Anda di halaman 1dari 7

Dampak Kebijakan Moneter terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakan Masalah
Indonesia mengalami suatu goncangan ekonomi yang mengakibatkan laju pertumbuhan ekonomi
menurun drastis, yaitu krisis moneter yang melanda ternyata sempat menghancurkan
perekonomian Indonesia. Dalam hal ini, pemerintah dituntut melakukan berbagai
reformasi, khususnya di bidang ekonomi yang memungkinkan terjadinya perubahan kerangka
hukum dan kelembagaan untuk menjalankan kebijakan moneter dan untuk mengamankan sistem
keuangan Indonesia. (Goeltom, 1999:355 )
Pertama, kebijakan moneter kini difokuskan untuk memelihara dan menjaga stabilitas
rupiah. Kedua, pemberian independensi yang lebih besar kepadaBank Indonesia dalam
menentukan target inflasi dan arah kebijakan moneternya. Ketiga, keputusan pemilihan
kebijakan diserahkan pada Gubernur Bank Indonesia tanpa intervensi dari pemerintah dan
lembaga lain. Empat, adanya akuntabilitas dan transparansi kebijakan moneter yang mewajibkan
Bank Indonesia mengumumkan target inflasi dan rencana kebijakan moneter pada setiap
permulaan tahun. Semua reformasi tersebut diharapkan mampu untuk mengeluarkan Indonesia
dari krisis (Warjiyo dan Agung, 2002: 3-4 dalam Umi Julaihah, 2005 : 2). Atas dasar itulah
Indonesia berupaya memperbaiki perekonomian dari sisi pasar uang dan pasar modal.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu :
1. Bagaimana Pertumbuhan ekonomi di Indonesia ?
2. Apa yang dimaksud dengan Kebijakan Moneter ?
3. Bagaimana Kerangka Dasar Kebijakan Moneter di Indonesia ?
4. Apa saja Instrumen Kebijakan Moneter ?
5. Bagaimana dampak Kebijakan Moneter terhadap pertumbuhan ekonomi ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Menguraikan Pertumbuhan ekonomi di Indonesia
2. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan Kebijakan Moneter
3. Menggambarkan Kerangka Dasar Kebijakan Moneter di Indonesia ?
4. Menguraikan Instrumen Kebijakan Moneter ?
5. Menganalisis dampak Kebijakan Moneter terhadap pertumbuhan ekonomi ?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Arti Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi secara singkat merupakan proses kenaikan output per kapita dalam
jangka panjang, pengertian ini menekankan pada tiga hal, yaitu proses, output per kapita dan
jangka panjang. Proses menggambarkan perkembangan perekonomian dari waktu ke waktu yang
lebih bersifat dinamis, output per kapita mengaitkan aspek output total (GDP) dan aspek jumlah
penduduk, sedangkan jangka panjang menunjukkan kecenderungan perubahan perekonomian
dalam jangka tertentu yang didorong oleh proses intern perekonomian (self generating).
Pertumbuhan ekonomi juga diartikan secara sederhana sebagai kenaikan output total (PDB)
dalam jangka panjang tanpa apakah kenaikkan itu lebih kecil atau lebih besar dari laju
pertumbuhan penduduk atau apakah diikuti oleh pertumbuhan struktur perekonomian atau
tidak. (Tambunan, Tulus T.H, 2003 : 39-40) Teori pertumbuhan ekonomi menjelaskan faktor-
faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi serta bagaimana keterkaitan antara faktor-faktor
tersebut sehingga terjadi proses pertumbuhan. Terdapat banyak teori pertumbuhan ekonomi,
tetapi tidak ada satupun yang komprehensif yang dapat menjadi standar yang baku, karena
masing-masing teori memiliki kekhasan sendiri-sendiri sesuai dengan latar belakang teori
tersebut.
2.2 Penegertian Kebijakan Moneter
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar
dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar
dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta
terjadinya peningkatan output keseimbangan. Secara umum, kebijakan moneter memiliki
beberapa tujuan, yaitu meningkatkan kesempatan kerja, meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
menjaga stabilitas harga, menjaga stabilitas suku bunga, menjaga stabilitas pasar keuangan, dan
menjaga stabilitas pasar valuta asing. Idealnya, otoritas moneter ingin mencapai semua tujuan
tersebut, tapi pencapaian berbagai tujuan tersebut secara bersamaan adalah sangat sulit terlebih
karena antar tujuan tersebut seringkali bersifat kontradiktif (Mishkin, 1996:13; Holtemoller,
2001:3 dalam Julaihah, 2007 : 46). Adanya konflik antar berbagai tujuan kebijakan moneter
menimbulkan pemikiran baru untuk menetapkan tujuan atau sasaran tunggal berupa stabilitas
harga.
Adapun alasan pemilihan stabilitas harga sebagai sasaran tunggal, antara lain (Mishkin, 1996:13;
Holtemoller, 2001:3 dalam Julaihah, 2007 : 46):
1. Tidak adanya trade off antara pengangguran dan inflasi, alasan ini didukung dengan banyaknya
studi yang menghasilkan adanya korelasi positif antara pengangguran dan inflasi;
2. Kestabilan harga dalam jangka panjang akan mendorong tingkat pertumbuhan output yang
tinggi dan lebih mempercepat pertumbuhan ekonomi;
3. Inflasi akan menurunkan kesejahteraan, jika inflasi dapat diantisipasi secara tepat maka biaya
inflasi berasal dari pemegangan uang suboptimal (shoe leather costs): kebutuhan penyesuaian
harga (menu costs); dan efek distorsi dari system pajak. Namun, jika inflasi tidak diantisipasi,
maka biaya inflasi jauh lebih tinggi. Selain terdapatnya konflik antar sasaran,
4. Otoritas moneter juga dihadapkan pada permasalahan lain, yaitu adanya time lag antara aksi
penerapan kebijakan dan hasil penerapan kebijakan. Misalkan otoritas berharap untuk mencapai
kestabilan harga, instrumen kebijakan moneter yang dimiliki oleh otoritas tidak bisa secara
langsung mempengaruhi tujuan tersebut.
Adanya permasalahan time lag tersebut, maka diperlukan sasaran operasional dan sasaran
antara. Sasaran operasional dan sasaran antara dapat dijadikan indicator apakah kebijakan yang
diterapkan berada pada jalur yang tepat dan jika terdapat kesalahan, maka otoritas dapat segera
melakukan koreksi terhadap kebijakan tersebut (Mishkin, 2001: 458).

