Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Baja karbon mempunyai nilai kekerasan yang berbeda bergantung pada kadar karbon
pada suatu baja. Namun, pada kadar karbon yang sama juga bisa mempunyai nilai kekerasan
yang berbeda. Hal tersebut dapat terjadi akibat proses manufacturing yang berbeda-beda pada
baja kadar karbon sama. Sehingga, perlu mempelajari fenomena-fenomena pengerasan baja
karbon agar kita bisa mendapatkan baja karbon sesuai dengan spesifikasi yang kita inginkan.
Suatu logam dapat berubah kekerasannya akibat dari faktor-faktor penentu kekerasan logam
itu juga sehingga kita perlu memahami faktor penetu kekerasan logam tersebut.
Sifat mekanik yang terjadi pada suatu baja jika dipanaskan pada temperatur
pemansan, waktu tahan, dan pendinginan yang berbeda. Pada dunia teknik, perlakuan panas
terhadap suatu baja seringkali dilakukan agar diperoleh sifat mekanik sesuai dengan yang
dibutuhkan ataupun juga untuk mengembalikan sifat mekanik ke semula akibat pemakaian.
Hasil dari heat treatment sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain temperatur,
holding time, dan media pendinginan.
Pada perlakuan panas, baja dipanaskan hingga temperatur austenitisasi agar diperoleh
fasa yang seragam yang mana kemudian didinginkan dengan laju pendinginan tertentu agar
diperoleh struktur mikro tertentu yang menentukan sifat mekanik baja tersebut. Media
pendinginan untuk mencapai laju pendinginan tersebut dapat berupa udara, air, brine, dan
minyak. Saat memasukkan baja pada media pendingin, seperti brine, air, dan minyak juga
dapat dilakukan agitasi untuk menambah laju pendinginannya. Pada praktikum perlakuan
panas kali ini, baja dipanaskan hingga temperatur austenitisasi kemudian di-holding selama
waktu tertentu kemudian didinginkan dengan media pendingin yang telah ditentukan.

I.2 Tujuan Praktikum


1. Mengetahui pengaruh temperatur pemanasan terhadap kekerasan baja AISI 1045 dan
AISI 4140
2. Mengetahui pengaruh waktu tahan pemanasan terhadap kekerasan baja AISI 1045 dan
AISI 4140
3. Mengetahui pengaruh media pendinginan terhadap kekerasan baja AISI 1045 dan
AISI 4140.

I.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana mengetahui pengaruh temperatur pemanasan terhadap kekerasan baja
AISI 1045 dan AISI 4140?
2. Bagaimana mengetahui pengaruh waktu tahan pemanasan terhadap kekerasan baja
AISI 1045 dan AISI 4140?
3. Bagaimana mengetahui pengaruh media pendinginan terhadap kekerasan baja AISI
1045 dan AISI 4140?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Baja AISI 1045


AISI 1045 adalah baja karbon yang mempunyai kandungan karbon sekitar 0,43 -
0,50% dan termasuk golongan baja karbon menengah. Baja spesifikasi ini banyak digunakan
sebagai komponen automotif misalnya untuk komponen roda gigi pada kendaraan bermotor.
Komposisi kimia dari Baja AISI 1045 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.1 Komposisi kimia Baja AISI 1045

Baja AISI 1045 disebut sebagai baja karbon karena sesuai dengan pengkodean
internasional, yaitu seri 10xx berdasarkan nomenklatur yang dikeluarkan oleh AISI dan SAE
(Society of Automotive Engineers). Pada angka 10 pertama merupakan kode yang
menunjukkan plain carbon kemudian kode xx setelah angka 10 menunjukkan komposisi
karbon. Jadi baja AISI 1045 berarti baja karbon atau plain carbon steel yang mempunyai
komposisi karbon sebesar 0,45%. Baja spesifikasi ini banyak digunakan sebagai komponen
roda gigi, poros dan bantalan. Pada aplikasinya ini baja tersebut harus mempunyai ketahanan
aus yang baik karena sesuai dengan fungsinya harus mempu menahan keausan akibat
bergesekan dengan rantai. Ketahanan aus didefinisikan sebagai ketahanan terhadap abrasi
atau ketahanan terhadap pengurangan dimensi akibat suatu gesekan. Pada umumnya
ketahanan aus berbanding lurus dengan kekerasan.
(Agus Pramono, 2011)

