Anda di halaman 1dari 26

PENDAHULUAN

Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh gangguan
peristaltik. Obstruksi usus disebut juga obstruksi mekanik. Obstruksi mekanik dapat disebabkan
karena adanya lesi pada bagian dinding usus, di luar usus maupun di dalam lumen usus.
Obstruksi usus dapat akut atau kronik, parsial atau total. Obstruksi usus kronik biasanya
mengenai kolon sebagai akibat adanya karsinoma. Sebagian besar obstruksi justru mengenai
usus halus : Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering
dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus akut abdomen. Obstruksi total usus
halus merupakan kegawatan yang memerlukan diagnosa dini dan tindakan bedah darurat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markogiannakis et al, ditemukan 60%
penderita yang mengalami ileus obstruktif rata rata berumur sekitar 16 98 tahun dengan
perbandingan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki laki (Markogiannakis et
al., 2007).
Terapi ileus obstruktif biasanya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis
tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak
dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien.

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. T

1
Usia : 34 tahun
Jenis kelamin : Pria
Alamat : Tolai
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani

B.ANAMESIS
Keluhan Utama
Nyeri seluruh perut

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan nyeri seluruh perut sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan disertai dengan mual tetapi tidak muntah. Os mengatakan jika os BABnya kecil-kecil
seperti kotoran kambing sejak 4 hari SMRS. Os merasa sudah kurang lebih 3 hari tidak kentut
dan terasa kembung serta perut dirasa membesar. Os tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.
Keluhan demam disangkal dan BAK lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat batuk lama (-), sesak napas (-), asma (-)
Riwayat sulit kencing (-)
Riwayat batu saluran kencing (-)
Riwayat operasi batu (-)
Riwayat BAB sulit (-)
Riwayat sering mengangkat beban berat (-)
Riwayat tekanan darah tinggi (-)
Riwayat penyakit kencing manis (-)
Riwayat alergi obat dan makanan (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan yang sama (nyeri seluruh perut) pada keluarga disangkal.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan seorang petani

C.PEMERIKSAAN FISIK
2
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
o Tekanan darah 100/70 mmHg
o Nadi 86x/menit
o Suhu 36,6C
o Frekuensi nafas 20x/menit

STATUS GENERALISATA
Kepala : Normocephal, tidak teraba adanya benjolan, rambut hitam, terdistribusi
rata, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil bulat isokor, diameter
3 mm, reflex cahaya +/+
Telinga : bentuk normal, liang telinga lapang, sekret -/-, otore -/-, kelenjar pre
dan retroaurikuler tidak teraba membesar
Hidung : bentuk normal, rinore -/-, epistaksis -/-, nafas cuping hidung (-)
Tenggorokan : faring dan tonsil tampak tenang
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar KGB servikal
Mulut : bentuk normal, bibir kering (-), sianosis (-)
Thoraks
- Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba pada sela iga V linea midclavicula sinistra
Perkusi : batas atas jantung di sela iga III linea parasternal sinistra
batas kanan jantung di sela iga IV linea parasternal dekstra
batas kiri jantung di sela iga V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I dan II tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

- Paru-paru
Inspeksi : simetris dalam diam dan pergerakan, tidak tampak retraksi pada sela
intercostal
Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri sama kuat
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

3
Abdomen
Inspeksi : perut tampak cembung, distensi (+), tidak tampak kelainan kulit,
gerakan peristaltik usus (-), benjolan (-), pulsasi pada regio epigastrik
(-)
Auskultasi : bising usus (-)
Perkusi : hipertimpani di seluruh lapang abdomen, nyeri ketok ginjal -/-
Palpasi : supel, hepar dan lien sulit dinilai, nyeri tekan (+) pada seluruh lapang
perut, massa (-), defans muskuler (-), ballottement ginjal -/-
Ekstremitas : edema (-), deformitas (-), akral hangat, capillary refill time < 2
detik
Genitalia eksterna : pembesaran skrotum (-)
Tulang belakang : gibbus (-), skoliosis(-), lordosis (-), kyphosis(-)
Kulit : turgor baik, pucat (-), sianosis (-)

