Anda di halaman 1dari 3

Mister J uring-uringan, sebagai salah satu senior merasa tersinggung ketika tidak

dilibatkan dalam pengambilan keputusan di perusahaan yang dia duduk sebagai staf.
Mister J beranggapan sebagai seorang senior harus dilibatkan dalam semua diskusi
tentang proyek di perusahaannya, dia lupa bahwa dia hanyalah seorang anak buah,
bukan manajer. Dia paling doyan memaki kesana kemari seolah dirinya yang paling
benar di dunia dan semua yang ada dihadapannya adalah salah dan bodoh. Namun dia
tidak pernah mampu untuk memberikan solusi. Dalam kesehariannya dia normal seperti
staf yang lain, mencuri waktu dengan sosialitanya saat jam kerja, mencuri waktu untuk
tidak masuk dengan alasan kepentingan keluarga, pokoknya wajar wajar saja dan
tidaklah istimewa, sehingga sebagai teman Mister J, saya waktu itu masih menganggap
bahwa ini adalah hal yang wajar. Yah.. Mister J juga manusia biasa yang mungkin masih
dalam proses menuju kedewasaannya meskipun usianya tidak lagi remaja. Lambat laun
ternyata saya kena batunya juga. Waktu itu saya mendapatkan informasi tentang sebuah
lomba di internet yaitu lomba menulis yang diselenggarakan oleh salah satu instansi
pemerintah. Saya pikir ini adalah kesempatan yang baik. Siapa tahu dengan mengikuti
lomba menulis ini, saya menjadi sebagian dari masyarakat yang punya arti. Karena
menurut saya lomba ini baik maka saya informasikan via email ke beberapa rekan
termasuk Mister J. Ternyata beberapa saat kemudian datanglah balasan email dari Mister
J. Kalimatnya garang. Saya dianjurkan untuk berhati-hati dan tidak mengikuti lomba ini.
Menurut Mister J tidak baik kalau perusahaan dimana kami bernaung mengikuti lomba
menulis ini. Kalau mengikuti lomba menulis ini berarti kita tidak sesuai dengan ideologi
perusahaan. Begitu kata Mister J. Karena balasan Mister J yang cepat tersebut, saya
berasumsi bahwa Mister J tidak membaca lampiran email yang saya kirimkan. Asumsi
saya kalau Mister J membaca lampiran email yang saya kirimkan maka ia akan
menemukan bahwa lomba ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan ideologi. Ini
semata-mata lomba menulis biasa. Kemudian emailnya saya balas. Saya mencoba
menanyakan ke Mister J apakah ia sudah membaca lampiran email tersebut. Saya
terangkan asumsi saya tadi dengan lebih terperinci dengan bahasa yang cukup
sederhana. Ternyata tak berapa lama, datang lagi email Mister J. Isinya, "Justru karena
saya sudah membaca lampirannya maka saya sarankan untuk tidak mengikuti lomba ini"
begitu tulisannya dalam email. Karena tidak ingin memperpanjang, saya hanya
menjawab "terimakasih atas sarannya" dan akhirnya tidak ada jawaban email lagi dari
Mister J. Dalam keseharian kami bertegur sapa, ternyata saya makin menemukan
kejanggalan-kejanggalan dalam tutur kata Mister J. Dalam setiap diskusi ia berusaha
memberikan kesan tentang kepentingan perusahaan ternyata kalau kita simak baik-baik
tutur katanya, ia lebih banyak berkata-kata tentang dirinya sendiri. Intinya, semua
tentang kebenaran menurut versinya . Beberapa kali saya mencoba mengecek lewat
rekan-rekannya yang pernah bekerja sama dengan dia ternyata informasi yang saya
dapatkan agak mengejutkan bagi saya. Akhirnya sebagai seseorang dengan latar
belakang medis, saya mencoba menarik kesimpulan tentang situasi Mister J ini.
Kesimpulan saya, jangan-jangan ini adalah gejala awal dirinya mengidap apa yang
disebut dengan Waham. Kemudian saya mencoba menelusuri faktor-faktor apa yang
bisa menyebabkan seseorang itu menderita gejala awal Waham. Ternyata ada faktor
predisposisi. Faktor predisposisi ini terdiri dari faktor biologis, faktor genetik, faktor
psikologis, dan sosial budaya. Faktor biologis menyangkut apakah ada gangguan
perkembangan otak, apakah ada gangguan tumbuh kembang. Faktor genetik adalah
faktor yang diturunkan yaitu apakah ada riwayat gangguan kejiwaan dalam keluarga.
Faktor psikologis terdiri dari: ibu/ pengasuh yang over protektif, dingin, dan tidak
sensitif. Selain itu adanya hubungan dengan ayah yang tidak dekat atau kurang perhatian
atau bisa juga mendapatkan perhatian yang berlebihan dari sang ayah. Sedangkan faktor
sosial budaya terdiri dari: stress yang menumpuk, hubungan sosial yang tidak harmonis,
dan kemiskinan. Selain faktor di atas, juga ada faktor lainnya seperti faktor presipitasi
antara lain karena dipacu oleh zat kimia tertentu, kecemasan yang ekstrim yang disertai
dengan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi masalah. Wah..kira-kira faktor apa
yang mempengaruhi Mister J ya? Saya mencoba mendalami masa lalu Mister J.
Tepatnya, masa kecilnya. Mister J ini dikenal takut sekali dengan yang namanya ikan.
Konon, menurut penuturan Mister J, dirinya pernah direndam di kolam ikan oleh ibunya.
Sampai sekarang Mister J tidak berani makan ikan. Saya sendiri masih agak kabur soal
apa alasan ibunya merendam Mister J kecil dalam kolam ikan tersebut. Ketika
ditanyakan ke Mister J, jawabannya selalu berubah-ubah. Oh iya, Mister J juga
kehilangan figur ayah pada masa remajanya. Mungkin ini juga salah satu faktor yang
menyebabkan munculnya gejala Waham pada Mister J. Semakin saya telusuri, saya
semakin yakin bahwa apa yang terjadi pada Mister J mungkin baru tahap awal dari
sebuah Waham. Bisa saja ini berlanjut sampai ke level skizofrenia atau bisa dicegah jika
ada pihak-pihak yang bisa membantu Mister J menyadarinya. Terus bagaimana cara
membantu Mister J ini? Karena ini masih gejala, caranya gampang saja. Pertama,
bangunlah hubungan saling percaya. Walau ini sulit tapi worth to try. Dengan saling
percaya tentu makin lama akan makin banyak sharing yang kita dengarkan darinya.
Jangan berkomentar yang menolak ataupun membenarkan isi waham tersebut. Kedua,
bantu dia mengidentifikasi kemampuan nyata yang ia miliki. Ini yang sekarang saya
coba terapkan dalam interaksi saya dengan Mister J. Dalam kehidupan sehari-hari, kita
pasti sering bertemu dengan orang-orang seperti Mister J. Atau mari kita coba selidiki
dulu tabiat kita dalam berinteraksi dengan sesama. Apakah ada gejala-gejala seperti
Mister J yang telah kita tunjukkan selama ini? Kalau ada, segeralah atasi. Yang jelas,
mari sama-sama kita waspadai gejala-gejalanya dan sebisa mungkin mengatasinya
sebelum menjadi serius dan merugikan diri kita sendiri maupun orang lain.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com

Anda mungkin juga menyukai