Anda di halaman 1dari 49

Besi Cor Nodular

Grafit pada besi cor nodular menempati 10 15% dari volume total material serta tersebar merata didalam struktur dasar
(matriks) yang mirip dengan baja karbon. Oleh karena itu sifat-sifat mekanik dari besi cor nodular dapat dihubungkan
secara langsung dengan mampu tarik dan keuletan dari matriks yang dimilikinya sebagaimana halnya dengan baja karbon.

Namun demikian karena didalam struktur besi cor nodular juga terdapat grafit, maka mampu tarik, modulus elastisitas
maupun ketahanan impak secara proporsional akan lebih rendah dari baja karbon dengan matriks yang serupa.

Matriks besi cor nodular bervariasi dari mulai struktur ferit yang lunak dan ulet sampai dengan struktur perlit yang lebih
keras serta kuat bahkan struktur-struktur yang hanya dapat dicapai melalui penambahan bahan paduan maupun melalui
perlakuan panas seperti martensit dan bainit.

Sifat-sifat mekanik besi cor nodular dalam kaitannya dengan matriks yang dimilikinya dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Sifat mekanik besi cor nodular.

Mekanisme pembekuan besi cor nodular dapat dijelaskan secara lebih mudah dengan menggunakan diagram terner Fe-C-
Si, dimana akibat pengaruh kandungan Si, maka diagram Fe-C akan berubah seperti ditunjukkan pada gambar 1 sebagai
berikut:

Gambar 1. Diagram Fe-C-Si dengan Si 2.4 % (Pseudo Biner).

Pada paduan hipoeutektik, pembekuan dimulai dari tumbuhnya besi padat (austenit) dari cairan besi. Peristiwa ini
berlangsung bersamaan dengan turunnya temperatur cairan hingga melampaui temperatur eutektik (undercooling) dan
naiknya konsentrasi karbon didalam cairan sisa menuju ke titik eutektik seperti terlihat pada kurva pendinginan spesifik
untuk paduan hipoeutektik (gambar 2).

1/9
Jumlah inti pembekuan yang sedikit akan mengakibatkan terjadinya undercooling dibawah temperatur eutektik. Pada saat
pengintian terjadi, energi bebas dilepaskan sebesar energi yang dipergunakan untuk pencairan. Pelepasan energi ini akan
mengakibatkan naiknya kembali temperatur hingga mencapai temperatur eutektik (rekaleszenz).

Pada tingkat keadaan ini selain austenit tumbuh pula grafit eutektik secara bersamaan (disebut sel-sel eutektik).
Pertumbuhan grafit mengakibatkan berkurangnya konsentrasi karbon didalam paduan sehingga pada akhirnya akan tersisa
grafit bulat diantara butiran-butiran austenit yang akan tertransformasi menjadi perlit.

Gambar 2. Kurva pendinginan besi cor nodular hipoeutektik.

Untuk coran berdinding tebal atau karena suatu pendinginan lambat, maka karbida besi yang membentuk perlit akan
menjadi grafit, sehingga selain perlit disekeliling grafit bulat akan terdapat struktur ferit. Persentase dari perlit-ferit ini
menentukan mampu tarik besi cor nodular.

Pada paduan hipereutektik pembekuan berlangsung mirip dengan paduan hipoeutektik. Bedanya adalah, kristal yang
pertama tumbuh adalah grafit primer yang berbentuk bulat serta menurunkan konsentrasi karbon didalam cairan menuju
ketitik eutektik. Pembekuan selanjutnya berlangsung sama seperti pada paduan hipoeutektik.

Gambar 3 adalah kurva yang menunjukkan daerah-daerah komposisi besi cor nodular baik hipo maupun hipereutektik,
dimana dari kurva ini dapat ditentukan komposisi C maupun Si.

Gambar 3. Daerah komposisi besi cor nodular.

Mekanisme pembentukan grafit bulat telah diteliti oleh banyak peneliti, namun demikian jawaban yang lebih memuaskan
tentang fenomena ini masih terus dikembangkan dan didiskusikan.

Dari sekian banyak teori tentang pembulatan grafit, maka teori gelembung gas (gas bubble theory) memberikan penjelasan
yang mudah dipahami serta mencakup beberapa teori yang lainnya, sebagaimana hasil penelitian dari Haruki Itofuji.

2/9
Penelitian dilakukan terhadap suatu cairan besi cor nodular yang dikuens pada saat pendinginan sehingga pada tempat
dimana akan terbentuk grafit bulat, ditemukan gelembung-gelembung gas yang merupakan gas Mg, gas Ca dan/atau gas
N2 yang terabsorbsi oleh unsure tanah jarang (rearearth). Pada penelitian tersebut tampak bahwa hanya grafit bulat
berukuran kecil (dibawah 10 mm) yang ditemukan terbentuk didalam cairan.

Untuk partikel yang lebih besar, bentuk grafit ditentukan oleh lapisan austenit yang berada disekelilingnya. Grafit menjadi
bulat bila austenit dapat terbentuk disekelilingnya dengan sempurna, sebaliknya grafit vermikular tebentuk bila pada
austenit, akibat adanya unsur-unsur pengganggu, terjadi kanal-kanal yang menghubungkan grafit dengan cairan.
Sedangkan bila pertumbuhan grafit dalam gelembung gas terhenti serta tumbuh grafit dari inti-inti baru disekitar austenit,
akan terjadi grafitchunky(gambar 4).

Gambar 4. Skematik pembentukan grafit bulat.

Teori lain dikemukakan oleh Marincek B, yaitu teori dengan landasan energi permukaan. Dari penelitiannya ditemukan
bahwa energi permukaan antara grafit dengan cairan pada besi cor nodular lebih besar dari pada besi cor lamelar. Dengan
metode retakan kapiler (capillary rise method) dipastikan bahwa tegangan permukaan pada grafit lamelar adalah 800
1100 dyne/cm, sedangkan pada grafit bulat adalah 1400 dyne/cm (dyne adalah satuan gaya dengan sistim cgs).

Penelitian ini berhasil menjelaskan, bahwa pembulatan grafit dapat terjadi karena pada permukaan bulat (sphere) terdapat
energi bebas permukaan yang lebih kecil dari pada permukaan lamelar dengan volume yang sama sehingga perbedaan
energi antar permukaan cairan dengan grafit (interface energy) menjadi besar. Perbedaan yang besar ini memaksa
pertumbuhan kristal grafit, dalam hal ini menurunkan rasio energi/volume, cenderung menjadi bulat dari pada lamelar.

Gambar 5. Variasi energi bebas pembentukan grafit (DG) sebagai fungsi dariinterface
energicairan-grafit (g*SL).

3/9
Interface energi antara cairan-grafit merupakan fungsi dari kandungan S. Bila terdapat cukup kandungan unsur reaktif
terhadap S seperti Mg, sehingga S didalam cairan dapat direduksi sekecil-kecilnya, maka interface energi tersebut akan
naik sehingga grafit bulat akan lebih memungkinkan terbentuk.

Tercatat pula beberapa faktor yang menjadi penghambat terjadinya grafit bulat, antara lain adanya unsur-unsur
pengganggu didalam cairan (Sb, Pb, As dan sebagainya), atau pemanasan lebih (superheating) serta penahanan cairan
setelah Mg-treatment. Faktor-faktor tersebut secara langsung menurunkan tegangan permukaan. Selanjutnya kenaikan
tegangan permukaan teramati pula sejalan dengan penambahan unsur Mg didalam cairan sebagaimana tampak pada
gambar 6 dan 7.

Gambar 6. Variasi tegangan permukaan sebagai fungsi

waktu penahanan pada T konstan.

Gambar 7. Variasi tegangan permukaan sebagai fungsi

Mg-rest.

