Askep Preklinik
Askep Preklinik
A. TRAUMA ABDOMEN
1.Definisi
Salah satu kegawatdaruratan pada sistem pencernaan adalah trauma abdomen yaitu
trauma/cedera yang mengenai daerah abdomen yang menyebabkan timbulnya
gangguan/kerusakan pada organ yang ada di dalamnya.
Jenis trauma abdomen ada trauma tumpul dan trauma tembus. Pada trauma tembus resiko
terjadinya kerusakan organ lebih sedikit daripada trauma tumpul tetapi pada trauma tembus
dapat mengenai tulang belakang dan organ yang berada di retroperitoneal.
Kolik itu sendiri merupakan nyeri yang sangat, disertai dengan muntah dan distensi yang
makin lama makin membesar tetapi tanpa disertai defans muscular yang jelas hal ini bisa
disebabkan oleh obstruksi usus halus (sering menimbulkan kolik dengan muntah hebat,
distensi abdomen, dan biasanya bising usus meningkat), organ urologi (kolik ureter), kolik
empedu, pankreatitis akut, trombosis pada vena messentrika. Sedangkan pada perforasi tukak
peptic khas ditandai dengan perangsangan peritoneum yang dimulai dari epigastrium dan
meluas ke seluruh peritoneum. Hal ini diakibatkan karena peritonitis generalisata seperti
halnya pada perforasi ileum.
Untuk pemeriksaan fisik lakukan inspeksi, auskultasi, perkusi dan baru palpasi. Untuk
inspeksi lihat mulai dari keadaan umum klien, ekspresi wajah, tanda-tanda vital, sikap
berbaring, gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, daerah lipat paha (inguinal, skrotum
bila terdapat hernia biasanya ditemukan benjolan).
Pada trauma abdomen biasanya ditemukan kontusio, abrasio, lacerasi dan echimosis.
Echimosis merupakan indikasi adanya perdarahan di intra abdomen. Terdapat Echimosis
pada daerah umbilikal biasa kita sebut Cullens Sign sedangkan echimosis yang ditemukan
pada salah satu panggul disebut sebagai Turners Sign. Terkadang ditemukan adanya
eviserasi yaitu menonjolnya organ abdomen keluar seperti usus, kolon yang terjadi pada
trauma tembus/tajam.
Untuk auskultasi selain suara bising usus yang diperiksa di ke empat kuadran dimana adanya
ekstravasasi darah menyebabkan hilangnya bunyi bising usus.,juga perlu
didengarkan adanya bunyi bruits dari arteri renalis, bunyi bruits pada umbilical merupakan
indikasi adanya trauma pada arteri renalis.
Perkusi untuk melihat apakah ada nyeri ketok. Salah satu pemeriksaan perkusi adalah uji
perkusi tinju dengan meletakkan tangan kiri pada sisi dinding thoraks pertengahan antara
spina iliaka anterior superior kemudian tinju dengan tangan yang lain sehingga terjadi getaran
di dalam karena benturan ringan bila ada nyeri merupakan tanda adanya radang/abses di
ruang subfrenik antara hati dan diafraghma. Selain itu bisa ditemukan adanya bunyi timpani
bila dilatasi lambung akut di kuadran atas atau bunyi redup bila ada hemoperitoneum. Pada
waktu perkusi bila ditemukan Balance sign dimana bunyi resonan yang lebih keras pada
panggul kanan ketika klien berbaring ke samping kiri merupakan tanda adanya rupture limpe.
Sedangkan bila bunyi resonan lebih keras pada hati menandakan adanya udara bebas yang
masuk.
Untuk teknik palpasi identifikasi kelembutan, kekakuan dan spasme hal ini dimungkinkan
diakibatkan karena adanya massa atau akumulasi darah ataupun cairan. biasanya ditemukan
defans muscular, nyeri tekan, nyeri lepas. Rectal tusi (colok dubur) dilakukan pada obstrusi
usus dengan disertai paralysis akan ditemukan ampula melebar. Pada obstruksi kolaps karena
tidak terdapat gas di usus besar. Pada laki-laki terdapat prostate letak tinggi menandakan
patah panggul yang signifikan dan disertai perdarahan.Biasa juga pada klien dilakukan uji
psoas dimana klien diminta mengangkat tungkai dengan lutut ekstensi dan pemeriksa
memberi tekanan melawan gerak tungkai sehingga muskulus iliopsoas dipaksa berkontrasi.
