Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumbatan saluran kemih yang disebabkan oleh pyelonephritis dapat


menghasilkan kumpulan dari sel darah putih, bakteri, dan debris pada ginjal
yang kemudian menjadi pyonefrosis. Pyonefrosis merupakan infeksi pada
sistem pengumpul ginjal. Pus berkumpul di pelvis ginjal dan menyebabkan
distensi dari ginjal. Pada situasi seperti ini, pasien dapat dengan cepat terjadi
sepsis. Jadi, mengenali lebih awal dan penatalaksaan infeksi akut pada ginjal,
terutama pada pasien dengan kecurigaan obstruksi saluran kemih, menjadi
sangat penting.

Pasien - pasien dengan pyonephrosis yang tidak diketahui pada tahap awal
akan cepat memburuk dan timbul syok septik. Sebagai tambahan dari resiko
kematian akibat syok septik, komplikasi lain dari diagnosis dan penanganan
yang terlambat dari pyonephrosis adalah kerusakan ireversibel dari ginjal
sehingga memerlukan tindakan nephrectomy. Penanganan infeksi pada pasien
dengan obstruksi ginjal tidak cukup dengan antibiotik dan memerlukan
intervensi pembedahan.

Pyonephrosis jarang terjadi, dan insidensinya tidak pernah dilaporkan.


Resiko pyonephrosis meningkat pada pasien - pasien dengan obstruksi traktus
urinarius bagian atas sekunder dari penyebab yang berbeda (batu, tumor,
obstruksi ureteropelvik junction). Pyonephrosis tidak umum terjadi pada orang
dewasa, anak - anak, dan neonatus. Namun, akhir - akhir ini pyonephrosis
ditemukan terjadi pada beberapa neonatus dan orang dewasa, menjelaskan
bahwa pyonephrosis dapat terjadi pada semua golongan usia.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Ginjal


Ginjal terletak di dalam ruang retroperitoneum sedikit di atas ketinggian
umbilikus dan kisaran panjang serta beratnya berturut-turut dari kira-kira 6 cm
dan 24 g pada bayi cukup bulan sampai 12 cm atau lebih dari 150 g pada orang
dewasa. Ginjal mempunyai lapisan luar, korteks yang berisi glomeruli, tubulus
kontortus proksimalis dan distalis dan dukturs koletivus, serta di lapisan dalam,
medula yang mengandung bagian-bagian tubulus yang lurus, lengkung (ansa)
Henie, vasa rekita dan duktus koligens terminal.

Pasokan darah pada setiap ginjal biasanya terdiri dari arteri renalis utama
yang keluar dari aorta ; arteri renalis multipel bukannya tidak lazim dijumpai.
Arteri renalis utama membagi menjadi medula ke batas antara korteks dan
medula. Pada daerah ini, arteri interlobaris bercabang membentuk arteri
arkuata, dan membentuk arteriole aferen glomerulus. Sel-sel otot yagn

2
terspesialisasi dalam dinding arteriole aferen, bersama dengan sel lacis dan
bagian distal tubulus (mukula densa) yang berdekatan dengan glomerulus,
membentuk aparatus jukstaglomeruler yagn mengendalikan sekresi renin.
Arteriole aferen membagi menjadi anyaman kapiler glomerulus, yang
kemudian bergabung menjadi arteriole eferen. Arteriole eferen glomerulus
dekat medula (glomerulus jukstamedullaris) lebih besar dari pada arteriole di
korteks sebelah luar dan memberikan pasokan darah (vasa rakta) ke tubulus
dan medula.

Setiap ginjal mengandung sekitar satu juga neron (glomerulus dan tubulus
terkait). Pada manusia, pembentukan nefron telah sempurna pada saat lahir,
tetapi maturasi fungsional belum terjadi sampai di kemudian hari. Karena tidak
ada nefron baru yagn dapat dibentuk sesudah lahir, hilangnya nefron secara
progresif dapat menyebabkan insufisiensi ginjal.

3
Anyaman kapiler glomerulus yang terspesialisasi berperan sebagai
mekanisme penyaringan ginjal. Kapiler glomerulus dilapisi oleh endotelium
yagn mempunyai sitoplasma sangat tipis yagn berisi banyak lubang
(fenestrasi). Membrana basalis glomerulus (BMG) membentuk lapisan
berkelanjutan antara endotel dan sel mesangium pada satu sisi dengan sel epitel
pada sisi yang lain. Membran mempunyai 3 lapisan. (1) lamina densa yang
sentralnya padat-elektron, (2) lamina rara interna, yagn terletak di antara
lamina densa dan sel-sel endotelian ; dan (3) lamina rara eksterna, yang terletak
di antara lamina densa dan sel-sel epitel. Sel epitel viteviscera menutupi kapiler
dan menonjolkan tonjolan kaki sitplasma, yagn melekat pada lamina rara
eksternal. Di antara tonjolan kaki ada ruangan atau celah filtrasi. Mesangium
(sel mesangium dan matriks) teletak di antara kapiler-kapiler glomerulus pada
sisi endotel membrana basalis dan menbentuk bagian tengah dinding kapiler.
Mesangium dapat berperan sebagai struktur pendukung pada kepiler
glomerulus dan mungkin memainkan peran dalam pengaturan aliran darah
glomerulus, filtrasi dan pembangunan makromolekul (seperti kompleks imun)
dari glomerulius, melalui fagositosis intraseluler atau dengna pengakutan