Dari gambar 7 tampak jelas, bahwa tegangan permukaan terbesar yang menghasilkan pembulatan grafit optimum adalah
pada kandungan Mg sebesar 0.01-0.02%. Namun karena dalam pengukuran sulit untuk membedakan antara Mg dengan
MgS maupun MgO, maka kandungan Mg (Mg-rest) yang dianjurkan adalah 0.015% lebih tinggi dari kandungan seharusnya
(0.025 0.035%).

Sifat-sifat Besi Cor Nodular dipengaruhi oleh semua unsur yang terdapat dalam tabel periodik. Beberapa dari unsur ini
memiliki konsentrasi yang sedemikian kecilnya sehingga sulit dikenali, sedangkan beberapa yang lainnya memiliki
pengaruh yang relatif kecil. Setiap unsur secara umum berpengaruh sebagai berikut:

Menyebabkan atau meniadakan karbida.

Membentuk serta mempengaruhi penyebaran grafit.

Membentuk struktur dasar.

4/9
Gambar 8. Struktur Besi Cor Nodular perlitik dengan sedikit ferit.

Gambar 9. Pertumbuhan grafit yang menembus dinding austenit.

Pengaruh unsur-unsur ini terutama berhubungan erat dengan kecepatan pendinginan (ketebalan coran), oleh karenanya
penentuan komposisi besi cor nodular sangat memperhatikan masalah kecepatan pendinginan ini sehingga akan diperoleh
coran dengan struktur dasar tanpa ledeburit (perlit + karbida bebas.

Didalam besi cor, karbon selalu dipengaruhi oleh silikon sehingga dalam perhitungan digunakan CE (carbon equivalent)
dengan hubungan sebagai berikut:

CE = %C + 0.31 %Si.

CE yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya flotasi grafit terutama pada coran yang cukup tebal, sedangkan CE
yang rendah akan memunculkan struktur yang semakin keras sampai dengan terbentuknya ledeburit. Harga CE yang
dianjurkan untuk ketebalan coran tertentu dapat dilihat dari gambar 10.

5/9
Gambar 10. Harga CE yang dianjurkan untuk ketebalan coran tertentu.

Perbandingan antara karbon dengan silikon ditentukan dengan memperhatikan pengaruh silikon terhadap sifat-sifat fisik
maupun mekanik besi cor nodular sebagai fungsi dari CE atau dalam hal ini ketebalan coran.

Kandungan silikon pada jumlah tertentu akan meningkatkan keuletan besi cor sampai dengan 4 %, meningkatkan
kekerasan terutama pada kondisi anil namun menurunkan ketahanan impak serta konduktifitas termal, sehingga dengan
demikian perlu pembatasan-pembatasan.

6/9
Tabel 2. Komposisi C dan Si untuk Coran tanpa karbida bebas.

Persentase C dan Si yang dianjurkan untuk ketebalan coran maupun struktur dasar yang dikehendaki dapat dilihat dari
Tabel 2.

Mangan adalah unsur penggiat terbentuknya karbida besi sehingga jumlahnya dalam besi cor nodular harus sangat dibatasi
serta berhubungan dengan kandungan silikon maupun ketebalan coran. Hubungan ini dapat dilihat pada gambar 11.

Dari gambar 11 dapat dilihat aspek penting lain dari mangan. Pada coran yang tipis sampai tebal maksimum 25 mm
pengaruh mangan dalam membentuk karbida tereliminasi oleh naiknya kandungan silikon, dimana untuk kandungan Si
yang tinggi dapat ditetapkan jumlah mangan yang cukup tinggi pula. Sedangkan untuk coran yang tebal hal tersebut tidak
dapat dilakukan mengingat kecenderungan akan terjadinya segregasi.

7/9
Gambar 11. Mn maksimum yang dianjurkan sebagai fungsi

Si dan tebal coran.

Mangan akan tersegregasi semakin kuat pada kondisi pendinginan yang lambat, sehingga pada akhirnya untuk kandungan
mangan rata-rata 0.4 % akan naik menjadi 2.5 % atau lebih dibagian coran yang mengalami pembekuan terakhir.
Sedangkan silikon mengalami kejadian yang sebaliknya dimana ia akan tersegregasi justru pada awal pembekuan.

Unsur yang merupakan penggiat pembentukan karbida besi dengan pengaruh lebih kuat dari mangan adalah chrom (Cr),
vanadium (V), bor (B), telurium (Te) dan molibdenum (Mo). Sehingga untuk menghindari terbentuknya karbida bebas unsur-
unsur tersebut harus dibatasi sebagai berikut: Cr: 0.05 %, V: 0.03 %, B: 0.003 %, Te: 0.003 %, Mo: 0.01 0.75 %.

Grafit bulat hanya mungkin terbentuk pada cairan dengan kandungan sulfur rendah (S<0.01 %), oleh karenanya pada
proses produksinya selain digunakan bahan baku dengan kandungan sulfur rendah, juga dilakukan desulfurisasi dengan
memadukan unsur Mg kedalam cairan.

Mg adalah unsur terpenting yang menghasilkan efek pembulatan grafit. Efek ini terjadi bila terdapat kandungan Mg
didalam besi sebesar 0.02% 0.05%. Namun karena unsur ini memiliki titik uap hanya 1107 oC disamping kelarutannya
didalam besi yang relatif rendah, maka untuk mencegah kehilangan yang terlalu banyak saat pemaduan, Mg diberikan
dalam bentuk paduan FeSiMg.

Beberapa parameter yang berpengaruh pada pemaduan Mg adalah:

Jenis paduan Mg.

Temperatur pemaduan.

Metode pemaduan.

Jumlah S maupun O2didalam cairan dasar (base iron).

Untuk menentukan jumlah Mg yang harus dipadukan kedalam cairan dasar, perlu diperhatikan jumlah yang diperlukan
sekaligus untuk desulfurisasi serta deoksidasi, serta jumlah yang hilang akibat penguapan sebagai berikut:

Sebuah contoh aplikasi:

Kondisi proses:

Sulfur pada base iron (SB) = 0.02%.

Mg rest yang diharapkan (MgR) = 0.04%

Mg dalam paduan (MgRC) = 10% (FeSiMg10)

8/9
Efisiensi ladel (LE) = 26% (T = 1500oC, berdasarkan percobaan).

Maka:

Dengan demikian, misalnya untuk kapasitas ladle treatment 250 kg, diperlukan FeSiMg10 sebanyak:

MgA= 0.018 x 250 kg = 4.5 kg, dengan temperatur treatment = 1500oC.

9/9
11. Logam-logam Ferous
Diagram fasa besi dan carbon :
Suatu diagram yang menunjukkan fasa dari besi, besi dan paduan carbon berdasarkan
hubungannya antara komposisi dan temperatur.

Titik eutectoid

Gbr.11.1 Diagram kesetimbangan Besi dan Karbon (Iron-carbon equilibrium diagram)


Sumber: Budinsky Engineering Materials

Fasa-fasa stabil dalam baja:


Fasa Struktur Kristal Karakteristik
Ferrite BCC Lunak, ulet, dan bermagnet
Lunak, berkekuatan sedang, tidak
Austenite FCC
bermagnet
Campuran antara Besi Keras dan getas
Cementite dan karbon, Fe3C (Besi
karbit)

7-1
Gbr.11.2 Mikrostruktur dari fasa-fasa besi dalam suhu ruang

Gbr.11.3 Mikrostruktur dari baja karbon:


(a) Sekitar 0.2%C (b) Sekitar 0.6% C. Luasan terang adalah ferit dan luasan
gelap adalah perlit.
th
(Sumber: Budinsky, Engineering Materials 5 edition)

Gbr.11.4 Mikrostruktur dari baja karbon (a) Ferrite: besi murni dan baja karbon rendah
(X100) , austenite memiliki mikrostruktur mirip dengan ferrite. (b) Pearlite(perlit), baja
karbon 0.8% yang dipanaskan memiliki 100% perlit (X1330). Garis gelap adalah besi
karbit/cementit (Fe3C) dan luasan terang adalah ferit. (c) Martensite (martensit), struktur
baja yang didapatkan dengan memanaskan baja di suhu austenit lalu didinginkan secara
cepat dalam air atau oli, terdapat pada baja pendinginan cepat (X500)
7-2
11.2 Besi Tuang (Cast Iron)
adalah besi cor yang mengandung karbon 2 ~ 4% dan silikon 1 ~ 3%.
 Sifat-sifatnya:
- mudah dicairkan dan dipadu dengan unsur lain untuk mendapatkan sifat tahan aus, tahan gesek dan
tahan korosi.
- Memiliki tahanan kejut dan keuletan yang rendah (getas).
- Banyak digunakan pada industri secara luas karena harganya yang ekonomis dan memiliki sifat-sifat
yang luas.