II.2 Baja AISI 4140


Baja AISI 4140 berdasarkan komposisi kimia tergolong dalam jenis baja chromium
molybdenum steel. Kekuatan tarik AISI 4140 bisa mencapai 1650 MPa (240 ksi ) melalui
perlakuan panas quench dan temper konvensional. Baja ini juga dapat digunakan pada suhu
setinggi 480C (900F), tetapi kekuatannya menurun dengan cepat dengan semakin
meningkatnya suhu. Baja AISI 4140 dapat tersedia dalam bentuk bar, batang, tempa,
lembaran, plat, strip, dan coran. Aplikasi baja dengan material AISI 4140 digunakan untuk
banyak mesin kekuatan tinggi seperti: connecting rods, poros engkol, as roda, batang piston,
collet, kunci pas, dan sprockets. Komposisi kimia material Baja AISI 4140 ditunjukkan pada
tabel di bawah ini : (Widyawati, 2014)
Tabel 2.2 Komposisi kimia Baja AISI 4140
II.2 Pengertian Heat Treatment
Heat Treatment atau perlakuan panas merupakan proses pengubahan sifat logam,
terutama baja, melalui pengubahan struktur mikro dengan cara pemanasan dan pengaturan
laju pendinginan. Heat treatment merupakan mekanisme penguatan logam dimana logam
yang akan kita ubah sifatnya sudah berada dalam kondisi solid. Dalam heat treatment kita
memanaskan specimen sampai dengan temperature austenisasinya.
(William D. Callister, 2009)
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kekerasan dalam perlakuan panas antara lain :
1. Komposisi kimia
2. Langkah perlakuan panas
3. Cairan pendingina
4. Temperature pemanasan
(Sidney Avner, 1990)
Tujuan heat treatment adalah:
1. Mempersiapkan material untuk pengolahan berikutnya.
2. Mempermudah proses machining.
3. Mengurangi kebutuhan daya pembentukan dan kebutuhan energi.
4. Memperbaiki keuletan dan kekuatan material.
5. Mengeraskan logam sehingga tahan aus dan kemampuan memotong meningkat.
6. Menghilangkan tegangan dalam.
7. Memperbesar atau memperkecil ukuran butiran agar seragam.
8. Menghasilkan pemukaan yang keras disekeliling inti yang ulet.
Masing-masing proses heat treatment memiliki fungsi yang berbeda-beda dengan
menghasilkan sifat-sifat kekerasan yang diinginkan. Proses heat treatment dapat klasifikasi
menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Heat treatment untuk memperbaiki sifat keuletan material (Softening) contohnya
annealing, dan normalizing.
2. Heat treatment untuk memperbaiki sifat kekerasan material (Hardening) contohnya
karburasi, karbonitriding, nitriding, sianiding, dan quenching.
(Van Vlack, 1982)