2.3 Kerangka Dasar Kebijakan Moneter


Kebijakan-kebijakan ekonomi secara garis besar dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu
kelompok pertama, kebijakan-kebijakan untuk mempengaruhi sisi penawaran agregat seperti
kebijakan ketenagakerjaan, kebijakan perdagangan, kebijakan perindustrian. Kelompok kedua
adalah kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi sisi permintaan agregat (lebih dikenal dengan
kebijakan ekonomi makro), seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan kebijakan nilai tukar.
Di antara berbagai kebijakan di atas, kebijakan moneter dianggap lebih bisa dikontrol oleh
pemerintah sehingga dengan demikian dapat digunakan untuk mencapai sasaran pembangunan
ekonomi (Warjiyo dan Zulverdi, 1998: 27). Perlu dikemukakan bahwa dalam praktek, penggunaan
sasaran antara tergantung pada pendekatan operasional apa yang digunakan oleh bank sentral,
yaitu apakah pendekatan berdasarkan kuantitas besaran moneter ( quantity-based approach) atau
pendekatan berdasarkan harga besaran moneter/suku bunga ( price-based approach).
2.4 Instrument Kebjiakan Moneter
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau
mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
(Kumoro, 2008) :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif (Monetary Expansive Policy) Adalah suatu kebijakan dalam rangka
menambah jumlah uang yang beredar.
2. Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary Contractive Policy) Adalah suatu kebijakan dalam rangka
mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money
policy).
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrument kebijakan moneter, yaitu
antara lain :
v Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) Operasi pasar terbuka adalah cara
mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah
(government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli
surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka
pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga
pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan
SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
v Fasilitas Diskonto (Discount Rate) Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang
beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang
mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah
uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya
menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
v Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio) Rasio cadangan wajib adalah mengatur
jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus
disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio
cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
v Himbauan Moral (Moral Persuasion) Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk
mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi.
Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam
mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank
meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada
perekonomian.