 Macam-macam besi tuang :


1. Besi tuang kelabu (gray cast iron)
2. Besi tuang putih (white cast iron)
3. Besi tuang mampu tempa (malleable cast iron)
4. Besi tuang kenyal/ besi tuang nodular (ductile cast iron/nodular cast iron)

Gbr 11.5 Macam-macam besi tuang

Gbr 11.6 Komposisi karbon dan silikon dalam besi tuang dan baja

7-3
11.2.1 Besi Tuang Kelabu (Gray Cast Iron)
 Besi tuang kelabu ini terbentuk saat jumlah karbon melebihi jumlah untuk larut dalam austenit
(baja delta) dan menyerap sebagai serpihan grafit.
 Bernama besi tuang kelabu karena saat dipatahkan, warna patahannya adalah kelabu yang
ditimbulkan oleh grafit yang terekspos pada permukaan retak tersebut.
 Komposisi : 2.5~4.0% Karbon dan 1.0~3.0% Silicon, sisanya Besi

Sifat-sifat besi tuang kelabu:


- berharga relatif rendah dengan sifat-sifat mekanik yang berguna
- kemampuan dimesin yang bagus pada tingkat kekerasan yang memiliki daya tahan aus yang
baik karena kandungan grafitnya.
- Memiliki kapasitas menyerap getaran yang tinggi (damping capacity) karena kandungan
grafit tinggi (10%) yang mampu menyerap getaran.

 Biasa digunakan untuk sistem pemipaan, roda gigi, silinder blok kecil, silinder head, silinder blok truk,
traktor, kotak roda gigi yang besar, coran mesin disel dll.

 Mikrostruktur besi tuang kelabu yang mengandung grafit dihasilkan dari laju pendinginan yang
sedang atau lambat.
- Selain itu laju pendinginan yang sedang membuat matrix besi tuang kelabu berupa pearlite.
- Laju pendinginan yang lambat membuat matrix (kandungan terbesar dalam besi cor) berupa ferit.

Contoh: (JIS)
FC150 (Fe casting
with 150 MPa of
tensile strength)

Serpihan grafit
(graphite flake)

Gbr 11.7 Foto mikro besi tuang kelabu yang dicetak dalam cetakan pasir (X100).
(serpihan grafit dalam daerah terang: ferrite 20%, daerah gelap: pearlite 80%, hasil laju
pendinginan sedang)
Sumber: W.F.Smith, Foundation of materials science and engineering

Gbr 11.8 Perbandingan antara hubungan


tegangan-regangan baja karbon sedang dan
besi tuang kelabu(gray cast iron)
Sumber: Budinsky, Engineering Materials

7-4
11.2.2 Besi Tuang Putih (White Cast Iron)
 Besi tuang tuang putih berkomposisi: 1.8~3.6% Karbon dan 0.5~1.9% Silicon, sisanya Besi.
 Terbentuk dengan pendinginan yang cepat yang mana karbon dalam besi tuang cair membentuk besi
karbit Fe3C bukan grafit.
 Besi tuang kelabu bila didinginkan dengan cepat dari temperature pengecoran(titik leleh) maka akan
membentuk besi tuang putih.
 Mikrostrukturnya banyak mengandung besi karbid dalam matriks pearlite seperti pada Gbr. berikut:

Gbr 11.9 Foto mikro besi tuang putih (X100).


(daerah terang: besi karbid Fe3C, daerah gelap: pearlite, hasil laju
pendinginan cepat)
Sumber: W.F.Smith, Foundation of materials science and engineering

 Bernama besi tuang putih karena saat dipatahkan, warna patahannya adalah putih atau memiliki
permukaan patah yang terang.
 Sifat-sifat besi tuang putih:
- Banyak digunakan karena sifatnya yang sangat kuat ketahanan aus dan gesek yang
disebabkan oleh jumlah besi karbon dalam jumlah besar di dalam strukturnya.
- Sebagai bahan baku dari besi tuang mampu tempa.
- Memiliki sifat tahan korosi, berkekuatan creep(mulur) dan tahan oksidasi.

 Biasa digunakan untuk komponen2 tahan gesek pada pertambangan, pertanian, bola gerinda, pompa
semen dll.

11.2.3 Besi Tuang Mampu Tempa (Malleable Cast Iron)


 Besi tuang mampu tempa berkomposisi: 2.0~2.6% Karbon dan 1.1~1.6% Silicon, sisanya Besi.
 Terbentuk besi tuang putih dipanaskan dalam dapur tempa untuk memisahkan besi karbid dalam besi
tuang putih menjadi grafit dan besi. Grafit dalam besi tuang mampu tempa ini berbentuk
aggregate/kumpulan bulat yang tidak beraturan yang disebut temper carbon.
 Mikrostrukturnya banyak mengandung temper karbon dalam matriks ferrite seperti pada Gbr. 11.10.
 Sifat-sifat besi tuang mampu tempa:
- Memiliki sifat mampu tempa, mampu dicor, mampu dimesin.
- Memiliki kekuatan sedang dan tangguh.
- Memiliki sifat tahan korosi dan memiliki struktur yang uniform/seragam.

7-5
Contoh: (JIS)
FCMP45
FCMP45-
MP45-06
(F
Fe Casting
Malleable Pearlite
with minium 45
kg/mm2 of tensile
strength and 0.06
or 6% of elongation)

Gbr 11.10 Foto mikro besi tuang mampu tempa (X100).


(daerah terang: matrix ferit, daerah gelap:graphite/temper karbon)
Sumber: W.F.Smith, Foundation of materials science and engineering

 Biasa digunakan untuk komponen2 yang mampu dimesin, connecting rod, komponen-komponen
yang butuh kekuatan tinggi.

 Tahapan-tahapan perlakuan panas pada besi tuang putih untuk memproduksi besi tuang mampu
tempa.
1. Grafitasisasi (graphitization)
- Pada tahap ini besi tuang putih dipanaskan di atas suhu eutectoid (940C) dan ditahan selama
3 hingga 20 jam tergantung pada komposisi, struktur dan ukuran besi cor. (makin besar makin
lama)
- Pada tahap ini besi karbon dari besi tuang putih berubah menjadi temper karbon (grafit) dan
austenit.

2. Cooling (pendinginan)
Pada tahap ini austenit dari besi dapat diubah menjadi tiga tipe matriks dasar: ferrite, pearlite atau
martensit.
a. Ferritic malleable iron.
Untuk membuat matrix ferrite setelah tahap pertama di atas, didinginkan dengan cepat ke
740~760C lalu didinginkan dengan perlahan dengan kecepatan sekitar 3 ~ 11C per jam.
Selama pendinginan austenit berubah menjadi ferrite dan graphite dengan grafit mengendap
pada partikel temper karbon yang ada.
b. Pearlitic malleable iron.
Untuk membuat matrix pearlite setelah tahap pertama di atas, didinginkan dengan lambat
ke 870C lalu didinginkan dalam udara.
Dengan pendinginan yang cepat dihasilkan matrix pearlite yang terdiri atas temper carbon
(grafit).
c. Tempered martensitic malleable iron.
Untuk membuat matrix martensit setelah tahap pertama di atas, didinginkan dalam dapur
hingga 845 ~ 870C ditahan selama 15 ~ 30 menit untuk menghomogenisasi struktur kemudian
didinginkan dengan cepat dalam minyak untuk membuat matriks martensit yang sangat keras.
Akhirnya ditemper atau dipanaskan antara 590 ~ 725C untuk mendapatkan sifat-sifat
mekanik yang diinginkan. Sehingga didapatkan struktur temper carbon dalam matrix martensit
temper.