Jika terasa nyeri di bagian belakang dalam perut artinya sedang terjadi proses radang
akut/abses di abdomen yang tertekan saat otot iliopsoas menebal karena kontraksi. Uji ini
biasanya positif pada klien dengan appendiksitis akut.
Selain uji psoas, ada uji obturator dimana tungkai penderita diputar dengan arah endorotasi
dan eksorotasi pada posisi menekuk 90 derajat di lutut atau lipat paha. Jika klien merasa nyeri
maka menandakan adanya radang di muskulus obturatorius.
Untuk ketepatan diagnosa perlu adanya pemeriksaan-pemeriksaan penunjang seperti
hematologi (Hb, Leukosit, Hematokrit, PT,APTT), radiologi (BNO/foto polos abdomen,
servikal lateral, thoraks anteroposterior/AP dan pelvis) Diagnostic Peritoneal Lavage/DPL,
USG, CT SCAN.
Selama primary survey, keadaan yang mengancam nyawa harus dikenali dan resusitnya
dilakukan saat itu juga. Penyajian primary survey di atas dalam bentuk berurutan
(sekuensial), sesuai prioritas dan agar lebih jelas, namun dalam praktek hal-hal di atas sering
dilakukan berbarengan (simultan). Tindakan keperawatan yang dilakukan tentu mengacu
pada ABCDE. Yakinkan airway dan breathing clear. Kaji circulation dan control perdarahan
dimana nadi biasanya lemah, kecil, dan cepat. Tekanan darah sistolik dan diastole
menunjukkan adanya tanda syok hipovolemik, hitung MAP, CRT lebih dari 3 detik maka
perlu segera pasang intravenous line berikan cairan kristaloid Ringer Laktat untuk dewasa
pemberian awal 2 liter, dan pada anak 20cc/kgg, bila pada anak sulit pemasangan intra
venous line bisa dilakukan pemberian cairan melalui akses intra oseus tetapi ini dilakukan
pada anak yang umurnya kurang dari 6 tahun. Setelah pemberian cairan pertama lihat tanda-
tanda vital. Bila sudah pasti ada perdarahan maka kehilangan 1 cc darah harus diganti dengan
cairan kristaloid 3 cc atau bila kehilangan darah 1 cc maka diganti dengan darah 1 cc
(sejumlah perdarahan).
Setelah itu kaji disability dengan menilai tingkat kesadaran klien baik dengan menilai
menggunakan skala AVPU: Alert (klien sadar), Verbal (klien berespon dengan dipanggil
namanya), Pain (klien baru berespon dengan menggunakan rangsang nyeri) dan Unrespon
(klien tidak berespon baik dengan verbal ataupun dengan rangsang nyeri).
Eksposure dan environment control buka pakaian klien lihat adanya jejas, perdarahan dan
bila ada perdarahan perlu segera ditangani bisa dengan balut tekan atau segera untuk masuk
ke kamar operasi untuk dilakukan laparotomy eksplorasi.
Secondary survey dari kasus ini dilakukan kembali pengkajian secara head to toe, dan
observasi hemodinamik klien setiap 15 30 menit sekali meliputi tanda-tanda vital (TD,Nadi,
Respirasi), selanjutnya bila stabil dan membaik bisa dilanjutkan dengan observasi setiap 1
jam sekali.
Pasang cateter untuk menilai output cairan, terapi cairan yang diberikan dan tentu saja hal
penting lainnya adalah untuk melihat adanya perdarahan pada urine. Pasien dipuasakan dan
dipasang NGT (Nasogastrik tube) utnuk membersihkan perdarahan saluran cerna,
meminimalkan resiko mual dan aspirasi, serta bila tidak ada kontra indikasi dapat dilakukan
lavage.
Observasi tstus mental, vomitus, nausea, rigid/kaku/, bising usus, urin output setiap 15 30
menit sekali. Catat dan laporkan segera bila terjadi perubahan secra cepat seperti tanda-tanda
peritonitis dan perdarahan.
Jelaskan keadaan penyakit dan prosedur perawatan pada pasien bila memungkinkan atau
kepada penanggung jawab pasien hal ini dimungkinkan untuk meminimalkan tingkat
kecemasan klien dan keluarga.