STATUS LOKALIS
Inspeksi : perut tampak cembung, distensi (+), tidak tampak kelainan kulit,
gerakan peristaltik usus (-), benjolan (-), pulsasi pada regio epigastrik
(-)
Auskultasi : bising usus (-)
Perkusi : hipertimpani di seluruh lapang abdomen, nyeri ketok ginjal -/-
Palpasi : supel, hepar dan lien sulit dinilai, nyeri tekan (+) pada seluruh lapang
perut, massa (-), defans muskuler (-), ballottement ginjal -/-

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NORMAL

Hemoglobin 9.8 g/dL 11.0 17.0

Leukosit 3.2 10^3/L 4 12

Trombosit 181 10^3/L 150 400

Trigilserida 199 mg/dL 0-180

Kolesterol 133 mg/dL 0-200

GDS 138 Mg/dL 70 140

4
Asam Urat 2.5 Mg/dL 3.5-7.2

CREATININE 0.97 Mg/dL 0.6 1.1

Urea 61.8 Menit 10.00-50.0

LED 68 mm/jam L <10, P <20

Kalium 4.2 3.50-5.50

Natrium 132 135.00-145.00

Klorida 89 96.00-106.00

PEMERIKSAAN HASIL NORMAL SATUAN

Warna Kuning muda Kuning muda

Kejernihan Jernih Jernih

BJ 1.025 1,005 1.030

Urobilinogen Negatif Negatif


Bilirubin
Keton
Blood
Protein
Nitrit
Leukosit
Glucose

Eritrosit 13 <5 LPB

Sel epitel squamos 46

Leukosit 1-2 Negatif LPB

Radiologi

5
Foto polos abdomen 3 posisi
KESAN: Ileus

E. ASSESSMENT
Diagnosa kerja
Ileus Obstruksi

Diagnosa banding
-

F. PENATALAKSANAAN
Dilakukan laparotomi
Diagnosis post operasi : Ileus Obstruksi

Instruksi post operasi:

6
Puasa
IVFD RL 20 tpm
Injeksi anbacim/ 8 jam
Injeksi pumpisel/24 jam
Injeksi ketorolac/8 jam

G. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sanationam : bonam

7
TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI USUS
A. USUS HALUS
Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari pilorus
sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver
akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung proksimalnya
bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin ke bawah lambat laun garis tengahnya berkurang
sampai menjadi sekitar 2,5 cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. 3

Duodenum
Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum. Pemisahan
duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa yang berorigo
pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan duodenum
dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium (penggantung).

Jejenum dan Ileum


Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima terminalnya adalah
ileum. Jejenum terletak di regio abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung
terletak di regio abdominalis bawah kanan. Jejunum mulai pada junctura duodenojejunalis dan
ileum berakhir pada junctura ileocaecalis.
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen dengan
perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai messenterium usus
halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding
posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kenan dari kiri vertebra lumbalis
kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan
masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua lapisan peritoneum yang
membentuk mesenterium.
Pada usus halus, arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri
seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang sebagian atas duodenum
adalah arteri pancreaticoduodenalis superior, suatu cabang arteri gastroduodenalis. Sedangkan
bagian bawah duodenum diperdarahi oleh arteri pancreaticoduodenalis inferior, suatu cabang
arteri mesenterica superior. Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan ileum
ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian ileum yang

8
terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileocolica. Darah dikembalikan lewat vena messenterika
superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari pleksus
mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan ileum berasal
dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesentericus superior.
Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan
simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan
nyeri, sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang
menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan
muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa.
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe ke atas melalui nodi
limphatici pankreatikoduodenalis ke nodi limphatici gastroduodenalis dan kemudian ke nodi
limphatici soeliakus dan ke bawah melalui nodi limphatici pankreatikoduodenalis ke nodi
limphatici mesenterikus superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior.
Pembuluh limfe jejenum dan ileum berjalan melalui banyak nodi limphatici mesenterikus dan
akhirnya mencapai nodi limphatici mesenterikus superior, yang terletak sekitar pangkal arteri
mesenterikus superior.

