Anda di halaman 1dari 8

HUBUNGAN antar-pemangku KEPENTINGAN

DALAM PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI KARET


DI SUMATRA SELATAN

THE RELATIONSHIP AMONG STAKE-HOLDER IN DEVELOPING


RUBBER INDUSTRIAL CLUSTER IN SOUTH Sumatra
Dian Novriadhy

Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Daerah Sumatra Selatan


Jln. Demang Lebar Daun No. 4864 Palembang 30137
Pos-el: dian_811@yahoo.co.id

ABSTRACT
This research aims to determine the relationship among stake-holder in the effort of developing rubber
industry cluster in South Sumatra. The research method is carried out by identifying the relationships among
stake-holders, policies and regulations that support the development of rubber industrial cluster, and their
implementation. The results indicate there is not any relationship among stake-holders. Nevertheless, policies and
regulations give significant effect to the development of rubber industry in South Sumatra.
Keywords: Industrial cluster, Business relationship, Policy

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antar-pemangku kepentingan industri karet dalam upaya
pengembangan klaster industri di Sumatra Selatan. Metode penelitian dilakukan dengan cara mengidentifikasi
hubungan antar-pemangku kepentingan, mengidentifikasi kebijakan dan regulasi yang mendukung pengembangan
klaster industri karet, dan mengidentifikasi penerapan kebijakan dan regulasi tersebut. Hasil penelitian menun-
jukkan adanya ketidakterhubungan antar-pemangku kepentingan industri karet. Meskipun begitu, kebijakan dan
regulasi memberikan efek yang signifikan terhadap perkembangan industri karet di Sumatra Selatan.
Kata kunci: Klaster industri, Hubungan usaha, Kebijakan

PENDAHULUAN kepala keluarga yang terlibat dalam sektor karet


tercatat sebanyak 570.143 KK di tahun 2009.1
Sumatra Selatan merupakan penghasil komoditas
karet terbesar di Indonesia. Berdasarkan volume, Perkembangan positif sektor karet juga
karet yang dihasilkan dalam beberapa tahun diperlihatkan dari peningkatan volume ekspor.
terakhir terus mengalami peningkatan. Faktor Volume ekspor karet Sumatra Selatan terus me-
utama yang menunjang peningkatan produksi ningkat dari tahun ke tahun. Secara berturut-turut
karet adalah peningkatan luas perkebunan karet dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 volume
yang mayoritas merupakan perkebunan rakyat. ekspor karet Sumatra Selatan tercatat 643.804
Luas perkebunan karet di tahun 2009 mencapai ton; 658.840 ton; 676.416 ton; dan 756.747 ton.
1.058.420 ha atau meningkat sebesar 3,37% jika Meskipun berdasarkan volume ekspor selalu
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jumlah menunjukkan peningkatan, tetapi hal tersebut
tidak berlaku terhadap nilai ekspor. Nilai ekspor

