Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Batubara


Batubara merupakan batuan hidrokarbon padat yang terbentuk dari tetumbuhan dalam
lingkungan bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan panas yang berlangsung sangat
lama. Proses pembentukan (coalification) memerlukan jutaan tahun, mulai dari awal
pembentukan yang menghasilkan gambut, lignit, subbituminus, bituminous, dan akhirnya
terbentuk antrasit (Achmad Prijono,dkk. 1992 dalam Rahmi)

2.2 Abu Terbang Batubara (Fly ash)


Abu terbang batubara adalah limbah hasil pembakaran batubara pada tungku pembangkit
listrik tenaga uap yang berbentuk halus, bundar dan bersifat pozolanik. Fly ash terdiri dari
bahan inorganik yang terdapat di dalam batubara telah mengalami fusi selama pembakarannya.
Bahan ini memadat selama berada di dala gas-gas buangan dan dikumpulkan menggunakan
presipitator elektrostatik, karena partikel-partikel ini memadat selama tersuspensi di dalam gas-
gas buangan, partikel-partikel fly ash berbentuk bulat. Partikel-partikel fly ash yang terkumpul
pada presipitator elektrostatik biasanya berukuran silt (0,074-0,005mm). Bahan ini terdiri dari
Silikon dioksida (SiO2), alumunium oksida (Al2O3), dan besi oksida (Fe2O3), dan kalsium
oksiada (CaO), juga mengandung unsur tambahan lain yaitu magnesium oksida (MgO),
titanium oksida (TiO2), alkalin (Na2O dan K2O), sulfur trioksida (SO3), fosfor oksida (P2O5)
dan karbon.

Tabel 2.1 Komposisi kimia fly ash batubara (Speight, 1994)


Constituents Reprensentative (%)

SiO2 40-90

Al2O3 20-60

Fe2O3 5-25

CaO 1-15

MgO 0,5-4

SO3 0,5-10

Na2O 0,5-3

K2O 0,5-3

P2O5 0-1

TiO2 0-2

LOI 0-15

2.3 Silika (SiO2)


Silikon dioksida atau silika adalah salah satu senyawaan kimia yang paling umum. Silika
murni terdapat dalam dua bentuk yaitu kuarsa dan kristobalit. Silikon selalu terikat secara
tetrahedral kepada empat atom oksigen, namun ikatan-ikatannya mempunyai sifat yang cukup
ionik. Dalam kristobalit, atom-atom silikon ditempatkan seperti halnya atom-atom karbon
dalam intan dengan atom-atom oksigen berada di tengah dari setiap pasangan. Silika relatif
tidak reaktif terhadap Cl2, H2, asam-asam dan sebagian besar logam pada suhu 25oC atau pada
suhu yang lebih tinggi, tetapi dapat diserang oleh F2, HF aqua, hidroksida alkali dan leburan-
leburan karbonat (Cotton, 1989).

2.4 Penentuan Kadar Silika (SiO2)


2.4.1 Penentuan % SiO2 Total dengan Gravimetri
Analisis gravimetri merupakan metode analisis kuantitatif berdasarkan bobot yaitu proses
isolasi serta penimbangan suatu unsur atau suatu senyawaan tertentu dari unsur tersebut dalam
bentuk yang semurni mungkin. Sebagian besar penetapan-penetapan pada analisis gravimetri
menyangkut pengubahan unsur atau radikal yang akan ditetapkan menjadi sebuah senyawaan
yang murni dan stabil yang dapat dengan mudah diubah menjadi satu bentuk yang sesuai untuk
ditimbang. (Vogel, 1994).
Prinsip penentuan kadar silika secara gravimetri adalah residu (endapan) hasil penyaringan
dimasukkan kedalam cawan platina dan dimasukkan ke dalam furnace. Kemudian
ditambahkan HF dan dimasukkan dalam furnace kembali untuk proses pemijaran kedua. Kadar
SiO2 total dapat dihitung total dapat dihitung dari selisih berta yang hilang pada waktu
pemijaran.