Kolaborasi pemasangan Central Venous Pressure (CVP) untuk melihat status hidrasi klien,
pemberian antibiotika, analgesic dan tindakan pemeriksaan yang diperlukan untuk
mendukung pada diagnosis seperti laboratorium (AGD, hematology, PT,APTT, hitung jenis
leukosit dll), pemeriksaan radiology dan bila perlu kolaborasikan setelah pasti untuk tindakan
operasi laparatomi eksplorasi.
B. ASMA BRONKIAL
1. Pengertian
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana
trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma bronchial adalah
suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai
rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya
dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan ( The American
Thoracic Society ).
2. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
a. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik,
seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora
jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
b. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik
atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi
saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan
dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema.
Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan
non-alergik.
3. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial.
a. Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg biasanya mempunyai keluarga
dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan.
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang
serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga.
Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus
segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan
dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau
aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
4. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar
bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda
asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai
berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah
antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat,
alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini
akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi
lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek
gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme
otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat.
Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi
karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar
bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah
akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi
sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional
dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
5. Manifestasi Klinik
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada
saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga
ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari
asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita
ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan.
Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain :
silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat
dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan
viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan
terdapatnya suatu infeksi.
Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan
dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan
gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka
kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin
bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat
dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
d. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
e. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih
dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari
20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga
penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan
tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
8. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
a. Status asmatikus.
b. Atelektasis.
c. Hipoksemia.
d. Pneumothoraks.
e. Emfisema.
f. Deformitas thoraks.
g. Gagal nafas.
9. Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera.
b. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
c. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma,
baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti
tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang
merawatnnya.
b. Pengobatan farmakologik :
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
1) Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
Orsiprenalin (Alupent)
Fenoterol (berotec)
Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan
semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk
bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan
broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah
menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
2) Santin (teofilin)
Nama obat :
Aminofilin (Amicam supp)
Aminofilin (Euphilin Retard)
Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda.
Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian :
Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan
perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk
tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang
mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga
dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini
digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah
atau lambungnya kering).
Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya
adalah untuk penderita asma alergi terutama anakanak. Kromalin biasanya diberikan
bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu
bulan.
Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan
dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberika secara oral.
10. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
a. Riwayat kesehatan yang lalu :
Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
Kaji riwayat pekerjaan pasien.
b. Aktivitas
Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-
hari.
Tidur dalam posisi duduk tinggi.
c. Pernapasan
Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.
Adanya bunyi napas mengi.
Adanya batuk berulang.
d. Sirkulasi
Adanya peningkatan tekanan darah.
Adanya peningkatan frekuensi jantung.
Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
Kemerahan atau berkeringat.
e. Integritas ego
Ansietas
Ketakutan
Peka rangsangan
Gelisah
f. Asupan nutrisi
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
Penurunan berat badan karena anoreksia.
g. Hubungan sosial
Keterbatasan mobilitas fisik.
Susah bicara atau bicara terbata-bata.
Adanya ketergantungan pada orang lain.
h. Seksualitas
Penurunan libido
Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan obat bantu.
Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh : meninggikan kepala tempat tidur,
duduk pada sandara tempat tidur.
Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll
Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi jantung
memberikan air hangat.
Kolaborasi
Berikan obat sesuai dengan indikasi bronkodilator.
Beberapa derajat spasme adanya bunyi nafas, ex: mengi bronkus terjadi dengan obstruksi
jalan nafas dan dapat/tidak dimanifestasikan adanya nafas advertisius.
Tachipnea biasanya ada pada pernafasan, beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stress/ adanya proses infeksi akut.
Disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses akut yang
menimbulkan perawatan di rumah sakit.
Merelaksasikan otot halus dan menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi
mukosa.
Sering lakukan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai.
Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dipsnea.
Rasa tak enak, bau menurunkan nafsu makan dan dapat menyebabkan mual/muntah dengan
peningkatan kesulitan nafas.
Menurunkan dipsnea dan meningkat-kan energi untuk makan, mening-katkan masukan.
Palpasi fremitus
Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA dan toleransi pasien.
Sianosis mungkin perifer atau sentral keabu-abuan dan sianosis sentral mengindikasi kan
beratnya hipoksemia.
Tachicardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.
Kolaborasi
Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau pengisapan untuk pewarnaan
gram,kultur/sensitifitas.
Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan.
Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan
merugikan.
b. Rekomendasi Surveilans
Pemasangan thermal scanner, di pintu-pintu masuk negara RI dengan tujuan untuk
mendeteksi kemungkinan kasus H1N1 yang berasal dari luar negeri.
Penelusuran kontak sudah tidak efektif karena sudah terjadi penularan di masyarakat.
Surveilans epidemiologi direkomendasikan hanya untuk :
Kasus-kasus yang memerlukan rawat inap, khususnya kasus dengan pneumonia.
Surveilans ILI berbasis laboratorium dan klinis secara sentinel. Hal ini dikarenakan tahapan
surveilans di Indonesia berdasarkan perkembangan kasus sudah memasuki fase mitigasi,
dimana containment atau pegendalian penyebaran sudah sulit untuk dilakukan.
Penghitungan tambahan kasus positif masih diperlukan hal ini terkait dengan perhitungan
kebutuhan logistik dan penyebaran luas wilayah yang terjangkit.
Khusus untuk kasus meninggal perlu dilengkapi data medis yang lebih lengkap, hal ini
untuk mendalami lebih lanjut tentang karakteristik kasus yang meninggal baik aspek
virologik, pathogenesis, patofisiologi maupun penatalaksanaannya
c. Surveilans Virologi
Surveilans saat ini sebaiknya lebih diarahkan kepada pengamatan secara intensif terhadap
kemungkinan mutasinya virus H1N1 (surveilans virologi Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Influenza A Baru H1N1 di laboratorium dan kasus klaster). Hal ini untuk
memonitor kemungkinan terjadinya peningkatan virulensi dari virus tersebut ataupun
kemungkinan perubahan karakteristik virus.
Diagnosis influenza A baru H1N1 secara klinis dibagi atas kriteria ringan, sedang dan berat.
Kriteria ringan yaitu gejala ILI, tanpa sesak napas, tidak disertai pneumonia dan tidak ada
faktor risiko.
Kriteria sedang gejala ILI dengan salah satu dari kriteria: faktor risiko, penumonia ringan
(bila terdapat fasilitas foto rontgen toraks) atau disertai keluhan gastrointestinal yang
mengganggu seperti mual, muntah, diare atau berdasarkan penilaian klinis dokter yang
merawat.
Kriteria berat bila dijumpai kriteria yaitu pneumonia luas (bilateral, multilobar), gagal
napas, sepsis, syok, kesadaran menurun, sindrom sesak napas akut (ARDS) atau gagal multi
organ.
Kelompok risiko tinggi pada dewasa adalah faktor yang dapat memperberat keadaan yaitu
penyakit paru kronik (asma, penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)), kehamilan, obesitas,
penyakit kronik lainnya (penyakit jantung, diabetes mellitus, gangguan metabolik, penyakit
ginjal, hemoglobinopati, penyakit immunosupresi, gangguan neurologi), malnutrisi dan usia
> 65 tahun.
Kelompok risiko tinggi pada anak adalah :
Anak berusia kurang dari 5 tahun.
Anak atau remaja (usia 6 bulan 18 tahun) yang mendapat terapi aspirin jangka panjang
dan berisiko mengalami sindrom Reye setelah mendapat infeksi virus influenza.
Anak dengan penyakit paru kronik (asma, bronkiektasis, dysplasia bronkopulmonal),
penyakit jantung, ginjal dan hati, penyakit neuromuskular kronik (sindrom down, CP spastic,
delayed development, miastenia gravis).
Anak dalam keadaan imunokompromais (keganasan, anemia aplastik,dalam terapi
imunosupresi atau HIV), diabetes mellitus, hipertensi, obesitas dan tinggal di rumah
perawatan dan fasilitas perawatan kesehatan lainnya.
Kriteria pneumonia berat pada dewasa yaitu bila dijumpai salah satu atau lebih kriteria
minor atau mayor.
Kriteria minor yaitu Frekuensi napas > 30 /menit, foto toraks paru menunjukkan kelainan
bilateral atau melibatkan 2 lobus, tekanan sistolik < 90 mmHg, tekanan diastolik < 60 mmHg.
Kriteria mayor yaitu perburukan foto toraks secara progresif dalam 24 jam, membutuhkan
vasopressor > 4 jam (septik syok), kreatinin serum >2 mg/dl atau peningkatan >2 mg/dl, pada
penderita penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis, PaO2/FiO2 kurang
dari 300 mmHg.
