Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

PELVIC INFLAMATORY DESEASE

Pembimbing
dr. Gunawan Budi Santoso, Sp.OG

Oleh
Sentosa Sinaga
61109021

UNIVERSITAS BATAM
KEPANITERAAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM EMBUNG FATIMAH BATAM
2017
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
Pelvic Imflamatory Desease dengan baik.
Selanjutnya, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Gunawan Budi Santosa, Sp.OG selaku dosen pembimbing yang telah
membantu penyelesaian referat ini. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada
rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan
kritik guna menyempurnakan referat ini di masa mendatang. Kami berharap referat
ini dapat bermanfaat bagi teman-teman di FK UNIBA dalam memperdalam ilmu di
bidang kedokteran obstetric dan ginekologi.

Batam, 12 April 2017

Penulis
BAB I
LAPRAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.N
JenisKelamin : Perempuan
Usia : 40 tahun
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Alamat : Kav. Baru blok aa no 17 bt.aji
No RM : 117452
Tanggal MRS : 8 Maret 2017

B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama:
Nyeri perut bagian bawah

2. Riwayat perjalanan penyakit sekarang:


Keluhan nyeri perut bagian bawah dirasakan sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit, nyeri dirasakan terus menerus.
Pasien juga merasakan nyeri pinggang dan nyeri ulu hati
Pasien juga mengaku ada keputihan, warna putih kekuningan , tidak
berbau dan tidak gatal.
Pasien mengaku menstruasi tidak teratur dengan durasi 5-6 hari, nyeri
saat menstruasi (+)
Nyreri buang kecil (-)

3. Riwayat menstruasi
Menarche umur 13 tahun, menstruasi setiap bulan tidak teratur, dengan
lama menstruasi 5-6 hari, nyeri haid tidak ada.
4. riwayat perkawinan
Menikah pertama tahun 2004

Menikah kedua tahun 2009

5. Riwayat Obstetri :
2011, PN, Perempuan, 3200 gram
2011, PN, laki-laki, 3000 gram

6. Riwayat kontrasepsi
Kontrasepsi suntik 3 bulan selama 6 tahun

7. Riwayat penyakit dahulu


Hipertensi : (-)
Diabetes mellitus : (-)
Penyakit jantung : (-)
Asma : (-)
Kanker : (-)

8. Riwayat Ginekologi
Riwayat keputihan : (-)
Riwayat perdarahan pasca berhubungan : (-)
Riwayat terlambat haid : (+)
Riwayat nyeri saat menstruasi : (+)

C. PEMERIKSAAN FISIK UMUM


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign : TD : 110/70 mmHg
HR : 84 kali/menit
RR : 22 kali/menit
Suhu : 36,8 C
Kepala : Kulit pucat (-), normochepali, turgor kulit normal.
Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva anemis -/-, sclera
ikterus -/-, edema palpebra (-)

THT : Otorea (-), rinorea (-)


Mulut : mukosa bibir pucat (+), kering (-), lidah kotor (-).
Leher : Massa (-), tidak terdapat pembesaran kelenjar
getah bening.

Thorax
Pulmo :
Inspeksi : Bentuk simetris, gerakan dinding dada simetris, pelebaran
sela iga (-), tipe pernafasan vesikuler
Palpasi : Pengembangan dinding dada simetris, fremitus raba sama,
nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru.
Auskultasi : Vesikuler +/+, ronkhi -/-, whezing -/-

Cor :
Inspeksi : iktus cordis (-)
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Auskultasi : bunyi jantung regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:
Inspeksi : datar, ikut gerak napas
Auskultasi : peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : MT (-), NT (-), Hepar tidak teraba. Lien teraba (S-1).
Perkusi : timpani (+)

Ekstremitas atas:
Warna kulit normal, turgor kulit baik, edema -/-, akral hangat +/+.
Ekstremitas bawah:
Warna kulit normal, turgor kulit baik, edema -/-, akral hangat +/+.

PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
TFU : Tidak teraba
Inspekulo : Tampak erosi dan eritema pada serviks

Pemeriksaan Dalam Vagina: Tidak dilakukan


Fluxus : Darah (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium dan darah rutin

Hematologi
Pemeriksaa Nilai
Hasil
n rujukan
11-16,5
Hemoglobin 11,5
gr/dl
3500-
Leukosit 4.540
10.000 /ul
Hematokrit 38 35-50 %
3,6 5,3
Eritrosit 3,6
juta/ul
150.000-
Trombosit 364
500.000/ul
MCV 75,0 80-97 f
26,5-33,5
MCH 26,1
pg
31,5-33,5
MCHC 32,8
g/dl
<200
GDS 87
mg/dl

