Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pada saat ini angka kematian ibu dan angka kematian perinatal di
Indonesia masih sangat tinggi. Menusut survei demografi dan kesehatan indonesia
(SDKI) tahun 2012. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB) di Indonesia masih tinggi. AKI mencapi 359 per 100.000 kelahiran hidup
dan AKB mencapai 32 per 1000 kelahiran hidup.10
Penyebab kematian yang paling cepat pada kasus obstetri adalah asfiksia
dan perdarahan. Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas
yang penting. Akibat jangka panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara
bermakna jika gangguan ini diketahui sebelum kelahiran (mis; pada keadaan
gawat janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi/ oksigenasi janin
intrauterine atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia
janin yang terjadi
Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi,
kemampuan kinerja petugas kesehatan berdampak langsung pada peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan maternal dan neonatal terutama kemampuan dalam
mengatasi masalah yang bersifat kegawatdaruratan. Semua penyulit kehamilan
atau komplikasi yang terjadi dapat dihindari apabila kehamilan dan persalinan
direncanakan, diasuh dan dikelola secara benar. Untuk dapat memberikan asuhan
kehamilan dan persalinan yang cepat tepat dan benar diperlukan tenaga kesehatan
yang terampil dan profesional dalam menanganan kondisi kegawatdaruratan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Bagaimana konsep dasar dari kegawatdaruratan obstetric?
1.2.2 Bagaimana konsep dasar dari kegawatdaruratan neonatus?

1.3 TUJUAN MASALAH


1.3.1 Mahasiswa mampu memahami konsep dasar dari kegawatdaruratan
obstetric

1
1.3.2 Mahasiswa mampu memaham konsep dasar dari kegawatdaruratan
neonatus

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN OBSTETRIK


2.1.1 Definisi
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan
kadang kala berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan
membutuhkan tindakan segera guna menyelamtkan jiwa/nyawa
(Campbell S, Lee C, 2000).
a. Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat
dan terancam nyawanya dan atau anggota badannya (akan menjadi
cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya. Bisanya di
lambangkan dengan label merah. Misalnya AMI (Acut Miocart Infac).

2
b. Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan
darurat. Bisanya di lambangkan dengan label Biru. Misalnya pasien
dengan Ca stadium akhir.
c. Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam
nyawa dan anggota badannya. Bisanya di lambangkan dengan label
kuning. Misalnya : pasien Vulnus Lateratum tanpa pendarahan.
d. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Bisanya di
lambangkan dengan label hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek.
e. Pasien Meninggal
Label hitam (Pasien sudah meninggal) merupakan prioritas terakhir.

Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak
segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini
menjadi penyebab utama kematian ibu janin dan bayi baru lahir.
(Saifuddin, 2002). Kegawatdaruratan maternal perdarahan yang
mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi
perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan, persalinan,
postpartum, hematoma, dan koagulopati obstetric.

2.1.2 Jenis-jenis Kegawatdaruratan Obstetri


Yang termasuk kegawatdaruratan obstetrik , yaitu :
1. Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia
kehamilannya kurang dari 20 minggu. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan adanya amenore, tanda-tanda kehamilan, perdarahan hebat
per vagina, pengeluaran jaringan plasenta dan kemungkinan kematian
janin.Pada abortus septik, perdarahan per vagina yang banyak atau
sedang, demam (menggigil), kemungkinan gejala iritasi peritoneum,
dan kemungkinan syok.
Etiologi:

3
Abortus pada wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab
diantaranya :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling
umum menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan
8 minggu. Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain :
kelainan kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil
pembuahan yang tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat
zat yang berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau,
alkohol dan infeksi virus.
2. Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan
pembentukan pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh
karena penyakit darah tinggi yang menahun.
3. Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu
seperti radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi
virus toxoplasma.
4. Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada
mulut rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang
lengkungannya ke belakang (secara umum rahim melengkung ke
depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.
Klasifikasi:
Abortus pun dibagi bagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain :
a) Abortus Komplet. Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada
kehamilan kurang dari 20 minggu.
b) Abortus Inkomplet. Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim
dan masih ada yang tertinggal.
c) Abortus Insipiens. Abortus yang sedang mengancam yang ditandai
dengan serviks yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih
berada lengkap di dalam rahim.
d) Abortus Iminens. Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per
vaginam, sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi
masih baik di dalam rahim.
e) Missed Abortion. Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus
terlah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan
hasil konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan.

4
f) Abortus Habitualis. Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut
turut atau lebih.
g) Abortus Infeksius. Abortus yang disertai infeksi organ genitalia.
h) Abortus Septik. Abortus yang terinfeksi dengan penyebaran
mikroorganisme dan produknya kedalam sirkulasi sistemik ibu.
Penanganan:
Untuk menangani pasien abortus, ada beberapa langkah yang dibedakan
menurut jenis abortus yang dialami, antara lain :
a) Abortus Komplet. Tidak memerlukan penanganan penanganan
khusus, hanya apabila menderita anemia ringan perlu diberikan tablet
besi dan dianjurkan supaya makan makanan yang mengandung
banyak protein, vitamin dan mineral.
b) Abortus Inkomplet. Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka
pasien diinfus dan dilanjutkan transfusi darah. Setelah syok teratasi,
dilakukan kuretase, bila perlu pasien dianjurkan untuk rawat inap.
c) Abortus Insipiens. Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur
kehamilan kurang dari 12 minggu yang disertai dengan perdarahan.
d) Abortus Iminens. Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur
penting dalam pengobatan karena cara ini akan mengurangi
rangsangan mekanis dan menambah aliran darah ke rahim.
Ditambahkan obat penenang bila pasien gelisah.
e) Missed Abortion. Dilakukan kuretase. harus hati hati karena terkadang
plasenta melekat erat pada rahim.
Terapi:
Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah
dengan Macrodex, Haemaccel, Periston, Plasmagel, Plasmafundin
(pengekspansi plasma pengganti darah) dan perawatan di rumah sakit.
Terapi untuk perdarahan yang mengancam nyawa (syok hemoragik) dan
memerlukan anestesi, harus dilakukan dengan sangat hati-hati jika
kehilangan darah banyak. Pada syok berat, lebih dipilih kuretase tanpa
anestesi kemudian Methergin. Pada abortus pada demam menggigil,
tindakan utamanya dengan penisilin, ampisilin, sefalotin, rebofasin, dan
pemberian infus.

