Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
i
EKSEKUSI OBYEK JAMINAN KENDARAAN BERMOTOR
DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN NON BANK YANG TIDAK
DIDAFTARKAN JAMINAN FIDUSIA
Universitas Udayana
NIM. 1092461035
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
1
3
Lembar Pengesahan
Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH.,MH Dr. Putu Tuni Cakabawa L, SH.,M.Hum
Mengetahui,
Universitas Udayana
NIM : 1092461035
Kota Denpasar.
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima
sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan
yang berlaku.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang
Maha Esa, atas berkat Asung Kerta Wara Nugraha-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
bertujuan untuk melengkapi tugas akhir sebagai syarat memperoleh gelar Magister pada
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan
serta dukungan, baik materiil maupun moril yang diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena
itu, dalam kesempatan ini dengan rendah hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH., MH., Pembimbing I dan
Bapak Dr. Putu Tuni Cakabawa L., S.H., M.Hum., Pembimbing II yang telah membimbing
penulis dengan sepenuh hati disela-sela kesibukannya, memberikan nasehat serta memberikan
Bapak Prof. Dr. dr. Ketut Suastika SpPD KEMD, Rektor Universitas Udayana
Denpasar, Ibu Direktur Prof.Dr.dr.A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K), sebagai Direktur
Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, serta Bapak Prof. Dr. I Gusti
Ngurah Wairocana, S.H., M.H., Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar,
atas segala fasilitas dan dorongan yang diberikan kepada penulis selama mengikuti studi
Prof. Dr. I Made Arya Utama, S.H., M.H., dalam kedudukannya sebagai Ketua Program
Penulis juga menyampaikan terima kasih banyak kepada Bapak Dr. I Wayan
Wiryawan, SH.,MH., Dr. Ni Nyoman Sukeni, SH.,M.Si, dan Bapak Dr. I Gede
masukannya untuk kesempurnaan tesisi ini. Demikian juga kepada segenap Bapak dan
Udayana Denpasar yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga
dapat dijadikan bekal dalam penulisan tesis ini. Terima kasih juga disampaikan kepada
Universitas Udayana Denpasar, yang penuh rasa persaudaraan dan kekeluargaan telah
Ayahanda I Ketut Rochineng, SH.,MH dan Ibunda Ni Made Sri Ardiani. S.Pd yang
ketulusan, dan kasih sayang, serta memberikan doa restu, sehingga penulis dapat
kepada Istri tercinta Rai Irma Santini, SH yang selalu mendampingi, dan memberikan
cinta kasihnya, serta dorongan baik secara materiil dan rohani sehingga penulis terpacu
untuk dapat menyelesaikan tesis ini. Tidak lupa penulis juga sampaikan ucapan terima
kasih tidak terhingga kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu,
atas bantuan, doa, serta partisipasinya yang diberikan hingga tesis ini dapat diselesaikan
dengan baik.
7
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih sangat jauh dari sempurna, maka dari
itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat diharapkan dalam
penyempurnaan tesis ini. Penulis memohon maaf apabila dalam penulisan tesis ini
masih dijumpai adanya kesalahan. Semoga diantara kekurangannya, tesis ini dapat
Penulis
8
ABSTRAK
Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia telah
memberikan aturan mengenai pelaksanaan eksekusi atas objek Jaminan Fidusia, namun
faktanya di lapangan pelaksanaan eksekusi yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan non bank
dijumpai tidak mematuhi aturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, penelitian
yang dilakukan terhadap lembaga pembiayaan non bank di Kota Denpasar ini dimaksudkan
untuk mengetahui dan menganalisis latar belakang pihak kreditur melakukan eksekusi terhadap
barang jaminan kendaraan bermotor yang tidak didaftarkan jaminan fidusia dan akibat hukum
pelaksanaan eksekusi terhadap barang jaminan kendaraan bermotor yang tidak didaftarkan
Jaminan Fidusia.
ABSTRACT
The article 29 paragraph (1) of the Act Number 42, Year 1999 on Fiduciary Guarantee
has provided rules on the execution of the object Fiduciary, but in factually the execution by
non-bank financial institutions found not abide by the rules applicable legislation. Therefore, the
research conducted in the non-bank financial institutions in the city of Denpasar is intended to
study and analyze the background of the creditor to execute against the collateral of motor
vehicles that are not registered fiduciary and the legal consequent of execution against the motor
vehicles that is Fiduciary guarantee unregistered.
This study was qualified into empirical legal research that examines the gap between
the provisions of Article 29 paragraph (1) of Act Number 42 of Year 1999 with implementation
in the field. The primary data in this study was obtained through field research by direct
interviews to some respondents and informants. Secondary data in this study was obtained
through the study literature on primary, secondary, and tertiary legal materials appropriate
issues to be discussed. The data have been accumulate in this research further be analyzed by
qualitative analysis.
