Anda di halaman 1dari 21

TUTORIAL 1 CASE 1 SKENARIO 4 DIABETES MELITUS,

HIPERTENSI, DISLIPIDEMIA, OSTEOARTRITIS

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas tutorial blok rasional terapi
Fakultas Kedokteran

Disusun Oleh :
RIZADIN ANSHAR (J500120038)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATARBELAKANG
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Angka morbiditas dan mortalitas dari penderita DM semakin hari
semakin meningkat karena penyakit ini bersifat kronis, yang ditandai oleh gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak, protein , dan diikuti oleh komplikasi makro maupun
mikrovaskuler.
Diabetes mellitus tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari90%).
Timbul makin sering setelah umur 40 tahun. Diabetes mellitus di Eropa dan di Amerika utara
berkisar antara 2-5% dari populasi negara, sedangkan di Negara berkembang antara 1,5%-
2%. Menurut penelitian terbaru dari CDC (Centers for Disease Control), diabetes akan
mempengaruhi satu dari tiga orang yang lahir pada tahun 2000 di Amerika Serikat. Pada
tahun 2008, CDC memperkirakan bahwa 7,8% dari populasi di Amerika menderita diabetes
mellitus tipe 2 (French et al., 1990).
Penelitian yang dilakukan Ahmad Surya pada tahun 2009 berdasarkan
laporanprogram yang berasal dari rumah sakit dan puskesmas di Jawa Tengah tahun 2005
kasus diabetes mellitus tipe 2 sebanyak 183.172. Kasus tertinggi diabetes mellitus tipe 2
adalah di kota Semarang yaitu sebesar 25.129 kasus (14.66%) dibandingkan dengan jumlah
keseluruhan diabetes mellitus di kabupaten atau kota lain di Jawa Tengah.
Komplikasi diabetes mellitus dapat dibagi menjadi komplikasi akut dan kronis.
Komplikasi diabetes mellitus akut dapat berupa hipoglikemia (menurunnya kadar gula darah
<60 mg/dl), keto asidosis diabetika (KAD) yaitu diabetes mellitus dengan asidosis metabolik
dan hiperketogenesis, koma lakto asidosis (penurunan kesadaran hipoksiayang ditimbulkan
oleh hiperlaktatemia) serta koma hiperosmolar non ketotik. Padadiabetes mellitus kronik
(biasanya komplikasi terjadi pada penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol dalam
jangka waktu kurang lebih 5 tahun). Dapat dibagi berdasarkan pembuluh darah serta
persarafan yang kena atau berdasakan organ. Pembagian secara sederhana sebagai berikut :
akroangiopati, mengenai pembuluh darah besar (pembuluh darah yang dapat dilihat secara
mikroskopis) antara lain pembuluh darah jantung atau penyakit jantung koroner.
Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah mikroskopis antara lain retinopati diabetika dan
nefropati diabetika (WHO, 1999).
Diabetes yang kronik biasanya juga dapat menyebabkan perubahan kuantintas dan
kualitas struktur meliputi tulang, sendi, kulit dan jaringan lunak. Sedangkan gangguan
muskuloskeletal yang terjadi pada penderita diabetes mellitus meliputi komplikasi pada
jaringan lunak : frozen shoulder, tenosinovitis fleksor, sindroma terowongan karpal,
kontraktur dupuytrens, keterbatasan lingkup gerak sendi. Komplikasi pada sendi :
Osteoartritis, Artritis gout, Osteolisis, Neuroartropati. Komplikasi pada tulang : Osteopenia,
Hiperostosis (Handono et al, 1990).
Penyebab kematian dan kesakitan utama pada penderita DM adalah penyakit jantung
koroner (PJK) yang bermanifestasi sebagai ateriosklerosis dini yang dapat mengenai organ-
organ vital (jantung dan otak). Penyebab aterosklerosis pada penderita DM bersifat
multifaktorial, melibatkan interaksi kompleks dari berbagai keadaan, seperti hiperglikemia,
hiperlipidemia, hiperinsulinemia, stress oksidatif, penuaan dini, proses koagulasi dan