II.3 Jenis-jenis Heat Treatment


II.3.1 Annealing
Annealing adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan proses
restorasi (pengembalian sifat-sifat semula) atas paduan coldworked atau yang telah diberi
perlakuan panas. Annealing juga berfungsi untuk mengembalikan tekanan residual dalam
suatu part manufaktur demi meningkatkan tingkat machinability dan kestabilan dimensional.
Proses anneling atau melunakkan baja dilakukan dengan proses pemanasan baja di
atas temperatur kritis (723 C) selanjutnya dibiarkan beberapa lama sampai temperatur
merata disusul dengan pendinginan secara perlahan-lahan sambil dijaga agar temperatur
bagian luar dan dalam kira-kira sama hingga diperoleh struktur yang diinginkan dengan
menggunakan media pendingin udara. Tujuan proses annealing :
1. Melunakkan material logam.
2. Menghilangkan tegangan dalam / sisa.
3. Memperbaiki butir-butir logam.
Jenis Anneling itu beraneka ragam, tergantung pada jenis atau kondisi benda kerja,
temperature pemanasan, lamanya waktu penahanan, laju pendinginan (cooling rate).
Sehingga kita akan mengenal dengan apa yang disebut : Annealing, Stress relief Annealing,
Process annealing, Spheroidizing, Normalizing dan Homogenizing.
(Ashok Sharma, 1994)
II.3.2 Normalizing
Normalizing merupakan proses pemanasan 100oF diatas temperatur kritis atas sekitar
temperatur 1000oF-1250oF. Tujuan proses ini adalah untuk menghasilkan baja yang lebih
kuat dan keras diibandingkan dengan baja hasil proses full anneling,jadi aplikasi penerapan
dari proses normalizing digunakan sebagai final treatment.
Normalizing pada umumnya menghasilkan struktur yang halus, sehinga baja dengan
komposisi kimia yang sama akan memiliki yield strength, UTS, kekerasan, dan impact
strength akan lebih tinggi dari pada hasil full annealing. Normalizing dapat juga dilakukan
pada benda hasil tempa untuk menghilangkan tegangan dalam dan menghaluskan butiran
kristalnya. Sehingga sifat mekanisnya menjadi lebih baik. Normalizing dapat juga
menghomogenkan struktur mikro sehingga dapat memberi hasil yang bagus dalam proses
hardening, sehingga ummnya sebelum dihardening baja harus dilakukan normalizing terlebih
dahulu.
(Ashok Sharma, 1994)
II.3.3 Hardening
Hardening adalah proses pemanasan baja sampai suhu di daerah atau di atas daerah
kritis disusul dengan pendinginan yang cepat. Untuk proses ini dilakukan dengan input panas
dan transfer panas dalam waktu pendek. Tujuan hardening untuk merubah struktur baja
sedemikian rupa sehingga diperoleh struktur martensit yang keras. Prosesnya adalah baja
dipanaskan sampai suhu tertentu antara 770-830C (tergantung dari kadar karbon) kemudian
ditahan pada suhu tersebut, beberapa saat kemudian didinginkan secara mendadak dengan
mencelupkan dalam air, oli atau media pendingin yang lain. Dengan pendinginan yang
mendadak, tidak ada waktu yang cukup bagi austenit untuk berubah menjadi perlit dan ferit
atau perlit dan sementit. Pendinginan yang cepat menyebabkan austenit berubah menjadi
martensit.
Di dalam hardening baja hypoeutectoid dipanaskan 30-50 oC diatas upper critical
temperature, sementara baja hypereutectoid dipanaskan 30-50 oC diatas lower critical
temperature. Tergantung pada ketebalan dari komponen, baja ditahan pada temperatur ini
untuk waktu yang diperlukan dan kemudian didinginkan pada media pendinginan yang sesuai
seperti udara, brine, oil dan udara.
Baja hypoeutectoid terdiri dari ferrit dan peaalit sementara baja hypereutectoid terdiri
dari pearlite dan cementite. Saat memanaskan diatas temperatur kritis, strukturnya terdiri dari
unsur pokok tunggal dinamakan austenit. Saat pendinginan cepat, austenit berubah menjadi
unsur pokok mikro dinamakan martensit. Martensit mungkin disebut solusi titik jenuh dari
karbon pada -iron dimana sangat kuat dan rapuh. Kekerasan pada baja akibat dari martensit.
(Ashok Sharma, 1994)

II.3.4 Quenching
Quenching merupakan salah satu teknik perlakuan panas yang diawali dengan proses
pemanasan sampai temperatur austenit (austenisasi) diikuti pendinginan secara cepat,
sehingga fasa austenit langsung bertransformasi secara parsial membentuk struktur martensit.
Austenisasi dimulai pada temperatur minimum 50C di atas A3, yang merupakan
temperatur aktual transformasi fasa ferit, perlit, dan sementit menjadi austenit. Temperatur
pemanasan hingga fasa austenit untuk proses quenching disebut juga sebagai temperatur
pengerasan (hardening temperature). Dan setelah mencapai temperatur pengerasan,
dilakukan penahanan selama beberapa menit untuk menghomogenisasikan energi panas yang
diserap selama pemanasan, kemudian didinginkan secara cepat dalam media pendingin.
Tujuan utama quenching adalah menghasilkan baja dengan sifat kekerasan tinggi.
Sekaligus terakumulasi dengan kekuatan tarik dan kekuatan luluh, melalui transformasi
austenit ke martensit. Proses quenching akan optimal jika selama proses transformasi,
struktur austenit dapat dikonversi secara keseluruhan membentuk struktur martensit.
Hal-hal penting untuk menjamin keberhasilan quenching dan menunjang terbentuknya
martensit khususnya, adalah : temperatur pengerasan, waktu tahan, laju pemanasan, metode
pendinginan, media pendingin dan hardenability.
(Ashok Sharma, 1994)
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Diagram Alir

