan produktivitas ternak sapi


kerbau, berdampak padapeningkatan pelayanan IB, kebutuhan semen beku
sapi dan kerbau serta kebutuhan penyediaan petugas teknis IB. Untuk itu perlu
tersedia Petunjuk Pelaksanaan IB, Penyediaan Semen Beku Sesuai SNI Serta
Penyediaan Tenaga Teknis IB.

B. Tujuan dan Sasaran

Tujuanpedoman teknis ini adalah untuk menjadi acuan dalam :

1. Penyediaan semen beku yang memenuhi SNI per jenis dan per rumpun,
serta memetakan kebutuhan semen beku perjenis dan per rumpun masing-
masing daerah
2. Menghitung ketersediaan dan kebutuhan petugas IB (inseminator,
pemeriksaan (PKb) dan Asisten Teknis Reproduksi (ATR) dalam
pelaksanaan UPSUS SIWAB.
3. Memperoleh petugas teknis IB yang berkompoten untuk mendukung UPSUS
SIWAB.
4. Pelaksanaan kegiatan IB

Buku III Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB Serta Pelaksanaan IB 1
Sasaranpedomanteknis ini adalah sebagai berikut :

1. Tersedianya semen beku yang memenuhi SNI sesuai jumlah, jenis dan
rumpun serta tepat waktu.
2. Tersedianya petugas teknis IB berkualitas dan sarana sesuai kebutuhan.
3. Terlaksananya kegiatan IB mendukung Upsus Siwab

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pada pedoman ini meliputi:

a. Penyediaan semen beku, monitoring, evaluasi danpelaporan.


b. Penyediaan Sumber Daya Manusia yang meliputi petugas teknis inseminasi
buatan, mencakup pemetaan kebutuhan petugas teknis IB, penyiapan
petugas teknis IB yang mencakup jenis pelatihan/bimbingan teknis,
penyelenggaraan pelatihan/bimbingan teknis, permohonan
pelatihan/bimbingan teknis,materi bimbingan teknis, petugas teknis IB,
uraian tugas petugas teknis.
c. Pelaksanaan IB

D. Pengertian

Dalam Petunjuk Pelaksanaan ini yang dimaksud dengan :

1. Semen/mani adalah zat cair (cairan) yang terdiri atas spermatozoa dan
plasma seminalis yang berasal dari pejantan yang dapat digunakan untuk
proses pembuahan;

2. Semen Beku Sapi/Kerbau adalah semen yang berasal dari pejantan


sapi/kerbau terpilih yang diencerkan sesuai prosedur proses produksi
sehingga menjadi semen beku dan disimpan di dalam rendaman nitrogen
cair pada suhu -196C pada kontainer.

3. Pejantan sapi/kerbau unggul adalah pejantan sapi/kerbau yang sudah


diseleksi berdasarkan standar bibit yang berlaku yaitu garis keturunannya
(pedigree/silsilah) kemampuan produksi dan reproduksi keturunannya
(progeny).

4. Gerak sperma adalah derajat motilitas sperma dinyatakan dengan angka


nilai 0 (nol) sampai dengan 4 (empat).

5. Motilitas sperma adalah persentase jumlah pergerakan sperma hidup


danbergerak maju/progresif yang nilainya berkisar antara 0% sampai dengan
100%.
2
6. Pengujian semen beku adalah proses pengujian yang dilakukan oleh
laboratorium uji mutu yang telah terakreditasi yang sesuai ISO 17025.

7. Inseminasi Buatan (IB) adalah memasukkan mani/semen ke dalam alat


kelamin hewan betina sehat dengan menggunakan alat inseminasi agar
hewan tersebut menjadi bunting;

8. Bimbingan Teknis IB adalah proses belajar untuk meningkatkan


pengetahuan dan ketrampilan di bidang IB;

9. Sumber Daya Manusia IB adalah Petugas Teknis IB yang meliputi


Inseminator, PKb, ATR, Recorder, Selektor IB, Instruktur IB, Supervisor, Bull
Master, Laboran. Petugas Teknis IB melakukan pelayanan terhadap
akseptor dan telah mendapat surat penugasan dari Dinas yang membidangi
fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat.

10. Petugas Teknis IB meliputi Inseminator, PKb, ATR, Recorder, Selektor IB,
Instruktur IB, Supervisor, Bull Master, Laboran.

11. Inseminator adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan
ketrampilan khusus untuk melakukan inseminasi buatan serta memiliki Surat
Izin Melakukan Inseminasi (SIMI);

12. Inseminator Swadaya adalah inseminator yang berasal dari kalangan


peternak atau masyarakat (bukan pegawai pemerintah) dibawah
pengawasan Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan
hewan;

13. Pemeriksa Kebuntingan yang selanjutnya disebut sebagai PKb adalah


petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan ketrampilan khusus untuk
melakukan pemeriksaan kebuntingan serta memiliki SIM-PKB;

14. Asisten Teknis Reproduksi yang selanjutnya disebut sebagai ATR adalah
petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan ketrampilan dasar
manajemen reproduksi untuk melakukan pengelolaan reproduksi;

15. Bimtek IBadalah bimbingan teknis IB untuk mencapai persyaratan


kompetensi teknis IB yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas aparat dan
non aparat di bidang teknis IB.

16. Sertifikat adalah surat pernyataan absah yang menerangkan bahwa


pemiliknya telah berhasil mengikuti dan menyelesaikan keseluruhan proses
belajar mengajar dengan baik dalam program bimtek IB yang bersifat
penambahan pengetahuan, keterampilan dan sikap prilaku.

Buku III Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB Serta Pelaksanaan IB 3
17. Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang
aparatur dan non aparatur berupa wawasan pengetahuan, ketrampilan dan
sikap prilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas pekerjaannya.

18. Kompetensi Kerja adalah spesifikasi dari setiap sikap, pengetahuan,


ketrampilan dan/atau keahlian serta penerapannya secara efektif dalam
pekerjaan sesuai dengan standar kinerja yang dipersyaratkan.

19. Standar Kompetensi Kerjaadalah jenis-jenis kompetensi kerja yang harus


dikuasai oleh seorang pejabat atau petugas yang menduduki jabatan atau
melaksanakan pekerjaan tertentu agar dapat berprestasi baik dalam
menduduki jabatan atau melaksanakan pekerjaan tertentu.

20. Sertifikat Kompetensi adalah bukti pengakuan tertulis atas penguasaan


Kompetensi Kerja pada jenis profesi tertentu yang diberikan oleh Lembaga
Sertifikasi Profesi atau Badan Nasional Sertifikasi Profesi.

21. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat


SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan
dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

22. Uji kompetensi adalah proses penilaian pengetahuan, ketrampilan, dan sikap
kerja melalui pengumpulan bukti yang relevan untuk menentukan seseorang
kompeten atau belum kompeten pada suatu unit kompetensi atau kualifikasi
tertentu.

23. Standar Kompetensi Kerja Teknis IBadalah jenis-jenis kompetensi kerja


teknis IB yang harus dikuasai oleh seorang petugas yang melakukan tugas
pekerjaan teknis IB agar dapat berprestasi baik dalam melaksanakan
pekerjaan teknis IB.

24. Lembaga Sertifikasi Profesi Sektor Pertanian yang selanjutnya disingkat LSP
Sektor Pertanian adalah lembaga pelaksana kegiatan sertifikasi kompetensi
sektor pertanian yang mendapatkan lisensi dari BNSP setelah memenuhi
persyaratan yang ditetapkan untuk melaksanakan Sertifikasi Kompetensi
Kerja.

25. Tempat Uji Kompetensi yang selanjutnya disebut TUK adalah tempat kerja
atau tempat lainnya yang memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai
tempat pelaksanaan Uji Kompetensi oleh LSP.

4
26. TUK di Tempat Kerja adalah TUK yang merupakan bagian dimana proses
produksi dilakukan dan pelaksanaan uji dilakukan pada saat peserta
sertifikasi bekerja dalam proses produksi.

27. TUK Sewaktu adalah TUK bukan di tempat kerja yang digunakan sebagai
tempat uji secara insidentil dengan ruang pertemuan yang dilengkapi dan
ditata sesuai dengan persyaratan tempat uji, fasilitas yang memenuhi
persyaratan tempat uji atau fasilitas produksi yang sedang tidak digunakan
untuk proses produksi.

28. Asesor Kompetensi adalah seseorang yang memiliki kompetensi dan


memenuhi persyaratan untuk melakukan dan/atau menilai Uji Kompetensi
pada jenis dan kualifikasi tertentu.

Buku III Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB Serta Pelaksanaan IB 5
BAB II

PENYEDIAAN SEMEN BEKU

Penyediaan Semen beku dalam rangka mendukung Upsus Siwab harus sesuai
dengan standar SNI semen beku. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal perlu
memperhatikan beberapa hal seperti :

A. Persyaratan Semen Beku

1. Berasal dari Pejantan Unggul yang bebas dari 12 penyakit PHMS yang
dibuktikan dengan hasil surveilen Balai Veteriner (B/B Vet) atau Balai
Besar Penelitian Veteriner (BBalitvet).
2. Memenuhi persyaratan mutu :
a) Semen beku tidak mengandung mikroorganisme penyakit menular
b) Semen yang sudah dicairkan kembali (post Thawing) harus :
i. motilitas minimal 40% untuk semen beku sapi dan 30% untuk
semen beku kerbau.

ii. derajat gerakan individu spermatozoa minimal 2 (dua)


3. Dikemas dalam bentuk straw dengan ukuran mini straw volume 0,25 ml.
4. Kemasan straw harus dilengkapi minimal : kode pejantan, nama pejantan,
kode batch, nama produsen dan rumpun
B. Penyedian Semen Beku

1. Penyedia semen beku dapat dilakukan oleh :


a. Balai Inseminasi Buatan (B/BIB) Nasional
b. Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD)
2. Persyaratan Penyedia
a. Penyedia yang telah mendapat sertifikat SNI dari Lembaga
Sertifikasi Produk (LSPro) benih dan bibit ternak yang terakreditasi
atau ditunjuk oleh Menteri Pertanian; atau
b. Penyedia belum tersertifikasi tetapi telah menerapkan Sistem
menejemen mutu dan produknya sesuai SNI yang dibuktikan dengan
hasil uji dari laboratorium yang terakreditasi; atau
c. Bila penyedia memiliki Laboratorium uji yang terakreditasi, penyataan
produk yang dihasilkan sesuai SNI dibuktikan dengan hasil uji dari
laboratorium yang terakreditasi bukan dari milik sendiri.

6
C. Ketersedian Semen Beku

Semen beku untuk kebutuhan Program UPSUS SIWAB dipenuhi dari Balai
Inseminasi Buatan Nasional dan daerah.Jumlah yang disediakan berasal dari
stock tahun 2016 dan target produksi tahun 2017. Produksi semen beku oleh
Balai Inseminasi Buatan Nasional dan Daerah harus sudah dilakukan pada
awal tahun 2017.

Data Stock Semen Beku Tahun 2016 dan Produksi Tahun 2017 dari Balai
Inseminasi Buatan Nasional dan daerah yang sudah tersertifikasi, sebagaimana
lampiran 1 dan 2:

Apabila terjadi kekurangan semen beku dari BIB Nasional dan BIBD yang
sudah tersertifikasi, dapat dipenuhi dari BIBD yang produknya terlebih dahulu
harus diuji oleh laboratarium yang terakreditasi. Adapun data stock tahun 2016
dan target produksi dari BIBD yang dapat menyediakan semen beku sebagai
supporting dalam kegiatan UPSUS SIWAB sebagaimana lampiran 3 dan 4.

D. Kebutuhan Semen Beku di Daerah

Kebutuhan semen beku per rumpun di provinsi untuk program UPSUS SIWAB
dengan memperhitungkan jumlah akseptor per rumpun dan Service per
Conception (S/C) yang ada dimasing-masing kabupaten/kota. Kebutuhan
semen beku tersebut dipenuhi dari stock semen beku yang tersedia dari tahun
2016 dan produksi semen beku Balai Inseminasi Buatan Nasional dan Daerah
tahun 2017.

E. Permohonan Kebutuhan Semen Beku

1. Provinsi
Permohonan kebutuhan semen beku dari masing-masing provinsi kepada
B/BIB Nasional ditujukan kepada Direktur Jenderal cq. Direktur Perbibitan
dan Produksi Ternak, sedangkan kebutuhan semen beku dari BIB daerah
dikoordinasikan dengan penanggung jawab IB pada masing-masing
Provinsi.

2. Kabupaten/Kota
Permohonan kebutuhan semen beku masing-masing Kabupaten/Kota
untuk program UPSUS SIWAB ditujukan kepada Kepala Dinas yang
membidangi fungsi peternakan di Provinsi.

3. Permohonan kebutuhan semen beku per rumpun dari masing-masing


provinsi dan kabupaten/Kota memperhatikan peraturan wilayah sumber
bibit di wilayahnya.
Buku III Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB Serta Pelaksanaan IB 7
F. Monitoring, Pelaporan Penyediaan Semen Beku

Monitoring dan pelaporan penyediaan semen beku dilakukanSecara


berjenjang, yakni :

1. Balai Inseminasi Buatan Nasional/Daerah

Balai Inseminasi Buatan/Daerah melakukan monitoring dan evaluasi


ketersediaan semen beku di setiap Provinsi terkait jumlah straw, jenis dan
rumpun, stock yang ada dan kualitas semen. Laporan
disampaikankepada Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak cc ketua
Upsus SIWAB

2. Dinas Provinsi melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kebutuhan di


masing-masing kabupaten/kota terkait lokasi kegiatan program UPSUP
SIWAB, jumlah straw yang diterima kabupaten, jenis dan rumpun, stock
semen beku, dan hasil pelaksanaan IB. Laporan disampaikan pada
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan tembusan
Balai Inseminasi Buatan/Daerah.

3. Dinas Kabupaten/Kota melakukan monitoring dan evaluasi terhadap


inseminator pengguna terkait jumlah straw yang diterima, jenis dan
rumpun, jumlah penggunaan straw, hasil pelaksanaan IB, stock semen
beku. Laporan disampaikan pada Dinas Provinsi yang membidangi fungsi
Peternakan.Pelaporan mengacu pada sistem monitoring evaluasi dan
pelaporan UPSUSSIWAB.

8
BAB III
BAB III
SUMBER DAYA MANUSIA
SUMBER DAYA MANUSIA

A. Petugas Teknis Inseminasi Buatan


A. Petugas Teknis Inseminasi Buatan
Dalam mendukung keberhasilan UPSUS SIWAB, sumber daya manusia yang
Dalam mendukung
diperlukan keberhasilan
adalah Petugas UPSUS
Teknis SIWAB,
Inseminasi sumber
Buatan daya manusia
(IB).Petugas yang
teknis IB
diperlukan adalah
sesuai dengan Petugas teknis
keterampilan Teknisyang
Inseminasi Buatan : (IB).Petugas teknis IB
dimiliki meliputi
sesuai dengan keterampilan teknis yang dimiliki meliputi :
1. Inseminator
1. Inseminator
Adalah petugas yang berhak melakukan inseminasi, telah mengikuti
Adalah
pelatihanpetugas yang
inseminasi berhak
buatan melakukan
dan memenuhi inseminasi,
kualifikasi telah mengikuti
serta memiliki SIM-I.
pelatihan inseminasi buatan dan memenuhi kualifikasi serta memiliki SIM-I.
Syarat pendidikan diutamakan minimal SMK Peternakan atau sederajat
Syarat pendidikan
dibidang IPA. diutamakan minimal SMK Peternakan atau sederajat
dibidang IPA.
2. Pemeriksa Kebuntingan (PKb)
2. Pemeriksa Kebuntingan (PKb)
Adalah petugas yang berhak melakukan pemeriksaan kebuntingan,
Adalah petugas
menetapkan apakahyang berhak
ternak melakukan
sapi betina tersebutpemeriksaan kebuntingan,
bunting atau kosong, telah
menetapkan apakahpemeriksa
mengikuti pelatihan ternak sapi betina tersebut bunting atau kosong, telah
kebuntingan.
mengikuti pelatihan pemeriksa kebuntingan.
Syarat pendidikan minimal SMU atau sederajat, telah mengikuti pelatihan
Syarat pendidikan
Inseminator, telahminimal SMU pelatihan
mengikuti atau sederajat, telah mengikuti
pemeriksa pelatihan
kebuntingan dan
Inseminator, telah serta
memenuhi kualifikasi mengikuti pelatihan
memiliki SIM-A2. pemeriksa kebuntingan dan
memenuhi kualifikasi serta memiliki SIM-A2.

3. Asisten Teknis Reproduksi (ATR)


3. Asisten Teknis Reproduksi (ATR)
Adalah petugas yang berhak melakukan pemeriksaan kebuntingan dan
Adalah petugas yang
kelainan/gangguan berhak melakukan
reproduksi, menetapkanpemeriksaan kebuntingan
apakah ternak dan
sapi betina
kelainan/gangguan reproduksi,
tersebut steril atau produktif menetapkan
(sterility control). apakah ternak sapi betina
tersebut steril atau produktif (sterility control).
Syarat pendidikan minimal D-3 peternakan dan kesehatan hewan atau
Syarat pendidikan
sederajattelah minimal
mengikuti D-3 peternakan
pelatihan dantelah
Inseminator, kesehatan hewan
mengikuti atau
pelatihan
sederajattelah mengikutitelah
pemeriksa kebuntingan, pelatihan Inseminator,
mengikuti pelatihantelah mengikuti
asisten pelatihan
teknis reproduksi
pemeriksa
dan memenuhikebuntingan,
kualifikasitelah
sertamengikuti pelatihan asisten teknis reproduksi
memiliki SIM-A1.
dan memenuhi kualifikasi serta memiliki SIM-A1.

B. Pemetaan Kebutuhan Petugas Teknis IB


B. Pemetaan Kebutuhan Petugas Teknis IB
Dalam pelayanan IB, diperlukanpemetaan petugas teknis IB yang ideal guna
Dalam pelayanan
menunjang IB, diperlukanpemetaan
kegiatan pelayanan secara petugas
optimal teknis
dan IBmemuaskan
yang ideal guna
bagi
menunjang khususnya
konsumen, kegiatan peternak.
pelayanan secara optimal dan memuaskan bagi
konsumen, khususnya peternak.
Buku III Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB Serta Pelaksanaan IB 9
Adapun pemetaan kebutuhan petugas IB berdasarkan tahapan wilayah, sebagai
berikut:

1. Wilayah Introduksi
a. Apabilalokasi terdapat 1 (satu) unit pelayanan IB seperti SP-IB/Pos
IB/Puskeswan dengan akseptor lebih dari 300 ekor, membutuhkan teknisi
IB sebagai berikut : 3 (tiga) orang Inseminator, 1 (satu) orang PKb dan 1
(satu) orang ATR. Selanjutnya tenaga Inseminator dan PKb dapat
ditambah sesuai dengan bertambahnya akseptor.

b. Apabila lokasi hanya terdapat kurang dari 300 ekor akseptor, jumlah
Inseminator dapat kurang dari 3 orang pada suatu unit pelayan IB.
Sedangkan pelayanan dan pembinaan dari aspek pemeriksaan
kebuntingan dan gangguan reproduksi, dapat dilakukan oleh petugas PKb
dan ATR pada SP-IB/Pos IB Puskeswan terdekat dengan lokasi tersebut.

2. Wilayah Pengembangan
a. Apabila pada lokasi terdapat 1 (satu) unit pelayanan IB seperti SP-IB/Pos
IB/Puskeswan dengan akseptor lebih dari 600 ekor, membutuhkan teknisi
IB sebagai berikut : 3 (tiga) orang Inseminator, 1 (satu) orang PKb dan 1
(satu) orang ATR. Selanjutnya tenaga Inseminator dan PKb dapat
ditambah sesuai dengan bertambahnya akseptor.

b. Apabila pada lokasi tersebut terdapat akseptor kurang dari 600 ekor,
berarti jumlah Inseminator dapat kurang dari 3 orang pada suatu unit
pelayanan IB. Selanjutnya pelayanan dan pembinaan untuk pemeriksaan
kebuntingan dan reproduksi dapat dilakukan oleh PKb dan ATR pada unit
layanan IB terdekat dengan lokasi tersebut.

3. Wilayah Swadaya

a. Apabila pada lokasi terdapat 1 (satu) unit pelayanan IB seperti SP-IB/Pos


IB/Puskeswan dengan akseptor lebih dari 1.200 ekor, membutuhkan
teknisi IB sebagai berikut : 3 (tiga) orang Inseminator, 1 (satu) orang PKb
dan 1 (satu) orang ATR. Selanjutnya tenaga Inseminator dan PKb dapat
ditambah sesuai dengan bertambahnya akseptor.

10
b. Apabila pada lokasi tersebut terdapat akseptor kurang dari 1.200 ekor,
berarti jumlah Inseminator dapat kurang dari 3 orang pada suatu unit
pelayanan IB. Selanjutnya pelayanan dan pembinaan untuk pemeriksaan
kebuntingan dan reproduksi dapat dilakukan oleh PKb dan ATR pada unit
layanan IB terdekat dengan lokasi tersebut.

Pemetaan petugas teknis IB pada masing-masing provinsi dan kabupaten/kota


sebagaimana tabel Kebutuhan dan Penyediaan Petugas Teknis IB pada Lampiran5.

C. Penyiapan Petugas Teknis IB

1. Jenis Pelatihan/Bimbingan Teknis

Pengembangan dan penyediaan Petugas IB, PKb, dan ATR berbasis


kompetensi mengacu pada SKKNI atau KKNI bidang Reproduksi Ternak
Ruminansia Besar.

Berdasarkan hasil pemetaan kebutuhan dan ketersediaan petugas


inseminator, PKb, dan ATR, maka apabila terdapat kekurangan dapat
dipenuhi dengan melakukan pelatihan/bimbingan teknis. Penyegaran
dilakukan untuk petugas yang telah mengikuti pelatihan sebelumnya.

Penetapan jenis pelatihan/bimbingan teknis IB yang akan dilaksanakan,


disesuaikan dengan kebutuhan sasaran/stakeholder dalam mendukung
UPSUS SIWAB.
Jenis Pelatihan/Bimbingan Teknis mengacu pada SK Kepala LAN No 7 tahun
2003 Bab V, terdiri dari Pelatihan Substantif dan Pelatihan
Umum/Administrasi dan Manajemen. Pelatihan Substantif adalah jenis
Bimbingan Teknis IB yang

dirinci berdasarkan lingkup petugas lapangan yang runtut dan


berkesinambungan dari hulu sampai hilir.

Jenis-jenis Bimbingan TeknisIByang dibutuhkan dikelompokkan kedalam


bidang:

a. Inseminator

b. Pemeriksa Kebuntingan (PKb)

c. Asisten Teknis Reproduksi (ATR)

Persyaratan mengikuti pelatihan/bimbingan teknis antara lain:

a. Sehat jasmani dan rohani


Buku III Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB Serta Pelaksanaan IB 11
b. Pendidikan minimal SMK bidang peternakan atau sederajat dibidang IPA

c. Rekomendasi Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan


hewan kabupaten/kota setempat.

2. Penyelenggaraan Pelatihan/Bimbingan Teknis

Penyelenggaraan pelatihan/bimbingan teknis Inseminasi Buatan


Berdasarkan PP No. 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan
Jabatan Pegawai Negeri Sipil apabila lamanya pelatihan dilaksanakan lebih
dari 48 jam pelatihan (JP) @ 45 menit dilaksanakan oleh Lembaga
Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah/swasta yang terakreditasi. Pendidikan
dan pelatihan dapat dilaksanakan oleh lembaga lain sepanjang bekerjasama
dengan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah/swasta yang
terakreditasi.

Bila lamanya pelatihan/bimbingan teknis IB dilaksanakan dibawah 48 jam


pelatihan (JP) @ 45 menit dapat dilaksanakan Apresiasi/Bimbingan Teknis
oleh Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan dan/atau Unit Pelaksana Teknis Daerah yang memiliki kompetensi.

Sesuai dengan Permentan 48 Tahun 2016 bahwa untuk memenuhi


kebutuhan tenaga teknis IB maka dilakukan peningkatan jumlah dan
kompetensi teknis IB melalui pengiriman calon inseminator dan pemeriksaan
kebuntingan ternak untuk mengikuti pelatihan/bimtek IB. Penyelenggaraan
pelatihan dan bimtek untuk petugas inseminator, PKb dan ATR dilaksanakan
pada UPT Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen
PKH) dan UPT Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian
(BPSDMP). Penetapan lokasi kegiatan pelatihan/bimtek pada UPT
Perbibitan berdasarkan wilayah pendampingan GBIB dan potensi sebaran
akseptor IB sebagaimana pada Lampiran 8.

Kegiatan refresher atau penyegaran petugas selain olehDinas, dapat


dilakukan olehUPT/UPTD.

3. Permohonan Pelatihan/Bimbingan Teknis

Permohonan pelatihan/bimbingan teknissebagai berikut:

a. Permohonan pelatihan/bimbingan teknis dari SKPD Provinsi ditujukan


kepada Direktur Jenderal cq. Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak,
dengan melampirkan daftar peserta dan kelengkapan persyaratan.

12
b. Permohonan pelatihan/bimbingan teknis dari SKPD Kabupaten/Kota
ditujukan Provinsi dengan melampirkan daftar peserta dan kelengkapan
persyaratan, selanjutnya diteruskan kepada Direktur Jenderal.

4. Materi Pelatihan/Bimbingan Teknis

Materi Pelatihan/Bimbingan Teknis IB dalam setiap kegiatan terdiri dari


kelompok dasar, inti dan penunjang mengacu pada SKKNI atau KKNI
bidang Reproduksi Ternak Ruminansia Besar dengan rincian sebagai
berikut :

a. Materi Pelatihan/Bimbingan Teknis IB yang terkandung dalam kelompok


dasar berisikan kebijakan program yang berhubungan dengan
Bimbingan Teknis IB yang akan dilaksanakan dengan bobot maksimum
10 %.

b. Materi Pelatihan/Bimbingan Teknis IB yang terkandung dalam kelompok


inti berkaitan dengan kompetensi kerja yang diperlukan oleh peserta
Bimbingan Teknis IB dengan bobot minimum 80 %.

c. Materi Pelatihan/Bimbingan Teknis IB yang terkandung dalam kelompok


penunjang berkaitan dengan materi pendukung untuk pencapaian hasil
Bimbingan Teknis IB dengan bobot maksimum 10%.

Materi Pelatihan/Bimbingan Teknis IBsecara rinci tertera pada


Lampiran6 dan 7.

5. Uraian Tugas Petugas Teknis


a. Inseminator
1) Merencanakan kebutuhan penggunaan semen beku
2) Melakukan identifikasi akseptor IB dan mengisi kartu peserta IB.
3) Melaksanakan IB pada ternak.
4) Membuat pencatatan dan laporan pelaksanaan IB dan
menyampaikan kepada petugas PKB
5) Membuat pencatatan dan laporan pelaksanaan IB dan
menyampaikan kepada petugas PKB
6) Berkoordinasi dengan petugas PKb, ATR dan Medik Veteriner
(jika ada akseptor IB yang sudah 2 kali di-IB tidak juga bunting).

Buku III Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB Serta Pelaksanaan IB 13
b. Pemeriksa Kebuntingan (PKb)
1) Membimbing, mengkoordinir dan mengawasi pekerjaan
Inseminator (termasuk Inseminator Mandiri)
2) Memeriksa kebuntingan akseptor IB berdasarkan laporan
Inseminator.
3) Melakukan evaluasi pelaksanaan IB secara berkala.

c. Asisten Teknis Reproduksi (ATR)


1) Membimbing, mengkoordinir dan mengawasi pekerjaan PKb
dan Inseminator.
2) Memeriksa organ reproduksi ternak yang dilaporkan tidak bunting
setelah sekali diinseminasi (repeat breeder)
3) Menentukan ternak tersebut masih layak atau tidak layak lagi
untuk di IB.
4) Melakukan diagnosa gangguan reproduksi dan melakukan
pengobatan atas petunjuk Dokter Hewan.
5) Melakukan evaluasi status reproduksi ternak secara berkala.
6) Membuat laporan pelaksanaan kegiatan di SP-IB yang
bersangkutan.

Dalam pelaksanaan di lapangan, seorang petugas dapat merangkap


beberapa tugas sekaligus sepanjang memenuhi persyaratan

D. Pemenuhan Kebutuhan Petugas Teknis IB Program UPSUS SIWAB

Untuk memenuhi kebutuhan petugas teknis IB pada kegiatan UPSUS SIWAB


berdasarkan Permentan 48 tahun 2016 tentang Upaya Khusus Percepatan
Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting, maka selain melalui
Diklat/Bimtek juga dapat dilakukan melalui penugasan kepada Inseminator dan
Petugas PKb yang belum memiliki izin untuk melakukan IB dan pemeriksaan
kebuntingan.

Penugasan petugas teknis IB antar wilayah kerja dimungkinkan untuk jangka


waktu tertentu. Penugasan tersebut dilakukan oleh kepala dinas provinsi atau

kepala dinas kabupaten/kota yang melaksanakan fungsi peternakan dan


kesehatan hewan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
E. Sertifikasi Kompetensi Petugas Teknis IB

14
Dalam upaya untuk memenuhi ketersediaan petugas IB yang profesional dan
berkompeten, maka secara bertahap Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan
menyiapkan SDM untuk petugas inseminator, PKb dan ATR yang dibuktikan
dengan sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi
(LSP). Sertifikasi kompetensi merupakan proses pemberian sertifikat
kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan obyektif melalui uji
kompetensi yang mengacu kepada Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia (SKKNI). Sertifikat kompetensi sektor pertanian diterbitkan oleh LSP
Sektor Pertanian yang telah memperoleh lisensi dari Badan Nasional
Standarisasi Profesi (BNSP).

Mengacu pada Permentan No. 42/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan


Sertifikasi Kompetensi Sumber Daya Manusia Sektor Pertanian maka untuk
mendapatkan sertifikat kompetensi, dapat dilakukan melalui beberapa cara:

1. Sertifikasi langsung tanpa Diklat, yang dilakukan untuk petugas IB yang


berpengalaman minimal 3 tahun dibidangnya secara berkelanjutan.

2. Pelatihan penyegaran (refresh) dilanjutkan dengan uji kompetensi oleh


Asesor Kompetensi IB.

3. Pelatihan Teknis calon inseminator yang sesuai SKKNI selama 21 hari, calon
PKb dan ATR selama 14 hari, dilanjutkan magang di tempat inseminator
seniornya selama 3 bulan dan minimal telah melakukan IB terhadap 60 ekor
sapi/kerbau.

4. Sertifikasi dapat dilakukan dengan mendatangkan asesor ke beberapa calon


peserta untuk dilakukan uji kompetensi.

5. Peserta pelatihan dan sertifikasi harus mendapat rekomendasi Dinas terkait


dan organisasi profesi/asosiasi.
F. Pelaksanaan Kegiatan Pelatihan/Bimtek IB

Sesuai dengan Permentan 48 Tahun 2016 bahwa untuk memenuhi kebutuhan


tenaga teknis IB maka dilakukan peningkatan jumlah dan kompetensi teknis IB
melalui pengiriman calon Inseminator dan Pemeriksaan Kebuntingan ternak
untuk mengikuti pelatihan/bimtek IB. Penyelenggaraan pelatihan dan bimtek
untuk petugas Inseminator, PKb dan ATR dilaksanakan pada UPT Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) bekerjasama dengan
UPT Badan Pengembangan dan Penyuluhan Sumberdaya Manusia Pertanian
(BPPSDMP). Penetapan lokasi peserta kegiatan pelatihan/bimtek pada UPT

Buku III Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB Serta Pelaksanaan IB 15
Ditjen PKH berdasarkan wilayah supervisi dan potensi sebaran akseptor
sebagaimana pada Lampiran 7.

1. Pelatihan Calon Inseminator, PKb dan ATR

Pelatihan IB untuk inseminator barupelaksanaannya bekerjasama dengan


BBPP Batu, BBPKH Cinagara, dan BBPP Noelbaki Kupang dengan waktu
21 hari. Kerjasama dapat dilakukan melalui model yaitu Swakelola yakni
pembiayaan dikelola oleh UPT Ditjen PKH, sedangkan UPT BPPSDMP
dapat menyiapkan tempat, pengajar, kurikulum dan fasilitas lainnya. UPT
Ditjen PKH berkoordinasi dengan BPPSDMP untuk membahas rincian
kerjasama, kurikulum, penentuan lokasi pelatihan dan break down
kebutuhan pelatihan.

Calon peserta pelatihan Inseminasi Buatan disarankan THL, paramedis,


Penyuluh Pertanian yang memiliki latar belakang pendidikan peternakan
(SMK peternakan dan kesehatan hewan, STPP jurusan peternakan, S1
jurusan peternakan) berasal dari sentra peternakan dan diutamakan yang
memiliki kendaraan bermotor.

2. Bimtek Refresher Petugas IB, PKb dan ATR

a) Kompetensi Petugas Teknis IB

Dalam rangka untuk mewujudkan pengembangan sumberdaya manusia


berbasis kompetensi, Ditjen PKH berkoordinasi dengan BPPSDMP untuk
melakukan bimtek sertifikasi kompetensi petugas IB. Pelaksanaan bimtek
sertifikasi petugas IB dilakukan secara bertahap, dimulai dari Provinsi
yang sebagian besar petugas IB mandiri dan merupakan sentra sapi
potong di pulau Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur)
melalui Bimtek Penyegaran Petugas IB.
Calon peserta bimtek sertifikasi dipersyaratkan adalah petugas IB yang
sudah berpengalaman dan mahir melakukan pekerjaannya lebih dari 2-3
tahun dan memerlukan sertifikat kompetensi.

Untuk memetakan jumlah Asesor yang akan dialokasikan pada bimtek


sertifikasi petugas IB, perlu data jumlah peserta di masing-masing
provinsi. BPPSDMP cq Pusat Pelatihan Pertanian (Puslatan) akan
menyediakan tenaga Asesor sesuai dengan jumlah peserta bimtek.
Tempat pelaksanaan uji kompetensi dilakukan di Tempat Uji Kompetensi

16
(TUK) masing-masing sesuai ketersediaannya, dapat di TUK tempat kerja
atau TUK sewaktu.

