Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Cardiac arrest adalah penghentian sirkulasi normal darah akibat
kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif. Amerika Serikat,
mengklaim sebuah 325.000 kematian setiap tahun. SCA membunuh 1.000
orang per hari atau satu orang setiap dua menit. Dan paling sering terjadi
pada pasien dengan penyakit jantung, terutama mereka yang telah gagal
jantung kongestif. Sebanyak 75 persen orang yang meninggal karena
tanda-tanda menunjukkan SCA serangan jantung sebelumnya. Delapan
puluh persen memiliki tanda-tanda penyakit arteri koroner. SCA dicatat
10.460 (75,4 persen) dari seluruh 13.873 kematian penyakit jantung pada
orang berusia 35-44 tahun, dan proporsi penangkapan jantung yang terjadi
out-of-rumah sakit meningkat dengan usia, dari 5,8 persen pada orang usia
0-4 tahun 61,0 persen pada orang usia lebih dari 85 years.Orang yang
memiliki penyakit jantung akan meningkatkan risiko untuk SCA. Namun,
kebanyakan SCA terjadi pada orang yang tampak sehat dan tidak memiliki
penyakit jantung atau faktor risiko lain untuk SCA.

Henti jantung pada kehamilan adalah keadaan yang jarang


ditemukan, terjadi pada 1:30.000 kelahiran. Untuk menghindari terjadinya
kematian karena henti jantung pada ibu hamil, maka dilakukan persalinan
sesar demi menyelamatkan ibu dan bayinya.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1.2.1. Apakah definisi dari henti jantung dan resusitasi jantu paru?
1.2.2. Apakah definisi dari henti jantun pada kehamilan ?
1.2.3. Bagaimanakah patofisiologi terjadinya henti jantung dalam
kehamilan?

RJP PADA IBU HAMIL 1


1.2.4. Apakah etiologi dan defferensial diagnosis henti jantung dalam
kehamilan ?
1.2.5. Apasaja intervensi dalam mengelola henti jantung pada ibu hamil ?
1.2.6. Apa yang harus dilakukan jika jantung tidak segera dilakukan ?
1.3. TUJUAN
1.3.1. Mengetahui definisi dari henti jantung dan penanganan dengan
resusitasi jantung paru
1.3.2. Mengetahui definisi dari henti jantung pada kehamilan
1.3.3. Memahami patofisiologi terjadinya henti jantung dalam
kehamilan
1.3.4. Mengetahui etiologi dan defferensial diagnosis henti jantung
dalam kehamilan
1.3.5. Mengetahui intervensi dalam mengelola henti jantung pada ibu
hamil
1.3.6. Mengetahui yang harus dilakukan jika jantung tidak segera
dilakukan

RJP PADA IBU HAMIL 2


BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 HENTI JANTUNG DAN RESUSITASI JANTUNG PARU


Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak,
bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung
ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan
sangat cepat begitu gejala dan tanda tampak (American Heart
Association,2010).
Jameson, dkk (2005), menyatakan bahwa cardiac arrest adalah penghentian
sirkulasi normal darah akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara
efektif.
Resusitasi Jantung Paru adalah suatu tindakan darurat sebagai suatu
usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas dan atau henti jantung ke
fungsi optimal untuk mencegah kematian biologis. Oktober 2010 american
heart association (AH) mengumumkan perubahan prosedur CPR yang sudah
dipakai dalam 40 tahun terakhir. Terdapat perubahan sistematika dari A-B-C
(Airway-Breathing-Chstcompressions) menjadi C-A-B (Chstcompressions-
Airway-Breathing), kecuali pada neonatus. Alasan perubahan adalah pada
sistematiaka A-B-C, sering kali Chstcompressions tertunda karena proses
Airway.

Dengan mengganti langkah C-A-B maka kompresi dada akan dilakukan


lebih awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda suatu siklus kompresi dada (30
kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik). Kesuksesan resusitasi
tergantung dari interval waktu antara kejadian dengan pertolongan pertama
yang dilakukan, mekanisme (ventrikel fibrilasi, ventrikel takikardi, pulseles
electrical activity, asistol) dan status/kondisi pasien secara klinis

1. Respons awal
Respons awal akan memastikan apakah suatu kolaps mendadak benar-
benar disebabkan oleh henti jantung. Observasi gerakan respirasi, warna

RJP PADA IBU HAMIL 3


kulit, dan ada tidaknya denyut nadi pada pembuluh darah karotis atau
arteri femoralis dapat menentukan dengan segera apakah telah terjadi
serangan henti jantung yang dapat membawa kematian. Gerakan respirasi
agonal dapat menetap dalam waktu yang singkat setelah henti jantung.