fibrinolysis (Sudoyo et al., 2006).
Sumbatan ateriosklerosis pada pembuluh darah koroner jantung mengakibatkan
gangguan aliran darah yang membawa oksigen ke otot jantung mengalami kerusakan dan
penderita merasakan nyeri dada yang hebat dan menyebabkan jaringan otak kekurangan
oksigen yang berakibat otak mengalami kerusakan sehingga terjadilah serangan stroke.
Studi epidemiologi menunjukkan peningkatan risiko payah jantung pada penderita DM,
disebabkan karena kontrol glukosa darah yang buruk dalam waktu yang lama. Berbagai
faktor memperberat resiko terjadinya payah jantung dan stroke pada Penderita DM,
diantaranya faktor karakteristik (umur, jenis kelamin, pendidikan), hipertensi, resistensi,
insulin, hiperinsulinemia, hiperamilinemia, dislipidemia, dan gangguan system koagulasi
serta hiperhomosisteinemia dimana terdapat lima hal penting yang harus dikendalikan pada
penderita DM yaitu kadar gula puasa harus kurang dari 110 mg/dl, HbA1C kurang dari 6,5 %
tekanan darah tidak boleh melebihi 130/80 mmHg, kadar kolesterol LDL kurang dari 100 mg/
dl dan HDL lebih dari 45 mg/dl (Nurmawati & Kusmiyati, 2008).
Dislipidemia sering menyertai DM, baik dislipidemia primer (akibat kelainan genetik)
maupun dyslipidemia sekunder (akibat DM, baik karena resistensi insulin maupun karena
defisiensi insulin). Dislipidemia pada DM lebih toksik terhadap endotel pembuluh darah
dibanding pada non-DM sehingga tidak mengherankan apabila risiko terjadinya penyakit
jantung (PJK), stroke maupun penyakit pembuluh darah perifer (PAD) pada DM 2-4 kali
lebih sering daripada non-DM (Nurmawati & Kusmiyati, 2008).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.DIABETES MELITUS
A.DEFINISI :
Diabetes adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia akibat cacat pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.
hiperglikemia kronik diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
disfungsi, dan kegagalan differentorgans, terutama mata, ginjal, saraf, pembuluh
jantung, dan darah. (ADA, 2010)
B.ETIOLOGI
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel
beta melepas insulin.
2. Faktor faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang
dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang
diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang
disertai pembentukan sel sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan
sel sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan
terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel
yang responsir terhadap insulin.
C.KLASIFIKASI
1. Diabetes tipe 1 (destruksi sel-, biasanya menyebabkan kekurangan insulin absolut)
Diabetes imun. Bentuk diabetes, yang menyumbang hanya 5-10% dari mereka dengan
diabetes, sebelumnya dicakup oleh istilah insulin-dependent diabetes, diabetes tipe 1,
atau diabetes anak-anak-onset, hasil dari kerusakan autoimun sel-dimediasi - yang
sel-sel pankreas. Penanda kehancuran kekebalan sel- termasuk autoantibodi sel islet,
autoantibodi terhadap insulin, autoantibodi terhadap GAD (GAD65), dan autoantibodi
terhadap fosfatase tirosin IA-2 dan IA-2. Satu dan biasanya lebih autoantibodi ini
hadir dalam 85-90% dari individu ketika puasa hiperglikemia awalnya terdeteksi.
Juga, penyakit memiliki asosiasi HLA yang kuat, dengan hubungan ke DQA dan
DQB gen, dan ini dipengaruhi oleh gen DRB. Alel HLA-DR / DQ ini dapat berupa
predisposisi atau protektif.
2. Diabetes tipe 2 (mulai dari resistensi insulin terutama dengan kekurangan insulin
relatif terhadap sebagian besar cacat sekretorik insulin dengan resistensi insulin)

Bentuk diabetes, yang menyumbang ~90-95% dari mereka dengan diabetes,


sebelumnya disebut sebagai diabetes onset dewasa non-insulin-dependent diabetes,
diabetes tipe 2, atau, meliputi individu yang memiliki resistensi insulin dan biasanya
memiliki relatif (daripada defisiensi insulin absolut) setidaknya pada awalnya, dan
sering sepanjang masa hidupnya, orang-orang ini tidak memerlukan pengobatan
insulin untuk bertahan hidup. Mungkin ada banyak penyebab yang berbeda dari bentuk
diabetes. Meskipun etiologi spesifik tidak diketahui, kerusakan autoimun sel- tidak
terjadi, dan pasien tidak memiliki salah satu penyebab diabetes lainnya yang tercantum
di atas atau di bawah.
1. Tipe tertentu lainnya diabetes
Cacat genetik dari sel-.
Beberapa bentuk diabetes yang terkait dengan cacat monogenetik fungsi sel-.
Bentuk-bentuk diabetes sering ditandai dengan timbulnya hiperglikemia pada
usia dini (umumnya sebelum usia 25 tahun). Mereka disebut sebagai diabetes
kedewasaan-onset muda (Mody) dan ditandai dengan gangguan sekresi insulin
dengan sedikit atau tidak ada cacat dalam aksi insulin.
Cacat genetik dalam aksi insulin.
Ada penyebab yang tidak biasa dari diabetes yang dihasilkan dari kelainan
genetik ditentukan tindakan insulin. Kelainan metabolik yang berhubungan
dengan mutasi dari reseptor insulin dapat berkisar dari hiperinsulinemia dan
hiperglisemia sederhana untuk diabetes parah.
Penyakit pankreas eksokrin.
Setiap proses yang difus melukai pankreas dapat menyebabkan diabetes. Proses
diperoleh termasuk pankreatitis, trauma, infeksi, pancreatectomy, dan
karsinoma pankreas
Endokrinopati.
Beberapa hormon (misalnya, hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon,
epinefrin) menentang tindakan insulin. Jumlah kelebihan hormon ini (misalnya,
acromegaly, Sindrom Cushing, glucagonoma, pheochromocytoma, masing-
masing) dapat menyebabkan diabetes. Hal ini umumnya terjadi pada individu
dengan yang sudah ada sebelumnya cacat pada sekresi insulin, dan
hiperglikemia biasanya menyelesaikan ketika kelebihan hormon teratasi.
Diabetes mellitus gestasional (ADA, 2010)

D.PATOFISIOLOGI
Beberapa proses patogen yang terlibat dalam perkembangan diabetes. Ini berkisar dari
kerusakan autoimun dari sel- pankreas dengan defisiensi insulin akibat kelainan yang
menghasilkan resistensi terhadap tindakan insulin. Dasar dari kelainan pada karbohidrat,
lemak, dan protein pada diabetes adalah tindakan kekurangan insulin pada jaringan
target. Hasil aksi insulin kekurangan dari sekresi insulin tidak memadai dan / atau respon
jaringan terhadap insulin berkurang pada satu atau lebih titik dalam jalur kompleks aksi
hormon. Penurunan sekresi insulin dan cacat pada aksi insulin sering hidup
berdampingan pada pasien yang sama, dan sering tidak jelas yang tidak normal, jika
salah satu saja, merupakan penyebab utama hiperglikemia tersebut.
Gejala hiperglikemia ditandai antara lain poliuria, polidipsia, penurunan berat badan,
kadang-kadang dengan polifagia, dan penglihatan kabur. Penurunan pertumbuhan dan
kerentanan terhadap infeksi tertentu mungkin juga menyertai hiperglikemia kronis. Akut,
yang mengancam jiwa akibat diabetes yang tidak terkontrol adalah hiperglikemia dengan
ketoasidosis atau sindrom hiperosmolar nonketotic.
Komplikasi jangka panjang dari diabetes termasuk retinopati dengan potensi kerugian
visi; nefropati menyebabkan gagal ginjal; neuropati perifer dengan risiko ulkus kaki,
amputasi, dan sendi Charcot; dan neuropati otonom menyebabkan gastrointestinal,
genitourinari, dan gejala kardiovaskular dan disfungsi seksual. Pasien dengan diabetes
memiliki peningkatan insiden kardiovaskular aterosklerotik, arteri perifer, dan penyakit
serebrovaskular. Hipertensi dan kelainan metabolisme lipoprotein yang sering ditemukan
pada penderita diabetes.
E.PENATALAKSANAAN
1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah secara
adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I.
Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini
menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh
pankreas dan meningkatkan efektivitasnya.
Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi
meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan cara
menunda penyerapan glukosa di dalam usus.
Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II
jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup.Obat ini
kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita
memerlukan 2-3 kali pemberian.Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat
mengontrol kadar gula darah dengan baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin.
2. Terapi Sulih Insulin
Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus
diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui
suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-
oral (ditelan). Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian.
Pada saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena
laju penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya.
Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha
atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri.
Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama
kerja yang berbeda:
1. Insulin kerja cepat.
Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling
sebentar.
Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit,
mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam.
Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani
beberapa kali suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum
makan.
2. Insulin kerja sedang.
Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan.
Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu
6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam.Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi
hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada
malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam.
3. Insulin kerja lambat.
Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan.
Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.

2.HIPERTENSI

A. DEFINISI
Tekanan darah tinggi atau yang dikenal dengan hipertensi menurut American Heart
Asscotiation ( AHA ) merupakan suatu kondisi medis yang sering disalah pahami
( AHA, 2014 ). Tekanan darah tinggi merupakan suatu kondisi umum dan berbahaya.
Hipertensi atau tekanan darah sendiri sendiri sering disebut the silent killer karena
biasanya hipertensi datang tanpa disertai adanya gejala dan tanda dan orang-orang tidak
menyadari bahwa mereka memilikinya ( CDC, 2014 ).Hipertensi merupakan suatu
kondisi dimana tekanan darah di atas 140/90 mmHg ( Philip I, 2010 ). Keadaan ini dapat
menjadikan rusaknya pembuluh darah dan organ juga meningkatkan mortalitas
(OCallaghan, 2009 ).
Menurut WHO hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan suatu keadaan dimana
pembuluh darah menglami peningkatan tekanan secara terus-menerus. Tekanan darah
pada orang dewasa normal adalah 120 mmHg ( sistolik ) dan 80 mmHg ( diastolik ),
ketika tekanan darah sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg maka dapat
dikatakan tekanan darahnya naik atau meningkat ( WHO, 2013 ).
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui didefinisikan sebagai hipertensi
esensial, beberapa penulis juga menyebut dengan hipertensi primer. The Seventh Report
of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure (JNC 7 ) mengklasifikasikan hipertensi menjadi kelompok normal,
prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 ( Yogiantoro, 2009 ).
B. ETIOLOGI
Sebanyak lebih dari 90 % kasus hipertensi tidak diketahui pasti penyebabnya, yang
disebut juga dengan hipertensi esensial atau hipertensi primer. Dan jika penyebab dari
hipertensi tidak dapat diidentifikasi maka disebut dengan hipertensi sekunder.
- Hipertensi sekunder diantaranya bisa terjadi karena stenosis arteri renalis,
hiperaldosteronisme primer,penyakit ginjal intrinsik, dan sebagainya.
- Hipertensi esensial adalah suatu gangguan genetika multifaktoral, dimana
pewarisan dari beberapa gen abnormal menjadi predisposisi bagi individu dapat
mengalami peningkatan tekanan darah ( Yogiantoro, 2009 ).

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC 7

Kategori Tekanan sistolik Tekanan diastolik


Normal < 120 mmHg < 80 mmHg
Pre hipertensi 120 139 mmHg 80 89 mmHg
Hipertesnsi derajat 1 140 159 mmHg 90 99 mmHg
Hipertensi derajat 2 > 160 mmHg > 100 mmHg

Klasifikasi Hipertensi Menurut ESH


SBP > 140 mmHg DBP > 90 mmHg
Kategori Tekanan darah Tekanan darah
sistole diastole
Optimal < 120 Dan < 80
Normal 120 129 Dan atau 80 84
Normal tinggi 130 139 Dan atau 85 89
Hipertensi tahap 1 140 149 Dan atau 90 99
Hipertensi tahap 2 160 179 Dan atau 100 109
Hipertensi tahap 3 180 Dan atau 110
Hipertensi sistole 140 Dan < 90
terisolasi

D. PATOFISIOLOGI
Tekanan darah dipengaruhi oleh volume sekuncup dan total peripheral
resisten. Apabila terjadi peningkatan dari ssalah satu variabel tersebut yang tidak
terkompensasi makan dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Patofisiologi
hipertensi primer terjadi melalui mekanisme :
a) Curah jantung dan tahanan perifer
b) Sistem renin angiotensin
c) Sistem saraf simpatis
d) Perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah

E. PENATALAKSANAAN
Pengobatan pada pasien hipertensi bertujuan untuk :
- Mencapai target tekanan darah < 140/90 mmHg, dan untuk individu yang berisiko
tinggi ( gagal ginjal proteinuria, diabetes) < 130/80 mmHg
- Menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular
- Menekan laju penyakit ginjal proteinuria

Pengobatan pada pasien hipertensi selain mengobati hipertensinya juga diperlukan


untuk pengobatan terhadap kondisi yang menyertai ataupun juga pengobatan terhadap
faktor risiko dan hars dilakukan sampai mencapai target masing-masing kondisi.
Terpi yang digunakan berupa terapi nonfarmakologis dan farmakologis.

- Terapi nonfarmakologis :
Bertujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor risiko penyakit
yang menyertai. Terapi ini terdiri dari :
Menghentikan kebiasaan merokok
Menurunkan berat badan yang berlebih
Mengurangi konsumsi alkohol yang berlebih
Latihan fisik
Mengurangi asupan garam
Memperbanyak konsumsi buah dan sayur dan juga mengurangi asupan
lemak
- Terapi farmakologis
Jenis obat anti hipertensi diantaranya adalah :
Diuretik, terutama untuk jenis Thiazide / Aldosterone Antagonist ( Aldo
Ant )
Beta Blocke ( BB )
Calsium Channel Blocker ( CCB )
Angiotensin Converting Enzim ( ACEI )
Angiotensin II Receptor Blocker atau AT, receptor antagonist/blocker (
ARB )
Sebagian besar pasien hipertensi dianjurkan untuk memilih obat anti hipertensi
yang mempunya masa kerja panjang atau yang dapat memberikan efikasi 24 jam
hanya dengan pemberian sekali sehari. Pemilihan terapi harus mempertimbangkan
jenis obat dan ada tidaknya komplikasi. Perlu juga untuk memperthatikan
kombinasi terapi

3. DISLIPIDEMIA
A. DEFINISI
Merupakan suatu kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan penurunan dan
peningkatan fraksi lipid
B. ETIOLOGI
- Diabetes
- Hypothyroidism
- Cushings syndrome
- Nephrotic syndrome
- Chronic renal failure
- Monoclonal gammapathy
- Obstructive liver disease
- Lifestyle habits
- Obesity
- Alcohol
- Stress
- Merokok
C. KLASIFIKASI
- Dislipidemia primer : tang tidak jelas sebabnya namun bisa juga karena kelainan
pada enzim atau apoprotein, dan juga karena pengaruh genetik
- Dislipidemia sekunder : timbul karena adanya penyakit sebagai berikut seperti
DM, sindroma nefrotik, dan hipotiroidisme.
- Berdasarkan profil lipid yang menonjol dislipidemia dapat dibagi menjadi:
hiperkolesterolemia, hipertrigliserida, isolated HDL colesterol,dan
dislipidemia campuran.
D. PATOFISIOLOGI
- Jalur metabolisme eksogen
Lemak yang berasal dari makanan trigliserid dan kolesterol dalam usus
diserap enterosit mukosa usus halus trigliserid akan diubah menjadi lemak
bebas dan diubah lagi jadi trigliserid kembali dan kolesterol akan menjadi
kilomikron dibawa ke hati
- Jalur metabolisme endogen
TG dan kolesterol yang disintesis di hati disekresi ke sirkulasi sebagai
lipoprotein VLDL trigliserid disini dihidrolisis oleh enzim lipoprotein
lipase IDL, VLDL, LDL
- Jalur reverse cholesterol transport
HDL akan dilepaskan sebagai partikel yang miskin akan kolesterol
E. PENATALAKSANAAN
Pada saat ini sedikitnya dikenal sebanyak 6 jenis obat yaitu :
- Bile acid sequestrants : menurunkan kolesterol serum ( kolestiramin,
kolestipol, kolesevelam )
- HMG CoA Reduktase inhibitor : menurunkan sintesis kolesterol di hati (
simvastatin, pravastatin, flufastatin, dll )
- Derivat asam fibrat: menurunkan trigliserid plasma dan menurunkan sisntesis
trigliserid di hati (ciprofibrat, fenofibrat, gemfibrozil, dll )
- Asam nikotinik : mengurasi jumlah asam lemak bebas ( niasin )
- Ezetimib : penghambat selektif penyerapan kolesterol
- Asam lemak omega 3 : menurunkan sintesis VLDL

4. OSTEOARTHRITIS

A.DEFINISI
Osteoarthritis atau juga disebut dengan penyakit sendi degeneratif yaitu suatu
kelainan pada kartilago (tulang rawan sendi) yang ditandai perubahan klinis, histologi dan
radiologis. Osteoarthritis atau disebut juga penyakit sendi degeneratif adalah suatu
kelainan pada kartilago yang ditandai dengan perubahan klinis, histologi, dan radiologi.
Penyakit ini bersifat asimetris, tidak ada komponen sistemik.
B.ETIOLOGI
Beberapa faktor etiologi yang telah diketahui berhubungan dengan terjadinya
osteoarthritis lutut ini antara lain :
1) Usia
Semakin lanjut usia seseorang, pada umumnya semakin besar faktor resiko terjadinya
osteoarthritis lutut. Hal ini disebabkan karena sendi lutut yang digunakan sebagai
penumpu berat badan sering mengalami kompresi atau tekanan dan gesekan, sehingga
dapat menyebabkan kartilago yang melapisi tulang keras pada sendi lutut tersebut lama-
kelamaan akan terkikis dan rentan terjadi degenerasi.
2) Obesitas
Jelas sekali bahwa kelebihan berat badan atau obesitas bisa menjadi faktor resiko
terjadinya Osteoarthritis lutut. Berat badan yang berlebih akan menambah kompresi
atau tekanan atau beban pada sendi lutut. Semakin besar beban yang ditumpu oleh
sendi lutut, semakin besar pula resiko terjadinya kerusakan pada tulang.
3) Herediter atau faktor bawaan
Struktur tulang rawan dan laxity pada sendi, serta permukaan sendi yang tidak teratur
yang dimiliki seseorang sebagai faktor bawaan merupakan faktor resiko terjadi
Osteoarthritis lutut.
4) Trauma pada sendi dan kerusakan pada sendi sebelumnya
Terjadinya trauma, benturan atau cedera pada sendi lutut juga dapat menyebabkan
kerusakan atau kelainan pada tulang-tulang pembentuk sendi tersebut.
5) Kesegarisan tungkai
Sudut antara femur dan tibia yang > 180 derajad dapat berakibat beban tumpuan yang
disangga oleh sendi lutut menjadi tidak merata dan terlokalisir di salah satu sisi saja,
dimana pada sisi yang beban tumpuannya lebih besar akan beresiko lebih besar terjadi
kerusakan.
6) Pekerjaan dan aktivitas sehari-hari
Pekerjaan dan akifitas yang banyak melibatkan gerakan lutut juga merupakan salah satu
penyebab osteoarthritis pada lutut.

C.KLASIFIKASI
Osteoartritis dapat dibagi atas dua jenis yaitu:
1) Osteoartritis Primer
OA Primer tidak diketahui dengan jelas penyebabnya, dapat mengenai satu atau
beberapa sendi. OA jenis ini terutama ditemukan pada pada wanita kulit putih, usia
baya, dan umumnya bersifat poli-articular dengan nyeri akut disertai rasa panas pada
bagian distal interfalang, yang selanjutnya terjadi pembengkakan tulang (nodus
heberden).
2) Osteoartritis Sekunder
OA sekunder dapat disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan kerusakan pada
sinovia sehingga menimbulkan osteoartritis sekunder. Beberapa keadaan yang dapat
menimbulkan osteoartritis sekunder sebagai berikut:
a) Trauma /instabilitas.
OA sekunder terutama terjadi akibat fraktur pada daerah sendi, setelah menisektomi,
tungkai bawah yang tidak sama panjang, adanya hipermobilitas, instabilitas sendi,
ketidaksejajaran dan ketidakserasian permukaan sendi.
b) Faktor Genetik/Perkembangan
Adanya kelainan genetik dan kelainan perkembangan tubuh (displasia epifisial,
displasia asetabular, penyakit Legg-Calve-Perthes, dislokasi sendi panggul bawaan,
tergelincirnya epifisis) dapat menyebabkan OA.
c) Penyakit Metabolik/Endokrin
OA sekunder dapat pula disebabkan oleh penyakit metabolik/sendi (penyakit
okronosis, akromegali, mukopolisakarida, deposisi kristal, atau setelah inflamasi
pada sendi. (misalnya, OA atau artropati karena inflamasi).

Menurut Kellgren dan Lawrence, secara radiologis Osteoartritis di klafikasikan menjasi:


1) Grade 0 : Normal
2) Grade 1 : Meragukan, dengan gambaran sendi normal, terdapat osteofit minim
3) Grade 2 : Minimal, osteofit sedikit pada tibia dan patella dan permukaan sendi
menyempit asimetris.
4) Grade 3 : Moderate, adanya osteofit moderate pada beberapa tempat, permukaan
sendi menyepit, dan tampak sklerosis subkondral.
5) Grade 4 : Berat, adanya osteofit yang besar, permukaan sendi menyempit secara
komplit, sklerosis subkondral berat, dan kerusakan permukaan sendi.
D.PATOFISIOLOGI
Pada osteoartritis terjadi perubahan-perubahan metabolisme tulang rawan sendi.
Perubahan tersebut berupa peningkatan aktivitas enzim-enzim yang merusak
makromolekul matriks tulang rawan sendi, disertai penurunan sintesis proteoglikan dan
kolagen. Hal ini menyebabkan penurunan kadar proteoglikan, perubahan sifat-sifat
kolagen dan berkurangnya kadar air tulang rawan sendi. Pada proses degenerasi dari
kartilago artikular menghasilkan suatu subtansi atau zat yang dapat menimbulkan suatu
reaksi inflamasi yang merangsang makrofag untuk menghasilkan IL-1 yang akan
meningkatkan enzim proteolitik untuk degradasi matriks ekstraseluler
Gambaran utama pada osteoarthritis adalah:
1. Destruksi kartilago yang progresif
2. terbentuknya kista subartikular
3. Sklerosis yang mengelilingi tulang
4. terbentuknya osteofit
5. adanya fibrosis kapsul
Perubahan dari proteoglikan menyebabkan tingginya resistensi dari tulang rawan
untuk menahan kekuatan tekanan dari sendi dan pengaruh-pengaruh yang lain yang
merupakan efek dari tekanan. Penurunan kekuatan dari tulang rawan disertai oleh
perubahan yang tidak sesuai dari kolagen. Pada level teratas dari tempat degradasi
kolagen, memberikan tekanan yang berlebihan pada serabut saraf dan tentu saja
menimbulkan kerusakan mekanik.
Kondrosit sendiri akan mengalami kerusakan. Selanjutnya akan terjadi perubahan
komposisi molekuler dan matriks rawan sendi, yang diikuti oleh kelainan fungsi matriks
rawan sendi. Melalui mikroskop terlihat permukaan tulang rawan mengalami fibrilasi dan
berlapis-lapis. Hilangnya tulang rawan akan menyebabkan penyempitan rongga sendi.
Pada tepi sendi akan timbul respons terhadap tulang rawan yang rusak dengan
pembentukan osteofit. Pembentukan tulang baru (osteofit) dianggap suatu usaha untuk
memperbaiki dan membentuk kembali persendian. Dengan menambah luas permukaan
sendi yang dapat menerima beban, osteofit diharapkan dapat memperbaiki perubahan-
perubahan awal tulang rawan sendi pada osteoartritis. Lesi akan meluas dari pinggir sendi
sepanjang garis permukaan sendi.
Adanya pengikisan yang progresif menyebabkan tulang dibawahnya juga ikut terlibat.
Hilangnya tulang-tulang tersebut merupakan usaha untuk melindungi permukaan yang
tidak terkena. Namun ternyata peningkatan tekanan yang terjadi melebihi kekuatan
biomekanik tulang. Sehingga tulang subkondral merespon dengan meningkatkan
selularitas dan invasi vaskular, akibatnya tulang menjadi tebal dan padat (eburnasi).
Pada akhirnya rawan sendi menjadi aus, rusak dan menimbulkan gejala-gejala osteoartritis
seperti nyeri sendi, kaku dan deformitas. Melihat adanya proses kerusakan dan proses
perbaikan yang sekaligus terjadi, maka osteoartritis dapat dianggap sebagai kegagalan
sendi yang progressif.
Jadi, secara ringkas Osteoarthritis adalah radang sendi akibat ausnya tulang
persendian karena sering dipakai (sering memikul beban tubuh); kerusakan rawan sendi
disertai tulang baru; kandungan cairan sinovial dalam kartilago akan menurun sehingga
proteoglikan juga menurun. Karena efek pelindung proteoglikan menurun, jaringan
kolagen pada kartilago akan mengalami degradasi dan kemudian kembali mengalami
degenerasi. (corwin, 2009)
E.PENATALAKSANAAN

a. Golongan Penghilang Nyeri (OAINS)


Mampu menghilangkan nyeri, tetapi hati-hati dengan iritasi lambung.
b. Suntikan Hyaluronat
Memberi pelumasan sendi ke lutut
c. Cairan Glukokortikoid
Mengatasi sendi bengkak
d. Fisioterapi
e. Operasi Lutut
Bedah Arthroscopy
Osteotomy Angulasi
BAB III

A.ILUSTRASI KASUS DAN ANALISIS

Seorang laki2 60tahun


Kebiasaan : olahraga tidak teratur, makannya tidak terkontrol
Gejala:tidak ada nyeri dada, tidak ada nafas pendek,bengkak ringan dikakinya
Riwayat penyakit dahulu:
Diabetes melitus tipe 2 selama 20tahun
Hipertesi sejak 10 tahun lalu
Dislipidemia 8tahun
Osteosrtritis berat sejak 3 tahun
Diabetes ulser di palmar kanan sejak 3 bulan lalu
Riwayat penyakit sekarang:
Tekanan darah 170/100mmHghipertensi grade 2
Nadi 98x/mntnormal
Frekuensi napas normal
Suhu 37,50Cmeningkat
Gula darah puasa 350mg/dlmeningkat
Kolesterol darah 275 mg/dlmeningkat
Trigliserid 165 mg/dlmeningkat
LDL 170 mg/dlmeningkat
HDL 45 mg/dlnormal
Asam urat 7,5 mg/dlmeningkat
Keperawat tiap 2 minggu ulsernya bersih, negatif infeksi,inflamasi ringan
disekitarnya

B.PROBLEM KLINIS

1. diabetes tipe 2
2.ulser diabetes regio palmar dextra
3.hipertensi
4.dislipidemia
5.osteoartritis
6.gout artritis

C. DIAGNOSIS BANDING
1. DM tidak terkontrol
2.hipertensi grade 2
3.osteoartritis
4.dyslipidemia
D.RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. pemeriksaan darah rutin+gula darah hba1c +creatinin
2.pemeriksaan fraksi lipid
3.rongent/ foto polos
4.EKG
E.MANAJEMEN TERAPI
Non medika mentosa:

Olahraga ringan disaat tidak timbul serangan khususnya saat menderita OA


Diet rendah lemak, rendah garam, rendah asam urat, batasi konsumsi kafein dan
alkohol
Penurunan BB hingga mendekati normal

F.OBAT PASIEN
Medika mentosa
DM:

Basal insulin
Metformin/glibenklamid
Glimipirid
Hipertensi:
Golongan ACE inhibitor
Golongan ARB
Osteoartritis
Injeksi asam hyaluronat
Asam mefenamat
Alupurinol/penurun asam urat
Dyslipidemia
simfastatin

G. EDUKASI

pembersih ulser diabetik dengan kompres antiseptik ringan seperti niranol? Dan
kalium permanganat dan kasa steril
memakai alas kaki yang lembut untuk menghindari timbulnya luka baru
menjaga kebersihan alaskaki ,diri dan pakaian untuk mencegah infeksi
BAB V

KESIMPULAN
Dalam menangani pasien dengan penyakitpenyakit metabolik kronis disertai dengan
komplikasi dan penyakit penyerta lain perlu dipertimbangan pengobatan rasional
yang tepat dosis,tepat penderita ,tepat indikasi,tepat obat dan waspada efeksamping.
Dipilihkan obat obat yang seminimal mungkin memperburuk salah satu penyakit.
Diplihkan modifikasi gaya hidup dan diet sesuai dengan penyakitnya dan berefek
signifikan dan baik terhadap semua penyakit.Dipertimbangkan dari sisi ekonomi,
psikososial penderita.Sehingga dalam pengobatan harus dilakukan secara
komprehensif dan menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E.J. 2009.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

American Diabetes Association.2010. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2797383/
Aru,sudoyo et.al .2009.Ilmu Penyakit Dalam FK UI jilid 2 dan 3. Jakarta:Interna Publishing
French LA, Boen JR, Martinez AM et al. 1990. Population-based study of impaired glucose
tolerance and type 2 diabetes in Wadena, Minesota. Diabetes
Handono-Kalim, Djoko WS, A.Rudijanto.1991. Manifestasi reumatik pada diabetes mellitus.
Dalam naskah lengkap symposium nasional perkembangan mutakhir endokrinologi
metabolism, Surabaya,
Koentjoro S.L. 2010. Hubungan Antara Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan Derajat
Osteoarthritis Lutut Menurut Kellgren dan Lawrence. Skripsi. ProgramPendidikan Sarjana
Kedokteran. Universitas Diponegoro.
Nurmawati L & Kusmiyati DK. 2008. Hubungan Asupan Lemak dan Aktivitas Fisik dengan
Profil Lipid pada Pasien DM Tipe 2 di RSUD dr. M. Ashari Pemalang. Fakultas
Kedokteran : UNDIP
WHO.1999.. Definition , Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and its
Complications. World Health Organization Department of Non-communicable Disease
Surveillance. Geneva

Anda mungkin juga menyukai