The results of the research showed that some of the clauses in consumer financing
agreement states that if the buyer negligent (default) in installments, the motor vehicle was
taken back by the seller and sold at market price. This is a legal reason for the creditor to
execute directly with its own powers without a court decision has been made as a Non-Bank
Financial Institution against debtors who default in Denpasar City. Regarding the legal
repercussions execution Fiduciary Guarantee was not registered in terms of the debtor in default
the lender normative unauthorized use parate executie (direct execution), and the execution
must be carried out by way of filing a civil action by the District Court Civil Procedure until the
fall of the judge decision who has permanent legal force.
RINGKASAN
Judul penelitian ini adalah Eksekusi Obyek Jaminan Kendaraan Bermotor Dalam
Perjanjian Pembiayaan Non Bank Yang Tidak Didaftarkan Jaminan Fidusia. Pada bab I
sebagai bab pendahuluan diuraikan mengenai latar belakang yang melandasi lahirnya penelitian
terhadap permasalahan dalam tesis ini. Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan yang yang
diteliti dalam tesis ini meliputi 2 (dua) hal yakni yang melatarbelakangi pihak kreditur
melakukan eksekusi terhadap barang jaminan kendaraan bermotor yang tidak didaftarkan
jaminan fidusia dalam perjanjian pembiayaan non bank dan akibat hukum pelaksanaan eksekusi
terhadap barang jaminan kendaraan bermotor yang tidak didaftarkan jaminan fidusia dalam
perjanjian pembiayaan non bank. Disamping latar belakang dan rumusan masalah, pada bab I
juga diuraikan mengenai tujuan dan manfaat penelitian, landasan teoritis yang akan dipakai
mengkaji sesuai permasalahan yang dibahas, metode penelitian yang digunakan dalam
penulisan tesis ini, sumber-sumber bahan hukum yang menunjang pembahasan permasalahan,
teknik pengumpulan bahan hukum serta teknik pengolahan dan analisa bahan hukum.
Bab II tentang tinjaun umum terkait dengan perjanjian dan jaminan fidusia, yang
merupakan pengembangan dan kajian teoritis pada bab I. Pembahasan pada bab ini dibedakan
dalam 5 (lima) sub bab, yakni tinjauan umum perjanjian, tinjauan umum tentang jaminan
fidusia, tinjauan umum tentang pembiayaan konsumen, tinjauan umum tentang eksekusi,
tinjauan umum perjanjian kredit
Bab V sebagai penutup ini dikemukakan kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil
pembahasan yang dilakukan pada bab III dan bab IV. Adapun kesimpulan atas kedua
permasalahan yang dibahas yakni, beberapa klausula didalam perjanjian pembiayaan konsumen
dijadikan alasan hukum yang sah bagi pihak kreditur untuk melakukan eksekusi secara langsung
dengan kekuasaannya sendiri tanpa putusan pengadilan sebagaimana yang selama ini dilakukan
lembaga pembiayaan terhadap debitur yang cidera janji. Sedangkan menurut UUJF diterangkan
11
bahwa yang dapat melakukan eksekusi langsung hanyalah bentuk perjanjian yang mempunyai
kekuatan eksekutiroal.Dalam hal ini perjanjian pembiayaan tersebut harus dibuat dengan akta
otentik dan di daftarkan.Dan akibat hukum pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia yang tidak
didaftarkan dalam hal debitur melakukan wanprestasi kreditur tidak bisa menggunakan parate
executie (eksekusi langsung), tetapi proses eksekusinya tetap harus dilakukan dengan cara
mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara perdata hingga
turunnya putusan hakim. Untuk eksekusi yang menggunakan titel eksekutorial berdasarkan
sertifikat jaminan fidusia pelaksanaan penjualan benda jaminan tunduk dan patuh pada Hukum
Acara Perdata sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 224 H.I.R/258 RBG, yang prosedur
pelaksanaanya memerlukan waktu yang lama.
