LP Cholelitiasis
LP Cholelitiasis
Tugas Mandiri
Oleh
Dhimas Nirwana Yudha, S.Kep
13/362195/KU/19623
KULIAH PROFESI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
CHOLELITIASIS
A. Pengertian
Cholelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana
terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika fellea) dari unsur-unsur padat
yang membentuk cairan empedu yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang
bervariasi.
Cholelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis
dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu
merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang
terbentuk di dalam kandung empedu.
B. Etiologi
- Penyebab belum pasti
C. Patognesis
Apa 3 faktor yang mempengaruhi terjadinya Cholelitiasis:
1. perubahan susunan empedu
2. stasis empedu
3. infeksi kandung empedu
D. Patofisiologi
Perubahan susunan empedu mungkin merupakan faktor yang paling penting pada
pembentukan batu empedu. Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita
penyakit batu kolesterol mengekresi empedu yang supersaturasi dengan kolesterol.
Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang
belum dimengerti sepenuhnya.
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,
perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung
empedu atau spasme sfinkter oddi atau keduanya dapat menyebabkan stasis. Faktor
hormonal, khususnya selama kehamilan, dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan
kandung empedu dan merupakan insiden yang tinggi pada kelompok ini.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memegang peranan sebagian pada
pembentukan batu dengan peningkatan deskuamasi selular dan pembentukan mukus.
Mukus dapat meningkatkan viskositas, dan unsur selular atau bakteri dapat berperanan
sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi, kemungkinan bahwa infeksi lebih sering sebagai
akibat pembentukan batu empedu, dibandingkan infeksi menyebabkan pembentukan batu.
Pembentukan empedu yang supersaturasi
Berkembang karena
Berkembang bertambahnya
karena pengendapan
bertambahnya pengendapan
E. Manifestasi Klinik
Obstruksi saluran empedu
1. Rasa Nyeri Dan Kolik Bilier
Alir balik cairan empedu ke hepar (bilirubin, garam empedu,
kolesterol)
2. Ikterus
Proses peradangan disekitar hepatobiliar
3. Mual/ Muntah
Pengeluaran enzim-enzim SGOT dan SGPT
4. Perubahan Warna Urine dan Feses
Peningkatan SGOT dan SGPT
5. Defisiensi Vitamin
Bersifat iritatif di saluran cerna
Merangsang nervus vagal (N.X Vagus)
F. Pemeriksaan Diagnosis Menekan rangsangan sistem saraf parasimpatis
1. Anamnesa Penurunan peristaltik sistem
a. Nyeri Akumulasi gas usus
pencernaan (usus dan lambung) di sistem pencernaan
b. Mual/Muntah Makanan tertahan di lambung
2. Pemeriksaan fisik Rasa penuh dengan gas
a. Aktivitas/Istirahat Peningkatan rasa mual Kembung
Gejala : kelemahan. Pengaktifan pusat muntah (medula oblongata)
Pengaktifan saraf kranialis ke wajah, kerongkongan,
Tanda : geilsah. serta neuron-neuron motorik spinalis
ke otot-otot abdomen dan diafragma
b. Sirkulasi
Muntah
Gejala/Tanda : takikardia, berkeringat.
c. Eliminasi
Gejala : perubahan warna urine & feses.
Tanda : distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas, urine gelap,
pekat, feses warna tanah liat, steatorea.
d. Makanan/Cairan
Gejala : anoreksia, mual/muntah, tidak toleran terhadap lemak & makanan
pembentukan gas, regurgitasi berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat
makan, flatus, dyspepsia.
Tanda : kegemukan, adanya penurunan berat badan.
e. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan,
kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan, nyeri mulai tiba-
tiba & biasanya memuncak dalam 30 menit.
Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan, tanda
Murphy positif.
f. Pernapasan
Tanda : peningkatan frekuensi pernapasan, penapasan tertekan ditandai oleh napas
pendek, dangkal.
g. Keamanan
Tanda : demam, menggigil, ikterik, dan kulit berkeringat & gatal (pruritus),
kecendrungan perdarahan (kekurangan vit. K).
h. Penyuluhan dan Pembelajaran
Gejala : kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu, adanya kehamilan/
melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi usus, diskrasias darah.
3. pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Sinar-X Abdomen.
Pemeriksaaan sinar-X abdomen dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan
akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang
lain. Namun demikian, hanya 15% hingga 20% batu empedu yang mengalami
cukup kalsifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-X.
Ultrasonografi.
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostic pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat serta
akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping
itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi ionisasi. Prosedur
ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada
malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadaan distensi.
Penggunaan ultrasound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan
kembali. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau
duktus koledokus yang mengalami dilatasi. Dilaporkan bahwa USG mendeteksi
batu empedu dengan akurasi 95%.
G. Diagnosa Banding
1. Myocardiac infarction 6. Ulkus peptikus
2. Angina 7. Hernia
3. Pankreatitis 8. Esofagitis
4. Kanker caput pancreas 9. Gastritis
5. Pneumonia
H. Penatalaksanaan
1. Pelarutan batu empedu
Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal : monooktanoin atau metil
tertier butil eter/MTBE) dengan melalui jalur : melalui selang atau kateter yang
dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu; melalui selang atau drain yang
dimasukkan melalui saluran T Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan
pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau kateter bilier transnasal.