Mulai

Menyiapkan alat
dan Preparasi
bahan

Memotong spesimen Menyiapkan


baja AISI 1045 dan media pendingin
4140 (Oli)

Pemanasan Baja hingga T=800oC


dengan holding time 60 menit
untuk 1045 dan 30 menit untuk
4140

Quenching baja dengan


media pendingin Oli tanpa
agitasi

Uji kekerasan baja hasil


perlakuan panas

Analisis Data
dan Pembahasan

Selesai
III.2 Material
Material yang digunakan merupakan :
a. Baja AISI 1045
Tabel 3.1 Komposisi kimia baja AISI 1045
Unsur C Mn P max S max

Kadar % 0.45 0.50 0.60 0.90 0.04 0.05

b. Baja AISI 4140


Tabel 3.1 Komposisi kimia baja AISI 1045
Unsur C Mn Cr Mo

Kadar % 0.38 0.43 0.75 1.00 0.80 1.10 0.15 0.25

III.3 Alat
Alat yang digunakan dalam Pengujian ini antara lain:

Tabel 3.2 Daftar alat dan bahan percobaan


1. Electric Muffle Furnace 1 unit

2. Hardness Testing Machine 1 unit

3. Gergaji Besi 1 buah

4. Kikir 1 buah

5. Kertas Ampelas Secukupnya

6 Wadah tempat Oli 1 unit

7. Oli Secukupnya

III.4 Prosedur Percobaan

1. Membuat spesimen dengan ukuran diameter 25 mm dan panjang 20 mm


2. Memanaskan spesimen hingga temperature 800oC untuk specimen baja AISI 1045
dan 4140
3. Melakukan waktu tahan t1 (30 menit) untuk Baja 4140 dan waktu tahan t2 (60 menit)
untuk Baja AISI 1045
4. Melakukan pendinginan kedua specimen dengan media oli
5. Melakukan pengujian kekerasan pada 3 titik
III.5 Skema Percobaan

b. Memanaskan spesimen hingga


a. Memotong Spesimen
T= 850oC

c. Quenching dengan media d. Uji Hardness spesimen hasil


pendingin Oli perlakuan panas.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Uji Kekerasan
IV.1.1 Parameter Temperatur Pemanasan
4.1 Tabel Hasil Uji Hardness Baja 1045
T1 (800C) T2 (825C) T3 (850C) T4 (875C)
Rata-rata Keterangan
(HRC) (HRC) (HRC) (HRC)
53 47,5 46,75 49 49,0625 Ujung
51 45 45,5 47 47,125 Agak tengah
50 50 45 44 47,25 Tengah

4.2 Tabel Hasil Uji Hardness Baja 4140


T1 (800C) T2 (825C) T3 (850C) T4 (875C)
Rata-rata Keterangan
(HRC) (HRC) (HRC) (HRC)
69 65 63,5 66 65,875 Ujung
68 68 63,5 77 69,125 Agak tengah
66 62 61 65 63,5 Tengah

IV.1.2 Parameter Waktu Tahan


4.3 Tabel Hasil Uji Hardness Baja 1045
30 min 60 min 90 min
Rata-rata Keterangan
(HRC) (HRC) (HRC)
53 53 44.43 50,14 Ujung
46 51 42.16 46,39 Agak tengah
42 50 44 45,33 Tengah