Output dari bimtek ini petugas teknis IB yang berkompeten yang


ditunjukkan dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh LSP Sektor Pertanian.
b) Persiapan Petugas IB, PKb dan ATR

Bimtek refresher atau penyegaran bagi petugas IB (inseminator, PKb dan


ATR) di luar provinsi tersebut diatas (Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan
Jawa Timur) merupakan kegiatan bimtek pelaksanaan IB di masing-
masing wilayah. Materi bimtek dapat meliputi teknis pelaksanaan
IB/PKb/ATR, pemetaan lokasi, pemetaan target akseptor dan pemetaan
petugas serta operasional kegiatan UPSUS SIWAB di wilayah masing-
masing. Calon peserta bimtek adalah petugas IB yang sudah
berpengalaman. Adapun output bimtek ini adalah diperolehnya petugas
teknis IB yang lebih trampil dan telah siap melaksanakan penugasan
kegiatan UPSUS SIWAB.

G. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Pelatihan serta Bimbingan Teknis


Petugas Teknis IB

1. Monitoring dan Evaluasi

Kegiatan pelaksanaan pelatihan dan bimtek petugas teknis IB yang


diselenggarakan oleh UPT Ditjen PKH, UPT BPPSDMP dan Provinsi akan
dilakukan supervisi dan monitoring oleh petugas yang ditunjuk oleh Tim
Supervisi lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Evaluasi pelaksanaan kegiatan dimaksudkan dilakukan secara berkala untuk


mengetahui realisasi kegiatan serta kendala dan permasalahan
pelaksanaannya. Hasil evaluasi diformulasikan dalam bentuk laporan
berupa data dan informasi untuk bahan perbaikan kegiatan selanjutnya.

2.Pelaporan

Pelaporan diperlukan untuk mengetahui perkembangan kinerja kegiatan, dan


dilakukan secara berjenjang sebagai berikut :

a) Petugas lapangan atau recorder wajib melaporkan perkembangan


jumlah ketersediaan dan petugas teknis IB yang telah mengikuti
pelatihan/bimtek beserta jenis pelatihannya kepada Dinas
Kabupaten/Kota setiap bulan di minggu pertama.
Buku III Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB Serta Pelaksanaan IB 17
b) Dinas Kabupaten/Kota melakukan rekapitulasi data dan laporan
perkembangan yang diterima dari petugas lapangan untuk disampaikan
ke Dinas Provinsi yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan
Hewan setiap bulan.
c) Dinas Provinsi menyampaikan data kebutuhan dan ketersediaan jumlah
petugas IB serta pelaporan petugas teknis IB yang telah mengikuti
pelatihan dan bimtek penyegaran IB yang berupa jumlah dan jenis
pelatihan atau bimtek serta pelaksanaannya. Laporan disampaikan pada
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan cq Direktur
Perbibitan dan Produksi Ternak dengan tembusan Ketua UPSUS
SIWAB.
d) UPT Ditjen PKH sebagai penyelenggara pelatihan bagi petugas IB wajib
melaporkan kegiatan setiap bulan yang disampaikan kepada Direktur
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan cq Direktur Perbibitan dan
Produksi Ternak cc Ketua UPSUS SIWAB terkait jumlah peserta, jenis
pelatihan, lokasi kegiatan pelatihan dan hasil evaluasi peserta.

H. Penyediaan Sarana IB

Dalam rangka mendukung penyediaan sarana IB, agar IB dapat terlaksana


dengan efektif, efisien dan maksimal, perlu dilakukan pemetaan jumlah tenaga
teknis IB dengan jumlah peralatan IB (inseminator kit) dan sarana pendukung
lainnya seperti container, N2 cair dan semen beku.

Penyediaan peralatan IB tersebut harus sesuai dengan kebutuhan masing-


masing daerah, oleh karena itu daerah perlu memetakan jenisperalatan beserta
jumlah dan ukuran sarana IB yang dibutuhkan. Hal ini dimaksudkan untuk
memenuhi kekurangan yang terjadi karena adanya peralatan yang sudah tidak
dapat digunakan lagi atau peralatan yang dibutuhkan bagi petuga teknis IB yang
baru.

18
BAB IV

PELAKSANAAN INSEMINASI BUATAN (IB)

Pelayanan Inseminasi Buatan dalam rangka mendukung UPSUS SIWAB dapat


dilaksanakan pada wilayah introduksi, pengembagan dan swadaya serta wilayah
pemeliharaan ternak yang dilakukan secara ekstensif.

A. Wilayah Pelayanan IB

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam pelaksanaan IB perlu


direncanakan IB secara baik dengan memperhatikan beberapa hal seperti
struktur populasi ternak sapi (dewasa, muda dan anak baik jantan maupun
betina), akseptor, Service per Conception (S/C) dan Conception Rate (CR),
tenaga dan sarana yang tersedia.
Batasan dan kriteria wilayah tahapan pelayanan IB disajikan pada tabel-1 berikut
:
Tabel-1. Batasan dan Kriteria Wilayah Pelayanan IB
Wilayah Tahapan Pelayanan IB
Uraian Introduk Pengembanga Swadaya
si n
Batasan
Jumlah Pelayanan IB/ 300 600 >1000
tahun (dosis) >3 2-3 <2
S/C 50 70 80
CR (%)
Kriteria
1. Waktu Pelaksanaan IB <5 tahun 5-10 tahun 10 tahun
2. Wilayah SP-IB SP-IB SP-IB
3. Jumlah Akseptor <100 100 - 400 >400
(ekor/
tahun/inseminator) 1.800 3.600 7.200
4. Cakupan Wilayah <10 50 80
Binaan 100% APBN & 100 %
(ekor/tahun) APBN APBD Peternak/
5. Populasi Akseptor IB Koperasi
(%)
6. Sumber Dana

Agar pelaksanaan IB dapat memberikan hasil yang maksimal perlu


memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Buku III Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB Serta Pelaksanaan IB 19
B. Tolak Ukur Keberhasilan Pelaksanaan IB
Untuk menilai keberhasilan pelaksanaan IB pada SP-IB/Pos IB di tingkat
Kabupaten/Kota, memperhatikan hal-hal sebagai berikut .
Tabel-2. Tolak ukur keberhasilan pelaksanaan IB di SP-IB
Uraian Wilayah
Tahapan
Introduksi Pengembangan Swadaya
1. S/C 3-5 2-3 <2
2. CR (%) 50 70 80
3. Jumlah IB (Dosis) 1.800 2.400 3.600
4. Jumlah akseptor (ekor) 600 1.200 2.400
5. Cakupan wilayah binaan 1.800 3.600 7.200
(ekor) 480 960 1.920
6. Kelahiran /tahun
minimal 5-10 5-10 5-10
(ekor) >50 >50 >50
7. Kasus Reproduksi (%)
8. Keberhasilan 6 bulan sekali 6 bulan sekali 6 bulan sekali
penanganan gangguan
reproduksi (ekor) Tertib Tertib Tertib
9. Waktu Pelaksanaan
penilaian dalam setahun
10. Pelaporan

C. Pelaksanaan IB
Agar pelaksanaan IB dapat memberikan hasil yang maksimal perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Akseptor
Akseptor IB dapat berasal dari ternak yang berkembang di masyarakat
termasuk ternak yang berasal dari bantuan pemerintah baik dana
APBN/APBD maupun ternak yang berada di perusahaan. Akseptor IB
disamping yang berada di wilayah yang sudah berjalan pelaksanaan IB, juga
dapat berasal dari ternak di wilayah yang IB belum berjalan atau kegiatan
pembiakannya dilakukan melalui kawin alam.

b. Pelayanan IB
Pelayanan IB pada daerah yang sudah berjalan/berkembang pelayanan IB
nya, seperti pada wilayah/daerah IB swadaya, pengembangan dan introduksi
pelaksanaannya mengacu kepada pelaksanaan IB secara regular, dimana
ternak yang terdeteksi birahi dapat langsung di lakukan IB dan ternak yang

20
sudah di IB sebelumnya dapat dilakukan pemeriksaan kebuntingan.
Sedangkan ternak sudah tiga (3) kali di IB namun tidak menunjukkan adanya
kebuntingan, ternak tersebut dilaporkan kepada tim penanganan ganguan
reproduksi untuk dilakukan pemeriksaan.
Untuk memaksimalkan pelaksanaan IB agar semua ternak betina produktif
yang ada dapat di IB perlu di bentuk tim pelaksana di tingkat
Provinsi/Kabupaten/Kota, tim tersebut secara terpadu melaksanakan IB, PKb
dan melakukan identifikasi status reproduksi ternak dan pencatatan status
ternak, identitas ternak dan pemilik ternak serta membuat Surat Keterangan
Status Ternak (SKSR). Pada prinsipnya teknologi IB dapat digunakan untuk
aspek pembibitan (mutu genetik) dan aspek produksi.
1) Pelayanan Inseminasi Buatan (IB) untuk Pembibitan
Pelaksanaan IB pada wilayah pembibitan tujuannya untuk peningkatan
produktivitas yang dapat dilakukan melalui permurnian dan/atau
persilangan dalam rangka pembentukan breed baru melalui
pengembangan sapi asli dan sapi lokal.
Penggunaan semen beku pada wilayah ini didasarkan atas pewilayahan
sumber bibit sebagaimana telah ditetapkan sebagai wilayah sumber
bibit sapi asli seperti Sapi Bali di Provinsi Bali, Sapi Madura di Pulau
Sapudi dan kegiatan pembibitan pada Kabupaten/Kota terpilih danpada
daerah tersebut tidak diperkenankan penggunaan semen beku bangsa
lain.
Untuk keperluan tersebut perlu diterapkan prinsip-prinsip perbibitan
seperti perkawinan yang diatur, sistim pencatatan (recording), seleksi
dan culling, dan sertifikasi.
2) Pelaksanaan Inseminasi BuatanIB pada wilayah produksi
Pelaksanaan IB pada wilayah Produksi tujuannya untuk peningkatan
produksi melalui pengembangan sapi asli, sapi lokal dan sapi
persilangan.
Berbagai bangsa sapi yang telah mulai dicoba dan diperkenalkan di
lapangan dengan mempersilangkannya dengan sapi-sapi lokal dan
kerbau antara lain : Sapi Bali, Sapi Madura, Sapi Aceh, Sapi Pesisir,
Sapi Onggole, Sapi Brahman, Sapi Simmental, Sapi Limousin, Sapi
Angus, Sapi Brangus, Sapi Friesian Holstein. Sedangkan bangsa kerbau
antara lain kerbau Murrah, kerbau Lumpur. Kebijakan persilangan antara
sapi asli dengan bangsa Bos Taurus (Simental, Limousin, Angus) hanya
di perkenankan untuk tujuan dipotong.

c. Penggunaan dan Penanganan (Handling)Semen Beku


Penggunaan semen beku dari satu pejantan IB pada satu lokasi tidak boleh
lebih dari 2 tahun agar tidak terjadi inbreeding. Mengenai kualitas semen
beku dari pejantan-pejantan IB menjadi tanggung jawab Balai Inseminasi
Buatan (BIB) Pusat dan Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) karena
berhubungan dengan penerapan sistim pemeliharaan ternak dan penyediaan
pejantan-pejantan IB. Untuk itu penerapan recording system, sangat penting

Buku III Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB Serta Pelaksanaan IB 21
agar Balai Inseminasi Buatan dapat secepat mungkin menilai kualitas
pejantan-pejantan yang dipergunakan
Penyimpanan dan pemindahan semen memperhatikan sebagai berikut :
1) Straw (semen beku) yang disimpan dalam container (wadah
penyimpanan) ditempatkan dalam goblet yang alas/dasarnya tertutup
rapih, goblet-goblet ditempatkan dalam canister yang alas/dasarnya
tertutup atau berlubang-lubang. Apabila semen langsung ditempatkan
dalam canister (tanpa goblet), maka harus dipergunakan canister
dengan alas tertutup.
2) Canister (1 s/d 6 buah) ditempatkan dalam container yang berisi
Nitrogen Cair (N2). N2 cair tidak boleh sampai habis menguap karena
dapat menyebabkan semua benih yang tersimpan di dalamnya mati.
Dianjurkan permukaan N2 cair dalam container selalu dijaga agar
seluruh Straw terendam dalam N2 cair.
3) Pemindahan Semen dari satu container ke container lainnya dilakukan
sebagai berikut:
a) Container dimana Straw akan dipindahkan diisi terlebih dahulu
dengan N2 cair dimana canister dan goblet kosong sudah berada di
dalamnya.
b) Tempatkan kedua container sedekat mungkin.
c) Angkat canister sampai ke mulut container dan jepit tangkainya
dengan penjepit (forcep).
d) Pindahkan Straw secepat mungkin dari canister A ke canister B
dengan memakai pinset atau dengan jari yang bersarung tangan.
Waktu yang dipergunakan untuk pemindahan Straw dari canister A
ke canister B tidak boleh lebih dari 3 detik.

4) Penempatan container sebaiknya pada ruangan khusus yang memiliki


sirkulasi udara dan penerangan yang cukup.

d. Nutrisi pakan merupakan faktor penting dalam mendukung keberhasilan IB,


kebuntingan serta kelahiran pada ternak. Dalam rangka perbaikan
penampilan atau performans reproduksi dan kesehatan ternakpada saat
kebuntingan, pakan suplemen dapat diberikan yang berfungsi sebagai
penguat kebuntingan dan mengindari abortus.

e. Organisasi kegiatan Inseminasi Buatan

Gambar alur dari organisai Kegiatan pada Inseminasi Buatan

22
f. Satuan Pelayanan Inseminasi Buatan (SP-IB)

Buku III Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB Serta Pelaksanaan IB 23
24
BAB V

PENDAMPINGAN/PENGAWALAN DAN PELAPORAN

A. Pengawalan/Pendampingan

Pengawalan dan pendampingan kegiatan UPSUS SIWAB Tahun 2017 dilakukan


secara terpadu oleh Tim Supervisi Pusat dan Daerah sesuai dengan tugas dan
fungsinya masing-masing dalam rangka untuk meningkatkan efektivitas dan
akuntabilitas kegiatan.

B. Pelaporan

Pelaporan diperlukan untuk mengetahui kinerja kegiatan.Pelaporan dilaksanakan


secara berjenjang mulai dari tingkat lapangan, kabupaten/kota, provinsi dan
pusat. Petugas rekorder di kabupaten dan provinsi yang ditunjuk wajib
melaporkan secara periodik (setiap bulan)untuk kemudian disampaikan ke
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewancq Direktorat Perbibitan
dan Produksi Ternak dengan format laporan terlampir.

Buku III Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB Serta Pelaksanaan IB 25
LAMPIRAN LAMPIRAN
(13 MACAM)

26
Lampiran-1

Stock Semen Beku Tahun 2016 dari B/BIB/D yang Tersertifikasi LSPro
NO RUMPUN BIB NASIONAL BIB DAERAH JUMLAH
SINGOSARI LEMBANG JATENG KALSEL BALI
A SAPI POTONG
1 LIMOSIN 703,821 1,100,000 3,830 12,804 1,820,455
2 SIMENTAL 305,283 1,100,000 10,918 3,844 1,420,045
3 BRAHMAN 69,082 160,000 15,187 2,067 246,336
4 ANGUS 99,445 70,000 169,445
5 BALI 137,942 43,000 16,887 60,000 257,829
6 MADURA 143,198 39,000 182,198
7 ONGOLE 25,013 60,000 8,332 93,345
8 PO 272,351 272,351
9 PASUNDAN 1,800 1,800
10 JALITENG (BANTENG 18,200 18,200
CROS)
11 GALEAN 1,193 1,193
12 WAGYU 996 996
JUMLAH 2,840,573 2,573,800 302,286 43,934 5,820,593
SAPI PERAH
1 FH 2,355,675 545,000 166,127 3,066,802
KERBAU

Buku III Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB Serta Pelaksanaan IB
1 KERBAU 1,942 1,942
TOTAL 5,196,248 3,118,800 468,413 45,876 8,889,337

27
28
Lampiran-2

Target Produksi Semen Beku Tahun 2017 dari B/BIB/D Tersertifikasi LSPro
BIB NASIONAL BIB DAERAH
NO RUMPUN JUMLAH
SINGOSARI LEMBANG JATENG KALSEL BALI
A SAPI POTONG
1 LIMOSIN 540,000 550,000 120,000 15,500 1,225,500
2 SIMENTAL 240,000 600,000 300,000 8,000 1,148,000
3 BRAHMAN 75,000 180,000 36,000 4,500 295,500
4 ANGUS 55,500 82,500 138,000
5 BRANGUS 5,000 5,000
6 BALI 260,000 40,500 150,000 450,500
7 ACEH 20,000 20,000
8 MADURA 80,000 50,000 130,000
9 ONGOLE 82,500 175,000 257,500
10 PO 105,000 7,500 112,500
11 PASUNDAN 6,000 6,000
JUMLAH 1,338,000 1,663,500 561,000 76,000 3,638,500
SAPI PERAH
1 FH 585,000 154,500 18,000 757,500
KERBAU
1 KERBAU 18,000 4,000 22,000
TOTAL 1,923,000 1,836,000 579,000 80,000 150,000 4,568,000
Lampiran-3

Stock Semen Beku Tahun 2016 dari BIBD Supporting


BIB DAERAH
NO RUMPUN JUMLAH
JAMBI SUMUT SUMBAR KALTIM BENGKULU SULUT DIY NTB LAMPUNG SULTRA SUMSEL
A SAPI POTONG
1 LIMOSIN 9000 910 1000 10435 30 1156 21345
2 SIMENTAL 325 9000 39577 3000 47570 400 15280 99147
3 BRAHMAN 2000 500 1147 1000 5000 23243 1800 26494 32890
4 ANGUS 5000 5000
6 BALI 760 2000 7500 14320 7000 584 154747 1500 3500 65 31404
8 MADURA 1000 1000
9 ONGOLE 1236 5800 1236
10 PO 13000 200 555 20506 34261

226283
JUMLAH 41,000 48,687 16,022 12,000 6,820 101,754
SAPI PERAH
1 FH 7000 425 7425
KERBAU
1 KERBAU 300 300

TOTAL 48,000 48,987 16,022 12,000 7,245 101,754 9,530 3,500 42,995 234,008

Buku III Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB Serta Pelaksanaan IB
29
30
Lampiran-4

Target Produksi Semen Beku Tahun 2017 dari BIBD Supporting


NO RUMPUN BIB DAERAH JUMLAH
SUMUT KALTIM SUMBAR BENGKULU DIY
A SAPI POTONG
1 LIMOSIN 1000 10000 3000 5000 19,000
2 SIMENTAL 1000 64000 4000 10000 79,000
3 BRAHMAN 1500 10000 1000 7500 20,000
6 BALI 8,000 10,000 9,000 27,000
10 PO 1000 500 4000 7500 13,000
JUMLAH 3,000 10,000 98,000 17,000 30,000 158,000
KERBAU
1 KERBAU 500 2000 2,500
TOTAL 3,500 10,000 100,000 17,000 30,000 160,500
Lampiran: 5
DATA KEBUTUHAN DAN KETERSEDIAAN PETUGAS TEKNIS IB 2016
Jumlah Inseminator PKB ATR
No. Kabupaten/Kota
Kebutuhan Tersedia Kekurangan Kebutuhan Tersedia Kekurangan Kebutuhan Tersedia Kekurangan

1 JAWA TIMUR 1547 1322 225 647 586 61 319 319 0

2 JAWA TENGAH 960 785 175 405 390 15 264 264 0

3 LAMPUNG 425 425 0 204 200 4 69 65 4

4 BALI 316 235 81 114 62 52 66 22 44

5 JAWA BARAT 443 368 75 210 197 13 127 122 5

6 D.I. YOGYAKARTA 162 139 23 139 90 49 98 77 21

7 DKI JAKARTA

8 SULAWESI SELATAN 1.033 1006 27 345 254 91 203 121 82

9 SUMATERA UTARA 297 271 26 102 100 2 67 52 15

10 SUMATERA BARAT 271 271 - 167 167 - 93 85 8

11 SUMATERA SELATAN 246 243 3 104 84 20 58 30 28

12 RIAU 146 145 1 67 67 - 63 61 2

13 KALIMANTAN BARAT 104 104 0 68 66 2 45 42 3

14 JAMBI 152 116 36 127 54 73 - - -


KALIMANTAN
15 SELATAN 174 156 18 100 78 22 70 48 22

16 BENGKULU 91 91 0 56 56 0 21 8 13

17 KALIMANTAN TIMUR 87 64 23 53 24 29 32 14 17
KALIMANTAN

Buku III Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB Serta Pelaksanaan IB
18 TENGAH 144 82 62 131 48 83 94 27 67

19 KEPULAUAN RIAU 15 15 0 8 8 0 4 2 2
KEPULAUAN BANGKA
20 BELITUNG 31 31 0 22 22 0 18 18 0
NUSA TENGGARA
21 TIMUR 34 47 - 23 - - 20 - -

31
32
NUSA TENGGARA
22 BARAT 260 260 - 140 136 4 49 18

23 ACEH 135 135 - 66 52 14 43 28 15

24 SULAWESI TENGAH 86 83 3 41 25 16 32 26 6
SULAWESI
25 TENGGARA 67 66 1 33 29 4 27 20 7

26 GORONTALO 74 74 0 33 32 1 18 19 0

27 SULAWESI UTARA 59 41 18 24 17 7 19 15 4

28 SULAWESI BARAT 76 76 0 34 30 4 23 21 2

29 PAPUA 19 19 0 12 11 1 15 13 2

30 MALUKU 32 32 0 14 8 6 9 2 7

31 MALUKU UTARA 49 48 1 27 26 1 17 16 1

32 PAPUA BARAT 29 23 6 16 8 8 14 1 13

33 BANTEN 34 29 5 23 21 2 12 9 3

34 KALIMANTAN UTARA 46 42 4 39 25 14 27 10 17

Jumlah 7.645 6.844 814 3.594 2.973 598 1.987 1.606 427
Lampiran : 6
SILABUS BIMTEK INSEMINATOR PADA TERNAK SAPI/KERBAU
No. Waktu (jam)
Isi Materi
Mata Pelajaran T P&D Jumlah
I MATERI PENUNJANG
1. Kebijakan Nasional Uraian tentang kebijakan pengembangan 2 2
Pengembangan IB pada ternak IB pada ternak Sapi dan Kerbau di
Sapi dan Kerbau Mendukung Indonesia
Upsus SIWAB
2. Organisasi Kegiatan IB Uraian tentang Organisasi IB dan 2 2
Pembinaan Kelompok Tani (KPP-IB)

3. Kebijakan Produksi dan Distribusi Uraian tentang kebijakan produksi mani 3 3


Semen Beku beku

II MATERI POKOK

1. Anatomi dan Fisiologi Reproduksi Uraian tentang anatomi dan fisologi 4 4


Ternak reproduksi ternak sapi dan kerbau jantan
dan betina

2. Fisiologi Kebuntingan Uraian tentang proses terjadinya 4 3 4


kebuntingan, dan kelahiran

3. Pengenalan Berahi Teknik IB Uraian tentang tanda-tanda berahi dan 4 2 4


ketepatan waktu melakukan inseminasi

4. Aplikasi Inseminasi Buatan di Uraian tentang teknik IB dengan mani 3 3


Indonesia beku, pengenalan alat,

Buku III Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB Serta Pelaksanaan IB
5. Pencatatan Kegiatan IB Uraian tentang sejarah, tata cara IB dan 2 5
faktor-faktor yang mempengarihi
kegagalan dan keberhasilan pelaksanaan
IB di Indonesia
Uraian tentang tata cara pencatatan, cara 2 4

33
34
pengisian, perhitungan hasil IB dan
pelaporan

6. Penanganan Semen Beku Uraian tentang tata cara penanganan mani 3beku 64 3
(handling), identifikasi mani beku dan
penyimpanannya

7. Pengenalan Kebuntingan dan Uraian tentang tanta-tanda kebuntingan, 48


Gangguan Reproduksi Ternak diagnosa kebuntingan, kelainan dan
gangguan reproduksi

III PRAKTEK

1. Praktek IB di RPH Melaksanakan praktek Inseminasi Buatan 64


pada ternak sapi/kerbau dengan mani
beku

2. Praktek IB di Lapangan Melaksanakan praktek IB dengan mani 48


beku dilapangan dengan bimbingan
Petugas Inseminator

Jumlah Jam Pelajaran @ 45 menit 43 117 160


Prosentase (%) 26,8 73,2
Lampiran : 7

PELATIHAN PETUGAS KEGIATAN SIWAB

Jenis Instansi Alokasi UPT Pola


Asal Peserta Jumlah Peserta Waktu
Pelatihan Penyelenggara Peserta BPSDMP Kerjasama

Petugas 1 BPTU HPT 250 Aceh 19 Januari UPT Swakelola


baru Padang Sumbar 5 s/d BBPKH
Inseminator, Mangatas April Cinagara
Riau 2
PKB dan ATR
Jambi 71
Bengkulu 8
Kepri 1
Banten 7
Bali 116
Kalteng 21

2 BPTU HPT 250 Lampung 5 Januari BBPP Swakelola


Sembawa Sumsel 33 s/d Batu

Buku III Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB Serta Pelaksanaan IB
April dan
DIY 61
BBPKH
Kalteng 10
Cinagara
Kalsel 40
Sulsel 101

35

36
3 BET Cipelang 250 Jabar 30 Januari BBPP Swakelola
Jateng 52 s/d Kupang
April dan
Kalteng 68
Batu
Kaltim 45
Sulbar 4
Sulut 19
NTT 30
Papua 2

4 BIB Lembang 250 Jabar 31 Januari BBPP Swakelola
Jatim 143 s/d Batu
April dan
Sulteng 16
BBPKH
Maluku 8
Cinagara
Malut 2
Kalteng 9
Kaltara 23
Papua Barat 18

5 BPTU HPT 100 Sumut 28 Januari BBPKH Swakelola
Baturraden Jateng 72 s/d Cinagara
Maret

6 BBIB Singosari 100 Jatim 44 Januari BBPP Swakelola
Kalbar 3 s/d Kupang
Maret
NTB 14
Sulsel 30
Sultra 8
Gorontalo 1

Jumlah 1.200 1.200
Refresher SKPD Provinsi 844 34 Provinsi Januari Asesor *
Petugas IB, s/d
PKb dan ATR Maret

Petugas BBIB Singosari 192 34 Provinsi Januari


baru s/d
inseminator, Maret
PKB dan ATR
kerjasama
dengan BLU
Singosari

Buku III Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB Serta Pelaksanaan IB

37
38
Lampiran : 8

FORM PENYEDIAAN SEMEN BEKU DI TINGKAT PRODUSEN


Buku III Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB Serta Pelaksanaan IB 39
40
Lampiran : 9

Ketersediaan Semen Beku Sesuai SNI


Provinsi :

Kabupaten :

Asal Semen Beku


Jenis/ Keterangan
No. Tanggal Diterima Jumlah (dosis) Kode Pejantan No. Batch
Rumpun
B/BIB Nasional BIB Daerah

....................................., ........................................ 2017


Rekorder,

(.....................................................................................)
Lampiran : 10

Laporan Jumlah Kebutuhan, Ketersediaan dan Pelatihan Petugas Teknis IB

Buku III Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB Serta Pelaksanaan IB
41
42
Lampiran : 11
KEGIATAN INSEMINASI BUATAN
SP/IB Kab/Kota : ................................................ SP-IB Provinsi :...............................................................

Periode Bulan : ................................................ Tahun : ..............................................................

Identitas Kode Inseminasi (dosis) Pemeriksaan Kebuntingan (PKb)


Jumlah
No Tanggal Nama Inseminator Ternak Straw
Akseptor *)
Indukan I II III Jumlah + - Nama Petugas PKb

Keterangan: Kolom Jumlah Akseptor *) di isi dengan angka 1 jika IB dilaksanakan pertama kali di satu akseptor
di isi dengan angka 0 jika IB dilaksanakan Kedua dan Ketiga di satu akseptor
diberi kode (s) jika akseptor berasal dari ternak yang sembuh dari gangguan reproduksi



Pelayanan IB
/ =

Service per Conception (S/C) adalah jumlah pelayanan inseminasi (service) yang dibutuhkan oleh seekor betina sampai terjadinya kebuntingan atau konsepsi.
Bunting


X 100 %

! !"#$%& !"#$%#& !"#$ !"#$% !"#$%&"'#& !"#$%&%
! !"#$%&'(
=

Conception Rate adalah prosentase sapi betina yang bunting pada inseminasi pertama.
Lampiran : 12

REKAPITULASI SARANA PERLENGKAPAN LAPANGAN (INSEMINATOR KIT) DI KABUPATEN

Kabupaten/Kota : ..
Perlengkapan
No. Nama Inseminator Kondisi Termos/
Pakaian Plastic Plastic Jas hujan Lampu Sepatu Kertas Tas
Handuk Tali Sabun Tas AI gun Gunting Pinset Kontainer
lapangan shield gloves dan topi senter boot tisue inseminasi
10 lt
1. Kebutuhan
Ketersediaan
Kekurangan
2. Kebutuhan
Ketersediaan
Kekurangan
3. Kebutuhan
Ketersediaan
Kekurangan
Kebutuhan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah Kabupaten/Kota Ketersediaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kekurangan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Catatan:
Rencana kebutuhan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun

Buku III Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB Serta Pelaksanaan IB
43
44
Lampiran : 13

REKAPITULASI SARANA PERLENGKAPAN LAPANGAN (INSEMINATOR KIT) DI PROVINSI

Provinsi : ..
Perlengkapan
No. Kabupaten/Kota Kondisi Termos/
Pakaian Plastic Plastic Jas hujan Lampu Sepatu Kertas Tas
Handuk Tali Sabun Tas AI gun Gunting Pinset Kontainer
lapangan shield gloves dan topi senter boot tisue inseminasi
10 lt
1. Kebutuhan
Ketersediaan
Kekurangan
2. Kebutuhan
Ketersediaan
Kekurangan
3. Kebutuhan
Ketersediaan
Kekurangan
Kebutuhan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah Provinsi Ketersediaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kekurangan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Catatan:
Rencana kebutuhan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun
DISTRIBUSI DAN KETERSEDIAAN
SEMEN BEKU, NITROGEN (N2) CAIR DAN
KONTAINER

DISTRIBUSI DAN KETERSEDIAAN


SEMEN BEKU, NITROGEN (N2) CAIR DAN
KONTAINER

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
2017

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
2017

Buku IV Distribusi Dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2 ) Cair Dan Kontainer
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................ Error! Bookmark not defined.


Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR ISI .................................................................................. ii
DAFTAR
KATA PENGANTAR ............................................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR BAGAN ..................................................................................
BAGAN.................................................................................................................iii iii
DAFTAR ISI i
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
......................................................................................................... iiviv
DAFTAR
.........................................................................
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................
BAGAN.................................................................................................................iii 1
A. LAMPIRAN
DAFTAR LATAR BELAKANG ...............................................................
............................................................................................
......................................................................................................... 1
iiv
BAB I B. LANDASAN HUKUM
PENDAHULUAN ...............................................................
..........................................................................................
........................................................................................................21
C.
A. MAKSUD DAN TUJUAN
LATAR BELAKANG ...............................................................
.....................................................................................
............................................................................................ 2
1
D.
B. LANDASAN ...............................................................
SASARAN ...........................................................................................................
HUKUM .......................................................................................... 3
2
E. KELUARAN
C. MAKSUD DAN ...............................................................
.........................................................................................................
TUJUAN ..................................................................................... 3
2
F. SASARAN
D. PENGERTIAN ...............................................................
....................................................................................................
........................................................................................................... 3
3
BAB IIE.PERSIAPAN
KELUARANDAN ...............................................
PELAKSANAAN .........................................................................
......................................................................................................... 44
3
A.
F. PERSIAPAN
PENGERTIAN .............................................................................
.......................................................................................................
.................................................................................................... 4
3
BAB IIB.PERSIAPAN
PELAKSANAAN .......................................................................
..................................................................................................
DAN PELAKSANAAN .........................................................................64
BAB III
A.MONITORING
PERSIAPANEVALUASI DAN PELAPORAN ..................................................... 10
....................................................................................................... 4
A. PELAKSANAAN
B. MONITORING DAN EVALUASI ....................................................................... 10 10
.................................................................................................. 6
B.MONITORING
BAB III PELAPORANEVALUASI
....................................................................................................
DAN PELAPORAN .....................................................10 10
10
A. MONITORING DAN EVALUASI ....................................................................... 10
B. PELAPORAN .................................................................................................... 10

i
ii

i
DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 1. Pelaksanaan Distribusi Semen Beku, N2 cair, dan kontainer ...............................9


Bagan 2. Pelaporan Distribusi Semen Beku, N2 cair, dan kontainer ................................. 11

iii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Penerimaan Kontainer oleh BIB .........................................................12


Lampiran 2. Berita Acara Serah Terima Barang dan Kartu Petunjuk Berita Acara ............ 13
Lampiran 3. Format laporan ketersediaan (stok) semen beku dan N2 cair Provinsi .......... 15
Lampiran 4. Format laporan ketersediaan (stok) semen beku dan
N2 cair Kabupaten/Kota .................................................................................16
Lampiran 5. Form Distribusi Semen ...................................................................................17
Lampiran 6. Format Laporan Ketersediaan Kontainer Semen Beku dan
Kontainer N2 cair Provinsi ............................................................................ 18
Lampiran 7. Format Laporan Ketersediaan Kontainer Semen Beku dan
Kontainer N2 cair Kabupaten/Kota ...............................................................19

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam rangka mendukung pembangunan peternakan, usaha budidaya ternak


potong, harus sejalan dengan upaya peningkatan populasi, produksi dan
produktivitas ternak yang dilakukan melalui optimalisasi kelahiran dengan
pelaksanaan kegiatan Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi
dan Kerbau Bunting (Upsus Siwab). Upsus Siwab tahun 2017 merupakan titik
baru dimulainya kegiatan IB terfokus dalam upaya khusus percepatan populasi
sapi dan kerbau yang diharapkan dapat menambah populasi sapi dan kerbau
Indonesia dan mendukung ketahanan pangan Indonesia yang merupakan kunci
stabilitas keamanan negara.
Salah satu faktor penting dalam keberhasilan Upsus Siwab adalah terjaminnya
distribusi dan ketersediaan semen beku dan N2 cair di lapangan. Kondisi di
lapangan yang selama ini ditemui adalah sulitnya memperoleh nitrogen cair
disebabkan adanya kendala transportasi dan harga yang relatif mahal terutama
di daerah yang sulit dijangkau. Melalui Upsus Siwab diharapkan permasalahan
distribusi dan ketersediaan semen beku dan nitrogen cair dapat diperbaiki
sehingga supply semen beku dan N2 cair di lapangan dapat terjaga
kontinuitasnya.
Mekanisme pengadaan semen beku, N2 cair, dan kontainer untuk kegiatan IB
Upsus Siwab diharapkan seluruhnya dapat dilaksanakan dengan pengadaan
secara langsung, lelang, dan/atau e-katalog, sesuai dengan mekanisme yang
berlaku.
Distribusi adalah faktor penghambat yang utama dalam ketersediaan semen
beku dan N2 cair di lapangan. Distribusi semen beku dan N2 cair selama ini
menggunakan jasa ekspedisi/pengiriman melalui darat, laut dan udara.
Beberapa kendala dalam distribusi adalah sulitnya mendapatkan maskapai yang
bersedia mengangkut N2 cair karena dianggap dapat membahayakan
keselamatan penerbangan, kurang tersedianya kontainer yang layak pakai, dan
proses pengangkutan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga terjadi
banyak penguapan N2 cair dalam perjalanan.
Buku IV Distribusi Dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2 ) Cair Dan Kontainer 1
B. LANDASAN HUKUM

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 juncto Undang-undang Nomor 41


tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan);
2. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 244, tambahan Lembaran Negara
Nomor 5587);
3. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 42 Tahun 2014 tentang Pengawasan
Produksi dan Peredaran Benih dan Bibit Ternak;
4. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian;
5. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10/Permentan/PK.210/3/2016 tentang
Penyediaan dan Peredaran Semen Beku Ternak Ruminansia;
6. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/PK.210/10/2016 tentang
Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau
Bunting;
7. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 656/Kpts/OT.050/10/2016 tentang
Kelompok Kerja Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan
Kerbau Bunting;
8. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 8932/Kpts/OT.050/F/12/2016 tentang
Sekretariat Kelompok Kerja Upus Siwab;
9. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 8933/Kpts/OT.050/F/12/2016 tentang
Tim Supervisi Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan
Kerbau Bunting;
10. DIPA Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2017
Nomor: SP DIPA-018.06.1.238776/2017 tanggal 07 Desember 2016.

C. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud disusunnya pedoman ini adalah sebagai acuan bagi pelaksana kegiatan
distribusi semen beku, nitrogen cair, dan kontainer dalam Upsus Siwab.

2
Tujuannya adalah :
1. Menjamin pendistribusian semen beku, N2 cair dan kontainer dari produsen
semen beku atau N2 cair dan distributor kontainer ke lokasi distribusi
(Provinsi/Kabupaten/Kota).
2. Menjamin ketersediaan semen beku, N2 cair, dan kontainer di lokasi distribusi
(Provinsi/Kabupaten/Kota).
D. SASARAN

Sasaran pengguna pedoman pelaksanaan ini adalah Pemerintah, BIB


Nasional/Daerah, pemerintah daerah yang melaksanakan fungsi peternakan dan
kesehatan hewan di provinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia.

E. KELUARAN

Terdistribusikannya semen beku, N2 cair dan kontainer sesuai dengan peta


kebutuhan semen beku ke 386 kabupaten/kota di 34 provinsi.

F. PENGERTIAN

Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan:


1. Semen adalah spermatozoa dan plasma seminalis yang berasal dari
pejantan yang dapat digunakan untuk proses pembuahan.
2. Semen beku adalah semen yang berasal dari pejantan unggul, sehat, bebas
dari penyakit hewan yang dapat ditularkan melalui IB dan diproses sesuai
prosedur produksi yang mengacu pada SNI sehingga menjadi semen beku
dan disimpan di dalam rendaman nitrogen cair pada suhu -196OC dalam
kontainer kriogenik.
3. Nitrogen (N2) cair adalah cairan bening tidak berwarna dengan densitas
0,807g/ml, berada dalam keadaan cair pada suhu sangat rendah.
4. Perusahaan ekspedisi adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam
pengumpulan, pengurusan, pergudangan, pengiriman, dan penyerahan
barang
5. Kontainer N2 cair adalah tabung kemasan yang dirancang khusus untuk
mengangkut N2 cair dengan ukuran tertentu dan dapat dipakai berulang
kali.

Buku IV Distribusi Dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2 ) Cair Dan Kontainer 3
BAB II

PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN

A. PERSIAPAN

1. Semen Beku

a. Ketersediaan Semen Beku


Semen beku yang digunakan untuk Upsus Siwab adalah semen beku
yang memenuhi standard SNI atau yang telah lulus pengujian
laboratorium terakreditasi. Semen beku yang diproduksi harus dapat
didistribusikan dengan baik sampai lokasi distribusi akhir. Ketersediaan
semen beku harus dapat mencukupi kebutuhan tiap lokasi.
b. Identifikasi Kebutuhan dan Pemetaan Distribusi
Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak mengidentifikasi kebutuhan
dan pemetaan distribusi semen beku (wilayah perbibitan, wilayah kawin
silang, wilayah pemurnian) pada setiap provinsi berdasarkan usulan
dinas kabupaten/kota. Hasil identifikasi dan pemetaan kebutuhan semen
beku dituangkan dalam peta kebutuhan semen beku. Peta kebutuhan
semen beku digunakan sebagai pedoman pendistribusian semen beku
dan N2 cair oleh Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Peternakan.

c. Distribusi semen beku dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal


sebagai berikut :
1). Semen beku yang diedarkan harus berasal dari Balai Inseminasi
Buatan (BIB) Nasional atau Daerah yang telah mendapat sertifikat
SNI atau telah lulus uji oleh laboratorium terakreditasi.
2). Semen beku didistribusikan dalam kontainer yang baik, dikemas
secara baik serta menggunakan perusahaan ekspedisi yang
berpengalaman dalam menangani pendistribusian semen beku.
3). Untuk menghindari terjadinya kawin sedarah (Inbreeding) BIB
Nasional/Daerah mengatur pola distribusi semen beku ke daerah
sesuai Permentan Nomor 10/Permentan/PK.210/3/2016.
4
4). Wilayah sumber bibit menggunakan semen beku sesui dengan
4). Wilayah sumber bibit menggunakan semen beku sesui dengan
rumpun yang telah ditetapkan untuk wilayah tersebut.
rumpun yang telah ditetapkan untuk wilayah tersebut.
5). Wilayah introduksi dan pengembangan, mengutamakan
5). Wilayah introduksi dan pengembangan, mengutamakan
penggunaan semen beku dari ternak lokal atau asli dominan
penggunaan semen beku dari ternak lokal atau asli dominan
setempat.
setempat.
6). Penangnan semen beku dalam pengiriman memperhatikan
6). Penangnan semen beku dalam pengiriman memperhatikan
penanganan/handling semen yang baik termasuk pemantauan
penanganan/handling semen yang baik termasuk pemantauan
ketersediaan (level) N2 cair dalam kontainer oleh petugas yang
ketersediaan (level) N2 cair dalam kontainer oleh petugas yang
berkompeten.
berkompeten.
2. Nitrogen (N2) Cair
2. Nitrogen (N2) Cair
Identifikasi Produsen N2 cair, diperlukan untuk memperkirakan kapasitas
Identifikasi Produsen N2 cair, diperlukan untuk memperkirakan kapasitas
produksi dan kemampuan distribusi ke lokasi distribusi N2 cair atau lokasi
produksi dan kemampuan distribusi ke lokasi distribusi N2 cair atau lokasi
terdekat yang dapat di akses Inseminator. Pendataan meliputi nama
terdekat yang dapat di akses Inseminator. Pendataan meliputi nama
perusahaan produsen, alamat, kapasitas produksi, dan jangkauan
perusahaan produsen, alamat, kapasitas produksi, dan jangkauan
distribusi.
distribusi.
Kecukupan N2 cair dipengaruhi oleh ketersediaan N2 cair, cara atau sarana
Kecukupan N2 cair dipengaruhi oleh ketersediaan N2 cair, cara atau sarana
pendistribusian, dan waktu yang diperlukan untuk pendistribusian. Kontainer
pendistribusian, dan waktu yang diperlukan untuk pendistribusian. Kontainer
yang berkualitas sangat diperlukan untuk mencegah penguapan N2 cair
yang berkualitas sangat diperlukan untuk mencegah penguapan N2 cair
selama pendistribusian. Dibutuhkan strategi pendistribusian N2 cair yang
selama pendistribusian. Dibutuhkan strategi pendistribusian N2 cair yang
efektif dan efisien untuk memperpendek waktu transportasi. Pendistribusian
efektif dan efisien untuk memperpendek waktu transportasi. Pendistribusian
dilakukan dengan pesawat udara, kapal laut dan kendaraan darat. Untuk
dilakukan dengan pesawat udara, kapal laut dan kendaraan darat. Untuk
mempertahankan kualitas semen beku maka level N2 cair dalam kontainer
mempertahankan kualitas semen beku maka level N2 cair dalam kontainer
yang berisi semen beku harus terjaga dan dipantau setiap hari.
yang berisi semen beku harus terjaga dan dipantau setiap hari.
3. Kontainer
3. Kontainer
Penggunaan kontainer yang berkualitas sangat penting untuk
Penggunaan kontainer yang berkualitas sangat penting untuk
meminimalisasi penguapan N2 cair akibat perjalanan jauh. Tipe kontainer
meminimalisasi penguapan N2 cair akibat perjalanan jauh. Tipe kontainer
diperlukan untuk memastikan kapasitas semen beku yang dapat disimpan di
diperlukan untuk memastikan kapasitas semen beku yang dapat disimpan di
dalamnya sesuai kebutuhan provinsi. Kontainer yang berkualitas tidak baik,
dalamnya sesuai kebutuhan provinsi. Kontainer yang berkualitas tidak baik,
berpotensi mengalami kerusakan sehingga menyebabkan kebocoran atau
berpotensi mengalami kerusakan sehingga menyebabkan kebocoran atau
penguapan yang tinggi dan mengurangi volume N2 yang selanjutnya dapat
penguapan yang tinggi dan mengurangi volume N2 yang selanjutnya dapat
berdampak terhadap penurunan kualitas semen beku. Oleh karena itu
berdampak terhadap penurunan kualitas semen beku. Oleh karena itu
kondisi kontainer harus diperiksa terlebih dahulu oleh Petugas BIB atau
kondisi kontainer harus diperiksa terlebih dahulu oleh Petugas BIB atau
petugas di lokasi distribusi untuk memastikan kelayakan kontainer sebelum
petugas di lokasi distribusi untuk memastikan kelayakan kontainer sebelum
Buku IV Distribusi Dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2 ) Cair Dan Kontainer 5
pengisian dengan semen beku dan N2 cair. Apabila setelah dilakukan
pengisian semen beku dan N2 cair dijumpai kondisi kontainer yang rusak,
yang dapat ditandai dengan adanya bunga es di permukaan atau mulut
kontainer atau berat susut kontainer yang besar maka perlu segera
dilaporkan ke Dinas kabupaten/kota untuk mendapatkan penggantian.
4. Perusahaan Ekspedisi

Perusahaan ekspedisi distribusi semen beku harus merupakan ekspedisi


yang berpengalaman dalam menangani pendistribusian semen beku. Untuk
menjamin keamanan distribusi semen beku sampai ke lokasi distribusi,
dapat menggunakan perusahaan ekspedisi yang berasuransi.
Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan melakukan
koordinasi dengan maskapai penerbangan, operator tranportasi laut dan
darat yang dapat melalulintaskan semen beku/N2 cair dalam kontainer.
Pengiriman melalui transportasi udara harus sesuai dengan persyaratan The
International AirTransport Association (IATA). Pengiriman melalui tranportasi
laut dan darat disesuaikan dengan persyaratan yang berlaku.

B. PELAKSANAAN

Keberhasilan program Upsus Siwab sangat tergantung pada peran aktif dan
kerja sama antar para pihak. Dalam pelaksanaan distribusi dan ketersediaan
semen beku, N2 cair, dan kontainer melibatkan para pihak terkait, yaitu :

1. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan


a. Melakukan koordinasi dan pemantauan pelaksanaan pendistribusian
semen beku dari BIB Nasional/Daerah ke provinsi/kabupaten/kota
sesuai peta kebutuhan semen beku.
b. Melakukan pemantauan kecukupan semen beku (jumlah dan rumpun) di
dinas provinsi/kab/kota sesuai peta kebutuhan semen beku.
c. Melakukan rekapitulasi data distribusi semen beku, N2 cair, dan
kontainer dari seluruh provinsi.
d. Menganalisis pelaksanaan distribusi semen beku, N2 cair, dan kontainer.

2. Dinas yang menangani fungsi peternakan dan kesehatan hewan Provinsi

6
a. Mendistribusikan semen beku, N2 cair, dan kontainer ke wilayah
kabupaten/kota sesuai dengan Peta Kebutuhan Semen Beku yang
disusun oleh Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak. Pendistribusian
semen beku dapat dilaksanakan langsung oleh BIB Nasional/Daerah ke
kabupaten/kota apabila lokasi memungkinkan ujntuk pendistribusian
langsung.
b. ` Melakukan rekapitulasi data distribusi semen beku, N2cair dan
kontaoiner di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, yang selanjutnya
dilaporkan ke Direktorat Pengolahan dan Pemasaaran Hasil
Peternakan.
c. Melakukan pengadaan semen beku melalui e-katalog dengan jumlah
semen beku, N2 cair, dan kontainer sesuai kebutuhan kabupaten/kota.
Apabila pengadaan e-katalog belum dapat dilaksanakan maka dilakukan
pengadaan sesuai peraturan yang berlaku.
d. Melaporkan realisasi kegiatan pengadaan N2 cair dan kontainer (proses
pengadaan, volume N2 cair, jumlah dan jenis kontainer) di provinsi ke
Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan.
e. Menerima distribusi semen beku, N2 cair dan kontainer serta
mendistribusikan ke Dinas Kabupaten/Kota atau Dinas Kabupaten/Kota
yang mengambil semen beku, N2 cair dan kontainer ke/dari Dinas
Provinsi.
f. Mangadakan pelatihan kepada petugas teknis yang ditunjuk tentang tata
penangan (handling) semen beku, N2 cair dan kontainer.
g. Menetapkan petugas teknis yang berkompeten, yang bertugas untuk:
1). Melakukan pemeriksaan fisik kontainer dan kelengkapan
administrasi.
2). Melakukan pemeriksaan kualitas semen beku pada setiap
penerimaan maksimal 2 x 24 jam untuk selanjutnya dilaporkan
kepada produsen semen beku dengan tembusan kepada Direktorat
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan.
3). Melakukan pemeriksaan ketersediaan N2 cair di dalam kontainer dan
mengisinya kembali sesuai volume yang diperlukan, jika volume N2
cair berkurang.

Buku IV Distribusi Dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2 ) Cair Dan Kontainer 7
4). Melakukan pencatatan dan melaporkan penerimaan semen beku
(rumpun, nama dan nomor pejantan, batch produksi, dan nama
produsen semen beku).
h. Melaporkan ketersediaan stok dan memantau penggunaan semen
beku, N2 cair dan kontainer di setiap wilayahkabupaten/kota ke
Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan.
i. Menyusun Petunjuk Pelaksanaan Distribusi dan Ketersediaan Semen
Beku, N2 Cair dan Kontainer.

3. Dinas yang menangani fungsi peternakan dan kesehatan hewan


Kabupaten/Kota
a. Menyampaikan kebutuhan semen beku, N2 cair, kontainer ke Dinas
Provinjsi
b. Melaporkan ketidak wajaran keadaan kontainer dan kualitas semen
beku ke Dinas Provinsi untuk dilakukan penggantian
c. Melakukan pemusnahan semen beku yang rusak atau tidak sesuai SNI,
dengan dilengkapi Berita Acara dan Dilapokan ke Dinas Provinsi
dan/atau produsen.
d. Menetapkan petugas teknis yang berkompeten, yang bertugas untuk:
1). Melakukan pemeriksaan fisik luar kontainer dan kelengkapan
administrasi.
2). Melakukan pemeriksaan kualitas semen beku pada setiap
penerimaan maksimal 2 x 24 jam untuk selanjutnya dilaporkan
kepada Dinas Provinsi.
3). Melakukan pemeriksaan ketersediaan N2 cair di dalam kontainer dan
mengisinya kembali sesuai volume yang diperlukan, jika volume N2
cair berkurang.
4). Melakukan pencatatan penerimaan dan penggunaan semen beku,
(rumpun, nama dan nomor pejantan, batch produksi, dan nama
produsen semen beku), untuk kemudian dilaporkan ke Dinas
Provinsi.
e. Mendistribusikan semen beku, N2 cair, dan kontainer ke lokasi distribusi
akhir (Puskeswan/ULIB/Pos IB/UPTD).

8
f. Melaporkan ketersediaan stok dan penggunaan semen beku, N2 cair
dan kontainer di setiap lokasi distribusi akhir kepada Dinas Provinsi.
g. Menyusun Petunjuk Teknis Distribusi dan Ketersediaan Semen Beku, N2
Cair dan Kontainer.
Pelaksanaan distribusi dan ketersediaan semen beku, N2 cair dan kontainer,
sebagaimana tercantum dalam bagan sebagai berikut:

Bagan 1. Pelaksanaan Distribusi Semen Beku, N2 cair dan Kontainer

Buku IV Distribusi Dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2 ) Cair Dan Kontainer 9
BAB III

MONITORING EVALUASI DAN PELAPORAN

A. MONITORING DAN EVALUASI

1. Monitoring dan evaluasi pada tahun berjalan dilaksanakan secara


terkoordinasi antar Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan
dengan Dinas Provinsi/Kab/Kota terhadap pelaksanaan kegiatan distribusi
dan ketersediaan semen beku, N2 cair, dan kontainer N2 cair sesuai
kewenangannya.
2. Pengawasan langsung maupun tidak langsung harus dilakukan oleh Dinas
yang menangani fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan di daerah.
3. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan akan melakukan
evaluasi pada pertengahan dan akhir pelaksanaan kegiatan distribusi dan
ketersediaan semen beku, N2 cair, dan kontainer. Hasil evaluasi akan
dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan sistem/mekanisme
pendistribusian semen beku, N2 cair, dan kontainer berikutnya.

B. PELAPORAN

1. Laporan distribusi stok semen beku, dan N2 cair secara periodik melalui
media elektronik i-SIKHNAS oleh petugas pelaporan yang telah ditetapkan.
Laporan meliputi antara lain: tanggal pengiriman semen beku, jumlah straw
per jenis rumpun, asal pengiriman, tujuan pengiriman, tanggal penerimaan,
jumlah straw per jenis rumpun yang diterima, kondisi straw yang diterima,
lokasi penyimpanan stok semen beku, jumlah N2 cair yang didistribusikan
dan yang diterima, tanggal pengiriman dan penerimaan N2 cair.
2. Laporan tertulis disampaikan secara berjenjang dari kabupaten/kota ke
provinsi, dan dari provinsi ke Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Peternakan.
a. Dinas Kabupaten/Kota menyampaikan laporan tertulis ke Dinas provinsi
setiap tanggal 5 pada bulan berikutnya dengan tembusan ke Direktur
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan.

10
b. Dinas provinsi merekapitulasi laporan tertulis dari Dinas kabupaten/kota
dan menyampaikannya ke Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Peternakan paling lambat setiap tanggal 10 pada bulan berikutnya.
c. Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan menyampaikan
hasil rekapitulasi laporan dari seluruh provinsi kepada Direktur Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan tembusan kepada Ketua
Pelaksana Upsus Siwab.

Mekanisme pelaporan kegiatan distribusi semen beku, N2 cair, dan kontainer


sebagaimana Bagan. 2 berikut ini.

Ketua Pelaksana Dirjen PKH


UPSUS SIWAB

Sekretariat Pokja
UPSUS
BIB Nasional/Daerah Direktur PPHNak

Laporan meliputi:
Laporan pengiriman semen beku ke Laporan meliputi:
lokasi distribusi Dinas Prov
Rekapitulasi laporan Dinas
Kab/Kota

Laporan meliputi:
c. Pencatatan tanggal distribusi, jumlah
a. Pencatatan tanggal kedatangan, jumlah
semen beku per rumpun ternak, kode
semen beku per rumpun ternak, kode
batch, volume N2 cair, dan jumlah unit
batch, volume N2 cair, dan jumlah unit
Dinas Kab/Kota kontainer yang akan dikirim ke lokasi
kontainer yang diterima dari provinsi
distribusi akhir
b. Pencatatan stok awal, penggunaan dan
d. Laporan bila ada kerusakan kontainer dan
stok akhir semen beku, dan N2 cair di
atau pemusnahan semen beku yang tidak
kab/kota.
sesuai dengan SNI dan hasil uji
laboratorium
: garis monitoring
: garis pelaporan
: garis koordinasi

Bagan 2. Pelaporan Distribusi Semen Beku, N2 cair, dan kontainer

Buku IV Distribusi Dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2 ) Cair Dan Kontainer 11
Lampiran 1. Skema Penerimaan Kontainer oleh BIB

SKEMA PENERIMAAN KONTAINER

Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota

Pengiriman kontainer kosong

Kontainer di terima oleh BIB

cek kondisi Kontainer oleh Petugas BIB disaksikan ekpedisi

(kondisi fisik, kelengkapan canister dan goblet)

Petugas mencatatat identifikasi asal kontainer, kelengkapan


kontainer dan mengisi nitrogen cair kemudian didiamkan selama 24
jam

Kondisi kontainer rusak/bocor Kondisi kontainer bagus

Disiapkan untuk pengiriman semen


beku

12
Lampiran 2. Berita Acara Serah Terima Barang dan Kartu Petunjuk Berita Acara
Penyerahan Barang

BERITA ACARA SERAH TERIMA BARANG


Nomor :

Pada hari ini ., tanggal .., bulan ., tahun , Kami masing - masing :

I. , Kepala Seksi Pemasaran dan Kerjasama pada


., selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.

Dan

II. DINAS PETERNAKAN KAB.selanjutnya disebut PIHAK KEDUA. PIHAK


PERTAMA menyerahkan barang berupa semen beku kepada PIHAK KEDUA dan
PIHAK KEDUA menerima penyerahan barang tersebut dalam keadaan baik dan lengkap
berupa:

Semen beku sebagai berikut:

(Nama Bangsa) : .. dosis


(Nama Bangsa) : .. dosis
(Nama Bangsa) : .. dosis
(Nama Bangsa) : .. dosis

JUMLAH : dosis

Demikian berita acara ini dibuat dengan sebenarnya dibuat 4 (empat) rangkap untuk
dipergunakan sebagaimana mestinya.

Dibuat di : ..
Pada tanggal :. 2017

Sebagai Sebagai
PihakKedua PihakPertama

.
NIP.

Catatan :
Komplain atas kerusakan barang tersebut diatas dilakukan maksimal 3 (tiga) hari setelah barang
diterima.

Buku IV Distribusi Dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2 ) Cair Dan Kontainer 13
Kartu Petunjuk Berita Acara Penyerahan Barang
Nomor.

Agar diterima kiriman semen beku sebagai berikut :

NO BANGSA NAMA KODE KODE JUMLAH JUMLAH PTM * Keterangan


PEJANTAN BULL BULL BATCH (Dosis) CANISTER (motility) ()
1
2
3
4
5
6
JUMLAH 0 Verifikator :
Keterangan : * = sesuai dengan SNI 4869. 1: 2008 motility 40 %
= sesuai isi container

Pihak kedua Pihak Pertama


NIP.

14
Lampiran 3. Format laporan ketersediaan (stok) semen beku dan N2 cair Provinsi

FORMAT LAPORAN PROVINSI


KETERSEDIAAN (STOK) SEMEN BEKU DAN N2 CAIR

PROVINSI :.
BULAN/TAHUN :.
No. Kabupaten/ Stok Awal Bulan Penggunaan Stok Akhir Kontainer Ket
Kota Bulan
Semen N2 Cair Semen N2 Cair Semen N2 Jumlah Jenis Kondisi
Beku (Liter) Beku (Liter) Beku Cair (Unit) (depo (B/R)
(dosis) (dosis) (dosis) (Liter /lap)
)
1 Kab/kota

2 Kab/kota

3 Kab/kota

4 dst..
5
6

TOTAL

Penanggung Jawab

Ttd & stempel

(..)

NIP

Keterangan :
a. Mencantumkan tanggal kedatangan semen beku, N2 cair dan kontainer
b. Mencantumkan pencatatan jumlah semen beku, N2 cair per kontainer dan jumlah unit kontainer di
lokasi tujuan
c. Melaporkan kondisi kontainer (B=Baik; R=Rusak)
d. Laporan Stok yang sudah ditandatangan dan distempel diharapkan dapat dikirim sekurang-
kurangnya 2 (dua) minggu sekali melalui Email ke : distribusi.pphnak@gmail.com atau Fax ke.
(021) 7815782/78830482

Buku IV Distribusi Dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2 ) Cair Dan Kontainer 15
Lampiran 4. Format laporan ketersediaan (stok) semen beku dan N2 cair Kabupaten/Kota

FORMAT LAPORAN KAB/KOTA


KETERSEDIAAN (STOK) SEMEN BEKU DAN N2 CAIR

PROVINSI :.
KAB/KOTA :.
BULAN/TAHUN :.
No Kabupaten/ Stok Awal Bulan Penggunaan Stok Akhir Bulan Ket
. Kota Semen N2 Semen N2 Semen N2 Cair
Beku Cair Beku Cair Beku (Liter)
(dosis) (Liter) (dosis) (Liter) (dosis)
1 Kecamatan....
2 Kecamatan....
3 Kecamatan....
4 ..dst..
5
6

TOTAL

Penanggung Jawab

Ttd & stempel

(..)
NIP
Keterangan :
a. Mencantumkan tanggal kedatangan semen beku dan N2 cair
b. Mencantumkan pencatatan jumlah semen beku, N2 cair dan jumlah unit kontainer di lokasi tujuan
c. Laporan Stok yang sudah ditandatangan dan distempel diharapkan dapat dikirim sekurang-
kurangnya 2 (dua) minggu sekali melalui Email ke : distribusi.pphnak@gmail.com atau Fax
ke.(021) 7815782/78830482.

16
Lampiran 5. Form Distribusi Semen

DISTRIBUSI SEMEN BEKU DAN N2 CAIR


Tgl Nama Jumlah Semen Beku/ No Batch N2 Cair (Liter)
Petugas
Rumpun Rumpun dst yang yang
............ ........... dibutuhkan digunaka
n
....../......... ....../......... ....../.........
....../......... ....../......... ....../.........
....../......... ....../......... ....../.........

.................,..............2017
Petugas,

..........................

Buku IV Distribusi Dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2 ) Cair Dan Kontainer 17
Lampiran 6. Format Laporan Ketersediaan Kontainer Semen Beku dan Kontainer N2 cair
Provinsi

FORMAT LAPORAN PROVINSI


KETERSEDIAAN KONTAINER SEMEN BEKU DAN KONTAINER N2 CAIR

PROVINSI :.
BULAN/TAHUN :.

Kapasitas Jumla
Kondisi
No Lokasi Tipe (Dosis/Liter) h Keterangan
(B/R)**
* (Unit)
1 Dinas Provinsi
2 Kabupaten....
3 Kabupaten....
4 Kabupaten....
5 ..dst..
6

TOTAL

Penanggung Jawab

Ttd & stempel

(..)
NIP
Keterangan :
* Kapasitas kontainer : Satuan dosis untuk kontainer semen beku,
Satuan liter untuk kontainer N2 Cair
** B: Baik, R : Rusak
Jenis kerusakan meliputi : penyok, bocor, retak, patah leher

- Laporan yang sudah ditandatangani dan distempel diharapkan dapat dikirim sekurang-kurangnya
2 (dua) minggu sekali melalui Email ke : distribusi.pphnak@gmail.com atau Fax ke.(021)
7815782/78830482.

18
Lampiran 7. Format Laporan Ketersediaan Kontainer Semen Beku dan Kontainer N2 cair
Kabupaten/Kota

FORMAT LAPORAN KAB/KOTA


KETERSEDIAAN KONTAINER SEMEN BEKU DAN KONTAINER N2 CAIR

PROVINSI :.
KAB/KOTA :.
BULAN/TAHUN :.

Kapasitas Jumla
Kondisi
No Lokasi Tipe (Dosis/Liter) h Keterangan
(B/R)**
* (Unit)
1 Dinas
Kabupaten/Kota
2 Kecamatan....
3 Kecamatan....
4 Kecamatan....
5 ..dst..
6

TOTAL

Penanggung Jawab

Ttd & stempel

(..)
NIP
Keterangan :
* Kapasitas kontainer : Satuan dosis untuk kontainer semen beku,
Satuan liter untuk kontainer N2 Cair
** B: Baik, R : Rusak
Jenis kerusakan meliputi : penyok, bocor, retak, patah leher

- Laporan yang sudah ditandatangani dan distempel diharapkan dapat dikirim sekurang-kurangnya
2 (dua) minggu sekali melalui Email ke : distribusi.pphnak@gmail.com atau Fax ke.(021)
7815782/78830482.

Buku IV Distribusi Dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2 ) Cair Dan Kontainer 19
20
PEMENUHAN HIJAUAN PAKAN TERNAK
DAN PAKAN KONSENTRAT TAHUN 2017

PENGENDALIAN PEMOTONGAN BETINA


PRODUKTIF

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
2017

Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat


DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................... iii

I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG .................................................................................... 1
B. MAKSUD DAN TUJUAN ............................................................................. 2
C. SASARAN ................................................................................................... 2
D. KELUARAN ................................................................................................. 2
E. PENGERTIAN ............................................................................................. 2
3

II. PELAKSANAAN KEGIATAN ............................................................................... 4


A. PRINSIP PELAKSANAAN ........................................................................... 4
1. Penguatan Hijauan Pakan Ternak ......................................................... 4
2. Penguatan Pakan Konsentrat ................................................................ 5
B. PELAKSANA KEGIATAN ............................................................................ 6
1. Tim Pusat .............................................................................................. 6
2. Tim Teknis Provinsi ............................................................................... 7
3. Tim Teknis Kabupaten/Kota .................................................................. 7
4. Peternak ................................................................................................ 8
C. LOKASI KEGIATAN .................................................................................... 9
D. PEMANFAATAN ANGGARAN .................................................................... 9
E. TAHAP PELAKSANAAN KEGIATAN .......................................................... 10
1. Persiapan Kegiatan ............................................................................... 10
2. Pelaksanaan Kegiatan .......................................................................... 10

III. PENGAWASAN DAN INDIKATOR KEBERHASILAN ....................................... 12


A. PENGAWASAN .......................................................................................... 12
B. INDIKATOR KEBERHASILAN ................................................................... 12

IV. PENDAMPINGAN DAN PEMANTAUAN ........................................................... 13

V. PELAPORAN ...................................................................................................... 13

VI. PENUTUP ........................................................................................................... 13

LAMPIRAN .......................................................................................................... 14

ii

ii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hal

1. Daftar sumber benih/bibit dan jenis HPT .......................................... 14


2. Tatacara budidaya HPT .................................................................... 19
3. Jenis Rumput dan Legum Serta Cara Perbanyaknya ...................... 22
4. Cara Panen Rumput dan Legume .................................................... 23
5. Jenis Benih/Bibit Hijauan Pakan Ternak .......................................... 24
6. Daftar Penyedia Pakan Konsentrat (E- Catalog) . 52
50
7. Format Pencatatan Peningkatan Indkator BCS ................................ 53
51
8. Format Laporan ................................................................................ 54
52
9. Daftar Lokasi Kegiatan Pakan .......................................................... 55
53

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Daging sapi/kerbau merupakan salah satu bahan pangan asal hewan yang strategis karena
dipelihara oleh 6,2 juta rumah tangga peternak dengan kepemilikan hanya 1-3 ekor/rumah
tangga peternak dan masih belum merupakan usaha yang komersial. Di sisi lain terjadi
peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan perkapita serta peningkatan kesadaran
mengkonsumsi pangan bergizi yang berdampak pada peningkatan konsumsi daging
sapi/kerbau.

Dalam beberapa tahun terakhir, laju pertumbuhan penyediaan daging dari produksi lokal
masih lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan konsumsi daging sapi/kerbau
masyarakat Indonesia dan untuk memenuhi kekurangan kebutuhan konsumsi tersebut,
pemerintah masih melakukan impor baik berupa daging maupun sapi bakalan. Kurangnya
penyediaan daging sapi/kerbau di dalam negeri, dari beberapa hasil kajian yang telah
dilakukan, juga disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah masih rendahnya angka
kebuntingan dan masing panjangnya jarak beranak (calving interval) pada sapi potong.

Permasalahan dalam usaha budidaya ternak yang dilakukan oleh peternak skala menengah
dan kecil (yang proporsinya lebih dari 80%) adalah keterbatasan pakan atau harga pakan yang
semakin lama semakin mahal akibat persaingan dalam mengakses bahan pakan yang pada
umumnya berbasis serealia, biji-bijian dan limbah agro-industri. Hal ini menjadi salah satu
penyebab tingginya harga pakan dan belum maksimalnya produksi ternak lokal. Sekitar 49%
sapi yang dikirim ke rumah potong hewan tergolong kurus dengan body condition score (BCS)
2,5-3,0 dan 36% dengan BCS 3,0-3,5 yang keduanya belum ekonomis untuk dipotong,
sedangkan hanya 15% yang terkategori ekonomis untuk dipotong (Survey Karkas, tahun 2012).
Kondisi ini merupakan indikasi dari sebagian besar sapi kita masih kekurangan gizi sehingga
menyebabkan kinerja reproduksi ternak ruminansia masih belum menunjukan tingkat yang
maksimal.

Melihat permasalahan di atas, Kementerian Pertanian pada tahun 2017 melakukan upaya
yang sistematis dan komprehensif untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pangan asal
hewan di Indonesia dengan program upaya khusus peningkatan populasi sapi dan kerbau
(UPSUS SIWAB) yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor
48/Permentan/PK.210.10/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi
Sapi dan Kerbau Bunting.
Upaya khusus tersebut merupakan kegiatan yang terintegrasi melalui sistem managemen
reproduksi yang terdapat beberapa aspek yang harus diterapkan didalamnya termasuk
pemenuhan hijauan pakan ternak (HPT) berkualitas dan penambahan pakan konsentrat.
Pemenuhan hijauan pakan ternak dan konsentrat yang berkualitas merupakan salah satu
upaya perlakuan yang ditujukan untuk perbaikan sistem reproduksi ternak yang mengalami

Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 1
Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 1
gangguan reproduksi akibat kekurangan nutrisi. Diharapkan dengan upaya tersebut dapat
memulihkan sistem reproduksi ternak indukan sehingga memiliki produktivitas yang baik
untuk mempercepat peningkatan populasi ternak di Indonesia.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud diterbitkannya Pedoman Pelaksanaan ini adalah sebagai acuan bagi pelaksana
kegiatan pengembangan pakan di daerah dan pihak terkait lainnya dalam pelaksanaan
kegiatan pemenuhan hijauan pakan ternak dan pakan konsentrat dalam rangka mendukung
program UPSUS SIWAB Tahun 2017.