| 227
karet Sumatra Selatan mengalami penurunan di Klaster industri sebenarnya merupakan
tahun 2009 sebesar 27% dibandingkan tahun kelompok industri spesifik yang dihubungkan
sebelumnya.2 Hal tersebut terjadi karena produk oleh jaringan mata rantai proses penciptaan
ekspor karet Sumatra Selatan didominasi oleh (peningkatan) nilai tambah, baik melalui hubun-
crumb rubber yang dalam perdagangan dunia gan bisnis maupun nonbisnis.4 Klaster industri
harganya berfluktuasi. berbeda dengan sentra industri. Dalam klaster
Nilai tambah yang diperoleh dari crumb industri tidak dipersyaratkan adanya kesamaan
rubber sangat rendah jika dibandingkan dengan jenis usaha dan produk yang dihasilkan. Per-
nilai tambah yang diperoleh dari barang jadi karet bedaan juga terjadi dalam hal lokasi. Industri
(finished goods). Oleh karena itu, pengembangan dalam suatu klaster tidak harus berdekatan secara
industri karet harus diarahkan ke dalam pengem- geografis dan berada dalam wilayah administratif
bangan industri barang jadi karet. Salah satu tertentu. Hal terpenting dari klaster industri adalah
pendekatan yang dapat digunakan adalah dengan keterkaitan suatu industri dengan industri lainnya.
pengembangan klaster industri karet. Gambar 1 memberikan ilustrasi mengenai
Penelitian berkaitan dengan klaster industri hubungan industri dalam suatu klaster industri.
telah dilakukan. Salah satu diantaranya Potensi Industri inti adalah industri yang menjadi fokus
Klaster Komoditas Karet oleh Sumini Abdul dalam klaster. Industri inti dalam suatu klaster
Salam.3 Perbedaan penelitian yang dilakukan dapat saja berubah menjadi industri terkait dalam
dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian klaster industri lainnya. Industri pendukung
sebelumnya membahas elemen pasar, sedangkan merupakan industri yang mendukung kegiatan
penelitian ini membahas elemen hubungan antar- usaha dari industri inti, umumnya merupakan
pemangku kepentingan. industri jasa seperti jasa transportasi, jasa tenaga
kerja, jasa pembiayaan, dan jasa lainnya. Industri
Penulis menduga bahwa tidak berkembang-
terkait adalah industri yang menggunakan
nya klaster industri karet di Sumatra Selatan
infrastruktur yang sama.
dikarenakan tidak adanya hubungan yang baik
antar-pemangku kepentingan. Oleh karena itu, Hal yang perlu diingat adalah bahwa
penelitian tentang hubungan antar-pemangku hubungan industri tersebut lebih dari sekadar
kepentingan industri karet menjadi penting. Hal hubungan jual-beli saja. Hubungan industri
itu dilakukan untuk memformulasikan upaya yang harus memiliki peranan dalam peningkatan nilai
dapat dilakukan dalam pengembangan klaster
industri karet di Sumatra Selatan. Selain itu, juga
penelitian ini penting mengingat di era pasar bebas
serbuan produk impor dari mitra dagang Indonesia
dengan leluasa masuk ke pasar domestik. Oleh
karena itu, dapat tidaknya industri karet menjadi
tuan rumah di negeri sendiri sangat bergantung
dari kemampuannya dalam diversifikasi komo-
ditas karet.
Permasalahan yang dikaji dalam tulisan ini
adalah bagaimanakah hubungan antar-pemangku
kepentingan industri karet di Sumatra Selatan? dan
upaya apa yang dilakukan untuk mengembangkan
klaster industri karet di Sumatra Selatan?
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antar-pemangku kepentingan industri
karet di Sumatra Selatan dan mengetahui upaya
yang dilakukan untuk mengembangkan klaster
industri karet di Sumatra Selatan Gambar 1. Model Generik Klaster Industri
Sumber: BP Nugroho5

228 | Widyariset, Vol. 15 No.1, April 2012


tambah. Dalam kalimat lain dapat dinyatakan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 tertuang
hubungan industri tersebut melibatkan pertukaran bahwa karet merupakan salah satu dari dua puluh
informasi dan pengetahuan yang bermuara dengan dua kegiatan ekonomi utama.8 Dalam dokumen
munculnya inovasi. MP3EI digunakan tiga strategi utama, yaitu
Keterkaitan klaster industri dengan sistem pengembangan potensi ekonomi melalui koridor
inovasi sangat erat. Menurut OECD sebagaimana ekonomi, penguatan konektivitas nasional, dan
dikutip dari Dedy Saputra,6 klaster dapat disebut Penguatan kemampuan SDM dan iptek nasional.
reduced-scale dari sistem inovasi. Hal ini Keberadaan strategi utama dalam kerangka desain
disebabkan klaster menekankan adanya inter- pendekatan MP3EI dapat dilihat dalam Gambar 2.
aksi antar-pemangku kepentingan dalam sektor MP3EI sebenarnya masih debatable di kalangan
tertentu dimana terbentuknya networking antar- ahli tetapi penulis sengaja menggunakan perpres
pemangku kepentingan juga menjadi penekanan ini sebagai materi dalam tulisan. Hal ini dikare-
dalam sistem inovasi. Pemangku kepentingan nakan adanya kesesuaian antara MP3EI dengan
dalam sistem inovasi umumnya terdiri dari unsur upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi
pemerintah, unsur bisnis, dan unsur litbang. Tabel Sumatra Selatan. Kesesuaian tersebut, antara lain
1 memberikan panduan untuk mengetahui tipe dalam hal strategi penguatan kemampuan SDM
hubungan dan karakteristik tipe pembelajaran dan iptek, pengembangan Sistem Inovasi Daerah,
(pertukaran informasi) antar-pemangku kepen dan pengembangan pusat unggulan (center of
tingan. excellent).
Berdasarkan dokumen Lampiran Peraturan Sumatra Selatan berdasarkan koridor
Presiden RI Nomor 32 Tahun 2011 tentang Mas- ekonomi berada di koridor satu dengan tema
terplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil bumi