Urinalisa
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
1.003-
Berat Jenis 1.015
1.030
Ph 5,0
Lekosit Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Protein Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Urobilinoge Negatif Negatif
n
Bilirubin Negatif Negatif
Eritrosit + Negatif
E. DIAGNOSIS
Pelvic Inflammatory Disease

F. TERAPI :
Ceftriaxine 2 x 500 mg
Metronidazole 3 x 500 mg

G. FOLLOW UP

Tanggal Perjalanan Penyakit Tindakan


10/05/2 S: Nyeri perut bagian bawah - Ivfd RL 20 tpm
- Ceftriaxone
017 (+), nyeri ulu hati (+), nyeri
2x1 gr
pinggang (+).
- Ketorolac 2x1
O: KU: Baik - Metronidazole
KS : CM 3x500 mg
- Ranitidine 2x1
TD: 110/70 mmHg
- Nystatin ovula
HR: 79x/i
vagina 2x1
RR: 20x/i
T: 36,5oC
A: Pelvic Inflammatory Disease
11/05/2 S: nyeri perut bagian bawah - Ceftriaxone
017 (+), nyeri ulu hati (+) 2x1 gr
- Ketorolac 2x1
O: KU: baik
- Metronidazole
KS : cm
3x500 mg
TD: 110/80 mmHg - Ranitidine 2x1
- Nystatin ovula
HR: 80 x/i
vagina 2x1
RR: 20 x/i
T: 36,8oC
A: Pelvic Inflammatory
Disease
12/05/2 S: nyeri perut bagian bawah OS boleh pulang
017 berkurang
O: KU: baik
KS: cm
TD: 110/70 mmHg
HR: 84 x/i
RR: 22 x/i
T: 36,8oC
A: Pelvic Inflammatory
Disease

H. RESUME
Seorang perempuan 40 tahun datang dengan keluhan nyeri perut bagian
bawah dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, nyeri dirasakan
terus menerus. Pasien juga merasakan nyeri pinggang dan nyeri ulu hati. Pasien
juga mengaku ada keputihan, warna putih kekuningan , tidak berbau dan tidak
gatal. Pasien mengaku menstruasi tidak teratur dengan durasi 5-6 hari, nyeri saat
menstruasi (+) Nyreri buang kecil (-). Menarche umur 13 tahun,
menstruasi setiap bulan tidak teratur, dengan lama menstruasi 5-6 hari, nyeri
haid tidak ada. Riwayat menikah dua kali pada tahun 2004 dan 2009.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Pelvic inflammatory disease (PID) adalah penyakit infeksi dan inflamasi pada
traktur reproduksi bagian atas, termasuk uterus, tuba fallopi, dan struktur penunjang
pelvis. PID merupakan sebuah spektrum infeksi pada traktus genitalia wanita yang
termasuk di dalamnya endometritis, salpingitis, tuba-ovarian abses, dan peritonitis.
PID biasanya disebabkan oleh kolonisasi mikroorganisme di endoserviks yang
bergerak ke atas menuju endometrium dan tuba fallopi. Inflamasi dapat timbul kapan
saja dan pada titik manapun di traktus genitalia.
2. Epidemiologi dan Faktor Resiko
Epidemiologi
PID adalah masalah kesehatan yang cukup sering. Sekitar 1 juta kasus PID
terjadi di Amerika Serikat dalam setahun dan total biaya yang dikeluarkan melebihi 7
juta dollar per tahun. Lebih dari seperempat kasus PID membutuhkan rawatan inap.
PID menyebabkan 0,29 kematian per 1000 wanita usia 15-44 tahun. Diperkirakan
100000 wanita menjadi infertil diakibatkan oleh PID.
WHO mengalami kesulitan dalam menentukan prevalensi PID akibat dari
beberapa hal termasuk kurangnya pengenalan penyakit oleh pasien, kesulitan akses
untuk merawat pasien, metode subjektif yang digunakan untuk mendiagnosa, dan
kurangnya fasilitas diagnosti pada banyak negara berkembang, dan sistem kesehatan
masyarakat yang sangat luas.

Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor resiko terjadinya PID, namun yang utama adalah
aktivitas seksual. PID yang timbul setelah periode menstruasi pada wanita dengan
aktivitas seksual berjumlah sekitar 85%, sedangkan 15% disebabkan karena luka pada
mukosa misalnya akbiat AKDR atau kuretase.
Resiko juga meningkat berkaitan dengan jumlah pasangan seksual. Wanita
dengan lebih dari 10 pasangan seksual cenderung memiliki peningkatan resiko
sebesar 3 kali lipat. Usia muda juga merupakan salah satu faktor resiko yang
disebabkan oleh kurangnya kestabilan hubungan seksual dan mungkin oleh kurangnya
imunitas.
Factor resiko lainnya yaitu pemasangan kontrasepsi, etnik, status postmarital
dimana resiko meningkat 3 kali dibanding yang tidak menikah, infeksi bakterial
vaginosis, dan merokok. Peningkatan resiko PID ditemukan pada etnik berkulit putih
dan pada golongan sosioekonomik rendah. PID sering muncul pada usia 15-19 tahun
dan pada wanita yang pertama kali berhubungan seksual.
Pasien yang digolongkan memiliki resiko tinggi untuk PID adalah wanita
berusia dibawah 25 tahun, menstruasi, memiliki pasangan seksual yang multipel,
tidak menggunakan kontrasepsi, dan tinggal di daerah yang tinggi prevalensi penyakit
menular seksual. PID juga sering timbul pada wanita yang pertama kali berhubungan
seksual. Pemakaian AKDR meningkatkan resiko PID 2-3 kali lipat pada 4 bulan
pertama setelah pemakaian, namun kemudian resiko kembali menurun. Wanita yang
tidak berhubungan seksual secara aktif dan telah menjalani sterilisasi tuba, memiliki
resiko yang sangat rendah untuk PID.

3. Etiologi
PID biasanya disebabkan oleh mikroorganisme penyebab penyakit menular
seksual seperti N. Gonorrhea dan C. Trachomatis. Mikroorganisme endogen yang
ditemukan di vagina juga sering ditemukan pada traktus genitalia wanita dengan PID.
Mikroorganisme tersebut termasuk bakteri anaerob seperti prevotella dan
peptostreptokokus seperti G. vaginalis. Bakteri tersebut bersama dengan flora vagina
menyebar secara asenden dan secara enzimatis merusak barier mukosa serviks. N.
gonorrhea dan C. Trachomatis telah diduga menjadi agen etiologi utama PID, baik
secara tunggal maupun kombinasi. C. trachomatis adalah bakteri intraseluler patogen.
Secara klinis, infeksi akibat parasit intraseluler obligat ini bermanifestasi dengan
servisitis mukopurulen.
Bakteri fakultatif anaerob dan flora endogen vagina dan perineum juga diduga
menjadi agen etiologi potensial untuk PID. Yang termasuk diantaranya adalah
Gardnerella vaginalis, Streptokokus agalactiae, Peptostreptokokus, Bakteroides, dan
mycoplasma genital, serta ureaplasma genital. Patogen nongenital lain yang dapat
menyebabkan PID yaitu haemophilus influenza dan Haemophilus parainfluenza.
Actinomices diduga menyebabkan PID yang dipicu oleh penggunaan AKDR. Pada
negara yang kurang berkembang, PID mungkin disebabkan juga oleh salpingitis
granulomatosa yang disebabkan Mycobakterium tuberkulosis dan Schistosoma.

4. Patofisiologi
PID disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme secara asenden ke traktus
genital atas dari vagina dan serviks. Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas
penyebaran tersebut tidak diketahui, namun aktivitas seksual mekanis dan pembukaan
serviks selama menstruasi mungkin berpengaruh.
Banyak kasus PID timbul dengan 2 tahap. Tahap pertama melibatkan akuisisi
dari vagina atau infeksi servikal. Penyakit menular seksual yang menyebabkannya
mungkin asimptomatik. Tahap kedua timbul oleh penyebaran asenden langsung
mikroorganisme dari vagina dan serviks. Mukosa serviks menyediakan barier
fungsional melawan penyebaran ke atas, namun efek dari barier ini mungkin
berkurang akibat pengaruh perubahan hormonal yang timbul selama ovulasi dan
mestruasi. Gangguan suasana servikovaginal dapat timbul akibat terapi antibiotik dan
penyakit menular seksual yang dapat mengganggu keseimbangan flora endogen,
menyebabkan organisme nonpatogen bertumbuh secara berlebihan dan bergerak ke
atas. Pembukaan serviks selama menstruasi dangan aliran menstrual yang retrograd
dapat memfasilitasi pergerakan asenden dari mikrooragnisme. Hubungan seksual juga
dapat menyebabkan infeksi asenden akibat dari kontraksi uterus mekanis yang ritmik.
Bakteri dapat terbawa bersama sperma menuju uterus dan tuba.
Faktor resiko meningkat pada wanita dengan pasangan seksual multipel,
punya riwayat penyakit menular seksual sebelumnya, pernah PID, riwayat pelecehan
seksual, berhubungan seksual usia muda, dan mengalami tindakan pembedahan. Usia
muda mengalami peningkatan resiko akibat dari peningkatan permeabilitas mucosal
serviks, zona servical ektopi yang lebih besar, proteksi antibody chlamidya yang
masih rendah, dan peningkatan perilaku beresiko. Prosedur pembedahan dapat
menghancurkan barier servikal, sehingga menjadi predisposisi terjadi infeksi.