Tujuan dari diterbitkannya Pedoman Pelaksanaan ini adalah untuk :

1. Meningkatkan pemahaman dalam pengelolaan dan pelaksanaan teknis kegiatan


pemenuhan hijauan pakan ternak dan pakan konsentrat.
2. Memberikan arah pelaksanaan kegiatan pemenuhan hijauan pakan ternak dan pakan
konsentrat untuk memperbaiki kondisi sapi potong induk.

C. SASARAN

Sasaran kegiatan pemenuhan hijauan pakan ternak dan pakan konsentrat dalam rangka
mendukung program UPSUS SIWAB Tahun 2017 yaitu :

1. Meningkatnya rata-rata nilai Body Condition Score (BCS) pada sapi potong induk yang
menggalami gangguan reproduksi menjadi >3
2. Meningkatnya produktivitas sapi potong induk melalui pemberian pakan yang berkualitas
(hijauan dan konsentrat).

D. KELUARAN

Keluaran kegiatan pemenuhan hijauan pakan ternak dan pakan konsentrat dalam rangka
mendukung UPSUS SIWAB Tahun 2017 adalah :

1. Tertanam dan dikembangkannya tanaman pakan berkualitas pada lokasi UPSUS SIWAB
seluas 13.000 hektar.
2. Termanfaatkannya 4.500 ton pakan konsentrat induk sapi potong untuk meningkatkan
produktivitas ternak indukan yang mengalami gangguan reproduksi

E. PENGERTIAN

Dalam Pedoman Pelaksanaan ini yang dimaksud dengan :

2
1. Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak
diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan
berkembang biak.
2. Hijauan Pakan Ternak yang selanjutnya disebut HPT adalah bagian vegetatif tanaman
pakan ternak (TPT) yang berwarna hijau yang dapat digunakan sebagai bahan pakan.
3. Tanaman pakan ternak (TPT) adalah tanaman penghasil hijauan pakan yang sengaja
dibudidayakan dari family rerumputan (Gramineae) dan kacang-kacangan (Leguminoseae).
4. Pakan Konsentrat adalah ramuan bahan pakan yang kaya akan sumber protein dan/atau
sumber energi serta dapat mengandung pelengkap pakan dan atau imbuhan pakan.
5. Surat Keterangan Kesehatan Reproduksi yang selanjutnya disebut SKSR adalah dokumen
pernyataan kondisi (status present) organ reproduksi sapi betina berdasarkan hasil
pemeriksaan reproduksi dan ditandatangani oleh medik reproduksi atau dokter hewan yang
ditunjuk.
6. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah perangkat
pemerintah daerah yang membidangi fungsi peternakan dan/atau kesehatan hewan di
provinsi/kabupaten/ kota.
7. Tim Pusat adalah kelompok kerja yang terdiri dari unsur Direktorat Jenderal Peternakan
dan Kesehatan Hewan, ditetapkan dengan surat Keputusan Direktur Pakan, Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
8. Tim Teknis Provinsi adalah kelompok kerja yang terdiri dari unsur SKPD di provinsi,
ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala SKPD di provinsi.
9. Tim Teknis Kabupaten/Kota adalah kelompok kerja yang terdiri dari unsur SKPD di
kabupaten/kota yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala SKPD di kabupaten/kota.

Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 3

Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 3


BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN

A. PRINSIP PELAKSANAAN

1. Penguatan Hijauan Pakan Ternak (HPT)

1) Pemenuhan hijauan pakan ternak (HPT) adalah penyediaan HPT berkualitas untuk
sapi potong induk di lokasi kegiatan UPSUS SIWAB.
2) Penyediaan HPT dialokasikan pada lokasi UPSUS SIWAB cluster intensif, semi
intensif dan ekstensif
3) Jenis HPT yang ditanam di kebun HPT sebagai rumput potong agar disesuaikan
dengan iklim dan kondisi lahan setempat. Jenis rumput dapat dipilih seperti rumput
gajah (pennisetum purpureum), rumput gajah cultivar Taiwan, rumput gajah cultivar
Mott (odot), rumput kolonjono (Panicum Muticum), rumput benggala (panicum
maximum), rumput setaria (Setaria sphacelata) atau jenis rumput unggul lainnya.
Selain jenis rumput, dapat ditanam jenis leguminosa sebagai sumber protein yang
dapat mensubstitusi pakan konsentrat, seperti gamal (Gliricidae sepium), lamtoro
cultivar Tarramba (Leucaena leucocephala), sentro (Centrosema pubescens), stylo
(Stylosanthes guinensis) atau indigofera (Indigofera zolingiensis).
4) Apabila kebun HPT belum berproduksi, maka HPT wajib disediakan secara
swadaya oleh kelompok dengan memaksimalkan pemanfaatan rumput lapang, atau
hasil samping pertanian atau perkebunan seperti tebon jagung, daun/pelepah sawit
serta jenis graminae dan leguminosa lokal lainnya yang tumbuh dan berkembang di
lokasi kelompok.
5) Bibit/benih HPT dapat diakses dari lokasi sumber benih/bibit HPT yaitu UPT Pusat,
UPT Daerah, Kelompok penangkar benih/bibit HPT, perorangan, BUMN, swasta,
lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Daftar penyedia benih/bibit HPT dan jenis-
jenisnya sebagaimana Lampiran-1.
6) Pendistribusian bibit HPT kepada kelompok agar memperhatikan (a) ketersediaan
sumber air atau disesuaikan dengan musim penghujan untuk menghindari kematian
bibit HPT; (b) lahan telah selesai diolah dan dilakukan pemupukan dasar. Apabila
penyediaan HPT dalam bentuk benih (biji) maka perlu dilakukan penyemaian
terlebih dahulu, sampai tumbuh batang dengan tinggi yang cukup untuk ditanam di
kebun.
7) Tatacara budidaya HPT sebagaimana Lampiran-2.
8) Jumlah pemberian HPT dalam bentuk segar minimal 10% dari bobot badan per ekor
per hari.
9) Lokasi penanaman diupayakan dalam satu hamparan, tetapi apabila tidak
memungkinkan dapat dilakukan pada beberapa hamparan yang jaraknya tidak
terlalu berjauhan. Pemanfaatan lahan dapat bekerjasama dengan Perhutani atau
memanfaatkan lahan Daerah Aliran Sungai (DAS), pekarangan, dan lain
sebagainya.

4
4
10) Pemberian air minum dilakukan secara tak terbatas (ad-libitum). Ketersediaan air
sangat penting, untuk itu harus tersedia sumber air dan tatakelolanya sampai di
kandang kelompok dan bisa di akses oleh ternak dan kebun HPT.

2. Penguatan pakan konsentrat

1) Pemenuhan pakan konsentrat adalah penyediaan pakan konsentrat sapi potong


induk yang telah di periksa mengalami gangguan reproduksi akibat kekurangan
nutrisi berdasarkan Surat Keterangan Status Reproduksi (SKSR), dengan prioritas
ternak dengan nilai BCS 2-3
2) Penguatan pakan konsentrat dialokasikan pada lokasi UPSUS SIWAB cluster
intensif dan semi intensif
3) Jenis pakan konsentrat adalah pakan konsentrat sapi potong induk dengan
spesifikasi teknis sesuai standar dalam e-catalog.
4) Pengadaan dan distribusi pakan konsentrat per kabupaten/kota dilakukan setelah
selesai pelaksanaan pemeriksaan ternak yang mengalami gangguan reproduksi
akibat kekurangan nutrisi berdasarkan Surat Keterangan Status Reproduksi (SKSR)
5) Dinas Kabupaten/Kota harus memastikan ketersediaan gudang/tempat
penyimpanan pakan konsentrat yang sesuai dengan persyaratan, guna menjaga
kualitas pakan sebelum diberikan kepada ternak yang telah mempunyai SKSR.
6) Pendistribusian pakan konsentrat dilakukan langsung oleh pihak penyedia sampai
ke gudang/tempat penyimpanan pakan konsentrat.
7) Gudang/tempat penyimpanan pakan konsentrat dapat menggunakan gudang milik
salah satu kelompok, kelompok Unit Pengolah Pakan (UPP), Lumbung pakan,
gudang milik SMD, SPR, koperasi/KUD, dinas atau lainnya sesuai dengan kondisi
lapangan.
8) Tatacara pemberian pakan sesuai dengan pedoman teknis. Jumlah pakan
konsentrat yang diberikan kepada ternak yaitu 2kg/ekor/hari selama 100 hari.
9) Ternak yang telah ditetapkan sebagai penerima bantuan pakan konsentrat harus
dipisahkan dengan ternak yang sehat dan diberi penandaan untuk memudahkan
proses pemberian pakan, pencatatan dan pengawasan
10) Pencatatan peningkatan indikator BCS dilaksanakan sebelum ternak diberi
penguatan pakan konsentrat dan setelah berakhirnya pemberian pakan konsentrat.
Pencatatan dilakukan oleh pendamping dan/atau petugas teknis Dinas
Kabupaten/Kota dengan menggunakan format sebagaimana Lampiran-7.

Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 5
Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 5
3. Pengawasan mutu pakan dilakukan oleh pengawas mutu pakan di provinsi/
kabupaten/kota dan/atau petugas Dinas yang ditugaskan agar kegiatan ini sesuai dengan
pedoman pelaksanaan dan teknis pakan lainnya.
4. Dukungan pemerintah daerah baik melalui APBD I maupun APBD II merupakan salah
satu aspek yang tidak bisa dipisahkan dari upaya pencapaian output dari kegiatan ini
5. Kegiatan harus dilaksanakan dengan cermat, memegang prinsip kehati-hatian, dan
menghindari praktek kolusi korupsi dan nepotisme (KKN).

3,8 Juts Bunlirv 3


M4(Xor 115
|ula

Perba'fcan
Pakan

Pedant aman
JL
Gnree _
u4fi
ktlmnpni

AlUROPERASIONALSIWAB

IdmUflart
S*P-PKB
B. PELAKSANA KEGIATAN

1. TIM PUSAT

Dalam pelaksanaan program UPSUS SIWAB telah dikeluarkan 3 buah Permentan yaitu : (1)
Permentan Nomor : 656/Kpts/OT.050/10/2016 tentang Kelompok Kerja UPSUS SIWAB; (2)
Permentan Nomor : 7659/Kpts/OT.050/F/11/2016 tentang Tim Supervisi dan (3) Permentan
Nomor : 7589/Kpts/OT.050/F/10/2016 tentang Sekretariat Pokja UPSUS SIWAB Tingkat
Pusat.
Pelaksana teknis kegiatan pakan adalah Direktorat Pakan, Direktorat Jenderal Peternakan
dan Kesehatan Hewan, yang mempunyai tugas :
1) Membuat pedoman pelaksanaan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Konsentrat
Tahun 2017 Mendukung Program UPSUS SIWAB.
2) Menentukan output kegiatan pakan secara nasional.
3) Melakukan sosialisasi kebijakan dan kegiatan pakan mendukung UPSUS SIWAB.
4) Melakukan kerjasama pendampingan kegiatan dan bimtek dengan Perguruan Tinggi
dan/atau Badan Litbang Kementan (Puslitbangnak dan/atau BPTP).

6
5) Melaksanakan pertemuan koordinasi kegiatan pakan mendukung UPSUS SIWAB.
6) Melakukan kegiatan pemantauan dan supervisi kegiatan.
7) Melaksanakan evaluasi kegiatan.
8) Membuat pelaporan pelaksanaan kegiatan

2. TIM TEKNIS PROVINSI

Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan
hewan provinsi yang merupakan satuan kerja (satker) dari kegiatan ini, mempunyai
tugas sebagaimana ditetapkan dalam Pedoman Umum UPSUS SIWAB.

Dalam hal kegiatan pakan, maka Dinas Provinsi membentuk Tim Teknis Pakan yang
melibatkan petugas Dinas Kabupaten/Kota terkait yang mempunyai tugas: :

1) Menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) yang merupakan
penjabaran dari pedoman pelaksanaan.
2) Melakukan verifikasi SKSR dari ternak yang telah diperiksa dan mengalami gangguan
reproduksi akibat kekurangan nutrisi.
3) Hasil verifikasi diusulkan kepada Kepala Dinas Provinsi untuk ditetapkan sebagai
penerima bantuan pakan (HPT dan pakan konsentrat) dengan Surat Keputusan (SK)
Kepala Dinas Provinsi;
4) Berkoordinasi dengan PPK dalam pelaksanaan pengadaan benih dan/atau bibit HPT,
pengadaan pakan konsentrat, dan pengadaan agroinput pendukung lainnya.
5) Melakukan pemantauan pendistribusian bantuan pakan kepada peternak.
6) Bersama dengan Tim Pendamping melaksanakan bimtek dan pendampingan
Melakukan pemantauan terhadap pemberian pakan kepada ternak yang telah
ditetapkan sesuai SKSR.
7) Melaporkan perkembangan kegiatan penanaman HPT dan penguatan pakan konsentrat
kepada Pusat dan/atau melalui ISIKHNAS
8) Membuat dan mengirimkan laporan ke Direktorat Pakan sesuai dengan format terlampir
(Lampiran-8).

3. TIM TEKNIS KABUPATEN/KOTA

Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan
hewan Kabupaten/Kota, mempunyai tugas :

1) Bersama dengan Tim Teknis Provinsi melaksanakan verifikasi penerima bantuan pakan
hijauan dan pakan konsentrat,
2) Membantu pelaksanaan kegiatan operasional pengembangan pakan hijauan dan
pakan konsentrat, antara lain menetapkan lokasi gudang/tempat untuk dropping dan
penyimpanan pakan konsentrat.
3) Melaksanakan pemantauan kegiatan.
4) Bersama dengan Tim Pendamping melaksanakan bimtek dan pendampingan.
5) Melakukan pencatatan peningkatan indikator BCS yang dilaksanakan sebelum ternak

Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 7


diberi penguatan pakan konsentrat dan setelah berakhirnya pemberian pakan
konsentrat. Format pencatatan sebagaimana Lampiran-7.
6) Melaporkan perkembangan kegiatan penanaman HPT dan penguatan pakan
konsentrat kepada Satker Provinsi dan/atau melalui ISIKHNAS.
7) Membantu penyusunan laporan.

4. PETERNAK
Peternak yang ternaknya telah ditetapkan sebagai penerima bantuan HPT dan/atau
penerima pakan konsentrat, mempunyai tugas sebagai berikut :

1) Menerima bantuan HPT dan/atau pakan konsentrat untuk mendukung kegiatan


UPSUS SIWAB sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan.
2) Menyediakan lahan untuk penanaman benih/bibit HPT.
3) Melakukan penanaman, pemeliharaan dan pemanenan HPT.
4) Memberikan pakan hijauan dan pakan konsentrat pada ternak yang telah ditetapkan
sesuai SKSR sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan.
5) Membantu petugas Dinas Kabupaten/Kota dan Tim Pendamping untuk melakukan
pencatatan terhadap pemberian pakan konsentrat dengan menggunakan format
sebagaimana Lampiran-7.

Kriteria Penerima Bantuan Hijauan Pakan Ternak (HPT)

1) Penerima bantuan H PT diutamakan adalah kolo mpok peternak yang ternaknya sudah
diperiksa status reproduksinya dan dinyatakan mengalami ganguan reproduksi akibat
kekurangan nutrisi oleh Tim Daerah (bukti SKSR) dan telah ditetapkan oleh Kepala
SKPD sebagai penerima bantuan HPT (bukti SK Penerima Bantuan HPT).
2) Berada di lokasi pelaksanaan kegiatan UPSUS SIWAB 2017.
3) Mempunyai akses terhadap lahan yang dapat ditanami HPT.
4) Sanggup menanam, memelihara, dan memanfaatkan HPT secara berkelanjutan.
5) Bersedia berkontribusi aktif terhadap pelaksanaan kegiatan.
6) Bersedia dibina serta diarahkan oleh Tim Pendamping untuk memperbaiki performans
sapi potong induk.
7) Bersedia melakukan pencatatan terhadap pemberian pakan dengan menggunakan
format yang telah ditetapkan dalam pedoman.
8) Melaporkan hasil pencatatan kepada Tim Kabupaten dan Tim Pendamping.

Kriteria Penerima Bantuan Pakan Konsentrat

1) Penerima bantuan pakan konsentrat adalah kelompok peternak yang ternaknya sudah
diperiksa status reproduksinya mengalami ganguan reproduksi akibat kekurangan
nutrisi oleh Tim Daerah (bukti SKSR) dan telah ditetapkan oleh Kepala
SKPD sebagai penerima bantuan pakan konsentrat (SK Penerima Bantuan pakan
konsentrat ).

Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 9

8
2) Sanggup memberikan bantuan pakan konsentrat sesuai waktu dan jumlah yang telah di
tetapkan.
3) Bersedia dibina serta diarahkan oleh Tim pendamping untuk memperbaiki performans
sapi potong induk.
4) Bersedia melakukan pemisahan ternak yang akan diberikan bantuan pakan dengan
ternak lainnya yang tidak menerima bantuan pakan untuk emudahkan pengawasan dan
pencatatan.
5) Bersedia melakukan pencatatan terhadap pemberian pakan dengan menggunakan format
yang telah ditetapkan dalam pedoman ini.

C. LOKASI KEGIATAN

Lokasi kegiatan pakan terdisi dari 2 kegiatan yaitu kegiatan pemenuhan HPT dan bantuan
pakan konsentrat. Lokasi kegiatan bantuan HPT adalah di seluruh lokasi UPSUS SIWAB,
sedangkan kegiatan pemenuhan pakan konsentrat dilaksanakan di lokasi UPSUS SIWAB
cluster intensif dan semi intensif yang tercantum pada Lampiran-9.

D. PEMANFAATAN ANGGARAN APBN 2017


Alokasi anggaran pakan untuk mendukung program UPSUS SIWAB Tahun 2017 dialokasikan
untuk kegiatan (1) Bantuan HPT dan (2) Bantuan pakan konsentrat, sesuai dengan DIPA
masing-masing Satker, yaitu :

1. Bantuan Hijauan Pakan Ternak (HPT)

1) Anggaran dapat dimanfaatkan untuk pengadaan :


a. Benih dan/atau bibit HPT yang terdiri dari legume dan graminae (rumput). Jenis HPT
disesuaikan dengan situasi kondisi lokasi kelompok (lahan, iklim, ketersediaan air)
dan lokasi penyedia (sumber) benih/bibit HPT.
b. Bantuan sarana penyemaian dan penanaman (misal pupuk, polybag).
c. Operasional penanaman.

2) Pemanfaatan anggaran dimungkinkan untuk disesuaikan sesuai dengan kebutuhan di


lokasi peternak, seperti untuk :
a. Perbaikan sumber air atau tatakelola air.
b. Pengadaan sarana penanaman.
c. Operasional pemeliharaan kebun HPT.

Namun sebelum dilakukan penyesuaian pemanfaatan anggaran, harus dipastikan bahwa


kegiatan prioritas dapat dipenuhi terlebih dahulu yaitu : penyediaan benih/bibit HPT dan
target pencapaian output luas areal tanam (ha) serta jumlah penanaman bibit/benih HPT
yang telah ditentukan harus telah terpenuhi.

1
0

Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 9


2. Bantuan Pakan Konsentrat

1) Anggaran pakan konsentrat dimanfaatkan untuk pengadaan pakan konsentrat sapi


potong induk dengan jumlah (ton) yang disesuaikan dengan jumlah ternak yang telah
ditetapkan sebagai ternak yang mengalami gangguan reproduksi akibat kekurangan
nutrisi sesuai dengan dokumen SKSR.
2) Pengadaan dilaksanakan menggunakan e-catalog.
3) Pendistribusian pakan konsentrat dilakukan langsung oleh pihak penyedia sampai ke
gudang/tempat penyimpanan pakan konsentrat yang telah ditetapkan oleh Dinas
Kabupaten/Kota.
4) Gudang/tempat penyimpanan pakan konsentrat dapat menggunakan gudang milik
kelompok, kelompok Unit Pengolah Pakan (UPP), Lumbung pakan, gudang milik SMD,
SPR, koperasi/KUD, dinas atau lainnya sesuai dengan kondisi lapangan.
5) Tatacara pemberian pakan sesuai dengan pedoman teknis. Jumlah pakan konsentrat
yang diberikan kepada ternak yaitu 2kg/ekor/hari selama 100 hari.

3. Operasional Kegiatan Pakan

1) Sosialisasi kegiatan pakan mendukung UPSUS SIWAB.


2) Pemantauan dan supervisi kegiatan.
3) Penyusunan dan pengiriman laporan ke Direktorat Pakan, Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan.

E. TAHAP PELAKSANAAN KEGIATAN

1. Persiapan Kegiatan
1) Perencanaan anggaran APBN 2017.
2) Penyusunan dan pencetakan Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hijauan Pakan
Ternak dan Konsentrat Mendukung Program UPSUS SIWAB Tahun 2017.
3) Sosialisasi kebijakan dan kegiatan pakan mendukung UPSUS SIWAB.

2. Pelaksanaan Kegiatan
1) Proses identifikasi dan pemeriksaan status reproduksi ternak dilakukan Tim yang telah
ditetapkan oleh Kepala SKPD.
2) Hasil identifikasi dan pemeriksaan yang menyatakan bahwa ternak tidak bunting karena
mengalami gangguan reproduksi akibat kekurangan nutrisi sesuai dengan dokumen
SKSR kemudian diverifikasi oleh Tim Teknis Provinsi.
3) Hasil verifikasi disampaikan kepada Kepala SKPD untuk ditetapkan sebagai penerima
bantuan HPT dan/atau bantuan pakan konsentrat.
4) Tim Teknis Provinsi berkoordinasi dengan PPK untuk proses pengadaan benih/bibit
HPT, pakan konsentrat dan agroinput pakan lainnya. Pengadaan dilakukan sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pengadaan pakan konsentrat
dilaksanakan melalui e-catalog

Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 11

10
5) Pendistribusian benih/bibit HPT, pakan konsentrat dan agroinput pakan lainnya diatur
dalam Juklak/Juknis
6) Penanaman HPT dilakukan dengan asumsi jarak tanam 1mx1m atau dapat
disesuaikan dengan hasil kajian teknis budidaya HPT
7) Sebelum pakan konsentrat diberikan kepada ternak, harus dilakukan pengukuran nilai
BCS oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota dan/atau Tim Pendamping. Setelah selesai
target waktu pemberian pakan konsentrat maka nilai BCS diukur kembali dan dicatat
berapa perbaikan nilai BCS tersebut. Catatan perkembangan harus dilaporkan oleh
Tim Teknis Kabupaten/Kota dan Tim Pendamping kepada Tim Provinsi dengan
tembusan kepada Tim Pusat.
8) Tatacara dan instrumen pengukuran nilai BCS akan disosialisasikan oleh Tim Pusat
dan Tim Pendamping.

1
2
Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 11
Lampiran 1
BAB III
PENGAWASAN DAN INDIKATOR KEBERHASILAN

A. Pengawasan

Pengendalian kegiatan dilakukan oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen dan KPA (Kuasa
Pengguna Anggaran). Proses pengendalian di Provinsi dan Kabupaten direncanakan dan
diatur oleh masing-masing Dinas Provinsi dan Kabupaten.
Pengawasan dilakukan oleh Pemerintah melalui aparat pengawas fungsional (Inspektorat
Jenderal, Badan Pengawasan Daerah maupun lembaga/instansi pengawas lainnya). Kegiatan
pengawasan oleh Tim Teknis (provinsi/kabupaten/kota) dilakukan selama tahun kegiatan
berjalan. Untuk selanjutnya, setelah serah terima barang kepada kelompok, keberhasilan
kegiatan menjadi tanggung jawab pelaksana kegiatan (kelompok) dan diawasi oleh
masyarakat.
Kegiatan ini memiliki beberapa tahapan kritis sehingga sangat perlu dilakukan pengendalian
dan pengawasan pada tahapan tersebut seperti dibawah ini :
1. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa (melalui lelang maupun e-catalog)
2. Seleksi lokasi penanaman dan calon penerima kegiatan.
3. Distribusi sarana kegiatan (misal benih/bibit HPT, pakan konsentrat)
4. Waktu (jadwal) penanaman yang harus disesuaikan dengan ketersediaan air.
Pada tingkat kelompok, pengawasan masyarakat dilakukan oleh perangkat desa, oleh
anggota kelompok dan oleh penyuluh serta petugas lapang. Laporan pengaduan terhadap
penyimpangan pengelolaan anggaran dapat disampaikan kepada Kepala Dinas Peternakan
dan Kesehatan Hewan atau instansi yang mempunyai fungsi peternakan dan kesehatan
hewan Provinsi atau Kabupaten/kota.

B. Indikator Keberhasilan

1. Indikator Output
a. Penanaman HPT di lokasi UPSUS SIWAB seluas 13.000 Ha.
b. Pemenuhan pakan konsentrat untuk ternak indukan yang ditetapkan mengalami gangguan
reproduksi karena kekurangan pakan sebesar 4.500 ton

2. Indikator Outcome :
Perbaikan performans dan produktivitas sapi potong induk dengan peningkatan nilai BCS
sebesar 1 poin dari score awal (antara 2-3)

3. Indikator Impact :
Sebanyak 22.500 ekor ternak yang terindikasi mengalami hypofungsi akibat kekurangan nutrisi
dapat menjadi sehat dan bisa dilakukan IB.
BAB IV
PENDAMPINGAN dan PEMANTAUAN

1. Pendampingan dan pemantauan pada tahun berjalan dilaksanakan secara terkoordinasi antar
instansi oleh tim pusat dan tim daerah terhadap pelaksanaan kegiatan sesuai indikator yang telah
ditetapkan.
2. Pengawasan langsung maupun tidak langsung harus dilakukan oleh Dinas Peternakan atau yang

13

12
Perbaikan performans dan produktivitas sapi potong induk dengan peningkatan nilai BCS
sebesar 1 poin dari score awal (antara 2-3)

3. Indikator Impact :
Sebanyak 22.500 ekor ternak yang terindikasi mengalami hypofungsi akibat kekurangan nutrisi
dapat menjadi sehat dan bisa dilakukan IB.
BAB IV
PENDAMPINGAN dan PEMANTAUAN

1. Pendampingan dan pemantauan pada tahun berjalan dilaksanakan secara terkoordinasi antar
instansi oleh tim pusat dan tim daerah terhadap pelaksanaan kegiatan sesuai indikator yang telah
ditetapkan.
2. Pengawasan langsung maupun tidak langsung harus dilakukan oleh Dinas Peternakan atau yang
membidangi fungsi peternakan di daerah.
13
3. Hasil pencapaian indikator kegiatan agar dianalisa dan dievaluasi menggunakan indikator yang
telah ditetapkan dan dilaporkan ke Direktorat Pakan.
4. Direktorat Pakan melakukan evaluasi pada akhir pelaksanaan program. Hasil evaluasi akan
dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk penentuan program selanjutnya.

BAB V
PELAPORAN

Pelaporan dilaksanakan melalui mekanisme berjenjang dengan mekanisme sebagai berikut :


1. Penanggungjawab kegiatan di Kabupaten melaporkan kepada penanggungjawab Provinsi.
2. Penanggungjawab kegiatan di Provinsi mengkompilasi laporan dari kabupaten dan
mengirimkannya ke Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan up. Direktur Pakan di
setiap triwulan kegiatan (Lampiran-8). Laporan dapat dikirim ke Direktorat Pakan melalui email :
direktoratpakan@pertanian.co.id
3. Selain mekanisme tersebut pelaporan dari kabupaten dilakukan melalui ISIKHNAS.

Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 13

14
Lampiran 1

LAN
DAFTAR SUMBER BENIH/BIBIT DAN JENIS
HIJAUAN PAKAN TERNAK

mitmen dan KPANo(Kuasa Produsen Contact Person Alamat Jenis HPT


paten direncanakan
1. dan
BPTU-HPT Yusmadi Jl. Sultan Iskandar Muda No. Rumput gajah,
Indrapuri 081380877828 3 KP.15 Indrapuri, Aceh, Rumput BH,
s fungsional (Inspektorat yusmadi_abu@yahoo.co.id Desa Reukih Dayah Rumput BD, Sorgum,
gawas lainnya). Kegiatan Kec. Indrapuri Indigofera,
selama tahun kegiatan Tel/Fax : (0651) 70004 Lamtoro mini
kelompok, keberhasilan
pok) dan diawasi2.
oleh
BPTU-HPT Ir. Yulianus Telaumbanua Jl. Sinur Siborong-borong
Siborong- 08126351021 Tarutung 22474, Rumput raja, Rumput
borong
u dilakukan pengendalian Tapanuli Utara, odot, Rumput BD,
Sumatera Utara Rumput BH,
Telp (0633) 41008 Rumput Pannicum
atalog) Fax (0633) 41105 (cv riversdale, cv
purpleguinea),
Rumput setaria,
rat) Stylosanthes,
Lamtoro, Arachis
rsediaan air. pintoii, Kaliandra
h perangkat desa,
3. oleh
Loka Penelitian Dr. Rijanto Hutasoit Sei Putih Po Box 1 Galang Indigofera,
ran pengaduan terhadap
Kambing 0617980013 20585, Deli Serdang, Stylosanthes,
Kepala Dinas Peternakan
Potong Sei 085261038444 Sumatera Utara Clitoria ternatea,
Putih
ternakan dan kesehatan Telp : (061) 7980270 Lamtoro, Rumput
Fax :(061)7980013 odot, Rumput ruzi,
E-mail : Rumput BH,
lokaseiputih@indo.net.id Digitaria
Milanjiana,
Paspalum
gueonarum,
Stenotatum
tapkan mengalami gangguan secondatum,
Arachis pintoii,
Arachis glabrata,
Gliricidae, Murbei
4. BPTU-HPT Yuli Heniwati Padang Mangatas Centrosema,
Padang 082177383838 Payakumbuh 26201 PO BOX 03 Siratro,
ngan peningkatan nilai BCS
Mangatas Yoselanda Martha Sumatera Barat Stylosanthes,
085376745063 Telp : (0752) 759315 Desmodium,
Fax : (0752) 759369 Indigifera, Lamtoro
mini, Rumput BD,
Rumput ruzi
ngsi akibat kekurangan nutrisi
5. UPTD Ir. Desi UPTD Pembibtian Ternak Indigofera
Pembibtian 08153726393 dan Pengembangan Pakan
Ternak dan Ternak, Kampar, Riau
Pengembangan
Pakan Ternak
Provinsi
n secara terkoordinasi antar Riau
an sesuai indikator yang telah

Dinas Peternakan atau yang

Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 15

14
6. UPTD BPHMT Usmaidi, SP UPTD BP HMT Dinas Rumput raja, Rumput
Dinas Peternakan dan Kesehatan setaria, Indigofera,
Peternakan dan 085729059482 Hewan, Provinsi Bengkulu Stylosanthes
Kesehatan
Hewan,
Provinsi
Bengkulu

7. BPTU-HPT Sri Hindrawati, S.Pt Jl. Raya Palembang-Sekayu Rumput raja, Rumput
Sembawa 081279164820 KM 29, PO BOX 1116, Sembawa, BH,
sri_hindrawati@yahoo.com Banyuasin Palembang 30001 Rumput BD,
Telp : (0711) 7076784 Indigofera
Fax :(0711)442815
E-mail :
mera_wang@yahoo.co.id

8. Kelompok Tani Wasimun Desa Purwodadi, Kecamatan Indigofera,


Manunggal 085208829926 Adi Luwih, Kabupaten Rumput odot,
Pringsewu, Lampung Rumput gajah

9. Kelompok Yulianto Desa Bawang Tirto Mulyo Indigofera


Mekar Sari 081272003786 Kecamatan Banjar Baru,
Kabupaten Tulang Bawang,
Lampung

10. Kelompok Yulianto Desa Bawang Tirto Mulyo Indigofera,


Mekar Sari 081272003786 Kecamatan Banjar Baru, Rumput raja, Rumput
Kabupaten Lampung Selatan, odot
Lampung

11. Kelompok Sugiyono Desa Sekincau Kecamatan Indigofera,


Laskar Tani 081271277045 Sekanciau, Kabupaten Lampung Rumput BB
Barat, Lampung

12. Kelompok Sugiyono Desa Sekincau Kecamatan Indigofera


Laskar Tani 081271277045 Sekanciau, Kabupaten Lampung
Timur, Lampung

13. Kelompok Al Desa Suka Maju, Kecamatan


Ihya Warjono Abung Semuli, Kabupaten
082175948634 Lampung Utara, Lampung

14. BET Cipelang Kel. Cipelang, Kec. Cijeruk, Rumput raja


Samsul Fikar Kabupaten Bogor, Jawa
08121112198 Barat

15. Balai Ir. Mita Rukmitasari 022- Jl. Raya Tangkuban Parahu Rumput gajah
Pengembangan 2786132 KM 22,2 Cikole Lembang, Taiwan, Gliricidae,
Ternak Sapi Kabupaten Bandung Barat, Lamtoro,
Perah dan Jawa Barat Kaliandra
Hijauan
Makanan
Ternak Cikole
Lembang

16

Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 15


16. Balai Penelitian Drs. Sajimin Jalan Veteran III, Ciawi, Rumput odot,
Ternak Ciawi 081383676979 Kabupaten Bogor, Jawa Rumput gajah,
Barat Rumput benggala,
Clitoria ternatea,
Indigofera,
Kaliandra, Arachis
Pintoii, Arachis
glabrata
17. UPTD BPP IB TSP Drh. Andi Hariswan Bunikasih, Kabupaten Rumput gajah,
Bunikasih, 081369578713 Cianjur, Jawa Barat Rumput odot,
Indigofera
18. UPTD Balai Rendradi Komplek UPTD BPPTD Rumput gajah,
Pengembangan 081321787859 Margawati, Kabupaten Garut, Rumput odot,
Perbibitan Jawa Barat Indigofera, Turi,
Ternak Domba Gliricidae,
Margawati Kaliandra
Garut

19. CV. Cahaya Riyadi Jalan Daleman Kadirejo


Baru Pabelan, Kabupaten Indigofera,
Semarang, Jawa Tengah Rumput odot,
Rumput raja, Rumput
kolonjono (gajah)
20. Kelompok Bina Bonny Irvan Faizal Rancabango, Kabupaten
Sejahtera Garut 0812213852 Garut, Jawa Barat