2.5 Dampak Kebijakan Moneter

Pada diskusi tentang dampak kebijakan moneter, makroekonomi modern menggambarkan


adanya perbedaan antara dampak kebijakan moneter dalam jangka pendek dan jangka
menengah. Pembedaan ini sangat diperlukan untuk mengetahui pemahaman yang benar tentang
apa yang dapat dilakukan oleh kebijakan moneter. Pada kondisi jangka pendek, pergerakan
tingkat harga dan output terlihat sangat kompleks dibandingkan pada kondisi jangka
menengah/panjang (Umi Julaihah, 2007:55-58)
1. Jangka menengah atau panjang Teori moneter memberikan penjelasan mengenai
hubungan antara nflasi, pertumbuhan output dan pertumbuhan uang. Ekspansi moneter akan
meningkatkan pertumbuhan output dan kemudian meningkatkan tingkat harga umum. Secara
rata-rata, tingkat inflasi akan sama dengan kelebihan ekspansi moneter atas biaya yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan potensial dalam perekonomian. Pada jangka menengah tidak
terdapat trade off bahwa otoritas dapat mengeksploitasi untuk meningkatkan output pada
tingkat inflasi yang tinggi. Pernyataan tersebut berdasarkan dua alasan, yaitu (1) pada jangka
pendek para pelaku ekonomi belajar dari kesalahan yang telah dibuat di masa lalu dan
mengakhirinya dengan prediksi yang baik tentang bagaimana perekonomian bekerja; (2)
selanjutnya harga dan upah menjadi fleksibel dan diikuti oleh pasar barang dan pasar tenaga
kerja yang sempurna. Hal tersebut berimplikasi bahwa pada jangka menengah inflasi dianggap
sebagai fenomena moneter, otoritas moneter tidak bias menggerakkan perekonomian melalui
inflasi yang tinggi sehingga inflasi yang tinggi pada akhirnya akan memperburuk perekonomian.
Sebagian besar studi antara pertumbuhan jumlah uang beredar dan inflasi (dalam jangka
menengah) memberikan kesimpulan bahwa terdapat korelasi yang cukup tinggi antara keduanya
yaitu mendekati satu (Vinals dan Valles, 1999:11-12) 2)
2. Jangka pendek Pada pembahasan mengenai dampak kebijakan moneter dalam jangka
pendek muncul adanya kekompleksitasan. Secara umum, jika harga dan upah sangat fleksibel,
maka pasar barang dan pasar tenaga kerja akan sempurna, setiap agen ekonomi akan memiliki
informasi penuh tentang kondisi perekonomian dan kebijakan yang akan diterapkan oleh otoritas
moneter. Pada kondisi ini, baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek kebijakan
moneter hanya akan mempengaruhi harga tapi perekonomian riil tidak terimbas (money just a
veil) (Vinals dan Valles, 1999:14) Aliran pemikiran ekonomi yang mempercayai bahwa harga dan
upah sangat fleksibel pada jangka pendek adalah berdasarkan adanya missperception dari
masyarakat. Pada saat masyarakat membuat ekspektasi berdasarkan seluruh informasi yang
tersedia, maka kebijakan moneter akan mempunyai efek riil hanya jika kebijakan moneter tidak
diantisipasi. Kebijakan moneter yang tidak diantisipasi akan
menimbulkan missperception tentang perubahan harga sebagai perubahan pada harga relatif.
Pada jangka pendek tidaklah mencukupi untuk melakukan penyesuaian, namun ketika
masyarakat mulai belajar dan memperbaiki ekspektasinya sepanjang waktu, maka harga akan
menyesuaikan secara sempurna dan output akan berada pada keseimbangan ketika jangka
menengah. Pada sisi lain, jika kebijakan moneter diantisipasi secara sempurna oleh masyarakat,
maka agen akan menggunakan informasi yang dimiliki dalam perhitungan dan dalam membuat
keputusan ekonomi. Sehingga kebijakan moneter akan secara penuh dan cepat menggerakkan
harga tanpa memiliki dampak jangka pendek terhadap output. Implikasi kebijakan dari kondisi di
atas adalah: (1) hanya kebijakan moneter yang tidak sistematik yang mempunyai efek jangka
pendek terhadap output, (2) kebijakan yang sistematik atau diantisipasi oleh masyarakat hanya
akan mempengaruhi harga dan tidak mempengaruhi output. Sehingga kebijakan moneter yang
bersifat rules tidak akan mempunyai efek jangka pendek terhadap perkembangan output
(Vinals dan Valles, 1999:14-15).
Realitas yang ada di dunia nyata adalah seringkali terjadi imperfect information sehingga harga
dan upah tidak fleksibel penuh nominal rigidities). Pada kondisi terjadi kekakuan harga dan upah
dan diikuti kebijakan moneter yang sistematik maupun tidak sistematik, maka kebijakan moneter
memiliki efek temporer
terhadap output. Sehingga, pilihan kebijakan dari otoritas moneter untuk jangka pendek dapat
berupa target harga (inflasi) maupun output (Vinals dan Valles, 1999:16)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas , maka diperoleh kesimpulan bahwa kebijakan moneter
berdampak secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi tingkat SBI
maka output total (PDB) yang dihasilkan semakin turun. Hal ini dikarenakan uang yang berputar
di masyarakat semakin sedikit, masyarakat lebih suka menabung daripada membelanjakan
uangnya. Sehingga pola konsumsi masyarakat juga ikut menurun, akibatnya
pendapatan output total (PDB) juga ikut menurun. Sedangkan tingkat inflasi mengalami
kenaikkan karena terjadi price puzzle. Secara subtansial dapat dikatakan bahwa adanya
kebijakan moneter yang diterapkan oleh pemerintah melalui otoritas moneter dapat
meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi Nasional.