Selain kesimpulan juga dalam bab ini dikemukakan beberapa saran yang terkait
beberapa kelemahan yang dijumpai dari penelitian ini yakni, dalam perjanjian
pembiayaan konsumen hendaknya pelaksanaan eksekusi dilakukan melalui Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku di Indonesia, dengan mengajukan gugatan ke
pengadilan hingga turunnya putusan hakim. Eksekusi yang dilakukan oleh lembaga
pembiayaan dapat dikatakan perbuatan melawan hukum karena motor tersebut sebagian
adalah milik konsumen dan sebagian milik kreditur. Untuk kepastian hukum serta untuk
memposisikan lembaga pembiayaan pada posisi yang lebih menguntungkan, maka
disarankan kepada lembaga pembiayaan dalam melakukan perjanjian pembiayaan
konsumen dibuat dengan akta otentik (akta notaris) serta mendaftarkan jaminan fidusia
pada Kantor Fidusia, sebagaimana telah ditentukan oleh Undang-Undang No. 42 Tahun
1999 Tentang Fidusia.
12
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL . i
ABSTRACT .. ix
RINGKASAN .. x
Konsumen ................................................................... 67
Jaminan ................................................................................ 99
DAFTAR PUSTAKA
16
BAB I
PENDAHULUAN
distandarisasi oleh pembuatnya dan kemudian diberikan ke pihak lain, dan pihak lain itu
pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan
1
isinya. Dengan kata lain, isi perjanjian standar ditetapkan secara sepihak dan dicetak
dalam bentuk formulir tertentu yang digunakan berulang-ulang untuk perjanjian sejenis.
Suatu utang piutang merupakan suatu perbuatan yang tidak asing lagi bagi
kehidupan di masyarakat. Utang piutang tidak hanya dilakukan oleh orang-orang yang
ekonominya lemah, tetapi juga dilakukan oleh orang-orang yang ekonominya relatif
mampu. Suatu utang diberikan pada dasarnya atas integritas atau kepribadian debitur,
yakni kepribadian yang menimbulkan rasa kepercayaan dalam diri kreditur, bahwa
debitur akan memenuhi kewajiban pelunasannya dengan baik. Akan tetapi belum
menjadi jaminan bahwa nanti pada saat jatuh tempo, pihak debitur dengan niat baik
1
Sidharta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo Jakarta,
hal 119.
2
J. Satrio, 1991, Hukum Jaminan, Hak-hak Kebendaan, Bandung, Citra Aditya
Bakti, hal. 97.
17
agar lebih memberikan jaminan atas pengembalian utang yang telah diberikan oleh
untuk memberikan rasa aman bagi kreditur dan pihak debitur memiliki dorongan untuk
melaksanakan kewajibannya dengan baik. Salah satu bentuk perjanjian tambahan yang
dimaksudkan adalah perjanjian jaminan yang sejalan dengan teori Schuld dan Haftung
yang memberikan gambaran bahwa pada prinsipnya kalau ada yang berbuat hutang
maka harus ada yang dijaminkan. Adanya jaminan akan dapat memberikan kenyamanan
kepada kreditur termasuk juga lembaga pembiayaan sebagai penyandang dana terhadap
dana yang dipinjamkan kepada debitur, meskipun hal ini tidak dapat dijamin
signifikan, salah satunya yang hendak dibahas dalam penelitian tesis ini yaitu mengenai
lembaga pembiayaan melalui perjanjian kredit untuk kendaraan bermotor. Perjanjian ini
pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem angsuran atau kredit
Dalam transaksi pembiayaan konsumen, ada tiga pihak yang terlibat. Pertama,
Kreditur). Kedua, pihak konsumen (Penerima dana pembiayaan atau debitur), dan
ketiga pihak supplier (Penjual atau Penyedia Barang). Adapun hubungan yang terjadi
antara pihak kreditur dengan pihak debitur adalah suatu hubungan kontraktual dalam hal
18
pembelian suatu barang. Pihak konsumen selanjutnya akan menerima fasilitas dana
untuk pembelian barang tertentu dan membayar hutangnya secara berkala atau angsuran
pembiayaan juga membutuhkan adanya suatu jaminan dari pihak debitur. Hal ini
dimaksudkan agar tercipta suatu keyakinan dan keamanan bagi pihak kreditur atas
kredit yang diberikannya mendapat jaminan pelunasan dari pihak debitur. Keberadaan
UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
para konsumen untuk menguasai benda yang dijaminkan untuk melakukan kegiatan
Dalam kaitannya dengan pemberian jaminan bagi pihak kreditur, tindakan yang
Dengan kata lain, apabila konsumen (debitur) melalaikan kewajibannya atau cidera janji
yang berupa lalainya konsumen memenuhi kewajibannya pada saat pelunasan utangnya
sudah waktunya untuk ditagih, maka dalam peristiwa seperti itu, kreditur dapat
3
Muhammad Chidir, 1993, Pengertian-pengertian Elementer Hukum Perjanjian
Perdata, Bandung, Mandar Maju, hal. 166.