2. Mola hidatidosa (Kista Vesikular)

5
Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau
pertumbuhan di dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola
Hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dimana seluruh villi korialisnya
mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa juga dihubungkan
dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta dan biasanya tidak
disertai fetus yang intak. Secara histologist, ditemukan proliferasi
trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili
khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh
darah
Etiologi:
Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor
yang mungkin dapat menyebabkan dan mendukung terjadinya mola, antara
lain: Faktor ovum, di mana ovum memang sudah patologik sehingga mati,
tetapi terlambat dikeluarkan, Imunoselektif dari trofoblast, Keadaan
sosioekonomi yang rendah, Paritas tinggi, Kekurangan protein dan Infeksi
virus dan faktor kromosom yang belum jelas
Klasifikasi:
1. Mola Hidatidosa Sempurna:
a. Mola Sempurna Androgenetic
b. Mola Sempurna Biparental
2. Mola Hidatidosa Parsial
Tanda dan gejala:
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa.
Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 16 dimana ukuran
rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang
diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya
materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala, yaitu :
1. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien
masuk RS
2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih
besar)
3. Gejala gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup,
penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan
berkeringat, kulit lembab.

6
4. Gejala gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan
tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein
pada air seni).

Manifestasi Klinis:
1. Amenorrhoe dan tanda-tanda kehamilan.
2. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat.
Merupakan gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan
bisa intermiten selama berapa minggu sampai beberapa bulan
sehingga dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.
3. Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai
dengan usia kehamilan.
4. Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin maupun
ballottement.
5. Hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup
berat.
6. Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke-24
7. Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan
diagnosa pasti
8. Gejala Tirotoksikosis
Diagnosis:
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, USG dan histologis. Pada
mola hidatidosa yang komplet terdapat tanda dan gejala klasik yakni:
1. Perdarahan vaginam
2. Hiperemesis
3. Hipertiroid
Penatalaksanaan:
1. Perbaiki keadaan umum.
2. Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila
Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam
kemudian dilakukan kuret.
3. Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan perbaiki
keadaan umum penderita.
4. 7 10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk
membersihkan sisa-sisa jaringan.

7
5. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari
30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu
setinggi pusat atau lebih.
Pengawasan Lanjutan:
1. Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai
kontrasepsi oral pil.
2. Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun, yaitu setiap
minggu pada Triwulan pertama, setiap 2 minggu pada Triwulan
kedua, setiap bulan pada 6 bulan berikutnya, setiap 2 bulan pada
tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.
3. Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
1) Gejala klinis : keadaan umum, perdarahan
2) Pemeriksaan dalam : keadaan serviks, uterus bertambah kecil
atau tidak
3) Laboratorium : Reaksi biologis dan imunologis : 1x seminggu
sampai hasil negatif, 1x per 2 minggu selama Triwulan
selanjutnya, 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya, 1x per 3 bulan
selama tahun berikutnya. Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka
harus dicurigai adanya keganasan
4) Sitostatika Profilaksis : Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari
3. Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi
diluar endometrium kavum uteri.
Penyebab:
Gangguan ini adalah terlambatnya transport ovum karena obstruksi
mekanis pada jalan yang melewati tuba uteri. Kehamilan tuba terutama di
ampula, jarang terjadi kehamilan di ovarium.

Tanda dan Gejala:


Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering unilateral
(abortus tuba), hebat dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan abdomen yang
jelas dan menyebar. Kavum douglas menonjol dan sensitive terhadap tekanan.
Jika ada perdarahan intra-abdominal, gejalanya sebagai berikut:
1. Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih jarang
pada abdomen bagian atas.
2. Abdomen tegang.

8
3. Mual.
4. Nyeri bahu.
5. Membran mukosa anemis.
Jika terjdi syok, akan ditemukan nadi lemah dan cepat, tekanan darah di
bawah 100 mmHg, wajah tampak kurus dan bentuknya menonjol-terutama
hidung, keringat dingin, ekstremitas pucat, kuku kebiruan, dan mungkin
terjadi gangguan kesadaran.
Diagnosis:
Ditegakkan melalui adanya amenore 3-10 minggu, jarang lebih lama,
perdarahan per vagina tidak teratur (tidak selalu).
Penanganan:
Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu :
1. Kondisi penderita pada saat itu,
2. Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya,
3. Lokasi kehamilan ektopik.
4. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi
(pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba.
Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian
kadar HCG yang berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan
ektopik yang belum terangkat.
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan :
1. Transfusi, infus, oksigen,
2. Atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan
antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat
mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di
rumah sakit
Terapi:
Terapi untuk gangguan ini adalah dengan infuse ekspander plasma
(Haemaccel, Macrodex) 1000 ml atau merujuk ke rumah sakit secepatnya.

