Grafit pada besi cor nodular menempati 10 15% dari volume total material serta tersebar merata didalam struktur dasar
(matriks) yang mirip dengan baja karbon. Oleh karena itu sifat-sifat mekanik dari besi cor nodular dapat dihubungkan
secara langsung dengan mampu tarik dan keuletan dari matriks yang dimilikinya sebagaimana halnya dengan baja karbon.
Namun demikian karena didalam struktur besi cor nodular juga terdapat grafit, maka mampu tarik, modulus elastisitas
maupun ketahanan impak secara proporsional akan lebih rendah dari baja karbon dengan matriks yang serupa.
Matriks besi cor nodular bervariasi dari mulai struktur ferit yang lunak dan ulet sampai dengan struktur perlit yang lebih
keras serta kuat bahkan struktur-struktur yang hanya dapat dicapai melalui penambahan bahan paduan maupun melalui
perlakuan panas seperti martensit dan bainit.
Sifat-sifat mekanik besi cor nodular dalam kaitannya dengan matriks yang dimilikinya dapat dilihat pada tabel 1.
Mekanisme pembekuan besi cor nodular dapat dijelaskan secara lebih mudah dengan menggunakan diagram terner Fe-C-
Si, dimana akibat pengaruh kandungan Si, maka diagram Fe-C akan berubah seperti ditunjukkan pada gambar 1 sebagai
berikut:
Pada paduan hipoeutektik, pembekuan dimulai dari tumbuhnya besi padat (austenit) dari cairan besi. Peristiwa ini
berlangsung bersamaan dengan turunnya temperatur cairan hingga melampaui temperatur eutektik (undercooling) dan
naiknya konsentrasi karbon didalam cairan sisa menuju ke titik eutektik seperti terlihat pada kurva pendinginan spesifik
untuk paduan hipoeutektik (gambar 2).
1/9
Jumlah inti pembekuan yang sedikit akan mengakibatkan terjadinya undercooling dibawah temperatur eutektik. Pada saat
pengintian terjadi, energi bebas dilepaskan sebesar energi yang dipergunakan untuk pencairan. Pelepasan energi ini akan
mengakibatkan naiknya kembali temperatur hingga mencapai temperatur eutektik (rekaleszenz).
Pada tingkat keadaan ini selain austenit tumbuh pula grafit eutektik secara bersamaan (disebut sel-sel eutektik).
Pertumbuhan grafit mengakibatkan berkurangnya konsentrasi karbon didalam paduan sehingga pada akhirnya akan tersisa
grafit bulat diantara butiran-butiran austenit yang akan tertransformasi menjadi perlit.
Untuk coran berdinding tebal atau karena suatu pendinginan lambat, maka karbida besi yang membentuk perlit akan
menjadi grafit, sehingga selain perlit disekeliling grafit bulat akan terdapat struktur ferit. Persentase dari perlit-ferit ini
menentukan mampu tarik besi cor nodular.
Pada paduan hipereutektik pembekuan berlangsung mirip dengan paduan hipoeutektik. Bedanya adalah, kristal yang
pertama tumbuh adalah grafit primer yang berbentuk bulat serta menurunkan konsentrasi karbon didalam cairan menuju
ketitik eutektik. Pembekuan selanjutnya berlangsung sama seperti pada paduan hipoeutektik.
Gambar 3 adalah kurva yang menunjukkan daerah-daerah komposisi besi cor nodular baik hipo maupun hipereutektik,
dimana dari kurva ini dapat ditentukan komposisi C maupun Si.
Mekanisme pembentukan grafit bulat telah diteliti oleh banyak peneliti, namun demikian jawaban yang lebih memuaskan
tentang fenomena ini masih terus dikembangkan dan didiskusikan.
Dari sekian banyak teori tentang pembulatan grafit, maka teori gelembung gas (gas bubble theory) memberikan penjelasan
yang mudah dipahami serta mencakup beberapa teori yang lainnya, sebagaimana hasil penelitian dari Haruki Itofuji.