2. Penanganan untuk dukungan kehidupan dasar (basic life support)


Tindakan ini yang lebih popular dengan istilah resusitasi
kardiopulmoner (RKP;CPR;Cardiopulmonary Resuscitation) merupakan
dukungan kehidupan dasar yang bertujuan untuk mempertahankan perfusi
organ sampai tindakan intervensi yang definitive dapat dilaksanakan.

Untuk penanganan awal henti jantung yaitu dengan CAB :

a. Yakinkan lingkungan telah aman, periksa ketiadaan respon dengan


menepuk atau menggoyangkan pasien sambil bersuara keras
Apakah anda baik-baik saja?.Jika tidak berespon berikan
rangsangan nyeri.
Rasionalisasi: hal ini akan mencegah timbulnya injury pada korban
yang sebenarnya masih dalam keadaan sadar.

b. Apabila pasien tidak berespon segera telfone Emergency Medical


Service (EMS)
c. Posisikan pasien supine pada alas yang datar dan keras, ambil posisi
sejajar dengan bahu pasien. Jika pasien mempunyai trauma leher dan
kepala, jangan gerakkan pasien, kecuali bila sangat perlu saja.
Rasionalisasi: posisi ini memungkinkan pemberi bantuan dapat
memberikan bantuan nafas dan kompresi dada tanpa berubah posisi.

A. Circulation
Pastikan ada atau tidaknya denyut nadi, sementara tetap
mempertahankan terbukanya jalan nafas dengan head tilt-chin
lift yaitu satu tangan pada dahi pasien, tangan yang lain meraba
denyut nadi pada arteri carotis dan femoral selama 5 sampai 10
detik. Jika denyut nadi tidak teraba, mulai dengan kompresi dada.

Berlutut sedekat mungkin dengan dada pasien. Letakkan bagian


pangkal dari salah satu tangan pada daerah tengah bawah dari

RJP PADA IBU HAMIL 4


sternum (2 jari ke arah cranial dari procecus xyphoideus) . Jari-jari
bisa saling menjalin atau dikeataskan menjauhi dada.
Jaga kedua lengan lurus dengan siku dan terkunci, posisi pundak
berada tegak lurus dengan kedua tangan, dengan cepat dan bertenaga
tekan bagian tengah bawah dari sternum pasien ke bawah, 1 - 1,5
inch (3,8 - 5 cm)
Lepaskan tekanan ke dada dan biarkan dada kembali ke posisi
normal. Lamanya pelepasan tekanan harus sama dengan lamanya
pemberian tekanan. Tangan jangan diangkat dari dada pasien atau
berubah posisi.
Lakukan CPR (Cardio Pulmonary Resusitation) dengan dua kali
nafas buatan dan 30 kali kompresi dada. Ulangi siklus ini sebanyak 5
kali(2 menit).
Kemudian periksa nadi dan pernafasan pasien. Pemberian kompresi
dada dihentikan jika:
a) Telah tersedia AED (Automated External Defibrillator).
b) korban menunjukkan tanda kehidupan.
c) Tugas diambil alih oleh tenaga terlatih.
Sementara melakukan resusitasi, secara simultan kita juga
menyiapkan perlengkapan khusus resusitasi untuk memberikan
perawatan definitive.
CPR yang diberikan pada anak hanya menggunakan satu
tangan,sedangkan untuk bayi hanya menggunakan jari telunjuk dan
tengah. Ventrikel bayi dan anak terletak lebih tinggi dalam rongga
dada, jadi tekanan harus dibagian tengah tulang dada.
B. Airway
Buka jalan nafas

Head-tilt/chin-lift maneuver : letakkan salah satu tangan di kening


pasien, tekan kening ke arah belakang dengan menggunakan telapak
tangan untuk mendongakkan kepala pasien. Kemudian letakkan jari-