21. BIB Lembang Ali Kurniawan, S.Pt Jl. Kayu ambon No. 78, Rumput gajah,
089697727750 Kecamatan Lembang, Rumput bintang,
Kabupaten Bandung Barat, Indigofera,
Jawa Barat Gliricidae,
Lamtoro, Turi,
Alfalfa,
Desmodium,
Stylosanthes,
Rumput Rye
22. BBPTU-HPT Adi Suryanto Jl Limpakuwus RT 001/02 Rumput Raja
Baturraden 085474125145 Purwokerto Rumput Odot
Jawa Tengah Rumput BD
(Brachiaria decumbens)

Indigofera
23. UPTD BPBPT- DK Ir. Agus Sancaya, MMA Kaliurang
Dinas Pertanian 087835466665 Sleman Rumput Gajah
Rumput Raja
DIY DI. Yogyakarta
Rumput setaria
Rumput Odot
Kaliandra
Tayuman (Bauhinia purpurea)
Indigofera, Turi
Gliricidia (Gamal)

24. BBIB Singosari Andi Hasan, S.Pt 08122652368 Kotak Pos 08 Desa
Provinsi Jawa Toyomarto Kecamatan Rumput Gajah
Timur Singosari Rumput Gajah Mini Rumput BD
Malang (Brachiaria decumbens)
Indigofera
Jawa Timur Desmodium rensonii Gliricidia
Sentrosema pubescens Turi,
Siratro, Kaliandra

Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 17

16
25. Bambang Heriwahjudi Desa Ngepung Indigofera
Kelompok
08123484055 Probolinggo
Ngepung
Jawa Timur
Makmur
Sejahtera
26. Dr.Ir Aryogi, Mp Jalan Pahlawan Grati,
Loka Penelitian 08125249332 Pasuruan Rumput Gajah (Taiwan)
Sapi Potong Jawa Timur Rumput Gajah (Hawai) Rumput
Pasuruan Jawa Gajah (Afrika) Rumput Gajah
Mini (Odot), Indigofera
Timur
27. UPT Pembibitan drh. Indra Subekti Jl. Raya Pamekasan- Sumenep
Ternak dan KM 08 Pamekasan 0324-326864 Rumput Lampung
Kesehatan Hewan madura_cattle@yahoo.com Rumput Raja
Rumput Gajah Mini (Odot),
di Pamekasan
Rumput Gajah (Taiwan),
Madura Jawa Timur Rumput BB (Brachiaria
brizantha), Rumput Mexico,
Rumput Bintang (Star grass),
Rumput Gajah, Shorgum
merah, Indigofera, Saga,
Gamal, Lamtoro, Turi,
Kaliandra, Kelor, Berru

28. BPTU-HPT Sapi Maskur, S.Pt BPTU-HPT Denpasar


Bali Denpasar 082147039651 Jl. Gurita III Pegok Sesetan,
Denpasar
Sweet Shorgum Putih, Sweet
Bali
Shorgum Merah, Sweet
Shorgum Kuning, Lamtoro,
Indigofera, Desmodium, Turi
Putih, Turi Merah, Clitoria
ternatea, Centrosema,
Kaliandra, Gamal, Paspalum
atratum (Rumput Kalimantan),
Rumput Gajah Mini (Odot),
Rumput Gajah Taiwan,
Paspalum notatum (Rumput
Competidor, Rumput Setaria
Spladida,
Rumput Setaria Spachelata,
Rumput BD (Brachiaria
decumbens), Rumput
BB (Brachiaria brizanta,
Rumput ruzi (Brachiaria
ruziziensis), Cynodon
plectostachyus (star grass

29. M. Syafii Desa Serading, Kecamatan


UPTD Balai
0813395881634/ Moyohilir Lamtoro, Gamal, star grass,
Pembibitan Turi, Siratro, Stylosanthes,
081907166480 Sumbawa
Ternak dan Lamtoro Mini
Hijauan NTB (Desmanthus virgatus), Clitoria
ternatea, Centrosema
Makanan Ternak pubescens
Serading
30. Agustinus Hera 082144934444 Jl. A.R Hakim No. 04
UPTD Pembibitan Kota Baru
Ternak dan Kota Kupang Lamtoro Taramba, Turi, Gamal,
Produksi
NTT Rumput Raja, Rumput Gajah,
Makanan Ternak Rumput Gajah Taiwan, Rumput
Dinas Peternakan Cipelang/ Bull grass, star grass,
Provinsi NTT Rumput Setaria, Rumput
Brachiaria Mutica

18

Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 17


31.
Kelompot Tani Denis Kupang Lamtoro Teramba,
Tetes Madu 085237602882 NTT Gamal

32. Kelompok Lorentius Benjamin Desa Nunkurus Rumput Bullgrass, Rumput


Kasih Kupang Gajah Taiwan, Lamtoro
Teramba,
NTT Clitoria ternatea

33. BPTU-HPT Agus Sugeng A.W A.Md Jalan A. Yani, Km 51


Pelaihari 082156503225 Rumput Raja, Gamal, Rumput
Pelaihari, Sungai Jelai,
BD (Brachiaria
Tambang Ulang decumbens), Indigofera,
Tanah Laut Shorgum
Kalimantan Selatan
34. Nurlianna Tarigan jalan Negara KM. 32 Desa Api- Rumput BH
UPTD (Brachiaria humidicola),
Pembibitan dan 085346441696 Api RT. 01 Kecamatan
Rumput Gajah Mini (Odot),
Inseminasi Waru Rumput Raja
Buatan Api-Api Penajam Paser Utara
Kalimantan Kalimantan Timur
Timur
35. UPT Pembibitan Dedi Haryadi, S.Pt Jl. Adisucipto No. 48
Ternak dan 081257193595 Pontianak
Pakan Ternak Kalimantan Barat Indigofera, Rumput
Raja, Rumput
Kalimantan Mexicana, Rumput BD
Barat (Brachiaria decumbens),
Gamal, Rumput Setaria,
Rumput Gajah Mini (Odot)
36. UPTD Balai Abd. Rahim Undu, S.Pt Poros Morome, Desa
Perbibitan Ternak 085369730675 Morome, Konda
dan Pakan Ternak Konawe Selatan Rumput Gajah, Rumput
Prov. Sulawesi Sulawesi Tenggara Benggala, Rumput Setaria,

Tenggara Rumput BD (Brachiaria


decumbens), Rumput Mulato,
Rumput Paspalum, Indigofera,
Stylosanthes

Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 19

18
Lampiran 2

TATACARA BUDIDAYA HIJAUAN PAKAN TERNAK

Langkah-langkah yang harus diperhatikan agar budidaya rumput yang dikelola dapat
menghasilkan produksi hijauan yang optimal adalah :

A. PEMILIHAN LOKASI

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan lokasi penanaman rumput unggul
adalah :

1. Kesuburan tanah dan topografi


Tanah dengan kualifikasi bagus saat ini diprioritaskan untuk tanaman pangan guna
mencukupi kebutuhan hidup pokok manusia, sedangkan lahan yang tersisa digunakan
untuk menanam selain tanaman pangan antara lain untuk penanaman HPT dengan
perbaikan perlakuan tanah dan pemupukan. Sedangkan topografi berpengaruh terhadap
cara pengolahan tanah dan pola penanaman HPT.

2. Sumber air
Air diperlukan sebagai perantara tanaman mengambil unsur hara dari tanah dan
mendistribusikannya ke seluruh jaringan tanaman sebagai bahan baku dalam proses
fotosintesa untuk kelangsungan produksi HPT.

3. Sarana dan prasarana komunikasi dan transportasi


Kelancaran sarana dan prasarana dari lokasi penanaman ke pemasaran dan tempat
pembelian bahan dan alat penanaman akan menentukan efisiensi usaha budidaya HPT.

B. PEMILIHAN BENIH/BIBIT HPT DAN BAHAN PENANAMAN

Penggunaan benih/bibit HPT yang bermutu akan menghasilkan efisiensi waktu, tenaga,
biaya dan kelangsungan pertumbuhan dari rumput. Hal yang perlu diperhatikan adalah :

1. Pemilihan benih/bibit yang akan ditanam harus disesuaikan dengan kondisi iklim dan
lingkungan setempat
2. Mudah dibudidayakan dan dikembangkan
3. Menghasilkan produksi yang tinggi

Bahan penanaman yang biasa digunakan adalah stek, stolon dan/atau pols :

1. Stek adalah batang rumput yang cukup umur, dipotong-potong sepanjang 20-30 cm dan
terdiri 2-3 buku, dapat lebih tahan lama bila disimpan di tempat sejuk.

2. Stolon adalah potongan batang rumput yang menjalar di permukaan tanah dan
membentuk tunas/anakan.

3. Pols adalah sobekan rumput yang terdiri dari 2-3 anakan


C. PENGOLAHAN TANAH DAN PENANAMAN

Awal pertumbuhan rumput yang baik sangat tergantung pada pengaruh dari luar, waktu
penanaman dan pengolahan tanah. Pada tanah tanpa irigasi dilakukan maka pengolahan
tanah dan penanaman sebaiknya dilakukan pada musim hujan. Diperhitungkan juga jarak
waktu antara pengolahan dan penanaman rumput. Pengolahan tanah bertujuan untuk
mempersiapkan media tumbuh yang optimum bagi suatu tanaman.
Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 20

Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 19


Tahapan pengolahan tanah dilakukan sebagai berikut :

1. Pembersihan lahan terhadap pohon, semak belukar atau tanaman lainnya.

2. Pencangkulan/pembajakan untuk memecah lapisan tanah menjadi bongkahan untuk


mempermudah penggemburan selanjutnya. Dengan membalik lapisan tanah tersebut
dan membiarkan beberapa saat, diharapkan mineralisasi bahan organik berlangsung
lebih cepat karena aktifitas mikro organisme dipergiat, sehingga tanah menjadi masak.
Diusahakan kedalaman pencangkulan 40 cm.

3. Penggemburan/penggaruan bertujuan untuk menghancurkan bongkahan besar menjadi


struktur yang lemah dan sekaligus membebaskan tanah dari sisa perakaran tumbuh-
tumbuhan liar. Pada tanah yang miring, penggemburan dilakukan menurut kontur
tanahnya, hal ini untuk memperkecil kemungkinan erosi. Setelah itu dibiarkan dahulu
tanah tersebut 7 hari.

4. Bersamaan dengan penggemburan perlu dilakukan pemupukan dasar (N, P dan K)


dengan kebutuhan per hektar 80 kg TSP, 60 kg KCl dan 110 kg urea.

Metode penanaman dapat dilakukan dengan :

1. Stek, penanamannya dengan cara memasukkan % bagian dari panjang stek dengan
kemiringan 30 atau dapat juga ditanam seperti tanaman tebu, yaitu stek dimasukkan
kedalam tanah secara terlentang dengan jarak tanam :
a. Tanah subur : (50x50)cm, (60x60) cm
b. Tanah sedang : (75x75) cm
c. Tanah kurang subur : (1x1) m

2. Stolon, menanam dengan menimbuni bagian stolon yang berjarak 30-60 cm dari buku.
Jarak tanam bervariasi yaitu (90x60) cm, (90x90) cm dan (60x120) cm.

3. Pols (anakan), cara menanam seperti menanam padi, dengan kebutuhan setiap lubang
2 anakan. Jarak tanam bervariasi : (30x30) cm, (40x40) cm dan (50x30) cm.

D. PEMELIHARAAN KEBUN

1. Perawatan rumput dapat dilakukan dengan pendangiran 3-4 kali per tahun atau setiap
kali pemangkasan, tergantung dari kondisi daerah masing-masing.
2. Pendangiran dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu : dengan cara membersihkan
tanamanan liar, baru kemudian penggemburan tanah disekitarnya atau langsung
dilaksanakan penggemburan tanah dengan cara pencangkulan disekitar rumpun
rumput dengan membalikkan tanah tersebut.

3. Pemupukan yang bertujuan untuk memberikan zat zat makanan pada tanaman,
mempertahankan kesuburan tanah dan memperbaiki struktur tanah.

4. Pengairan dilakukan 7 hari setelah dilaksanakannya pemupukan. Dalam pelaksanaan


ini harus diperhatikan jangan sampai terdapat air yang menggenang, karena dapat
menyebabkan kerusakan tanaman dan bahkan kematian tanaman.

20
Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 21
E. PEMANENAN

1. Pada musim penghujan secara umum rumput sudah dapat dipanen pada usia 40 - 45
hari, sedangkan pada musim kemarau berkisar 50 - 55 hari. Jika pemanenan dilakukan
lebih dari waktu tersebut, dapat menyebabkan kandungan nutrisi yang semakin turun
dan batang semakin keras sehingga bahan yang terbuang (tidak dimakan oleh ternak)
semakin banyak.

2. Panen pertama setelah tanam dapat dilakukan setelah rumput berumur minimal 60 hari.
Apabila terlalu awal, tunas yang akan tumbuh kemudian tidak sebaik yang di panen
lebih dari usia 2 bulan.

3. Pada saat dilakukan pemotongan batang rumput, sebaiknya ditinggalkan 10 cm dari


permukaan tanah. Pemotongan batang tanaman yang terlalu pendek menyebabkan
semakin lambatnya pertumbuhan kembali, namun jika batang yang ditinggalkan terlalu
panjang maka tunas batang saja yang akan berkembang sedangkan jumlah anakan
akan berkurang.

4. Pemanenan juga dapat dilakukan dengan cara renggutan langsung oleh ternak. Metode
ini biasanya di lakukan pada jenis-jenis rumput yang tidak terlalu tinggi, tumbuhnya
menjalar di tanah. Hal yang penting adalah populasi ternak yang harus disesuaikan
dengan luasan lahan rumput agar tidak terjadi renggutan yang berat dan injakan yang
parah.

F. PEREMAJAAN

1. Peremajaan rumput dapat dilakukan setelah tanaman mencapai umur 3-4 tahun
atau setinggi-tingginya 4,5 tahun. Hal ini tergantung situasi dan kondisi lokasi tempat
penanaman.

2. Pelaksanaan peremajaan rumput dapat dilakukan secara bertahap, yaitu diantara


rumpun lama ditanam stek atau pols baru. Setelah tanaman tersebut mulai tumbuh
dengan baik, maka rumpun lama dibongkar. Begitu seterusnya sehingga kebutuhan
runput potongan tetap tersedia.

22
Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 21
Lampiran 3
JENIS RUMPUT DAN LEGUM
SERTA CARA PERBANYAKANNYA
Cara perbanyakan
Jenis Rumput dan Legum Nama lokal
Benih/biji Stek/pols

A. Rumput :

1. Andropogon gayanus Rumput galega Benih/biji Stek/pols


2. Andropogon nodosis Rumput bangbang - Stek/pols
3. Brachiaria humidicola Rumput be-ha Benih/biji Stek/pols
4. Brachiaria decumbens Rumput be-de, signal Benih/biji Stek/pols
5. Brachiaria ruziziensis Rumput be-er Benih/biji Stek/pols
6. Brachiaria brizantha Rumput be-be Benih/biji Stek/pols
7. Chloris gayana Rumput rhodes Benih/biji Stek/Pols
8. Cenchrus ciliaris Rumput buffel Benih/biji -
9. Digitaraia decumbens Rumput pangola - Stek/pols
10 Hyparrhenia rufa Rumput janggut Benih/biji Stek/pols
11 Melinis minutiflora Rumput bau Benih/biji Stek/pols
.
12 Panicum coloratum Rumput kolor Benih/biji Stek/pols
13 Panicum maximum Benggala Benih/biji Stek/pols
14 Panicum muticum Kolonjono - Stek/pols
15 Paspalum dilatatum Rumput australia - Stek/pols
16 Paspalum notatum Rumput dahlia Benih/biji Stek/pols
17 Pennisetum Rumput kikuyu - Stek/pols
18 clandestinumpurpureum
Pennisetum Rumput gajah, napier - Stek/pols
19 Pennisetum pediselatum Rurmput india Benih/biji Stek/pols
20 Setaria sphacelata Rumput padi, setaria Benih/biji Stek/pols
. Sorghum sudanense Rumput sudan Benih/biji Stek/pols
21

B. Leguminosa :

1. Arachis pintoii Kacang pinto, arachis Benih/biji Stek


2. Desmanthus virgatus Lamtoro mini Benih/biji -
3. Pueraria javanica - Benih/biji -
4. Pueraria triloba Kudzu Benih/biji Stek
5. Calopogoniummucunoides Kalopo Benih/biji -
6. Centrosema pubescens Sentro kecil Benih/biji -
7. Centrosema plumieri Sentro besar Benih/biji -
8. Flemingia congesta Hahapaan Benih/biji -
9. Clytoria ternatea - Benih/biji stek
10 Stylosanthes guinensis Stylo Benih/biji -
. Sesbania glandiflora
11 Turi Benih/biji -
. Gliricidia sepium
12 Gamal Benih/biji Stek
. Leucaena leucocephala
13 Lamtoro Benih/biji -
-
. Medicago sativa L
14 Alfalfa Benh/biji
.

22Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 23
Lampiran 4
Cara Panen Rumput dan Legume

Tanda tanda biji rumput untuk siap panen :


1. Biji rumput sudah sempurna dan masak
2. Biji mulai gugur dan rontok tertiup angin atau di makan burung
3. Bila dipegang biji terasa keras karena biji sudah terisi

Cara panen rumput


a. Menggunakan kantong plastic
a) Siapkan kantong plastic pembungkus
b) Kumpulkan batang dipangkal biji dan diikat, kemudian masukkan plastic
pembungkus sampai menutupi semua biji
c) Ikat plastic pembungkus
d) Biarkan sampai biji masak dan gugur sendiri dalam plastic
e) Amati biji yang mulai gugur dalam plastic kemudian potong batang biji tersebut
f) Bersihkan biji rumput yang menempel pada plastic pembungkus

b. Cara manual/dipotong langsung


a) Potong langsung pada pangkal biji dengan sabit kemudian dikumpulkan dalam
karung
b) Hasil panen dilayukan di atas terpal selama 3-4 hari
c) Kemudian tangkai biji dipukul pukul menggunakan kayu sampai biji gugut
d) Biji yang gugur dipisahkan dari potongan batang dan kotoran lainnya
e) Biji yang telah bersih dijemur selama 3 hari sampai kadar air 11%
Tanda biji legume siap panen
1. Warna polong buah berubah dari hijau menjadi coklat atau kecoklatan
2. Pecahnya buah polong
3. Bentuk biji lengkap dan sempurna

Cara panen legume


1. Untuk biji yang sudah tua di petik satu per satu
2. Biji dikumpulkan kemudian dijemur selama 2-3 hari di atas terpal
3. Pisahkan biji dari kulitnya dengan cara dipukul dengan menggunakan kayu, kemudian
ampas kulitnya dibuang

Cara Penyimpanan Biji rumput dan legume


1. Bersihkan biji legume menggunakan tampi atau kipas pemutar sampai benar benar
bersih dan diuji kadar airnya dengan alat Moisture meter.
2. Biji dibungkus menggunakan kantong plastic kemudian di tutup rapat atau dijahit dan
selanjutnya disimpan dalam rak penyimpanan
3. Biji legume harus disimpan dalam suhu rendah atau suhu kamar

Cara perkecambahan pada biji legume


o
1. Biji legume direndam di dalam air panas bersuhu 80 C atau dimasak selama 35
menit. Perendaman ini disesuaikan dengan besar kecilnya biji legume tersebut.
2. Kemudian saring biji legume
3. Setelah biji legume disaring, angin-anginkan biji tersebut di atas kertas Koran atau
terpal selama 1 hari
Lampiran 5
JENIS BENIH/BIBIT HIJAUAN PAKAN TERNAK

Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 23


Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 24
Cara perkecambahan pada biji legume
o
1. Biji legume direndam di dalam air panas bersuhu 80 C atau dimasak selama 35
menit. Perendaman ini disesuaikan dengan besar kecilnya biji legume tersebut.
2. Kemudian saring biji legume
3. Setelah biji legume disaring, angin-anginkan biji tersebut di atas kertas Koran atau
terpal selama 1 hari
Lampiran 5
JENIS BENIH/BIBIT HIJAUAN PAKAN TERNAK

A. RUMPUT
Pedoman Pelaksanaan (GRAMINEAE)
Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 24

1. Andropogon gayanus

Nama umum : Rumput Gamba


Daerah asal : Afrika Tropis

Fungsi tanaman

Sebagai rumput padang penggembalaan dan rumput potongan

Gambaran umum
- tinggi tegak membentuk rumpun yang lebat
- permukaan dan pangkal daun tertutup bulu halus
- perakaran dalam
- tidak tahan genangan air
- cepat tumbuh kembali setelah berakar
- mudah dipotong dan memerlukan pemotongan yang teratur
- mudah ditanam dari anakan (pols) yang muda

Persyaratan tumbuh
- tinggi tempat 0 - 2.000 m dpl
- curah hujan 600 - 2.500 mm per tahun
- tahan musim kering sampai 8 bulan
- dapat tumbuh baik tanpa pemupukan
- dapat beradaptasi pada berbagai kondisi tekstur tanah
- Ph tanah dari masam (Ph 3,5) sampai tanah alkalis

Pengelolaan
- dapat ditananam bersama dengan Stylosanthes guianensis dan Centrosema sp.
pemotongan setiap 6 minggu

Perbanyakan
5 kg biji/ha pada lahan siap tanam/bersih atau 35 - 70 kg/ha pada lahan yang tidak
dibersihkan

24
Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 25
Produksi benih : 100 - 450 kg/ha Produksi hijauan : 20 ton/ha bahan kering

2. Axonopus compressus

Nama umum : Rumput karpet


Daerah asal : Amerika Tengah dan Amerika Selatan

Gambaran umum
- Perakaran dangkal
- Akar keluar dari buku-buku di stolon
- Stolonnya panjang, bercabang ke berbagai arah
- Helai daunnya rapat, berbulu halus di pinggirnya dan pangkalnya. Panjang daun bisa
mencapai 30 cm, lebarnya sampai 1,5 cm
- Bunga majemuk berbentuk bulir

Persyaratan tumbuh
- Tumbuh sangat baik pada tanah berpasir
- Apabila sudah tumbuh dapat membentuk hamparan yang padat
- Walaupun sering diarit atau digembalai dapat tumbuh kembali dengan cepat
- Tumbuh baik di tempat terbuka, namun cukup tahan naungan
- Di Indonesia ditemukan pada ketinggian 2300 m dpl

Pengelolaan
- Tahan potong dan tahan penggembalaan berat.
- Tumbuhan yang dapat hidup sepanjang tahun
- Digunakan sebagai penutup tanah atau pengendali erosi
Perbanyakan
- Sobekan rumput

Produksi
- Bahan kering 5 ton/ha

3. Brachiaria brizantha

Nama umum : Rumput Bebe


Daerah asal : Afrika Tropis

26
Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 25
Fungsi tanaman
- rumput potongan
- padang penggembalaan
- baik unyuk hay dan silase

Gambaran umum
- tanaman semak tinggi mencapai 120 cm
- batangnya tegak dengan tangkai bunga bisa mencapai 180cm
- daunnya panjang dan tipis

Persyaratan tumbuh
- sangat cocok untuk daerah tropis lembab dengan musim kering kurang dari 6 bulan
- tinggi tempat 0 - 3000 m dpl
- tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah termasuk tanah berpasir dan tanah
masam dengan Ph 3,5 - 4
- berkembang baik sekali pada tanah yang subur
- pertumbuhan kurang pada tanah yang drainasenya buruk
0
- suhu optimal optimal : 30 -35
- Kombinasi yang baik dengan Arachis pintoi, Centrosema pubescens, Desmodium
ovalifolium dan Stylosanthes spp.
Perbanyakan
- Dengan biji
- Dengan sobekan rumpun
- Dengan stek batang

Produksi
- Produksi bahan kering = 20 ton/ha
- Produksi benih = 100-500 kg/ha

4. Brachiaria humidicola

Nama umum : Rumput BH Daerah asal : Afrika Tropis

Fungsi tanaman
- Penutup tanah,

26
Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 27
- Penahan erosi
- Padang penggembalaan

Gambaran umum
- Menyebar dengan stolon dan rizoma
- Membentuk hamparan lebat
- Sangat tahan penggembalaan berat

Persyaratan tumbuh
- Tumbuh pada ketinggian 1.000-2.000 m diatas permukaan laut
- Curah hujan 1.299 mm/tahun.
- Tolerans terhadap kesuburan tanah yang rendah
- Tahan terhadap genangan air
- Tolerans terhadap panas, kekeringan dan dapat tumbuh kembali setelah pembakaran
terbakar

Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 27

28
- Dapat beradaptasi pada semua jenis tanah
- pH tanah rendah (asam) sampai tinggi (basa)
Pengelolaan
Berkembangg ddengan
- Berkemban
g bi i
en an biji
j
t dit Si t gp b ik g t i
- Dapa anam bersama
Dapat ditanam ra ro dan
bersama Siratro danCentro
Centroyan
yang aling
palingabaik
den an Arachiis
dengan Arachispin o
pintoi

p
erbanyakan
Perbanyakan
g
- Dan
Dengan a n sobekan
^otaeslcan rump^
rumput ( polst,
(pols), jar^lc
jarak tanamt:anam
1x2m1x2 m
D g 2
en a n bip
- Dengan -5 Icg/lha.
biji 2-5 kg/ha

Produksi
PrcjcJulcssi
g
- Denih 200 bkg/ha
Benih 200 /lia biji
biji
t i g/
- Hijauan 25 25 tonbialian
on bahanker
kering
n ha/ha

5. Brachiaria mutica

Nama umum : kolonjono, phra grass Daerah asal : daerah tropis

Fungsi tanaman
- Hay dan silase
- pahan ternak

Gambaran umum
- Rsmput merambat dengan stolon panjang besar, dapat mencapai hingga 5 m
- Daun berbul u sedang panjang sekitar 30 cm dan lebar 20 mm. batang merambat dan
lunak,
- Tangka i bunga panjang 6-30 cm, terdiri atas 5-20 kelompok bunga yang padat
- Riasanya digunaSa n pada l ingkungan pengairan burpl< atau curah hujan tinggi
- Danaman yang tsmbuh aktif memilisi nilai nutrisi yang tinggi, deng 0n Pm 14-220^%%
- Tumbub titaiic fa ETUCI^ daerah rawa, tergenang air
- Menyebar dengun ceput Knlslui stol on.
- Dssn muds sangst dies ikeji.

Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 29
28
Persyaratan tumbuh
- Tumbuh dengan baik pada jenis tanah yang beragam
- Tidak tahan kondisi kering panjang, dapat bertahan genangan jangka panjang.
- Tumbuh hanya pada musim yang hangat, dengan pertumbuhan dibatasi oleh suhu
o
dibawah 15 C.
- Daya tahan sedang terhadap naungan tetapi lebih cocok dengan penyinaran matahari
penuh

Pengelolaan
- Dapat ditanam dengan mudah dari bagian vegetatif, ditanam sedalam 10-15 cm. Bagian
yang ditanam ini mestinya sepanjang 25-30 cm dengan 3-4 buku, dan paling tidak 2 buku
harus masuk didalam tanah yang basah.
- Dibawah kondisi pemotongan yang konstan, rumput kolonjono dapat menjadi korban
spesies tanaman yang menyerang (gulma daun lebar dan Teki dan Sida spp).
- Tinggi rumpun harus dipertahankan sekitar >20 cm untuk mencegah pertumbuhan
gulma.

Produksi
- Produksi biji rendah sekitar 10-30 kg/ha dengan panen mesin atau panen tangan
- Produksi BK biasanya 5-12 ton/ha/tahun

6. Cynodon dactylon

Nama umum : Rumput Bermuda, rumput kawat


Daerah Asal : Afrika, Asia Selatan dan Asia Tenggara

Gambaran umum
- Merupakan tanaman tahunan berdaun halus
- Perakaran dangkal
- Berke mbang dengan stolon dan rhizome dapat membentuk formasi hijauan yang hebat
- Daunnya ramping den gan panjang sekitar 1-15 cm lebar 2-5 mm
- Tinggi tanama n 10-40 cm
- Tahan potong dan penggembalaan berat
Persyaratan tumbuh

30
Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 29
- Tumbuh pada dataran rendah hingga 1650 dpl
- Dapat tu mbuh pada curati hujan 500-1300 mm per tahun
D
- umbuh sangat baik pada huhu di atas 24C
T
- oleran terhada p Wsaran pH tanah yan g luas, namun terbaik pada pH >5,5
- Tidek tahannaun gan
T
- ahan kering, tahan genangan air

Produksi
- Bahan kering 7 ton/ha

7. Chloris Gayana

Nama umum : Rumput Rhodes


Damrah asal : Afrika selatan dan Afrika Timur

Fungsi tanaman
- Tanaman pengendali erosi
- Pakam ternak

Gambaran umum
Rumputmenahun
- Rumput mena hundan dan perakaran
perakaran kuat
kuat
Rum halus
- Daun ualus tidak
tidak berbulu,
berbulu,panjang
panjangdaun
uaunsekitar
sekitar5050cmcmdengan
dengan lebar
lebar 0,5-1
0,5-1 cmcm
- Bunga
Daugaberbentuk
berbentuk mayang
mauangjari berwarna cokelata keunguan
jah be dwarn coke l atterbentuk
c^dc^aadari 6-15
terbentuk d ari 6-15
kelompok
Belompokbunga
bungayang mengumpul
yang mengum (seperti tandan)
pul (sepert yang menurun
i tandan atau menyebar
) yang menurun atau many6bar
sepanjang
sepanjang4-15
4-15cm cm
- Batang
Batangbercabang-cabang
bercabang-cabanglebat lebatdan
danberkembang
berkembang dengan stolon
dengan membentuk
stolon membentuk hamparan
Bamparan
p
- Tidak tahanterhadap
Tida tahan terhadaptanah
tanahasam
asamdandantidak
tidaksubur.
subur.

30 Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 31
- Tanaman butuh kesuburan tinggi untuk bertahan hidup.
- Daya tahan naungan rendah
- Kadar protein kasar bervariasi seiring umur tanaman dan berkisar dari 17% (berdasar
BK) pada daun yang masih muda sampai 3% pada daun tua.

Persyaratan tumbuh
- Tumbuh pada hampir semua tanah yang berpengairan baik, kecuali pada tanah liat
berat, asalkan kesuburan tanah memadai. Tidak tahan pada tanah dengan kadar
mangan (Mg) tinggi.
- Biasanya ditanam pada daerah dengan curah hujan 700-1200 mm, tetapi tumbuh
dengan baik pada daerah-daerah yang lebih kering.
- Tidak tumbuh baik bila curah hujan >1800 mm.
- Digunakan pada padang gembala beririgasi, terutama bila air irigasi mungkin terlalu asin
(saline) bagi spesies lain.
- Tumbuh dari daerah dekat permukaan laut sampai 2000 m dpl (dari permukaan laut) di
daerah tropis, dan sampai >1000 m dpl pada daerah sub tropis.
- Umumnya tidak tahan terhadap naungan.

Pengelolaan
- Jarak tanam 40 x40 cm atau sesuai dengan kondisi tanah
- Diperbanyak secara vegetatif atau dengan biji. Penanaman biasanya dilakukan dengan
jarak 1 m.
- Pemanenan pertama umur 90 hari setelah tanam
- Pada musim hujan interval panen 40 hari dan musim kemarau mencapai 50-60 hari
- Tinggi pemotongan 5-10 cm dari permukaan tanah

8. Digitaria decumbens

Nama umum : Rumput pangola


Daerah asal : Afrika subtropika

32

Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 31


Gambaran umum
- Merupakan tanaman tahunan
- Dapat menghasilkan biji
- Perakaran sangat kuat membentuk stolon yang panjang
- Buku-buku pada stolonnya ada yang berbulu dan ada juga yang tidak berbulu
- Daun halus agak berbulu, ukuran daun; panjang 5-15 cm dan lebar 0,5-1 cm
- Bunga berbentuk mayang sari

Persyaratan tumbuh
- Dapat tumbuh pada curah hujan 1000 mm/th
- Toleran terhadap jenis tanah dengan kisaran yang luas (tanah berpasir dan berliat yang
rendah kesuburannya)
- Tahan terhadap kekeringan dan genangan air
- Mampu beradaptasi pada tanah berpasir miskin unsur hara.
- Kandungn protein 13 -15% tergantung kultivarnya
- Kandungan kadar gula yang lebih tinggi disbanding jenis rumput lainnya.

Pengelolaan
- Interval pemanenan pada musim hujan 45 hari dan musim kemarau 50-60 hari
- Pemanenan pertama umur 45-60 hari setelah tanam

Produksi hijauan : 53-55 ton/ha/th bahan segar

9. Panicum maximum

Nama umum : Rumput benggala, rumput guinea Daerah asal : Afrika Timur dan Afrika
Tengah

Fungsi tanaman
- Padang penggembalaan
- Rumput potong

Gambaran umum
- Tumbuh tegak membentuk rumpun
- Dapat mencapai tinggi 2.4 m

32 Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 33
- Sistim perakaran baik dan dalam
- Tahan naungan
- Tahan api
- Daun panjang, hijau dan permukaannya luas
- Bunga membentuk malai

Persyaratan tumbuh
- tumbuh baik pada daerah lembab tropis
- Curah hujan lebih dari 1.015 mm/tahun.
- Dapat beradaptasi pada berbagai tipe tanah tetapi tumbuh sangat pada tanah dengan
kesuburan sedang dan tinggi dan drainasi baik

Pengelolaan dapat ditanam bersama Siratro dan Centrosema atau leguminosa lainnya

Perbanyakan
- dengan biji 2,2 kg/ha jika ditanam bersama tanaman lain
- 6,7 biji/ha untuk tanaman murni

10. Pennisetum purpureum

Nama umum : Rumput gajah, rumput napier Daerah asal : Afrika Subtropis

Gambaran umum
- tumbuh tegak, membentuk rumpun dengan tinggi dapat mencapai 1,8 - 3,6 m, berumur
panjang
- Sistim perakaran kuat dan dalam
- Batang tebal dan kera
- Daun relatif besar, tepinya tebal mengkilap.
- Bunga tersusun dalam tandan dengan panjang 30 cm, berwarna keemasan
- Mampu bersaing dengan rumput lain
- Kurang tahan terhadap genangan air
- Menghendaki tingkat kesuburan tanah yang tinggi
- Responsif terhadap pemupukan

Fungsi tanaman
- sebagai penutup tanah
- rumput potongan
- dibuat silase,
- Tumbuh pada ketinggian 0 -3.000 m diatas permukaan laut.
- Curah hujan 1.500 mm/tahun.