4.4 Tabel Hasil Uji Hardness Baja 4140


30 min 60 min 90 min
Rata-rata Keterangan
(HRC) (HRC) (HRC)
69 68,5 67 68,17 Ujung
68 65 68 67 Agak tengah
66 51 90 69 Tengah
IV.1.3 Parameter Media Pendingin

4.5 Tabel Hasil Uji Hardness Baja 1045


Oli Air
Rata-rata Keterangan
(HRC) (HRC)
53 82 67,5 Ujung
51 66 58.5 Agak tengah
50 70 60 Tengah

4.6 Tabel Hasil Uji Hardness Baja 4140


Oli Air
Rata-rata Keterangan
(HRC) (HRC)
69 90 79,5 Ujung
68 68 68 Agak tengah
66 67 66,5 Tengah

IV.2 Pembahasan
Pada praktikum heat treatment ini, digunakan dua jenis baja yaitu AISI 1045 dan
AISI 4140 yang telah dipanaskan dengan temperatur 800oC dengan holding time 60 menit
untuk baja AISI 1045 dan 30 menit untuk baja AISI 4140. Setelah itu diquenching dengan
media oli. Pengujian kekerasan dari benda uji ini menggunakan Rockwell C pada ujung, agak
tengah, dan tengah didapatkan nilai kekerasan yang berbeda-beda di setiap titik. Laju
pendinginan pada ujung lebih cepat dari bagian lain, sehingga pada pendinginan quench
bagian ini laju pendinginannya tidak mencapai CCR (Critical Cooling Rate) dan
kemungkinan terbentuk martensit lebih besar. Oleh karena itu, bagian ujung memilliki
kekerasan yang paling tinggi (Avner, 1982). Pada hasil nilai kekerasan yang didapat untuk
AISI 1045 (Tabel 4.1) memang telah sesuai dengan teori yang ada. Akan tetapi untuk AISI
4140, nilai kekerasan lebih besar pada bagian tengah (Tabel 4.2). Bagian tengah lebih keras
daripada bagian ujung dimana hal ini berbeda dengan teori yang ada. Hal ini bisa disebabkan
karena pada bagian agak tepi yang di uji Rockwell adalah bagian pada sisi yang paling
terakhir masuk ke dalam media quench. Oleh karena itu, pendinginan bagian tengah dapat
lebih cepat daripada bagian tersebut.
Nilai kekerasan semakin tinggi pada perbandingan temperatur dengan holding time
dan media pendingin yang sama, hal tersebut disebabkan karena semakin tingginya
temperatur maka karbon-karbon semakin banyak yang berdifusi keluar sehingga semakin
lunak baja tersebut. Dan hasil rata-rata dari perbedaan temperatur di 1045 (Tabel 4.1)
didapatkan data yang hampir sesuai dengan teori akan tetapi mengalami penurunan pada
temperatur 850C. Sedangkan pada baja 4140 (Tabel 4.2) didapatkan hal yang sama,
didapatkan data yang hampir sesuai yaitu kekerasan turun terhadap naiknya temperatur akan
tetapi pada 875C kekerasan mengalami sedikit kenaikan, hal-hal tersebut bisa dikarenakan
bagian yang terkena quench pertama kali berbeda. Pada AISI 4140 ini mengandung kadar
mangan cukup tinggi dibandingkan dengan baja AISI 1045. Mangan disini dapat
meningkatkan hardenability. Hal ini seperti ditunjukkan pada tabel komposisi kimia berikut.
Tabel 4.7 Komposisi Kimia AISI 1045 (ASTM A 827-85)
Unsur Persentase
Carbon 0,42 0,5
Mangan 0,6 0,9
Phospor Maks. 0,035
Sulphur Maks. 0,04
Silicon 0,15 0,4
Ferrous Balance

Tabel 4.8 Komposisi Kimia AISI 4140 (ASTM A 827-85)


Unsur Persentase
Carbon 0,38 0,43
Mangan 0,75 1,00
Silicon 0,20 0,35
Chromium 0,80 1,10
Molybdenum 0,15 0,23
Phospor <0,035
Sulphur <0,04
Ferrous Balance