2.4.2 Penentuan % SiO2 dengan Atomic Absorption Spectrophotometer


Analisis silika menggunakan metode AAS berdasarkan pada kemampuan atom Si
mengabsorpsi sinar pada panjang gelombang tertentu, pada penentuan kadar silika, Si dapat
mengabsorpsi sinar pada panjang gelombang 251,6 nm. Jika radiasi elektromagnetik
dipancarkan kepada suatu atom, maka akan terjadi eksitasi elektron dari tingkat energi dasar
(ground state) ke tingkat tereksitasi. Pada proses analisisnya sampel harus dalam bentuk larutan
sehingga larutan sampel dapat diaspirasikan ke suatu nyala kemudian unsur-unsur di dalam
sampel diubah menjadi uap atom. Atom tersebut akan mengabsorpsi radiasi dari sumber cahaya
yang dipancarkan dari lampu katoda (Hollow Cathode Lamp) yang mengandung unsur yang
akan dianalisis.
Pada proses analisis lampu katoda yang digunakan berupa lampu katoda spesifik untuk
analisis unsur Si, dengan sumber atomisasi dengan sistem nyala, jenis nyala yang digunakan
adalah nitrous-asitilen. nitrous berperan sebagai gas oksida , dan asitilen sebagai gas nyala.
Penggunaan nitrous oksida-asitilen dipakai untuk analisis unsur Si, karena unsur Si merupakan
unsur yang mudah untuk membentuk oksida dan sulit terurai, sehingga digunakannya nitrous
oksida-asitilen karena temperatur nyala yang relatif tinggi berkisar pada suhu 3000K.
Hasil yang didapatkan berupa kadar silikon (Si) dalam bentuk ppm yang kemudian di
ekivalen kan dalam bentuk silika atau silikon dioksida, seperti pada tabel :
Tabel 2.2 konversi kadar Si menjadi SiO2
Silicon stock solution Silico (ppm) Equivalent SiO2 (%)
(mL)
25 50 53,5
20 40 42,8
15 30 32,1
10 20 21,4


%SiO2 = { () x N x 1,07 } ......................... (2.1)

2.5 Persiapan Sampel


2.5.1 Teknik Pelarutan Dengan Pelarut Asam
Asamasam yang biasa digunakan untuk melarutkan diantaranya asam sulfat, asam nitrat,
asam klorida, asam fluorida, asam perklorat.
Beberapa cara pelarutan sampel dengan asam, yaitu:
a. Pelarutan dengan HCl
HCl baik digunakan untuk melarutkan mineralmineral karbonat, fospfat, gips dan
mineralmineral oksida. Pelarutan dapat dilakukan pada suhu kamar atau pada suhu tinggi.
b. Pelarutan dengan HNO3
Asam nitrat bukan hanya dapat melarutkan mineral-mineral karbonat tetapi juga
digunakan untuk melarutkan mineral-mineral sulfida. Kegunaan lain dari asam nitrat untuk
pelarutan logam-logam seperti tembaga, kobalt, seng, dan timbal. Asam ini sering ditambahkan
untuk melarutkan unsur besi dan unsur lainnya menjadi unsur yang bervalensi tinggi.

c. Pelarutan dengan HCl-HNO3


Pelarutan ini digunakan untuk melarutkan mineral-mineral yang sukar larut dan
memerlukan oksidasi, misalnya untuk melarutkan logamlogam yang kurang aktif, seperti
emas, platina, tembaga, timbal, dan raksa.