Gambar 1. Anatomi superfisial saluran genitalia wanita dalam rongga pelvis

Figure 16.1 Micro-organisms originating in the endocervix ascend into


the endometrium, fallopian tubes, and peritoneum, causing pelvic
inflammatory disease (endometritis,salpingitis,peritonitis).
AKDR telah diduga merupakan predisposisi terjadinya PID dengan
memfasilitasi transmisi mikroorganisme ke traktus genitalia atas. Kontrasepsi oral
justru mengurangi resiko PID yang simptomatik, mungkin dengan meningkatkan
viskositas mukosa oral, menurunkan aliran menstrual antegrade dan retrograde, dan
memodifikasi respon imun local.

5. Jenis - Jenis
Beberapa jenis inflamasi yang termasuk PID dan sering ditemukan adalah :
Salpingitis
Mikroorganisme yang tersering menyebabkan salpingitis adalag N.
Gonorhea dan C. trachomatis. Salpingitis timbul pada remaja yang memiliki
pasangan seksual multiple dan tidak menggunakan kontrasepsi. Gejala meliputi
nyeri perut bawah dan nyeri pelvis yang akut. Nyeri dapat menjalar ke kaki. Dapat
timbul sekresi vagina. Gejala tambahan berupa mual, muntah, dan nyeri kepala.
Temuan laboratorium yaitu normal leukosit atau
leukositosis.Penatalaksanaan adalah dengan antimicrobial terapi. Pasien harus
dihospitalisasi, tirah baring, dan diberi pengobatan empirik. Prognosis bergantung
pada terapi antimicrobial spectrum luas dan istirahat yang total. Komplikasi berupa
hidrosalping, pyosalping, abses tubaovarian, dan infertilitas.

Abses Tuba Ovarian


Abses ini dapat muncul setelah onset salpingitis, namun lebih sering akibat
infeksi adnexa yang berulang. Pasien dapat asimptomatik atau dalam keadaan
septic shock. Onset ditemukan 2 minggu setelah menstruasi dengan nyeri pelvis
dan abdomen, mual, muntah, demam, dan takikardi. Seluruh abdomen tegang dan
nyeri. Leukosit dapat rendah, normal, atau sangat meningkat.
Diagnosa diferensial yaitu kista ovarium, neoplasma ovarium, kehamilan
ektopik, dan periapendiceal abses. Penatalaksanaan awal dengan antibiotik. Jika
massa tidak mengecil setelah 2-3 minggu terapi antibiotic, merupakan indikasi
pembedahan.

6. Diagnosis
Secara tradisional, diagnosa PID didasarkan pada trias tanda dan gejala
yaitu, nyeri pelvik, nyeri pada gerakan serviks, dan nyeri tekan adnexa, dan
adanya demam. Namun, saat ini telah terdapat beberapa variasi gejala dan tanda
yang membuat diagnosis PID lebih sulit. 3 beberapa wanita yang mengidap PID
bahkan tidak bergejala.

Clinical Criteria for the Diagnosis of Pelvic Inflammatory Disease


Gejala dan Tanda
Nyeri tekan organ pelvis
Leukorrhea dan mucopurulen endoservisitis
Kriteria tambahan untuk meningkatkan spesifisitas diagnose
Biopsy endometrium yang menunjukkan endometritis
Paningkatan C-reactive protein atau erythrocyte sedimentation rate
Suhu lebih dari 38C
Leukositosis
Test Positif untuk gonorrhea atau chlamydia
Criteria rumit
Ultrasound menunjukkan tubo-ovarian abscess
Laparoscopi menunjukkan konfirmasi salpingitis

