Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke adalah kumpulan gejala klinis berupa gangguan dalam sirkulasi

darah ke bagian otak yang menyebabkan gangguan fungsi baik lokal atau

global yang terjadi secara mendadak, progresif dan cepat (WHO, 2010; Black

& Hawks, 2010). Menurut data WHO (2014) menyebutkan setiap tahunnya

terdapat 15 juta orang diseluruh dunia menderita stroke dimana 6 juta orang

mengalami kematian dan 6 juta orang mengalami kecacatan permanen dan

angka kematian tersebut akan terus meningkat dari 6 juta ditahun 2010

menjadi 8 juta ditahun 2030.

Menurut American Heart Association (2014), stroke menyumbang

sekitar satu dari setiap 18 kematian di Amerika Serikat. Pada tahun 2015

prevalensi stroke adalah 6,4 juta. Sekitar 795.000 orang mengalami stroke

baru, 610.000 orang diantaranya mengalami serangan pertama dan 185.000

orang stroke serangan berulang dan pembiayaan untuk perawatan stroke

tahun 2013 diperkirakan menghabiskan 68,9 miliar dolar Amerika untuk

pembiayaan kesehatan dan rehabilitasi akibat stroke (AHA, 2014).

Masalah-masalah yang ditimbulkan oleh stroke menurut Irfan (2010)

bagi kehidupan manusiapun sangat kompleks. Adanya gangguan-gangguan

fungsi vital otak seperti gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan,

1
gangguan kontrol postur, gangguan sensasi, dan gangguan refleks gerak akan

menurunkan kemampuan aktivitas fungsional individu sehari-hari.

Menurut Stoykov & Corcos (2011), Intervensi untuk penyembuhan

yang bisa dilakukan pada pasien stroke selain terapi medikasi atau obat-

obatan yaitu dilakukan fisioterapi/latihan seperti; latihan beban, latihan

keseimbangan, latihan resistansi, hydroteraphy, dan latihan rentang

gerak/Range Of Motion (ROM). diantara latihan tersebut latihan ROM

(Mobilisasi Dini) merupakan latihan yang sering dilakukan pada pasien

stroke dalam proses rehabilitasi yang dilakukan baik aktif maupun pasif dan

memungkinkan dilakukan di Rumah Sakit.

Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas,

mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan

penting untuk kemandirian. Menurut Gofir, (2009) Salah satu bentuk

rehabilitasi awal pada penderita stroke adalah dengan memberikan mobilisasi.

Mobilisasi yang awal juga mungkin mengurangi semua komplikasi yang

berhubungan dengan tempat tidur seperti pneumonia, Deep Vena Trombosis

(DVT), emboli pulmoner, dekubitus, dan masalah tekanan darah orthostatik.

Mobilisasi awal kemungkinan juga memiliki efek psikologis yang penting.

Penelitian yang ada menunjukkan bahwa mobilisasi yang sangat awal adalah

salah satu faktor kunci dalam perawatan pasien stroke.

Rehabilitasi ROM yang sering dilakukan baik unilateral maupun

bilateral merupakan alternatif terapi yang bisa diterapkan dan dikombinasikan

serta diaplikasikan pada pasien stroke untuk meningkatkan status fungsional

sensori motorik dan merupakan intervensi yang bersifat non invasif,

2
ekonomis yang langsung berhubungan dengan sistem motorik dengan

melatih/menstimulus ipsilateral atau korteks sensori motorik kontralateral

yang mengalami lesi.

Dari paparan penjelasan diatas penyusun mempunyai ketertarikan

terhadap pengaruh mobilisasi pada pasien stoke. Karena dalam asuhan

keperawatan pada pasien yang menderita penyakit stroke latihan mobilisasi

dapat mempengaruhi ektremitas yang terkena kelumpuhan terutama untuk

mengurangi ke kakuan pada otot-otot yang mengalami kelumpuhan. Dan

yang terpenting dalam latihan mobilisasi yaitu bertujuan untuk menciptakan

kemandirian pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari- hari.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan dalam latar belakang

di atas, maka rumusan penilitian adalah Bagaimana Pengaruh Mobilisasi

pada Pasien Stoke di Ruang Flamboyan ?.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh mobilisasi pada pasien stoke

di ruang Flamboyan.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh mobilisasi terhadap alat gerak

(eketremitas) pada pasien stroke di ruang Flamboyan.

3
b. Untuk mengetahui pengaruh mobilisasi terhadap kemandirian

pada pasien stroke di ruang Flamboyan.