2.5.2 Teknik Peleburan dengan Flux


a. Peleburan dengan Kalium pirosulfat (K2S2O7)
Kalium pirosulfat dapat digunakan untuk melebur mineral-mineral titan, hasil peleburan
dapat dilarutkan dengan asam klorida encer. Mineral-mineral silikat tidak dapat dilebur
langsung dengan kalium pirosulfat, karena hanya dapat digunakan untuk melebur residu setelah
dilarutkan dengan HF.
b. Peleburan dengan Litium metaborat (LiBO2) dan Litium tetraborat (Li2B4O7)
Litium metaborat dan litium tetraborat baik digunakan pada clay mineral atau batuan
silikat yang dapat meleburkan semua unsur menjadi garam rangkap diantaranya silikon,
aluminium, besi, titan, kalsium, magnesium, kalium, natrium dan mangan. Peleburan dilakukan
pada cawan platina dalam tanur pada suhu 900oC selama 15 menit. Penambahan litium
metaborat / litium tetraborat sebanyak 5 kali bobot sampel. Hasil peleburan dilarutkan kembali
dengan asam nitrat 1:24.
c. Peleburan dengan Natrium Bikarbonat (NaHCO3)
Peleburan ini dapat digunakan untuk melebur hampir semua unsur batuan. Peleburan dalan
tanur pada suhu 900o950oC selama 1-2 jam dengan penambahan NaHCO3 sebanyak 1:5.
Hasil peleburan dilarutkan kembali dengan HCl encer. Peleburan tidak dapat dilakukan untuk
mineral-mineral seperti kyianite, silimanite, andalusite, atau mineral-mineral yang banyak
mengandung alumunium karena mineral-mineral tersebut cenderung melebur dan membentuk
lelehan yang sukar larut dengan asam klorida.
d. Peleburan dengan Natrium peroksida (Na2O2)
Peleburan dengan Natrium peroksida dapat melarutkan hampir semua jenis mineral.
Peleburan dilakukan dalam cawan zirkon / cawan nikel di atas pembakar meker pada suhu
450o500oC sampai benar-benar sempurna. Na2O2 yang digunakan harus benar-benar kering
dengan perbandingan antara sampel dengan Na2O2 adalah 1:5. Hasil peleburan dilarutkan
kembali dengan HCl 1:1

2.6 Validasi Metode

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu,
berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut
memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Berdasarkan Harvey (2000),
validasi merupakan suatu proses evaluasi kecermatan dan keseksamaan yang dihasilkan oleh
suatu prosedur dengan nilai yang dapat diterima. Sebagai tambahan, validasi memastikan
bahwa suatu prosedur tertulis memiliki detail yang cukup jelas sehingga dapat dilaksanakan
oleh analis atau laboratorium yang berbeda dengan hasil yang sebanding.
Menurut EUROCHEM (2000) validasi adalah konfirmasi melalui pemeriksaan dan
penyediaan bukti objektif bahwa persyaratan tertentu untuk penggunaan yang dimaksudkan
tertentu terpenuhi. Metode validasi adalah proses pembentukan karakteristik kinerja dan
keterbatasan metode dan identifikasi pengaruh yang mungkin mengubah karakteristik ini dan
sampai sejauh mana sekarang juga proses verifikasi bahwa suatu metode cocok untuk tujuan,
yaitu, untuk digunakan untuk memecahkan analitis tertentu masalah. Beberapa tujuan validasi
metode uji adalah:
1. Untuk menerima sampel individu sebagai anggota dari populasi yang diteliti.
2. Untuk mengakui sampel pada proses pengukuran.
3. Untuk meminimalkan pertanyaan tentang keaslian sampel
4. Untuk memberikan kesempatan bagi resampling bila diperlukan
Menurut AOAC (2002) validasi metode menunjukkan apakah suatu metode sesuai dengan
tujuan yang diinginkan. Dalam praktiknya, memungkinkan untuk merancang percobaan yang
akan dilakukan sehingga karakteristik validasi yang sesuai dapat diterapkan untuk
mendapatkan hasil yang cukup dan menyeluruh mengenai kemampuan suatu prosedur analisis,
seperti: spesifisitas, linearitas, rentang, akurasi (kecermatan), dan presisi (keseksamaan)
(EMA, 1995 dalam manikharda).

2.6.1 Akurasi

Akurasi atau kecermatan adalah seberapa dekat suatu hasil pengukuran kepada nilai
sebenarnya. Terkadang masalah dalam menentukan akurasi adalah ketidaktahuan terhadap
nilai yang sebenarnya. Dalam beberapa tipe sampel kita dapat menggunakan sampel yang telah
diketahui nilainya dan mengecek metode pengukuran yang kita gunakan untuk menganalisis
sampel itu sehingga kita mengetahui akurasi dari prosedur yang diujikan, metode ini disebut
dengan CRM (Certified Reference Method). Pendekatan lain adalah dengan membandingkan
hasilnya dengan hasil yang dilakukan oleh lab lain (Smith, 2010) atau dengan menggunakan
metode reference (Walton 2001). Akurasi juga dapat diketahui dengan melakukan uji rekoveri
(Walton 2001). Hasil uji ini akurasi dapat dinyatakan sebagai persen perolehan kembali
(recovery) analit yang ditambahkan pada sampel. Sampel ditambahkan (spiking) dengan
standar yang telah diketahui jumlah dan kadarnya (EMA, 1995 dalam manikharda). Rentang
nilai penerimaan kecermatan suatu metode akan bervariasi sesuai kebutuhannya.