Untuk parameter holding time yang berbeda dengan temperatur dan medium pedingin
yang sama, terlihat rata-rata terjadi penurunan kekerasan baik pada AISI 1045 (Tabel 4.3)
dan AISI 4140 (Tabel 4.4) meskipun pada beberapa daerah terdapat fluktuasi besarnya nilai
kekerasan. Hal ini sesuai dengan teori, ketika holding time lebih lama lagi akan terjadi
pertumbuhan butir yang akan menyebabkan penurunan kekerasan (Avner, 1982).
Media pendingin juga merupakan salah satu yang menentukan tingkat kekerasan
dalam heat treatment. Media pendinginan ini menentukan cooling rate dari benda uji.
Cooling rate menentukan terbentuknya struktur martensit atau tidak. Media pendinginan
yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah oli dan air. Menggunakan media air, laju
pendinginannya paling cepat dari media pendingin lainnya. Jika ditinjau dari rumus H=f/k
dimana nilai f air lebih tinggi daripada oil yang mengakibatkan nilai H (kekuatan
pendinginan) pada media air lebih tinggi daripada oli (Avner, 1982). Karena pendinginan
sangat cepat karbon di dalam austenit tidak sempat keluar, sehingga tidak sempat terbentuk
fasa lain kecuali martensit. Oleh sebab itu, dengan media pendinginan water quench benda
uji memiliki kekerasan paling tinggi. Hasil dari praktikum ini sesuai dengan teori tersebut
dimana water quench memiliki kekerasan yang lebih tinggi.
BAB V
KESIMPULAN

V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang didapat
yaitu:
1. Nilai kekerasan baja AISI 1045 (temperatur pemanasan 800oC, waktu holding 60
menit, dan media pendingin oli) pada 3 titik pengujian hardness dari titik tengah
ke permukaan sebesar 50 HRC, 51 HRC, dan 53 HRC.
2. Nilai kekerasan baja AISI 4140 (temperatur pemanasan 800oC, waktu holding 30
menit, dan media pendingin oli) pada 3 titik pengujian hardness dari titik tengah
ke permukaan berturut-turut sebesar 66 HRC, 68 HRC, dan 69 HRC.
3. Nilai kekerasan baja AISI 1330 pada temperatur 875oC lebih tinggi daripada
temperatur 800oC, 825oC, dan 850oC.
4. Nilai kekerasan baja AISI 1045 dan baja AISI 4140 pada waktu holding 30 menit
lebih tinggi daripada 60 dan 90 menit.
5. Nilai kekerasan baja AISI 1045 dan 4140 yang menggunakan media pendinginan
air lebih besar dari pada nilai kekerasan baja AISI 1045 dan 4140 yang
menggunakan media pengingin oli.

V.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu:
Pada saat uji hardness perlu lebih banyak titik yang harus diamati agar memiliki nilai akurasi
yang lebih baik.
LAMPIRAN