Penegakan diagnosa dimulai dengan anemnese, dimana pasien dapat


mengeluhkan gejala yang bervariasi. Gejala muncul pada saat awal siklus menstruasi
atau pada saat akhir menstruasi. Nyeri abdomen bagian bawah dijumpai pada 90%
kasus dengan kriteria nyeri tumpul, bilateral, dan konstan.Nyeri diperburuk oleh
gerakan, olahraga, atau koitus.1 Nyeri dapat juga dirasakan seperti tertusuk, terbakar,
atau kram. Nyeri biasanya berdurasi <7 hari.
Sekresi cairan vagina terjadi pada 75% kasus. Demam dengan suhu >38,
mual, dan muntah. gejala tambahan yang lain meliputi perdarahan per vaginam, nyeri
punggung bawah, dan disuria. Nyeri organ pelvis dijumpai pada PID. Adanya nyeri
pada pergerakan serviks menandakan adanya inflamasi peritoneal yang menyebabkan
nyeri saat peritoneum teregang pada pergerakan serviks dan menyebabkan tarikan
pada adnexa.
PID dapat didiagnosa dengan riwayat nyeri pelvis, sekresi cairan vagina, nyeri
tekan adnexa, demam, dan peningkatan leukosit.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, biasanya didapati :
Nyeri tekan perut bagian bawah
Pada pemeriksaan pelvis dijumpai : sekresi cairan mukopurulen, nyeri pada
pergerakan serviks, nyeri tekan uteri, nyeri tekan adnexa yang bilateral
Mungkin ditemukan adanya massa adnexa

Beberapa tanda tambahan adalah :


Suhu oral lebih dari 38C

Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai jumlah leukosit lebih dari 100.000 pada
50% kasus. Hitung leukosit mungkin normal, meningkat, atau menurun, dan tidak
dapat digunakan untuk menyingkirkan PID.
Peningkatan erythrocyte sediment rate digunakan untuk membantu diagnose
namun tetap tidak spesifik.
Peningkatan c-reaktif protein, tidak spesifik.
Pemeriksaan DNA dan kultur gonorrhea dan chlamidya digunakan untuk
mengkonfirmasi PID.
Urinalisis harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi saluran
kemih.
Secara tradisional, diagnosa PID didasarkan pada trias tanda dan gejala yaitu,
nyeri pelvik, nyeri pada gerakan serviks, dan nyeri tekan adnexa, dan adanya demam.
Namun, saat ini telah terdapat beberapa variasi gejala dan tanda yang membuat
diagnosis PID lebih sulit.3 beberapa wanita yang mengidap PID bahkan tidak
bergejala.
Penegakan diagnosa dimulai dengan anemnese, dimana pasien dapat
mengeluhkan gejala yang bervariasi. Gejala muncul pada saat awal siklus menstruasi
atau pada saat akhir menstruasi. Nyeri abdomen bagian bawah dijumpai pada 90%
kasus dengan kriteria nyeri tumpul, bilateral, dan konstan.Nyeri diperburuk oleh
gerakan, olahraga, atau koitus.1 Nyeri dapat juga dirasakan seperti tertusuk, terbakar,
atau kram. Nyeri biasanya berdurasi <7 hari.
Sekresi cairan vagina terjadi pada 75% kasus. Demam dengan suhu >38,
mual, dan muntah. gejala tambahan yang lain meliputi perdarahan per vaginam, nyeri
punggung bawah, dan disuria. Nyeri organ pelvis dijumpai pada PID. Adanya nyeri
pada pergerakan serviks menandakan adanya inflamasi peritoneal yang menyebabkan
nyeri saat peritoneum teregang pada pergerakan serviks dan menyebabkan tarikan
pada adnexa.
PID dapat didiagnosa dengan riwayat nyeri pelvis, sekresi cairan vagina, nyeri
tekan adnexa, demam, dan peningkatan leukosit.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, biasanya didapati :
Nyeri tekan perut bagian bawah
Pada pemeriksaan pelvis dijumpai : sekresi cairan mukopurulen, nyeri
pada pergerakan serviks, nyeri tekan uteri, nyeri tekan adnexa yang
bilateral
Mungkin ditemukan adanya massa adnexa
Beberapa tanda tambahan adalah :
Suhu oral lebih dari 38C

Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai jumlah leukosit lebih dari 100.000
pada 50% kasus. Hitung leukosit mungkin normal, meningkat, atau
menurun, dan tidak dapat digunakan untuk menyingkirkan PID.
Peningkatan erythrocyte sediment rate digunakan untuk membantu
diagnose namun tetap tidak spesifik.
Peningkatan c-reaktif protein, tidak spesifik.
Pemeriksaan DNA dan kultur gonorrhea dan chlamidya digunakan untuk
mengkonfirmasi PID.
Urinalisis harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi
saluran kemih.