Pengelolaan
- Ditanam dalam larikan dengan jarak 90 -120 cm, kedalaman 15 cm
- Bila ditanam bersama Centro, jarak tanam 60-90 cm
- Jumlah benih Centro 2-3 kg/ha, ditanam diantara larikan
- Perlu pemupukan dan pendangiran

Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 33


34
- Pemotongan setiap 40 hari pad musim hujan dan 90 hari sekali musim hujan dan 90 hari
sekali pada musim kemarau
- Perbanyakan dengan stek batang 2.000 batang/ha

Produksi
- Benih yang baik baru dapat diperoleh pada ketinggian lahan lebih dari 1.000 m, diatas
permukaan laut tetapi daya tumbuhnya rendah produksi hijauan 100-200 ton/ha/tahun.
- Hijauan 25 ton bahan kering/ha

Rumput gajah sering disilangkan dengan rumput lain untuk memperoleh jenis rumput baru
yang memiliki sifat tertentu. Jenis hasil persilangan yang sering dijumpai adalah King grass
(Pennisetum pupureophoides) yang merupakan persilangan dari Pennisetum purpureum
dengan Pennisetum typhoides

11. Pennisetum pupureophoides

Jenis hasil persilangan yang sering dijumpai adalah King grass (Pennisetum
purpureophoides) yang merupakan persilangan dari Pennisetum purpureum dengan
Pennisetum typhoides.

Gambaran umum
- Batang dan daunnya paling raksasa
- daunnya berbulu kasar dan akan terasa perih bila memanen rumput ini tanpa
menggunakan baju tangan panjang
- Batangnya keras
- Produktivitas tinggi, mencapai 200 - 250 ton per hektar per tahun.
- Pada daun muda, pangkal daunnya memiliki bercak bercak berwarna hijau muda.
Selain disilangkan rumput gajah juga memiliki berbagai kultivar yang dikembangkan. Kultivar
rumput gajah dikembangkan untuk mendapatkan jenis rumput gajah yang
memiliki karakteristik tertentu. Kultivar rumput gajah tersebut adalah:,
Taiwan (P. purpureum cv. Taiwan),
Hawaii (P. purpureum cv. Hawaii) dan
Africa (P. purpureum cv. Africa),
Pennisetum purpureum cv. Mott

34 Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 35
Bentuk dan sifatnya yang satu sama lain sangat mirip, agak sulit membedakannya. Ada pun
beberapa perbedaannya sebagai berikut:

12. Pennisetum purpureum cv. Taiwan

Ciri khas:
- Cukup raksasa, dapat mencapai 4 -5 meter
- Batangnya lunak, daun lebar berbulu lembut,
- Tingkat nutrisi cukup baik.
- Produktivitas tinggi, bisa mencapai 300 ton / hektar per tahun dengan kondisi
pemupukan dan pemeliharaan optimal.

- membutuhkan air yang cukup banyak.


- Produksi per rumpun bisa lebih dari 7 kilogram (basah) per panen.
- Pada batang muda pangkal batangnya bawah yang dekat ke tanah berwarna
kemerah merahan
13. Pennisetum purpureum cv. Africa

Ciri khas:
-- Bataeg kecil dan
Batang kecil daekeras.
keras.
-- Baue
Daun kecil
kecil

Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 35


36
- Tumbuh
Tumbuhtuna tunass kecil
tueas kecil
pada pada
ketiak ketiakSehingga
batang. bataeg. apabila
Sehiegga apabila terbiasa melihat
terbiasa
- King nrass
melihat atae
King GrassTa atau
iwanTaiwan
yannj yang
sehat, melihat
sehat, Africa
melihat Africassei^pjesi'ti me;rumput
seperti melihat iihat rumput
kerdil
Icesrdi l .
- Kebutuhan airnya yang tidak terlalu banyak. Sehingga pada musim kering pun masih
- Kebutkhan airnya yang tidak terlalu banyak. Sehingga pada musim keriba pun masih
dapat
depat tumbuhdengan
tumbuh dengancukup
cukupbaik
baik.
- Produktivitas
Produktivitastidak terlalu tinggi, hanya
tidakterlalu ha nya sekitar
sekitar 1 -21 kilogram
-2 kilogram / rumpun
/ rumpun (basah)
(basah) per
per panen
pesnen ^se=k;itai'
(sekitar 100hektar
100 ton per ton perperhektar
tahun)aer tahtunl

14. Peknisetum puppuneum cv. Hawaii

- kultivar yang paling sulit dibedakan.


- Serupa deng an cv Taiwan hanya leb ih kecil
- Hawaii memNiki batang ann naun yang lunak tapi tidak terlalu besar.
- kultivar ini merupakan i nduk dari kultivar Tkiwan yang merupakan hibrid King

15. Pennisetum purpureum cv. Mott

Nama umum : Rumput gajah odot Daerah asal : Amerika yang


dikembangkan di daerah Jawa Timur

Gambaran umum
- Mirip rumput gajah hanya daunnya lebih lemas, tidak gatal karena bulu daun halus,
pertumbuhan lebih cepat
- Tinggi rumput mencapai 1 m

36
Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 37
- Kultivar tipe Dwarf (kerdil),
- kultivar ini memiliki karakteristik perbandingan rasio daun yang tinggi dibandingkan batang.
- Berkualitas nutrisi tinggi pada berbagai tingkat usia dibandingkan jenis rumput tropis
lainnya.
- Tahan kekeringan, dan
- hanya bisa di propagasi melalui metoda vegetatif.

Persyaratan tumbuh
- Dari pengalaman di lapangan, pertumbuhan rumput ini sangat cepat.
- Jarak penanaman di upayakan 0,5 hingga 1 meter, karena 1 bibit rumput odot dapat
beranak menjadi lebih dari 60 batang lebih. sehingga dalam jarak waktu 36 hari (apabila
asupan kandungan humus tinggi) sudah dapat dipanen
- membutuhkan sinar matahari penuh atau minimal 40%.
- Rumput ini dapat tumbuh pada sinar matahari dengan intensitas kecil 30-40 % namun dari
jumlah anakan dan umur panen lebih lama.
- Rumput ini dapat beradaptasi di berbagai macam tanah meskipun hasil panennya berbeda

Pola tanam
- Monokultur; artinya pada lahan hanya ditanami rumput gajah odot saja
- Tanaman sela; karena ukuran rumput gajah ini pendek rumput ini bisa ditanam sebagai
tanaman sela dikombinasikan dengan hijauan pakan lain, di pinggir pematang sawah,
atau disela-sela tanaman perkebunan dengan memberhatikan intensitas sinar matahari.
- Rumput ini juga bisa digunakan untuk menahan erosi lahan dengan penanaman pada
tanah yang berkontur miring

Keunggulan rumput gajah odot:


- setelah dipanen, 2 hari sudah mulai bersemi kembali dan tetap tumbuh dengan baik dan
cepat
- pertumbuhan cepat
- tidak berbulu gatal
- daun lemas dan batang lunak
- sangat disukai kambing

16. Setaria Sphacelata


Nama umum : Rumput setaria, Golden Timothy Daerah asal : Afrika

Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 37


38
Fungsi tanaman
- Penutup tanah,
- padang penggembalaan

Gambaran umum
- Tumbuh tegak membentuk rumput
- Tinggi tanaman dapat mencapai 2 m
- Daun lunak, lebar agak berbulu pada permukaan atasnya terutama dekat batang
- Pangkal batang berwarna kemerah-merahan
- Bunga bersusun dalam tandan warna coklat keemasan
- Sangat disukai ternak
- Sangat rsnponsif terhadap pemupukan nitrogen
- Tanah kering
- Baik tumbuh di dataran tinggi (0-2.000 m atau lebih)

Persyaratan tumbuh
- Tinggi tempat 200-300 m dari permukaan laut
- Struktur tanah sedang sampai berat
- Curah hujan tahunan tidak kurang dari 760 mm

Pengelolaan
- dapat ditanam dalam barisan berjarak 90-120 cm
- Dapat ditanam bersama dengan leguminsoa Desmodium intortum, Desmodium uncinatum
dan lamtoro

Perbanyakan
- biji (4-10 kg/ha)
- Sobekan rumput

Produksi
- Benih 112 kg/ha biji
- 60-100 ton hijauan/ha/tahun

38
Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 39
III. Kacang-Kacangan (Leguminosa)

1. Arachis pintoi

Nama umum : Kacang Arachis, Kacang Pinto (Bali)


Daerah asal : Brazil

Fungsi tanaman
- Penutup tanah,
- pasture dibawah tanam m peukebunan
- Padang penggembalaan campuran

Gambaran umum
- Tanaman tahunan, mirip kacang tanah
- Perakaran dalam kuati akarnya bieraembang dengan banyak cabang, lunak dan membentuk
laaik tebal sampal kirerkira 2a cm, tinggi batang 50 cm
- maun teruiri atas 4 lemba, bila ditanam pada gaerah yang disinari cahaya matahari penult,
berwarna hiijau pucat, bila ditanard dibawah naunsan berwarna miij^u gelape warna bunga
kuning.

Persyaratan tumbuh
Napat tu mbuh pada tanah liat berpasir dengan pH rendahh, ke3suburan rendh Nan m
eumandu ng alu minium tinggi
- Toleransi sedang terhdapa a lumini um
- Toleransi tindgn terhadap Ma
- Kurang Tctleran^e terhad^ p ta nah bergaram

Pengelolaan
Be yang masih segar mempunyai tingkat dormancy yang tinggi dan dapat Kikurangi dengan
mengeringkan antara 35-45 derajat C selama 10 hari.
- Kiji altagam dengan kedalaman 2-6 am

Perbanyakan
Napat ditanam dengan biji atau polong (10 -15 kg)
- Nanaad stea batang
2. Calliandra calotyrsus

40

Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 39


Nama umum : Kaliandra
Daerah asal : Amerika Tengah

Fungsi tanaman
- sebagai hijauan potongan
- kayunya sebagai kayu bakar, dan dapat digunakan untuk pulp (pembuatan kertas)
- sebagai penahan erosi dan meningkatkan kesuburan tanah

Gambaran umum
- berbentuk pohon/semak kecil, tinggi antara 4- 6 m
- diameter batang mencapai 30 cm
- kulit pohonnya hitam kecoklatan

3. Centrosema pubescens

Nama umum : Centro


Daerah asal : Amerika Selatan

Fungsi tanaman

Sebagai penutup tanah, tanaman sela dan pencegah erosi

Gambaran umum
- tumbuhan menjalar, memanjat dan melilit
- batang agak berbulu, tidak berkayu
- berdaun tiga pada setiap tangkai daun
- bentuk helai daun oval/agak elips
- bunga relatif besar tersusun dalam tandan, warna bunga ungu terang sampai ungu muda
atau putih

40

Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 41
Persyaratan tumbuh
- Sapbt hitanam bersama rumput benggala,molasses San kolonjono
- tumbuh baik paSa iklim tropis lembab Sengan curah hujan > 2.000 mm / tahun.

Perbanyakan tanaman
- Dengan biji 3-5 kg/ha
- Sebelum Sitanam, biji sebaiknya SirenSam air hangat 30 menit

Produkmi benih
- diji mencapai 300kg/ha

4. Desmanthus virgatus

Nama umum : Mimosa, Lamtoro mini Damrah asal : Amerika

Gambaran umum
- tanamansemak Sengan tinggi 0,5 - 3 m
- tambua tegak, berenar dalam

Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 41


- daun bersirip ganda warna bunga putih Siam pai brem
- buah derwarna merah becoblatan mengbilat terdiri dari 20 - 30 diji

Persyaratan tumbuh
- dapat herad aptasi 2i daerah tropis maupun sudtropis
- darah hujan 250 - 2.000 mra
- tiaggi tempat 0 - 2.000 m dari permu baan laua

Nama umumNama umum


: Gamal : Gamal
Daerah asal Daerah asal
: Ameriba : Amerika Selatan
Selatan

- dapat tumbuh baib pad^ tanah netral sampai albaN s


- dapat beradaptasi terhadap penggembalaan berat

Pengelolaan
harus dipotong/digembala secepatnya

Perbanyaban
- dengan eiji 2 - 6 bg/ha
- aijin^a beras, sehingga harus disbarifibasi secara mebnnib, digosob dengan bertas amplas
atau direndam dengan air panas sebelum disemaiban

Produbsi rata - rata 7,6 ton bahan bering, tetapi dilaporban dapat mencapai 23 ton/ha (hawai)
dan 70 ton/ha (Australia)

5. Gliricidia sepium
Fungsi tanaman
- Seba^ai tanaman naungan/pelindung, pagar hisup
- Senanjan^ tanaman lain (vanili dan merica)
- Tanaman batas pemiliban tanah (fjagar) yang tidab mengganggu tanaman pertaman

Gambaran Umum
- be^entub puhion dengan uburan sedang
- pumtanh tegab, abar dapat rm^n^mt3us> tanah cubup dalam

Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 43

42
- Ciri khas tanaman ini adalah warna hijau daun yang terang pada bagian permukaan dan agak
pucat pada bagian belakang
- Bunganya keungungan
- Pertumbuhan vegetatif gamal cukup baik karena pertumbuhan tunas setelah pemangkasan
setiap pohon rata-rata 20 tunas
- Tahan terhadap musim kemarau panjang (4-6 bulan)

Persyaratan tumbuh
- dapat tumbuh pada beberapa jenis tanah, termasuk tanah yang kurang subur Ketinggian tempat
mencapai 0 - 1300 m dari permukaan laut
- Curah hujan 650 - 3500 mm
- Dapat tumbuh pada tanah yang masam

Pengelolaan tanaman
- sebagai pagar ditanam dengan jarak tanam 25 cm
- sebagai hijauan potongan, tanaman dipangkas dengan tinggi pangkas 1 m
- tidak seperti leguminosa yang lain, biji gamal tidak membutuhkan perlakuan skarifikasi, ditanam
sedalam 2 - 3cm dalam kantong plastic (polybag, yang sudah diisi campuran tanah dan pupuk
kandang
- Batang/stek yang akan digunakan sebaiknya bagian bawah setiap cabang yang cukup tua
- panjang stek yang dipergunakan antara 30 - 100 m penampang/garis tengah batang antar 2 - 6
cm
- cara tanam tegak dan kedalaman tanam 20 cm kulit batang jangan tergores
- umur pangkas pertama 12 bulan dan pangkas berikutnya setiap 6 - 12 minggu

Perbanyakan tanaman
- tanaman ini dapat dikembangkan melalui 2 cara yaitu dengan menggunakan biji dan batang
(stek)
- Bila dikembang biakkan dengan biji hasilnya lebih memuaskan, tetapi membutuhkan persiapan
yang lama
- Tingkat pertumbuhan penanaman stek 55%

Produksi hijauan sebanyak 5 kg/pohon (interval potong 3 bulan)

6. Indigofera sp

Nama umum : tarum, indigofera


Gambaran umum
- Memiliki batang kayu-semi,
- sebagian besar spesiesnya memiliki daun berwarna hijau tua berbentuk oval, dan bunga
kecil yang berkelompok berwarna merah yang terlihat seperti kupu- kupu.
- Tanaman ini dapat tumbuh setinggi enam kaki atau sekitar 180 cm
- Nilai protein daun indigofera bervariasi dari 25 - 28 % bahkan bisa sampai 31 %

44

Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 43


- daun indigofera bersifat suplemen untuk menambah nilai gizi ransum ternak
- Pola tanamnya seperti kebun teh, sehingga memungkinkan produksi kontinu secara
periodik.
- Umur panen daun 60 hari

Persyaratan tumbuh
- Tumbuh di tanah berpasir dan lahan kritis (marginal).
- Syarat yang diperlukan adalah terkena sinar matahari langsung dan air yang cukup.

7. Leucaena leucocephala

Nama umum : Lamtoro gung


Daerah asal : Amerika Tengah dan Selatan

Fungsi tanaman
- Padang penggembalaan dan hijauan potongan
- Dapat digunakan untuk reboisasi, reklamasi tanah tandus/kritis
Gambaran umum
- Berbent uk pohon, dapat mencapai tinggi lebih dari 10 m, dengan diameter batang 120 cm
- ada musim kemarau daun-daun akan gugur dan apabila air cukup tersedia akan tumbuh

Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 45

44
kembali
- Berakar dalam dan pada akar serabut kecil dekat permukaan tanah terdapat bintil
p
- bintil akar yang berisi balkteri (rizobikm) yang mampu me ngikat nitra an dan bdara sebagai zat
makabak yang sse;l<:iligDs dapat menyubmrkag tanah
b B b
- Berbu ncjai dan bertiuah sep anjang taliun dengan werna unga pautih kekuningan er entuk bota
- Sangat tahan terhadap pemotongan teratur atau penggembalaan ketika tanaman telah tu mbuh
baik.

Persyaratan
Persyaratan tumbuh tumbuh
-- Tumbuh
Tumbuh baik baik pada
f3adaketinggian
ketinggian00- 700
700 mm diatas
diatas permukaan
permukaan laut
laut
- Menghendaki
Menghienda i drainase
k
yangbaik
drawee yang baik
p
- Pertumbuhan
ertumbuhan waktus^ waktunyalambat,
lambat,sampai
sampaiumur
umur6 6minggu
minggutingginya
tingginyahanya
hanya 3030 cm,
cm, etelah
setelah itu
itu
pertumbuhannya
pertumbuhannyacepat cepatdandanpada
padasaat
saatumur
umur6 6bulan
bulantingginya
tingginyamencapai
mencapai2 2mm
- Dapat
IDapattumbuh
tumbuhpada padatanah
tanahyang
yang kurang
kurang subur
subur
Karang tBhan
- Kurang terhadap tanah asam
tahan terhadap
- Dapat tumbuh pada struldur struktur tanah sedang sampai berat
o n
- Memerlukan suhu 25-30oC 25-30 C untuk
untuk pertumbuhan
pertumbuhan terbaik.
terbaik. Pertumbuhan
Pertumbuhan terhenti
terhenti pada
pada suhu ibawah
suhu dibawah
5 C
1 -16
15-16 C. o .

Pen gelolaan tanaman


- Pada awalpenana man perlu perawatan yang intensif
- ^maagka san pertama dapat dilkutein setelah tanaman mencapai tinggi 1,5 - 2 m dan
p
pemang asan ber^utnya setiap 4 bulan
p gk
- Tinggi eman asan 0-1 m dari permul<aan tanah

Perb anyakan
- Dengan menggunakan biji (1-2kg/ha)
- Darena biji lamtoro masih cukup keras, maka untuk mempercepat perkecambahan, pterlu
perlahuan khusuk (baik direndam air panas, dikikir atakeun dengan cara kimia yaitu
menggunakan akam su^at pekat)
- Biji ditanam sedalam 2- 3 amp lrerBudiag ditutan denman tanah
- vJikj;;^ yayBnaman d ilakukan yBngan persemaian, maka semaikan dengan menggunakan
kantong-kantong plastic yang emaa nampuran tanah dan pupuk

Produksi
- Benih : 300 kg biji/ha
- Beodu ksi hij auan 1-1, 5 kg/pohon (setiap 4 bulan)
8. Macroptilium Atropurpureum
Nama umum : Siratro
Daerah asal : Amerika Tengah dan Selatan

46

Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 45


Fungsi tanaman
- Terutama digunakan sebagai padang gembala jangka pendek dan permanen.
- hay (biasanya bersama rumput),
g
- digunakan sebagai konservasi tanah dan sebagai enutuf3 tenah,
- tanaman sela (termasuk uetelah padi),
- tanaman pakan hijauan ditanam tiahsama padi gogo.

Gambaran
Gamtjaran umum
umum
- Tanaman tahunan
- Tanaman tahunandengan
denganakarakartunggang
tunggang besar
besaryang dalam
yang dan dan
dalam batang memtnelit,
batang Gambaran me
njalar dan memanjat.
umummembelit, menjalar dan memanjat.
- - Batang
Batang pada dasartanaman
fnada dasar tanamanlebih
lebihtua
tuaberse rat, diameter
berserat, diameter>5>5mm,
mm,bata ng yang
batang yanglebih lebihmud
muda a
B
berdiametar
berdiametersekitar
sekitar 1-2 mm, kadang-kadang
1-2 mm, kadang-kadangmembentuk
membentuknodulnodulakar
akarpadaadakondisi
(copdisi yangyang id
ideal.
eal.
- Daun berdaun tiga (trifoliate), helai daun memanjang 2-7 x 1,5-5 cm, hijau tua pada kondisi
- Daun berdaun tiga (trifoliate), helai daun memanjang 2-7 x 1,5-5 cm, hijau tua dan berbulu
yang ideal.
halus pada permukaan atas, berwarna hijau abu.
- Bunga berbentuk tabung, panjang 8-9 mm dan lebar 3 mm, berwarna ungu tua dengan t merah
- IBauga berbent uk tabung, panj ang 8-9 mm dan lebar 3 mm, berwarna hngu ua dengan
didekat dasar bunga.
merah didekat dasar bunga.
- - Buah
Buahpotang
polonglurus,
lurus,panjancj
panjang 5-10
5-10 ccm,
m, diameter
diameter 3-5
3-5 mm,
mm, mengandung
mengandungsampai
sampa 12 i 12(-15)
(-1^ biji.
biji.
- - Rentap
Rentanterhadap
terhadappep^kit
penyakitr daun
( aun
- - Disukai
Disukaiternak,
ternak,meskipun
meskipunternak
ternaklebih
lebihmenyukai
menyukairumput
rumputsegar
segaryang
yangmuda
mudapada
padaawal awalmusim
musim
tumbuh.
tumbuh.

Persyaratan
Persyaratantumbuh
tumbuh
- - Dapat
Dapattumbuh
tumbuhpada padaberbagai
berbagaijenis
jenistanah
tanahmulai
mulaidari
daritanah
tanahliat
liathitam,
hitam,sampai
sampaitanah
tanah liatliat kuning
kuning
dan merah, pada bukit pasir, tanah merah pasir
dan merah, pada bukit pasir, tanah merah pasir dan berkerikil. dan berkerikil.
- - Tanaman
Tanamanini ini tumbuh subur
suburpadapadatanah
tanahfriable, tetapi
friable, akan
tetapi menurun
akan dengan
menurun cepatcepat
dengan pada tanah
pada
tanah
yangyang
keraskeras
- - Tahan ^da
pada tanah
tanahdengan
denganl evdl
levelAl
Alnian
dan Ma
Mn sedang
- - DayaDayatahan
tahanlebih
lebihteaik
baik pada
pada salinitas
salinitas dibandingkan
dibandingkan dengandengan hampir semua jenis
hampir semua jenis legum
legum tropis
tro^s
lainnya
lainnya ti
- Penyakit daun dapat menjadi masalah pada lingkungan dengan curah hujan tedalu nc)C)i
- Ditanam pada p
daerah dengan curah hujan antara 700 mm dan
i ik
1500 t
mm.
gg gd
- Papat baimde tasi d engan tn^ik terhadap Ikekeringan, mem l i al<ar un ang yan alam.
- Penyakit daun dapat menjadi
id c masalah pada i lingkungan dengan curah hujan terlalu tinggi
- T <al< ^ahi^n 1: e^r^^^c ^^|n cjenaneng a r atau "tanjir
- Dapat beradaptasi dengan baik terhadap kekeringan, d h memiliki akar tunggang g 3yang
o dalam.
- Tanaman ini tamtishi nding baiu fnEad^ aera sudropis ^ssamfD^i lintan 0 ) bah pada
- Tidak
n tahan terhadapti g i dgenangan
g air atau banjir
daera iti-ckfDi;^ n g en an mug^ pertumbuhan yang han^t mencau prociuksi tepbailn
- Tanaman ini tumbuh paling baik pada daerah subtropis (sampai lintang 30o) dan pada daerah

Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 47
46
tropis tinggi dengan musim pertumbuhan yang hangat, mencapai t h
produksi terbaik p
dengan
d^ng^n suhu sian^mahm ss^l-ki t: a I" 27-30/22-25C; umbu keradg daia aha aunc
suhu siang/malam b n sekitar
S o 27-30/22-25oC; tumbuh kurang baik pada suhu siang/malam
^an^malam di awa SU/ 3 C.
k dibawah 18/13oC.
1 b h h i tid k t | bi
- f ^Nncj ICCESJI : ditanam di awa smar mata n pe nuPi. Bij ak a an umbu n la bsei'acia
- Paling baik ditanam p dibawah
ht sinar matahri
pi penuh. Biji tidak akan tumbuh bila berada dibawah
c^awah naun gan enu ertutup kano
naungan penuh tertutup kanopi
Pengebtean tanaman
Pengelolaan
Pengelolaan
B tanaman
tanaman c n
- umlah ttiji tbrman ^<^ring :^li tiringi dan ttiji hams is^kc^i'i'filkasai sebelum ditanam.
-
- Jumlah biji
Jumlah biji dorman
dorman seringkali
seringkalitinggi
tinggidandanbijibijiharus
harusdiskarifikasi
diskarifikasisebelum
sebelumditanam.
ditanam.
- Biji paling ba i k ditanam dengan jumlah i-2 kg/ha pada bedengan yang telah Bipersiapkan.
-
- - Biji Biji paling
Bijidapat baik
palingdipanen ditanam
baik ditanam dengan
dengan jumlah
jumlah 1-2 kg/ha
1-2 kg/ha pada
pada bedengan
bedengan yang telah
telahdipersiapkan.
dipetik yang (dipersiapkan.
p
demgan tangan. Biji yang masak hams lebh awal PI.I) arena bila
-
- hari Biji dapat
Bijisemakin dipanen
dapat dipanen dengan
dengan tangan.
tangan. Biji yang
Bijimasak masak
yang masak harus dipetik
harus dipetik lebih awal (pagi) karena bila
bila
siang, buah polong yang akan mengering danlebih
pecah awal (pagi) karena
menyedan
hari semakin siang, buah polong yang masak akan mengering dan pecah menyebar.
hari semakin
- EaitDit tumbdnsiang, denganbuah polong
tD^ikk danyangsubur masak
dan akan
j ugamengering
dapat (ditanam dan pecah
dengan menyebar.
persiapan tnah
- Bibit tumbuhd dengan baik dan subur dan juga dapat ditanam dengan persiapan tanah minimal
- minimal
Bibit tumbuhatau itanam
dengansacjara
baik dan setelah
subur pembakaran.
dan juga dapat ditanam dengan persiapan tanah minimal
atau ditanam segera setelah pembakaran.
- M. atauatnopugpurnum
ditanam segera dagat ditanam
setelah tanpa rizobia karena tanaman ini dapat membentuk nodul
pembakaran.
- M. atropurpureum dapat ditanam tanpa rizobia p karena tanaman ini dapat membentuk nodul
- dengan efektifdengan rizobia
M. atropurpureum dapat ditanam tanpa alami pada tanarizobia karena tanaman ini dapat membentuk nodul
p dengan efektif dengan rizobia alami i pada tanah
- embubgaan
dengan efektif mulai padarizobia
dengan awa l mus alami m kering dan pada ha ri yang pendek.
- - Bertumbunan
Pembungaan mulai
vegetatif pada
tertadi musimpada
awaldengan tanah
kering
kembalinyadan pada haribasah
kondisi yang (cukup
pendek.air)
-
- - Bua Pembungaan
Pertumbuhan
d mulai pada
vegetatif awaldengan
terjadi musimkembalinya
kering dan kondisi
pada hari yang(cukup
basah pendek. air)
polong akan menyebar ketika masak
- Pertumbuhan
- - Kondisi
Buah polong vegetatif
akan terjadi
menyebar dengan kembalinya kondisi basah
ketika masak tidak tahan pada penggembalaan (cukup air)
menurun dibawah penggembalaan,
-
- b eBuah
r a
b Kondisi
er at
t polong
menurun akandibawah
menyebar ketika masak tidak tahan pada penggembalaan berat
penggembalaan,
-
Produksi
Produksi Kondisi menurun dibawah penggembalaan, tidak tahan pada penggembalaan berat
- - Produksi
Produksibiji bijibervariasi
bervariasibesar
besar daridari (40-)
(40-) 100-300 (-1000) (-1000) kg/ha.
kg/'^
g
- - Produksi
ProduksiBK BK biasanya
biasanya sekitar
sakiter 5-105-Saton/ha/yahun,
to n/ha /yahun, meskipun
meskiproduksi
un produksi akan akan
lebih rendah dalam
lebih rendah
kondisi penggembalaan dan pemotongan
dalamkondisi nenggembalaan dan pemotongan yang lebih ssei'ing yang lebih sering
9. Medicdgo Sdtivd L.
dd
Nema umum : lfalfa

Gambaran umum
- Alfalfa sangat prima ditinjau dari kandungan protein, lemak maupun serat kasarnya
- Akar memiliki bintil-bintil nitrogen
- Mengandung vitamin A, D, E, K, C, B1, B2, B12, Niacin, Panthothacid acid, Inocite, Biotin,
Folid acid, selain itu mengandung mineral phosphor, calcium, photasium, sodium, chlorine,
sulfhur, magnesium, copper, mangane, Fe, Cobalt, Boron, Molybdenum, sera trace element
seperti nickel, Lead, Strontium, dan Palladium
- Kadar protein sekitar 18 - 22%

Persyaratan tumbuh
- Tumbuh pada tanah yang sangat subur dengan kandungan phosphor tinggi, drainase yang
baik dan Ph 6,0 - 6,5
- Diperlukan pemupukan berkala setiap tahun dengan menggunakan pupuk kandang,
48 disamping phosphor, potas dan kapur

Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 47


10. Sesbania grandiflora

Nama umum : turi


baik dan Ph 6,0 - 6,5
- Diperlukan pemupukan berkala setiap tahun dengan menggunakan pupuk kandang,
disamping phosphor, potas dan kapur

10. Sesbania grandiflora

Nama umum : turi

Daerah asal : diduga dari daerah Asia Tenggara Fungsi

tanaman
- Daun dan bunganya dapat digunakan untuk pakan ternak
- Bunga dan buahnya dapat dikonsumsi manusia
- Tanaman peneduh dan penunjang tanaman lain (panili dan lada)
- Bunga dan buahnya dapat dikonsumsi manusia
- Kayunya untuk bahan bakar dan dapat digunakan untuk pulp (pembuatan kertas)
- Extrak dari daun, bunga, kulit dan akar dapat untuk obat tradisional penyakit malaria

- Tumbuh tegak dapat mencapai tinggi sampai 15 m dengan diameter batang bawah 30 cm
- Cabangnya sedikit, bentuk buah panjang seperti kacang panjang dengan warna hijau pada
waktu masih muda, dan coklat kekuningan pada saat sudah masak

Persyaratan tumbuh
- Tumbuh baik pada dataran rendah sampai dengan ketinggian 800 m dari permukaan laut,
peka terhadap suhu dingin
- Curah hujan antara 2.000-4.000mm/tahun
- Tidak tumbuh dengan baik pada tanah kritis, toleran terhadap tanah basa dan agak asam,
tumbuh di daerah tropis yang lembab
- Dapat ditanam pada areal khusus di Australia dan india perhektar luasan mencapai 3.000
pohon

Pengelolaan tanaman :
- Biji tidak perlu perlakuan khusus,
- Pertumbuhan vegetative kurang,
- Biasanya ditanam pada daerah batas saluran irigasi, jalan dan pematang sawah
- Jarak tanam 2 m
- Jarak tanam 2 m
- Perbanyakan
Pedoman tanaman
Pelaksanaan Kegiatan denganHijauan
Pemenuhan menggunakan bijidan
Pakan Ternak Produksi
Pakan Konsentrat Tahun 2017 49
-- hijauan
Perbanyakan tanaman
27 kg/pohon/th dengan menggunakan biji Produksi
- hijauan
kayu 2027 kg/pohon/th
- 25
- kayu 20 - 25
11. Stylosanthes guinensis
48
11. Stylosanthes guinensis
Nama umum : Stylo
Nama
Daerahumum
asal : :Amerika
Stylo Tengah dan Selatan
- Perbanyakan tanaman dengan menggunakan biji Produksi
- hijauan 27 kg/pohon/th
- kayu 20 - 25

11. Stylosanthes guinensis

Nama umum : Stylo


Daerah asal : Amerika Tengah dan Selatan

Fungsi tanaman
- penutup tanaman,
- sebagai hijauan potongan
- tanaman untuk padang penggembalaan, bisa tumpangsari dengan palawija
- kecil - kecil berbentuk kupu-kupu

Gambaran umum
- Tumbuh tegak atau agak rebah
- Membentuk rumpun yang berdaun lebat
- Batang dapat mencapai tinggi 1,5 m,
- daun relative kecil berbentuk ellips, sempit agak panjang, sedikit berbuku
- Bunga berwarna kuning

Persyaratan tumbuh
- Tinggi tempat 0 - 1.000 m dpi
- Tumbuh pada struktur tanah ringan sampai berat
- Dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah dengan curah hujan tahunan 890 - 4065 mm
- Tanah kering, terhadap tanah asam, berdrainase buruk, tapi kurang tahan iindungan

Pengelolaan tanaman
- Dapat ditanam bersama rumput molasse, benggala, bede, pangola dan rumput para
- Pemotongan pertama pada saat tanaman setinggi 60 - 90 cm
- Pemotongan tiap 1,5 - 2 bulan
Perbanyakan
50 - dengan biji 2 -5 kg/ha, dengan stek
- penanaman dengan stek 3 - 5 stek tiap lubang

Produksi
- biji mencapai 300 kg/ha/th
- hijauan sekitar 40 ton/ha/tahun
Lampiran 6
Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 49

Daftar Penyedia Pakan Konsentrat (E- Catalog)


- penanaman dengan stek 3 - 5 stek tiap lubang

Produksi
- biji mencapai 300 kg/ha/th
- hijauan sekitar 40 ton/ha/tahun
Lampiran 6

Daftar Penyedia Pakan Konsentrat (E- Catalog)


NO NAMA PERUSAHAAN ALAMAT NO TELP

PT. BORNEO Jl. Raya Madiun No 7, Nganjuk,


1 0358 3516153
JAYA SAKTI Jawa Timur

KJUB Jalan Stasiun Ceper No 1, Klepu, 0272551192 /551985


2
PUSPETASARI Ceper, Klaten, Jawa Tengah /552918

Jl. Kali Pancur, Desa Ngrawan


3 UD. SUMBER REJEKI 4/1, Kecamatan Getasan, Kabupaten 081227169791
Semarang

Jl. Boyolali-Cepogo KM. 4, Dukuh


CV. CEPOGO AGRO
4 Bubakan, Desa Jelok, Kecamatan 0276320027
LESTARI
Cepogo, Boyolali, Jawa tengah

Jl. Walisongo No 395 A KM 9,6


5 PT. CARGILL INDONESIA Kel Tugurejo, Kec Tugu, Semarang, 024866421 / 8664420
Jateng

Jl. Palem 2 Blok F-848 Jaka


PT. ANDINI MEGAH Mulya, Bekasi Selatan, Bekasi, Jabar 021 - 8248167 / 0276 -
6
SEJAHTERA 3288066

Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 51

50
Lamoiran 7
FORMAT PENCATATAN
PENINGKATAN INDIKATOR BCS

I. IDENTITAS PETERNAK

1. Nama Peternak
2. Nama Kelompok Ternak
3. Alamat Kelompok

4. Nomor HP Peternak

II. IDENTITAS TERNAK

1. Jenis Ternak
2. Nama Ternak
3. Umur Ternak (Tahun)
4. Nomor Ternak/SKSR
5. Tanggal Beli/Tanggal Masuk
6. Harga Beli (Rp)

III. DATA BCS

1. BCS Awal

2. BCS pada akhir pemberian


bantuan pakan konsentrat
dan HPT

IV. CATATAN PERKEMBANGAN DATA BCS


PEMBERIAN TANGGAL BCS PARAF CATATAN
MINGGU KE
0
1
3
5
7
9
11
13

Nama Pendamping Tanda Tangan :

Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 52

Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 51


Lampiran 8

FORMAT LAPORAN Lampiran 9


PEMENUHAN HIJAUAN PAKAN DAN PAKAN KONSENTRAT
TA. 2017

TRIWULAN : I / II / III / IV

Provinsi :

Alokasi anggaran pakan (total) : Rp.

c. Anggaran Gerbang Patas (HPT) : Rp.


d. Anggaran pakan konsentrat Rp .......................................