B. USUS BESAR
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5
m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar
daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin
kecil. 3
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileocaecal
dan appendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati dekitar dua atau tiga inci
pertama dari usus besar. Katup ileocaecal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon
dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum, descendens dan sigmoid. Kolon ascendens
berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dan
lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri, membentuk fleksura
koli dekstra (fleksura hepatik).
Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli dekstra
sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa, membengkok ke
bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon
descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan
kolon descendens. Ia tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon

9
sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga
pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum,
meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Di sini rektum melanjutkan diri sebagai
anus dalam perineum.
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum,
kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) dengan cabangnya yaitu a.
ileokolika, a. kolika dekstra, a. kolika media, serta a. pancreaticoduodenalis inferior dan arteria
mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon
descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) melalui a. kolika sinistra, a. sigmoidalis,
a. hemoroidalis superior.
Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi limphatici mesenterikus dan akhirnya
mencapai nodi limphatici mesenterikus superior.
Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak di
sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon
transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi limphatici mesenterikus superior, sedangkan
yang berasal dari sepertiga distal kolon transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi
limphatici mesenterikus inferior.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian sfingter
eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum, appendiks dan kolon ascendens
dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf
mesenterikus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan
saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesenterikus superior
dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal kolon
transversum, sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada
kolon descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf mesenterikus inferior
dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan
sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis
mempunyai efek berlawanan.

10
Gambar 1.
Arteri mesenterika superior mempercabangkan arteri
pancreaticoduodenalis inferior, intestinalis, ileocolica,
colica dekstra.

Gambar 2.
Arteri mesenterika inferior mempercabangkan
arteri colica sinistra, sigmoidea, dan hemorrhoidalis
superior.

II. HISTOLOGI
A. USUS HALUS
Dinding usus halus dibagi kedalam empat lapisan: 3,4
1. Tunika Serosa. Tunika serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas duodenum, hampir
lengkap di dalam usus halus mesenterika, kekecualian pada sebagian kecil, tempat lembaran
visera dan mesenterika peritoneum bersatu pada tepi usus.
2. Tunika Muskularis. Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk tunika muskularis usus
halus. Ia paling tebal di dalam duodenum dan berkurang tebalnya ke arah distal. Lapisan luarnya
stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum sirkulare. Yang terakhir membentuk massa

11
dinding usus. Plexus myenterikus saraf (Auerbach) dan saluran limfe terletak diantara kedua
lapisan otot.
3. Tela Submukosa. Tela submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak di antara
tunika muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak di bawah mukosa.
Dalam ruangan ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan pembuluh limfe. Di samping itu,
di sini ditemukan neuropleksus Meissner.
4. Tunika Mukosa. Tunika mukosa usus halus, kecuali pars superior duodenum, tersusun dalam
lipatan sirkular tumpang tindih yang berinterdigitasi secara transversa. Masing-masing lipatan
ini ditutup dengan tonjolan, villi. Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat
menambah luas permukaan dan membantu fungsi absorbsi yang merupakan fungsi utamanya:
a. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang dinamakan valvula
koniventes (lipatan Kerckringi) yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3 sampai 10 mm.
Lipatan-lipatan ini nyata pada duodenum dan jejenum dan menghilang dekat pertengahan
ileum. Adanya lipatan-lipatan ini menyerupai bulu pada radiogram.
b. Villi merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang jumlahnya sekitar 4 atau
5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5 sampai 1 mm (dapat dilihat
dengan mata telanjang) dan menyebabkan gambaran mukosa menyerupai beludru.
c. Mikrovilli merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 pada
permukaan luar setiap villus. Mikrovilli terlihat dengan mikroskop elektron dan tampak
sebagai brush border pada mikroskop cahaya.
Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya hanyalah sekitar 2.000 cm.
Valvula koniventes, villi dan mikrovilli bersama-sama menambah luas permukaan absorpsi
sampai 2 juta cm, yaitu meningkat seribu kali lipat.