RJP PADA IBU HAMIL 5


jari dari tangan yang lainnya di dagu korban pada bagian yang
bertulang dan angkat rahang ke depan sampai gigi mengatub.
Jaw-thrust maneuver : pegang sudut dari rahang bawah pasien pada
masing-masing sisinya dengan kedua tangan,angkat mandibula ke
atas sehingga kepala mendongak.
C. Breathing
Dekatkan telinga ke mulut dan hidung pasien, sementara pandangan
kita arahkan ke dada pasien, perhatikan apakah ada pergerakan naik
turun dada dan rasakan adanya udara yang berhembus
selama expirasi
Jika ternyata tidak ada, berikan bantuan pernafasan mouth to
mouth atau dengan menggunakan amfubag. Selama memberikan
bantuan pernafasan pastikan jalan nafas pasien terbuka dan tidak ada
udara yang terbuang keluar. Berikan bantuan pernafasan sebanyak
dua kali (masing-masing selama 2-4 detik).
Jika pasien bernafas, posisikan korban ke
posisi recovery (posisi tengkurap, kepala menoleh ke
samping).
3. Penanganan dukungan kehidupan lanjutan (advanced life support)
Tindakan ini bertujuan untuk menghasilkan respirasi yang adekuat,
mengendalikan aritmia jantung, menyetabilkan status hemodinamika
(tekanan darah serta curah jantung) dan memulihkan perfusi organ.
Aktivitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan ini mencakup:

a) Tindakan intubasi dengan endotracheal tube


Pemasangan endotracheal tube (ETT) atau intubasi adalah
memasukkan pipa jalan nafas buatan kedalam trachea melalui
mulut.Tindakan intubasi dilakukan bila cara lain untuk
membebaskan jalan nafas (airway) gagal,perlu memberikan nafas
buatan dalam jangka panjang dan ada resiko besar terjadi aspirasi
paru.

RJP PADA IBU HAMIL 6


b) Defibrilasi/ kardioversi, dan/atau pemasangan pacu jantung
Defibrilasi adalah suatu tindakan pengobatan menggunakan
aliran listrik secara asinkron.Tindakan ini dilakukan pada pasien
dengan fibrilasi ventrikel atau takikardi ventrikel.
c) Pemasangan infuse.
4. Asuhan pasca resusitasi
Fase penatalaksanaan ini ditentukan oleh situasi klinis saat terjadinya
henti jantung. Fibrilasi ventrikel primer pada infark miokard akut
umumnya sangat responsive terhadap teknik-teknik dukungan kehidupan
(life support) dan mudah dikendalikan setelah kejadian permulaan.
Pemberian infuse lidokain dipertahankan dengan dosis 2-4 mg/menit
selama 24-72 jam setelah serangan. Dalam perawatan rumah sakit, bantuan
respirator biasanya tidak perlu atau diperlukan hanya untuk waktu yang
singkat dan stabilisasi hemodinamik yang terjadi dengan cepat setelah
defibrilasi atau kardioversi. Dalam fibrilasi ventrikel sekunder pada IMA
(kejadian dengan abnormalitas hemodinamika menjadi predisposisi untuk
terjadinya aritmia yang dapat membawa kematian), upaya resusitasi
kurang begitu berhasil dan pada pasien yang berhasil diresusitasi, angka
rekurensinya cukup tinggi. Gambaran klinis didominasi oleh ketidak
stabilan hemodinamik. Dalam kenyataan, hasil akhir lebih ditentukan oleh
kemampuan untuk mengontrol gangguan hemodiunamik dibandingkan
dengan gangguan elektrofisiologi. Disosiasi elektromekanis, asitol dan
bradiaritmia merupakan peristiwa sekunder yang umum pada pasien yang
secara hemodinamis tidak stabil dan kurang responsive terhadap
intervensi.

2.2 DEFINISI HENTI JANTUNG DALAM KEHAMILAN


Henti jantung pada kehamilan adalah keadaan yang jarang ditemukan,
terjadi pada 1:30.000 kelahiran. Untuk menghindari terjadinya kematian
karena henti jantung pada ibu hamil, maka dilakukan persalinan sesar demi
menyelamatkan ibu dan bayinya. "Lima menit merupakan waktu yang cukup

RJP PADA IBU HAMIL 7


lama untuk menyelamatkan ibu dan bayinya, saat ini adalah waktu dimana
layanan kebidanan diharapkan mampu mengidentifikasi henti jantung pada
ibu, dengan mulai melakukan resusitasi jantung-paru,dan jika curah jantung
ibu tidak segera kembali normal, maka janin harus segera dilahirkan melalui
operasi sesar.