7-6
11.2.4 Besi Tuang Kenyal (Ductile Cast Iron/Nodular Cast Iron)
 Biasa disebut sebagai Nodular atau Spherulitic graphite cast iron.
 Besi tuang mampu tempa berkomposisi: 3.0~4.0% Karbon dan 1.8~2.8% Silicon, sisanya Besi.
Kandungan sulfur dan tingkat pospor dari besi kenyal kualitas tinggi harus dijaga di bawah
0.03%untuk sulfur dan 0.1% untuk pospor agar tidak mengganggu pembentukan grafit dalam besi
tuang kenyal.
 Sifat-sifat besi tuang kenyal:
- Memiliki sifat alirnya saat dicor termasuk sifat cor yang baik.
- Memiliki sifat mampu dimesin (machinability) yang baik.
- Memiliki sifat tahan aus dan sifat-sifat lain seperti baja seperti kekuatan, ketangguhan,
kekenyalan yang tinggi serta mampu dikerjakan pada suhu panas (hot workability) dan mampu
dikeraskan.
 Biasa digunakan untuk katup, bodi pompa, crank shaft, roda gigi, rollers, pinion dll.
 Nodul bulat dalam besi tuang ini terbentuk selama pembekuan dari besi cair karena tingkat sulfur dan
oksigen dalam besi dikurangi ke tingkat yang sangat rendah dengan menambahkan magnesium
dalam ratio beberapa pounds per tons ke logam sebelum dicor. Magnesium bereaksi dengan sulfur
dan oksigen sehingga elemen-elemen ini tak dapat mengganggu pembentukan nodul bulat.

Contoh: (JIS)
FCD370
(Fe Casting Ductile
with minium 370
MPa of tensile
strength)

Gbr 6.11 Foto mikro besi tuang kenyal grade 80-55-06 (X100).
Grafit bulat(gelap) dilingkupi ferrite bebas (putih) seperti mata banteng
(bull eye) di dalam matriks pearlite.
Sumber: W.F.Smith, Foundation of materials science and engineering

Grafit primer
Ferrite bebas

Grafit sekunder

Gbr 6.12 Foto scanning electron microscope besi tuang kenyal (X130)
yang menunjukkan grafit sekunder dan ferrite dari mata banteng di antara
nodul (bulatan) grafit primer.
Sumber: W.F.Smith, Foundation of materials science and engineering

7-7
Perbandingan modulus elastisitas dan ketangguhan besi tuang :

Paling getas

Memiliki kemampuan
damping terbesar

7-8
7-9
Jurnal Foundry Vol. 2 No. 2 Oktober 2012 ISSN : 2087-2259

STUDI PENGARUH KOMPOSISI KIMIA DAN KETEBALAN CORAN


TERHADAP STRUKTUR MIKRO BESI COR PADA KASUS PEMBUATAN BESI
COR VERMICULAR

Eko Surojo, Didik Djoko Susilo, Teguh Triyono, Nugroho Fajar Wicaksono
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UNS
Jl. Ir. Sutami No. 36A Surakarta 57126, Tlp. (0271) 632163

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh komposisi kimia dan ketebalan coran terhadap struktur
mikro besi cor pada kasus pembuatan besi cor vermicular. Besi cor vermicular menarik diteliti karena
memiliki kekuatan dan keuletan yang lebih tinggi dibandingkan dengan besi cor kelabu, serta memiliki
konduktivitas panas, sifat damping, ketahanan panas dan kekuatan fatik yang lebih baik dibandingkan dengan
besi cor nodular. Akan tetapi yang masih menjadi permasalahan adalah ketika proses pengecoran diperlukan
komposisi kimia dan laju pendinginan yang tepat agar dihasilkan besi cor bergrafit vermicular. Terkait
dengan hal itu, pada penelitian ini dilakukan perbandingan struktur mikro terhadap hasil coran dari sampel
yang memiliki komposisi kimia dan ketebalan coran yang berbeda. Bahan besi cor dilebur menggunakan
tungku induksi dan proses pemaduan Mg dilakukan di dalam ladel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
jika komposisi kimia besi cor (% Mg minimal) mampu mendorong terbentuknya grafit nodular maka terdapat
kecenderungan semakin tebal coran menyebabkan semakin besarnya kemungkinan terbentuknya grafit
vermicular. Pada komposisi besi cor 2,63 %C; 2,41 %Si; 0,428 % %Mn; 0,006 %S; 0,07 %Mg; 0,015 %Ti;
0,067 %Cr; 0,019 %Mo; 0,043 %Ni; 0,009 %Al; 0,006 %Co; 0,12 %Cu; 0,007 %V; 0,024 %W dan
ketebalan coran 40 mm mampu menghasilkan besi cor berstruktur vermicular.

Kata kunci : ketebalan coran, komposisi kima, besi cor vermicular

1. PENDAHULUAN besi cor, unsur paduan Ti dan Al membantu


Compacted graphite iron (CGI) atau disebut terbentuknya grafit vermicular (Elbel dan
juga vermicular cast iron memiliki kekuatan Hampl, 2009). Selain Mg, Ti dan Al, unsur
dan keuletan yang lebih tinggi dibandingkan yang mendorong terbentuknya grafit vermicular
dengan besi cor kelabu, serta memiliki adalah unsur kalsium dan cerium (Stefanescu,
konduktivitas panas, sifat damping, ketahanan 1998).
panas dan kekuatan fatik yang lebih baik Terkait dengan potensi aplikasi besi cor
dibandingkan dengan besi cor nodular (Sun vermicular untuk pembuatan komponen yang
dkk, 2008; Dayong dkk, 2008). Besi cor memiliki karakteristik lebih unggul
bergrafit vermicular yang dipadu dengan dibandingkan besi cor kelabu dan besi cor
pospor memiliki nilai koefisien gesek dan nodular maka dilakukanlah penelitan ini.
ketahanan aus yang lebih tinggi dibandingkan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
dengan besi cor bergrafit serpih maupun pengaruh komposisi kimia dan ketebalan coran
nodular (Zhang dkk, 1993). Akan tetapi pada terhadap struktur mikro pada proses pembuatan
besi cor austempered bergrafit vermicular besi cor vermicular. Ketebalan coran perlu
memiliki ketahanan aus yang lebih rendah diteliti karena berkorelasi langsung dengan laju
dibandingkan bergrafit nodular (Hatate dkk, pendinginan logam coran dimana semakin tebal
2001). coran menyebabkan laju pendinginan yang
Besi cor vermicular antara lain diaplikasikan semakin lambat. Pada proses pembuatan besi
untuk pembuatan komponen connecting fork, cor vermicular, fasa matrik dan morfologi
sproket wheel, exhaust manifold dan piringan grafitnya sensitif terhadap laju pendinginan
rem pada kereta api (Stefanescu, 1998). Besi (Stefanescu, 2005). Selain itu, seperti yang
cor vermicular juga diaplikasikan untuk bahan dijelaskan pada paragraf sebelumnya bahwa
blok rem kereta api (Zhang dkk, 1993). karena pembentukan grafit vermicular sangat
Besi cor vermicular dapat terbentuk pada dipengaruhi oleh komposisi kimia maka di
proses pengecoran besi cor nodular jika terjadi dalam peneletian ini juga diperbandingkan
undertreatment paduan Mg (Angus, 1976; struktur mikro hasil coran dari tiga komposisi
Stefanescu, 2005). Di dalam proses pengecoran kimia besi cor yang berbeda.