4. Perdarahan
1. Plasenta previa
Plasenta Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir
Etiologi:
Mengapa Plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu
dapat diterangkan, bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau

9
perubahan atrofi pada dosidua akibat persalinan yang lampau dan dapat
menyebabkan plasenta previa tidak selalu benar, karena tidak nyata dengan
jelas bahwa plasenta previa didapati untuk sebagian besar pada penderita
dengan paritas fungsi, memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran
darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada
kehamilan kembar. Plasenta yang letaknya normal sekalipun akan
meluaskan permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama sekali
pembukaan jalan lahir.
Gambaran klinis plasenta previa:
Perdarahan tanpa nyeri
Perdarahan berulang
Warna perdarahan merah segar
Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
Timbulnya perlahan-lahan
Waktu terjadinya saat hamil
His biasanya tidak ada
Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
Denyut jantung janin ada
Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
Presentasi mungkin abnormal.
Diagnosis:
1. Anamnesis.Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu
berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya
perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pada
pemeriksaan hematokrit.
2. Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu
atas panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas
pintu atas panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam
pintu atas panggul.
3. Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui
apakah perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium
uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
4. Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak plasenta
secara tidak langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan
ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan cara ini

10
ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan
janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
5. Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan
implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak
tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah.
6. Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif.. Dilakukan dengan PDMO
yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks
pada perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat,
tidak dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya menetukan
diagnosis.
Klasifikasi:
1. Plasenta Previa otalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan
Plasenta
2. Plasenta Previa Parsialis, apabila sebahagian pembukaan tertutup oleh
jaringan Plasenta
3. Plasenta Previa Marginalis, apabila pinggir Plasenta berada tepat pada
pinggir pembukaan.
4. Plasenta Letak Rendah, Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen
bawah uterus tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir
Penatalaksanaan:
Tindakan pada plasenta previa :
1. Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan
hemoglobin, memberi oksigen, memasang infuse, member ekspander
plasma atau serum yang diawetkan. Usahakan pemberian darah lengkap
yang telah diawetkan dalam jumlah mencukupi.
2. Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera
dilakukan setelah pengobatan syok dimulai.
3. Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta
previa totalis atau parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena
plasenta letak rendah (plasenta tidak terlihat jika lebar mulut serviks
sekitar 4-5 cm), pecahkan selaput ketuban dan berikan infuse oksitosin;
jika perdarahan tidak berhenti, lakukan persalinan pervagina dengan
forsep atau ekstraksi vakum; jika perdarahan tidak berhenti lakukan
seksio sesaria.
4. Tindakan setelah melahirkan.
1) Cegah syok (syok hemoragik)

11
2) Pantau urin dengan kateter menetap
3) Pantau sistem koagulasi (koagulopati).
4) Pada bayi, pantau hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit.

Terapi:
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat
praktik. Pada kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah
dengan infuse Macrodex, Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin.
Pada kasus pasien gelisah, diberikan 10 mg valium (diazepam) IM atau IV
secara perlahan. (Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan : 2009)

2. Solusio (Abrupsio) Plasenta


Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan
plasenta yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan
sebelum anak lahir. (Cunningham, Obstetri Williams: 2004)
Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti.
Meskipun demikian ada beberapa factor yang diduga mempengaruhi nya,
antara lain :
1. penyakit hipertensi menahun
2. pre-eklampsia
3. tali pusat yang pendek
4. trauma
5. tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
uterus yang sangat mengecil ( hidramnion pada waktu ketuban
pecah, kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir
Di samping hal-hal di atas, ada juga pengaruh dari :
1. umur lanjut
2. multiparitas
3. ketuban pecah sebelum waktunya
4. defisiensi asam folat
5. merokok, alcohol, kokain
6. mioma uteri

Klasifikasi:
Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam :
1. solusio placenta ringan
2. solusio placenta sedang
3. solusio placenta berat

12
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda-tanda klinisnya, sesuai
derajat terlepasnya placenta. Pada solusio placenta, darah dari tempat
pelepasan mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim
dan akhirnya keluar dari serviks dan terjadilah solusio placenta dengan
perdarahan keluar / tampak. Kadang-kadang darah tidak keluar tapi
berkumpul di belakang placenta membentuk hematom retroplasenta.
Perdarahan ini disebut perdarahan ke dalam/ tersembunyi. Kadang-
kadang darah masuk ke dalam ruang amnion sehingga perdarahan tetap
tersembunyi.
Gejala klinis
1. Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his.
2. Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai
dengan banyaknya darah yang keluar.
3. Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus
bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang placenta
sehingga uterus teregang (uterus en bois).
4. Palpasi sukar karena rahim keras.
5. Fundus uteri makin lama makin naik
6. Bunyi jantung biasanya tidak ada
7. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi
uterus bertambah
8. Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia
Diagnosis:
Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan
antepartum yang bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri. Setelah
plasenta lahir, ditemukan adanya impresi (cekungan) pada permukaan
maternal plasenta akibat tekanan dari hematom retroplasenta.
Gambaran klinik
1. Solusio plasenta ringan
Ruptura sinus marginalis sama sekali tidak mempengaruhi
keadaan ibu ataupun janinnya. Apabila terjadi perdarahan
pervaginam, warnanya akan kehitaman dan jumlahnya sedikit sekali.
Perut mungkin terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang.
Uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus menerus apakah
akan menjadi lebih tegang karena perdarahan terus menerus. Bagian
bagian janin masih mudah teraba.