2.3 PATOFISIOLOGI HENTI JANTUNG DALAM KEHAMILAN


Pada wanita hamil, henti jantung adalah keadaan yang sangat rumit,
dikarenakan oleh adanya perubahan patofisiologi yang terjadi selama
kehamilan, terutama kompresi aortocaval. Selama resusitasi jantung paru
dilakukan dengan pijatan dada tertutup pada pasien yang tidak hamil,
maksimal curah jantung mendekati 30% dari normal . Pada pasien dengan
kehamilan 20 minggu, berbaring di posisi terlentang, curah jantungnya
menurun, ini berarti bahwa jika pasien menderita henti jantung ketika
ditempatkan dalam posisi terlentang, secara praktis, tidak akan ada
curah jantung sama sekali meskipun telah dilakukan resusitasi jantung paru
dengan benar. Pasien pada kehamilan lanjut juga memiliki kecenderungan
terjadi nya hipoksemia dan asidosis, lebih berisiko terjadi aspirasi paru, dan
meningkatnya kejadian sulitnya intubasi dibandingkan dengan populasi
yang tidak hamil. Perubahan ini terjadi oleh banyaknya kehamilan
dengan obesitas, dimana keadaan tersebut membuat resusitasi lebih sulit.

2.4. ETIOLOGI DAN DIFFERENSIAL DIAGNOSIS HENTI JANTUNG


DALAM KEHAMILAN
Sangat penting untuk mengidentifikasi penyebab reversibel terjadinya
henti jantung. Usia kehamilan harus segera diketahui untuk mengetahui
kelangsungan hidup janin. Pemeriksaan USG abdomen digunakan untuk
tujuan ini tetapi tidak harus menunda prosedur resusitasi. Etiologi henti
jantung pada kehamilan dapat diklasifikasikan menjadi penyebab terkait
anestesi dan atau penyebab yang tidak terkait anestesi. Kadang-kadang,

RJP PADA IBU HAMIL 8


penyebabnya multifaktorial, sehingga membuat diagnosis dan
pengelolaannya banyak berubah.

a. Kematian Ibu Terkait Anastesi


Data di Amerika Serikat pada tahun 1990-2003 terkait
anestesi obstetri melaporkan bahwa 69 kasus terkait anastesi
diantaranya adalah kematian cedera otak berat, yaitu 18% (vs 6,7%
pada pasien yang tidak hamil dalam kategori populasi pasien
bedah) yang terkait dengan masalah saluran napas. Masalah jalan
napas juga terkait dengan beberapa hasil janin yang buruk. Perlu
dicatat bahwa dalam dekade ini, perubahan tren kematian ibu
terkait anestesi telah diamati. Sekitar 40 tahun yang lalu, aspirasi
isi lambung adalah penyebab tersering kematian ibu terkait
anestesi, tetapi dalam 20 tahun berikut penyebabnya adalah
kegagalan intubasi.

Baru-baru ini, perhatian terhadap hilangnnya napas selama


induksi anestesi telah menyebabkan penurunan kematian napas
selama induksi. Namun, kematian yang berhubungan
dengan masalah saluran napas selama ekstubasi dari trakea telah
meningkat, seperti kematian akibat anestesi spinal.

Tabel 1. Etiologi, mekanisme, karakteristik, dan pengelolaan


anastesia terkait henti jantung pada kehamilan

Kategori Mekanisme Karakteristik Pengelolaan

Kegagalan
pemberian oksigen
karena gagal 1. Pasien obesitas Prosedur
Anoksia/hipoksia melakukan intubasi 2. Penyebab lain penyelamatan jalan
/ ventilasi dan atau dalam kesulitan napas
adanya aspirasi bernapas
dari isi lambung

RJP PADA IBU HAMIL 9


1. Overdosis anastesi
lokal Pemeriksaan
Hemodinamik/ 2. barbotage dari penunjang
Total spinal CSF
respirasi hemodinamik dan
3. Terhentinya pernapasan
kompresi
aortocaval
1. Gejala spesifik Pemeriksaan
Keracunan anastesi 2. Tanda neurologis Hemodinamik dan
Toksitas lokal (overdosis 3. Tanda penunjang
penyuntikan IV) hemodinamik pernapasan,
4. Serangan intralipid
pernapasan
1. Memasukkan
balon ke arteri
1. Plasenta akreta,
hypogastrikus
Hemodinamik Perdarahan perkreta, previa,
2. Pembedahan
abruptio
3. Resusitasi cairan
2. Rupture uterine
4. Pengelolaan
koagulopati
Reperfusi koroner
1. Perokok dan perkutan adalah
Sindrom koroner kehamilan di usia strategi pilihan
Hemodinamik
akut tua merupakan untuk kategori ST
resiko tinggi elevasi infark
miokard