Tugas Pendahuluan
1. Apa yang dimaksud dengan perlakuan panas? Jelaskan!
Proses pemanasan suatu material dengan temperature tertentu dan ditahan /
diholding dengan waktu tertent kemudian didinginkan dengan kecepatan tertentu
dengan media pendingin, dengan maksud merubah sifat mekanik maupun sifat fisik
suatu material untuk tujuan tertentu.
2. Sebutkan jenis perlakuan panas dan jelaskan!
a. Full Annealing
Full annealing terdiri dari austenisasi dari baja yang bersangkutan diikuti
dengan pendinginan yang lambat di dalam dapur. Temperatur yang dipilihuntuk
austenisasi tergantung pada karbon dari baja yang bersangkutan. Fullannealing
untuk baja hipoeutektoid dilakukan pada temperatur austenisasisekitar 50C diatas
garis A3 dan untuk baja hipereutektoid dilaksanakandengan cara memanaskan
baja tersebut diatas A1. Full Annealing akanmemperbaiki mampu mesin dan juga
menaikkan kekuatan akibat butirbutirnyamenjadi halus.
b. Spheroidized annealing
Spheroidized annealing dilakukan dengan memanaskan baja sedikit diatasatau
dibawah temperatur kritik A1 kemudiandidiamkan pada temperatur tersebut untuk
jangka waktu tertentu kemudiandiikuti dengan pendinginan yang lambat. Tujuan
dari Spheroidizedannealing adalah untuk memperbaiki mampu mesin dan
memperbaikimampu bentuk.
c. Isothermal annealing
Isothermal annealing dikembangkan dari diagram TTT. Jenis proses
inidimanfaatkan untuk melunakkan baja-baja sebelum dilakukan
prosespermesinan. Proses ini terdiri dari austenisasi pada temperatur
annealing(Full annealing) kemudian diikuti dengan pendinginan yang relatif
cepatsampai ke temperatur 50 - 60C dibawah garis A1.
d. Proses Homogenisasi
Proses ini dilakukan pada rentang temperatur 1100 - 1200oC. Proses
difusiyang terjadi pada temperatur ini akan menyeragamkan komposisi
baja.Proses ini diterapkan pada ingot baja-baja paduan dimana pada saatmembeku
sesaat setelah proses penuangan, memiliki struktur yang tidakhomogen.Proses
homogenisasi dilakukan selama beberapa jam pada temperatur sekitar 1150 -
1200C. Setelah itu, benda kerja didinginkan ke 800 - 850C.
e. Stress relieving
Stress relieving adalah salah satu proses perlakuan panas yang ditujukanuntuk
menghilangkan tegangan-tegangan yang ada di dalam benda kerja,memperkecil
distorsi yang terjadi selama proses perlakuan panas dan, padakasus-kasus tertentu,
mencegah timbulnya retak. Proses ini terdiri darimemanaskan benda kerja
sampaike temperatur sedikit dibawah garis A1dan menahannya untuk jangka
waktu tertentu dan kemudian di dinginkan didalam tungku sampai temperatur
kamar.
f. Normalizing
Proses normalizing adalah proses pemanasan baja diatas temperature kritik. A3
untuk baja hypoeutektoid dan Acm untuk baja hypereutectoid, kemudian ditahan /
diholding dengan jangka waktur tertentu dan didinginkan di udara
g. Hardening
Hardening adalah proses pemanasan baja hingga temperature Austenitsasi dan
diholding untuk jangka waktu tertentu dan kemudian didinginkan dengan laju
pendinginan yang sangat tinggi atau diquench agar diperoleh kekerasan baja yang
diinginkan

3. Apa yang dimaksud temperatur austenisasi?


Temperatur austenitisasi merupakan temperatur pembentukan austenite, yaitu
pada diagram fasa Fe-Fe3C untuk baja hypoeutectoid berada diatas garis A3 dan untuk
baja hypereutectoid berada diatas gari Acm. Temperatur austenitisasi berperan penting
pada perlakuan panas karena fasa austenite pada baja merupakan fasa awal dari baja
yang dipanaskan sebelum didinginkan dengan cara-cara tertentu (lambat, sedang, atau
cepat) sesuai dengan sifat mekanik akhir baja yang diinginkan, seperti proses
annealing, normalizing, dan hardening.
Tugas Tambahan
1. Sebuah baja Hypoeutektoid dipanaskan hingga temperatur 1300 Celcius didinginkan
perlahan, jelaskan perubahan yang terjadi! (Gambar diagram Fasa + struktur Mikro)