4
melalui saluran interseluler ke daerah jukstagomerulus. Kapsula Bowman,
yagn mengelilingi glomerulus, terdiri dari (1) membrana basalis, yagn
merupakan kelanjutan dari membrana basalis kapiler glomerulus dan tubulus
proksimalis, dan (2) sel-sel epitel parietalis, yang merupakan kelanjutan sel-
sel epitel viscera.

1. 20% populasi nefron tetapi sangat penting untuk reabsorpsi.

2. Fisiologi Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volumer dan komposisi
cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan
ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpasi dan sekresi
tubulus.

5
Peristiwa Filtrasi di Glomerolus berlangsung melalui 3 lapisan sel :
Lapisan sel Endothel Capiler
Membrana basalis
Lapisan Epitel Capsula Bowmani
Adapun faktor-faktor yang berpengaruh pada filtrasi Glomerolus adalah:
Aliran darah ke ginjal
Constrictie Arteriole Afferent
Constrictie Arteriole Efferent
Rangsangan Simpatis
Tekanan darah
Tekanan Intra Kapsuler
Konsentrasi protein plasma
Permeabilitas membran
Pada lumen tubulus terjadi reabsorbsi dan sekresi berbagai macam zat.
Pada tubulus proximal terjadi reabsorbsi sempuran (100% direabsorbsi) zat-
zat glukosa, asam amino dan protein, sedangkan air, Na+, Cl-, K+
direabsorbsi sebanyak kurang lebih 80%. Bagian desenden dari ansa henle
sangat permeable terhadap air, namun pada pars ascenden tidak permeabel
terhadap air. Pada pars ascenden ansa henle dapat terjadi reabsorbsi aktif
Na+ dan Cl-. Permeabilitas air pada tubulus distal dipengaruhi oleh anti-
diuretic hormon. Pada tubulus distal ini juga terjadi reabsorbsi aktif Na+ dan
Cl-, serta terjadi sekresi H+, K+, dan NH3-.

6
Fungsi Utama Ginjal
Fungsi Ekskresi
1. Mempertahankan osmolalitis plasma sekitar 258 m osmol dengan
mengubah-ubah ekresi air.
2. Mempertahankan pH plasma skitar 7,4 dengna mengeluarkan kelebihan
H+ dan membentuk kembali HCO3.
3. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein,
terutama urea, asam urat dan kreatinin.
Fungsi Non-ekskresi (Endokrin)
1. Menghasilkan renin-penting untuk pengaturan tekanan darah.
2. Menghasilkan eritropoietin-faktor penting dalam stimulasi produk sel
darah merah oleh sumsum tulang.
3. Metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.

7
4. Degenerasi insulin
5. Menghasilkan prostaglandin

2.2 Pyonefrosis
2.2.1 Definisi
Sumbatan saluran kemih yang disebabkan oleh pyelonephritis dapat
menghasilkan kumpulan dari sel darah putih, bakteri, dan debris pada ginjal
yang kemudian menjadi pyonefrosis. Pyonefrosis merupakan infeksi pada
sistem pengumpul ginjal. Pus berkumpul di pelvis ginjal dan menyebabkan
distensi dari ginjal. Pada situasi seperti ini, pasien dapat dengan cepat terjadi
sepsis. Jadi, mengenali lebih awal dan penatalaksaan infeksi akut pada ginjal,
terutama pada pasien dengan kecurigaan obstruksi saluran kemih, menjadi
sangat penting.
Serupa dengan abses, pyonefrosis biasanya berhubungan dengan demam,
mengigil dan nyeri pada regio flank, namun beberapa pasien dapat
asimptomatik. Pyonefrosis dapat disebabkan oleh kondisi patologis
berspektrum luas yang meliputi infeksi ascending pada saluran kemih atau
penyebaran bakteri patogen secara hematogen.
Faktor risiko untuk pyonefrosis termasuk imunodefisiensi karena
pengobatan (seperti steroid), penyakit (seperti diabetes melitus, AIDS), dan
segala obstruksi saluran kemih (seperti batu, tumor, obstruksi ureteropelvic
juntion).