26
Jurnal Foundry Vol. 2 No. 2 Oktober 2012 ISSN : 2087-2259

2. METODE PENELITIAN ?30 mm


Bahan yang diteliti memiliki komposisi
kimia seperti ditunjukkan oleh Tabel 1 (sampel
105 mm
A), Tabel 2 (sampel B) dan Tabel 3 (sampel C). 5 mm 5 mm
Bahan tersebut dihasilkan dari proses peleburan
sekrap baja yang dicampurkan dengan arang
batok kelapa. Peleburan bahan dilakukan
menggunakan tungku induksi kapasitas 50 kg. 80 mm
10 mm
Proses penambahan unsur paduan Mg
dilakukan di dalam ladel dengan menggunakan
FeSiMg. Sedangkan penuangan besi cor cair
dari tungku induksi ke ladel dilakukan pada
temperatur 1450 oC. 20 mm 10 mm
Besi cor cair yang sudah dipadu dengan
100 mm
unsur Mg dituang ke dalam cetakan pasir basah.
Disain pola yang digunakan diperlihatkan pada
Gambar 1. Hasil coran kemudian dipotong
untuk dilakukan pengamatan struktur mikro.

Tabel 1. Komposisi kimia sampel A (% berat)


C Si Mn S Mg
30 mm 40 mm
3,45 1,61 0,434 0,007 0,062
Ti Cr Ni Cu W
Gambar 1. Pola yang digunakan.
0,021 0,068 0,043 0,123 0,022
Mo Al Co V
0,016 0,006 0,006 0,005 3. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Tabel 2. Komposisi kimia sampel B (% berat) Hasil coran diperlihatkan pada Gambar 2
dan struktur mikronya ditunjukkan pada
C Si Mn S Mg Gambar 3, Gambar 4 dan Gambar 5. Dari
2,63 2,41 0,428 0,006 0,07 Gambar 3 terlihat bahwa sampel A (di semua
Ti Cr Ni Cu W ketebalan) terbentuk struktur besi cor kelabu.
Struktur mikro tersusun atas grafit berbentuk
0,021 0,068 0,043 0,123 0,022 serpih dan matrik yang didominasi fasa ferit
Mo Al Co V dan sedikit fasa perlit. Meskipun kandungan
Mg sudah mencapai 0,062 % tetapi sampel A
0,019 0,009 0,006 0,007 masih bergrafit serpih. Padahal hasil penelitian
Elbel dan Hampl (2009) memperlihatkan bahwa
kandungan Mg sebesar 0,018 % menghasilkan
Tabel 3. Komposisi kimia sampel C (% berat)
grafit vermicular dan 0,023% menghasilkan
C Si Mn S Mg grafit nodular.
Terbentuknya grafit serpih pada sampel A
2,43 2,73 0,431 0,006 0,075
kemungkinan disebabkan oleh kurang tingginya
Ti Cr Ni Cu W kandungan Si. Stefanescu (1998) menyatakan
0,016 0,068 0,042 0,123 0,024 bahwa pada komposisi CE tetap, nodularitas
grafit semakin tinggi dengan semakin tingginya
Mo Al Co V kandungan Si. Meskipun kandungan Mg sudah
0,019 0,01 0,006 0,003 mencapai 0,062 %, tetapi karena kandungan Si
hanya 1,61 % kemungkinan belum mampu
mendorong terbentuknya grafit vermicular

27
Jurnal Foundry Vol. 2 No. 2 Oktober 2012 ISSN : 2087-2259

terlebih grafit nodular. Masih menurut


Stefanescu (1998) kandungan Si pada besi cor
vermicular adalah 1,7-3,0%.
Selanjutnya struktur mikro sampel B
diperlihatkan pada Gambar 4. Fasa matrik
terdiri atas fasa ferit dan perlit. Pada tebal coran
10 mm, 20 mm dan 30 mm berstruktur grafit
nodular sedangkan pada tebal 40 mm mampu
menghasilkan struktur grafit vermicular. Hal ini
menunjukkan bahwa struktur grafit selain
dipengaruhi oleh komposisi kimia juga
dipengaruhi oleh tebal coran (laju pendinginan).
Hal ini sejalan dengan pernyataan Stefanescu
(2005) yang menyebutkan bahwa pada proses
pembuatan besi cor vermicular, fasa matrik dan (a) Sampel A.
morfologi grafitnya sensitif terhadap laju
pendinginan. Jadi, hasil sampel B ini
memperlihatkan bahwa struktur vermicular
dapat diperoleh pada kombinasi paduan besi cor
dan laju pendinginan yang tepat. Struktur mikro
pada sampel B bisa berbeda dengan struktur
mikro A dikarenakan oleh 2 kemungkinan yaitu
adanya perbedaan kandungan Mg dan
kandungan Si. Kedua unsur paduan ini
berpengaruh terhadap nodularitas grafit. Sampel
B memiliki kandungan Mg dan Si yang lebih
tinggi dibandingkan dengan sampel A. Semakin
tinggi unsur paduan Mg dan Si menyebabkan
grafit semakin cenderung terbentuk nodular.
Selain itu, laju pendinginan yang semakin cepat
menyebabkan bentuk grafit semakin nodular (b) Sampel B.
(Stefanescu, 2005) dan hal ini terjadi pada
ketebalan coran 10 mm, 20 mm dan 30 mm.
Sedangkan laju pendinginan pada ketebalan
coran 40 mm relatif lebih lambat sehingga
memungkinkan terbentuk grafit vermicular.
Komposisi kimia yakni 0,07 %Mg pada sampel
B ini juga patut diduga merupakan batas
minimal untuk pembentukan besi cor nodular.
Selanjutnya struktur mikro sampel C
diperlihatkan pada Gambar 5. Dari Gambar 5
terlihat bahwa sampel C merupakan besi cor
nodular. Fasa matrik terdiri atas fasa ferit dan
perlit serta grafit berbentuk nodular. Sampel C
ini cenderung terbentuk besi cor nodular
dikarenakan kandungan residual Mg dan Si (c) Sampel C.
yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel Gambar 2. Hasil coran.
A dan sampel B.

28
Jurnal Foundry Vol. 2 No. 2 Oktober 2012 ISSN : 2087-2259

(a) Tebal coran 10 mm. (b) Tebal coran 20 mm.

(c) Tebal coran 30 mm. (d) Tebal coran 40 mm.


Gambar 3. Struktur mikro sampel A.

(a) Tebal coran 10 mm. (b) Tebal coran 20 mm.

(c) Tebal coran 30 mm. (d) Tebal coran 40 mm.


Gambar 4. Struktur mikro sampel B.
Jurnal Foundry Vol. 2 No. 2 Oktober 2012 ISSN : 2087-2259

(a) Tebal coran 10 mm. (b) Tebal coran 20 mm.

(c) Tebal coran 30 mm. (d) Tebal coran 40 mm.


Gambar 5. Struktur mikro sampel C.