7. Diagnosa Differensial
Beberapa diagnosa banding untuk PID adalah :
tumor adnexa
appendicitis
servisitis
kista ovarium
torsio ovarium
aborsi spontan
infeksi saluran kemih
kehamilan ektopik
endometriosis

8. Pencegahan
Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1.Pencegahan dapat dilakukan dengan mecegah terjadi infeksi yang disebabkan
oleh kuman penyebab penyakit menular seksual, terutama chlamidya.
Peningkatan edukasi masyarakat, penapisan rutin, diagnosis dini, serta
penanganan yang tepat terhadap infeksi chlamidya berpengaruh besar dalam
menurunkan angka PID. Edukasi hendaknya focus pada metode pencegahan
penyakit menular seksual, termasuk setia terhadap satub pasangan,
menghindari aktivitas seksual yang tidak aman, dan menggunakan pengaman
secara rutin.
2.Adanya program penapisan penyakit menular seksual dapat mencegah
terjadinya PID pada wanita. Mengadakan penapisan terhadap pria perlu
dilakukan untuk mencegah penularan kepada wanita.
3.Pasien yang telah didiagnosa dengan PID atau penyakit menular seksual harus
diterapi hingga tuntas, dan terapi juga dilakukan terhadap pasangannya untuk
mencegah penularan kembali.
4.Wanita usia remaja harus menghindari aktivitas seksual hingga usia 16 tahun
atau lebih.
5.Kontrasepsi oral dikatakan dapat mengurangi resiko PID.

9. Penatalaksanaan
CDC memperbaharui panduan untuk diagnosis dan manajemen PID.
Panduan CDC terbaru membagi criteria diagnostic menjadi 3 grup :
1. Grup 1 : minimum kriteria dimana terapi empiris diindikasikan bila tidak ada
etiologi yang dapat dijelaskan. Kriterianya yaitu adanya nyeri tekan uterin atau
adnexa dan nyeri saat pergerakan serviks.
2. Grup 2 : kriteria tambahan mengembangkan spesifisitas diagnostic termasuk
kriteria berikut : suhu oral >38,3C, adanya secret mukopurulen dari servical
atau vaginal, peningkatan erythrocyte sedimentation rate, peningkatan c-
reactif protein, adanya bukti laboratorium infeksi servikalis oleh N. gonorhea
atau C. trachomatis.
3. Grup 3 : kriteria spesifik untuk PID didasarkan pada prosedur yang tepat untuk
beberapa pasien yaitu konfirmasi laparoskopik, ultrasonografi transvaginal
yang memperlihatkan penebalan, tuba yang terisi cairan dengan atau tanpa
cairan bebas pada pelvis, atau kompleks tuba-ovarian, dan endometrial biopsy
yang memperlihatkan endometritis.
Kebanyakan pasien diterapi dengan rawatan jalan, namun terdapat indikasi
untuk dilakukan hospitalisasi yaitu :
Diagnosis yang tidak jelas
Abses pelvis pada ultrasonografi
Kehamilan
Gagal merespon dengan perawatan jalan
Ketidakmampuan untuk bertoleransi terhadap regimen oral
Sakit berat atau mual muntah
Imunodefisiensi
Gagal untuk membaik secara klinis setelah 72 jam terapi rawat jalan.
6. Semua wanita berusia 25 tahun ke atas harus dilakukan penapisan terhadap
chlamidya tanpa memandang faktor resiko.
Terapi dimulai dengan terapi antibiotik empiris spectrum luas. Jika
terdapat AKDR, harus segera dilepas setelah pemberian antibiotic empiris
pertama. Terapi terbagi menjadi 2 yaitu terapi untuk pasien rawat inap dan rawat
jalan.

BAB III
ANALISA KASUS

Pada kasus diatas Ny.M mengalami Pelvic Inflammatory Disease (PID).


Dimana Pelvic Inflammatory Disease adalah penyakit infeksi dan inflamasi pada
traktus reproduksi bagian atas, termasuk uterus, tuba fallopi, dan struktur penunjang
pelvis termasuk peritoneum. Pada PID terjadi infeksi genitalia bagian atas wanita
yang sebagian besar akibat hubungan seksual.
Dari gejala yang umumnya terjadi pada penderita PID, Ny. V mengalami
gejala yaitu nyeri pada perut dan panggul dan bertambah parah bila beraktifitas, nyeri
berkemih, muncul bercak pada vagina dan ada riwayat demam.
Penyebab Dan Faktor Resikonya
Penyakit berbahaya ini biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri yang juga
menyebabkan penyakit menular seksual lainnya, seperti klamidia, gonore,
mikoplasma, stafilokokus, streptokokus. Bakteri ini masuk melalui vagina
dan bergerak menuju rahim lalu ke tuba falopi. Penyakit radang panggul terjadi
apabila terdapat infeksi pada saluran genital bagian bawah, yang menyebar ke atas
melalui leher Rahim. Butuh waktu dalam hitungan hari atau minggu untuk seorang
wanita menderita penyakit radang panggul. Bakteri penyebab tersering adalah N.
Gonorrhoeae dan C. t r a c h o m a t i s y a n g m e n y e b a b k a n p e r a d a n g a n d a n
k e r u s a k a n j a r i n g a n s e h i n g g a menyebabkan berbagai bakteri dari leher rahim
maupun vagina menginfeksi daerah tersebut. Kedua bakteri ini adalah kuman
penyebab PMS. Proses menstruasi dapat memudahkan terjadinya infeksi karena
hilangnya lapisan endometrium yang menyebabkan berkurangnya pertahanan dari
Rahim, serta menyediakan medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri (darah
menstruasi).
Infeksi jarang terjadi sebelum siklus menstruasi pertama, setelah menopause
maupun selama kehamilan. Penularan yang utama terjadi melalui hubungan seksual,
tetapi bakteri juga bias masuk ke dalam tubuh setelah prosedur kebidanan/ kandungan
( misalnya pemasangan IUD, persalinan, keguguran, aborsi, dan biopsy
endometrium).