Tabel 1. Tipe Hubungan, Tujuan dan Tipe Pembelajarannya


Tipe hubungan Tujuan Tipe pembelajaran
pemecahan masalah secara bersama, pembelajaran dan inovasi. Ciri
Pembelajaran melalui in-
khas dinyatakan dalam perjanjian formal atau nota kesepahaman, ber-
Kemitraan teraksi, terkadang dengan
interaksi sangat tinggi, melibatkan dua organisasi atau lebih dan fokus
meniru dan mengamati
pada tujuan yang telah ditentukan.
Memberikan barang, pelayanan dan pengetahuan kepada pengguna Pembelajaran melalui
Paternalistik
tanpa menghiraukan kebutuhan pengguna pelatihan
Pembelajaran atau pemecahan masalah dengan bantuan pihak lain, dia-
Pembelajaran dengan
tur secara formal. Interaksi berdasarkan hubungan penyedia-pengguna.
meniru dan berlatih sampai
Konsultasi Fokus terhadap tujuan yang tertera dalam perjanjian terkait barang dan
ahli
jasa.

Tujuan utama untuk memfasilitasi pertukaran informasi baik secara


formal maupun nonformal. Menyediakan informasi awal kepada kelom-
Pembelajaran melalui
Jejaring pok terhadap perubahan kebijakan, pasar dan teknologi. Menciptakan
interaksi dan mengamati
modal sosial, kepercayaan, kesiapan terhadap perubahan, meminimal-
kan hambatan dalam membentuk hubungan baru
Hubungan khusus melalui jejaring dan asosiasi untuk membentuk dan
Advokasi Pembelajaran interaktif
mempengaruhi kebijakan
Pembelajaran dengan
Perserikatan Kerja sama dan berbagi manfaat.
berbagi pengalaman
Kesempatan untuk pembe-
Utamanya organisasi diatur secara informal terkadang ada yang bersifat
lajaran terbatas, beberapa
Hubungan jual beli formal bertujuan untuk akses bahan mentah, pasar, pembiayaan, dan
pembelajaran melalui
hibah.
interaksi
Sumber: Andy Hall7

Hubungan Antar Pemangku ... | Dian Novriadhy | 229


dan lumbung energi nasional. Dalam koridor ini ban, 5 responden dari industri crumb rubber, 4
ada lima aktivitas utama, yaitu kelapa sawit, karet, lembaga litbang, 5 satker dari dinas dan badan
batu bara, besi baja, dan industri perkapalan. Oleh yang terkait di lingkungan Pemerintah Provinsi
karena itu, pengembangan klaster industri karet Sumatra Selatan.
di Sumatra Selatan menjadi relevan. Metode analisis yang digunakan dalam
Informasi lebih rinci pengembangan klaster penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif
industri karet dapat dilihat dalam Lampiran dengan cara:
Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 112/M- 1) Menganalisis hasil kuesioner untuk me-
IND/PER/10/2009 tentang Peta Panduan (road nentukan tipe hubungan antar-pemangku
map) Pengembangan Klaster Industri Karet dan kepentingan
Barang Karet. Dalam dokumen ini tertera sasaran,
2) Pengelompokan hasil analisis ke dalam
strategi pengembangan dan pokok-pokok rencana
bentuk matriks berdasarkan tipologi dalam
aksi sampai dengan tahun 2025.
Tabel 1
3) Mengidentifikasi kebijakan dan regulasi
Metode Penelitian terkait dengan pengembangan klaster industri
Penelitian ini mengambil tempat di wilayah karet
Sumatra Selatan pada bulan JuliSeptember 4) Mengidentifikasi penerapan kebijakan dan
2011. Pengumpulan data dilakukan dengan regulasi
cara observasi lapang, pengisian kuesioner, dan
dilengkapi dengan data sekunder yang diperoleh
Hasil dan Pembahasan
dari penelusuran pustaka dan internet.
Dalam penelitian ini penulis memilih Hasil observasi lapangan menunjukkan bahwa
responden dengan metode perspasial. Responden getah karet diolah dalam dua bentuk. Bentuk
dibagi menjadi tiga unsur yaitu unsur pemerintah, pertama, getah karet dibekukan dengan bahan
unsur bisnis, dan unsur litbang. Hal ini diperlukan koagulan sehingga diperoleh getah karet padat
karena adanya perbedaan karakteristik perilaku atau dikenal dengan istilah slab. Slab merupakan
dalam menjalankan tugas fungsinya. Jumlah bahan baku utama untuk industri kompon padat
responden sebanyak 7 responden dari vulkanisir karet. Bentuk kedua, getah karet dipertahankan

Tabel 2. Kerangka Desain Pendekatan MP3EI8

230 | Widyariset, Vol. 15 No.1, April 2012


dalam bentuk cair atau dikenal dengan istilah Pertama, hubungan antara unsur bisnis
lateks. dengan unsur bisnis. Hambatan pertama, adanya
Perbedaan cara pengolahan ini membedakan ketidakpercayaan kepada industri lain terutama
pelaku usaha (bisnis) yang terlibat dalam industri terkait adanya kompetisi dalam akses pengua-
karet. Tabel 2 menyajikan pemangku kepentingan saan bahan baku. Data bulan September 2011
industri karet yang teridentifikasi dalam observasi menunjukkan kapasitas produksi getah karet
lapangan. rakyat hanya dalam kisaran 800900 ribu ton, se-
dangkan kapasitas terpasang industri pengolahan
Hubungan antar-pemangku kepentingan
getah karet mencapai 1,327 juta ton.9 Hambatan
industri karet dapat dilihat dalam Tabel 3. Dalam
kedua, adanya kesamaan produk yang dihasilkan.
Tabel 3 tersebut terlihat bahwa tidak terjadinya
Industri karet dominan di Sumatra Selatan saat ini
pertukaran informasi yang dapat meningkatkan
ada 24 Industri. Industri yang memiliki kesamaan
nilai tambah komoditas karet. Hal ini menjawab
produk berjumlah 20 perusahaan. 10 Adanya
dugaan penulis bahwa tidak berkembangnya
kompetisi dalam akses bahan baku dan akses pasar
klaster industri karena belum terjalinnya hubungan
komoditas yang sama membuat kecenderungan
antar-pemangku kepentingan.
terjadinya pembatasan pertukaran informasi dan
Ada beberapa kemungkinan yang dapat menganggap pelaku usaha lain sebagai kompetitor
menyebabkan tidak terjadinya hubungan antar- murni.
pemangku kepentingan. Untuk kemudahan
penulis akan membahas satu per satu.

Tabel 2. Pemangku kepentingan industri karet di Sumatra Selatan


Kategori Pelaku Usaha
Bisnis Petani karet, pengepul, industri crumb rubber, industri lateks, usaha vulkanisir (IKM), industri kimia
pendukung, jasa pengangkutan dan jasa lainnya
Pemerintah Balitbangnovda, Disbun, Distan, Disperindag, Diskop-UKM dan SKPD terkait, Instansi vertikal
PT dan Litbang Baristand Industri, Puslit Sembawa, Unsri dan Litbang lainnya
Sumber : data primer, diolah

Tabel 3. Matriks hubungan antar-pemangku kepentingan


Bisnis Pemerintah Litbang
Bisnis Hubungan bersifat bisnis Hubungan bersifat admi- Belum terjadi hubungan dalam pe
(jual beli) nistratif ningkatan kapasitas SDM
Belum terjadi pertukaran Belum terjadi hubungan Belum terjadi upaya difusi inovasi
informasi dalam peningkatan nilai hasil litbang
Belum terjadi hubungan tambah Hubungan riset dan peningkatan
dalam pengembangan SDM kapasitas produksi bersifat insidental
Pemerintah Hubungan bersifat admi- Hasil litbang belum termanfaatkan
nistratif secara optimal dalam pengambilan
Pertukaran informasi lin- kebijakan
tas sektoral tidak berja- Hubungan lebih terfokus pada
lan dengan baik pendanaan riset bukan pertukaran
informasi
Litbang Joint research antar litbang belum
optimal
Pertukaran informasi terbatas,
umumnya melalui seminar dan
publikasi jurnal
Sumber: Data primer, diolah

Hubungan Antar Pemangku ... | Dian Novriadhy | 231


Kedua, hubungan unsur bisnis dengan bergesernya pola hubungan dari sifatnya vertikal
unsur pemerintah. Pola yang terbentuk selama ini menjadi koordinasi. Sebelum era desentralisasi
adalah pola paternalistik. Pola ini memposisikan semua data dan informasi diteruskan ke satker
pemerintah sebagai yang paling tahu kebutuhan. pusat tetapi saat ini kecenderungan yang terjadi
Pola ini paling jelas terlihat dari pelaksanaan data dan informasi hanya sampai di satker pusat
pelatihan-pelatihan dan bantuan untuk industri ke- jika diminta.
cil menengah. Bantuan peralatan dari pemerintah Dukungan kebijakan dan regulasi adalah
dalam banyak kasus tidak memerhatikan kesiapan salah satu keunggulan dari Sumatra Selatan
IKM terkait kemampuan merawat, penyediaan dalam pengembangan klaster industri karet.
sumber tenaga, dan kapasitas produksi. Indikator dari dukungan kebijakan dapat di
Ketiga, hubungan unsur bisnis dengan unsur lihat dari dokumen-dokumen yang dikeluarkan
litbang. Ketidakterhubungan pertukaran informasi oleh pemerintah pusat maupun daerah. Tabel 4
antara unsur bisnis dan unsur litbang disebabkan merekapitulasi beberapa kebijakan, regulasi dan
oleh dua faktor. Faktor pertama, hasil litbang tidak implementasi dari pemerintah pusat maupun
memerhatikan nilai universal dalam dunia bisnis. daerah.
Nilai universal yang dimaksud adalah kemudahan Tabel 4 menunjukkan adanya keseriusan
untuk digunakan, dapat direproduksi, dapat di- pemerintah dalam pengembangan klaster industri
produksi dengan harga yang wajar, dan nilai-nilai karet. Pertanyaan terpenting dari informasi yang
lainnya yang aspek bisnis. Faktor kedua, merasa disajikan dalam Tabel 4 adalah apakah regulasi/
nyaman dengan kondisi saat ini. Suatu teknologi/ kebijakan tersebut memiliki efek nyata. Untuk
invensi memiliki unsur ketidakpastian. Bagi bisnis menjawab pertanyaan tersebut berikut penulis
ketidakpastian merupakan sesuatu yang sangat sajikan fakta perkembangan terakhir dimana
dihindari. penulis terlibat dalam kegiatan tersebut.
Keempat, hubungan unsur pemerintah Tahun 2010, Tim SIDa Sumatra Selatan
dengan unsur pemerintah. Dalam era desentrali menginisiasi pendirian Sentra Souvenir berbahan
sasi terjadi kecenderungan untuk terjadinya loss baku karet di Talang Kedondong Palembang.
control yakni suatu kondisi dimana dimungkinkan Pendirian sentra ini diawali dari rekomendasi
terjadinya program kegiatan yang dilaksanakan yang dihasilkan dalam Expert Meeting. Tahapan
pemerintah daerah tetapi luput dari perhatian yang dilakukan dalam pendirian sentra souvenir
pemerintah pusat. Hal ini disebabkan telah ini adalah sebagai berikut.

Tabel 4. Rekapitulasi Kebijakan, Regulasi dan implementasi


Kebijakan dan regulasi Implementasi Keterangan
Perpres No. 32 Tahun 2011 Pengembangan Pusat Unggulan Ino- Penandatangan MoU Konsorsium PUIK
vasi Karet (PUIK) antara Pemprov Sumatra Selatan, Unsri,
BP KIMI, Puslit Karet, Gapkindo dan
Apkarindo. PUIK diresmikan pada tanggal
4 Oktober 2011.
Permen Perindustrian No. 112/M-IND/ Pembentukan working group, ban- Bantuan mesin kompon terdapat di kabu-
PER/10/2009 tuan mesin industri kompon karet paten OKI, Ogan Ilir dan Palembang11
SK GUB SUMSEL No. 282/KPTS/Balit- Pembentukan Inkubator Teknologi Memiliki misi menumbuhkan pengusaha
bangda/2010 Sumatra Selatan pemula berbasis teknologi (PPBT)
SK GUB SUMSEL No. 280/KPTS/Balit- Pembentukan Sentra HKI Sumatra Memiliki misi melindungi kekayaan in-
bangda/2010 Selatan telektual terutama kekayaan komunal
SK GUB SUMSEL No. 478/KPTS/Balit- Pembentukan Asosiasi Peneliti Memiliki misi antara lain meningkatkan
bangda/2010 Sumsel kompetensi peneliti, difusi iptek
Pembentukan Sistem Inovasi Daerah SIDa Sumsel diluncurkan pada tanggal 14
(SIDa) Sumatra Selatan Oktober 2010
Sumber : www.balibangdasumsel.net dan sumber lainnya