2/9
Penelitian dilakukan terhadap suatu cairan besi cor nodular yang dikuens pada saat pendinginan sehingga pada tempat
dimana akan terbentuk grafit bulat, ditemukan gelembung-gelembung gas yang merupakan gas Mg, gas Ca dan/atau gas
N2 yang terabsorbsi oleh unsure tanah jarang (rearearth). Pada penelitian tersebut tampak bahwa hanya grafit bulat
berukuran kecil (dibawah 10 mm) yang ditemukan terbentuk didalam cairan.
Untuk partikel yang lebih besar, bentuk grafit ditentukan oleh lapisan austenit yang berada disekelilingnya. Grafit menjadi
bulat bila austenit dapat terbentuk disekelilingnya dengan sempurna, sebaliknya grafit vermikular tebentuk bila pada
austenit, akibat adanya unsur-unsur pengganggu, terjadi kanal-kanal yang menghubungkan grafit dengan cairan.
Sedangkan bila pertumbuhan grafit dalam gelembung gas terhenti serta tumbuh grafit dari inti-inti baru disekitar austenit,
akan terjadi grafitchunky(gambar 4).
Teori lain dikemukakan oleh Marincek B, yaitu teori dengan landasan energi permukaan. Dari penelitiannya ditemukan
bahwa energi permukaan antara grafit dengan cairan pada besi cor nodular lebih besar dari pada besi cor lamelar. Dengan
metode retakan kapiler (capillary rise method) dipastikan bahwa tegangan permukaan pada grafit lamelar adalah 800
1100 dyne/cm, sedangkan pada grafit bulat adalah 1400 dyne/cm (dyne adalah satuan gaya dengan sistim cgs).
Penelitian ini berhasil menjelaskan, bahwa pembulatan grafit dapat terjadi karena pada permukaan bulat (sphere) terdapat
energi bebas permukaan yang lebih kecil dari pada permukaan lamelar dengan volume yang sama sehingga perbedaan
energi antar permukaan cairan dengan grafit (interface energy) menjadi besar. Perbedaan yang besar ini memaksa
pertumbuhan kristal grafit, dalam hal ini menurunkan rasio energi/volume, cenderung menjadi bulat dari pada lamelar.
Gambar 5. Variasi energi bebas pembentukan grafit (DG) sebagai fungsi dariinterface
energicairan-grafit (g*SL).
3/9
Interface energi antara cairan-grafit merupakan fungsi dari kandungan S. Bila terdapat cukup kandungan unsur reaktif
terhadap S seperti Mg, sehingga S didalam cairan dapat direduksi sekecil-kecilnya, maka interface energi tersebut akan
naik sehingga grafit bulat akan lebih memungkinkan terbentuk.
Tercatat pula beberapa faktor yang menjadi penghambat terjadinya grafit bulat, antara lain adanya unsur-unsur
pengganggu didalam cairan (Sb, Pb, As dan sebagainya), atau pemanasan lebih (superheating) serta penahanan cairan
setelah Mg-treatment. Faktor-faktor tersebut secara langsung menurunkan tegangan permukaan. Selanjutnya kenaikan
tegangan permukaan teramati pula sejalan dengan penambahan unsur Mg didalam cairan sebagaimana tampak pada
gambar 6 dan 7.
Mg-rest.
Dari gambar 7 tampak jelas, bahwa tegangan permukaan terbesar yang menghasilkan pembulatan grafit optimum adalah
pada kandungan Mg sebesar 0.01-0.02%. Namun karena dalam pengukuran sulit untuk membedakan antara Mg dengan
MgS maupun MgO, maka kandungan Mg (Mg-rest) yang dianjurkan adalah 0.015% lebih tinggi dari kandungan seharusnya
(0.025 0.035%).
Sifat-sifat Besi Cor Nodular dipengaruhi oleh semua unsur yang terdapat dalam tabel periodik. Beberapa dari unsur ini
memiliki konsentrasi yang sedemikian kecilnya sehingga sulit dikenali, sedangkan beberapa yang lainnya memiliki
pengaruh yang relatif kecil. Setiap unsur secara umum berpengaruh sebagai berikut:
4/9
Gambar 8. Struktur Besi Cor Nodular perlitik dengan sedikit ferit.