Ruptur karena Marfan syndrome dan Indikasi


Hemodinamik
aneurisma aorta pasien hipersensitif pembedahan

1. Ruptur oleh karena Indikasi


Hemodinamik/ne Aneurisma otak pembedahan.
Stroke 2. Emboli
urologi Penggunaan
3. Hipertensi yang fibriolitik,
tidak terkontrol
Uterus diatas atrium
Hemodinamik Emboli udara Resusitasi cairan
kanan dan hipovolemi

Overdosis, pasien Kalsium glukonat


Toksik Magnesium
oliguri IV (30 ml in 10%

RJP PADA IBU HAMIL 10


solution)

1. Aktivasi faktor
VII
2. Inhalasi dari
Terjadi perubahan prostacyclin atau
Emboli cairan Nitrit Oksida
Kompleks morbiditas atau
amnion 3. Oksigenasi
mortalitas
membrane
4. Ekstracorporeal
5. Bypass
kardiopulmonary
1. Antikoagulan
1. Biasanya pada
pada pasien
pasien yang telah
dengan resiko
menjalani operasi
Kompleks Emboli paru tinggi-yang
2. Sindrom Antibody
bermasalah pada
antifosfolipid
anastesi regional
merupakan resiko
2. Fibrinolosis
tinggi
massif
Mortalitas janin dan Dekompresi
Kompleks Trauma
ibu aortocaval

1. Masalah pada
1. Magnesium
pernapasan
2. Medikasi
Preeklamsia/ 2. Difusi
Kompleks antihipertensi
eklamsia organ/kegagalan
3. Pemasangan
yang menyebabkan
epidural secepat
kematian ibu dan
mungkin
janin
1. Chorioamniotis 1. Antibiotic
Kompleks Sepsis 2. Pneumonia 2. Resusitasi cairan
3. Abses epidural 3. Vasopressor
Resusitasi jantung
paru dengan
Kompleks Status asmatikus Obstruksi pernapasan
pengelolaan spesifik
dari status asmatikus

RJP PADA IBU HAMIL 11


Konfrensi (CEMACH) di Inggris pada tahun 2003-2005
melaporkan bahwa dalam enam kasus kematian ibu, secara langsung
merupakan penyebab terkait anesthesi, hal yang sama dilaporkan
pada tahun 2000-2002. Terdapat tiga kasus pasca operasi saluran
napas dimana pasiennya adalah pasien obesitas yang telah
melahirkan . 27% dari semua kematian ibu (langsung atau tidak
langsung berhubungan dengan anestesi) terjadi antara perempuan
obesitas (dengan indeks massa tubuh> 30 kg/m2), sedangkan 24%
terjadi dikalangan wanita dengan kelebihan berat badan ( dengan
BMI> 25 kg/m2). Dua pasien obesitas meninggal pada awal
kehamilan karena gagal dalam mempertahankan jalan napas secara
adekuat. Satu kematian disebabkan oleh toksisitas bupivakain yang
diberikan secara sengaja melalui intravena. Tiga puluh satu
kasus kematian secara tidak langsung disebabkan oleh anastesi yang
sedikit terkait dengan pengelolaan kritis pada situasi-situasin seperti
(perdarahan, sepsis, dll).

b. Henti Jantung, kolaps kardiovaskular setelah spinal / epidural


analgesia / Anestesi
Keadaan ini bisa terjadi setelah analgesia spinal dalam beberapa
kehamilan, obesitas, "barbotage" dari cairan cerebrospinal, blok
subdural, overdosis obat-obatan spinal, pengulangan blok spinal /
epidural, penyuntikan spinal yang "gagal", overdosis obat-
obatan epidural, reaksitoksik dari overdosis anastesi lokal, atau
injeksi intravaskular. Blok spinal tinggi pada kehamilan dapat
berhasil dilakukan dengan deteksi dini dan pengobatan agresif,
termasuk perpindahan uterus ke kiri. Cairan dengan cepat
dimasukkan ke dalam tubuh sementara bradikardia diobati secara
agresif dengan atropin atau epinefrine, sedangkan hipotensi harus
ditangani dengan fenilefrin atau epinefrin. Oksigen 100% harus

RJP PADA IBU HAMIL 12


diberikan melalui masker atau jika intubasi endotrakeal diperlukan
dapat dilakukan dengan pemberian tekanan pada krikoid.