232 | Widyariset, Vol. 15 No.1, April 2012


1) Tahap pertama, melakukan kerja sama Tahapan pendirian sentra souvenir yang telah
dengan BPPT dalam pengembangan inkubator dilakukan perlu dibakukan dalam suatu protap
teknologi. pengembangan klaster industri karet. Pendala-
2) Tahap kedua, melakukan pembinaan tenant, man kasus perlu dilakukan terutama hubungan
sebagai agen perubahan di masyarakat. antarunsur bisnis dikarenakan belum semua jenis
industri karet yang ada di survei.
3) Tahap ketiga, pembinaan masyarakat untuk
membentuk sentra souvenir
4) Tahap keempat, melakukan pendampingan DAFTAR PUSTAKA
kewirausahaan untuk pelaku usaha baru 1
Statistik Perkebunan. (http://www.disbunsumsel.
(pelaksanaan berbagi peran dengan SKPD com/statistik.php?page=2, diakses tanggal 8
disperindag dan diskop-ukm) November 2011)
2
A n a l i s i s P e r k e m b a n g a n H a rg a . 2 0 11 .
5) Tahap kelima, pengayaan teknologi yang
(http://www.bappebti.go.id/administrator/
dilakukan oleh BPPT, Baristand Industri pdf/Harga%20CPO%20Naik%20Seiring%20
Palembang dan Puslit Karet. Kenaikan%20Harga%20Kedelai.pdf, diakses
6) Tahap keenam, dukungan modal usaha melalui tanggal 8 November 2011)
mekanisme CSR dari PT Bukit Asam dan 3
Salam, S. A. 2000. Potensi Klaster Komoditas Karet.
Bank Sumselbabel. Jakarta: LIPI
4
Taufik, T. A. 2011. Pengembangan Klaster Industri
Dari tahapan-tahapan pendirian sentra
dan Inovasi di Indonesia. (http://www.biskom.
souvenir yang telah dilakukan terlihat bahwa web.id/2011/02/18/pengembangan-klaster-
kebijakan dan regulasi yang ada memberikan industri-dan-inovasi-di-indonesia.bwi, diakses
efek nyata terhadap perkembangan industri karet. tanggal 4 November 2011)
Kerja sama antar-pemangku kepentingan industri 5
Nugroho, B. P. 2011. Panduan Pengembangan Klaster
karet mulai terbentuk dengan baik. Bentuk Industri. Jakarta: Pusat Pengkajian Kebijakan
konkret dari keberadaan sentra ini dapat dilihat Inovasi Teknologi
dari souvenir Jambore Nasional Teluk Gelam 6
Saputra, D., H. Setiowiji, Sri Rahayu dan P. Pariyo.
dan SEA GAMES ke-26 Palembang yang telah 2006. Studi Klaster Industri Pengolahan
memasuki pasar. Kakao. Laporan Penelitian, Pusat Penelitian
Perkembangan Iptek. Jakarta: LIPI Press
7
Hall, A., Lynn K. Mytelka, and Banji Oyelaran-
Kesimpulan Oyeyinka. 2006. Concepts and guidelines
Kesimpulan dari penelitian ini adalah hubungan for diagnostic assessments of agricultural in-
novation capacity. Working Paper. Maastricht:
antar-pemangku kepentingan industri karet di
UNU-MERIT
Sumatra Selatan belum terjalin dengan baik. 8
Lampiran Peraturan Presiden RI Nomor 32 Tahun
Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam
2011
hubungan antar-pemangku kepentingan industri 9
Muntaha, S.2011. Jumlah Pabrik Karet Berlebih.
karet antara lain: Ketidakpercayaan terhadap (http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/
pelaku usaha lain, ketertutupan dari ide lain content/view/427932/, diakses tanggal 10
(nyaman dengan kondisi saat ini), kecenderungan November 2011)
paternalistik, ketidaksesuaian antara pasokan 10
Nasruddin, dkk. 2010. Pengembangan Klaster
dan kebutuhan. Upaya yang dilakukan untuk Industri Karet Berbasis Inovasi Teknologi.
mengembangkan klaster industri karet yakni Palembang: Balitbangda Sumsel
dengan memfasilitasi hubungan antar-pemangku
kepentingan dalam pertukaran informasi. PUSTAKA PENDUKUNG
Departemen Perindustrian. 2009. Peta Panduan (Road
Saran Map) Pengembangan Klaster Industri Prioritas
Industri Berbasis Agro Tahun 20102014. Buku
Untuk mendorong terjadinya perubahan perilaku
II. Jakarta: Departemen Perindustrian
dalam pertukaran informasi antar-pemangku
kepentingan diperlukan seorang motor penggerak.

Hubungan Antar Pemangku ... | Dian Novriadhy | 233


234 | Widyariset, Vol. 15 No.1, April 2012

Anda mungkin juga menyukai