4. KESIMPULAN UCAPAN TERIMA KASIH


Berdasarkan hasil penelitian ini maka Terima kasih kepada LPPM UNS yang
dapat disimpulkan bahwa : telah membiayai penelitian ini melalui skema
1. Struktur mikro hasil pengecoran pada besi Penelitian Hibah Bersaing Pendanaan DIPA
cor yang mengandung paduan Mg BLU UNS Tahun 2012.
dipengaruhi oleh ketebalan coran. Jika
komposisi kimia (% Mg minimal) mampu DAFTAR PUSTAKA
mendorong terbentuknya grafit nodular Angus, H.T., 1976, Cast Iron : Physical and
maka terdapat kecenderungan bahwa Engineering Properties, Butterworths,
semakin tebal coran mendorong London.
terbentuknya grafit vermicular. Sebaliknya Craig, D.B., Hornung, M.J., and McCluhan,
logam coran yang semakin tipis cenderung T.K., 1998, Gray Iron, ASM Handbook,
menghasilkan grafit nodular. Vol.5 (Casting).
2. Pada komposisi besi cor 2,63 %C; 2,41 Dayong, L., Dequan, S., and Lihua, W, 2008,
%Si; 0,428 % %Mn; 0,006 %S; 0,07 Monitoring of Quality of Vermicular Cast
%Mg; 0,015 %Ti; 0,067 %Cr; 0,019 %Mo; Iron from the Front of the Furnace,
0,043 %Ni; 0,009 %Al; 0,006 %Co; 0,12 Tsinghua Science and Technology, Vol.
%Cu; 0,007 %V; 0,024 %W dan 2, pp. 137-141.
ketebalan coran 40 mm mampu Elbel, T and Hampl, J., 2009, Influence of Al
menghasilkan besi cor berstruktur and Ti on Microstructure and Quality of
vermicular. Compacted Graphite Iron Casting,
Metabk 48 (4), pp. 243-247.

30
Jurnal Foundry Vol. 2 No. 2 Oktober 2012 ISSN : 2087-2259

Hatate, M., Shiota, T., Takahashi, N. and


Shimizu, K., 2001, Influences of Graphite
Shapes on Wear Characteristics of
Austempered Cast Iron, Wear (251), pp.
885-889.
Stefanescu, DM., 2005, Compacted Graphite
Iron, ASM Handbook, Vol.1(Properties
and Selection : Irons, Steels, and High
Performance Alloys).
Stefanescu, DM., 1998, Compacted Graphite
Iron, ASM Handbook, Vol.5 (Casting).
Sun, XJ., Li, YX., and Chen, X., 2008,
Identification and Evaluation of
Modification Level for Compacted
Graphite Cast Iron, Journal of Materials
Processing Technology 200, pp. 471-480.
Zhang, Y.Z., Chen, Y., He., R. and Shen., B.,
1993, Investigation of Tribological
Properties of Brake Shoe Materials
Phosphorous Cast Irons with Different
Graphite Morphologies, Wear 166, hal.
179-18.

31
PENGARUH WAKTU AUSTEMPERING
TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO
AUSTEMPERED DUCTILE IRON NON PADUAN SERTA PADUAN Cu

Yusuf Umardhani1)

Abstrak

Material ADI adalah perlakuan panas dari besi cor nodular yang mempunyai struktur mikro yaitu ausferrite,
terdiri dari austenit karbon tinggi dan ferit bainitic grafit nodul yang menyebar. Struktur mikro unik ini menghasilkan
sifat unggul ADI: kekuatan tinggi, ketangguhan, tahan aus dan machinability yang baik. Besi cor nodular yang dipadu
dengan 0,5% dan 1,0% tembaga, diaustenitisasi pada temperatur 850C selama 120 menit dan di-austemper pada salt
bath (KNO3 + NaNO2) temperatur 300C selama 1, 2 dan 4 jam. Lingkup dari penelitian ini adalah untuk mempelajari
pengaruh waktu austempering terhadap sifat mekanis (kekuatan tarik dan kekerasan) dan struktur mikro ADI. Kekuatan
tarik dan kekerasan sangat dipengaruhi oleh struktur mikro, matrik yang terbentuk dan komposisi paduan.
Dari pengujian dapat diambil nilai kekuatan tarik dan kekerasan material uji yang akan semakin meningkat
apabila waktu austempering diberikan selama 4 jam dengan penambahan 1,0% Cu yaitu sebesar 995,87 Mpa dan untuk
HBN 335,57 dan akan semakin menurun pada waktu austempering 1 jam material non paduan sebesar 263,07 Mpa dan
untuk HBN 205,23. hal ini dikarenakan pembentukan bainit yang terjadi lebih banyak pada waktu austempering yang
tinggi
Kata Kunci : Ausferrite, Austempering, Besi cor nodular, Grafit nodul, Struktur mikro, Kekuatan tarik,
Kekerasan

PENDAHULUAN Sifat mekanik besi cor sangat dipengaruhi oleh


Latar Belakang struktur mikronya yaitu fasa matrik dan grafitnya.
Besi cor merupakan paduan eutektik dari besi Struktur besi cor terbentuk karena terjadinya proses
dan karbon dimana sering digunakan dalam dunia pembekuan dari besi cor cair (1200 C), strukturnya
industri misalnya untuk pembuatan poros engkol pada terdiri dari austenit dan sementit. Struktur mikro
mesin. Suhu cairnya yang relatif rendah ~1200 oC, Hal tersebut ditentukan oleh laju pendinginan, perlakuan
ini menguntungkan oleh karena mudah dicairkan, saat cair, perlakuan panas dan unsur paduan. [Van
pemakaian bahan bakar lebih irit, dapur peleburan Vlack, 1992]
lebih sederhana dan logam cairnya dapat mengisi Dengan penambahan Mg atau Ce dalam besi
cetakan yang rumit dengan mudah. [Van Vlack, 1992] cor, maka grafit coran akan berbentuk bulatan. Grafit
Austempered Ductile Iron (ADI) merupakan yang berbentuk nodular, mempunyai derajat
suatu material yang didapatkan dari salah satu proses konsentrasi tegangan yang sangat kecil, maka kekuatan
heat treatment dari besi cor nodular. Material ini besi cor menjadi lebih baik. Unsur-unsur lain yang
mempunyai keunikan dimana matrik mikro stukturnya dapat membulatkan grafit yaitu Ca, Na, K, Li, Ba, Sr,
terdiri dari high-carbon austenite (ghc) dan bainite Zn, dsb. Telah dikenal, tetapi didasarkan atas masalah
dengan grafit nodular didalamnya. Dengan struktur harga maka dipilih unsur Mg yang paling
mikro ADI menunjukkan bahwa material tersebut menguntungkan. [Surdia Tata, 1995]
secara sifat mekanik dan fisik sangat Austempered Ductile Iron (ADI) adalah suatu
remarcable,sehingga material ini sangat baik besi cor yang dapat dibentuk dari proses heat-treated.
digunakan dalam bidang manufaktur karena biaya yang Mempunyai suatu struktur mikro matriks acicular yang
murah. [Bonjak. 1997] unik, terdiri dari high-carbon austenite (hc) dan bainite
() dengan grafit nodular/bulat di dalamnya. Dengan
TINJAUAN PUSTAKA struktur mikro ADI ini, menunjukkan sifat fisis dan
Besi cor merupakan paduan antara besi (Fe) dan mekaniknya remarcable (luar biasa).
karbon (C), Daerah komposisi kimia ditetapkan dalam Dibawah ini merupakan tabel penggolongan
diagram keseimbangan Fe-C pada batas kelarutan dari Austempered Ductile Iron.
karbon pada besi y, yaitu mengandung 2% karbon atau
lebih, tetapi besi cor yang nyata terdiri dari paduan
yang berkomponen banyak yang mengandung Si, Mn,
P, S dan unsur-unsur lainnya walaupun sebenamya
masih mengandung unsur-unsur lain namun tidak
terlalu besar pengaruhnya [Surdia Tata, 1995]

