Anda di halaman 1dari 7

MEMAHAMI BACKSPATTER PADA FRAKTUR TULANG TENGKORAK

SEBAGAI SEBUAH EFEK BALISTIK DARI PROYEKTIL


Abstrak

Dalam bidang forensik, muncul tantangan untuk memastikan keseragaman antara bukti yang
diamati dengan kejadian sebenarnya. Secara khusus, pada luka di kepala akibat tembakan,
penelitian mengenai pola backspatter (material yang tersebar berlawanan dengan arah proyektil)
dapat memberikan informasi penting tentang penyebab kematian dengan menghubungkan
material backspatter yang terdapat pada senjata api, penembak atau benda disekitarnya. Pertama,
penelitian ini menyelidiki mengenai proses fisika yang terjadi selama pembentukan backspatter
dari sebuah proyektil berkecepatan tinggi dengan mengevaluasi dua tengkorak buatan. Kedua,
kita mengevaluasi kesesuaian dari Mesh-Free Method yang disebut dengan Smoothed Particle
Hidrodinamics (SPH) pada pola fraktur dan mekanisme terjadinya backspatter.

Penelitian ini menunjukkan bahwa dampak dari proyektil dapat menyebabkan fragmentasi
material pada lokasi yang terkena saat terjadi transfer momentum pada partikel yang
terfragmentasi. Partikel-partikel yang memberikan tahanan, akan mengarahkan gerakan materi
parsial dalam arah yang berlawan dari proyektil sehingga menyebabkan terjadinya backspatter.
Banyaknya backspatter tergantung pada konsistensi masing-masing material dan seberapa cepat
peluru dapat menutup lubang. Jalur tahanan tergantung pada sifat konstitutif dari bahan. MDF
menjadi bahan terbaik sebagai contoh tengkorak manusia, terbuat dari bahan polikarbonat yang
dapat menggambarkan pola backspatter. SPH adalah metode numerik yang menggambarkan
pola fraktur akibat dari proyektil berkecepatan tinggi, dan pola fragmentasi backspatter. Prediksi
dengan menggunakan simulasi menunjukkan bahwa data eksperimen dari medium density
fiberboard (MDF) hasilnya lebih baik.

1. Pendahuluan

Luka balistik adalah penelitian tentang fenomena yang muncul ketika sebuah proyektil mengenai
dan menembus manusia atau hewan [1]. Karena bervariasinya luka akibat proyektil, prediksi
dengan menggunakan metode komputasi pada computer semakin memainkan peran dalam
menarik kesimpulan. Salah satu fitur penting dari luka balistik adalah 'backspatter', istilah yang
digunakan untuk menggambarkan setiap jaringan yang keluar dari arah masuknya tembakan
yang berlawanan arah dengan tembakan senjata api [2, 3]. Walaupun didokumentasikan dengan
baik, mekanisme terjadinya backspatter tidak sepenuhnya dipahami dan melibatkan beberapa
faktor termasuk transfer energi kinetik, ekspansi gas yang cepat, dan perubahan bentuk dari
material biologis yang terkena.

Adanya material yang tersisa pada senjata api dengan "kecepatan tinggi" sering ditandai dengan
adanya percikan darah [4] dan ditandai dengan pola percikan yang halus[2]. Pola percikan
biasanya melingkar ketika senjata api membentuk sudut tegak lurus terhadap permukaan dan
bentuk pola yang memanjang ketika proyektil membentuk sudut yang sempit [5]. Pola
memanjang dapat dianalisis untuk menentukan sudut dan asal tembakan [5,6]. Jarak tercecernya
material backspatter dilaporkan sangat bervariasi dalam berbagai literatur. Sebagai contoh,
tembakan jarak dekat pada kepala sapi yang masih hidup menghasilkan backspatter dengan
ukuran 0-50 cm dengan jarak maksimal 119 cm [6]. Sebuah penelitian kasus tembak dengan luka
atipikal oleh Verhoff dan Karger [7] pada kasus bunuh diri di mana backspatter tercecer hingga
4,6 m. Eksperimen fisika dari tembakan pada spons yang berlumuran darah dan ditutupi bahan
yang kaku mengakibatkan backspatter tercecer sampai jarak 30-60 cm [2, 4].

Isi biologis backspatter termasuk jaringan otak, fragmen tulang, jaringan kulit, jaringan adipose
dan darah. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola termasuk jarak antara moncong dengan target,
kaliber senjata api [2] dan anatomi lokasi dengan sebagian besar penelitian difokuskan pada
kepala.

Arti penting backspatter terletak pada rekonstruksi TKP [2]. Secara khusus, backspatter
berjalanan berlawanan dengan arah tembakan dan karena itu dapat mengenai senjata api,
penembak dan benda disekitarnya. Oleh karena itu, faktor-faktor seperti jenis senjata, jarak
tembakan [3], pola noda darah pada tangan korban membuktikan adanya kasus bunuh diri [5],
dan informasi pembunuhan mungkin dapat disingkirkan [8].

Serangkaian kunci dari percobaan oleh ahli patologi Jerman Bernd Karger sebagai penelitian
yang paling komprehensif mengenai backspatter [3, 6, 9]. Sembilan sapi hidup jenis New Jersey
(usia 5-6 bulan) yang akan dipotong, ditembak di pelipis kanan dengan jarak 10 cm secara
horizontal di bawah mata kanan. Temuan kunci termasuk bahwa hasil backspatter bervariasi
pada setiap tembakan meskipun lingkungan telah terkontrol tetapi kabut halus yang konsisten
pada setiap tembakan segera muncul sebagai dampak dari peluru. Model sintetik [2, 4] terdiri
dari darah yang direndam terbungkus dalam spons sebagai lapisan terluar menghasilkan lebih
banyak pola backspatter, murah dan isu etis dapat dihindari. Ada beberapa studi kasus [7, 8, 10,
11] yang menggambarkan tentang backspatter dalam penembakan non-fatal pada manusia, kasus
bunuh diri, dan kasus pembunuhan. Hasil ini dapat memberikan gambaran tertentu untuk
memvalidasi metode komputasi.

Tiga mekanisme utama yang memberikan kontribusi pada pembentukan backspatter meliputi; (I)
efek gas pada ruang subkutan; (Ii) kavitasi sementara terkait dengan tekanan intrakranial; dan
(iii) tail splashing effect. Umumnya, kombinasi dari ketiga faktor itu dapat menyebabkan
terjadinya backspatter. Efek gas subkutan dihasilkan dari gas yang dari moncong senjata [12].
Selama tembakan jarak dekat gas dari moncong masuk kedalam luka yang dihasilkan oleh peluru
dan menjadi terperangkap diruang subkutan antara kulit dan tulang tengkorak. Hal ini
menyebabkan luka masuk berupa 'starburst atau stellata' yang dikenal sebagai efek 'Blow-out' di
mana kulit mengembang dengan cepat dan sebuah kantong terbentuk di bawah kulit [2, 9].
Tekanan dari gas akan memperluas kantong tersebut dan menyebabkan aliran balik dari gas
kearah pintu masuk luka. Kekuatan percepatan dari aliran gas ini akan mendorong darah dan
jaringan lunak kearah yang berlawanan dengan datangnya peluru [2, 4, 9].

Kavitas sementara terkait tekanan intrakranial yang terjadi sebagai akibat peluru yang melewati
sebuah media menciptakan kavitas sementara dibelakangnya, gambaran dari semua luka akibat
rudal [13]. Dalam kasus luka akibat peluru di kepala, kavitas yang besar akan dibuat karena
tahanan yang rendah dari jaringan otak [13]. Otak berada dalam tengkorak yang keras, dan
karena itu tekanan yang tinggi akan membuat kavitas yang luas. Tekanan yang tinggi didalam
cranium dan rusaknya cavitas sementara menciptakan kekuatan yang mendorong jaringan dan
darah keluar dari pintu masuk luka [7, 9]. Karger mengusulkan bahwa struktur anatomi yang
mirip dengan cairan dan isi kavitas akan memberikan gambaran terbaik mengenai kavitas
sementara [14]. Fackler [15] percaya bahwa hancurnya kavitas sementara adalah satu-satunya
mekanisme yang menciptakan backspatter.