B. USUS BESAR
Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya. Akan tetapi,
ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja. Lapisan otot longitudinal usus besar
tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan taenia koli. Taenia bersatu
pada sigmoid distal, dengan demikian rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang
lengkap. Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan
berkerut membentuk kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di
sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus
dan tidak mengandung villi atau rugae. Kriptus Lieberkn (kelenjar intestinal) terletak lebih
dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada usus halus.5

12
III. FISIOLOGI USUS
A. USUS HALUS
Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorbsi bahan-bahan nutrisi dan
air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung dilanjutkan di dalam duodenum
terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein
menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim
dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border
villi dan mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorbsi. 3,5
Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan
peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. Pergerakan segmental usus halus
mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan
pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang
sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai kontinyu isi lambung.
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang terdiri dari 2 lapis
yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang terutama berperan pada
kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan adalah otot longitudinal. Bila bagian ini
mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus akan berkontraksi secara lokal. Tiap
kontraksi ini melibatkan segmen usus halus sekitar 1-4 cm. Pada saat satu segmen usus halus
yang berkontraksi mengalami relaksasi, segmen lainnya segera akan memulai kontraksi,
demikian seterusnya. Bila usus halus berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya semula.
Gerakan ini berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan dan
mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya terjadi absorbsi.
Kontraksi segmental berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat yang merupakan
basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses kontraksi segmentasi
berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan sekitar 7 kali/menit pada ileum. Gerakan
peristaltik pada usus halus mendorong makanan menuju ke arah kolon dengan kecepatan 0,5
sampai 2 cm/detik, di mana pada bagian proksimal lebih cepat daripada bagian distal. Gerakan
peristaltik ini sangat lemah dan biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm.
Absorbsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan protein
(gula sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui dinding usus ke sirkulasi
darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh.
Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi. Absorbsi berbagai zat berlangsung dengan
mekanisme transpor aktif dan pasif.

B. USUS BESAR
13
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus.
Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorbsi air dan elektrolit, yang sudah hampir
lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung
massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung. 3
Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta mengeluarkan
kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan air dan elektrolit dan
mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500 ml/hari, semua kecuali 100-200 ml diabsorbsi, paling
banyak di proksimal. Kapasitas sekitar 5 l/hari.
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan, meningkatkan
absorbsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum, mengisolasi segmen pendek
dari kolon, kontraksi ini menurun oleh antikolinergik, meningkat oleh makanan dan kolinergik.
Gerakan massa merupakan pola yang kurang umum, pendorong antegrad melibatkan segmen
panjang 0,5-1,0 cm/detik, 20-30 detik panjang, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali
sehari, terjadi dengan defekasi.
Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, produksi intralumen. Nitrogen,
oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri membentuk hidrogen dan metan dari protein
dan karbohidrat yang tidak tercerna. Normalnya 600 ml/hari.

IV. ILEUS OBSTRUKTIF

A. DEFINISI

Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus di mana merupakan penyumbatan
yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus, yaitu oleh karena kelainan dalam lumen
usus, dinding usus atau luar usus yang menekan. Hambatan pada jalan isi usus akan menyebabkan isi
usus terhalang dan tertimbun di bagian proksimal dari sumbatan, sehingga pada daerah proksimal
tersebut akan terjadi distensi atau dilatasi usus. Dapat terjadi pada usus halus maupun usus besar.

Pada ileus obstruksi dapat dibedakan lagi menjadi obstruksi sederhana dan obstruksi strangulasi.
Obstruksi sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah. Pada strangulasi
ada pembuluh darah terjepit sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau
gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.
Jadi strangulasi memperlihatkan kombinasi gejala obstruksi dan gejala sistemik akibat adanya toksin
dan sepsis. Obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi, dan volvulus mungkin
sekali disertai strangulasi, sedangkan obstruksi oleh tumor atau askaris adalah obstruksi sederhana
yang jarang menyebabkan strangulasi.1
14
B. ETIOLOGI

Tabel 1.

Ekstraluminal Intrinsik Intraluminal

Adhesi Intususepsi Batu empedu

Hernia inkarserata Penyakit Crohn

Neoplasma Kongenital (volvulus)

Abses, hematoma Striktur

Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh: 1


1. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-70%
dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau
proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5%
dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga
dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak.
2. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal)
merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif, dan merupakan penyebab
tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna
(paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan
hernia.
3. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen, sedangkan
tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat menyebabkan obstruksi melalui kompresi
eksternal.
4. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan cairan.
5. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang
mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat sebagai
petunjuk awal adanya intususepsi.
6. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama masa
infeksi atau karena striktur yang kronik.

15
7. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi usus.
Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
8. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia Littre.
9. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan
fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk
ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada
bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
10. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi, atau trauma
operasi.