13
2. Solusio plasenta sedang
Plasenta telah lepas lebih dari seperempatnya tapi belum sampai
duapertiga luas permukaannya. Tanda dan gejalanya dapat timbul
perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, atau mendadak
dengan gejala sakit perut terus menerus, yang disusul dengan
perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam tampak
sedikit, mungkin perdarahan telah mencapai 1000ml. Dinding uterus
teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian
janin sukar diraba. Bila janin masih hidup, bunyi jantungnya sukar
didengar dengan stetoskop biasa, harus dengan stetoskop ultrasonic.
Tanda-tanda persalinan biasanya telah ada dan akan selesai dalam
waktu 2 jam. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal
mungkin telah terjadi, walaupun biasanya terjadi pada solusio
plasenta berat.
3. Solusio plasenta berat.
Plasenta telah lepas lebih dari duapertiga permukaannya.
Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam syok dan
janin telah meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan, sangat
nyeri, perdarahan pervaginam tidak sesuai dengan keadaan syok ibu,
malahan mungkin , perdarahan pervaginam belum sempat terjadi.
Besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan
kelainan ginjal.
Penanganan solusio plasenta:
1. Solusio plasenta ringan
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu,
perdarahannya kemudian berhenti, perutnya tidak menjadi sakit,
uterusnya tidak menjadi tegang maka penderita dapat dirawat
secara konservatif di rumah sakit dengan observasi ketat.
2. Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala
solusio plasenta bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG
daerah solusio plasenta bertambah luas, maka pengakhiran
kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi. Apabila janin hidup,
dilakukan sectio caesaria. Sectio caesaria dilakukan bila serviks

14
panjang dan tertutup, setelah pemecahan ketuban dan pemberian
oksitosin dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila janin mati,
ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding
uterus disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 iu dalam 500cc
glukosa 5% untuk mempercepat persalinan.
Pengobatan :
Umum :
1. Transfusi darah.
Transfusi darah harus segera diberikan tidak peduli bagaimana
keadaan umum penderita waktu itu. Karena jika diagnosis solusio
placenta dapat ditegakkan itu berarti perdarahan telah terjadi
sekurang-kurangnya 1000ml.
2. Pemberian O2
3. Pemberian antibiotik.
4. Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi.

Khusus :
Terhadap hipofibrinogenemi : substitusi dengan human fibrinogen
10 gr atau darah segar dan menghentikan fibrinolisis dengan trasylol
(proteinase inhibitor) 200.000 iu diberikan IV, selanjutnya jika perlu
100.000 iu / jam dalam infus. Pemberian 1 gram fibrinogen akan
meningkatkan kadar fibrinogen darah 40 mg%.
Jadi apabila kadar fibrinogen sangat rendah atau tidak ada sama
sekali, diperlukan sekurangnya 4 gram fibrinogen untuk menaikkan di
atas kadar kritis fibrinogen darah 150mg%.
Biasanya diperlukan 4-6 gram fibrinogen yang dilarutkan
dalam glucosa 10%, diberikan IV perlahan-lahan selama 15-30 menit.
Apabila tidak ada fibrinogen, transfusikan darah segar yang
mengandung kira-kira 2 gram fibrinogen per 1000ml.Sehingga dengan
transfusi darah lebih dari 2000ml, kekurangan fibrinogen dalam darah
dapat diatasi. Untuk merangsang diuresis : manitol, diuresis yang baik
lebih dari 30-40cc/jam.
Pimpinan persalinan pada solusio plasenta bertujuan untuk
mempercepat persalinan sedapat-dapatnya kelahiran terjadi dalam 6
jam. Apabila persalinan tidak selesai atau diharapkan tidak akan

15
selesai dalam waktu 6 jam setelah pemecahan selaput ketuban dan
infus oksitosin, satu-satunya cara adalah dengan melakukan sectio
caesaria.
Histerektomi dilakukan bila ada atonia uteri yang berat yang
tidak dapat diatasi dengan usaha-usaha yang lazim.
Alasan :
1. Bagian placenta yang terlepas meluas
2. Perdarahan bertambah
3. Hipofibrinogenemi menjelma atau bertambah

3. Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)


Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam
setelah bayi lahir. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya plasenta tidak
lahir spontan dan tidak yakin apakah plasenta lengkap.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks;
kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang
tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
2. Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan placenta pada uterus.
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari
uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta
menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik
yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks kontraksi dan
menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang
melemahkan kontraksi uterus.
Sebab-sebab terjadinya retensio plasenta ini adalah:
1. Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat
lebih dalam. Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas
sama sekali dan akan terjadi perdarahan jika lepas sebagian. Hal ini
merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Menurut tingkat
perlekatannya dibagi menjadi:
1) Plasenta adhesiva, melekat pada endometrium, tidak sampai
membran basal.
2) Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus
desidua sampai ke miometrium.

16
3) Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke miometrium tetapi
belum menembus serosa.
4) Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum
dinding rahim.
Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian
bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (plasenta inkarserata)
Penanganan:
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan
kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid
(sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat,
apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan
saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang
dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer
laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil
lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta.
Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan
kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir,
setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi
ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali
pusat putus.
5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa
plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan
kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati
karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada
abortus.
6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.

17
7. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.
Terapi:
Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon
(oksitosin) IV yang diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati
dengan tekanan pada fundus. Jika plasenta tidak lahir, usahakan
pengeluaran secara manual setelah 15 menit. Jika ada keraguan tentang
lengkapnya plasenta,lakukan palpasi sekunder.

4. Ruptur Uteri
Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat meluas ke
seluruh dinding uterus dan isi uterus tumpah ke seluruh rongga abdomen
(komplet), atau dapat pula ruptur hanya meluas ke endometrium dan
miometrium, tetapi peritoneum di sekitar uterus tetap utuh (inkomplet).
Klasifikasi:
Menurut waktu terjadinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
a. Ruptur Uteri Gravidarum. Terjadi waktu sedang hamil, sering
berlokasi pada korpus.
b. Ruptur Uteri Durante Partum. Terjadi waktu melahirkan anak,
lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang terbanyak.
Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
a. Korpus Uteri. Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah
mengalami operasi, seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau
miomektomi.
b. Segmen Bawah Rahim. Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan
lama (tidak maju). SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan
akhirnya terjadilah ruptur uteri.
c. Serviks Uteri. Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi
forsep atau versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.
d. Kolpoporeksis-Kolporeksis. Robekan robekan di antara serviks
dan vagina.
Menurut robeknya peritoneum, ruptur uteri dapat dibedakan:
a. Ruptur Uteri Kompleta. Robekan pada dinding uterus berikut
peritoneumnya (perimetrium), sehingga terdapat hubungan
langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya
peritonitis.