Pengaruh unsur-unsur ini terutama berhubungan erat dengan kecepatan pendinginan (ketebalan coran), oleh karenanya
penentuan komposisi besi cor nodular sangat memperhatikan masalah kecepatan pendinginan ini sehingga akan diperoleh
coran dengan struktur dasar tanpa ledeburit (perlit + karbida bebas.
Didalam besi cor, karbon selalu dipengaruhi oleh silikon sehingga dalam perhitungan digunakan CE (carbon equivalent)
dengan hubungan sebagai berikut:
CE = %C + 0.31 %Si.
CE yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya flotasi grafit terutama pada coran yang cukup tebal, sedangkan CE
yang rendah akan memunculkan struktur yang semakin keras sampai dengan terbentuknya ledeburit. Harga CE yang
dianjurkan untuk ketebalan coran tertentu dapat dilihat dari gambar 10.
5/9
Gambar 10. Harga CE yang dianjurkan untuk ketebalan coran tertentu.
Perbandingan antara karbon dengan silikon ditentukan dengan memperhatikan pengaruh silikon terhadap sifat-sifat fisik
maupun mekanik besi cor nodular sebagai fungsi dari CE atau dalam hal ini ketebalan coran.
Kandungan silikon pada jumlah tertentu akan meningkatkan keuletan besi cor sampai dengan 4 %, meningkatkan
kekerasan terutama pada kondisi anil namun menurunkan ketahanan impak serta konduktifitas termal, sehingga dengan
demikian perlu pembatasan-pembatasan.
6/9
Tabel 2. Komposisi C dan Si untuk Coran tanpa karbida bebas.
Persentase C dan Si yang dianjurkan untuk ketebalan coran maupun struktur dasar yang dikehendaki dapat dilihat dari
Tabel 2.
Mangan adalah unsur penggiat terbentuknya karbida besi sehingga jumlahnya dalam besi cor nodular harus sangat dibatasi
serta berhubungan dengan kandungan silikon maupun ketebalan coran. Hubungan ini dapat dilihat pada gambar 11.
Dari gambar 11 dapat dilihat aspek penting lain dari mangan. Pada coran yang tipis sampai tebal maksimum 25 mm
pengaruh mangan dalam membentuk karbida tereliminasi oleh naiknya kandungan silikon, dimana untuk kandungan Si
yang tinggi dapat ditetapkan jumlah mangan yang cukup tinggi pula. Sedangkan untuk coran yang tebal hal tersebut tidak
dapat dilakukan mengingat kecenderungan akan terjadinya segregasi.
7/9
Gambar 11. Mn maksimum yang dianjurkan sebagai fungsi
Mangan akan tersegregasi semakin kuat pada kondisi pendinginan yang lambat, sehingga pada akhirnya untuk kandungan
mangan rata-rata 0.4 % akan naik menjadi 2.5 % atau lebih dibagian coran yang mengalami pembekuan terakhir.
Sedangkan silikon mengalami kejadian yang sebaliknya dimana ia akan tersegregasi justru pada awal pembekuan.
Unsur yang merupakan penggiat pembentukan karbida besi dengan pengaruh lebih kuat dari mangan adalah chrom (Cr),
vanadium (V), bor (B), telurium (Te) dan molibdenum (Mo). Sehingga untuk menghindari terbentuknya karbida bebas unsur-
unsur tersebut harus dibatasi sebagai berikut: Cr: 0.05 %, V: 0.03 %, B: 0.003 %, Te: 0.003 %, Mo: 0.01 0.75 %.
Grafit bulat hanya mungkin terbentuk pada cairan dengan kandungan sulfur rendah (S<0.01 %), oleh karenanya pada
proses produksinya selain digunakan bahan baku dengan kandungan sulfur rendah, juga dilakukan desulfurisasi dengan
memadukan unsur Mg kedalam cairan.
Mg adalah unsur terpenting yang menghasilkan efek pembulatan grafit. Efek ini terjadi bila terdapat kandungan Mg
didalam besi sebesar 0.02% 0.05%. Namun karena unsur ini memiliki titik uap hanya 1107 oC disamping kelarutannya
didalam besi yang relatif rendah, maka untuk mencegah kehilangan yang terlalu banyak saat pemaduan, Mg diberikan
dalam bentuk paduan FeSiMg.
