Anda di halaman 1dari 11

2016

EHS Promotion

ANDY MUHARRY, SKM., MPH


AKADEMI MINYAK DAN GAS BALONGAN
1/5/2016
EHS PROMOTION

TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mahasiswa mampu memahami batasan perilaku

2. Mahasiswa mampu memahami ilmu-ilmu dasar perilaku

3. Mahasiswa mampu memahami perilaku kesehatan

4. Mahasiswa mampu memahami domain perilaku

A. Batasan Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau akitivitas organisme (makhluk

hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk

hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan, manusia itu berperilaku,

karena mereka mempunyai akitivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan

perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau akitivitas dari manusia itu sendiri

yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis,

tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya.

Menurut Notoatmodjo (2005) perilaku dapat ditafsirkan sebagai kegiatan atau aktivitas

organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Manusia sebagai salah satu makhluk

hidup mempunyai aktivitas yang dapat dibagikan menjadi dua kelompok yaitu aktivitas yang

dapat dilihat oleh orang lain dan aktivitas yang tidak dapat dilihat oleh orang lain. Menurut

seorang ahli psikologi, Skiner (1938), beliau mendapati bahwa perilaku merupakan respons

atau reaksi seorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh itu, perilaku manusia

terjadi melalui proses: Stimulus-Organisme-Respons, sehingga teori Skinner ini disebut

teori "S-O-R" (stimulus-organisme-respons). Teori skinner juga menjelaskan adanya dua

jenis respons, yaitu:

1. Respondent respons atau refleksif, yakni respons yang ditunjukkan oleh rangsangan-

rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli, karena menimbulkan

2
respons yang relatif tetap misalnya makanan lezat akan menimbulkan nafsu untuk

makan dan sebagainya. Respondent respons juga mencakup perilaku emosional

misalnya sedih apabila ditimpa berita musibah.

2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang

kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain. Perangsangan yang terakhir

ini disebut reinforcing stimuli atau reinforce, karena berfungsi untuk memperkuat

respons. Misalnya apabila seorang pekerja melaksanakan tugasnya dengan baik (respons

terhadap uraian tugasnya atau job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari

atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi

melaksanakan tugasnya.

Seperti telah disebutkan di atas, sebagian besar perilaku manusia adalah operant

response. Oleh sebab itu, untuk membentuk jenis respons atau perilaku diciptakan

adanya suatu kondisi tertentu yang disebut operant conditioning. Operant Conditioning

adalah teori yang dikembangkan oleh Skinner Teori ini mengungkapkan bahwa tingkah

laku bukanlah sekedar respon terhadap stimulus, tetapi suaatu tindakan yang disengaja

atau operant. Dengan kata lain perilaku seseorang dapat mengalami perubahan.

Tingkah laku adalah perbuatan yang dilakukan seseorang pada situasi tertentu. Tingkah

laku yang dimaksud terletak di antara dua pengaruh yaitu pengaruh yang

mendahuluinya (antecedent) dan pengaruh yang mengikutinya (konsekuensi). Hal ini

dapat dilukiskan sebagai berikut: Antecedent > tingkah laku > konsekuensi atau A >

B > C Dengan demikian, tingkah laku dapat diubah dengan cara mengubah

antecedent, konsekuensi, atau kedua-duanya. Menurut Skinner, konsekuensi itu sangat

menentukan apakah seseorang akan mengulangi suatu tingkah laku pada saat lain di

waktu yang akan datang.

3
Contoh: jika seorang pekerja yang sering melanggar peraturan dikenai sanksi/hukuman

maka ia tidak akan mengulanginya, dan sebaliknya.

Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning menurut Skiner adalah

sebagai berikut:

a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforce

berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk.

b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang akan

membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen tersebut

disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang

dimaksud.

c. Menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara,

mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing komponen tersebut.

d. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang

telah disusun. Apabila komponen pertama telah dilakukan, maka hadiahnya

diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan) tersebut

cenderung akan sering di lakukan.

e. Terbentuk maka dilakukan komponen (perilaku) yang kedua yang kemudian di beri

hadiah (komponen pertama tidak memerlukan hadiah lagi). Demikian berulang-

ulang sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen

ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang diharapkan

terbentuk.