Fenomena tail-splash adalah aliran balik dari material yang hancur atau cairan disepanjang
permukaan lateral peluru berkecepatan tinggi yang menembus media padat [9, 13, 14]. Karger
[14] mengatakan bahwa tail-splash terjadi ketika peluru menembus otak dan terjadi aliran
material otak dan darah disebelah lateral dari peluru yang masuk. Hal ini yang akan dievaluasi
dalam penelitian ini.

Ada banyak penelitian komputasi mengenai dampak kecepatan tinggi yang berhubungan dengan
balistik, tapi hanya sedikit yang berkaitan dengan backspatter. Analisis elemen terbatas (FEA)
pada helm anti peluru dan efeknya pada tengkorak manusia [16, 17] dimana kepala dan otak
digunakan untuk mengevaluasi kinerja helm. Studi FEA disimulasikan dengan partikel proyektil
pada arah yang berlawanan dengan arah tembakan [18-20], yang akan muncul menjadi
backspatter. Proyektil ini adalah dampak pada tulang manusia, yaitu pada tulang parietal
tengkorak [18] dan tualng mandibular [19, 20]. Penggunaan FEA memberikan hasil yang baik
jika dibandingkan dengan data eksperimen dengan model bahan yang relatif sederhana yang
digunakan. Backspatter atau signifikansinya tidak menjadi focus pada penelitian. Sebuah studi
FEA lebih lanjut untuk menciptakan luka yang terjadi dalam kematian yang sebenarnya [21]
menyarankan bahwa prediksi komputer adalah alat yang berguna untuk menguji fisika balistik
luka manusia. Banyak penelitian menggunakan software LS-DYNA sebagai pengganti FEA [16,
17, 19, 20, 22], dan Smooth Particle Hidrodynamic (SPH) [22, 23] juga terbukti berguna.

Percobaan fisik dapat memainkan peran penting dan sangat penting untuk memahami
mekanisme kompleks, pola materi yang terbentuk pada backspatter, dan memvalidasi model
komputasi. Misalnya, hubungan konstitutif material biologis, khususnya yang memiliki regangan
tinggi, sering tidak diketahui, dan perlu ditentukan secara eksperimental. Dalam hubungannya
dengan backspatter, ruang lingkup dan luasnya percobaan dengan hewan terbatas dengan alasan
etis dan praktis. Oleh karena itu ada kebutuhan mendesak untuk mengembangkan material
alternatif yang memungkinkan dilakukannya sejumlah percobaan besar untuk memahami
backspatter dan yang berhubungan dengan kejadian yang sebenarnya. Kriteria utama bahan
tiruan adalah sifat mereka yang mirip dengan manusia atau dalam kombinasi harus mirip dengan
bahan biologis (tengkorak, jaringan, cairan, dll) yang relevan dengan backspatter, dan dengan
demikian dapat menunjukkan peristiwa serupa sesuai dengan kondisi backspatter yang
sebenarnya. Penelitian ini berfokus pada pemahaman mekanisme terjadinya backspatter dan
mengevaluasi dua bahan tiruan tengkorak manusia untuk menilai kegunaannya sebagai bahan
sintetis untuk investigasi forensik. Kedua, kita mengevaluasi kesesuaian mesh free method yang
disebut Smoothed Partikel Hidrodinamika (SPH) untuk menggambarkan mekanisme percikan
backspatter menggunakan medium density fiberboard (MDF), yang dibandingkan dengan
percobaan identik.