Kriteria pneumonia pada anak yaitu gejala ILI dan frekuensi napas yang cepat (frekuensi
napas sesuai usia) dan/atau terdapat kesukaran bernapas yang ditandai dengan retraksi sela
iga, retraksi epigastrium, retraksi suprasternal, retraksi subkostal (chest indrawing) atau napas
cuping hidung.
Antiviral
Direkomendasikan pemberian Oseltamivir atau Zanamivir. Zanamivir dapat diberikan pada
kasus yang diduga resisten Oseltamivir atau tidak dapat menggunakan Oseltamivir.
Pemberian antiviral tersebut diutamakan pada pasien rawat inap dan kelompok risiko tinggi
komplikasi.
Pengobatan dengan Zanamivir atau Oseltamivir harus dimulai sesegera mungkin dalam
waktu 48 jam setelah awitan penyakit.
Dosis pemberian Oseltamivir untuk dewasa adalah 2 x 75 mg selama 5 (lima) hari, dapat
diperpanjang sampai 10 hari tergantung respons klinis.
Dosis pemberian Zanamivir untuk usia = 7 tahun dan dewasa adalah 2 x 10 mg inhalasi.
Dosis Oseltamivir pada anak, 2 mg/kg BB dibagi dalam 2 (dua) dosis atau berdasarkan
kisaran berat badan.
Berat Badan Dosis Oseltamivir
< 15 Kg 30 mg (2x/hari) 15-23 Kg 45 mg (2x/hari) 24-40 Kg 60 mg (2x/hari) >40 Kg 75 g
(2x/hari)
Rekomendasi dosis oseltamivir untuk anak < 1 tahun. Usia Dosis Oseltamivir < 3 bulan 12
mg (2x/hari) 3-5 bulan 20 mg (2x/hari) 6-11 bulan 25 mg (2x/hari) Perempuan hamil
direkomendasikan untuk diberi Oseltamivir atau Zanamivir. Antiviral tidak
direkomendasikan untuk profilaksis pada influenza A (H1N1). Antibiotik Bila terjadi
pneumonia maka antibiotik direkomendasikan untuk diberikan berdasarkan evidence based
dan pedoman pneumonia didapat masyarakat. Antibiotik diberikan sesuai pedoman lokal.
Tidak direkomendasikan pemberian antibiotik profilaksis. Rekomendasi antibiotik pada
dewasa yang dianjurkan adalah golongan betalaktam atau sefalosporin generasi III,
aminoglikosida atau fluorokuinolon respirasi (levofloksasin atau moksifloksasin) kecuali
untuk anak. Pada anak dengan pneumonia ringan dapat diberikan Ampicillin (100
mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis) dan bila klinis berat Ampicillin dapat dikombinasikan dengan
golongan Aminoglikosida yaitu Gentamisin (7.5mg/kgBB/hr) atau Amikasin (15-25
mg/kgBB/ hr). Kortikosteroid Penggunaaan kortikosteroid secara rutin harus dihindarkan
pada pasien influenza A baru H1N1. Dapat diberikan pada syok septik yang memerlukan
vasopresor dan diduga mengalami adrenal insufisiensi. dapat diberikan dosis rendah
hidrokortison 300 mg /hari dosis terbagi. 5. Tatalaksana ICU pada Dewasa Kriteria
perawatan di ruang rawat intensif (ICU) adalah semua pasien yang memenuhi kriteria sepsis
berat, syok septic, acute lung injury (ALI) dan acute respiratory distress syndrome (ARDS).
Gangguan fungsi napas yang memerlukan perawatan intensif atau kriteria intubasi dan
penggunaan ventilator sesuai dengan kriteria Pontoppidan yang dimodifikasi. Bila
memasuki untuk tindakan observasi ketat, fisioterapi dada dan terapi oksigen sebaiknya
pasien dirujuk ke ICU atau paling tidak di high care unit. Bila terjadi kecenderungan
perburukan dalam waktu kurang dari 6 jam, yang menunjukkan kebutuhan oksigen yang
semakin meningkat untuk mendapatkan SaO2 > 95%, maka pasien dirujuk ke ICU.