D. Manfaat

1. Bagi Tempat Penelitian

Sebagai tambahan informasi kepada masyarakat tentang

penanganan stroke dengan menggunakan teknik ROM

2. Bagi Peneliti

Meningkatkan ilmu pengetahuan tentang ROM terhadap perubahan

mobilisasi pada pasien stroke dan Sebagai dasar untuk memantapkan

informasi tentang ROM terhadap perubahan mobilisasi pada pasien pasca

stroke.

3. Bagi Masyarakat

Memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan informasi bagi pihak

Responden khususnya mengenai teknik latihan ROM terhadap perubahan

mobilisasi dan manfaat pada pasien stroke tampa medikasi yang harus

berbayar dengan uang.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Stroke

1. Pengertian Stroke Infark

Stroke adalah kumpulan gejala klinis berupa gangguan dalam sirkulasi

darah ke bagian otak yang menyebabkan gangguan fungsi baik lokal atau

global yang terjadi secara mendadak, progresif dan cepat (WHO, 2010; Black

& Hawks, 2010).

Menurut Junaidi (2011) stroke merupakan penyakit gangguan

fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya aliran darah ke

otak karena, perdarahan (stroke hemoragik) ataupun sumbatan (stroke infark)

dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh

sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian. Stroke infark merupakan suatu

penyakit yang diawali dengan terjadinya serangkaian perubahan dalam otak

yang terserang apabila tidak ditangani dengan segera berakhir dengan kematian

otak tersebut

2. Etiologi

Ada beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)

1. Trombosis serebri

Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga

menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan

kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang

5
sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan aktivitas

simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini disebabkan

karena adanya:

a. Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas

dinding pembuluh darah

b. Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan

menyebabkan viskositas/ hematokrit meningkat sehingga dapat

melambatkan aliran darah cerebral

c. Arteritis: radang pada arteri

2. Emboli

Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah

otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari

thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri.

Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli:

a. Penyakit jantung reumatik

b. Infark miokardium

c. Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan

kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri

d. Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium

3. Faktor resiko terjadinya stroke

Ada beberapa faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2008):

1. Hipertensi.

6
2. Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: Penyakit

arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri,

abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung

kongestif.

3. Kolesterol tinggi

4. Obesitas

5. Peningkatan hematokrit

6. Diabetes Melitus

7. Merokok

4. Klasifikasi Stroke

Berdasarkan patologi serangannya (Brasherz, 2011)

1. Oklusi aterotrombotik pada arteri ekstra kranial (terutama pada bitur kasio

karotis atau intrakranial)

2. Kardioemboli akibat fibrilasi atrial, infarkmiokard terbaru aneurisma

ventrikel, gagal jantung kongestif/ penhyakit vaskular

3. Lakunar akibat infark cerebral dalam pada arteri lentikulostrista

4. Hemodinamik akibat penurunan perfusi cerebral global.

7
5. Tanda dan Gejala

Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis (2010),

yaitu:

1. Lobus Frontal

a. Deficit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat,

peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak

mampu menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak.

b. Deficit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot

bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).

c. Defici aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas emosional,

kehilangan kontrol diri dan hambatan soaial, penurunan toleransi

terhadap stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan

mental dan keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.

2. Lobus Parietal

a. Dominan :

1) Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong

sebagian besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap

sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin),

hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang

posisi bagian tubuh).

2) Defisit bahasa/komunikasi

a) Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-

pola bicara yang dapat dipahami)

b) Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)

8
c) Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)

d) Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)

e) Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide

dalam tulisan).

b. Non Dominan

Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat

dan menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:

1) Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap

ekstremitas yang mengalami paralise)

2) Disorientasi (waktu, tempat dan orang)

3) Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan obyak-

obyak dengan tepat)

4) Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan

melalui indra)

5) Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan

6) Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau

tempat

7) Disorientasi kanan kiri

3. Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman

penglihatan, diplobia(penglihatan ganda), buta.

4. Lobus Temporal : defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh

9
6. Pemeriksaan Penunjang

Periksaan penunjang pada pasien CVA infark:

1. Laboratorium :

a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada

peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam

Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen

(Muttaqin, 2008)

b. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA

infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju

endap darah (LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan

sel darah merah mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi

menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah

itu radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar

(Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,)

(Prince, 2009)

2. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung

(kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung

kongestif (Prince, 2009)

3. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi

gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa

stroke.

4. Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke secara

Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula

arteriovena, vaskulitis dan pembentukan thrombus di pembuluh besar

10
5. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET):

mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah di otak menerima

dan memetabolisme glukosa serta luas cedera (Prince, 2005)

6. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus

potensial.

7. CT scan : pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,

posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan

posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens

fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan

8. MRI : menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan

besar / luasnya daerah infark (Muttaqin, 2008).

7. Penatalaksanaan

Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark

(Muttaqin, 2008):

1. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :

a. Mempertahankan saluran nafas yang paten

b. Kontrol tekanan darah

c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter

d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.

2. Terapi Konservatif

a. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral

b. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan

agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.

11
c. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya

trombosisiatau embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.

d. Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:

1) Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg

2) Osmoterapi antara lain:

a) Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam

waktu 15-30 menit, 4-6 kali/hari.

b) Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari

3) Posisi kepala head up (15-30)

4) Menghindari mengejan pada BAB

5) Hindari batuk

6) Meminimalkan lingkungan yang panas

8. Komplikasi

Ada beberapa komplikasi CVA infark (Muttaqin, 2008)

1. Dalam hal imobilisasi:

a. Infeksi pernafasan (Pneumoni),

b. Nyeri tekan pada dekubitus.

c. Konstipasi

2. Dalam hal paralisis:

a. Nyeri pada punggung,

b. Dislokasi sendi, deformitas

12
3. Dalam hal kerusakan otak:

a. Epilepsy

b. sakit kepala

c. Hipoksia serebral

B. Tinjauan Mobilisasi

1. Pengertian Mobilisasi

Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak

bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup

sehat, dan penting untuk kemandirian (Barbara Kozier, 2005).

Sebaliknya keadaan imobilisasi adalah suatu pembatasan gerak

atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam

berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh

berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk

atau berbaring (Susan J. Garrison, 2004).

Mobilisasi secara garis besar dibagi menjadi 2, yaitu mobilisasi

secara pasif dan mobilisasi secara aktif. Mobilisasi secara pasif yaitu:

mobilisasi dimana pasien dalam menggerakkan tubuhnya dengan cara

dibantu dengan orang lain secara total atau keseluruhan. Mobilisasi aktif

yaitu: dimana pasien dalam menggerakkan tubuh dilakukan secara

mandiri tanpa bantuan dari orang lain (Priharjo, 2007).

13
2. Jenis- jenis mobilisasi

a. Mobilisasi penuh

Mobilisasi penuh ini menunjukkan syaraf motorik dan

sensorik mampu mengontrol seluruh area tubuh. Mobilisasi penuh

mempunyai banyak keuntungan bagi kesehatan, baik fisiologis

maupun psikologis bagi pasien untuk memenuhi kebutuhan dan

kesehatan secara bebas, mempertahankan interaksi sosial dan peran

dalam kehidupan sehari hari.

b. Mobilisasi sebagian

Pasien yang mengalami mobilisasi sebagian umumnya

mempunyai gangguan syaraf sensorik maupun motorik pada area

tubuh. Mobilisasi sebagian dapat dibedakan menjadi:

1) Mobilisasi temporer yang disebabkan oleh trauma reversibel pada

sistim muskuloskeletal seperti dislokasi sendi dan tulang

2) Mobilisasi permanen biasanya disebabkan oleh rusaknya sistim

syaraf yang reversibel.

3. Factor yang berpengaruh dalam mobilisasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi menurut Barbara

Kozier (2005), antara lain :

a. Gaya Hidup

Gaya hidup seseorang sangat tergantung dari tingkat

pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan diikuti

oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya

14
dengan pengetahuan kesehatan tentang mobilitas seseorang akan

senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat.

b. Proses Penyakit dan injury

Adanya penyakit tertentu yang diderita seseorang akan

mempengaruhi mobilitasnya. Ada kalanya klien harus istirahat di

tempat tidur karena menderita penyakit tertentu.

c. Kebudayaan

Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan

aktifitas misalnya; pasien setelah operasi dilarang bergerak karena

kepercayaan kalau banyak bergerak nanti luka atau jahitan tidak jadi.