2. Pendekatan dan Metodologi

Percobaan balistik ini dilakukan The Royal New Zealend Police college dimana tembakan
dilakukan oleh ahli senjata api yang terlatih. Bahan eksperimental ditunjukkan pada Gambar. 1.
Pada bagian pertama bereksperimen pada panel berukuran 100 100 mm2 yang terbuat dari
Medium density fiberboard (MDF) dan Polycarbonate (PC). MDF terdiri dari serat kayu yang
dikombinasikan dengan resin, dan dibuat menjadi panel dengan memberikan suhu dan tekanan
tinggi. Polycarbonate juga terpilih sebagai bahan karena tidak rapuh dan dengan demikian tidak
akan hancur akibat dampak proyektil.

Model fisik yang dirakit dipakaikan rompi Kevlar bullet proof vest pada pengujian. Rompi dan
boneka ditempelkan ke papan datar yang besar untuk mendukung dan menjaga agar boneka tetap
tegak lurus ke tanah. Sebuah meja ditempatkan di depan boneka dan pusat model ditempel rompi
25 cm di atas permukaan meja. Sebuah pistol kaliber 9 mm digunakan dalam percobaan dengan
Magtech 9 mm Luger centerfire logam penuh amunisi. Model ditembak dari jarak 1 m dan
ditembak dengan posisi tegak lurus terhadap permukaan depan boneka. Percobaan direkam
dengan kecepatan tinggi kamera video digital SA1 dengan tingkat lensa 55 mm dari 16.000 fps.
Pencahayaan dicapai dengan tiga 1000 W kuarsa lampu halogen. Sebuah papan plastik putih
besar ditegakkan oleh klem belakang dibelakang model. Papan ini bertindak sebagai reflektor
cahaya untuk meningkatkan kecerahan dan melacak backspatter dari model. Lembar putih besar
kertas bercak ada di setiap meja di depan model, papan plastik reflektor, dan tanah segera di
sekitar diatur. Sehingga terpercik partikel dapat diamati dan dicatat.

3. Simulasi Komputasi

FEA konvensional tidak cocok untuk simulasi fraktur akibat tekanan tinggi karena sejumlah
factor termasuk menangkap inisiasi retak alami dan propagasi, kegagalan pemisahan elemen,
menjaga integritas elemen dalam deformasi yang sangat non-linear, dan menangkap fragmentasi
filamen jalur retak [24]. Akibatnya, Smooth Particle Hydrodynamics (SPH) diadopsi sebagai
metode yang cocok karena terbebas dari berbagai masalah dari metode free mesh. SPH
memecahkan sistem diferensial parsial persamaan dengan domain discretised menjadi
serangkaian partikel yang mewakili materi dengan volume tertentu. Pemodelan SPH telah
berhasil diterapkan untuk masalah aliran fluida di masa lalu. Terlebih baru-baru ini telah ada
minat yang tumbuh dalam pemodelan masalah deformasi yang solid dengan SPH [24-29]. SPH
cocok untuk menggambarkan backspatter dari dampak proyektil karena kemampuannya terbukti
dalam pemodelan struktur dan evolusi kerusakan.

Model komputasi diatur seperti ditunjukkan pada Gambar. 2. Sebuah panel dimensi 100 100
mm2 bersifat kaku di tepi dan dipengaruhi oleh proyektil pada pusatnya. Bentuk proyektil /
peluru itu digambarkan berbentuk silinder, diameter 9 mm dan panjang 9,5 mm dengan semi-
belahan radius 4,5 mm di akhir. Kecepatan awal peluru ditetapkan 310 m / s. Model komputasi
adalah simulasi dampak peluru setelah 6 ms. Kedua panel dan proyektil yang didiskritisasi
dengan spasi partikel 1 mm. Sebuah konvergensi partikel (setara dengan jala konvergensi dalam
FEA) dianalisis menggunakan stres von Mises menunjukkan bahwa stres bervariasi kurang dari
2% dengan perubahan dalam model Resolusi 1,25-1 mm jarak partikel, membangun resolusi 1
mm sehingga sudah cukup tepat. Tergantung pada ketebalan, panel SPH terdiri antara 61.206 -
71.407 partikel dan proyektil yang terdapat dalam panel 1246 partikel. Proyektil terbentuk dari
tembaga padat dengan Johnson Cook Model plastisitas [33]. MDF dan polycarbonate
dimodelkan menggunakan sifat material pada Tabel 1. Model ini diselesaikan menggunakan LS-
DYNA SPH.