Temperatur pemaduan.
Metode pemaduan.
Untuk menentukan jumlah Mg yang harus dipadukan kedalam cairan dasar, perlu diperhatikan jumlah yang diperlukan
sekaligus untuk desulfurisasi serta deoksidasi, serta jumlah yang hilang akibat penguapan sebagai berikut:
Kondisi proses:
8/9
Efisiensi ladel (LE) = 26% (T = 1500oC, berdasarkan percobaan).
Maka:
Dengan demikian, misalnya untuk kapasitas ladle treatment 250 kg, diperlukan FeSiMg10 sebanyak:
9/9
11. Logam-logam Ferous
Diagram fasa besi dan carbon :
Suatu diagram yang menunjukkan fasa dari besi, besi dan paduan carbon berdasarkan
hubungannya antara komposisi dan temperatur.
Titik eutectoid
7-1
Gbr.11.2 Mikrostruktur dari fasa-fasa besi dalam suhu ruang
Gbr.11.4 Mikrostruktur dari baja karbon (a) Ferrite: besi murni dan baja karbon rendah
(X100) , austenite memiliki mikrostruktur mirip dengan ferrite. (b) Pearlite(perlit), baja
karbon 0.8% yang dipanaskan memiliki 100% perlit (X1330). Garis gelap adalah besi
karbit/cementit (Fe3C) dan luasan terang adalah ferit. (c) Martensite (martensit), struktur
baja yang didapatkan dengan memanaskan baja di suhu austenit lalu didinginkan secara
cepat dalam air atau oli, terdapat pada baja pendinginan cepat (X500)
7-2
11.2 Besi Tuang (Cast Iron)
adalah besi cor yang mengandung karbon 2 ~ 4% dan silikon 1 ~ 3%.
Sifat-sifatnya:
- mudah dicairkan dan dipadu dengan unsur lain untuk mendapatkan sifat tahan aus, tahan gesek dan
tahan korosi.
- Memiliki tahanan kejut dan keuletan yang rendah (getas).
- Banyak digunakan pada industri secara luas karena harganya yang ekonomis dan memiliki sifat-sifat
yang luas.
Gbr 11.6 Komposisi karbon dan silikon dalam besi tuang dan baja
7-3
11.2.1 Besi Tuang Kelabu (Gray Cast Iron)
Besi tuang kelabu ini terbentuk saat jumlah karbon melebihi jumlah untuk larut dalam austenit
(baja delta) dan menyerap sebagai serpihan grafit.
Bernama besi tuang kelabu karena saat dipatahkan, warna patahannya adalah kelabu yang
ditimbulkan oleh grafit yang terekspos pada permukaan retak tersebut.
Komposisi : 2.5~4.0% Karbon dan 1.0~3.0% Silicon, sisanya Besi
Biasa digunakan untuk sistem pemipaan, roda gigi, silinder blok kecil, silinder head, silinder blok truk,
traktor, kotak roda gigi yang besar, coran mesin disel dll.
Mikrostruktur besi tuang kelabu yang mengandung grafit dihasilkan dari laju pendinginan yang
sedang atau lambat.
- Selain itu laju pendinginan yang sedang membuat matrix besi tuang kelabu berupa pearlite.
- Laju pendinginan yang lambat membuat matrix (kandungan terbesar dalam besi cor) berupa ferit.
Contoh: (JIS)
FC150 (Fe casting
with 150 MPa of
tensile strength)
Serpihan grafit
(graphite flake)
Gbr 11.7 Foto mikro besi tuang kelabu yang dicetak dalam cetakan pasir (X100).
(serpihan grafit dalam daerah terang: ferrite 20%, daerah gelap: pearlite 80%, hasil laju
pendinginan sedang)
Sumber: W.F.Smith, Foundation of materials science and engineering
7-4
11.2.2 Besi Tuang Putih (White Cast Iron)
Besi tuang tuang putih berkomposisi: 1.8~3.6% Karbon dan 0.5~1.9% Silicon, sisanya Besi.