2.6.2 Linieritas

Linearitas merupakan salah satu parameter yang menunjukkan kemampuan suatu


metode analisis untuk memperoleh hasil pengujian yang sesuai dengan konsentrasi analit dalam
contoh pada kisaran konsentrasi tertentu. Pengujian liniearitas ini dilakukan dengan cara
membuat kurva kalibrasi dari deret larutan standar dengan konsentrasi yang telah diketahui.
Berikut merupakan persamaan garis yang dihasilkan pada kurva kalibrasi, dimana persamaan
ini diperoleh dari metode kuadrat terkecil.
y = a + bx. ......................... (2.2)
dimana :
a = intersep
b = slope (gradien)
Dari kurva kalibrasi juga didapat nilai koefisien korelasi (r) yang digunakan untuk
mengetahui nilai linearitas suatu metode analisis dan regresi linier (r2) yang merupakan nilai
kuadran dari koefisien korelasi Persamaan ini akan menghasilkan koefisien korelasi (r).
Berikut merupakan persamaan koefisien korelasi.
{()()}
r = ............. (2.3)
{() }{() }

dimana,
xi = nilai x (konsentrasi)
x = rata-rata nilai x (konsentrasi)
yi = nilai y (absorban)
y = rata-rata nilai y (absorban)
Linieritas harus dievaluasi dengan pemeriksaan visual terhadap plot absorbansi yang
merupakan fungsi dari konsentrasi analit. Jika hubungannya linier, hasil uji dievaluasi lebih
lanjut secara statistik dengan perhitungan garis regresi. Dalam penentuan linieritas, sebaiknya
menggunakan minimum lima konsentrasi (EMA, 1995 dalam manikharda). Rentang
penerimaan linieritas tergantung dari tujuan pengujian. Pada kondisi yang umum, nilai
koefisien regresi (r2) = 0,99.

2.6.3 Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi

Limit deteksi atau Limit of Detection (LoD) suatu metode analisis adalah jumlah
terkecil dari analit yang dapat dideteksi namun jumlah ini belum tentu dapat dikuantisasi
dengan presisi yang baik oleh metode tersebut. Limit kuantitasi atau Limit of Quantitation
(LoQ) yang disebut juga limit determinasi adalah konsentrasi terendah dari analit yang dapat
ditentukan secara kuantitatif dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima (Ermer dalam
Ermer dan Miller, 2005).
Giese (2004) menyatakan bahwa terdapat dua cara untuk menentukan LOD dan LOQ,
yaitu dengan menentukan kurva kalibrasi menggunakan sepuluh deret konsentrasi, atau
melakukan analisis blanko berulang. Tetapi ada masalah dalam pendekatan menggunakan
blanko karena seringkali sulit diukur dan variasinya sangat tinggi. Lebih lanjut, nilai yang
didapat dengan pendekatan seperti ini tidak bergantung dari analit (AOAC 2002).
Limit deteksi hanya berguna untuk mengontrol ketidakmurnian yang tidak diinginkan
yang konsentrasinya harus tidak lebih dari level tertentu dan mengontrol kontaminan dengan
konsentrasi rendah, sedangkan materi yang bermanfaat harus ada pada konsentrasi yang cukup
tinggi agar dapat menjadi fungsional. Limit deteksi dan determinasi seringkali bergantung pada
kemampuan instrumen (AOAC 2002).