Perilaku manusia berdasarkan teori S-O-R tersebut dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Perilaku tertutup (Covert behavior)

Perilaku ini adalah respons yang masih belum dapat dilihat oleh orang lain.

Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi,

pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk

4
"unobservable behavior" atau "covert behavior" yang dapat diukur adalah

pengetahuan dan sikap.

2. Perilaku terbuka (Overt behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa

tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau "observable

behavior".

B. Ilmu-ilmu Dasar Perilaku

Menurut Notoatmodjo lagi, perilaku pada seseorang individu itu terbentuk dari dua

faktor utama yaitu stimulus yang merupakan faktor eksternal dan respons yang merupakan

faktor internal. Faktor eksternal seperti faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun

non-fisik dan faktor internal pula adalah faktor dari diri dalam diri orang yang bersangkutan.

Faktor eksternal yang paling berperanan dalam membentuk perilaku manusia adalah faktor

sosial dan budaya, yaitu di mana seseorang tersebut berada. Sementara itu, faktor internal

yang paling berperan adalah perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti,

dan sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga cabang ilmu yang membentuk

perilaku seseorang itu yaitu ilmu psikologi, sosiologi dan antropologi (Notoatmodjo, 2005).

C. Perilaku Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2005), respons seseorang terhadap rangsangan atau objek-

objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi

sehat-sakit adalah merupakan suatu perilaku kesehatan( healthy behavior ). Ringkasnya

perilaku kesehatan itu adalah semua aktivitas seseorang yang berkaitan dengan

pemeliharaan dan peningkatan kesehatan baik yang dapat diamati (observable) maupun

yang tidak dapat diamati( unobservable). Pemeliharaan kesehatan ini meliputi pencegahan

dan perlindungan diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan,

dan mencari penyenbuhan apabila sakit. Dengan demikian, perilaku kesehatan bisa dibagi

dua, yaitu:

5
1. Perilaku orang sehat agar tetap sehat dan meningkat, sering disebut dengan perilaku

sehat (healthy behavior) yang mencakup perilaku-perilaku dalam mencegah atau

menghindar dari penyakit dan penyebab masalah kesehatan (perilaku preventif), dan

perilaku dalam mengupayakan meningkatnya kesehatan (perilaku promotif).

2. Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan, untuk memperoleh

penyembuhan atau pemecahan masalah. Perilaku ini disebut perilaku pencarian

pelayanan kesehatan (health seeking behavior). Perilaku ini mencakup tindakan-

tindakan yang diambil seseorang untuk memperoleh penyembuhan atau terlepas dari

masalah kesehatan yang dideritanya. Pelayanan kesehatan yang dicari adalah fasilitas

kesehatan moden (rumah sakit, puskesmas, poliklinik dan sebagainya) maupun

tradisional (dukun, sinshe, paranormal).

Menurut Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2005), beliau membagikan perilaku

kesehatan menjadi tiga, yaitu:

a. Perilaku sehat (healthy behavior)

Perilaku atau kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan

meningkatkan kesehatan, antara lain:

- Makan dengan menu seimbang (appropriate diet)

- Kegiatan fisik secara teratur dan cukup.

- Tidak merokok serta meminum minuman keras serta menggunakan narkoba.

- Istirahat yang cukup.

- Pengendalian atau manajemen stress.

- Perilaku atau gaya hidup positif.

b. Perilaku sakit (Illness behavior)

Perilaku sakit adalah tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit atau terkena

masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, untuk mencari penyembuhan,

6
atau untuk mengatasi masalah kesehatan yang lainnya. Tindakan yang muncul

pada orang sakit atau anaknya sakit adalah:

- Didiamkan saja, dan tetap menjalankan aktivitas sehari-hari.

- Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self treatment)

melalui cara tradisional atau cara moden.

- Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke fasilitas pelayanan

kesehatan moden atau tradisional.

c. Perilaku peran orang sakit (the sick role behavior)

Becker mengatakan hak dan kewajiban orang yang sedang sakit adalah merupakan

perilaku peran orang sakit (the sick role behavior). Perilaku peran orang sakit antara

lain:

- Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.

- Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk

memperoleh kesembuhan.

- Melakukan kewajibannya sebagai pasien

- Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses pnyembuhannya.

- Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya, dan sebagainya.

D. Domain Perilaku

Perilaku adalah respon individu terhadap stimulus, baik yang berasal dari luar maupun

dari dalam dirinya (Depkes RI, 1997). Perilaku manusia merupakan hasil dari segala

macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam

bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan (Sarwono, 1993).

Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengutip pendapat Benyamin Bloom (1908) membagi

perilaku seseorang kedalam tiga domain, ranah atau wilayah yakni pengetahuan (cognitive

domain), sikap (affective domain) dan tindakan (psychomotor domain).

7
1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya).

Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan

tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.

Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran

(telinga) dan indera penglihatan (mata). Perilaku baru atau adopsi perilaku yang

didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif akan bersifat langgeng (long

lasting). Sedangkan perilaku yang tidak didasari pengetahuan dan kesadaran tidak

akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2005).

Pengetahuan seseorang terhadap obyek mempunyai intensitas dan tingkat yang

berbeda-beda, yang secara garis besar dapat dibagi dalam enam tingkatan

pengetahuan menurut Notoatmodjo (2005), yaitu:

a. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Tahu (know) merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah.

b. Memahami (comprehension) diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar.

c. Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada atau kondisi sebenarnya.

d. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi yang telah

dipelajari dalam komponen-komponen yang berkaitan satu sama lain.

8
e. Sintesis (synthesis) adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluasi), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau objek.

2. Sikap (attitude)

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu

yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak

senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Menurut Notoatmodjo

(2005) yang mengutip pendapat Campbell (1950) sikap adalah suatu sindroma atau

kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan

pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain.

Menurut Azwar (2007) yang mengutip pendapat Allen, dkk (1980) mendefinisikan

sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk

menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respons

terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.

Sikap, menurut Setiana (2005) yang mengutip pendapat Widayatun (1999) adalah

kesiapan seseorang untuk bertindak atau berperilaku tertentu. Sikap juga dapat

diartikan sebagai suatu keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui

pengalaman yang memberi pengaruh dinamika atau terarah terhadap respon individu

pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya. Komponen sikap adalah

pengetahuan, perasaan-perasaan dan kecenderungan untuk bertindak.

Menurut Notoatmodjo (2005), sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:

a. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

9
b. Merespon (responding), merupakan indikasi dari sikap dalam bentuk memberikan

jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

Hal ini menunjukkan bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing), merupakan indikasi dari sikap dalam bentuk mengajak orang

lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan sesuatu masalah.

d. Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan

segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

3. Tindakan atau Praktik (practice)

Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu

terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu tindakan atau

perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan,

antara lain adanya fasilitas dan dukungan (support) dari pihak lain (Notoatmodjo, 2007)

Notoatmodjo (2003), mengemukakan bahwa praktik atau tindakan ini dapat

dibedakan menjadi 4 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu:

a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan

diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama. Misalnya, seorang ibu dapat

memilih makanan yang bergizi tinggi

bagi anak balitanya.

b. Respons terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan

contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua, Misalnya, seorang ibu

dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotong -

motongnya, lamanya memasak menutup pancinya dan sebagainya.

10
c. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai

praktik tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang sudah mengimunisasikan bayinya

pada umur - umur tertentu tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.

d. Adaptasi ( adaption )

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan

baik. Artinya tindakan itu sudah di modifikasikannya tanpa mengurangi

kebenaran tindakan tersebut misalnya, ibu dapat memilih dan memasak

makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan bahan yang murah dan

sederhana.

11

Anda mungkin juga menyukai