Terbentuk dengan pendinginan yang cepat yang mana karbon dalam besi tuang cair membentuk besi
karbit Fe3C bukan grafit.
Besi tuang kelabu bila didinginkan dengan cepat dari temperature pengecoran(titik leleh) maka akan
membentuk besi tuang putih.
Mikrostrukturnya banyak mengandung besi karbid dalam matriks pearlite seperti pada Gbr. berikut:
Bernama besi tuang putih karena saat dipatahkan, warna patahannya adalah putih atau memiliki
permukaan patah yang terang.
Sifat-sifat besi tuang putih:
- Banyak digunakan karena sifatnya yang sangat kuat ketahanan aus dan gesek yang
disebabkan oleh jumlah besi karbon dalam jumlah besar di dalam strukturnya.
- Sebagai bahan baku dari besi tuang mampu tempa.
- Memiliki sifat tahan korosi, berkekuatan creep(mulur) dan tahan oksidasi.
Biasa digunakan untuk komponen2 tahan gesek pada pertambangan, pertanian, bola gerinda, pompa
semen dll.
7-5
Contoh: (JIS)
FCMP45
FCMP45-
MP45-06
(F
Fe Casting
Malleable Pearlite
with minium 45
kg/mm2 of tensile
strength and 0.06
or 6% of elongation)
Biasa digunakan untuk komponen2 yang mampu dimesin, connecting rod, komponen-komponen
yang butuh kekuatan tinggi.
Tahapan-tahapan perlakuan panas pada besi tuang putih untuk memproduksi besi tuang mampu
tempa.
1. Grafitasisasi (graphitization)
- Pada tahap ini besi tuang putih dipanaskan di atas suhu eutectoid (940C) dan ditahan selama
3 hingga 20 jam tergantung pada komposisi, struktur dan ukuran besi cor. (makin besar makin
lama)
- Pada tahap ini besi karbon dari besi tuang putih berubah menjadi temper karbon (grafit) dan
austenit.
2. Cooling (pendinginan)
Pada tahap ini austenit dari besi dapat diubah menjadi tiga tipe matriks dasar: ferrite, pearlite atau
martensit.
a. Ferritic malleable iron.
Untuk membuat matrix ferrite setelah tahap pertama di atas, didinginkan dengan cepat ke
740~760C lalu didinginkan dengan perlahan dengan kecepatan sekitar 3 ~ 11C per jam.
Selama pendinginan austenit berubah menjadi ferrite dan graphite dengan grafit mengendap
pada partikel temper karbon yang ada.
b. Pearlitic malleable iron.
Untuk membuat matrix pearlite setelah tahap pertama di atas, didinginkan dengan lambat
ke 870C lalu didinginkan dalam udara.
Dengan pendinginan yang cepat dihasilkan matrix pearlite yang terdiri atas temper carbon
(grafit).
c. Tempered martensitic malleable iron.
Untuk membuat matrix martensit setelah tahap pertama di atas, didinginkan dalam dapur
hingga 845 ~ 870C ditahan selama 15 ~ 30 menit untuk menghomogenisasi struktur kemudian
didinginkan dengan cepat dalam minyak untuk membuat matriks martensit yang sangat keras.
Akhirnya ditemper atau dipanaskan antara 590 ~ 725C untuk mendapatkan sifat-sifat
mekanik yang diinginkan. Sehingga didapatkan struktur temper carbon dalam matrix martensit
temper.
7-6
11.2.4 Besi Tuang Kenyal (Ductile Cast Iron/Nodular Cast Iron)
Biasa disebut sebagai Nodular atau Spherulitic graphite cast iron.
Besi tuang mampu tempa berkomposisi: 3.0~4.0% Karbon dan 1.8~2.8% Silicon, sisanya Besi.
Kandungan sulfur dan tingkat pospor dari besi kenyal kualitas tinggi harus dijaga di bawah
0.03%untuk sulfur dan 0.1% untuk pospor agar tidak mengganggu pembentukan grafit dalam besi
tuang kenyal.
Sifat-sifat besi tuang kenyal:
- Memiliki sifat alirnya saat dicor termasuk sifat cor yang baik.
- Memiliki sifat mampu dimesin (machinability) yang baik.
- Memiliki sifat tahan aus dan sifat-sifat lain seperti baja seperti kekuatan, ketangguhan,
kekenyalan yang tinggi serta mampu dikerjakan pada suhu panas (hot workability) dan mampu
dikeraskan.
Biasa digunakan untuk katup, bodi pompa, crank shaft, roda gigi, rollers, pinion dll.
Nodul bulat dalam besi tuang ini terbentuk selama pembekuan dari besi cair karena tingkat sulfur dan
oksigen dalam besi dikurangi ke tingkat yang sangat rendah dengan menambahkan magnesium
dalam ratio beberapa pounds per tons ke logam sebelum dicor. Magnesium bereaksi dengan sulfur
dan oksigen sehingga elemen-elemen ini tak dapat mengganggu pembentukan nodul bulat.
Contoh: (JIS)
FCD370
(Fe Casting Ductile
with minium 370
MPa of tensile
strength)
Gbr 6.11 Foto mikro besi tuang kenyal grade 80-55-06 (X100).
Grafit bulat(gelap) dilingkupi ferrite bebas (putih) seperti mata banteng
(bull eye) di dalam matriks pearlite.
Sumber: W.F.Smith, Foundation of materials science and engineering
Grafit primer
Ferrite bebas
Grafit sekunder
Gbr 6.12 Foto scanning electron microscope besi tuang kenyal (X130)
yang menunjukkan grafit sekunder dan ferrite dari mata banteng di antara
nodul (bulatan) grafit primer.
Sumber: W.F.Smith, Foundation of materials science and engineering
7-7
Perbandingan modulus elastisitas dan ketangguhan besi tuang :
Paling getas
Memiliki kemampuan
damping terbesar
7-8
7-9
Jurnal Foundry Vol. 2 No. 2 Oktober 2012 ISSN : 2087-2259
Eko Surojo, Didik Djoko Susilo, Teguh Triyono, Nugroho Fajar Wicaksono
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UNS
Jl. Ir. Sutami No. 36A Surakarta 57126, Tlp. (0271) 632163
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh komposisi kimia dan ketebalan coran terhadap struktur
mikro besi cor pada kasus pembuatan besi cor vermicular. Besi cor vermicular menarik diteliti karena
memiliki kekuatan dan keuletan yang lebih tinggi dibandingkan dengan besi cor kelabu, serta memiliki
konduktivitas panas, sifat damping, ketahanan panas dan kekuatan fatik yang lebih baik dibandingkan dengan
besi cor nodular. Akan tetapi yang masih menjadi permasalahan adalah ketika proses pengecoran diperlukan
komposisi kimia dan laju pendinginan yang tepat agar dihasilkan besi cor bergrafit vermicular. Terkait
dengan hal itu, pada penelitian ini dilakukan perbandingan struktur mikro terhadap hasil coran dari sampel
yang memiliki komposisi kimia dan ketebalan coran yang berbeda. Bahan besi cor dilebur menggunakan
tungku induksi dan proses pemaduan Mg dilakukan di dalam ladel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
jika komposisi kimia besi cor (% Mg minimal) mampu mendorong terbentuknya grafit nodular maka terdapat
kecenderungan semakin tebal coran menyebabkan semakin besarnya kemungkinan terbentuknya grafit
vermicular. Pada komposisi besi cor 2,63 %C; 2,41 %Si; 0,428 % %Mn; 0,006 %S; 0,07 %Mg; 0,015 %Ti;
0,067 %Cr; 0,019 %Mo; 0,043 %Ni; 0,009 %Al; 0,006 %Co; 0,12 %Cu; 0,007 %V; 0,024 %W dan
ketebalan coran 40 mm mampu menghasilkan besi cor berstruktur vermicular.