_
1)
Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin FT-UNDIP

ROTASI Volume 10 Nomor 1 Januari 2008 32


Tabel 1. ASTM A897/897M -02 Minimum Penyiapan Spesimen Uji
Property Specification For ADI Casting Untuk kepentingan pengujian diperlukan
[Hayrynen, 2002] penyiapan spesimen uji. Adapun spesimen uji yang
Tensile Yield Impact Typical disiapkan adalah spesimen uji tarik, uji kekerasan dan
Elongation.
Grade Strength Strength
(%)
Energy Hardness spesimen uji metalografi. Untuk keperluan pengujian
(MPa/Ksi) (MPa/Ksi) (J/ft-lb) (BHN) tarik, dimensi spesimen uji mengacu pada standar
1 850 / 125 550 / 80 10 100 / 75 269 - 321 ASTM E8. (ASM, 1990) untuk spesimen uji
2 1050 / 150 700 / 100 7 80 / 60 302 - 363 berpenampang rectangular. Spesimen yang digunakan
3 1200 / 175 850 / 125 4 60 / 45 341 - 444 untuk uji kekerasan berbentuk silinder dengan diameter
20 mm dan tinggi 15 mm. Sebagian dari test bar juga
4 1400 / 200 1100 / 155 1 35 / 25 366 - 477
diambil untuk dijadikan spesimen metalografi yang
5 1600 / 230 1300 / 185 N/A N/A 444 - 555 mempunyai dimensi sama dengan spesimen uji
kekerasan.
Dibawah ini merupakan diagram proses dari Proses Austempering
Austempered Ductile Iron Dalam penelitian ini spesimen uji di panaskan
dalam tungku sampai temperatur 8500 C, dan ditahan
selama 2 jam., dilanjutkan dengan tahap quenching dan
dilanjutkan dengan proses austempering pada
temperatur 3000C dengan variasi temperatur penahanan
1 jam, 2 jam dan 4 jam. Kemudian dilanjutkan dengan
pendinginan udara.

DATA DAN ANALISA HASIL PENGUJIAN


Gambar. 1. Diagram Proses Austempering [Miguel Data dan Analisa Komposisi Spesimen Uji
A.Y, 2001] Spesimen Data hasil pengujian komposisi kimia
terhadap besi Austempered Ductile Iron dengan paduan
Pada gambar di atas , proses austemper terdiri tembaga (Cu) 0,5 % ditunjukan dalam Tabel 2. Data
dari dua tahap, yaitu yang diperoleh ini sebagai sampel acuan untuk ADI
1. Austenitisasi dengan variasi paduan tembaga yang lainnya.
Proses pemanasan besi pada temperatur antara
840C - 950C (dari A ke B) kemudian ditahan Tabel 2. Komposisi Kimia Spesimen Uji Pada NP2
selama 15 menit sampai 2 jam agar matrik austenit
dalam besi homogen
2. Austemper
Material dicelup cepat dari temperatur austenit ke
temperatur austemper (dari C ke D) dalam salt
bath dengan temperatur salt bath antara 250 C
sampai 450 C dan ditahan selama 0,5 sampai 4
jam (dari D ke E). Kemudian material didinginkan Dari data yang diperoleh pada pengujian
dalam temperatur kamar (dari E ke F). dibandingkan data klasifikasi besi cor yaitu kandungan
karbon pada spesimen uji sebesar 3,57% sehingga
Dalam penelitian ini unsur paduan yang material ini dapat digolongkan dalam klasifikasi besi
ditambahkan adalah Cu (tembaga) sebanyak 0.5% dan cor kelabu dan besi cor nodular, kandungan karbon
1,0%. Cu (tembaga) dipilih karena mempunyai sifat yang tinggi antara 3 sampai 4% dapat meningkatkan
menggalakkan grafit. kekuatan tarik material akan tetapi elongasi dan
kekerasannya dapat diabaikan. Kandungan silikon
sebesar 3,41% sudah melebihi batas dari klasifikasi
METODE PENELITIAN yang ditetapkan. Silikon merupakan unsur penting
Prosedur Pengujian
dalam ADI karena dapat berfungsi menggalakan
Untuk mengetahui pengaruh unsur Cu terhadap
penggrafitan, menurunkan kelarutan karbon dalam
kekuatan besi cor nodular, maka pada komposisi
austenit dan meningkatkan temperatur eutektik dan
material dasar ditambah Cu sampai persentase tertentu.
pemacu pembentukan bainit karbida. Peningkatan
Penambahan yang dilakukan adalah 0,5% Cu dan 1,0%
silikon dapat meningkatkan kekuatan impak dari ADI.
Cu. Tahap-tahap penelitian dimulai dari pembuatan
[Ref. 16 hal. 33-34] Kandungan silikon yang besar
batang uji (test bar), penyiapan spesimen uji pengujian
akan mengakibatkan kecenderungan membentuk besi
tarik, uji kekerasan dan metalografi
cor kelabu, namun dengan penambahan sedikit unsur
magnesium yang cukup dapat menghambat
penggrafitan bentuk serpih (flake) dan membentuk
grafit bulat (spheroid).

ROTASI Volume 10 Nomor 1 Januari 2008 33


Pada spesimen uji kandungan mangan 0,513% Tabel 4. Data hasil pengujian kekerasan ADI
sulfur 0,004% dan fosfor 0,089% serta magnesium
sebesar 0,018% .
Dari komposisi ketiga unsur terakhir
mempertegas bahwa spesimen uji tersebut termasuk
klasifikasi besi cor nodular. Untuk meningkatkan sifat
dan menurunkan kepekaan ADI terhadap ukuran HISTOGRAM NILAI KEKERASAN MATERIAL ADI
bagian dan jumlah nodul, maka sebaiknya untuk
membatasi kadar mangan dalam ADI lebih kecil dari 350
300
0,3%. 250
Apabila dibandingkan dengan rencana NILAI
KEKERASAN 200
Non Perlakuan
komposisi kandungan Cu yang diharapkan sebesar BRINNELL
(BHN)
150
Perlakuan 1 Jam
0,5% dengan data hasil pengujian ternyata berbeda. Hal 100 Perlakuan 2 Jam
50 Perlakuan 4 Jam
ini disebabkan adanya unsur lain diluar rencana yaitu 0
unsur Al, Ti, V, Cr dan Co yang mungkin sudah ada Non
Paduan
Paduan
0,5% Cu
Paduan
1,0% Cu
dalam bahan baku yang digunakan sebelumnya. SPESIM EN UJI

Data dan Analisa Uji Tarik


Data Uji Tarik Dari data nilai kekerasan terlihat bahwa
Tabel 3. Data hasil pengujian tarik ADI pemaduan tembaga dan waktu austempering
mempengaruhi nilai kekerasan Austempered Ductile
Iron. Perbedaan penambahan tembaga (Cu) dan waktu
austempering pada ADI memberikan efek kenaikan
harga kekerasan yang dapat dilihat pada histogram nilai
HISTOGRAM KEKUATAN TARIK MATERIAL ADI kekerasan diatas.
1000
Penambahan unsur tembaga dan Perlakuan
900
800 austempering dengan variasi waktu penahanan terlihat
700
KEKUATAN 600 jelas memberikan peningkatan kekerasan pada ADI.
TARIK 500
(N/mm2) 400
Non Perlakuan
Perlakuan 1 Jam Nilai kekerasan terendah terlihat non paduan tembaga
300 Perlakuan 2 Jam
200 Perlakuan 4 Jam (Cu) tanpa perlakuan austempering , yaitu sebesar
100
0
Non Paduan Paduan
216,20 BHN. Sedangkan nilai kekerasan tertinggi
Paduan 0,5% Cu
SPESIM EN UJI
1,0% Cu
diperoleh pada paduan tembaga sebesar 0,5%
perlakuan austempering 4 jam, yaitu sebesar 341,20
BHN.
Nilai kekerasan ini didapat dari merata-rata tiga
Gambar 2. Histogram nilai kekuatan tarik rata-rata kali nilai pengujian tarik yang dilakukan tiap spesimen
ADI untuk setiap variasi paduan tembaga (Cu). non paduan dan paduan Cu dan tiap variasi perlakuan
Penambahan unsur tembaga (Cu) dan perlakuan waktu austempering diambil titik pengujian sebanyak 5
dengan variasi waktu austempering terlihat jelas buah. Jika dilihat dalam tabel 2.6 ASTM A897/897M
memberikan peningkatan kekuatan tarik pada -02 Minimum Property Specification For ADI
Austempered Ductile Iron. Nilai kekuatan tarik Casting, ADI tanpa paduan tembaga, ADI paduan
terendah terlihat pada non paduan tembaga non tembaga 1,0% tanpa perlakuan, perlakuan variasi
perlakuan yaitu sebesar 263,07 N/mm2 (Mpa). waktu austempering 1 dan 2 jam termasuk dalam tipe
Sedangkan nilai kekuatan tarik tertinggi diperoleh pada ADI tingkat 1 dengan range 269-321 BHN sedangkan
paduan tembaga 1,0% perlakuan 4 jam dengan ADI paduan tembaga 0,5% perlakuan variasi waktu
peningkatan sebesar 278,56%, yaitu sebesar 995,87 austempering 1, 2, dan 4 jam, ADI paduan tembaga
N/mm2 (Mpa). Hal ini menunjukkan bahwa 1,0% perlakuan variasi waktu austempering 4 jam
peningkatan kekuatan tarik pada material yang telah termasuk dalam tipe ADI tingkat 2 dengan range 302-
dilakukan austempering dengan variasi lama 363 BHN.
penahanan sangat tinggi dan penambahan tembaga,
mencapai 2 kali bahkan lebih dari kekuatan tarik
spesimen awal. Nilai kekuatan tarik ini didapat dari
merata-rata tiga kali nilai pengujian tarik yang
dilakukan tiap spesimen non paduan dan paduan Cu
dan tiap variasi perlakuan waktu austempering.