18
b. Ruptur Uteri Inkompleta. Robekan otot rahim tetapi peritoneum
tidak ikut robek. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas
sampai ke ligamentum latum.
Etiologi:
Penyebab kejadian ruptur uteri, yakni:
1. tindakan obstetri,
2. ketidakseimbangan fetopelvik,
3. letak lintang yang diabaikan
4. kelebihan dosis obat bagi nyeri persalinan atau induksi persalinan,
5. jaringan parut pada uterus,
6. kecelakaan.
Penatalaksanaan:
Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan
umum penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah,
kardiotinika, antibiotika, dsb. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan
selanjutnya adalah melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi:
1. Histerektomi baik total maupun sub total
2. Histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaik-
baiknya
3. Konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian antibiotika
yang cukup.
Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor,
diantaranya adalah :
1. Keadaan umum penderita
2. Jenis ruptur incompleta atau completa
3. Jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata
dan sudah banyak nekrosis
4. Tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah rahim
5. Perdarahan dari luka : sedikit, banyak
6. Umur dan jumlah anak hidup
7. Kemampuan dan ketrampilan penolong
Manajemen:
1. Segera hubungi dokter, konsultan, ahli anestesi, dan staff kamar
operasi
2. Buat dua jalur infus intravena dengan intra kateter no 16 : satu oleh
larutan elektrolit, misalnya oleh larutan rimger laktat dan yang lain
oleh tranfusi darah. ( jaga agar jalur ini tetap tebuka dengan
mengalirkan saline normal, sampai darah didapatkan ).

19
3. HUBUNGI bank darah untuk kebutuhan tranfusi darah cito,
perkiraan jumlah unit dan plasma beku segar yang diperlukan
4. Berikan oksigen
5. Buatlah persiapan untuk pembedahan abdomen segera ( laparatomi
dan histerektomi )
6. Pada situasi yang mengkhawatirkan berikan kompresi aorta dan
tambahkan oksitosin dalam cairan intra vena.

5. Preeklampsia Berat
Definisi:
Suatu komplikasi pada kehamilan lebih dari 22 minggu dijumpai :
1. Tekanan darah sistolik > 160 mmhg, diasnolis > 110 mmhg
2. Proteinuri lebih dari 5 gram /24 jam
3. Gangguan selebral atau visual
4. Edema pulmonum
5. Nyeri epigastrik atau kwadran atas kanan
6. Gangguan fungsi hati tanpa sebab yang jelas
7. Trobosisfeni
8. Pertumbuhan janin terhambat
9. Peningkatan serum creatinin
Preeklampsia Berat Dan Eklampsia
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali
bahwa persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang
pada eklampsia.
Pengelolaan kejang:
1. Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
2. Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap
lendir, masker oksigen, oksigen)
3. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
4. Aspirasi mulut dan tenggorokan
5. Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk
mengurangi risiko aspirasi
6. Berikan O2 4-6 liter/menit
Pengelolaan umum:
a. Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai
tekanan diastolik antara 90-100 mmHg
b. Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih
c. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
d. Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan
proteinuria
e. Infus cairan dipertahankan 1.5 2 liter/24 jam

20
f. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin
g. Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam
h. Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi
merupakan tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan
pemberian cairan dan berikan diuretik (mis. Furosemide 40 mg IV)
i. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan
tidak terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati
Anti konvulsan:
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan
mengatasi kejang pada preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah
Diasepam, dengan risiko terjadinya depresi neonatal.
Salah satu penyebab kedawat daruratan pada bayi baru lahir adalah sbb:
1. Hipotermia
2. Hipertermia
3. Hiperglikemia
4. Tetanus Neonaturum
5. Penyakit-penyakit pada ibu hamil
2.2 KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN NEONATAL
2.2.1 Definisi
Kegawatdaruratan adalah mencakup diagnosis dan tindakan
terhadap semua pasien yang memerlukan perawatan yang tidak
direncnakan dan mendadak atau terhadap pasien dengan penyakit atau
cidera akut untuk menekan angka kesakitan dan kematian pasien.
Neonatus adalah organisme yang berada pada periode adaptasi
kehidupan intrauterin ke ekstrauterin. Masa neonatus adalah periode
selama satu bulan (lebih tepat 4 minggu atau 28 hari setelah lahir).
Kegawatdaruratan neonatal adalah mencakup diagnosis dan
tindakan terhadap organisme yang berada pada periode adaptasi kehidupan
intrauterin ke ekstrauterin yang memerlukan perawatan yang tidak
direncnakan dan mendadak, serta untuk menekan angka kesakitan dan
kematian pasien
Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan
evaluasi dan manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis
( usia 28 hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali

21
perubahan psikologis dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang
bisa saja timbul sewaktu-waktu (Sharieff, Brousseau, 2006).

