Anda di halaman 1dari 2

Kartografi adalah seni, ilmu pengetahuan, dan teknologi tentang pembuatan peta, sekaligus

mencangkup studinya sebagai dokumen-dokumen ilmiah dan hasil karya seni (ICA., 1973). Peta
merupakan alat bantu yang dibutuhkan untuk memudahkan manusia dalam mengamati bentuk
permukaan bumi (Tyner., 2014). Pembuatan peta pada bidang datar tidak bisa langsung dilakukan,
diperlukan suatu sistem untuk memindahkan obyek dari permukaan bumi yang lengkung ke dalam
bidang datar. Sistem yang diperlukan tersebut adalah proyeksi peta. Proyeksi peta merupakan sistem
yang memberikan hubungan antra titik-titik di bumi dan di peta (Prihandito A., 1988). Problem utama
dalam melakukan proyeksi peta adalah memindahkan permukaan bumi yang lengkung kedalam bidang
datar, sedangkan bidang lengkung tidak dapat dibentangkan menjadi bidang datar tanpa akan
mengalami perubahan-perubahan (distorsi).
Pemilihan sistem koordinat untuk melakukan proses pemetaan tidak lepas dari pendefinisian
bentuk bumi terlebih dahulu. Permukaan bumi yang memiliki topografi tidak teratur, sehingga perlu
dicari suatu bidang perantara yang mendekati bentuk dan ukuran bumi yang teratur agar dapat
didefinisikan secara matematis. Model yang paling cocok untuk mewakili bentuk bumi ini adalah elipsoid
(Subagio, 2002). Tidak setiap wilayah di permukaan bumi memiliki kecocokan dengan suatu elipsoid
tertentu, oleh karena itu terdapat banyak sekali elipsoid referensi yang ada. Hal tersebut disebabkan
oleh pengukuran survey topografi yang dilakukan di setiap wilayah yang berbeda akan menghasilkan
titik acuan atau datum yang berbeda tergantung letak lintang wilayah tersebut.
Proses pemindahan permukaan bumi dari bidang lengkung ke bidang datar tentunya tidak akan
seratus persen sempurna, pasti terdapat kesalahan atau kekurangan yang dihasilkan ketika permukaan
bumi yang lengkung dipaksakan menjadi bentuk datar pada peta. Kesalahan atau perubahan hasil dari
pemindahan permukaan bumi ke bidang datar disebut distorsi. Distorsi terbagi menjadi tiga, yaitu
distorsi sudut, jarak, dan luas (Wongsotjitro, 1982). Distorsi jarak m merupakan perbandingan jarak yang
ada diproyeksi dan jarak itu diatas permukaan bumi. Distorsi luas S didefinisikan sebagi perbandingan
antara elemen luas pada proyeksi dengan elemen luas di atas permukaan bumi. Distorsi sudut adalah
perbandingan perubahan sudut yang ada di atas proyeksi dan perubahan sudut yang bersangkutan di
atas permukaan bumi. Distorsi yang terjadi tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, tergantung pada
maksud penggunaan dan tujuan pembuatan peta tersebut. Oleh karena itu pemilihan proyeksi yang
tepat pada setiap wilayah tertentu sangat diperlukan untuk meminimalisir terjadinya distorsi.
Distorsi yang ada pada setiap proyeksi peta akan menyebabkan peta yang dihasilkan hanya
mempertahankan salah satu atau kombinasi aspek yang akan dipertahankan. Suatu peta tidak dapat
mempertahankan jarak, arah, luas, dan sudut (bentuk) secara benar (Kimerling et al, 2012). Hal tersebut
yang menyebabkan beragamnya sistem proyeksi yang digunakan untuk memetakan wilayah-wilayah di
dunia. Tidak seluruh wilayah di permukaan bumi ini cocok menggunakan seluruh sistem proyeksi yang
ada. Oleh karena itu disepakati adanya sistem proyeksi yang dapat memetakan seluruh wilayah di
permukaan bumi walaupun pada wilayah kutub memiliki distorsi sangat tinggi.
Daftar Pustaka
Kimerling, dkk. 2012. Map Use : Reading Analysis Interpretation. New York, amerika Serikat: Esri Press
Academic.
Prihandito, Aryono. 1988. Proyeksi Peta. Yogyakarta: Penerbit Kasinus.
Subagio. 2002. Pengetahuan Peta. Bandung: Penerbit ITB.
Tyner, J. 2014. Principles of Map Design. New York: The Guilford Press
Wongsotjitro, Soetomo. 1982. Ilmu Proyeksi Peta. Yogyakta: Penerbit Yayasan Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai