Anda di halaman 1dari 7

1.

PENDAHULUAN menemukan kondisi geometri lereng


yang paling kritis saat mengalami
Ende merupakan sebuah pembasahan dengan analisa kestabilan
kabupaten yang berada di pulau Flores lereng yang dihitung dengan membuat
yang dibatasi oleh Kabupaten Ngada simulasi variasi geometri lereng dan
sebelah Barat, Kabupaten Sikka sebelah besarnya kekuatan geser tanah saat
Timur, Laut Sawu di bagian Selatan dan mengalami pembasahan
Laut Flores di bagian Utara. Sebagian
besar daerahnya mempunyai morfologi 2. KONDISI TANAH DAN
perbukitan-pegunungan dengan INFORMASI BENCANA
kelandaian dan elevasi yang bervariasi. GEOLOGI DI KABUPATEN
Jika dilihat secara keseluruhan maka ENDE
akan terlihat bahwa materialnya menyatu Berdasarkan tinggi tempat dari
seperti suatu masa batuan. Oleh karena permukaan laut, letak wilayah kabupaten
perputaran waktu maka terjadi Ende dapat dilihat pada tabel 2.1
pelapukan batuan dasar tersebut yang Tabel 2.1. Tinggi tempat dari muka laut
berukuran dari bongkah-brangkal- Tinggi Luas Keterangan
kerikil-pasir-lanau-lempung, dimana tempat Ha %
butiran tersebut tidak tersementasi < 500 m 42.160 20.6
500 m 162.500 79.4
termasuk juga bahan-bahan organik yang Sumber: Potensi GEOHAZARD Kab. Ende
tercampur diantara butiran tersebut
(Terzaghi, ).
.Saat musim hujan dengan curah
hujan yang tinggi, selalu terjadi longsor
di sepanjang kaki perbukitan.
Kelongsoran pada umumnya antara lain
disebabkan karena rendahnya kuat geser
tanah pembentuk lereng, peningkatan
beban luar atau kondisi hidrolis dan
tingginya kadar air (Turnbull dan
Hvorslev, 1967). Air memberikan Sumber: PT Tunas Intercomindo Sejati
kontribusi terhadap ketiga hal tersebut Gambar 2.1. Peta model medan berdasarkan
kemiringan dan elevasi
di atas. Air masuk ke dalam tanah tak
jenuh melalui infiltrasi air permukaan, Geometri lereng juga merupakan
rembesan air dalam tanah dan naiknya suatu hal yang perlu diperhatikan dalam
muka air tanah. meninjau kestabilan suatu lereng.
Penelitian ini adalah antara lain Geometri lereng didefinisikan sebagai
untuk mengetahui perubahan sifat fisik hubungan antara sudut lereng dan tinggi
dan mekanik tanah akibat pembasahan lereng. Tingkat kemiringan tanah di
antara lain perubahan nilai kadar air (w), Kabupaten Ende dapat dilihat pada tabel
derajat kejenuhan (Sr), cohesi (c), sudut 2.2
geser dalam () pada tanah berlanau Tabel 2.2 Kemiringan tanah di Kabupaten Ende
dengan kondisi kadar air awal tertentu Kemiringan Luas
dan bagaimana pengaruhnya terhadap (o) Ha %
potensi kelongsoran, melihat pengaruh 0-3 6180,3 3,02
variasi geometri lereng baik variasi >3-12 11972,61 5,85
>12-40 40092,89 19,59
kemiringan maupun variasi tinggi lereng
>40 146413,00 71,54
terhadap perubahan nilai faktor Sumber : Potensi GEOHAZARD di Kab. Ende
keamanan (SF) akibat perubahan
parameter-parameter tanah tersebut, dan Keaktifan lereng adalah proses
perpindahan masa tanah atau batuan
1
pada arah tegak, datar atau miring dari dimana ; c = kohesi tanah yang
kedudukan semula yang terjadi bila ada sebenarnya
gangguan kesetimbangan pada saat itu. = sudut geser tanah
Tingkat keaktifan lereng tergantung pada = tegangan normal yang
geometri lereng, jenis materialnya, dan bekerja
curah hujan. Daerah potensi longsor di Seringkali tanah dibagi dalam
Kabupaten Ende seperti terlihat pada tanah yang kohesif dan tanah yang tidak
gambar 2.2. kohesif. Kekuatan geser tanah yang
berada dalam kondisi jenuh dperlukan
KAW
B suatu pengertian mengenai peranan dari
Simbo
tekanan air pori. Jika gaya luar bekerja
l
Jenis
pada tanah jenuh, maka pada permukaan
Benca
na
air yang terdapat antara pori-pori
Benca
memikul tekanan normal yang bekerja
na
yan
. Setelah air pori mengalir keluar,
Pe
g
dia
tekanan itu berangsur-angsur akan
mu
ki
kib
atk
dipikul oleh butir-butir tanah. Maka
ma
n
an tekanan yang dipikul oleh air pori
G Gunun
Gambar 2.2. Daerah potensi longsor (warna biru) disebut tekanan air pori (u), dan tekanan
yang dipikul oleh butiran tanah disebut
Kabupaten Ende tergolong tekanan efektif (). Tekanan air pori
daerah semi arid dimana musim kering ditambah tekanan efektif disebut tekanan
lebih panjang (8-9 bulan) dan musim total.
hujan yang relatif pendek (3-4 bulan). = u
Rata-rata curah hujan terbanyak >1000 Maka kekuatan geser efektif ;
mm/thn dan rata-rata hari hujan f = c + tan
terbanyak >100 hari/thn. Dimana ; f = Kuat geser
Material yang ada pada daerah c = Kohesi (pengaruh
lereng perbukitan merupakan hasil tarikan antar aprtikel)
pelapukan secara fisis dan kimia dan = Tegangan normal
yang berasal dari bahan organik. Batuan pada bidang yang ditinjau
lapuk tersusun dari mineral bahan = Sudut geser dalam
pembentuk batuan induk yang tak dapat
larut dan biasanya berupa butiran yang 3. METODE PENELITIAN
sangat halus (geohazard, 2007). Untuk Penelitian ini adalah bersifat
lebih rinci dapat dilihat pada tabel 2.3. eksperimen yang dilakukan di
Laboratorium.. benda uji berupa tanah
Tabel 2.3 Tekstur tanah di Kabupaten Ende
Luas
berlanau daerah perbukitan Detusoko
Tekstur Tanah Ha % Ende Flores yang sering mengalami
Halus (refined) 7572,42 3,7 kelongsoran dalam kondisi tidak
Sedang (medium) 45618,71 22,29 terganggu (undisturbed) dan terganggu
Kasar (rough) 116881,32 57,11 (disturbed). Sesuai dengan kondisi
Campuran 34587,54 16,9 inisial tanah tersebut memiliki
Sumber : Potensi Geohazard (2007) karakteristik seperti yang terlihat pada
tabel 1.
3. DASAR TEORITIS Tabel 1. Karakteristik tanah kondisi
Teori yang digunakan untuk inisial
menjelaskan perlawanan geser tanah Jenis pengujian Hasil Satuan
akibat adanya infiltrasi air hujan di pengujian
dalam tanah adalah teori Mohr Coulomb LL (Batas cair) 43 %
f = c + tan PL (Batas plastis) 24.5 %

2
PI (Indeks plastisitas) 18.9 % jenuh menunjukan perlakuan yang
SL (Batas susut) 23.2 % umum yakni saat pembasahan
Gs (Berat spesifik) 2.765 (penambahan kadar air) nilai derajat
w (kadar air) 35.173 %
t (Berat volume 1.524 Kg/cm3
kejenuhannya akan meningkat dari
tanah total) Sr=65.699% (pada w=35.173%) sampai
d (Berat volume 1.127 Kg/cm3 Sr=99,488% (pada w=52.530%).
tanah kering) Demikian juga nilai tegangan air pori
e (angka pori) 1.453 negatifnya akan menurun dan angka
Sr (derajat 66.936 % porinya tidak mengalami perubahan
kejenuhan)
Kerikil 10.198 %
sehingga kondisi tanahnya menjadi tidak
Pasir 46.137 % padat, seperti pada gambar 2a dan 2b..
Lanau 21.362 % Selain hal di atas terlihat akibat
Lempung 0.128 % pembasahan juga terjadi penurunan
parameter kuat geser tanah, baik nilai
Kemudian dilakukan analisa kohesi maupun sudut geser dalam tanah.
simulasi kestabilan lereng dengan Hal tersebut dapat dilihat pada grafik
program bantu Geo-Slope. Penelitian gambar 3a dan 3b.
yang dilakukan di laboratorium antara
lain; uji sifat fisik dan mekanik dari Hubungan antar a Kadar Air dan De r ajat
Ke je nuhan
tanah dan uji permeabilitas tanah. Benda 100.00

uji berupa tanah berlanau yang tak 95.00

terganggu dan yang terganggu. 90.00

Pelaksanaan penggkondisian kadar air 85.00

berupa pembasahan adalah dengan 80.00

75.00

menambahkan air ke benda uji sehingga 70.00

kadar air benda uji menjadi wi+25%(wsat- 65.00

wi), wi+50%(wsat-wi), wi+75%(wsat-wi), 60.00

dan wi+100%(wsat-wi) dimana wi adalah 35.173 39.512 43.851


Kadar Air (w,%)
48.191 52.530

kadar air inisial lapangan dan wsat adalah Gambar 1. Grafik hubungan antara kadar air (w)
kadar air kondisi jenuh. Pengukuran uji dengan derajat
kejenuhan (Sr) setelah mengalami pembasahan
geser langsung dengan alat direct shear
test. Simulasi lereng dihitung dengan
Hubungan antar a Kadar Air dan Te gangan
program bantu Geo-Slope, dengan Air Por i

membuat lereng dengan kemiringan 40o,


40.00

50o 60o 70o 80o 90o dan ketebalan lapisan


30.00

lanau yang bervariasi. Lapisan lanau


terdiri dari dua lapisan, dimana lapisan 20.00

permukaan merupakan lanau dalam


kondisi kepadatan sedang dengan 10.00

ketebalan (h1 = 3 m, 5 m, 7 m dan 9 m)


dan lapisan berikutnya lanau dalam 0.00
35.173 39.512 43.851 48.191 52.530
kondisi padat dengan ketebalan (h2 = 2 Kadar Air (w,%)

m, 3 m,dan 5 m). Disamping itu juga Gambar 2a. Grafik hubungan antara kadar air
dibuat variasi sudut residual ( = 0o, 5o dengan tegangan air pori negatif
dan 10o)

4. HASIL DAN ANALISA


Pada gambar 1 terlihat bahwa
proses pembasahan tanah lanau dari
kondisi inisial sampai dengan mendekati

3
Hubungan antar a Te gangan Air Pori Ne gatif dengan input data parameter tanah hasil
dan Angk a Por i
1.460 uji geser langsung, baik pada tanah
kondisi inisial maupun tanah yang
mengalami proses pembasahan. Adapun
input data parameter tanah yang
1.450 diperlukan untuk menghitung kestabilan
lereng pada program geo-slope antara
lain tingkat kepadatan tanah (t), kohesi
(c), dan sudut geser dalam (). Input data
32 15 5 3 2
1.440
program geo-slope tersebut dapat dilihat
Tegangan Air Pori (uw)
pada Tabel 2.
Gambar 2b. Grafik hubungan tegangan air pori Tabel 2 Input data program SLOPE/W
(uw) dengan angka pori (e) Kadar Berat volume Angka Cohesi Sudut
Kondisi air (w) tanah pori Derajad Geser
Hubungan antara Kadar air dan Sudut ge s e r bsh krng jenuh
(t) (d) (e) (Sr) ()
dalam
55

% gr/cm3 gr/cm3 %
50
Inisial 35.173 1.524 1.127 1.452 65.699 9.900 53.737
45 Pembshn
25 % 39.512 1.573 1.127 1.452 74.817 15.900 43.068
40 Pembshn
50 % 43.851 1.622 1.128 1.452 83.040 12.100 34.790
35
Pembshn
75 % 48.191 1.671 1.128 1.452 91.263 11.500 26.754
30
Pembshn
25
100 % 52.530 1.720 1.128 1.452 99.488 8.600 19.886

20
Berdasarkan data tanah dari hasil
15 percobaan, kemudian dihitung kestabilan
lereng dengan membuat simulasi lereng
35.173 39.512 43.851 48.191 52.530

Kadar Air (w, %)

Gambar 3a. Grafik hubungan antara sudut dengan bentuk geometri seperti pada
geser dalam dengan kadar air Gambar 4a dan 4b
Hubungan antar a Kadar Air dan Cohe s i
17

16 h1
15

14

13
h2
12

11

10
4a. Simulasi lereng dengan variasi
9
ketebalan lapisan lanau (h1 dan h2)
8
35.173 39.512 43.851 48.191 52.530

Kadar Air (w)


5m
Gambar 3b. Grafik hubungan antara kohesi
dengan kadar air
2m
Cara yang dipakai untuk
menghitung kestabilan lereng adalah 4b. Simulasi lereng dengan variasi
dengan metode keseimbangan batas kemiringan residual () antara lapisan
tanah lanau
yaitu dengan menghitung besarnya
kekuatan geser yang diperlukan untuk
mempertahankan kestabilan dan Dari hasil simulasi lereng menunjukan
dibandingkan dengan kekuatan geser bahwa angka keamanannya mulai lebih
yang ada. Input data yang diperlukan kecil dari 1 yakni masuk pada kondisi
pada program geo-slope merupakan kritis saat setelah pembasahan sampai
informasi awal mengenai kondsi dengan wi+50%(wsat-wi) untuk kondisi
geometri lereng. Model material yang lereng dengan sudut residual sebesar 0o
digunakan adalah model Mohr-Coulomb dan sudut kemiringan 80o (simulasi A,

4
B, C, D, E), dan pada (simulasi B1) - Kondisi lereng yang makin curam
sudut residual 5o dan sudut kemiringan dan makin besarnya sudut residual
80o, (simulasi (B2) sudut residual 10o antara lapisan lanau akan ikut
dan sudut kemiringan 70o, seperti mendorong terjadinya longsor saat
terlihat pada tabel pada tabel 3 berikut : terjadi aliran air permukaan atau saat
Tabel 3. Faktor keamanan dari hasil simulasi hujan lebat. Hal tersebut dapat
lereng dibuktikan dengan grafik hubungan
Kode Tebal lapisan Sudut Sudut Angka
simulasi
lanau residua Lereng Keama antara angka keamanan dan
l nan kemiringan lereng dan hubungan
h1 h2 SF
A
antara angka keamanan dan besar
3 2 0 80 0.973
B 5 2 0 80 0.980 sudut residual antara lapisan lanau.
C 7 2 0 80 0.982 -
D 9 2 0 80 0.956 Grafik hubungan antara Angka keam anan dan
kem iringan lereng
E 9 3 0 80 0.975 1.800

B1 5 2 5 80 0.986 1.600
B2 5 2 10 70 0.963 1.400

Angka keamanan
1.200
Sedangkan untuk parameter tanah yang 1.000
disesuaikan dengan kondisi eksisting di 0.800
lapangan angka keamanannya sudah
0.600
menunjukan kondisi kritis dimana untuk 40o 50o 60o 70o 80o 90o
Kemiringan lereng
ketebalan lapisan lanau yang sama besar, Inisial
Pembasahan 75%
Pembasahan 25%
Pembasahan 100%
Pembasahan 50%

seperti pada simulasi F dan G dengan


sudut residual sebesar 0o. Terlihat bahwa
semakin tebal lapisan lanau maka makin Hubungan antara Angk a k e am anan dan be s ar
s udut re s idual s im ulas i B
mendekati kondisi kritis, seperti pada 1.80
1.70
simulasi F baru mencapai kritis saat
Angka keamanan