4. Gangguan mobilisasi

Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak

dengan bebas. Perubahan dalam tingkat mobilisasi fisik dapat

mengakibatkan instruksi pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring,

pembatasan gerak fisik selama penggunaan alat bantu eksternal (mis. gips

atau traksi rangka), pembatasan gerak volunteer, atau kehilangan fungsi

motorik.

a. Tirah Baring

Tirah baring merupakan suatu intervensi dimana klien dibatasi

untuk berada di tempat tidur untuk tujuan terapeutik. Tirah baring

mempunyai pengertian yang berbeda- beda di antara perawat, dokter

dan tim kesehatan lainnya. Klien dalam kondisi bervariasi di masukkan

15
ke dalam katagori tirah baring. Lamanya tirah baring tergantung

penyakit atau cedera dan status kesehatan klien sebelumnya.

Tujuan umum tirah baring yaitu:

1) Mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen untuk tubuh.

2) Mengurangi nyeri.

3) Memungkinkan klien sakit atau lemah untuk beristirahat dan

mengembalikan kekuatan.

4) Memberi kesempatan pada klien yang letih untuk beristirahat tanpa

terganggu.

5. Proses Keperawatan Untuk Gangguan Mobilisasi

Penggunaan proses keperawatan, aplikasi ritis anatomi dan fisiologi,

dan pengalaman dengan klien memungkinkan perawat mengembangkan

rencana keperawatan secara individual untuk klien yang mengalami

gangguan mobilisasi dan juga yang beresiko. Rencana keperawatan di buat

untuk meningkatkan situs fungsional klien, meningkatkan

perawatanmandiri, mempertahankan kondisi psikologis, dan mengurangi

bahaya imobilisasi.

a. Pengkajian

Pengkajian mobilisasi klien berfokus pada rentang gerak, gaya

berjalan, latihan, dan toleransi aktivitas, serta kesejajaran tubuh.

1) Rentang Gerak

Rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerakan yang

mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh:

16
sagital, frontal, dan transversal. Potongan sagital adalah garis yang

melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi tubuh menjadi

bagian kiri dan kanan. Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke

sisi dan membagi tubuh menjadi bagian depan dan belakang.

Potongan transversal adalah garis horizontal yang membagi tubuh

bagian atas dan bawah.

Mobilisasi sendi di setiap potongan dibatasi oleh ligament, otot,

dan konstruksi sendi. Beberapa gerakkan sendi adalah spesifik untuk

setiap potongan. Pada potongan sagital, gerakkannya adalah fleksi dan

ekstensi (jari- jari tangan dan siku) dan hiperekstensi (pinggul). Pada

potongan frontal, gerakkanya adalah abduksi dan adduksi (lengan dan

tungkai) dan eversi dan inverse (kaki). Pada potongan transversal,

gerakkannya adalah pronasi dan supinasi (tangan), rotasi internal dan

eksternal (lutut), dan dorsifleksi dan plantarfleksi (kaki).

Ketika mengkaji rentang gerak, perawat menanyakan pertanyaan

dan mengobservasi dalam mengumpulkan data tentang kekuatan

sendi, pembengkakan, nyeri, keterbatasan gerak, dan gerakkan yang

tidak sama. Klien yang memliki keterbatasan mobilisasi sendi karena

penyakit, ketidakmampuan, atau trauma membutuhkan latihan sendi

untuk mengurangi bahaya imobilisasi. Latihan tersebut di lakukan

oleh perawat yaitu latihan rentang gerak pasif. Perawat menggunakan

setiap sendi yang sakit melalui rentang gerak penuh.

2) Gaya Berjalan

17
Istilah gaya berjalan digunakan untuk menggambarkan cara

utama atau gaya ketika berjalan. Siklus gaya berjalan di mulai dengan

tumit mengangkat satu tungkai dan berlanjut dengan tumit

mengangkat tungkai yang sama.interval ini sama dengan 100% siklus

gaya berjalan dan berlangsung 1 detik untuk kenyamanan berjalan.

Dengan mengkaji gaya berjalan klien memungkinkan perawat

untuk membuat kesimpulan tentang keseimbangan, postur, keamanan,

dan kemampuan berjalan tanpa bantuan. Mekanika gaya berjalan

manusia mengikuti kesesuaian sistem skeletal, saraf, dan otot dari

tubuh manusia.

3) Latihan dan Toleransi Aktivitas

Latihan adalah aktivitas fisik untuk membuat kondisi tubuh,

meningkatkan kesehatan, dan mempertahankan kesehatan jasmani.

Hal ini juga digunakan sebagai terapi memmbetulkan deformitas atau

mengembalikan seluruh tubuh ke status kesehatan maksimal. Jika

seseorang latihan, maka akan terjadi perubahn fisologis dalam sistem

tubuh.