Hernia Oklusi mesentrial Volvulus

Adhesi Tumor Invaginasi


Gambar 4. Etiologi obstruksi usus

C. PATOFISIOLOGI

Penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau
mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan atau penyumbatan lumen usus.
Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Sehingga terjadi pengumpulan isi lumen
usus yang berupa gas dan cairan pada bagian proksimal tempat penyumbatan yang menyebabkan
pelebaran dinding usus (distensi). Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intraluminal sehingga terjadi hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan
demikian akumulasi cairan dan gas semakin bertambah sehingga menyebabkan distensi usus
sebelah proksimal sumbatan. Selain hipersekresi meningkat, kemampuan absorbsi usus pun
menurun, sehingga terjadi kehilangan volume sistemik yang besar dan progresif. Hal ini dapat
menyebabkan tejadinya syok hipovolemik. 6,7

16
Awalnya, peristaltik pada bagian proksimal usus meningkat sebagai kompensasi adanya
sumbatan atau hambatan. Bila obstruksi terus berlanjut dan terjadi peningkatan tekanan
intraluminal, maka bagian proksimal dari usus tidak akan berkontraksi dengan baik dan bising
usus menjadi tidak teratur dan hilang. Peningkatan tekanan intraluminal dan adanya distensi
menyebabkan gangguan vaskuler terutama stasis vena. Dinding usus menjadi udem dan terjadi
translokasi bakteri ke pembuluh darah. Produksi toksin yang disebabkan oleh adanya translokasi
bakteri menyebabkan timbulnya gejala sistemik. Efek lokal peregangan usus adalah iskemik akibat
nekrosis disertai absorbsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik.
Hal ini biasanya terjadi pada obstruksi usus dengan strangulasi. Bahaya umum dari keadaan ini
adalah sepsis. 6,7

Pada obstruksi mekanik sederhana, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler
dan neurologik. Makanan dan cairan yang tertelan, sekresi usus dan udara akan berkumpul dalam
jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian proksimal dari usus mengalami distensi
dan bagian distalnya kolaps. Fungsi sekresi dan absorbsi membran mukosa usus menurun dan
dinding usus menjadi edema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat dengan sendirinya secara
terus menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa serta
meningkatkan risiko terjadinya dehidrasi, iskemik, nekrosis, perforasi, peritonitis dan kematian. 6,7

D. MANIFESTASI KLINIK

Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah,
perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah umumnya
terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka
gejala yang dominan adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila
obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi. 8

Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar
umbilikus atau bagian epigastrium. Pasien dengan obstruksi partial bisa
mengalami diare. Kadang kadang dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi
pada kolon biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding
obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir
pada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah jarang terjadi.

Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul gejala muntah yang terdiri dari cairan
jernih hijau atau kuning dan terlihat dini dalam perjalanan. Usus didekompresi dengan regurgitasi,

17
sehingga tak terlihat distensi. Jika obstruksi di distal di dalam usus halus atau kolon, maka muntah
timbul lambat dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai
hasil pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnansi. 1

Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik dengan pola naik
turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus
(jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat konstan/menetap.

Gambar 5. Manifestasi klinis obstruksi usus halus

E. PEMERIKSAAN FISIK

Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan
elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan
hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang kadang dapat
meningkat.1

Pada pemeriksaan abdomen didapatkan:

Inspeksi

- Abdomen tampak distensi

- Dapat ditemukan Darm Contour (gambaran usus) dan Darm Steifung (gambaran gerakan
usus)

- Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata

- Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis

18
- Bila ada bekas luka operasi sebelumnya dapat dicurigai adanya adhesi

Gambar 6. Gerakan peristaltik usus

Auskultasi

Hiperperistaltik, berlanjut dengan Borborygmus (bunyi usus mengaum) menjadi bunyi metalik
(klinken) / metallic sound. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang. 7,9

Perkusi

Hipertimpani. Pada obstruksi usus dengan strangulasi dapat ditemukan ascites.

Palpasi

Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia. Dan pada obstruksi usus dengan
strangulasi dapat ditemukan ascites.