2.5. KUNCI INTERVENSI UNTUK PENGELOLAAN HENTI JANTUNG


PADA IBU HAMIL
1. Responden pertama atau penyelamat tunggal akan memulai
resusitasi jantung paru dengan kompresi dada (dengan CAB
bukan ABC)
2. Tempatkan wanita pada posisi kiri lateral
3. Berikan ventilasi dengan pemberian oksigen 100%
4. Pemberian cairan secara intravena
5. Pertimbangkan kemungkinan penyebab henti jantung
untuk kemudahan penanganan
POSISI LATERAL KIRI

Tempatkan pasien pada permukaan yang keras dengan posisi 15- 30 miring
kiri lateral atau tempatkan uterus di bagian samping. Kemiringan kiri dapat
dicapai secara manual atau dengan selimut digulung di bawah pinggul kanan
dan daerah lumbal.

PERNAPASAN

Lakukan penekanan pada krikoid secara terus menerus selama ventilasidan


intubasi karena terdapat risiko regurgitasi. Pertimbangkan kemungkinan edema
saluran napas terutama pada kehamilan dengan hipertensi yang dapat membuat
sulitnya intubasi. Mulai dengan pemberian napas dua kali setiap satu detik.
Ventilasi bag-mask diberikan 8-10 kali/menit dan volume tidal cukup besar
untuk mengembangkan dada selama jeda kompresi . Sinkronisasi antara
kompresi dada dan ventilasi tidak perlu menggunakan (endotrakeal tube).
Harus dicatat bahwa hiperventilasi berbahaya dan harus dihindari.

SIRKULASI

RJP PADA IBU HAMIL 13


Lokasi kompresi dada pada pasien hamil dilakukan lebih tinggi dari pasien
yang tidak hamil, kompresi dilakukan sedikit di atas bagian tengah sternum
karena elevasi dari diafragma dan abdomen. Kompresi dada seharusnya
dilakukan dengan posisi pasien berbaring di permukaan yang keras. "lakukan
dorongan cepat dan keras". Tempatkan satu tangan ditengah dada. Tempatkan
tangan lainnya di bagian atas dengan jari-jari saling mengunci dan kompresi
dada dengan kecepatan 100 kali/min, kedalaman 4-5 cm. Disarankan operator
resusitasi jantung paru berganti setiap 2 menit. Meskipun penggunaan
vasopresor (epinefrin, vasopressin) dapat mengurangi aliran darah ke uterus,
rekomendasi tertentu menyarankan penggunaan obat standar sesuai dosis pada
ACLS. Dosis tunggal vasopressin 40 unit merupakan alternatif untuk
pengganti injeksiepinefrin. Amiodarone 300 mg IV telah menggantikan
lidokain untuk pengobatan ventrikel aritmia.

RASIO KOMPRESI - VENTILASI (C-V)

Rasio kompresi ventilasi yang dianjurkan adalah 30 : 2. Dengan dua atau


lebih pengganti dengan kompresi dilakukan setiap 2 menit atau setiap lima
siklus. Pada bayi baru lahir diberikan dua ventilasi setelah 15 kompresi
(dengan rasio kompresi ventilasi adalah 15 : 2) jika penyebabnya adalah henti
jantung atau rasio kompresi ventilasi 3 : 1 jika penyebabnya berasal dari
sistem pernapasan.

DEFIBRILASI

Dosis standar ACLS defibrilasi seharusnya telah digunakan. Dimana tingkat


kelangsungan hidup tertinggi dengan bantuan resusitasi jantung paru dan
defibrilasi dalam 3 sampai 5 menit karena ventricular takikardia atau fibrilasi.
Defibrilasi diberikan pada dosis berikut ini:

Monophasic - 360 joule (J)


Biphasic -truncated exponential waveform 150-200 J
Biphasic -rectilinear waveform: 120 J

RJP PADA IBU HAMIL 14


Bayi baru lahir - 2 J / kg untuk pertolongan pertama dan 4 J / kguntuk
pertolongan selanjutnya
Pedoman ACLS menekankan pentingnya kemampuan defibrillator eksternal
yang bekerja secara otomatis. Kardioversi listrik selama kehamilan telah
dijelaskan dalam literatur dan tampaknya aman bagi janin. Pada wanita hamil,
evaluasi
sekunder jalan napas dan pernapasan sangat penting untuk mempertimbangkan
terjadinya resiko aspirasi pada awal intubasi. Endotrakheal tube seharusnya
mempunyai ukuran lebih kecil dan posisi yang benar harus dikonfirmasikan
dengan menggunakan kapnografi. Kompresi jantung yang salah pada pasien
hamil dengan henti jantung mungkin rumit dilakukan karena dapat
menyebabkan laserasi hati, ruptur uterin, hemothorax dan hemopericardium.

RJP PADA KEHAMILAN

Berikut adalah langkah-langkah resusitasi jantung paru pada kehamilan:

Periksa kesadaran ibu dengan memanggil atau menggoyang-goyangkan


tubuh ibu. Bila ibu tidak sadar, lakukan langkah-langkah selanjutnya.
Panggil bantuan tenaga kesehatan lain dan bekerjalah dalam tim.
Khusus untuk ibu dengan usia kehamilan >20 minggu (uterus di atas
umbilikus), miringkan ibu dalam posisi berbaring ke sisi kiri dengan
sudut 15-30 atau bila tidak memungkinkan, dorong uterus ke sisi
kiri (lihat gambar berikut).

RJP PADA IBU HAMIL 15


Mendorong uterus ke kiri

Bebaskan jalan napas. Tengadahkan kepala ibu ke belakang (head tilt)


dan angkat dagu (chin lift). Bersihkan benda asing di jalan napas.
Bila ada sumbatan benda padat di jalan napas, sapu keluar dengan jari
atau lakukan dorongan pada dada di bagian tengah sternum (chest
thrust). Hindari menekan prosesus xifoideus!
Chest Thrust

Sambil menjaga terbukanya


jalan napas, lihat dengar
rasakan napas ibu (lakukan
cepat, kurang dari 10 detik)
dengan cara mendekatkan
kepala penolong ke wajah
ibu. Lihat pergerakan
dada, dengar suara napas, dan rasakan aliran udara dari hidung/mulut
ibu.
a. Jika ibu bernapas normal, pertahankan posisi, berikan oksigen
sebagai tindakan suportif. Lanjutkan pemantauan untuk memastikan
ibu tetap bernapas normal

RJP PADA IBU HAMIL 16


Menilai pernapasan

Jika ibu tidak bernapas atau


bernapas tidak normal,
periksa pulsasi arteri
karotis dengan cepat (tidak
lebih dari 10 detik).

Melakukan pulsasi arteri

Bila nadi teraba namun ibu


tidak bernapas atau megap-
megap (gasping), berikan
bantuan napas (ventilasi)
menggunakan balon-sungkup
atau melalui mulut ke mulut
dengan menggunakan alas
(seperti kain, kasa) sebanyak satu kali setiap 5-6 detik. Pastikan volume
napas buatan cukup sehingga pengembangan dada terlihat. Cek nadi
arteri karotis tiap 2 menit.

Bantuan napas mulut ke mulut

RJP PADA IBU HAMIL 17


Bantuan napas dengan balon dan masker

Bila nadi tidak


teraba, segera
lakukan
resusitasi

kardiopulmoner
.
a. Resusitasi
kardiopulmoner pada ibu dengan usia kehamilan >20 minggu
dilakukan dalam posisi ibu miring ke kiri sebesar 15-300.
b. Penekanan dada dilakukan di pertengahan sternum. Kompresi
dilakukan dengan cepat dan mantap, menekan sternum sedalam 5 cm
dengan kecepatan 100-120x/menit.
c. Setelah 30 kompresi, buka kembali jalan napas lalu berikan 2 kali
ventilasi menggunakan balonsungkup atau melalui mulut ke mulut
dengan alas. Tiap ventilasi diberikan dalam waktu 1 detik. Berikan
ventilasi yang cukup sehingga pengembangan dada terlihat
d. Kemudian lanjutkan kompresi dada dan ventilasi dengan
perbandingan 30:2.
Kompresi dada

Pasang kanul intravena (2 jalur bila mungkin) menggunakan jarum ukuran besar
(no. 16 atau 18 atau ukuran terbesar yang tersedia) dan berikan cairan sesuai
kondisi ibu.
Tindakan resusitasi kardiopulmoner diteruskan hingga :
a. Tim yang lebih terlatih untuk menangani henti nafas dan henti
jantung telah datang dan mengambil alih tindakan, ATAU
b. Tidak didapatkannya respon setelah 30 menit, ATAU