Pengkajian tingkat energi klien meliputi pengaruh fisiologis

dari latihan dan toleransi aktivitas. Toleransi aktivitas adalah jenis dan

jumlah latihan atau kerja yang dapat dilakukan seseorang. Pengkajian

toleransi aktivitas diperlukan jika ada perencanaan aktivitas seperti

jalan, latihan rentang gerak, atau aktivitas sehari- hari dengan penyakit

akut atau kronik. Selain itu, pengetahuan toleransi aktivitas klien

dibutuhkan untuk merencanakan terapi keperawatan

18
lainnya.Pengkajian toleransi aktivitas meliputi data fisiologis,

emosional, dan tingkat perkembangan.

b. Latihan Rentang Gerak

Berdasarkan BAGIAN TUBUH:

1) LEHER

a) Fleksi : Menggerakkan dagu menempel ke dada.

b) Ekstensi : Mengembalikan kepala ke posisi tegak.

c) Hiperekstensi : Menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin.

d) Fleksi lateral: memiringkan kepala sejauh mungkin ke arah setiap

bahu.

e) Rotasi : memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler.

2) BAHU

a) Fleksi : Menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke

posisi di atas kepala.

b) Ekstensi : Mengembalikan lengan ke posisi di samping tubuh

c) Hiperekstensi : Menggerakkan lengan ke belakang tubuh, siku tetap

lurus .

d) Abduksi : Menaikkan lengan ke posisi samping di atas kepala

dengan telapak tangan jauh dari kepala.

e) Adduksi : Menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh

sejauh mungkin.

19
f) Rotasi dalam: dengan siku fleksi, memutar bahu dengan

menggerakkan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke

belakang.

g) Rotasi luar : dengan siku fleksi, menggerakkan lengan sampai ibu

jari ke atas dan samping kepala.

h) Sirkumduksi : menggerakkan lengan dengan lingkaran penuh.

3) SIKU

a) Fleksi : Menekuk siku sehingga lengan bawah bergerak ke depan

sendi bahu dan tangan sejajar bahu.

b) Ekstensi : Meluruskan siku dengan menurunkan lengan.

4) LENGAN BAWAH

a) Supinasi : Memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak

tangan menghadap ke atas.

b) Pronasi : Memutar lengan bawah sehingga telapak tangan

menghadap ke bawah.

5) PERGELANGAN TANGAN

a) Fleksi : Menggerakkan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan

bawah.

b) Ekstensi : Menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari, tangan, dan

lengan bawah berada dalam arah yang sama.

20
c) Hiperekstensi : Membawa permukaan tangan dorsal ke belakang

sejauh mungkin.

d) Abduksi : Menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari.

e) Adduksi : Menekuk pergelangan tangan miring ke arah lima jari.

6) JARI-JARI TANGAN

a) Fleksi: Membuat genggaman

b) Ekstensi : Meluruskan jari-jari tangan

c) Hiperekstensi: Menggerakkan jari-jari tangan ke belakang sejauh

mungkin

d) Abduksi : Merenggangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang

lain

e) Fleksi Adduksi : Merapatkan kembali jari-jari tangan

7) IBU JARI

a) Oposisi : Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada

tangan yang sama.

8) PINGGUL

a) Fleksi : Menggerakkan tungkai ke depan dan ke atas

b) Ekstensi : Menggerakkan kembali ke samping tungkai yang lain

c) Hiperekstensi : Menggerakkan tungkai ke belakang tubuh

d) Abduksi : Menggerakkan tungkai ke samping menjauhi tubuh

e) Adduksi : Menggerakkan kembali tungkai ke posisi medial dan

melebihi jika mungkin

21
f) Rotasi dalam : Memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai lain

g) Rotasi luar : Memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain

h) Sirkumduksi : Menggerakkan tungkai melingkar.

9) KAKI

a) Inversi : Memutar telapak kaki ke samping dalam (medial)

b) Eversi : Memutar telapak kaki ke samping luar (lateral)

10) JARI-JARI KAKI

a) Fleksi : Melengkungkan jari-jari kaki ke bawah

b) Ekstensi : Meluruskan jari-jari kaki

c) Abduksi : Merenggangkan jari-jari kaki satu dengan yang lain

d) Adduksi : Merapatkan kembali bersama-sama

22

Anda mungkin juga menyukai