1.60
kemiringan lereng 60o sedangkan 1.50
simulasi G mencapai kritis saat 1.40

kemiringan lereng 50o. Lebih jelasnya 1.30


1.20
dapat dilihat pada tabel 4 berikut : 1.10
35.173 39.512 43.851 48.191 52.530
Kode Tebal lapisan Sudut Sudut Angka Kadar air
simulasi lanau residua Lereng Keama Sdt residual 0o Sdt residual 5o Sdt residual 10o
l nan
h1 h2 SF - Semakin tinggi tebal lapisan lanau
F 3 3 0 60 0.884 juga akan berpengaruh pada nilai
G 5 5 0 50 0.965 stabilitas lereng. Hal tersebut seperti
terlihat pada grafik berikut, dimana
angka keamanan lereng akan naik
5. KESIMPULAN sampai pada saat nilai kohesi
- Akibat pembasahan tanah berlanau maksimum (dalam hal ini sampai
di daerah perbukitan Kabupaten pada pembasahan wi+25%(wsat-wi)).
Ende yang sering mengalami Tetapi saat mulai pembasahan wi
longsor, terjadi perubahan parameter +50%(wsat-wi) mulai terlihat bahwa
sifat fisik dan mekanik tanah, antara semakin tinggi tebal lapisan lanau,
lain peningkatan derajat kejenuhan, maka angka keamanannya makin
nilai kohesi dan sudut geser kecil.
dalamnya menurun dan nilai
tegangan air pori negatifnya makin
kecil . sehingga kekuatan gesernya
makin kecil.

5
Hubungan antara angk a k e am anan dan te bal lapis an Bowles Joseph E, 1984, Sifat-Sifat
1.500 lanau (sudut lere ng 60o)
Fisis dan Geoteknis Tanah
1.400
1.300
Angka keamanan (Mekanika Tanah), Erlangga,
1.200 Jakarta
1.100
1.000
0.900 Das Braja M, 1985, Mekanika Tanah
0.800 (Prinsip-Prinsip Rekayasa
0.700
0.600
Geoteknis), Erlangga, Jakarta
3m 5m 7m 9m
Tebal lapisan lanau, h1
Inisial
Pembasahan 75%
Pembasahan 25%
Pembasahan 100%
Pembasahan 50%
Deutscher Michael S, 2000, Rainfall-
Induced Slope Failures,
- Penyelidikan tanah baik di lapangan Geotechnical Research Centre,
maupun di laboratorium menjadi Singapore
sangat penting untuk mengetahui
ketebalan lapisan tanah lanau dan Fredlund, D.G, 1940,Soil Mechanics
lapisan batuan dasarnya, mengingat for Unsaturated Soils, University
lapisan tanah yang bersifat lepas of Saskatchewan, USA
merupakan faktor terbesar yang
menyebabkan bahaya longsor pada Hardiyatmo C.H, 1994, Mekanika
lereng. Tanah, Gramedia Pustaka Utama,
- Perlu adanya sistem drainase pada Jakarta
daerah perbukitan tersebut.
Muntaha, M, 2006,Studi Perubahan
Parameter Tanah Lanau
6. DAFTAR PUSTAKA Kelempungan Akibat Proses
Pengeringan dan Pembasahan,
Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sipil
ITS, Surabaya

Mitchell K James, 1976,Fundamentals


of Soil Behavior, University of
California, Berkeley, New York

Rahardjo P. P, 2002, Failures of Man


Made Slopes, Prosiding Seminar
Nasional, Bandung

Saroso B. S, 2002, Landslides and


Slope Stability (Geologi dan
Longsoran di Indonesia),
Prosiding Seminar Nasional,
Bandung.

6
7

Anda mungkin juga menyukai