RJP PADA IBU HAMIL 18


c. Penolong kelelahan, ATAU Ibu menunjukkan tanda-tanda
kembalinya kesadaran, misalnya batuk, membuka mata, berbicara
atau bergerak secara sadar DAN mulai bernapas normal. Pada
keadaan tersebut, lanjutkan tatalaksana dengan :
- Berikan oksigen
- Pasang kanul intravena (bila sebelumnya tidak berhasil dilakukan)
dan berikan cairan sesuai kondisi ibu
- Lanjutkan pemantauan untuk memastikan ibu tetap bernapas
normal
Setelah masalah jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi teratasi, pikirkan
dan evaluasi kemungkinan penyebab hilangnya kesadaran ibu, di
antaranya :
a. perdarahan hebat (paling sering)
b. penyakit tromboemboli
c. penyakit jantung
d. sepsis
e. keracunan obat (contoh: magnesium sulfat, anestesi lokal)
f. eklampsia
g. perdarahan intrakranial
h. anafilaktik
i. gangguan metabolik/elektrolit (contoh: hipoglikemia)
j. hipoksia karena gangguan jalan napas dan/atau penyakit paru
Lakukan pemeriksaan lanjutan, misalnya USG abdomen untuk melihat
perdarahan intraabdomen tersembunyi.
Atasi penyebab penurunan kesadaran atau rujuk bila fasilitas tidak
memungkinkan

2.6. PERSALINAN DARURAT


Jika resusitasi jantung tidak segera dilakukan dalam waktu (4-5 menit)
dengan dasar dan lanjutan dukungan hidup, histeroktomi darurat (atau
persalinan sesar) harus segera dilakukan pada usia kehamilan > 20minggu.

RJP PADA IBU HAMIL 19


Tingkat kelangsungan hidup terbaik untuk bayi adalah pada usia > 24 atau 25
minggu jika lahir <5 menit setelah henti jantung . Usia kehamilan mungkin
tidak selalu diketahui dan ultrasonografi dapat digunakan jika waktu
memungkinkan. Penting untuk mengenali bahwa kelahiran sesar dengan
segera dapat menyelamatkan ibu dan bayinya. Histerekotomi yang tepat
waktu dapat mengeluarkan janin, mengosongkan uterus, mengembalikan
aliran balik vena dan aliran aorta di samping itu, memungkinkan resusitasi
pada bayi baru lahir.

Persalinan caesar diperlukan agar resusitasi berhasil walaupun janin


telah meninggal. Segera setelah didiagnosis henti jantung, tim yang telah
terlatih yang terdiri dari seorang ginekolog, ahli anestesi, neonatologi dan
bidan harus aktif untuk mengetahui protokol histerektomi, secara pararel
dengan upaya resusitasi jantung paru. Hal ini memerlukan persiapan ruang
operasi untuk keadaan darurat seperti histeroktomi, yang idealnya harus
dilakukan tidak lebih dari 4-5 menit setelah memulai resusitasi jantung
paru.

RJP PADA IBU HAMIL 20


BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Pada wanita hamil,henti jantung adalah keadaan yang sangat
rumit,dikarenakan oleh adanya perubahan patofisiologi yang terjadi selama
kehamilan,terutama kompresi aortocaval.Selama resusitasi jantung paru
dilakukan dengan pijatan dada tertutup pada pasien yang tidak
hamil,maksimal curah jantung mendekati 30% dari normal.Pada pasien
dengan kehamilan 20 minggu,berbaring diposisi terlentang,curah
jantungnya menurun,ini berarti bahwa jika psien menderita henti jantung
ketika ditempatkan dalam posisi terlentang,secara praktis,tidak akan ada
curah jantung sama sekali meskipun telah dilakukan resusitasi jantung paru
dengan benar.Pasien pada kehamilan lanjut juga memiliki kecenderungan
terjadinya hipoksemia dan asidosis,lebih berisiko terjadi aspirasi paru dan
meningkatnya kejadian sulitnya intubasi dibandingkan dengan populasi
yang tidak hamil.Perubahan ini terjadi oleh banyaknya kehamilan dengan
obesitas,dimana keadaan tersebut membuat resusitasi lebih sulit.
3.2.SARAN
Sekian makalah ini kami buat dan kami susun sesuai dengan format yang ada.
Terima kasih kepada pihak dan sumber yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini,sehingga dapat terselesaikan sampai batas waktu
yang telah ditentukan. Jika dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan
mohon kritik dan saran yang besifat membangun. Semoga makalah ini
menjadi lebih bermanfaat unuk para mahasiswa pada umumnya.

RJP PADA IBU HAMIL 21


DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar,arief, dkk. 2016. Modul BCLS. Malang : TIM Trainer Poltekkes


Kemenkes Malang

Boswick, john. 2012. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC

RJP PADA IBU HAMIL 22

Anda mungkin juga menyukai