Anggaran lain (APBD, dll) Rp .......................................

Target gangrep Provinsi (total) ......................... ekor


Jumlah kelompok penerima
bantuan pakan (total) ........................ kelompok

a. Kelompok Gerbang Patas


........................ kelompok
b. Kelompok pakan konsentrat
........................ kelompok

PERKEMBANGAN KEGIATAN PAKAN


Realisasi Pelaksanaan
Nama Kelompok Penerima Jumlah Bantuan
No Kegiatan (%)
Bantuan Pakan
Stek/Ha Ton Fisik Keuangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 53
52
Lampiran 8

FORMAT LAPORAN Lampiran 9


PEMENUHAN HIJAUAN PAKAN DAN PAKAN KONSENTRAT
TA. 2017
DAFTAR LOKASI DAN TARGET OUTPUT KEGIATAN PAKAN
TRIWULAN : I / II /TARGET
III / IV OUTPUT
HIJAUAN PAKAN KONSENTRAT
NO PROVINSI
Jumlah Bibit HPT Jumlah ternak Jumlah Bantuan
Luas Lahan (ha) (stek/pols) gangrep (ekor) Konsentrat (ton)
Cluster Intensif
Provinsi
1. :
Lampung 725 7.250.000 1.500 300
2. DKI - - - -
Alokasi
3. anggaran pakan (total)
Jabar : Rp.
140 1.400.000 300 60
4. Jateng 1.280 12.800.000 3.200 640
c.
5. Anggaran
DIY Gerbang Patas (HPT) : Rp.
335 3.350.000 750 150
d. Jatim pakan konsentrat
6. Anggaran 3.240 Rp .......................................
32.400.000 6.750 1.350
7. Bali 725 7.250.000 1.500 300
Cluster Semi-Intensif
Anggaran lain (APBD, dll) Rp .......................................
8. Sumut 1.655 16.550.000 3.600 720
9. Sumbar
Target gangrep Provinsi (total) 315 3.150.000
......................... ekor 750 150
10. Riau 90 900.000 200 40
Jumlah kelompok penerima
11. Jambi 25 250.000
........................ kelompok 125 25
bantuan pakan (total)
12. Bengkulu 70 700.000 175 35
13. Kepri 20 200.000 - -
a. Kelompok Gerbang Patas - -
14. Babel 15 150.000
........................ kelompok
15. Sumsel 140 1.400.000 250 50
b.
16.
Kelompok
Kalbar pakan konsentrat 105 1.050.000 225 45
17. Kalsel 125
........................ kelompok
1.250.000 250 50
18. Kaltim 120 1.200.000 250 50
19. Kalteng 105 1.050.000 225 45
PERKEMBANGAN KEGIATAN PAKAN
20. Sulsel 1.055 10.550.000 2.450 490
Realisasi Pelaksanaan
Nama Kelompok Penerima Jumlah Bantuan
NoCluster Ekstensif Kegiatan (%)
21. Aceh Bantuan Pakan 170
Stek/Ha 1.700.000
Ton Fisik -
Keuangan -
22. Banten 65 650.000 - -
1.
23. NTT 545 5.450.000 - -
2. - -
24. NTB 240 2.400.000
3. - -
25. Kaltara 15 150.000
4. 26. Sulteng 350 3.500.000 - -
5. 27. Sultra 620 6.200.000 - -
6. 28. Gorontalo 225 2.250.000 - -
7. 29. Sulut 135 1.350.000 - -
8. 30 Sulbar 594 950.000 - -
31. Maluku 135 1.350.000 - -
32. Malut 50 500.000 - -
33. Papbar 30 300.000 - -
34. Papua 40 400.000 - -
Total Indonesia 13.000 130.000.000 22.500 4.500

54
Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat Tahun 2017 53

Buku V Pemenuhan Hujauan Pakan TErnak Dan Pakan Konsentrat 53


54
PENGENDALIAN PEMOTONGAN BETINA
PRODUKTIF

PENGENDALIAN PEMOTONGAN BETINA


PRODUKTIF

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
2017

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
2017
Buku VI Pengendalian Pemotongan Betina Produktif
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................. 1
DAFTAR ISI .................................................................................. 2
ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 3


1
Latar Belakang ....................................................................................... 3
1
Tujuan .................................................................................................... 4
2
Sasaran .................................................................................................. 4
2
Definisi ................................................................................................... 4
2
Mekanisme Pengendalian Betina Produktif ........................................... 5
2

BAB II PELAKSANAAN KEGIATAN ............................................................ 4


7
A. Persiapan ............................................................................................... 7
4
1. Sosialisasi Kebijakan dan Program ................................................ 4
7
2. Bimbingan Teknis Pengawas Kesehatan Masyarakat Veteriner 8
(Kesmavet) ..................................................................................... 5
3. Pemeriksa Ante Mortem/Post Mortem dan Kesehatan Reproduksi.. 5
9
4. Training of Trainer (TOT) Pelaporan Data ....................................... 9
6
B. Pelaksanaan ............................................................................................ 7
10
1. Pengawasan di Hulu ........................................................................ 10
7
2. Pengawasan di Hilir ......................................................................... 7
10
3. Operasional Pelaporan Data Pemotongan ..................................... 11
8
4. Pembinaan Pencegahan dan Penegakan Hukum Pemotongan 11
Betina Produktif .............................................................................. 8
BAB III JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN ........................................... 12
9
BAB IV MONITORING, EVALUASI, DAN PELAPORAN ............................. 13
10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Program Pengendalian Betina Produktif merupakan salah satu program dari


Upsus SIWAB yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48 tahun
2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau
Bunting. Program ini menjadi bagian penting dari upaya pemerintah melakukan
percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau.
Selain pengendalian betina produktif, Upsus SIWAB meliputi berbagai
kegiatan lain yaitu Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB) dan Kawin Alam,
Pemeriksaan Status Reproduksi dan Gangguan Reproduksi, Pemenuhan Semen
Beku dan N2 Cair, dan Pemenuhan Hijauan Ternak dan Konsentrat. Melalui
serangkaian kegiatan ini Pemerintah mentargetkan tercapainya sebanyak 3 juta
sapi/kerbau bunting. Adapun sasaran dari Upsus SIWAB adalah terjadinya
kebuntingan dari IB dan kawin alam minimal 70%, menurunnya angka gangguan
reproduksi 50%, nilai kondisi tubuh indukan akseptor minimal skor 3, dan
menurunnya angka pemotongan sapi betina produktif 20%.
Pemotongan betina produktif menjadi permasalahan pelik dalam upaya
percepatan peningkatan populasi sapi/kerbau di Indonesia. Angka pemotongan
betina produktif tiap tahun cukup tinggi. Berdasarkan data ISIKHNAS, pemotongan
betina produktif pada tahun 2014 sebanyak 22.458 ekor dan tahun 2015 mencapai
23.024 ekor. Sebaran jumlah pemotongan betina produktif tidak merata. Ada
beberapa daerah yang jumlahnya cukup banyak, sementara daerah yang lain
jumlahnya sedikit bahkan ada yang sampai tidak ada pemotongan betina produktif.
Program pengendalian diprioritaskan terhadap daerah-daerah yang
pemotongan betina produktifnya cukup tinggi, merupakan sentra peternakan dan
memiliki Rumah Potong Hewan (RPH). Melalui program ini diharapkan dapat
menekan jumlah pemotongan betina produktif secara signifikan. Keberhasilan
program ini sangat bergantung pada seberapa baik koordinasi dan komitmen antara
stakeholders. Komitmen dari pemerintah daerah menjadi faktor yang sangat penting
dalam menunjang keberhasilan program pengendalian betina produktif.

Buku VI Pengendalian Pemotongan Betina Produktif 1


TUJUAN
Kegiatan pengendalian betina produktif bertujuan untuk:
1. Menyelamatkan betina produktif dari pemotongan; dan
2. Mempertahankan dan/atau meningkatkan jumlah akseptor.

SASARAN
Sasaran dari kegiatan ini adalah menurunkan angka pemotongan sapi betina
produktif sebesar 20%.

DEFINISI
1. Pengawas Kesehatan Masyarakat Veteriner yang selanjutnya disebut sebagai
Pengawas Kesmavet adalah Pegawai Negeri Sipil berpendidikan dokter
hewan yang telah mengikuti pelatihan sebagai pengawas kesehatan
masyarakat veteriner yang dibuktikan dengan sertifikat pelatihan pengawas
kesmavet. Pengawas Kesmavet dalam hal ini merupakan pelaksana dalam
kegiatan pemantauan (monitoring) dan pengawasan pemenuhan persyaratan
teknis terakit dengan penyelamatan betina produksi di sepanjang rantai
distribusi ternak dari hulu sampai dengan hilir (di RPH).
2. Surat Keterangan Status Reproduksi (SKSR) adalah Surat Keterangan Status
Reproduksi yang diterbitkan oleh dokter hewan berwenang setelah dilakukan
rangkaian pemeriksaan reproduksi
3. Status reproduksi adalah kondisi reproduksi sapi/kerbau pada saat dilakukan
pemeriksaan.
4. Hulu meliputi peternakan, pasar hewan, pos pengawasan (check point).
5. Hilir yang dimaksud adalah Rumah Potong Hewan.
6. Betina Produktif adalah ternak betina yang memiliki saluran reproduksi
normal, dapat memperlihatkan gejala estrus, bunting, melahirkan dan
membesarkan anak umur < 8 tahun dan/atau <5 kali beranak.

MEKANISME PENGENDALIAN BETINA PRODUKTIF


Berdasarkan Permentan nomor 48 tahun 2016, proses pengendalian betina
produktif dimulai dari hulu (peternakan, pasar hewan, dan check point) sampai hilir
yaitu di Rumah Potong Hewan (RPH). Kegiatan di hulu terdiri dari penerbitan kartu
identitas ternak, pemeriksaan status reproduksi dan verifikasi serta penerbitan Surat
2
Keterangan Status Reproduksi (SKSR). Kegiatan di hulu dilakukan oleh Dinas yang
membawahi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kegiatan di hulu dibawah
arahan dan tanggung jawab Direktorat Kesehatan Hewan dan Direktorat Perbibitan
dan Produksi Ternak yang dikoordinasikan dengan Direktorat Kesmavet. Adapun
peran Direktorat Kesmavet adalah dalam hal kegiatan pengawasan yang dilakukan
oleh Pengawas Kesmavet melalui pembinaan dan verifikasi SKSR pada para
Pejagal serta memasilitasi pembuatan SKSR dengan Dinas atau Puskeswan
setempat.
Sedangkan kegiatan di hilir terdiri dari verifikasi Surat Keterangan Status
Reproduksi (SKSR) dan kerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia.
Verifikasi SKSR dilakukan melalui pemeriksaan dokumen, dan apabila diperlukan
dapat dilanjutkan pemeriksaan status reproduksi. Pemeriksaan status reproduksi
dilakukan pada kondisi (1) adanya keraguan terhadap legalitas/keabsahan dokumen
SKSR; dan (2) ketidaksesuaian antara dokumen SKSR dengan kondisi ternak (misal
jenis ternak berbeda, kondisi klinis berbeda, dan lain-lain). Oleh karena itu, hasil
verifikasi SKSR di RPH merupakan data pemeriksaan status reproduksi ternak di
RPH. Program pengendalian pemotongan betina produktif dibawah arahan dan
tanggung jawab Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner.
Apabila hasil pemeriksaan status reproduksi di RPH ternyata sapi/kerbau
dinyatakan produktif (bunting, tidak bunting dengan status reproduksi normal, atau
tidak bunting dengan gangguan reproduksi yang dapat disembuhkan/tidak
permanen) maka dilakukan pelarangan pemotongan.

Jenis Kegiatan: HULU Jenis Kegiatan: HILIR


Pemeriksaan dan Penerbitan SKSR Verifikasi SKSR
Pemeriksaan Status Reproduksi Kerja Sama dengan Kepolisian RI
Penerbitan Kartu Identitas Ternak dalam Rangka Pencegahan
Pemotongan Betina Produktif

PETER PASAR
NAK HEWAN
Pengawas
Kesmavet RPH
CHECK Melakukan
POINT Pembinaan dan
Verifikasi SKSR
di Hulu (Jagal)

DIT. KESWAN DIT. KESMAVET


DIT. BIPRO

Gambar 1. Mekanisme Pengendalian Betina Produktif di Hulu dan Hilir

Buku VI Pengendalian Pemotongan Betina Produktif 3


BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Persiapan

1. Sosialisasi Kebijakan dan Program


Sosialisasi kebijakan dan program terkait dengan penyelamatan sapi betina
produktif. Kegiatan sosialisasi kebijakan dan program penyelamatan sapi
betina produktif dilaksanakan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kegiatan sosialisasi langsung dilaksanakan melalui rapat koordinasi dan
advokasi program kegiatan penyelamatan sapi betina produktif secara intensif
dan berjenjang mulai dari tingkat pusat, propinsi, kabupaten sampai tingkat
lapangan. Sosialisasi dilakukan di Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sosialisasi
di tingkat Provinsi dilakukan di 17 provinsi sedangkan di tingkat
Kabupaten/Kota dilaksanakan di 40 Kabupaten/Kota.

Pertemuan Tingkat Provinsi


Sosialisasi pencegahan pemotongan betina produktif di 17 Provinsi.
Tujuan kegiatan untuk sosialisasi kegiatan penegahan pemotongan
betina produktif dari hulu sampai dengan hilir dan menyamakan
persepsi pengendalian betina produkif.
Peserta terdiri dari Dinas yang membidangi fungsi Kesmavet di
Kabupaten/Kota, unsur Kepolisian, Kepala RPHR di Kabupaten/Kota.

Pertemuan Tingkat Kabupaten/Kota


Sosialisasi pencegahan pemotongan betina produktif di 40
Kabupaten/Kota.
Tujuan peningkatan pengetahuan dan kesadaran, sosialisasi aturan
dan pedoman pelarangan pemotongan betina produktif, kelengkapan
SKSR untuk ternak yang akan di potong di RPH, sosialisasi kegiatan
pengawasan yg bekerjasama dengan Polri, pedoman umum UPSUS
Siwab.

4
Target peserta adalah petugas di Dinas Kabupaten/Kota, Kepala RPH-
R, dan Kepolisian, Satpol PP, Jagal, dan tokoh masyarakat.

2. Bimbingan Teknis Pengawas Kesehatan Masyarakat Veteriner


(Kesmavet)
Kegiatan ini untuk 134 Kabupaten/Kota terpilih dari 17 provinsi yang
dilaksanakan di 8 provinsi. Kegiatan dalam bentuk pertemuan, diskusi dan
simulasi terkait mekanisme teknis pelaksanaan pengawasan dan pelaporan
hasil pelaksanaan pengawasan secara berkala di tingkat pejagal/pengumpul
ternak.
a. Tujuan
Menyamakan persepsi dan langkah pengawas kesmavet dalam
pelaksanaan kegiatan pengendalian pemotongan betina produktif.
b. Sasaran
Meningkatnya kompetensi pengawas kesmavet dalam hal kemampuan
verifikasi dokumen dan teknik verifikasi status reproduksi di tempat
pengumpul/pejagal ternak.
c. Target Peserta
Peserta terdiri dari pengawas kesmavet atau petugas yang ditunjuk untuk
mengikuti bimtek dari lokasi terpilih.
c. Modul
Modul bimtek terdiri dari :
1) Kebijakan/regulasi bidang kesmavet (terkait SIWAB)
2) Refresh materi dasar pengawas kesmavet.
3) Pengenalan program Upsus SIWAB.
4) Strategi dan SOP Pengendalian Pemotongan Ternak Betina Produktif
5) Strategi dan SOP Pengawasan Pemotongan Ternak Betina Produktif
6) Manajemen Pengawasan Terpadu Pemotongan Ternak Betina
Produktif
7) Manajemen data dan Pelaporan Kegiatan
3. Pemeriksa Ante Mortem/Post Mortem dan Kesehatan Reproduksi

Bimbingan Teknis petugas pemeriksa AM/PM di 40 RPH, peningkatan


kemampuan teknis pemeriksaan status reproduksi di tingkat RPH,

Buku VI Pengendalian Pemotongan Betina Produktif 5


mekanisme pelaporan dan koordinasi hasil pemeriksaan. Kegiatan
Bimbingan Teknis (Bimtek) Ante Mortem/Post Mortem pelaksanaannya dibagi
menjadi dua regional.
a. Tujuan
Membekali Petugas RPH-R dengan teknis pemeriksaan Status
kesehatan reproduksi untuk menunjang pelaksanaan kegiatan
pengendalian pemotongan betina produktif.
b. Sasaran
Petugas medik dan paramedik di RPH-R memiliki kompetensi dalam
penentuan status reproduksi sapi/kerbau betina.
c. Target Peserta
Medik dan paramedik di RPH-R terpilih.
d. Modul
Modul bimtek terdiri dari :
1) Penyegaran materi dasar Pemeriksaan AM/PM.
2) Pemeriksaan status reproduksi dalam rangka kegiatan pengendalian
pemotongan betina produktif.
3) Manajemen data dan pelaporan

4. Training of Trainer (TOT) Pelaporan Data


Kegiatan ini berupa pelatihan pengelolaan data bagi Koordinator fungsi
Kesmavet/SMS gateway di 17 Provinsi.
a. Tujuan
Memberikan penyegaran pelaporan data pemotongan betina produktif.
b. Sasaran
Terwujudnya keterampilan petugas dalam pengumpulan dan
penyampaian data pencegahan pemotongan betina produktif.
c. Target Peserta
Koordinator Fungsi Kesmavet/SMS Gateway di 17 provinsi.
d. Modul
Modul SMS Gateway.

6
B. Pelaksanaan

1. Pengawasan di Hulu
Pengawasan dihulu dilakukan oleh Pengawas Kesmavet.
Operasional pelaksanaan pengawasan secara berkala di tingkat
pejagal/pengumpul ternak)
Pengawas Kesmavet melakukan pembinaan dan verifikasi SKSR pada
para Pejagal/pengumpul ternak serta memasilitasi pembuatan SKSR
dengan Dinas atau Puskeswan setempat.
Output kegiatan adalah data jumlah dokumen SKSR yang di verifikasi di
hulu (Jagal) sebagai salah satu prediksi sumber data pemotongan.
Kegiatan dilaksanakan di 134 Kabupaten/Kota di 17 Provinsi.

2. Pengawasan di Hilir
Pengawasan dalam rangka pengawalan pencegahan pemotongan
betina produktif oleh tim terpadu (Pengawas Kesmavet dan Kepolisian)
secara reguler di RPH. Pengawasan juga dilakukan terhadap Tempat
Pemotongan Hewan (TPH) yang pemotongan betina produktifnya
tinggi.
Kegiatan berupa verifikasi SKSR di RPH, pelaporan hasil pelaksanaan
kegiatan pemeriksaan, dan Pengawasan pemotongan di RPH dengan
melibatkan Kepolisian.
Output kegiatan adalah data pemeriksaan status reproduksi ternak
melalui verifikasi dokumen SKSR di RPH, dan data pemotongan betina
produktif.
Kegiatan dilaksanakan di 40 Kabupaten/Kota di 17 Provinsi.

Buku VI Pengendalian Pemotongan Betina Produktif 7


Lokasi kegiatan:

No Provinsi No Provinsi
1 Jawa Timur 10 Sulawesi Selatan
2 Jawa Tengah 11 Sumatera Barat
3 Jawa Barat 12 Sumatera Selatan
4 Bali 13 Riau
5 DI Yogyakarta 14 Kalimantan Barat
6 Jambi 15 Nusa Tenggara Barat

7 Bengkulu 16 Sulawesi Tenggara

8 Kalimantan Timur 17 Sulawesi Utara

9 Nusa Tenggara Timur

3. Bimbingan Teknis Operasional Pelaporan Data Pemotongan


Tujuan kegiatan ini untuk memberikan penyegaran pelaporan harian
data pemotongan betina produktif.
Pelatihan teknis petugas pelapor data pemotongan dan operasional
pelaporan data di 17 Provinsi.
Peserta adalah petugas pelapor data.

4. Pembinaan Pencegahan dan Penegakan Hukum Pemotongan Betina


Produktif
Tujuan adalah melakukan pengawasan, pencegahan dan
penegakan hukum pemotongan ternak betina produktif.
Target Petugas Dinas, Kepala RPH-R, Jagal, Pegawai Jagal,
Pedagang Ternak, dan Masyarakat.
Merupakan kegiatan yang secara intensif dilaksanakan di daerah
terpilih dan dikelola secara terkoordinatif antar unit kerja terkait di
bidang penegakan hukum.

8
BAB III
JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN

Rencana Kegiatan
No Uraian Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Penetapan dan
X
Sosialisasi Pedum
2 Persiapan X X X
3 Pelaksanaan Kegiatan X X X X X X X X
X X
4 Monitoring, Evaluasi
dan Pelaporan X X X
X X X X X X X

Buku VI Pengendalian Pemotongan Betina Produktif 9


BAB IV
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN

A. MONITORING DAN EVALUASI


Monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan pengendalian betina
produktif dilakukan secara reguler oleh Tim dari Pusat dan Provinsi ke daerah
binaan secara periodik dapat dilakukan sewaktu-waktu.
Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan untuk melihat implementasi program
pengendalian betina produktif di lapangan, mengetahui kendala atau
permasalahan yang dihadapi dan melakukan langkah-langkah perbaikan yang
diperlukan. Hasil kegiatan monitoring dan evaluasi didokumentasikan dalam
laporan untuk dijadikan bahan masukan terhadap perbaikan kebijakan yang
akan diputuskan kemudian dalam rangka mensukseskan program pengendalian
betina produktif.

B. PELAPORAN
Pelaporan secara berkala sangat penting dilakukan untuk mengetahui dan
memonitor pelaksanaan program pengendalian betina produktif. Laporan
dilakukan melalui iSIKHNAS dan laporan tertulis. Pelaksanaan pelaporan tertulis
dilakukan secara berjenjang dimulai dari RPH kepada pihak Dinas
Kabupaten/Kota yang kemudian melaporkan kepada Dinas Provinsi. Hasil
laporan dari Dinas Kabupaten/Kota kemudian dilaporkan oleh Dinas Provinsi ke
Pusat.

10
11
12
SISTEM MONEV DAN PELAPORAN
UPSUS SIWAB 2017

SISTEM MONEV DAN PELAPORAN


UPSUS SIWAB 2017

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
2017

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN


KEMENTERIAN PERTANIAN
2017

Buku VII Sistem Monev Dan Pelaporan UPSUS SIWAB


DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................. 1
DAFTAR ISI .................................................................................. 2
ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

BAB 1. Latar Belakang ...............................................................................
I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
3
2. Tujuan
Latar dan.......................................................................................
Belakang Sasaran ...................................................................... 2
3
3. Keluaran
Tujuan .........................................................................................
.................................................................................................... 3
4
4. Dasar
Sasaran Pelaksanaan ........................................................................
.................................................................................................. 3
4
5. Konsep
Definisi dan Definisi ......................................................................
................................................................................................... 3
4
Mekanisme Pengendalian Betina Produktif ........................................... 5
BAB II GAMBARAN UMUM ........................................................................ 5
BAB III
BAB ORGANISASI UPSUS
II PELAKSANAAN SIWAB............................................................
KEGIATAN ......................................................... 7
8

A. 1. Organisasi
Persiapan Upsus Siwab Pusat .....................................................
............................................................................................... 8
7
1. 2.Sosialisasi
OrganisasiKebijakan
Upsus Siwab
dan Provinsi
Programdan Kabupaten/Kota ...............
................................................ 12
7
2. 3.Bimbingan
Kerjasama Teknis
dengan TNI/POLRI ......................................................
Pengawas Kesehatan Masyarakat Veteriner 12
8
4.(Kesmavet) .....................................................................................
Simpul-simpul Operasional Kelembagaan Upsus Siwab .............. 12
3. 5.Pemeriksa Ante Mortem/Post
Operasionalisasi Mortem
Upsus Siwab ......................................................
dan Kesehatan Reproduksi.. 9
13
BAB 4. TrainingMONITORING,
IV SISTEM of Trainer (TOT) PelaporanDAN
EVALUASI, .......................................
DataPELAPORAN ................ 9
15
B.
Pelaksanaan ............................................................................................
1. Prinsip Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan .................................. 10
15
1. 2.Pengawasan di Hulu ........................................................................
Monev dan Pelaporan Capaian Kinerja Program dan Kegiatan 10
2. Pengawasan Hilir .........................................................................
Upsus Siwabdi................................................................................. 15
10
3. 3.Operasional Data Pemotongan
Monev dan Pelaporan Capaian .....................................
Kinerja Program Upsus Siwab .... 11
15
4. 4.Pembinaan Pencegahan
Monev dan Pelaporan dan Kinerja
Capaian Penegakan Hukum
Kegiatan Pemotongan
Upsus Siwab .... 11
17
5.Betina Produktif
Titik Kritis ..............................................................................
Proses Bisnis Sistem Monev dan Pelaporan ................. 19
BAB III JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN ...........................................
PENUTUP 12
21
BAB IV MONITORING, EVALUASI, DAN PELAPORAN ............................. 13

ii
-2-

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pangan merupakan kebutuhan dasar utama manusia yang pemenuhannya
merupakan bagian dari hak asasi setiap rakyat Indonesia. Pangan senantiasa
harus tersedia secara cukup, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga
yang terjangkau daya beli masyarakat, serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat. Negara berkewajiban mewujudkan
ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhannya, baik pada tingkat nasional
maupun daerah hingga perseorangan, secara merata di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu, dengan memanfaatkan sumber
daya, kelembagaan, dan budaya lokal.
Penyediaan pangan bukan hal yang mudah bagi Indonesia dengan jumlah
penduduk 255,46 juta jiwa tahun 2015 dan diperkirakan mencapai 305,65 juta jiwa
pada tahun 2035. Banyak tantangan dihadapi, dalam periode tersebut Indonesia
juga mengalami arus urbanisasi yang cukup tinggi, diperkirakan pada tahun 2035
penduduk perkotaan mencapai 66,6 persen, dibandingkan kondisi pada tahun 2015
sebesar 53,3 persen.
Bila ditinjau dari sumber asalnya, bahan pangan hayati terdiri dari bahan pangan
nabati (asal tumbuhan) dan bahan pangan hewani (asal ternak dan ikan). Bahan
pangan hewani yang berasal dari ternak adalah daging, telur dan susu yang
berfungsi sebagai sumber zat gizi,utamanya protein dan lemak. Berdasarkan data
tahun 2009-2014, konsumsi daging, utamanya ruminansia,menunjukkan
peningkatan sebesar 18,2% dari 4,4 gram/kap/hari pada tahun 2009 menjadi 5,2
gram/kap/hari pada tahun 2014.Dilain pihak dalam kurun waktu yang sama
penyediaan daging sapi lokal rata-rata baru memenuhi 65,24% kebutuhan total
nasional. Sehingga kekurangannya masih dipenuhi dari impor, baik berupa sapi
bakalan maupun daging beku.
Menghadapi tantangan tersebut, Pemerintah perlu menyusun program peningkatan
produksi daging sapi/kerbau dalam negeri, menggunakan pendekatan yang lebih
banyak mengikutsertakan peran aktifmasyarakat. Mulai tahun 2017, Pemerintah
menetapkan upaya khusus percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau
bunting yang dikenal dengan Upsus Siwab. Dengan upaya khusus ini sapi/kerbau
betina produktif milik peternak dipastikan dikawinkan, baik melalui inseminasi
buatan maupun kawin alam. Pada tahun 2017 dari 5,9 juta ekor sapi/kerbau betina
produktif, telah ditargetkan minimal 4 juta ekor akseptor, dengan target kebuntingan
minimal 3 juta ekor.
Untuk mengawal pencapaian sasaran program, Pemerintah telah menerbitkan
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/PK.210/10/2016, tentang Upaya
Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting. Selain itu,
untuk mengawal operasionalisasinya di lapangan, telah diterbitkan Kepmentan
Nomor 656/Kpts/OT.050/10/2016, tentang Kelompok Kerja Upaya Khusus
Buku VII Sistem Monev Dan Pelaporan UPSUS SIWAB 1
-3-

Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting, Keputusan Menteri


Pertanian Nomor 7589/Kpts/F/10/2016, tentang Sekretariat Kelompok Kerja Upus
Siwab, dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 7659/Kpts/OT.050/F/11/2016,
tentang Tim Supervisi Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan
Kerbau Bunting.
Menyadari bahwa program tersebut melibatkan masyarakat peternakan dalam arti
luas, baik peternak, petugas lapangan, penyedia jasa, pelaku usaha, dan
pemerintah daerah, maka untuk dapat memantau tingkat kinerja capaian program
dan kinerja kegiatan, perlu disediakan pedoman pelaksanaansistem monitoring,
evaluasi dan pelaporan Upsus Siwab.
Dalam pedoman teknis ini diatur tentang mekanisme dan pengorganisasian monev
dan pelaporan kinerja program Upsus Siwab, yang memungkinkan dapat
dipantaunya perkembangan jumlah akseptor yang dikawinkan, jumlah kebuntingan,
dan kelahiran sapi/kerbaudi wilayah tertentu secara harian. Selain itu, juga diatur
mekanisme dan pengorganisasian monev dan pelaporan kinerja kegiatan Upsus
Siwab yang mencakup:
1. Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat;
2. Penanganan Gangguan Reproduksi;
3. Produksi semen beku, inseminator kit, dan penyediaan SDM beserta
operasionalnya
4. Distribusi dan Ketersediaan Semen Beku, N2 Cair, dan Kontainer ;
5. Pengendalian Pemotongan Sapi/Kerbau Betina Produktif di RPH
Untuk memberikan pemahaman yang utuh tentang Upsus Siwab, dalam pedoman
ini juga diuraikan: (1) Gambaran umum Upsus Siwab yang mencakup alur kerja; (2)
Organisasi, yang mencakup tugas, ruang lingkup operasionalisasi, dan simpul-
simpul operasional kelembagaan; dan (3) Manual penggunaan instrumen monev.

1.2. Tujuan dan Sasaran


1. Tujuan
a. Menyediakan standar prosedur baku monitoring, evaluasi dan
pelaporan Program Upsus Siwab.
b. Mendapatkan data jumlah akseptor yang di IB, kebuntingan dan,
kelahiran Program Upsus Siwab.
c. Mendapatkan informasi capaian kinerja aspek teknis pendukung
program Upsus Siwab

2. Sasaran
Sasaran pengguna pedoman teknis ini adalah Pemerintah, UPT Pusat dan
pemerintah daerah yang melaksanakan fungsi peternakan dan kesehatan
hewan di provinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia.

2
-4-

1.3. Keluaran
1. Terpantau dan terlaporkannya 4 juta ekor akseptor sapi/kerbau nasional
untuk di IB

2. Terpantau dan terlaporkannya kebuntingan IB 3 juta ekor


3. Terpantau dan terlaporkannya kinerja aspek teknis pendukung Upsus
Siwab

1.4. Dasar Pelaksanaan


1. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian
2. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/PK.210/10/2016 tentang
Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau
3. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 656/Kpts/OT.050/10/2016 tentang
Kelompok Kerja Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan
Kerbau Bunting
4. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 7589/Kpts/F/10/2016 tentang
Sekretariat Kelompok Kerja Upus Siwab
5. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 7659/Kpts/OT.050/F/11/2016 tentang
Tim Supervisi Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan
Kerbau Bunting

6. DIPA Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2017

1.5. Konsep dan Definisi


Dalam Pedoman pelaksanaan Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
Upsus Siwab ini yang dimaksud dengan:
1. Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting
yang selanjutnya disebut UPSUS SIWAB, adalah kegiatan yang terintegrasi
untuk percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau secara berkelanjutan.
2. Inseminasi Buatan, yang selanjutnya disingkat IB, adalah teknik memasukkan
mani atau semen ke dalam alat reproduksi ternak betina sehat untuk dapat
membuahi sel telur dengan menggunakan alat inseminasi.
3. Inseminator adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan
keterampilan khusus untuk melakukan IB.
4. Asisten Teknis Reproduksi, yang selanjutnya disebut ATR, adalah petugas
yang telah dididik dan lulus dalam latihan keterampilan dasar manajemen
reproduksi.
5. Petugas Pemeriksa Kebuntingan, yang selanjutnya disebut Petugas PKb,
adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan keterampilan
khusus untuk melakukan pemeriksaan
pemeriksaan kebuntingan.
kebuntingan

Buku VII Sistem Monev Dan Pelaporan UPSUS SIWAB 3


-5-

6. Akseptor adalah ternak sapi/kerbau betina produktif yang dimanfaatkan untuk


inseminasi buatan dan kawin alam
7. Akseptor yang di IB adalah jumlah ternak sapi/kerbau betina produktif yang
telah diinseminasi buatan
8. Capaian Kinerja Kegiatan adalah output yang dihasilkan dari
operasionalisasikegiatan teknis pendukung Upsus Siwab, yang mencakup: 1)
Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat; 2) Penanganan
Gangguan Reproduksi; 3) Produksi semen beku, inseminator kit, dan
penyediaan SDM beserta operasionalnya ; 4) Distribusi dan Ketersediaan
Semen Beku, N2 Cair, dan Kontainer ; 5) Pengendalian Pemotongan
Sapi/Kerbau Betina Produktif di RPH
9. Capaian Kinerja Program adalah outcome yang dihasilkan dari Upsus Siwab
yaitu jumlah sapi/kerbau yang di IB, bunting dan lahir.