Faktor Resiko
PIDyangtimbulsetelahperiodemenstruasipadawanitadenganaktivitasseksual
berjumlahsekitar85%.
Ny. V melakukan hubungan seksual pada siklus menstruasi. Aliran darah
menstruasi dapat mempermudah infeksi pada alat genital atas dengan
menghilangkan sumbat lendir serviks, menyebabkan hilangnya lapisan
endometrium dan efek protektifnya serta menyediakan medium biakan yang baik
untuk bakteri yaitu darah menstruasi.
Ny.V Menggunakan douche (cairan pembersih vagina dengan disemprotkan).
Penelitian telah menunjukkan bahwa douching menyebabkan perubahan flora
vagina (organisme yang hidup dalam vagina) dengan cara yang membahayakan,
dan dapat memaksa bakteri ke dalam organ reproduksi bagian atas dari vagina.
PATOFISIOLOGI
PIDdisebabkanolehpenyebaranmikroorganismesecaraacendensketraktus
genitalatasdarivaginadanserviks.Mekanismepastiyangbertanggungjawabatas
penyebarantersebuttidakdiketahui,namunaktivitasseksualmekanisdanpembukaan
serviksselamamenstruasimungkinberpengaruh.
BanyakkasusPIDtimbuldengan2tahap.Tahappertamamelibatkanakuisisi
darivaginaatauinfeksiservikal.Penyakitmenularseksualyangmenyebabkannya
mungkin asimptomatik. Tahap kedua timbul oleh penyebaran asenden langsung
mikroorganisme dari vagina dan serviks. Mukosa serviks menyediakan barier
fungsional melawan penyebaran ke atas, namun efek dari barier ini mungkin
berkurang akibat pengaruh perubahan hormonal yang timbul selama ovulasi dan
mestruasi. Pembukaan serviks selama menstruasi dangan aliran menstrual yang
retrograd dapat memfasilitasi pergerakan asenden dari mikrooragnisme. Hubungan
seksualjugadapatmenyebabkaninfeksiasendenakibatdarikontraksiuterusmekanis
yangritmik.Bakteridapatterbawabersamaspermamenujuuterusdantuba.

DIAGNOSIS
PadakasusNy.VdidiagnosisPIDkarenaterdapatgejalayaitunyeripelvik,
nyeritekanadnexa,danadanyademam.
Penegakan diagnosa dimulai dengan anemnese, dimana pasien dapat
mengeluhkangejalayangbervariasi.Gejalamunculpadasaatawalsiklusmenstruasi
ataupadasaatakhirmenstruasi.Nyeriabdomenbagianbawahdijumpaipada90%
kasus dengan kriteria nyeri tumpul, bilateral, dan konstan.Nyeri diperburuk oleh
gerakan,olahraga,ataukoitus.Nyeridapatjugadirasakansepertitertusuk,terbakar,
ataukram.Nyeribiasanyaberdurasi<7hari.
Sekresi cairan vagina terjadi pada 75% kasus. Demam dengan suhu >38,
mual,danmuntah.gejalatambahanyanglainmeliputiperdarahanpervaginam,nyeri
punggungbawah,dandisuria.NyeriorganpelvisdijumpaipadaPID.Adanyanyeri
padapergerakanserviksmenandakanadanyainflamasiperitonealyangmenyebabkan
nyeri saatperitoneum teregang padapergerakanserviks dan menyebabkan tarikan
padaadnexa.
PID dapat didiagnosa dengan riwayat nyeri pelvis, sekresi cairan vagina,
nyeritekanadnexa,demam,danpeningkatanleukosit17,45x103/u.