2.2.2 Etiologi
Infeksi saluran kemih bagian atas dan kombinasi dengan sumbatan dan
hidronefrosis dapat berakhir menjadi pyonefrosis. Hal ini dapat berkembang
menjadi abses renal dan perirenal.
Pasien dengan imunocompromised dan pasien yang mendapat terapi
antibiotik jangka panjang memiliki resiko tinggi terjadinya infeksi jamur.
Saat gumpalan jamur muncul, gumpalan-gumpalan tersebut dapat
menyumbat pelvis ginjal atau ureter yang kemudian dapat menyebabkan

8
terjadinya pyonefrosis. Pada beberapa kasus yang mengindikasikan adanya
tumor (seperti karsinoma sel transisional) dapat juga menyebabkan
pyonefrosis. Perjalanan penyakit ini terdiri dari dua bagian, yaitu infeksi dan
obstruksi.
Infeksi
Pada beberapa literatur menyebutkan bahwa multipel agen infeksius
telah diisolasi pada pasien dengan pyonefrosis. Agen-agen infeksius
tersebut meliputi:
Escherichia coli
Enterococcus species
Spesies Candida dan infeksi jamur lainnya
Spesies Enterobacter
Spesies Klebsiella
Spesies Proteus
Spesies Pseudomonas
Spesies Bacteroides
Spesies Staphylococcus
Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
Spesies Salmonella
Tuberculosis (menyebabkan infeksi dan striktur)
Obstruksi
Etiologi dari obstruksi dapat berhubungan dengan beberapa dari faktor
berikut:
Batu dan staghorn calculi (terdapat pada 75% pasien)
Gumpalan jamur
Metastasis fibrosis retroperitonial (seperti tumor ginjal, kanker
testis, kanker kolon)
Sumbatan karsinoma sel transisional
Kehamilan
Obstruksi ureteropelvic juntion

9
Sumbatan ureterocele
Obstruksi ureterovesical juntion
Striktur uretera
Nekrosis papiler
Tuberkulosis
Neurogenic bladder

2.2.3 Gambaran Klinis


Pasein dengan pyonefrosis dapat datang dengan gejala klinis mulai dari
asimtomatik bacteriuria (15% dari kasus) hingga sepsis. Kecurigaan lebih
tinggi bila pasien memiliki riwaya demam, nyeri regio flank, bukti adanya
infeksi saluran kemih, dan obstruksi atau hidronefrosis.
Pada pemeriksaan fisik, terdapatnya massa abdomen yang teraba dapat
berhubungan dengan ginjal yang mengalami hidronefrosis. Ginjal
hidronefrosis yang terinfeksi dapat ruptur secara spontan ke kavum
peritoneum, yang menyebabkan beberapa pasien datang dengan peritonitis
dan sepsis yang difus, namun hal ini sangat jarang terjadi.

2.2.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium
Pemerikasaan darah lengkap, urinalisis dengan kultur, kultur darah, serta
blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin serum diindikasikan pada
pemeriksaan awal pasien yang dicurigai mengalami pyonefrosis.
Leukositosis dan bakteriuria dapat muncul, namun hal tersebut tidak spesifik
untuk pyonefrosis dan mungkin disebabkan oleh penyebab lain (seperti
pyelonefritis, infeksi saluran kemih).
Pyuria yang sering muncul pada pyonefrosis bukan merupakan tanda
yang spesifik. Bakteriuria, demam, nyeri, dan leukositosis dapat tidak muncul
pada 30% dari pasien dengan pyonefrosis.

10
2. Pencitraan
Pencitraan radiografik rutin pada kasus infeksi saluran kemih tanpa
komplikasi tidak dianjurkan. Namun, pemeriksaan radiografik yang sesuai
bermanfaat dalam mendiagnosis pyonefrosis, emphysematous pyelonefritis,
dan abses renal/perirenal ketika pasien tidak membaik secara cepat dengan
pemberian antibiotik yang sesuai.
Sensitivitas pemeriksaan USG ginjal untuk membedakan hidronefrosis
dengan pyonefrosis sebesar 90%, dan dengan spesifisitas 97%. Namun
pemeriksaan USG memiliki kekurangan, sebagai contoh, pemeriksaan ini
tidak selalu dapat membedakan hidronefrosis dengan pyonefrosis awal. Pada
keadaan ini,dapat dilakuan aspirasi dengan panduan USG pada cairan
hidronefrosis untuk dilakuakn pemeriksaan mikroskopis untuk menegakan
diagnosis.