26
Jurnal Foundry Vol. 2 No. 2 Oktober 2012 ISSN : 2087-2259
27
Jurnal Foundry Vol. 2 No. 2 Oktober 2012 ISSN : 2087-2259
28
Jurnal Foundry Vol. 2 No. 2 Oktober 2012 ISSN : 2087-2259
30
Jurnal Foundry Vol. 2 No. 2 Oktober 2012 ISSN : 2087-2259
31
PENGARUH WAKTU AUSTEMPERING
TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO
AUSTEMPERED DUCTILE IRON NON PADUAN SERTA PADUAN Cu
Yusuf Umardhani1)
Abstrak
Material ADI adalah perlakuan panas dari besi cor nodular yang mempunyai struktur mikro yaitu ausferrite,
terdiri dari austenit karbon tinggi dan ferit bainitic grafit nodul yang menyebar. Struktur mikro unik ini menghasilkan
sifat unggul ADI: kekuatan tinggi, ketangguhan, tahan aus dan machinability yang baik. Besi cor nodular yang dipadu
dengan 0,5% dan 1,0% tembaga, diaustenitisasi pada temperatur 850C selama 120 menit dan di-austemper pada salt
bath (KNO3 + NaNO2) temperatur 300C selama 1, 2 dan 4 jam. Lingkup dari penelitian ini adalah untuk mempelajari
pengaruh waktu austempering terhadap sifat mekanis (kekuatan tarik dan kekerasan) dan struktur mikro ADI. Kekuatan
tarik dan kekerasan sangat dipengaruhi oleh struktur mikro, matrik yang terbentuk dan komposisi paduan.
Dari pengujian dapat diambil nilai kekuatan tarik dan kekerasan material uji yang akan semakin meningkat
apabila waktu austempering diberikan selama 4 jam dengan penambahan 1,0% Cu yaitu sebesar 995,87 Mpa dan untuk
HBN 335,57 dan akan semakin menurun pada waktu austempering 1 jam material non paduan sebesar 263,07 Mpa dan
untuk HBN 205,23. hal ini dikarenakan pembentukan bainit yang terjadi lebih banyak pada waktu austempering yang
tinggi
Kata Kunci : Ausferrite, Austempering, Besi cor nodular, Grafit nodul, Struktur mikro, Kekuatan tarik,
Kekerasan
_
1)
Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin FT-UNDIP
Grafit
Grafit
Retained Austenit
Perlit
Grafit
Ferrit Perlit Grafit
C Bainit
c Ferrit Martensit
Grafit
KESIMPULAN
1. Kekuatan, keuletan dan kekerasan akan
meningkat seiring dengan meningkatnya waktu
penahanan. Dalam penelitian ini waktu
penahanan yang digunakan adalah 1, 2 dan 4 jam.
2. Penambahan tembaga (Cu) 0,5 % dan 1,0% pada
material ADI, akan meningkatkan sifat mekanis
lebih dari 2 kali dari material tanpa paduan.
3. Struktur bainit akan lebih banyak terbentuk apabila
diberikan perlakuan proses austempering dengan
waktu penahanan 4 jam dan akan lebih sedikit
daripada 1 jam perbandingan ini diambil dengan
suhu penahanan yang konstan yaitu 300C
REFERENSI
1. Lawrence H. Van Vlack, Ilmu Dan Teknologi
Bahan edisi kelima, Erlangga 1992.
2. Hayrynen, Kathy. L., The Production of ADI, Word
Conference on ADI, Applied Process Technologies
Division, Livonia, MI, 2002
3. Surdia, Tata., Saito, Shinroku., Pengetahuan Bahan
Teknik, PT. Prandya Paramita, Jakarta, 1995.
4. J. Achary, Tensile Properties of Austempered
Ductile Iron under Thermomechanical Treatment,
(Submitted 1 June 1999; in revised form 27 August)
KUS-Zollner Division, Fort Wayne, 1999
5. Bonjak, Branka., Radulovi, Branko., Effect Of
Austempering Temperature On Microstructure And
Mechanical Properties Of Unalloyed Ductile Iron,
Faculty of Metallurgy and Technology University
of Montenegro, Cetinjski, Yugoslavia ,1997
6. www.aditreatment.com
7. Miguel A.Y. Modeling The Microstrukture and
Mechanical Properties of Austempered Ductile
Iron, University of Cambrige, 2001.
8. ASM Handbook Volume 8. Mechanical Testing
and Evaluation : Uniaxial Tension Testing