B. Saran

Melihat hasil penelitian diatas, penulis memberikan saran yang diharapkan akan menjadi bahan
pertimbangan. Dalam mengambil kebijakan ekonomi moneter, khususnya yang bersifat
kontraktif (memainkan SBI) perlu memperhatikan kondisi perekonomian. Karena hal itu dapat
menyebabkan pertumbuhan ekonomi menurun dan dapat memicu inflasi. Selain itu perlu
dipertimbangkan juga efektifitas kebijakan yang akan ditentukan benar-benar dapat menjadi
lokomotif pertumbuhan ekonomi Nasional.
Daftar Pustaka

Abdullah, Burhanuddin. 2003. Strategi Kebijakan Moneter dalam Mendorong Pertumbuhan


Ekonomi yang Berkelanjutan. Makalah disajikan dalam Sidang Terbuka Senat Guru Besar
Universitas Pajajaran yang Diselenggarakan dalam Rangka Dies Natalis Ke 46
Universitas Padjadjaran Tanggal 11 September 2003 di Bandung.
http//:www.bi.go.id. diakses 4 Desember 2009. 06:28 AM
Hera Susanti, Moh. Ihsan, Widyati, Indikator-Indikator Makroekonomi, Lembaga Penerbit FE-UI
dan LPEM FE-UI, Jakarta
Julaihah, Umi.2006.Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Bunga
Nomianal di Indonesia tahun 1988.1 2002.2 dengan menggunakan pendekatan PAM dan ECM.
Iqtishoduna, jurnal ekonomi dan bisnis Islam Tambunan, tulus T.H.2003.Perekonomian Indonesia
Beberapa Masalah Penting .Jakarta: IKAPI
Pratomo, Wahyu Ario.2006. Buku Ajar Teori EkonomiMakro.DepartemenPembangunan Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara
Yuliadi, Imamudin, 2008.Ekonomi Moneter.Jakarta: PT.Indeks
Ratnawati, Nirdukita, dan Rizki, Rulli. 2005. Analisis Pengaruh Variabel
Indikator Ekonomi Makro Terhadap Perekonomian Indonesia: Pendekatan Pasar Barang dan Pasar
Uang Periode 1990.1-2005.4
Wahidmurni, Cara Mudah menulis Proposal dan LaporanPenelitian Lapangan,
Malang:UM Press, 2008.
Arikonto, Suharsimi. 2006. cet.ke-13. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
Rinek Cipta
Kuncoro, Mudrajat. 2006. Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah dan Kebijakan. Yogyakarta :
UPP STIM YKPN
Mishkin, Frederic. 2001.The Economics of Money, Banking, and Financial Markets. Columbia
University

Anda mungkin juga menyukai