Pada obstruksi usus dengan strangulasi didapatkan adanya rasa nyeri abdomen yang hebat dan
bersifat menetap makin lama makin hebat, demam, takikardi, hipotensi dan
gejala dehidrasi yang berat. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi,
didapatkan ascites dan peristaltik meningkat (bunyi Borborigmi). Pada tahap lanjut di mana obstruksi
terus berlanjut, peristaltik akan melemah dan hilang. Adanya feces bercampur darah pada

19
pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan
intususepsi. 6,10

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi sangat
membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam resusitasi. Pada tahap
awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal.
Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit
yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis
menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% -
50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non
strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu
dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin
terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis
bila ada tanda tanda shock, dehidrasi dan ketosis. 2,7

Radiologik
Pada foto posisi tegak akan tampak bayangan air fluid level yang banyak di beberapa tempat
(multiple air fluid level) yang tampak terdistribusi dalam susunan tangga (step ladder
appearance), sedangkan usus sebelah distal dari obstruksi akan tampak kosong. Jumlah loop
dari usus halus yang berdilatasi secara umum menunjukkan tingkat obstruksi. Bila jumlah
loop sedikit berarti obstruksi usus halus letaknya tinggi, sedangkan bila jumlah loop lebih
banyak maka obstruksi usus halus letaknya rendah. Semakin distal letak obstruksi, jumlah air
fluid level akan semakin banyak, dengan tinggi yang berbeda-beda sehingga berbentuk step
ladder appearance. 2,10
Bayangan udara di dalam kolon biasanya terletak lebih ke perifer dan biasanya berbentuk
huruf U terbalik. Obstruksi kolon ditandai dengan dilatasi proksimal kolon sampai ke
tempat obstruksi, dengan dekompresi dari kolon bagian distal. Kolon bagian proksimal sampai
letak obstruksi akan lebih banyak berisi cairan daripada feses. Usus halus bagian proksimal
mungkin berdilatasi, mungkin juga tidak. Dugaan tumor kolon dapat dibuat foto barium
enema. Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus,

20
sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon. Foto thoraks PA diperlukan untuk
mengetahui adanya udara bebas yang terletak di bawah diafragma kanan yang menunjukkan
adanya perforasi. 2,10
CT scan kadang kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada obstruksi
usus halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit dan
pada obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun keganasan. 2,7,10

Gambar 7. Foto polos abdomen

G. DIAGNOSIS

21
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit, salah satu yang hampir selalu harus ditegakkan atas dasar
klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologi harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang
segera. Diagnosa ileus obstruksi diperoleh dari: 4
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan penyebabnya,
misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia.
Pada ileus obstruksi usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilikus, sedangkan pada ileus
obstruksi usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruksi usus halus
berwarna kehijauan dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama. 1
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit
maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen,
hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus yang bisa bekorelasi
dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu serangan kolik. 4
b. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing logam
bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam
perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga
bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan
dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata. 4
c.Perkusi
Pada ileus obstruktif didapatkan timpani di seluruh lapang abdomen. 4
d. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang
mencakup defance musculair involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang
abnormal.
e. Rectal Toucher

- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease

- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma

- Feses yang mengeras : skibala

- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi

22
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi

- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis


3. Laboratorium
Leukositosis, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi, tetapi hitung darah putih yang normal
tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan amilase serum kadang-kadang ditemukan pada
semua bentuk ileus obstruktif, khususnya jenis strangulasi.
4. Radiologi
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis ileus obstruktif
serta foto abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat. Adanya gelung usus terdistensi
dengan batas udara-cairan dalam pola tangga pada film tegak sangat menggambarkan ileus
obstruksi sebagai diagnosis. Dalam ileus obstruktif usus besar dengan katup ileocaecalis
kompeten, maka distensi gas dalam kolon merupakan satu-satunya gambaran penting. Penggunaan
kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk
invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus.

H. DIAGNOSIS BANDING

Ileus paralitik

Merupakan suatu gawat abdomen berupa distensi abdomen karena usus tidak
berkontraksi akibat adanya gangguan motilitas di mana peristaltik usus dihambat sebagian
akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus.
Manifestasi kliniknya berupa distensi perut, tidak dapat flatus maupun defekasi dan dapat
disertai muntah serta perut terasa kembung. Pada pemeriksaan fisik ditemukan distensi
abdomen, bising usus menurun atau bahkan menghilang, tidak terdapat nyeri tekan dan
perkusi timpani di seluruh lapang abdomen. Pada pemeriksaan radiologi, foto polos abdomen
didapatkan gambaran dilatasi usus menyeluruh dari gaster sampai rektum dan herring bone
appearance (gambaran tulang ikan).