4. Hasil

4.1 Tes dampak kecepatan tinggi

Foto kecepatan tinggi contoh dari MDF dan PC diuji. Ciri khas dari tiap bahan tiruan dan
keuntungan dan kerugian sehubungan dengan simulasi backspatter dirangkum dalam Tabel 2.
Untuk setiap materi, dua sampel yang diuji, dilambangkan dengan MDF1 dan MDF2 untuk
sampel density fiberboard Medium, dan PC1 dan PC2 untuk sampel Polycarbonate.

Gambar. 3 menunjukkan pola fraktur untuk panel MDF. Partikel kecil (1-2 mm) diamati berjalan
ke arah yang berlawanan dengan arah masuknya peluru pada kedua tes. Partikel muncul dalam
sebuah bentuk radial kerucut dengan sebagian besar puing-puing bergerak kearah atas (Gbr. 3c-
d). Partikel yang lebih kecil bergerak menjauhi model, sementara partikel yang lebih besar dan
fragmen tetap ada di wilayah dampak (Gbr. 3c). Waktu terjadinya percikan backspatter awal
terjadi setelah 0,28 ms. Backspatter terus berlanjut sampai 6,35 ms. Ukuran lubang masuk adalah
9,0 mm dengan tidak ada bukti retak secara radial ditempat masuknya peluru. Fragmen besar
MDF meninggalkan daerah kerusakan sekitar 15 mm dari lokasi pintu keluar. Pengamatan kertas
bercak mengungkapkan mayoritas bahan terpercik terletak antara 0,5-1 m dari model.

Dua 4,5 mm panel polikarbonat polos sebagai tiruan tengkorak juga diuji dengan PC1 disorot
pada Gambar. 4. Pengaruh proyektil menyebabkan cekungan di seluruh panel. Gelombang radial
lokal bergerak arah luar tepi panel 0,19 ms setelah dampak dalam kedua kasus. Menyebabkan
getaran pada panel bergetar dan mengirimkan gelombang melalui panel. Tidak ada backspatter
yang diamati pada panel PC.
4.2 Model SPH Komputasi panel MDF

Berikutnya kami mengembangkan model komputasi untuk mensimulasikan backspatter


menggunakan metode SPH. Untuk mengevaluasi kesesuaian SPH sebagai metode yang efisien
untuk menangkap dampak fraktur, fragmentasi, partikulat ejeksi pasca dampak, kita melakukan
simulasi dampak proyektil pada panel MDF 6 mm. Gambar. 5 menunjukkan evolusi stress von
Mises (kolom kiri) dan regangan plastik (kolom kanan) pada piring setelah terkena dampak
proyektil beberapa kali. Pewarnaan partikel mewakili i 0-20 MPa untuk von Mises stress dan 0-
0,5 (kegagalan regangan) untuk regangan plastik.

Pada (Gbr. 5a) dampak tegangan tinggi yang dihasilkan sekitar ujung proyektil menyebabkan ke
fraktur pada tulang di titik dampak (ditunjukkan oleh dispersi partikel merah). Zona myang
tertekan memperluas secara radial tetapi tidak cukup besar untuk menghasilkan kegagalan
(hanya 4-12 MPa), dan tidak ada deformasi plastik di luar situs fraktur (Gambar. 5b). Gelombang
stres mencapai batas lempeng, terlihat dan kemudian meredam. Beberapa partikel terfragmentasi
pada daerah dampak sekarang sudah pindah dari situs dampak dalam arah yang berlawanan dari
gerak peluru yang mengarah ke backspatter (Gambar. 5c-d). Mayoritas partikel menggumpal
dan jatuh di lokasi dampak. Kegagalan hanya diprediksi di lokasi dampak.