2.2.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui kegawatdaruratan pada neonatus \
b. Untuk mengetahui kondisi-kondisi yang menyebakan
kegawatdaruratan pada neonatus.

c. Untuk mengetahui penanganan kegawatdaruratan pada neonatus

2.2.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup kegawatdaruratan neonatal yaitu :
1) BBLR
Pengertian : BB bayi baru lahir yang kurang dari 2500 gram
tanpa memandang masa gestasi.
Penyebab : persalinan kurang bulan/ prematur dan bayi lahir
kecil untuk masa kehamilan.
2) Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Pengertian : kegagalan nafas secara spontan dan eratur pada
saat bayi lahir/ beberapa saat setelah lahir.
Penyebab: berkaitan dengan kondisi ibu, masalah pada tali
pusat dan plasenta, dan masalah pada bayi selama/ sesudah
persalinan.
3) Kejang pada Bayi Baru Lahir
Perubahan secara tiba-tiba ungsi neuroloi baik fungsi motorik
maupun fungsi otonomik karena kelebihan pancaran listrik
pada otak.
2.2.4 Prinsip Umum Penanganan Kegawatdaruratan Neonatal

1. Dalam menangani kasus kegawatdaruratan, penentuan


permasalahan utama (diagnosa) dan tindakan pertolongannya harus

22
dilakukan dengan cepat, tepat, dan tenang tidak panik, walaupun
suasana keluarga pasien ataupun pengantarnya mungkin dalam
kepanikan

2. Menghormati hak pasien Setiap pasien harus diperlakukan dengan


rasa hormat, tanpa memandang status sosial dan ekonominya.
Dalam hal ini petugas harus memahami dan peka bahwa dalam
situasi dan kondisi gawatdarurat perasaan cemas, ketakutan, dan
keprihatinan adalah wajar bagi setiap manusia dan kelurga yang
mengalaminya.

3. Gentleness Dalam melakukan pemeriksaan ataupun memberikan


pengobatan setiap langkah harus dilakukan dengan penuh
kelembutan, termasuk menjelaskan kepada pasien bahwa rasa sakit
atau kurang enak tidak dapat dihindari sewaktu melakukan
pemeriksaan atau memerikan pengobatan, tetapo prosedur akan
dilakukan selembut mungkin sehingga perasaan kurang enak itu
diupayakan sesedikit mungkin.

4. Komunikatif Petugas kesehatan harus berkomunikasi dengan


pasien dalam bahasa dan kalimat yang tepat, mudah dipahami, dan
memperhatikan nilai norma kultur setempat.

5. Hak Pasien Hak-hak pasien harus dihormati seperti penjelasan


informed consent, hak pasien untuk menolak pengobatan yang
akan diberikan dan kerahasiaan status medik pasien

6. Dukungan Keluarga (Family Support) Dukungan keluarga bagi


pasien sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, petugas kesehatan harus
mengupayakan hal itu antara lain dengan senantiasa memberikan
penjelasan kepada keluarga pasien tentang kondisi pasien, peka
akan masalah kelurga yang berkaitan dengan keterbatasan
keuangan, keterbatasan transportasi, dan sebagainya.

23
2.2.5.Penilaian Awal

1. Penilaian dengan periksa pandang


Menilai kesadaran
Menilai pernapasan
2. Penilaian dengan periksa raba (palpasi)
Kulit : dingin, demam
Nadi : lemah/kuat, cepat/normal
3. Penilaian tanda vital
2.2.6 Penilaian Klinik
Penilaian tanda vital (Tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan)
Pemeriksaan anggota gerak
Pemeriksaan kepala dan leher
Pemeriksaan perut

2.2.7 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegawatdaruratan pada


Neonatus
1) Faktor Kehamilan
a) Kehamilan kurang bulan
b) Kehamilan dengan penyakit DM
c) Kehamilan dengn gawat janin
d) Kehamilan dengan penyakit kronis ibu
e) Kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat
f) Infertilitas
a. Faktor pada Partus
1. Partus dengan infeksi intrapartum
2. Partus dengan penggunaan obat sedative
b. Faktor pada Bayi
1. Skor apgar yang rendah
2. BBLR
3. Bayi kurang bulan

24
4. Berat lahir lebih dari 4000gr
5. Cacat bawaan
6. Frekuensi pernafasan dengan 2x observasi lebih dari
60/menit

2.2.8 Kondisi-Kondisi Yang Menyebabkan Kegawatdaruratan


Neonatus
1. Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh < 360C atau kedua
kaki dan tangan teraba dingin.Untuk mengukur suhu tubuh pada
hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading
termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia
dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.
Akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi
hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis
anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat
hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan
yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.
Etiologi dan factor presipitasi dari hipotermia antara lain :
prematuritas, asfiksia, sepsis, kondisi neurologik seperti meningitis dan
perdarahan cerebral, pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran
dan eksposure suhu lingkungan yang dingin.
Penanganan hipotermia ditujukan pada:
1) Mencegah hipotermia,
2) Mengenal bayi dengan hipotermia,
3) Mengenal resiko hipotermia,
4) Tindakan pada hipotermia.
Tanda-tanda klinis hipotermia:
1. Hipotermia sedang (suhu tubuh 320C - <360C ), tanda-tandanya
antara lain : kaki teraba dingin, kemampuan menghisap lemah,

25
tangisan lemah dan kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis
marmorata.
2. Hipotermia berat (suhu tubuh < 320C ), tanda-tandanya antara lain
: sama dengan hipotermia sedang, dan disertai dengan pernafasan
lambat tidak teratur, bunyi jantung lambat, terkadang disertai
hipoglikemi dan asidosisi metabolik.
3. Stadium lanjut hipotermia, tanda-tandanya antara lain : muka,
ujung kaki dan tangan berwarna merah terang, bagian tubuh
lainnya pucat, kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama
pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)
2. Hipertermia
Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan
termoregulasi. Hipertermia terjadi ketika tubuh menghasilkan atau
menyerap lebih banyak panas daripada mengeluarkan panas. Ketika suhu
tubuh cukup tinggi, hipertermia menjadi keadaan darurat medis dan
membutuhkan perawatan segera untuk mencegah kecacatan dan
kematian.
Penyebab paling umum adalah heat stroke dan reaksi negatif obat.
Heat stroke adalah kondisi akut hipertermia yang disebabkan oleh kontak
yang terlalu lama dengan benda yang mempunyai panas berlebihan.
Sehingga mekanisme penganturan panas tubuh menjadi tidak terkendali
dan menyebabkan suhu tubuh naik tak terkendali. Hipertermia karena
reaksi negative obat jarang terjadi. Salah satu hipertermia karena reaksi
negatif obat yaitu hipertensi maligna yang merupakan komplikasi yang
terjadi karena beberapa jenis anestesi umum.
Tanda dan gejala : panas, kulit kering, kulit menjadi merah dan
teraba panas, pelebaran pembuluh darah dalam upaya untukmeningkatkan
pembuangan panas, bibir bengkak. Tanda-tanda dan gejala bervariasi
tergantung pada penyebabnya. Dehidrasi yang terkait dengan serangan
panas dapat menghasilkan mual, muntah, sakit kepala, dan tekanan darah
rendah. Hal ini dapat menyebabkan pingsan atau pusing, terutama jika

