Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN
GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL

AMPUTASI & DISLOKASI

OLEH :
1. B. YUSRIANA EKAWATI
2. HASNAENI
3. INCE SRI FAJRIANTI
4. MERI ANDAYANI
5. NUR INSANI
6. SRI WAHYUNI DAMSI

AKADEMI KEPERAWATAN MAKASSAR


2008
BAB I
KONSEP MEDIK

A. PENGERTIAN
Amputasi berasal dari kata amputare yang kurang lebih diartikan
pancung. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan
bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas.
Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi
pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas
sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan tekhnik lain
atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh
klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat
menimbulkan komplikasi infeksi.

B. ETIOLOGI / FAKTOR PREDISPOSISI


Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :
1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki
2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki
3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat
4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh
lainnya
5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara
konservatif
6. Deformitas organ
7. Trauma

C. TIPE AMPUTASI
1. Amputasi Terbuka
Dilakukan pada kondisi yang berat dimana pemotongan pada tulang
dan otot pada tingkat yang sama. Yang memerlukan tekhnik aseptik
ketat dan revisi lanjut.
2. Amputasi Tertutup
Dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat
skait kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang
lebih 5cm di bawah potongan otot dan tulang.
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
o Amputasi selektif / rencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan
mendapat penanganan yang baik serta terpantau secra terus-
menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif
terakhir.
o Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak
direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi
lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
o Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan.
Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat
seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan
kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan tergantung pada kondisi dasar perlunya amputasi dan
digunakan untuk menentukan tingkat yang tepat untuk amputasi.
Foto ronsen : mengidentifikasi abnormalitas tulang
CT Skan : mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis, pembentukan
hematoma.
Angiografi dan pemeriksaan aliran darah : mengevaluasi perubahan
sirkulasi/perfusi jaringan dan membantu memperkirakan potensial
penyembuhan jaringan setelah amputasi.
Ultrasound Doppler, flowmetri doppller laser : dilakukan untuk mengkaji
dan mengukur aliran darah.
Tekanan O2 transkutaneus : memberi peta area perfusi paling besar
dan paling kecil dalam keterlibatab ekstremitas.
Termografi : mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik pada
dua sisi dari jaringan kutaneus ke tengah tulang. Perbedaan yang
rendah antara dua pembacaan, makin besar kesempatan untuk
sembuh.
Pletismografi : mengukur TD segmental bawah terhadap ekstremitas
bawah mengevaluasi aliran darah arterial.
LED : peninggian mengindikasikan respon inflamasi
Kultur luka : mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab.
Biopsi : mengkonfirmasi diagnosa massa benigna/maligna.
Hitung darah lengkap/diferensial : peninggian dan perpindahan ke kiri
diduga proses infeksi.

E. PENATALAKSANAAN
Tingkat Amputasi
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai
penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasar dua
faktor : peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional.
Tujuan pembedahan adalah mempertahankan sebanyak mungkin
panjang ekstremitas konsisten dengan pembasmian proses penyakit.
Mempertahankan lutut dan siku adalah pilihan yang diinginkan. Hampir
pada semua tingkat amputasi dapat dipasangi protesis.
Sisa Tungkai
Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka
amputasi, menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri
tekan dengan kulit yang sehat untuk penggunaan protesis.
Balutan Rigid Tertutup. Balutan Rigid Tertutup sering digunakan
untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan
lunak, mengontrol nyeri, dan mencegah kontraktur.
Balutan lunak. Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat
digunakan bila diperlukan inspeksi berkala puntung sesuai
kebutuhan. Bidal imobilisasi dapat dibalutkan dengan balutan.
Hematoma (luka) puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk
meminimalkan infeksi.
Amputasi Bertahap. Amputasi bertahap bisa dilakukan bila ada
gangren atau infeksi.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi, dan kerusakan kulit.
Karena ada pembuluh darah besar yang dipotong, dapat terjadi
perdarahan masif. Infeksi merupakan infeksi pada semua pembedahan;
dengan peredaran darah buruk atau kontaminasi luka setelah amputasi
traumatika, risiko infeksi meningkat. Penyembuhan luka yang buruk dan
iritasi akibat protesis dapat menyebabkan kerusakan kulit.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Aktivitas/Istirahat
Gejala : Keterbatasan aktual/antisipasi yang dimungkinkan oleh
kondisi/amputasi
Integritas Ego
Gejala : Masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situasi
finansial, reaksi orang lain. Perasaan putus asa, tidak berdaya.
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka, marah, ketakutan, menarik diri,
keceriaan semu.
Seksualitas
Gejala : Masalah tentang keintiman hubungan
Interaksi sosial
Gejala : Masalah sehubungan dengan penyakit/kondisi. Masalah
tentang peran fungsi, reaksi orang lain

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b/d amputasi
2. Gangguan mobilisasi b/d amputasi
3. Gangguan citra diri b/d kehilangan bagian tubuh
4. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d ketidakadekiuatan jaringan primer
5. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi
C. RENCANA KEPERAWATAN
NDX 1
Tindakan :
1. Catat lokasi dan intensitas nyeri. Selidiki perubahan karakteristik nyeri,
contoh kebas, kesemutan.
R/ : Perubahan dapat mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
2. Tinggikan bagian yang sakit dengan dengan meninggikan kaki tempat
tidur.
R/ : Menurunkan kelelahan otot dan tekanan kulit/karingan.
3. Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi sering, pijatan
punggung).
R/ : Meningkatkan relaksasi.
4. Terima kenyataan sensasi fantom yang biasanya hilang dengan
sendirinya.
R/ : Mengetahui tentang sensasi ini memungkinkan pasien memahami
fenomena normal yang dapat terjadi segera atau beberapa minggu
setelah operasi.
5. Beri analgesik.
R/ : Klien sering bingung membedakan nyeri insisi dengan nyeri panthom.