Gambar : Transformasi Fasa Baja Hypoeutectoid Saat Pendinginan


Baja hypoeutectoid, misal baja dengan 0.2% C, dipanaskan sampai temperatur
1300oC kemudian didinginkan secara perlahan, maka berikut perubahan-perubahan yang
terjadi:
a) Baja tsb memiliki struktur mikro awal berupa pro-eutectoid ferrite dan perlit dengan
jumlah ferrite lebih dominan daripada perlite. Saat mencapai garis A1 (T= 723oC),
perlite dengan komposisi eutectoid mengalami perubahan menjadi austenit. Jumlah
austenite bertambah seiring dengan penambahan temperatur. Saat mencapai garis A3,
pro-eutectoid ferrite yang tersisa mengalami perubahan allotropi menjadi austenite
sehingga pada temperatur 1300oC didapatkan struktur mikro austenite seluruhnya.
b) Pendinginan baja secara perlahan dari temperatur 1300oC merupakan proses full
annealing. Saat mencapai temperatur 1300oC (temperatur austenitisasi), dilakukan
holding time selama beberapa saat agar didapatkan austenite yang homogen dan
ukuran butir yang halus. Setelah itu, dilakukan pendinginan secara lambat, biasanya
pendinginan ini dilakukan dalam dapur pemanas atau ditimbun dalam suatu bahan
penyekat panas agar didapat struktur mikro akhir berupa butiran ferrite dan perlite
yang halus. Hal tersebut meningkatkan keuletan dari baja.
2. Sebuah baja Hypereutektoid dipanaskan hingga temperatur 1300 Celcius didinginkan
perlahan, jelaskan perubahan yang terjadi! (Gambar diagram Fasa + struktur Mikro)

Gambar : Transformasi Fasa Baja Hypereutectoid saat Pendinginan


Baja hypereutectoid, misal baja dengan 1.0% C, dipanaskan sampai temperatur
o
1300 C kemudian didinginkan secara perlahan, maka berikut perubahan-perubahan yang
terjadi:
a) Baja tsb memiliki struktur mikro awal berupa pro-eutectoid sementit dan perlit
dimana perlit tersebut dibungkus oleh jaringan sementit. Saat mencapai garis A1
(T=723oC), perlite mengalami rekasi eutectoid menjadi austenite. Jumlah austenite
yang terbentuk semakin banyak seiring dengan bertambahnya temperatur. Saat
mencapai temperatur garis Acm, pro-eutectoid cementite mengalami perubahan
allotropi menjadi austenite sehingga didapat struktur mikro akhir berupa austenite
seluruhnya.
b) Pendinginan baja secara perlahan dari temperatur 1300oC merupakan proses
normalizing. Untuk baja hypereutectoid, pemanasan dilakukan pada temperatur 40oC
diatas garis Acm, diholding selama beberapa saat kemudian didinginkan dengan
lambat menggunakan media udara. Normalizing menghasilkan butiran struktur mikro
yang lebih halus. Selain itu, dengan pendinginan yang lebih cepat dari annealing
kesempatan untuk pembentukan sementit proeutectoid akan lebih kecil sehingga
sementit proeutectoid yang terjadi akan lebih sedikit dan perlit akan lebih banyak jika
dibandingkan dengan struktur mikro hasil full annealing.

3. Apa yang terjadi jika salah menentukan tempratur pemanasan (terlalu rendah /
tinggi)? Jelaskan menggunakan diagram CCT
Jika temperatur pemanasan terlalu tinggi, maka butiran austenite yang
terbentuk akan kasar sehingga apabila didinginkan menghasilkan ferrite/perlite yang
kasar pula dan bersifat getas. Apabila temperatur pemanasan terlalu rendah, maka
austenite tidak akan terbentuk karena temperatur austenitisasi (diatas garis A1) tidak
tercapai.

4. Apa yang terjadi jika salah menentukan Holding time (terlalu lama / sebentar)?
Jelaskan menggunakan diagram CCT
Holding time yang terlalu lama saat temperatur pemanasan akan menyebabkan
butiran austenite tumbuh membesar sehingga menghasilkan butiran austenite yang
kasar. Apabila didinginkan maka akan menghasilkan struktur mikro ferrite/perlite
yang kasar pula dan bersifat getas. Apabila holding time terlalu sebentar, maka
butiran austenite yang terbentuk tidak homogen.

5. Apa yang terjadi jika salah menentukan laju pendinginan (cepat/lambat) ? Jelaskan
menggunakan diagram CCT
Laju pendinginan dalam proses perlakuan panas berperan penting dalam
pembentukan struktur mikro akhir benda kerja. Apabila terlalu cepat dan melebihi laju
pendinginan kritis benda kerja tsb, maka dapat terbentuk martensite yang bersifat kuat
dan keras, tetapi getas. Apabila terlalu lambat, maka terbentuk struktur mikro butiran
ferrite/perlite yang halus yang memiliki keuletan dan ketangguhan tinggi, tetapi lunak.

Anda mungkin juga menyukai