Pemeriksaan CT-scan sangat membantu dalam mendiagnosis


pyonefrosis. Kelebihan dari pemeriksaan CT-scan adalah penggambaran
yang definitif dari obstruksi, fungsi dari ginjal, dan keparahan dari
hidronefrosis. Selain itu pemeriksaan ini juga dapat mengetahui adanya
kelainan abdomen yang lain, termasuk metastasis kanker, fibrosis
retroperitoneal, dan batu ginjal yang tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan
USG.

11
2.2.5 Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa
Pada permulaan, obati pasien dengan antibiotik intravena yang sesuai
yang terdiri dari aminoglokosid (gentamisin) dan antibiotik dengan cakupan
gram positif (ampisilin). Penggunaan antibiotik cakupan anaerob
(klindamisin) dapat digunakan tergantung dengan kondisi klinis. Perlu
diperhatikan juga bahwa pasien mungkin menderita infeksi jamur atau
tuberkulosis. Pengunaan agen antijamur atau antibakteri harus berdasarkan
dari hasil kultur.

2. Dekompresi dan drainasi


Pyonefrosis merupakan kegawatan bedah dan membutuhkan intervensi
segera. Pyonefritis dapat diobati dengan dekompresi antegrade atau
retrograde.
Dekompresi retrograde
Dekompresi retrograde, atau pemasangan ureteral stent, diindikasikan
untuk pasien stabil tanpa adanya ketidakstabilan hemodinamik. Pemberian
antibiotik intravena harus diberikan dahulu sebelum pamasangan stent pada

12
pasien yang stabil. Kekurangan dari dekompresi retrograde adalah
sedikitnya akses antegrade untuk pemeriksaan radiologis, diameter kateter
untuk drainase urin dibanding dengan melalui akses perkutaneus,
meningkatnya gejala iritatif saluran kemih, dan tidak dapat memberikan
pengobatan seperti antibiotik melalui tabung nefrostomi.
Dekompresi antegrade
Penatalaksanaan antegrade dengan penempatan tabung nefrostomi
perkutaneus diindikasikan untuk setiap pasien dengan ketidakstabilan
hemodinamik atau sepsis, dan bila peralatan retrograde dapat menyebabkan
penundaan pada pengobatan atau menyebabkan trauma pada saluran
gentiurinari yang ditak diharapkan. Teknik ini lebih invasif dibandingkan
dengan teknik retrograde, namun pemasangan tabung nefrostomi memiliki
beberapa kelebihan, yaitu:
o Dapat memberikan obat secara langsung pada sistem pengumpulan
ginjal dan ureter untuk mengobati infeksi yang sulit.
o Batu dapat dihancurkan secara kimia dengan irigasi antegrade
o Hal ini memberikan drainase pada unit ginjal yang terinfeksi dengan
trauma yang minimal atau risiko pada pasien yang kecil.

13
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pasein dengan pyonefrosis dapat datang dengan gejala klinis mulai dari
asimtomatik bacteriuria (15% dari kasus) hingga sepsis. Kecurigaan lebih
tinggi bila pasien memiliki riwaya demam, nyeri regio flank, bukti adanya
infeksi saluran kemih, dan obstruksi atau hidronefrosis.
Sensitivitas pemeriksaan USG ginjal untuk membedakan hidronefrosis
dengan pyonefrosis sebesar 90%, dan dengan spesifisitas 97%. Namun
pemeriksaan USG memiliki kekurangan, sebagai contoh, pemeriksaan ini
tidak selalu dapat membedakan hidronefrosis dengan pyonefrosis awal. Pada
keadaan ini,dapat dilakuan aspirasi dengan panduan USG pada cairan
hidronefrosis untuk dilakuakn pemeriksaan mikroskopis untuk menegakan
diagnosis.
Penatalaksanaan pyonefrosis terdiri dari medikamentosa, dekompresi
dan drainasi. Pyonefrosis merupakan kegawatan bedah dan membutuhkan
intervensi segera. Pyonefritis dapat diobati dengan dekompresi antegrade
atau retrograde.

14
DAFTAR PUSTAKA

Tortora, G., Derrikckson, B. 2009. Priciples of Anatomy and Physiology Twelfth


Edition. USA: John Wiley & Son.

Sjamsuhidrajat R, 1 W. .2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. 2003. Edisi Ke-2. Jakarta : Sagung Seto.

Tanagho EA, McAninch JW. 2004. Smiths General Urology. Edisi ke-16. New
York : Lange Medical Book. 256-283.

Wah TM, Weston MJ, Irving HC. Lower moiety pelvic-ureteric junction
obstruction (PUJO) of the duplex kidney presenting with pyonephrosis in
adults. Br J Radiol. Dec 2003;76(912):909-12.

Sharma S, Mohta A, Sharma P. Neonatal pyonephrosis--a case report. Int Urol


Nephrol. 2004;36(3):313-5

15

Anda mungkin juga menyukai