NDX 2
Tindakan :
1. Bantu latihan rentang gerak khusus untuk area yang sakit dan yang
tak sakit mulai secara dini.
R/ : Mencegah kontraktur, perubahan bentuk, yang dapat terjadi dengan
cepat dan dapat memperlambat penggunaan protesis.
2. Dorong latihan aktif untuk paha atas dan lengan atas.
R/ : Meningkatakan kekuatan otot untuk pemindahan.
3. Bantu tekhnik pemindahan dan penggunaan alat mobilitas.
R/ : Membantu perawatan diri dan kemandirian pasien.
4. Bantu dengan ambulasi.
R/ : Menurunkan potensial untuk cedera.

NDX 3
1. Kaji/pertimbangan persiapan pasien dan pandangan terhadap
amputasi.
R/ : Pasien yang memandang amputasi sebagai pemotongan hidup atau
rekonstruksi akan menerima diri yang baru lebih cepat.
2. Dorong ekspresi ketakutan, perasaan negatif, dan kehilangan bagian
tubuh.
R/ : Ekspresi emosi membantu pasien mulai menerima kenyataan dan
realitas hidup tanpa tungkai.
3. Diskusikan persepsi pasien tentang diri dan hubungannya dengan
perubahan dan bagaimana pasien melihat dirinya dalam pola/peran
fungsi yang biasanya.
R/ : Membantu pemecahan masalah sehubungan dengan pola hidup
sebelumnya.
4. Dorong partisipasi dalam aktivitas sehari-hari.
R/ : Meningkatkan kemandirian dan meningkatkan harga diri.
5. Berikan kunjungan oleh orang yang telah diamputasi, khusunya
seseorang yang berhasil dalam rehabilitasi.
R/ : Dapat membagi pengalaman.

NDX 4
Tindakan :
1. Awasi tanda vital.
R/ : Peningkatan suhu dapat menunjukkan terjadinya sepsis.
1. Pertahankan tekhnik antiseptik bila mengganti balutan/merawat luka.
R/ : Meminimalkan kesempatan introduksi mikroorganisme.
2. Inspeksi balutan dan luka, pethatikan karakteristik drainase.
R/ : Deteksi dini terjadinya infeksi dan mencegah komplikasi lebih serius .
3. Tutup balutan dengan plastik bila menggunakan pispot.
R/ : Mencegah kontaminasi pada tungkai bawah.
4. Berikan antibiotik sesuai indikasi.
R/ : Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaksis.

NDX 5
1. Intruksikan perawatan balutan/luka.
R/ : Meningkatkan perawatn diri kompeten
2. Diskusikan perawatan puntung umum.
R/ : memahami dan mampu melakukan.
3. Dorong kesinambungan program latihan pasca operasi.
R/ : Meningkatkan sirkulasi/penyembuhan dan fungsi bagian yang sakit.
4. Tekankan pentingnya diet seimbang dan pemasukan cairan adekuat.
R/ : Memenuhi kebutuhan nutrien untuk regenerasi jaringan
penyembuhan.
BAB I
KONSEP MEDIK

A. PENGERTIAN
Dislokasi terjadi saat ligament memberikan jalan sedemikian rupa
sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi.
o Dislokasi sendi adalah suatu keadaan di mana permukaan sendi
tulang yang membentuk sendi tak lagi dalam hubungan anatomis.
Secara kasar tulang lepas dari sendi.
o Sublikasi adalah dislokasi parsial permukaan persendian.
o Dislokasi traumatik adalah kedaruratan ortopedi, karena struktur sendi
yang terlibat, pasokan darah, dan saraf rusak susunannya dan
mengalami stress berat, bila tidak dislokasi ditangani segera, dapat
terjadi nekrosis avakuler dan paralisis saraf.

B. ETIOLOGI
1. Kongenital (terjadi sejak lahir, akibat kesalahan pertumbuhan, paling
sering terlihat pada pinggul)
2. Spontan atau patologik, akibat penyakit struktur sendi dan jaringan
sendi, atau
3. Trauma, akibat cedera di mana sendi mengalami kerusakan akibat
kekerasan

C. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala dislokasi traumatik adalah :
Nyeri
Perubahan kontur sendi
Perubahan panjang ekstremitas
Kehilangan mobilitas abnormal
Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan sinar-X akan menegakkan diagnosis dan
memperlihatkan kemungkinan adanya fraktur yang terjadi.

E. PENATALAKSANAAN
Sendi yang terkena harus diimobilisasi saat pasien dipindahkan.
Dislokasi direduksi (mis. Bagian yang bergeser dikembalikan ke tempat
semula), biasanya di bawah anestesi. Kaput tulang yang mengalami
dislokasi harus dimanipulasi dikembalikan ke rongga sendi. Sendi
kemudian diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips, atau traksi dan
dijaga tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah
reduksi, gerakan aktif lembut tiga atau empat kali sehari dapat
mengembalikan kisaran gerak sendi. Sendi harus tetap disangga di antara
dua saat latihan.

Anda mungkin juga menyukai