4
-6-

II. GAMBARAN UMUM

Konsumsi pangan hewani, utamanya daging ruminansia, meningkat signifikan pada


periode 2009-2014. Data statistik menunjukkan terjadi peningkatan 18,2%, dari 4,4
kg/kap/tahun pada tahun 2009 menjadi 5,2 kg/kap/tahun pada tahun 2014.
Meskipun konsumsi terus meningkat,namun belum diikuti oleh peningkatan
produksi daging sapi/kerbau dalam negeri. Ketersediaan daging sapi lokal rata-rata
baru memenuhi 65,24% dari kebutuhan total nasional, sehingga berdampak
padapeningkatan volume impor baik berupa sapi bakalan maupun daging beku.
Kondisi tersebut mendorong Pemerintah untuk mengoptimalkan sumber daya
dalam negeri dalammeningkatkan populasi dan produksi ternak sapi/kerbau melalui
upaya khusus. Meskipun partisipasi konsumsi daging sapi/kerbau oleh masyarakat
hanya 16,16% (Soedjana, 2013),namun dapat memicu munculnya isu
perekonomian berskala nasional pada saat ketersediaan komoditas tersebut
diisukan langka dan menjadi penyebab naiknya harga daging sapi.
Salah satu strategi meningkatkan produksi daging sapi/kerbau dalam negeri adalah
meningkatkan populasinya, antara lain dengan memastikan sapi/kerbau betina
dewasa akseptor dibuntingkan utamanya menggunakan teknik inseminasi buatan,
yang sebenarnya sudah lama dikenal dan diterapkan di provinsi-provinsi sentra
sapi dengan sistem pemeliharaan intensif. Untuk optimalnya upaya tersebut secara
bersamaan juga diikuti peningkatan kualitas unsur-unsur yang berpengaruh
terhadap keberhasilan IB yaitu peternak, akseptor, semen beku, dan inseminator.
Pengetahuan peternak tentang manajemen pemeliharaan, sanitasi dan hygiene
kandang, pemberian pakan, manajemen kesehatan, dan pengenalan birahi terus
ditingkatkan. Selain itu akseptornya memenuhi persyaratan antara lain BCS
Optimum (3,0 3,5), sehat fisik, fertil, birahi normal dan dipenuhinya pakan pasca
IB. Kualitas semen beku memenuhi persyaratan produksi SNI, dan/atau
Persyaratan Teknis Minimal, dan rantai beku (produksi, penyimpanan dan
transportasi). Tidak kalah penting adalah kualitas inseminator dalam hal
keterampilan, pengenalan birahi, sanitasi alat, handling semen beku, dan thawing
yang benar perlu dikuasai.
Dalam menghitung perkiraan populasi dan jumlah akseptor sapi/kerbau tahun 2017
digunakan basis data hasil Sensus Pertanian tahun 2013 (ST 2013). Secara
nasional perkiraan total populasi sapi/kerbau betina dewasa (umur 2-8 tahun) pada
tahun 2017 sebesar 5,9 juta ekor. Dari jumlah tersebut yang diperkirakan menjadi
akseptor real 70% atau setara 4 juta ekor. Melalui upaya khusus, dari 4 juta
akseptor tersebut target kebuntingannya 73% atau setara dengan 3 juta ekor.
Struktur populasi sapi dan kerbau tahun 2017 disajikan pada Tabel 1 berikut.

Buku VII Sistem Monev Dan Pelaporan UPSUS SIWAB 5


-7-

Tabel 1. Struktur Populasi Sapi dan Kerbau Tahun 2017


No Jenis Total Populasi Populasi Betina Sistem
(ekor) Dewasa 2-8 th (ekor) Perkawinan
1 Sapi Potong 13.597.154 5.622.835 IB dan KA
2 Sapi Perah 472.000 296.086 IB
3 Kerbau 1.127.000 452.622 KA
Jumlah Potensi Akseptor (1+2) 5.918.921
Ket:
a. Dari total potensi akseptor 5.918.921 ekor, yang diperkirakan menjadi akseptor
riil 70% atau setara 4 juta ekor.
b. Dari total akseptor riil 4 juta ekor, ditargetkan tingkat kebuntingan 73% atau
setara 3 juta ekor.
Untuk memastikan sasaran 4 juta akseptor dengan 3 juta kebuntingan dapat
direalisasi pada tahun 2017, Kementerian Pertanian telah menerbitkan Permentan
Nomor 48 Tahun 2016 tentang Upaya khusus percepatan peningkatan populasi
sapi/kerbau bunting (Upsus Siwab). Dalam Permentan tersebut diatur tentang
percepatan peningkatan populasi, organisasi pelaksana, dan pendanaan; yang
merupakan pedoman umum untuk diacu dalam pelaksanaannya di lapangan baik di
Pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
Dari empat juta ekor akseptor IB sasaran Upsus Siwab 0,3 juta akseptor dipelihara
secara ektensif di NTT, NTB, Papua, Maluku, Sulawesi, Aceh, dan Kalimantan
Utara (dari total populasi betina dewasa 0,7 juta ekor); 2,9 juta akseptor yang
dipelihara secara intensif di pulau Jawa, Bali, dan Lampungdari total populasi
betina dewasa 3,3 juta ekor; dan 0,8 juta ekor akseptor yang dipelihara semi intesif
di Sulawesi Selatan, Pulau Sumatera, dan Kalimatan (dari total populasi betina
dewasa 1,9 juta ekor). Untuk keberhasilan Upsus Siwab di daerah ekstensif perlu
jaminan ketersediaan pakan (2.600 Ha penanaman rumput dan legum), jaminan
ketersediaan air, dan pencegahan penyakit (obat dan vaksin). Sedangkan di daerah
intesif di dukung oleh 10.400 Ha lokasi yang ditanami rumput dan legum,
penanggulangan gangguan reproduksi, penyediaan 8 juta dosis semen beku,
penyediaan N2 cair dan kontainer, penyediaan tenaga inseminatar, PKb, dan ATR
bersertifikat kompetensi serta penyelamatan betina produktif. Sedangkan
pemeliharaan semi intensif didukung oleh kombinasi faktor-faktor di daerah
ekstensif serta intensif, yang selengkapnya diuraikan pada Gambar 1 tentang Alur
Kerja Upsus Siwab Tahun 2017

6
-8-

Gambar 1. Alur Kerja Upsus Siwab Tahun 2017

Buku VII Sistem Monev Dan Pelaporan UPSUS SIWAB 7


-9-

III. ORGANISASI UPSUS SIWAB


III. ORGANISASI UPSUS SIWAB
Di dalam Permentan Nomor 48 Tahun 2016 pasal 31, organisasi pelaksana Upsus
Di dalam Permentan Nomor 48 Tahun 2016 pasal 31, organisasi pelaksana Upsus
Siwab terdiri dari Kelompok Kerja Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Kelompok
Siwab terdiri dari Kelompok Kerja Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Kelompok
kerja pusat
kerja pusat ditetapkan
ditetapkan oleh Menteri
oleh Menteri Pertanian,Pertanian,
sedangkan sedangkan provinsi dan
provinsi dan kabupaten/kota
kabupaten/kota masing-masing
masing-masing ditetapkan ditetapkandan
oleh Gubernur oleh Gubernur dan Bupati/Walikota.
Bupati/Walikota.
3.1Organisasi
3.1 Organisasi Upsus
Upsus Siwab
Siwab Pusat
Sebagai tindaklanjut pasal 31 (1) Permentan 48 Tahun 2016, di pusat telah
diterbitkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 656/Kpts/OT.050/10/2016
tentang Kelompok Kerja (Pokja) Upaya Khusus Percepatan Peningkatan
Populasi Sapi/Kerbau Bunting, yang didalamnya diatur susunan Tim Pengarah
dan Tim Pelaksana Upsus Siwab. Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan
Upsus Siwab yang dikoordinasi oleh Pokja Upsus Siwab, Menteri Pertanian
menerbitkan dua Keputusan Menteri yaitu Keputusan Nomor
7589/Kpts/F/10/2016, tentang Sekretariat Pokja Upsus Siwab dan Kepmentan
Nomor 7659/Kpts/OT.050/F/11/2016, tentang Tim Supervisi Upaya Khusus
Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting. Organisasi Upsus
Siwab selengkapnya disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Organisasi Upsus Siwab

8
- 10 -
- 10 -

1. Kelompok Kerja (Pokja) Upsus Siwab


1. Pokja
Kelompok
UpsusKerja (Pokja)
Siwab Upsus Siwab
ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor
Pokja
656/Kpts/OT.050/10/2016. Pokja UpsusKeputusan
Upsus Siwab ditetapkan melalui Menteri
Siwab terdiri Pertanian
dari Tim PengarahNomor
dan
656/Kpts/OT.050/10/2016. Pokja Upsus Siwab terdiri dari Tim
Tim Pelaksana. Tim pengarah diketuai oleh Menteri Pertanian denganPengarah dan
Tim Pelaksana.
anggota 8 eselon I Tim pengarahPertanian.
Kementerian diketuai oleh Menteri Pertanian
Tim pelaksana dengan
diketuai oleh Staf
anggota 8 eselon I Kementerian Pertanian. Tim pelaksana diketuai
Ahli Menteri Pertanian Bidang Investasi Pertanian, dengan anggota 28 oleh Staf
Ahli Menteri
Eselon Pertanian
II. Pada Gambar 3 Bidang Investasi
disajikan Pertanian,
Bagan Pokja Upsusdengan
Siwab. anggota 28
Eselon II. Pada Gambar 3 disajikan Bagan Pokja Upsus Siwab.

Gambar 3. Tim Pokja Upsus Siwab


Gambar 3. Tim
Tugas Pokja PokjaSiwab:
Upsus Upsus Siwab
Tugas Pokja Upsus Siwab:
Tim Pengarah : memberikan arahan atas pelaksanaan Upsus Siwab
Tim Pengarah : memberikan arahan atas pelaksanaan Upsus Siwab
Tim Pelaksana:
Tim Pelaksana:
a. Merencanakan operasional kegiatan Upsus Siwab dengan peningkatan
a. Merencanakan operasional
kelahiran sapi dan kegiatan
kerbau melalui IB danUpsus
KA Siwab dengan peningkatan
kelahiran sapi dan
b. Mengidentifikasi kerbau
calon melalui
lokasi, IB danakseptor,
peternak, KA dan petugas
b. Mengidentifikasi calon lokasi, peternak, akseptor,
c. Menyusun laporan periodik bulanan pelaksanaan Upsus dan petugas
Siwab
c. Melaksanakan
d. Menyusun laporan periodikpedoman
sosialisasi bulanan pelaksanaan Upsus Siwab
d. Melaksanakan
2. Sekretariat Upsus sosialisasi
Siwab pedoman
2. Sekretariat Upsus Siwab
Sekretariat Upsus Siwab ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pertanian
2. Nomor 7589/Kpts/F/10/2016.
Sekretariat
Sekretariat Upsus
Upsus Siwab Sekretariat
Siwab ditetapkan UpsusKeputusan
melalui Siwab diketuai olehPertanian
Menteri Direktur
Perbibitan
Sekretariat dan Produksi
Upsus SiwabTernak,
Nomor 7589/Kpts/F/10/2016. dengan
ditetapkan wakilKeputusan
melalui
Sekretariat Upsus ketua Sekretaris
Siwab Menteri
diketuai Direktorat
olehPertanian
Direktur
Jenderal
Nomor PKH. Dalam melaksanakan
7589/Kpts/F/10/2016.
Perbibitan dan Produksi Ternak, Sekretariat tugasnya
denganUpsus Ketua
wakil Siwab Sekretariat
ketua diketuai
Sekretaris Upsus
olehDirektorat
Direktur
Siwab
Jenderaldibantu
Perbibitan dan2Produksi
PKH. (dua)
Dalamorang sekretaris,
Ternak,
melaksanakandengan empat
wakil (4)
tugasnya bidang
ketua
Ketua dan tenaga
Sekretaris
Sekretariat ahli.
Direktorat
Upsus
Pada
SiwabGambar
Jenderal PKH.42berikut
dibantu (dua) ini
Dalam disajikan
melaksanakan
orang Bagan
sekretaris, Sekretariat
tugasnya
empat Pokja
(4)Ketua
bidang Upsus
Sekretariat
dan Siwab
tenagaUpsus
ahli.
Siwab dibantu 2 (dua) orang sekretaris, empat (4) bidang dan
Pada Gambar 4 berikut ini disajikan Bagan Sekretariat Pokja Upsus Siwab 9 tenaga ahli.
Buku VII Sistem Monev Dan Pelaporan UPSUS SIWAB
Pada Gambar 4 berikut ini disajikan Bagan Sekretariat Pokja Upsus Siwab
- 11 -

KETUA
DIREKTUR PERBIBITAN DAN PRODUKSI
TERNAK

WAKIL
KETUA
(SESDITJEN SEKRETARIS I
PKH) (Drh. Maidaswar, M.Si)

SEKRETARIS I)
(Ir. Wignyo Sadwoko,
MM)

BIDANG BIDANG BIDANG BIDANG TENAGA


TEKNIS PELAPORAN ADMINISTRASI KEUANGAN AHLI

1. Drh. Kurnia Achyadi, MS;


2. Prof. Dr. Ir Luki Abdullah, M.Agr
3. Prof. Dr. Drh Bambang Sumiarto,
MSc;
4. Prof. Dr. Drh AA Gede Putra;
5. Prof. Sudirman Baco;
6. Prof. Dr. I Ketut Puja, MS;
7. Dr. Drh. M Hambali;
8. Drh. Agung Budianto, MP,Ph.D;
9. Drh Dwi Cipto, MS

Gambar 4 Sekretariat Upsus Siwab

Tugas Sekretariat Upsus Siwab


a. Ketua dibantu oleh Wakil dan bidang teknis memberikan arahan kepada
anggota dalam:
1) Mengkoordinasikan Penyusunan Pedoman Pelaksanaan Upsus Siwab;
2) Menyusun rencana kerja operasional kegiatan Upsus Siwab, termasuk
didalamnya penyusunan system dan prosedur pelaksanaan;
3) Melakukan sosialisasi program/kegiatan dan pedoman pelaksanaan
Upsus Siwab secara periodik;
4) Melakukan penata usahaan administrasi dan keuangan kegiatan
lingkup Sekretariat Upsus Siwab;
5) Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Upsus Siwab secara
periodik;
6) Menyusun laporan hasil pelaksanaan kegiatan Upsus Siwab

10
- 12 -

b. Bidang Teknis
Sebagai focal point dan mewakili Unit Kerja masing-masing sesuai dengan
tugas dan fungsinya, serta mempunyai tugas:
1) Menyiapkan Pedoman Pelaksanaan sesuai dengan tugas dan fungsi
masing-masing unit kerja;
2) Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan Upsus Siwab sesuai dengan
tugas dan fungsi masing-masing unit kerja;
3) Melakukan pembinaan dan pemantauan pelaksanaan kegiatan sesuai
dengan tugas dan fungsi masing-masing unit kerja;
4) Memberikan saran dan pertimbangan kepada Ketua, berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing
unit kerja.
c. Bidang Pelaporan mempunyai tugas:
1) Menghimpun laporan pelaksanaan kegiatan Upsus Siwab;
2) Melakukan koordinasi dengan semua unit kerja berkaitan dengan
laporan pelaksanaan kegiatan Upsus Siwab;
3) Menyiapkan laporan perkembangan pelaksanaan Upsus Siwab;
4) Menyusun laporan hasil pelaksanaan kegiatan Upsus Siwab.
d. Bidang Administrasi, mempunyai tugas:
1) Melakukan penatausahaan persuratan pada Sekretariat Upsus Siwab;
2) Menyiapkan pertemuan koordinasi pelaksanaan Upsus Siwab;
3) Mengagendakan seluruh hasil pertemuan.
e. Bidang Keuangan, mempunyai tugas:
1) Mengkoordinasikan keperluan keuangan pada lingkup Sekretariat
Upsus Siwab dengan Bagian Keuangan Ditjen Peternakan dan
Kesehatan Hewan;
2) Melakukan penatausahaan keuangan pada lingkup Sekretariat Upsus
Siwab;
3) Menyelesaikan SPJ keuangan pada lingkup Sekretariat Upsus Siwab;
f. Tenaga ahli:
Memberikan saran dan pertimbangan teknis dan ilmiah kepada Direktur
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan melalui Ketua Sekretariat
Upsus Siwab sebagai bahan dalam perumusan kebijakan.

3. Tim Supervisi Upsus Siwab


Tim Supervisi Upsus Siwab ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pertanian
Nomor 7659/Kpts/OT.050/F/11/2016.

Tugas Tim Supervisi Upsus Siwab:


a. Memverifikasi hasil identifikasi calon lokasi, peternak, akseptor, dan petugas
kegiatan Upsus Siwab;
b. Sosialisasi pedoman Upsus Siwab di wilayah yang menjadi
tanggungjawabnya; dan

Buku VII Sistem Monev Dan Pelaporan UPSUS SIWAB 11


- 13 -

c. Monitoring, Pendampingan, Konsultasi, Pelaporan periodik perminggu, dan


evaluasi pelaksanaan kegiatan Upsus Siwab di wilayah yang menjadi
tanggungjawabnya.

3.2 Organisasi Upsus Siwab Provinsi dan Kabupaten/Kota


Sesuai dengan amanat Permentan 48/2016 pasal 31 ayat (2) dan (3) bahwa
kelompok kerja provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh gubernur dan
bupati/walikota.

3.3 Kerjasama dengan TNI/POLRI


Sejalan dengan Upsus Padi, Jagung dan Kedelai (Pajale), pelaksanaan Upsus
Siwab juga bekerjasama dengan TNI dan POLRI. Kegiatan yang
dikerjasamakan dengan TNI/POLRI adalah kegiatan pendampingan Kelompok
Pengembangan Sapi Indukan Brahman Cross Impor Tahun 2016 dan
Pengendalian Pemotongan Sapi/Kerbau Betina Produktif di RPH. Koordinasi
kerjasama dengan TNI/POLRI diatur dalam pedoman tersendiri di bawah
koordinasi Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak, Pakan dan Kesmavet.

3.4 Simpul-simpul Operasional Kelembagaan Upsus Siwab


Di setiap jenjang (pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan) masing-
masing ditetapkan pengelola program Upsus Siwab, seperti telah diatur dalam
Permentan No. 48/2016 Pasal 31 membentuk simpul-simpul operasional
kelembagaan, baik vertikal maupun horizontal. Secara vertikal simpul
operasional di kecamatan melakukan koordinasi berjenjang dengan kabupaten,
provinsi dan Pusat. Sedangkan secara horizontal, kelembagaan di kecamatan
berada di Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) Terpadu yang dikelola oleh
petugas-petugas yang dapat terdiri dari unsur-unsur medik, paramedik,
inseminator, PKb, ATR, manager SPR, SMP-WP dan rekorder. Kelembagaan
di Kabupaten/Kota berada di bawah tanggung jawab pejabat di bidang PKH,
dan dikelola oleh unsur-unsur UPTD, wasbitnak, wastukan, dan koordinator
inseminator. Sedangkan kelembagaan operasional di provinsi dibawah
tanggung jawab dinas/bidang PKH yang diikuti oleh unsur-unsur UPTD dan
koordinator isikhnas. Simpul kelembagaan operasional di Pusat dikelola oleh
Sekretariat Pokja Upsus Siwab. Simpul-simpul koordinasi kelembagaan Upsus
Siwab di setiap jenjang disajikan pada Gambar 5.

12
- 14 -

Gambar 5. Simpul-simpul Koordinasi Kelembagaan Upsus Siwab

3.5 Operasionalisasi Upsus Siwab


Keberhasilan Upsus Siwab mencapai target kebuntingan 3 juta ekor sangat
ditentukan oleh enam aspek teknis dan manajemen. Kinerja pengeloaan
keenam aspek tersebut langsung berada di bawah tanggung jawab setiap
pejabat eselon II lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan, Kementan. Keenam aspek tersebut adalah:
1. Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat;
2. Penanganan Gangguan Reproduksi;
3. Produksi dan kecukupan semen beku standar SNI, serta ketersediaan dan
kecukupan tenaga inseminator, PKB dan ATR yang kompeten, dan
Introduksi IB di Wilayah Ekstensif;
4. Distribusi dan Ketersediaan Semen Beku, N2 Cair, dan Kontainer ;
5. Pengendalian Pemotongan Sapi/Kerbau Betina Produktif di RPH
6. Sistem monitoring, evaluasi dan pelaporan Upsus Siwab
Aspek Teknis dan Manajamen OperasionalisasiUpsus Siwab disajikan pada
Tabel 2.

Buku VII Sistem Monev Dan Pelaporan UPSUS SIWAB 13


- 15 -

Tabel 2 Aspek Teknis dan Manajemen Operasionalisasi Upsus Siwab


Tahun 2017
No Uraian Penanggung Jawab
1 Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak Direktur Pakan
dan Pakan Konsentrat
2 Penanganan Gangguan Reproduksi Direktur Keswan

3 Produksi semen beku, inseminator kit, Direktur Bibit dan Produksi


dan penyediaan SDM beserta
operasionalnya

4 Distribusi dan Ketersediaan Semen Direktur Pengolahan dan


Beku, N2 Cair, dan Kontainer Pemasaran Hasil Ternak
5 Pengendalian Pemotongan Direktur Kesmavet
Sapi/Kerbau Betina Produktif di RPH

6 Sistem monitoring, evaluasi dan Sekretaris Ditjen PKH dan


pelaporan Upsus Siwab Kapusdatin

14
- 16 -

IV. SISTEM MONITORING, EVALUASI, DAN PELAPORAN

4.1 Prinsip Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan


1. Terpantaunya perkembangan program dan kegiatan secara real time di
setiap jenjang;
2. Diupayakan kendala dan permasalahan lapangan dapat diselesaikan di
lapangan dan atau sesuai jenjang pada saat permasalahan teridentifikasi
3. Hasil monev Upsus Siwab dipastikan diketahui oleh personil dan/atau
penanggung jawab di setiap jenjang sesuai tanggung jawab penugasan dan
wilayah kerja di simpul-simpul operasional kelembagaan Upsus Siwab
secara real time.
4.2 Monev dan Pelaporan Capaian Kinerja Program dan Kegiatan Upsus
Siwab
Monitoring dan evaluasi (Monev) Upsus Siwab diarahkan untuk memantau
perkembangan: (1) capaian kinerja program dan (2) perkembangan kinerja kegiatan
di wilayah tertentu (Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Nasional).
Perkembangan capaian kinerja program mencakup: (1) jumlah akseptor yang telah
di IB; (2) jumlah sapi/kerbau bunting, dan (3) jumlah kelahiran. Laporan
perkembangan kinerja program dilakukan secara harian langsung oleh petugas
lapangan. Sedangkan cakupan perkembangan kegiatan meliputi: (1) Pemenuhan
Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat; 2) Penanganan Gangguan
Reproduksi; 3) Produksi semen beku, inseminator kit, dan penyediaan SDM
beserta operasionalnya; 4) Distribusi dan Ketersediaan Semen Beku, N2 Cair, dan
Kontainer ; 5) Pengendalian Pemotongan Sapi/Kerbau Betina Produktif di RPH.
Laporan perkembangan kinerja kegiatan dilakukan secara bulanan oleh
penanggung jawab di Kabupaten/Kota. Seluruh perkembangan kinerja Upsus
Siwab, baik kinerja program maupun kegiatan dilaporkan menggunakan sistem
monitoring dan evaluasi Upsus Siwab.
4.3 Monev dan Pelaporan Capaian Kinerja Program Upsus Siwab
Laporan Pemantauan perkembangan kinerja program Upsus Siwab menggunakan
instrumen yang dikembangkan dari iSIKHNAS. Hasil pemantauan perkembangan
capaian kinerja Upsus Siwab dilaporkan secara elektronik oleh Inseminator. Hal ini
memungkinkan secara vertikal penanggungjawab wilayah pada jenjang yang lebih
tinggi dapat memantau perkembangan jumlah sapi/kerbau yang telah di IB, bunting,
dan melahirkan di wilayah yang menjadi tanggungjawabnya secara bersamaan
pada saat/waktu petugas mengentry data kinerja. Masing-masing
penanggungjawab di setiap jenjang tersebut nantinya diberi username untuk
mengakses laporan perkembangan kinerja program Upsus Siwab. Dashboard
Sistem Pelaporan Program Upsus Siwab melalui iSIKHNAS disajikan pada Gambar
6.

Buku VII Sistem Monev Dan Pelaporan UPSUS SIWAB 15


- 17 -

Gambar 6. Dashboard Sistem Pelaporan Program Upsus Siwab melalui iSIKHNAS


Sistem monev dan pelaporan capaian kinerja program Upsus Siwab diintegrasikan
dengan Sistem Monitoring dan Pelaporan SMS
Kementan bersama-sama dengan Upsus lainnya (padi, jagung, kedele, cabe dan
bawang) dibawah koordinasi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
(Pusdatin). Tampilan Dashboard Sistem Monitoring dan Pelaporan SMS
Kementan disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Dashboard Sistem Monitoring dan Pelaporan SMS Kementan


Pelatihan pelaporan kinerja program Upsus Siwab dilaksanakan pada bulan
November 2016 Triwulan I 2017. Bagi petugas yang belum mendapat pelatihan
sampai dengan periode tersebut, pelaporan kinerja program Upsus Siwab
dilaksanakan melalui SMS, WhatsApp dan/atau email oleh petugas/penanggung
jawab pelaporan di masing-masing tingkat (kecamatan, kabupaten/kota, dan
provinsi).
Untuk daerah ekstensif dan semi intensif, selain melaporkan jumlah kebuntingan
dan kelahiran hasil IB, juga dilaporkan jumlah kebuntingan dan kelahiran hasil
introduksi IB di kawasan ekstensif. Laporan ini nantinya menjadi bagian dari
16
- 18 -

penilaian kinerja petugas. Alur pelaporan kinerja program Upsus Siwab disajikan
pada Gambar 8.
Mekanisme dan tata cara penggunaannya diuraikan pada Manual Sistem Monev
dan Pelaporan Upsus Siwab sebagai lampiran dari Pedoman Pelaksanaan ini.
Indikator untuk mengukur tingkat kinerja program Upsus Siwab disajikan pada
Lampiran 1.

Gambar 8. Alur Pelaporan Kinerja Program Upsus Siwab


4.4 Monev dan Pelaporan Capaian Kinerja Kegiatan Upsus Siwab
Laporan hasil pemantauan perkembangan capaian kinerja kegiatan aspek teknis
dan manajemen dilakukan secara bulanan dan dikoordinasikan oleh penanggung
jawab Upsus Siwab di kabupaten/kota. Pelatihan dan bimbingan teknis petugas
pelaporan kinerja kegiatan Upsus Siwab dikoordinasikan oleh masing-masing
fungsi teknis.
Laporan bulanan yang dikirimkan oleh Kabupaten/Kota menjadi bahan analisis di
Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Nasional yang menghasilkan rekomendasi yang
mengarah pada pencapaian sasaran kebuntingan. Rincian indikator kegiatan teknis
keberhasilan Upsus Siwab disajikan pada Tabel 3, sedangkan rincian target
capaian indikator kinerja kegatan diatur lebih lanjut dalam Pedoman Pelaksanaan
setiap aspek teknis. Alur pelaporan capaian kinerja kegiatan Upsus Siwab
disampaikan pada Gambar 9

Buku VII Sistem Monev Dan Pelaporan UPSUS SIWAB 17


- 19 -

Tabel 3. Indikator Kegiatan Teknis Upsus Siwab Tahun 2017


No Kegiatan IKU Rincian IKU
Teknis
Pemenuhan Peningkatan BCS 1. Penanaman dan pengembangan
Hijauan Pakan 1 poin tanaman pakan berkualitas
Ternak dan 2. Pemanfaatan pakan konsentrat untuk
Pakan meningkatkan produktivitas ternak
1 Konsentrat indukan yang mengalami gangrep
3. Jumlah sapi/kerbau yang mengalami
hypofungsi yang diberikan pakan
konsentrat
4. Data perbaikan nilai BCS
Penanganan Tingkat 1. Data ternak yang dilakukan
Gangguan kesembuhan pemeriksaan organ reproduksi
Reproduksi 60% 2. Data ternak dengan BCS 2
3. Data ternak dengan BCS 2
4. Data ternak yang disurveilans
berdasarkan anamnese
2
5. Data penanganan gangrep tahap I, II
dan III
6. Data Kesembuhan penangann gangrep
tahap I, II, dan III
7. Data ketidaksembuhan penanganan
gangrep tahap I, II, dan III
Produksi 1. Semen beku 1. Ketersediaan semen beku yang sesuai
semen beku, dan sarana IB dengan standar yang ditetapkan (BIB
inseminator kit, tepat jumlah, Nasional, BIBD tersertifikasi LS Pro dan
dan jenis dan BIBD Supporting)
penyediaan kualitas 2. Ketersediaan dan pemenuhan
SDM beserta 2. Petugas SDM kebutuhan petugas teknis IB
operasionalnya IB yang (Inseminator, PKb, dan ATR)
melakukan 3. Jumlah petugas teknis IB yang telah
3
pelayanan mengikuti pelatihan/ bimtek
4. Jenis dan jumlah sarana IB (kontainer,
N2 cair dan semen beku)
5. Aspek teknis IB (S/C, CR, Jumlah
pelayanan IB, Jumlah Akseptor)
6. Data IB dari ternak yang sembuh pada
penanganan gangrep I, II dan III (Dit Bit
Pro)
Distribusi dan Ketersediaan 1. Jumlah distribusi dan ketersediaan
ketersediaan semen beku dan semen beku dan N2 cair di lapangan
semen beku, N2 cair tepat 2. Ketersediaan kontainer sesuai dengan
N2 cair, dan waktu, jumlah jenis
kontainer dan lokasi
4
berkualitas
secara tepat
waktu, jumlah
dan jenis

Pengendalian Penurunan angka 1. Jumlah ternak yang diperiksa status


5
Pemotongan pemotongan reproduksinya di RPH
18
- 20 -

Pengendalian Penurunan angka 1. Jumlah ternak yang diperiksa status


5 Pemotongan pemotongan reproduksinya di RPH
Sapi/Kerbau betina produktif 2. Jumlah pemotongan di RPH
Betina 20% 3. Jumlah pemotongan betina produktif di
Produktif di RPH
RPH. 4. Jumlah pemotongan betina tidak
produktif di RPH
5. Jumlah petugas terlatih (petugas
pengawas kesmavet, pemeriksa Ante
Mortem/Post Mortem dan kesehatan
reproduksi, dan operasional pelaporan
data pemotongan)

KETUA DIREKTUR
PELAKSANA JENDERAL PKH
UPSUS SIWAB SEKRETARIA
T POKJA
UPSUS
SIWAB

DIR DIR DIR DIR DIR SESDITJE


BITPRO PAKAN KESWA KESMAV PPHNA N
N ET K

PROVINSI

PETUGAS
KAB/KOTA

Gambar 9. Alur Pelaporan Capaian Kinerja Kegiatan Upsus Siwab

4.5 Titik Kritis Proses Bisnis Sistem Monev dan Pelaporan


Beberapa titik kritis yang berpotensi mempengaruhi kualitas pelaporan kinerja
akibat tidak validnya data informasi hasil monev telah diidentifikasi untuk
diantisipasi dan dikendalikan, antara lain melalui bimbingan teknologi,
pendampingan, kontrol, koordinasi terencana, dan pembentukan forum komunikasi.
Titik-titik kritis implementasi Sistem Monev dan Pelaporan Upsus Siwab disajikan
pada Tabel 4 berikut.

Buku VII Sistem Monev Dan Pelaporan UPSUS SIWAB 19


- 21 -

Tabel 4 Titik Kritis dan Pengendalian Sistem Monev dan Pelaporan Upsus Siwab
Proses Uraian Risiko Pengendalian
Bisnis
Sistem 1 Data IB, kebuntingan dan
Monev dan kelahiran harian tidak valid
Pelaporan dan tidak up to date:
(1) Updating data lambat Bimtek dan pendampingan petugas
IB/petugas reproduksi dalam
melaporkan jumlah sapi yang di IB,
yang bunting dan yang lahir melalui
sms harian berbasis iSIKHNAS
(2) Laporan tidak benar Re-check identitas pemilik ternak
dan individu ternak
(3) Petugas recorder Kontrol periodik oleh petugas
kabupaten kurang aktif recorder di provinsi untuk
dilaporkan kepada dinas
kabupaten/kota
2 Data teknis pendukung
keberhasilan Upsus Siwab
tidak valid:
(1) Disharmoni pelaksanaan Sharing data dan informasi antar
kegiatan fungsi fungsi di semua jenjang (lapangan,
teknis/manajemen di kab/kota, provinsi dan pusat)
lapangan Koordinasi terjadwal memantau
perkembangan kinerja
(2) Integritas petugas Membentuk forum komunikasi
melaporkan data fungsi antar fungsi (teknis dan
manajemen) di semua jenjang
(nasional, provinsi, kabupaten/kota)

20
-1-

PENUTUP

Demikian Pedoman Pelaksanaan Upaya Khusus SIWAB ini disusun untuk dijadikan
acuan oleh pelaksana kegiatan baik di tingkat pusat maupun daerah dalam rangka
mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan di lapangan. Pedoman Pelaksanaan ini
bila dirasa perlu dapat di jabarkan lebih lanjut dalam bentuk petunjuk teknis oleh
Pelaksana Kegiatan.

Dengan adanya Pedoman Pelaksanaan ini, diharapkan semua pelaksana kegiatan di


Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kelompok Pelaksana serta Stakeholder dapat
melaksanakan seluruh tahapan kegiatan secara baik dan benar, menuju tercapainya
sasaran yang telah ditetapkan dengan mengacu pada ketentuan-ketentuan yang
berlaku.

DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN


DAN KESEHATAN HEWAN,

I KETUT DIARMITA
NIP. 19621231 198903 1 006

21
Kementerian
238 Pertanian
! Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan

Anda mungkin juga menyukai