Model SPH kemudian dibandingkan dengan percobaan MDF. Gambar 6 membandingkan pola
fraktur dan gerakan partikel terhadap prediksi SPH. Backspatter terlihat pada 1 dan 4 ms yang
menunjukkan pergerakan partikel pada jarak yang sama dengan percobaan. Ini berarti bahwa
kecepatan partikel juga akan sama. Pola semprotan juga mirip mewakili pola kerucut 3D.
prediksi tempat masuk juga mirip dengan eksperimen dan tidak ada fraktur yang diamati pada
lokasi yang jauh dari dampak di kedua pemodelan dan eksperimen. Pintu masuk lubang jauh
lebih besar untuk polikarbonat dibandingkan dengan MDF.

5. Diskusi dan Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa dampak proyektil menyebabkan fragmentasi material pada
lokasi dampak, saat terjadi transfer momentum pada partikel yang terfragmentasi. Partikel-
partikel akan bergerak sepanjang jalur tergantung dari resistensi, yang mengarah ke gerakan
materi parsial dalam arah yang berlawanan dari gerakan proyektil, yang dikenal sebagai
backspatter. Jumlah backspatter tergantung pada batas regangan masing-masing materi dan
waktu penutupan lubang proyektil.

SPH terbukti menjadi metode numerik ideal untuk menggambarkan sifat alami dari dampak
terpecahnya material pada tekanan tinggi, dan prediksi digambarkan dengan baik untuk data
eksperimental kepadatan menengah fiberboard (MDF). Hasil itu juga tercatat menjadi sangat
tergantung pada hukum konstitutif. Secara khusus, hasil dampak fraktur MDF menunjukkan
bahwa energi dari proyektil menyebabkan materi di lokasi dampak menjadi partikel yang kecil.
Momentum ditransfer dari proyektil ke partikel dengan mayoritas fragmen perjalanan di arah
proyektil asli. Namun, sebagian fragmen pada pintu masuk luka bertindak sebagai jalur yang
menyebabkan perlawanan pergerakan bahan aksial Hal ini mirip dengan Mekanisme tail
splashing yang didalilkan sebagai mekanisme backspatter dari tembakan kranial [9, 13, 14].
Potensi tengkorak tiruan lainnya, polikarbonat, memiliki strain kegagalan yang tinggi dan
memberian resistensi yang baik, dibandingkan dengan tengkorak yang nyata, yang mengarah
pada berkurangnya backspatter dan tidak ada material yang patah. Dampak peluru di tulang
manusia dikenal akan meninggalkan lubang yang jelas dan menunjukkan facture radial [35]
polycarbonate tidak memberikan gambaran yang sesuai untuk tulang manusia atau tengkorak.

Ini adalah studi pertama yang menggunakan SPH untuk meneliti backspatter dampak balistik.
Model SPH simulasi kecepatan partikel backspatter, waktu dan pola penyemburan konsisten
dengan percobaan.

Akhirnya dari bahan yang diuji, MDF paling cocok untuk simulasi tengkorak /tulang. MDF
adalah bahan tiruan yang baik untuk tengkorak dibandingkan dengan polikarbonat untuk
mengetahui dampak proyektil pada kecepatan tinggi. MDF menampilkan sifat rapuh mirip
dengan tulang dan menghasilkan backspatter. Polycarbonate sangat elastis sehingga fraktur
menjadi terbatas sehingga bukan merupakan bahan tiruan tulang yang baik.

Pekerjaan di masa depan akan fokus pada memperluas model untuk beberapa lapisan dan bahan
yang elastis. Hal ini dapat diperluas mencakup bahan biologis dengan model manusia atau babi.
Mekanisme lain seperti overpressure intrakranial dan efek gas subkutan juga telah memiliki
teori. Sebuah model komputasi dapat diperpanjang untuk mensimulasikan mekanisme dari
backspatter. Ini akan membuat model yang lebih lengkap dari apa yang terjadi dalam kenyataan.
penelitian ini dengan demikian merupakan langkah penting untuk menciptakan alat yang
membantu para ilmuwan forensik secara akurat merekonstruksi adegan kejahatan dan
memberikan bukti yang mengarah ke keadilan dalam penyelidikan kejahatan.

Anda mungkin juga menyukai