I. KOMPLIKASI

Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat obstruksi usus. Isi lumen
usus merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasil-hasil produksi bakteri, jaringan nekrotik
dan darah. Usus yang mengalami strangulasi mungkin mengalami perforasi dan mengeluarkan materi
tersebut ke dalam rongga peritoneum. Tetapi meskipun usus tidak mengalami perforasi bakteri dapat
melintasi usus yang permeabel tersebut dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh melalui cairan getah
bening dan mengakibatkan syok septik.
23
J. PENATALAKSANAAN

Pre-operatif
Dasar pengobatan obstruksi usus meliputi :

a) Penggantian kehilangan cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus sampai pencapaian tingkat
normal hidrasi dan konsentrasi elektrolit bisa dipantau dengan mengamati pengeluaran urin
(melalui kateter), tanda vital, tekanan vena sentral dan pemeriksaan laboratorium berurutan.

b) Dekompresi traktus gastrointestinal dengan sonde yang ditempatkan intralumen dengan


tujuan untuk dekompresi lambung sehingga memperkecil kesempatan aspirasi isi usus, dan
membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam saluran pencernaan, sehingga mengurangi
distensi usus yang bisa menyebabkan peningkatan tekanan intalumen.

c) Pemberian obat obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis.
Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.

Operatif

Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah


sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparatomi kemudian disusul dengan
teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparatomi.
Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka
tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi
intestinal sangat diperlukan.

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus.
9

a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah


sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
inkarserata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.

b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"


bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intraluminal, Crohn disease,
dan sebagainya.

c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada
Ca stadium lanjut.
24
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa
obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh
karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya
pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari
dilakukan reseksi usus dan anastomosis.

Post-operatif

Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita harus
mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa
pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik.

K. PROGNOSIS

Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi mempunyai angka kematian 5 %.
Kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang sudah lanjut usia. Obstruksi usus halus yang
mengalami strangulasi mempunyai angka kematian sekitar 8 % jika operasi dilakukan dalam jangka
waktu 36 jam sesudah timbulnya gejala-gejala, dan 25 % jika operasi diundurkan lebih dari 36 jam.
11

Pada obstruksi usus besar, biasanya angka kematian berkisar antara 1530 %. Perforasi sekum
merupakan penyebab utama kematian yang masih dapat dihindarkan. 11

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005. p. 623-31.

2. Yates K. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L, Brown AFT,
Heyworth T, editors. Textbook of Adult Emergency Medicine. 2nd ed. New York: Churchill
Livingstone; 2004 . p. 306-9.
3. Price SA, Wilson LM. Gangguan Usus Halus dan Usus Besar. Dalam: Wijaya, Caroline, editors.
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006. p.
437-59.

4. Sabiston DC. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam: Andrianto P, Oswari J, editors. Buku Ajar
Bedah Bagian 1. Jakarta: EGC; 1995. p. 544-59.

5. Geneser F. Histologi Usus Besar. Dalam: Gunawijaya AF, editor. Buku Teks Histologi Jilid 2.
Jakarta: Binarupa Aksara; 1994.
6. Anonymous. Ileus. September 13, 2008. Available from URL:
http://medlinux.blogspot.com/2007/09/ileus.html. Accessed July 11, 2011.

7. Mukherjee S. Ileus. December 28, 2009. Available from URL:


http://www.emedicine.medscape.com. Accessed July 11, 2011.

8. Ansari p. Intestinal Obstruction. 2007 September. Available from URL:


http://www.merck.com/mmpe/sec02/choll/chollh.html. Accessed July 13, 2011.

9. Anonym. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Lab/UPF Ilmu Bedah. Rumah Sakit Umum Daerah
Dokter Soetomo. Surabaya, 1994.

10. Evers BM. Small intestine. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mttox
KL,editors. Sabiston textbook of surgery. The biological basis of modern surgical
practice. 17th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2004. p. 1323-42.
11. Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Hambatan Pasase Usus. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
EGC; 2005. p. 841-5.

26

Anda mungkin juga menyukai