2.6.4 Presisi

Presisi prosedur analisis menyatakan kedekatan hasil dari sederet pengukuran yang
diperoleh dari contoh yang homogen pada kondisi tertentu (ICH 1995). Presisi dinyatakan
dengan 3 cara, yaitu keberulangan (repeatability), presisi intermediet (intermediet precision),
dan ketertiruan (reproducibility). Keberulangan adalah pengukuran presis dengan metode,
peralatan, dan laboratorium yang sama pada selang waktu tertentu. Presisi intermediet
dilakukan dalam laboratorium yang sama, namun dengan operator dan peralatan yang berbeda
serta pada hari yang berlainan. Ketertiruan merupakan pengukuran ketelitian yang dilakukan
dengan peralatan, operator, dan laboratorium yang berbeda. Besarnya nilai RSD yang diperoleh
dapat menunjukan ketelitian dari penenlitian suatu metode (AOAC, 2002), Berikut rumus
RSD, yaitu :

% RSD = x 100% .......................... (2.4)

()
SD (Standar Deviasi) = ............................. (2.5)
()

dimana,
xi = nilai x (konsentrasi)
x = rata-rata nilai x (konsentrasi)
n = jumlah analisis
(Nuriyanto,2013 dalam manikharda)
2.7 Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS)

Atomic Absorbtion Spectrophotometer biasa dikenal dengan nama AAS adalah suatu
teknik yang berdasarkan atas absorbansi sinar yang spesifik oleh atom bebas pada panjang
gelombang tertentu. Prinsip dasar AAS adalah interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan
sampel. Spektrofotometri serapan atom merupakan metode yang sangat tepat untuk analisis zat
pada konsentrasi rendah (Khopkar, 1990). Teknik analisis AAS diperkenalkan untuk pertama
kalinya oleh Walsh pada tahun 1953. Pada saat ini teknik analisis dengan metode AAS menjadi
pilihan utama dalam analisis unsur karena memiliki beberapa kelebihan, diantaranya:
1. Dapat mendeteksi kadar logam/unsur dari suatu campuran yang sangat kompleks dan
kepekatan tinggi.
2. Dapat mendeteksi kadar logam tertentu dalam kepekatan yang relatif rendah walaupun
terdapat unsur lain yang tingkat kepekatannya lebih tinggi tanpa dilakukan pemisahan
terlebih dahulu.
3. Dapat mendeteksi kadar logam dari kepekatan rendah hingga kepekatan tinggi.
Cara kerja AAS ini didasarkan atas proses penguapan dari larutan sampel, kemudian logam
yang terkandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengabsorbsi radiasi
dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda (Hollow Cathode Lamp) yang
mengandung unsur yang akan dianalisis. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada
panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya (Darmono,1995).
Jika radiasi elektromagnetik dipancarkan kepada suatu atom, maka akan terjadi eksitasi
elektron dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi. Maka pada setiap panjang gelombang akan
memiliki energi yang spesifik untuk dapat tereksitasi ke tingkat yang lebih tingggi. Besarnya
energi dari tiap panjang gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :


E = h x ............................. (2.6)

Dimana :
E = Energi (Joule)
h = Tetapan Planck ( 6,63 . 10-34J.s)
C = Kecepatan Cahaya ( 3. 108 m/s), dan
= Panjang gelombang (nm)

Beberapa logam yang terkandung dalam sampel dapat ditentukan secara langsung
dengan menggunakan AAS, tetapi ada beberapa gangguan kimia yang menyebabkan sampel
harus diperlakukan khusus terlebih dahulu. Gangguan kimia disebabkan oleh berkurangnya
penyerapan loncatan atom dalam kombinasi molekul dalam flame. Hal ini terjadi karena flame
tidak cukup panas untuk memecah molekul atau pada saat pemecahan atom, dioksidasi segera
menjadi senyawa yang tidak terpecah segera pada temperatur flame. Beberapa gangguan dapat
dikurangi atau dihilangkan dengan penambahan elemen atau senyawa khusus pada larutan
sampel. Beberapa gangguan kimia antara lain:

Pembentukan senyawa stabil menyebabkan disosiasi analit tidak bercampur. Gangguan


kimia ini dapat diatasi dengan menaikkan suhu nyala, menggunakan zat pembebas
(releasing agent) dan ekstrasi analit atau unsur pengganggu.
Ionisasi, Ionisasi dapat dicegah dengan menambahkan ion yang lebih mudah terionisasi
untuk menahan ionisasi analit. Unsur-unsur yang dapat ditentukan dengan AAS lebih
dari 60 unsur logam atau metalloid dengan konsentrasi antara 1 ppm sampai 10 ppm.
Setiap unsur logam yang dideteksi menggunakan AAS mempunyai kondisi optimum
yang berbeda-beda.

Anda mungkin juga menyukai