26
orang berdiri tiba-tiba. Tachycardia dan tachypnea dapat juga muncul
sebagai akibat penurunan tekanan darah dan jantung. Penurunan tekanan
darah dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit, mengakibatkan
kulit pucat atau warna kebiru-biruan dalam kasus-kasus lanjutan stroke
panas. Beberapa korban, terutama anak-anak kecil, mungkin kejang-
kejang. Akhirnya, sebagai organ tubuh mulai gagal, ketidaksadaran dan
koma akan menghasilkan.
3. Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi dimana
jumlah glukosa dalam plasma darah berlebihan.Hiperglikemia disebabkan
oleh diabetes mellitus. Pada diabetes melitus, hiperglikemia biasanya
disebabkan karena kadar insulin yang rendah dan / atau oleh resistensi
insulin pada sel. Kadar insulin rendah dan / atau resistensi insulin tubuh
disebabkan karena kegagalan tubuh mengkonversi glukosa menjadi
glikogen, pada akhirnyanya membuat sulit atau tidak mungkin untuk
menghilangkan kelebihan glukosa dari darah.
Gejala hiperglikemia antara lain : polifagi (sering kelaparan),
polidipsi (sering haus), poliuri (sering buang air kecil), penglihatan kabur,
kelelahan, berat badan menurun, sulit terjadi penyembuhan luka, mulut
kering, kulit kering atau gatal, impotensi (pria), infeksi berulang,
kussmaul hiperventilasi, arrhythmia, pingsan, koma.
4. Tetanus neonaturum
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh
bayi baru lahir yang disebabkan karena basil klostridium tetani.Tanda-
tanda klinis antara laian : bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum,
mulut mencucu seperti mulut ikan, mudah terangsang, gelisah (kadang-
kadang menangis) dan sering kejang disertai sianosis, kaku kuduk sampai
opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi berkerut, alis mata
terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus sardonikus.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan :
a) bersihkan jalan napas,

27
b) longgarkan atau buka pakaian bayi,
c) masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus kasa ke
dalam mulut bayi,
d) ciptakan lingkungan yang tenang dan
e) berikan ASI sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang.
5. Penyakit-penyakit pada ibu hamil
Kehamilan Trimester I dan II, yaitu : anemia kehamilan,
hiperemesis gravidarum, abortus, kehamilan ektopik terganggu
(implantasi diluar rongga uterus), molahidatidosa (proliferasi abnormal
dari vili khorialis).Kehamilan Trimester III, yaitu : kehamilan dengan
hipertensi (hipertensi essensial, pre eklampsi, eklampsi), perdarahan
antepartum (solusio plasenta (lepasnya plasenta dari tempat implantasi),
plasenta previa (implantasi plasenta terletak antara atau pada daerah
serviks), insertio velamentosa, ruptur sinus marginalis, plasenta
sirkumvalata).
6. Sindrom Gawat Nafas Neonatus
Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang
terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih
dari 60 kali per menit, sianosis, merintih, waktu ekspirasi dan retraksi di
daerah epigastrium, interkostal pada saat inspirasi .Resusitasi merupakan
sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ
vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung
dan menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini
merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi
kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem
kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat
menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 6 menit).
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan
dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan
Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami gawat nafas
merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang

28
kompeten. Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat
kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan
keterampilan keperawatan yang unik pada situasi kritis dan mampu
menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis.
2.2.9 Sistem rujuan kasus neonatal
a. Pengertian
Sistem rujukan adalah sistem di dalam pelayanan kesehatan
dimana terjadi pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau
masalah kesehatan yang timbul baik secara vertikal maupun horizontal.
Sistem yang dikelola secara strategis, proaktif, pragmatif dan
koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal
dan neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang
membutuhkannya terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun mereka
berada dan berasal dari golongan ekonomi manapun agar dapat dicapai
peningkatan derajat kesehatan dan neonatal di wilayah mereka berada.
Suatu sistem yang memberikan suatu gambaran tata cara pengiriman
neonatus resiko tinggi dari tempat yang kurang mampu memberikan
penanganan ke Rumah Sakit yang dianggap mempunyai fasilitas yang
lebih mampu dalam hal penatalaksanaannya secara menyeluruh
(mempunyai fasilitas yang lebih dalam hal tenaga medis, laboratorium,
perawatan dan pengobatan)
b. Tujuan
1) Memberikan pelayanan kesehatan pada neonatus dengan cepat dan
tepat
2) Menggunakan fasilitas kesehatan neonatus seefesien mungkin
3) Mengadakan pembagian tugas pelayanan kesehatan neonatus pada
unit-unit kesehatan sesuai dengan lokasi dan kemampuan unit-
unit tersebut
4) Mengurangi angka kesakitan dan kematian bayi
5) Meningkatkan upaya promotif, preventif,kuratif dan rehabilitatif
secara berdaya guna dan berhasil guna