7. Laboratorium
Uji diagnostik laboratorium yang direkomendasi untuk uji konfirmasi kasus influenza A
H1N1 adalah real time (RT)-PCR. Hasil dinyatakan positif jika untuk virus influenza A baru
H1N1 positif dan untuk H1, H3, dan H5 memberikan hasil negatif dengan teknik tersebut.
Pemeriksaan laboratorium untuk deteksi virus influenza A baru H1N1 diperlukan spesimen
swab atau aspirat nasofaring, swab hidung dan swab tenggorok atau bilas hidung atau aspirat
trachea pada saat pasien datang. Tata cara spesimen dan uji laboratorium meliputi jenis, cara
pengambilan, pengolahan dan penanganan spesimen serta metoda pemeriksaan sesuai dengan
pedoman yang dianjurkan CDC.
Uji Rapid Test untuk influenza A tidak direkomendasikan untuk uji konfirmasi kasus
influenza A baru H1N1.
Lembaga khusus untuk melakukan pemantauan karakter dan perubahan virus secara terus
menerus perlu ditetapkan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi serta
pengembangan vaksin influenza.
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) vaksin Influenza A Baru H1N1 seperti imunisasi
influenza musiman pada umumnya :
Reaksi lokal dan ringan: nyeri lokal bekas suntikan, kemerahan dan indurasi
Reaksi sistemik berupa: demam ringan, nyeri kepala, menggigil, lemas dan mialgia (flu-
like symptoms) jarang terjadi. Reaksi sistemik yang segera terjadi (sistemik anafilaktik)
jarang ditemukan dan belum dilaporkan. Reaksi sistemik lain yang perlu diantisipasi dan
dilaporkan pada orang dewasa adalah Sindrom Guillane Barre
Pada pasien dengan riwayat anafilaksis setelah makan telur atau adanya respons alergi
terhadap protein telur, vaksinasi influenza A baru H1N1 jangan diberikan
Kontra indikasi vaksinasi Influenza A baru H1N1 apabila terdapat riwayat anafilaksis pada
imunisasi terdahulu, sedang menderita penyakit demam akut yang berat dan individu dengan
defisiensi imun.
Referensi terbaru tentang vaksinasi Influenza A baru H1N1cukup dengan satu kali
pemberian terbukti memperlihatkan daya proteksi yang baik.
9. Rekomendasi Penelitian
Memantau proporsi H1N1/H5N1 terhadap flu musiman secara berkesinambungan.
Memantau karakteristik virologi H1N1.
Mengevaluasi rapid test yang beredar.
Mengevaluasi sensitivitas obat antivirus.
Mengevaluasi efektivitas obat antivirus baik monoterapi maupun kombinasi pada kasus
berat.
Meneliti kasus berat dan meninggal, faktor-faktor yang berpengaruh, diagnostik virologik,
karakteristik klinik, parameter yang digunakan untuk menilai prognosis, evaluasi terapi
farmakologik dan non farmakologik.
Mengevaluasi manfaat vaksin flu musiman terhadap H1N1, khususnya dalam mencegah
atau menekan tingkat keparahan penyakit dan kematian.
Mengevaluasi efektifitas dan KIPI vaksin H1N1.
10. Penutup
Mengingat situasi influenza A baru H1N1 masih terus berkembang perlu dilakukan
pemantauan secara terus menerus serta merevisi setiap ada fenomena baru atau hal hal baru
yang bermakna baik dari aspek epidemiologik, virologik, klinik, terapi maupun imunisasi
dengan tujuan mencegah meluasnya penyakit, mencegah kematian dan menekan angka
kematian seminimal mungkin.
Diposkan oleh mari_ke_surga di 14.37
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Poskan Komentar
Pengikut
Arsip Blog
2011 (6)
2010 (31)
o Desember (15)
Komponen Pengkajian Keperawatan
PINDANG OTAK-OTAK
Telinga
anemia hemolitik
PERSONAL HYGIENE
SISTEM SARAF
Terminologi
Trauma Abdomen
TUGAS JURNAL KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
TRAUMA A...
Novel Ekologi : Pertarungan
TERAPI PERNAPASAN
PENGKHIANATAN KAUM CENDEKIAWAN
Novel : Hari Esok masih Panjang
INSOMNIA
R. OTTO ISKANDAR DINATA
o November (16)
Mengenai Saya
mari_ke_surga
Lihat profil lengkapku