2. Pengangkatan non bedah
Beberapa metode non bedah digunakan untuk mengelurkan batu yang belum
terangkat pada saat kolisistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur
pertama sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat
saluran T Tube atau lewat fistula yang terbentuk pada saat insersi T Tube; jaring
digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus
koledokus. Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop ERCP. Setelah endoskop
terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat endoskop tersebut ke dalam ampula Vater
dari duktus koledokus. Alat ini digunakan untuk memotong serabut-serabut mukosa
atau papila dari spingter oddi sehingga mulut spingter tersebut dapat diperlebar;
pelebaran ini memungkinkan batu yang terjepit untuk bergerak dengan spontan
kedalam duodenum. Alat lain yang dilengkapi dengan jaring atau balon kecil pada
ujungnya dapat dimasukkan melalui endoskop untuk mengeluarkan batu empedu.
Meskipun komplikasi setelah tindakan ini jarang terjadi, namun kondisi pasien harus
diobservasi dengan ketat untuk mengamati kemungkinan terjadinya perdarahan,
perforasi dan pankreatitis.
3. ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated
Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus
koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa fragmen.
I. Kompilkasi
1. Empiema kandung empedu, terjadi akibat perkembangan kolesistitis akut dengan
sumbatan duktus sistikus persisten menjadi superinfeksi empedu yang tersumbat
disertai kuman kuman pembentuk pus.
2. Hidrops atau mukokel kandung empedu terjadi akibat sumbatan berkepanjangan
duktus sitikus.
3. Gangren, gangrene kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan nekrosis
jaringan berbercak atau total.
4. Perforasi : Perforasi lokal biasanya tertahan oleh adhesi yang ditimbulkan oleh
peradangan berulang kandung empedu. Perforasi bebas lebih jarang terjadi tetapi
mengakibatkan kematian sekitar 30%.
5. Pembentukan fistula
6. Ileus batu empedu : obstruksi intestinal mekanik yang diakibatkan oleh lintasan
batu empedu yang besar kedalam lumen usus.
7. Empedu limau (susu kalsium) dan kandung empedu porcelain.
J. Persiapan preoperative
Infuse intravena digunakan untuk meningkatkan fungsi ginjal adekuat dan
menggantikan cairan yang hilang. Aspirin diberikan untuk mengurangi peningkatan
suhu. Terapi antibiotik dapat diberikan untuk mencegah infeksi. Bila ada
kemungkinan atau terbukti ileus paralitik, selang nasogastrik dapat dipasang. Enema
tidak diberikan karena dapat menimbulkan perforasi.
K. Penanganan posoperatif
Tempatkan pasien pada posisi semifouler karena dapat mengurangi tegangan pada
insisi dan organ abdomen yang membantu mengurangi nyeri. Analgetik diberikan
untuk mengurangi nyeri. Cairan per-oral dapat diberikan bila dapat mentoleransi.
Pasien yang mengalami dehidrasi sebelum pembedahan diberikan cairan secara
intravena. Instruksi untuk menemui ahli bedah untuk mengangkat jahitan pada hari ke
5-7. aktifitas normal dapat dilakukan dalam 2-4 minggu.
M. Perencanaan
Preoperasi
Diagnosa Keperawatan: Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (proses
penyakit)
Post operasi
1. Diagnosa Keperawatan: Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (insisi
pembedahan pada cholesistektomi)
NOC dan indikator NIC dan aktifitas Rasional
NOC: Kontrol nyeri, NIC: Manajement nyeri
setelah dilkukan Aktifitas:
perawatan 1. Lakukan penilaian
selama 3x24 terhadap nyeri, lokasi, 1. untuk menentukan
jam nyeri ps karakteristik dan faktor- intervensi yang sesuai dan
berkurang dg: faktor yang dapat keefektifan dari therapi
Indikator: menambah nyeri yang diberikan
Menggunakan 2. Amati isyarat non 2. Membantu dalam
skala nyeri untuk verbal tentang kegelisaan mengidentifikasi derajat
mengidentifikasi tingkat ketidaknyamnan
nyeri 3. Fasilitasi linkungan 3. Meningkatkan
nyaman kenyamanan
Ps menyatakan 4. Berikan obat anti 4. Mengurangi nyeri
nyeri berkurang sakit dan memungkinkan pasien
untuk mobilisasi tampa
Ps mampu nyeri
istirahan/tidur 5. Bantu pasien 5. Peninggin lengan
menemukan posisi nyaman menyebabkan pasie rileks
Menggunakan
tekhnik non farmakologi 6. Berikan massage di 6. Meningkatkan
punggung relaksasi dan membantu
untuk menfokuskan
perhatian shg dapat
meningkatkan sumber
7. Tekan dada saat coping
latihan batuk
7. Memudahkan
partisipasi pada aktifitas
tampa timbul rasa tidak
nyaman