29
c. Pelaksanaan
Sesuai dengan pembagian tingkat perawatan maka unit perawatan bayi
baru lahir dapat dibagi menjadi:
1) Unit perawatan bayi baru lahir tingkat III
Kasus rujukan yang dapat dilakukan adalah bayi kurang
bulan, sindroma ganguan pernafasan, kejang, cacat bawaan yang
memerlukan tindakan segera, gangguan pengeluaran mekonium
disertai kembung dan muntah, ikterik yang timbulnya terlalu awal
atau lebih dari dua minggu dan diare.
Pada unit ini perlu penguasaan terhadap pertolongan
pertama kegawatan BBL yaitu identifikasi sindroma ganguan
nafas, infeksi atau sepsis, cacat bawaan dengan tindakan
segera,ikterus,muntah, pendarahan, BBLR dan diare.
2) Unit perawatan bayi baru lahir tingkat II :
Perawatan bayi yang baru lahir pada unit ini meliputi
pertolongan resusitasi bayi baru lahir dan resusitasi pada
kegawatan selama pemasangan endotrakeal, terapi oksigen,
pemberian cairan intravena, terapi sinar dan tranfusi tukar,
penatalaksanaan hipoglikemi, perawatan BBLR dan bayi lahir
dengan tindakan.
Pada unit ini diperlukan sarana penunjang berupa
laboratorium dan pemeriksaan radiologis serta ketersediaan tenaga
medis yang mampu melakukan tindakan bedah segera pada bayi.
3) Unit perawatan bayi baru lahir tingkat I :
Pada unit ini semua aspek yang menyangkut dengan
masalah perinatologi dan neonatologi dapat ditangani disini.
Unit ini merupakan pusat rujukan sehingga kasus yang ditangani
sebagian besar merupakan kasus resiko tinggi baik dalam
kehamilan, persalinan maupun bayi baru lahir.
d. Mekanisme rujukan
1) Penemuan masalah pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih

30
Penemuan neonatus, bayi dan balita yang tidak dapat ditangani
oleh kader/dukun bayi, maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan.
2) Penentuan tingkat kegawatdaruratan pada tingkat bidan desa,
puskesmas
Penentuan tingkat kegawatdaruratan kasus sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab tenaga kesehatan pada
tingkatannya serta penentuan kasus yang dapat ditangani sendiri
dan kasus yang harus dirujuk.
3) Pemberikan informasi kepada penderita dan keluarga
Pemberian informasi mengenai kondisi atau masalah bayi yang
akan dirujuk kepada orangtua atau kelurga bayi, sehingga orangtua
atau keluarga memahami kondisi bayi
4) Pengiriman informasi pada tempat rujukan yang dituju
a) Memberitahukan kepada petugas di tempat rujukan bahwa akan
ada penderita yang dirujuk
b) Meminta petunjuk pelayanan yang perlu dilakukan dalam
rangka persiapan dan selama dalam perjalanan ke tempat
rujukan
c) Meminta petunjuk dan cara penanganan untuk menolong
penderita bila penderita tidak mungkin dikirim
5) Persiapan penderita (BAKSOKUDA)
B (Bidan) yaitu pastikan ibu/ bayi/ klien didampingi oleh tenaga
kesehatan yang kompeten dan memiliki kemampuan untuk
melaksanakan kegawatdaruratan
A (Alat) yaitu bawa perlengkapan dan bahan-bahan yang
diperlukan seperti spuit, infus set, tensimeter dan stetoskop
K (keluarga) yaitu beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu
(klien) dan alasan mengapa ia dirujuk. Suami dan anggota
keluarga yang lain harus menerima ibu (klien) ke tempat
rujukan.

31
S (Surat) yaitu beri surat ke tempat rujukan yang berisi identifikasi
ibu (klien), alasan rujukan, uraian hasil rujuka, asuhan atau obat-
obat yang telah diterima ibu
O (Obat) yaitu bawa obat-obat esensial yang diperlukan selama
perjalanan merujuk
K (Kendaraan) yaitu siapkan kendaraan yang cukup baik untuk
memungkinkan ibu (klien) dalam kondisi yang nyaman dan
dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu cepat.
U (Uang) yaitu ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam
jumlah yang cukup untuk membeli obat dan bahan kesehatan
yang diperlukan di tempar rujukan
DA (Darah) yaitu siapkan darah untuk sewaktu-waktu
membutuhkan transfusi darah apabila terjadi perdarahan
6) Pengiriman Penderita (Ketersediaan sarana kendaraan)
Untuk mempercepat pengiriman penderita sampai ke
tujuan, perlu diupayakan kendaraan/sarana transportasi yang
tersedia untuk mengangkut penderita
7) Tindak lanjut penderita
Penderita yang telah dikembalikan melaporkan pada
instansi rujukan terkait jika memerlukan tindak lanjut dan lakukan
kunjungan rumah bila penderita yang memerlukan tindakan lanjut
tidak melapor

BAB III

32
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kegawatdaruratan didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang
kala berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan
membutuhkan tindakan segera guna menyelamtkan jiwa/nyawa. Kasus
gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera
ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi
penyebab utama kematian ibu janin dan bayi baru lahir. Kegawatdaruratan
neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi dan manajemen yang
tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis ( usia 28 hari) membutuhkan
pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis dan kondisi
patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-waktu
3.2 Saran
Kami selaku penyusun merasa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.Kami berharap
semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber bacaan
yang bermanfaat dan dapat digunakan sebaik-baiknya.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes, 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Material dan


Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta
Erinda Rinawati, National College Of Midwifery, Published on Mar 10,
2015

33
Lisnawati, Lilis .2013. Asuhan Kebidanan Terkini Kegawatdaruratan
Maternal Neonatal. Jakarta: TIM
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Buku Panduan Praktis Maternal dan
Neonatal.2010. YBSP : Jakarta.
Supriyadi T dan Johannes Gunawan. 2012. Kapitaseleksakedaruratan
obstetric danginekologi. EGC: Jakarta halaman 56

34

Anda mungkin juga menyukai