Data dan Analisa Uji Kekerasan


Data hasil pengujian kekerasan yang dengan
menggunakan standar kekerasan Rockwell .

ROTASI Volume 10 Nomor 1 Januari 2008 34


Data dan Analisa Uji Struktur Mikro Bainit b Bainit
a

a b Ferrit Retained Austenit

Grafit
Grafit
Retained Austenit

Perlit
Grafit
Ferrit Perlit Grafit

C Bainit
c Ferrit Martensit
Grafit

Perlit Retained Austenit

Grafit Struktur mikro ADI penambahan unsur Cu 0,5%


(a) perlakuan waktu austempering 1 jam (AP2)
Struktur mikro ADI (a) tanpa penambahan Cu (NP1) (b) perlakuan waktu austempering 2 jam (BP2)
(b) paduan Cu 0,5% (NP2) (c) paduan Cu 1,0% (NP3) (c) perlakuan waktu austempering 4 jam (CP2)
tanpa perlakuan austempering dengan etsa nital 5%, dengan etsa nital 5%, perbesaran 500X
perbesaran 500X a Bainit b Ferrit Bainit
C
Gambar diatas memperlihatkan struktur mikro
ADI tanpa penambahan dan dengan penambahan unsur
tembaga (Cu) 0,5% serta 1,0 % Struktur grafit sangat
Retained Austenit Grafit Grafit
jelas terlihat pada gambar (berwarna hitam bulat),
Ferit Retained Austenit
berbentuk bulat (spheroidal graphite) atau grafit tipe
VI yang tersebar merata namun ukuran grafitnya tidak
C Martensit
seragam dengan orientasi sembarang, adanya ferit
mengelilingi setiap grafit, membuat material ini
memiliki sifat ulet yang baik. Struktur grafit ini
Retained Austenit
dipengaruhi oleh paduan tembaga, salah satu sifat
Grafit
paduan tembaga dalam besi cor adalah menggalakkan Bainit
penggrafitan.
Ferrit Struktur mikro ADI penambahan unsur Cu 1,0%
a Bainit b Retained Austenit
(a) perlakuan waktu austempering 1 jam (AP3)
(b) perlakuan waktu austempering 2 jam (BP3)
Ferrit (c) perlakuan waktu austempering 4 jam (CP3)
dengan etsa nital 5%, perbesaran 500X
Grafit
Bainit
Retained Austenit Grafit Gambar dapat dilihat struktur mikro
austempered ductile iron dengan tanpa penambahan
c dan penambahan 0,5% serta 1,0%Cu Bentuk grafit
Grafit merupakan tipe VI grafit bulat yang tersebar merata
namun ukuran grafitnya tidak seragam dengan orientasi
Bainit sembarang.
Bainit Pertumbuhan retained austenit akan lebih
Retained Austenit
banyak dengan semakin lama waktu ausrtempering dan
penambahan Cu sehingga keuletannya bertambah baik,
sedangkan warna gelap menyerupai jarum-jarum atau
Struktur mikro ADI tanpa penambahan unsur Cu plat yaitu terbentuknya struktur bainit bertambah
(a) perlakuan waktu austempering 1 jam (ANP) banyak seiring waktu austempering dan penambahan
(b) perlakuan waktu austempering 2 jam (BNP) Cu sehingga kekerasan dan ketangguhan semakin
(c) perlakuan waktu austempering 4 jam (CNP) meningkat. Kombinasi terbentuknya bainit yang
dengan etsa nital 5%, perbesaran 500X banyak dan merata serta terbentuknya martensit pada
perlakuan 4 jam menyebabkan nilai kekerasan material
semakin bertambah keras.
Dari gambar dapat disimpulkan bahwa semakin
lama waktu austempering akan mempengaruhi
bertambahnya bainit, retained austenit dan martensit

ROTASI Volume 10 Nomor 1 Januari 2008 35


yang terjadi sehingga meningkatkan nilai kekerasan
dan keuletan dimana akan lebih baik dari sebelum
austempering dan penambahan Cu karena sifat dari
tembaga sebagai pembentuk grafit sehingga
karasteristik yang dihasilkan lebih baik..

KESIMPULAN
1. Kekuatan, keuletan dan kekerasan akan
meningkat seiring dengan meningkatnya waktu
penahanan. Dalam penelitian ini waktu
penahanan yang digunakan adalah 1, 2 dan 4 jam.
2. Penambahan tembaga (Cu) 0,5 % dan 1,0% pada
material ADI, akan meningkatkan sifat mekanis
lebih dari 2 kali dari material tanpa paduan.
3. Struktur bainit akan lebih banyak terbentuk apabila
diberikan perlakuan proses austempering dengan
waktu penahanan 4 jam dan akan lebih sedikit
daripada 1 jam perbandingan ini diambil dengan
suhu penahanan yang konstan yaitu 300C

REFERENSI
1. Lawrence H. Van Vlack, Ilmu Dan Teknologi
Bahan edisi kelima, Erlangga 1992.
2. Hayrynen, Kathy. L., The Production of ADI, Word
Conference on ADI, Applied Process Technologies
Division, Livonia, MI, 2002
3. Surdia, Tata., Saito, Shinroku., Pengetahuan Bahan
Teknik, PT. Prandya Paramita, Jakarta, 1995.
4. J. Achary, Tensile Properties of Austempered
Ductile Iron under Thermomechanical Treatment,
(Submitted 1 June 1999; in revised form 27 August)
KUS-Zollner Division, Fort Wayne, 1999
5. Bonjak, Branka., Radulovi, Branko., Effect Of
Austempering Temperature On Microstructure And
Mechanical Properties Of Unalloyed Ductile Iron,
Faculty of Metallurgy and Technology University
of Montenegro, Cetinjski, Yugoslavia ,1997
6. www.aditreatment.com
7. Miguel A.Y. Modeling The Microstrukture and
Mechanical Properties of Austempered Ductile
Iron, University of Cambrige, 2001.
8. ASM Handbook Volume 8. Mechanical Testing
and Evaluation : Uniaxial Tension Testing

ROTASI Volume 10 Nomor 1 Januari 2008 36

Anda mungkin juga menyukai