TERAPI
Terapi PID harus ditujukan untuk mencegah kerusakan tuba yang
menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik, serta pencegahan infeksi kronik.
Pada Ny. V dilakukan terapi rawat jalan. Banyak pasien yang berhasil diterapi dengan
rawat jalan dan terapi rawat jalan dini harus menjadi pendekatan terapeutik
permulaan. Pemilihan antibiotic harus ditujukan pada organisme etiologic utama (N.
gonorrhoeae dan C. trachomatis) tetapi juga harus mengarah pada sifat limikrobial
PID. Untuk pasien dengan PID ringan atau sedang terapi oral dan parenteral
mempunyai daya guna klinis yang sama. Pada pasien ini diberikan terapi oral.
Rekomendasi terapi A
- Levofloksasin 500mg oral 1x setiap hari selama 14 hari atau ofloksasin 400mg 2x
sehari selama 14 hari, dengan atau tanpa
- Metronidazole 500mg oral 2x sehari selama 14 hari
Rekomendasi terapi B
- Seftriakson 250mg intramuscular dosis tunggal ditambah doksisiklin oral 2x
sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazole 500mg 2x sehari selama 14
hari, atau
- Sefoksitin 2gr intramuscular dosis tunggal dan probenesid di tambah doksisiklin
oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazole 500mg oral 2x
sehari selam 14 hari, atau
- Sefalosporin generasi ketiga ( misalnya: sefrizoksim atau sefotaksim) ditambah
doksisiklin oral 2x sehari selam 14 haridengan atau tanpa metronidazole 500mg
oral 2x sehari selama 14 hari.

PENCEGAHAN
Pencegahan lebih ditekankan pada terapi agresif terhadap infeksi alat genital
bawah dan terapi agresif dini terhadap infeksi genital atas. Ini akan mengurangi
insidensi akibat buruk jangka panjang. Terapi pasangan seks dan pendidikan penting
untuk mengurangi angka kejadian kekambuhan infeksi. Pendidikan kesehatan
dilakukan lebih pada pencegahan PID itu sendiri yaitu:
Pendidikan seksual harus yang dapat diberikan antara lain mengenai
pencegahan dari penularan tersebut. Metode kontrasepsi sawar, seperti
kondom dengan tambahan spermisida, tampaknya menawarkan
perlindungan terbaik untuk mencegah PMS dan komplikasi seriusnya.
Cara terbaik untuk menghindari penyakit radang panggul adalah
melindungi diri dari penyakit menular seksual. Penggunaan kontrasepsi
seperti kondom dapat mengurangi kejadian penyakit radang panggul.
Apabila mengalami infeksi saluran genital bagian bawah maka sebaiknya
segera diobati karena dapat menyebar hingga ke saluran reproduksi
bagian atas.
Setiap gejala genital seperti area vagina yang sakit dengan bau, rasa sakit
atau terbakar saat buang air kecil, atau perdarahan antara siklus
menstruasi bisa berarti infeksi sexually transmitted disease (STD). Jika
seorang wanita memiliki gejala-gejala tersebut, dia harus berhenti
berhubungan seks dan berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan
dengan segera. Mengobati PMS dini dapat mencegah PID.

DAFTAR PUSTAKA

1. Shepherd, Suzanne M. Pelvic Infammatory Disease. 2010. Diunduh dari :


http://emedicine.medscape.com/article/256448-print [diperbaharui tanggal 4
Februari 2010]
2. Reyes, Iris. Pelvic Infammatory Disease. 2010. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/796092-print [diperbaharui tanggal 10
September 2010]
3. Berek, Jonathan S. 2011. Pelvic Infammatory Disease dalam Berek & Novaks
Gynekology 14th Edition. California : Lippincott William & Wilkins.
4. Pernoll, Martin L. 2008. Pelvic Infammatory Disease dalam Benson & Pernolls
handbook of Obstetric and Gynecology 10th edition. USA : McGrawhill
Companies.
5. Edmonds, Keith D. 2007. The Role of Ultrasound in Gynaecology dalam
Dewhursts Textbook of Obstetric and Gynaecology 7 th edition. London :
Blackwell Publishing.
6. Mudgil, Shikha. 2009. Pelvic Infammatory Disease/Tubo-ovarian Abscess.
Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/404537-print
[diperbaharui tanggal 10 Agustus 2012]
7. Brunner&suddarth.2006.buku ajar keperawatan medikal bedah edisi 8 volume 2.
Jakarta: EGC
8. Wong, Donna L., et al. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta:
EGC.
9. Herdman, T. Heather. 2011. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2009-2011. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC.
10. McCloskey, joanne.2004. Nursing interventions Classification (NIC) Fourth
Edition St. Louis Missouri: Westline Industrial Line.

Anda mungkin juga menyukai