19
Fidusia diatur dalam Pasal 29 ayat (1) UUJF yang menyebutkan apabila debitur atau
konsumen cidera janji, eksekusi terhadap Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia
dan lembaga pembiayaan jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga
Tidak jarang pelaksanaan eksekusi yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan terjadi
perjanjian dibawah tangan karena tidak ada akta notaris sebagai kekuatan hukum atas
perjanjian tersebut.
bahwa salah satu syarat sahnya suatu perjanjian harus memenuhi syarat objektif yaitu
suatu hal tertentu dan objek yang halal. Apabila kemudian syarat objektif tersebut tidak
terpenuhi, maka perjanjian yang dibuat batal demi hukum. Perjanjian itu dianggap tidak
20
ada, dan tidak ada hak untuk pihak manapun melakukan penuntutan pemenuhan
tangan, lembaga pembiayaan juga dapat dijumpai tidak mendaftarkan Jaminan Fidusia
mendapatkan sertifikat Jaminan Fidusia. Sementara itu, dalam UUJF dan PP No. 86
Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Fidusia dan Biaya Pendaftaran Fidusia
disebutkan salah satu syarat pendaftaran Fidusia adalah adanya salinan Akta Notaris
yang disebutkan di atas. Dengan demikian perjanjian yang dibuat dibuat dibawah tangan
tanpa akta notaris maka tidak dapat dibuatkan sertifikat fidusia. Pelanggaran yang
dilakukan oleh lembaga pembiayaan ini tentu berdampak pada perlindungan hukum dan
kekuatan hukum dari perjanjian Jaminan Fidusia yang dilakukan oleh lembaga
Akibat dari Jaminan Fidusia yang tidak dibuatkan sertifikat fidusianya maka
objek Jaminan Fidusia tersebut tidak mempunyai hak eksekusi langsung. Pada saat
terjadi wanprestasi atau kemacetan dari konsumen, maka pihak lembaga pembiayaan
tidak dapat melakukan eksekusi terhadap objek jaminan tersebut. Lembaga pembiayaan
justru melakukan eksekusi secara sepihak tanpa melalui instansi pemerintahan terkait
disebutkan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, dan konsumen pun dapat melakukan
Dalam hal terjadi eksekusi atas objek Jaminan Fidusia maka, lembaga
berpendidikan di atas SLTA, maupun Sarjana, sehingga masih memiliki sopan santun
Akan lain lagi jika konsumen tetap tidak memiliki kemampuan membayar, maka
agar membayar. Dalam proses ini biasanya debt collector sudah tidak lagi menagih
pembayaran hutang, tetapi berusaha mengambil kendaraan yang dibeli oleh konsumen.
Hal ini mengingat mereka bukan karyawan lembaga pembiayaan, tetapi tenaga lepas
yang dibayar apabila berhasil menarik kendaraan milik konsumen. Kalaupun konsumen
membayar debt collector. Dalam melakukan kegiatannya debt collector tadi sering
eksekusi ataupun penagihan seringkali membawa pengawalan, baik oknum polisi, TNI,
Apabila eksekusi yang dilakukan dengan cara kekerasan tersebut tidak berhasil,
tersebut kepada Polisi dengan tuduhan Pasal 372 jo. 378 KUHP tentang Penipuan dan
Penggelapan atau Pasal 35 dan 36 UUJF. Cara ini dilakukan dengan harapan agar Polisi
dapat menyita kendaraan tersebut, kemudian dipinjam pakai oleh lembaga pembiayaan,
dimuat dalam laporan Media Bali Post pada hari Kamis tanggal 30 Mei 2013 dengan
Bali belakangan ini sangat tinggi. Salah satu konsumen dikemukakan mengadukan
selama tiga bulan kendaraan langsung ditarik.4 Kasus seperti ini tentunya menunjukkan
pun cenderung tidak memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi pihak
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka aktual dan
menarik untuk diangkat sebagai tesis dengan judul Eksekusi Barang Jaminan
Kendaraan Bermotor Dalam Perjanjian Pembiayaan Non Bank Yang Tidak Didaftarkan
Jaminan Fidusia. Penelitian ini juga belum pernah dilakukan sebagaimana dapat
ini yaitu:
4
Harian Bali Post, 2013, Lembaga Pembiayaan di Bali Banyak Melanggar
Hukum, hal. 3.
23
b. Tesis dari I Gusti Agung Surya Tamrin, NIM 1092461039, Alumni Program
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini, yaitu:
bank?
seperti yang dijelaskan di atas, menunjukkan bahwa penelitian yang sama dengan judul
Bank Yang Tidak Didaftarkan Jaminan Fidusia belum ada yang membahasnya. Oleh
karena itu, penelitian tesis ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah orisinalitas
atau keasliannya.
24
1. Apa yang melandasi pihak kreditur melakukan eksekusi terhadap barang jaminan
Berdasarkan pada pokok permasalahan yang diteliti, maka tujuan yang ingin
dicapai dari penelitian ini dapat dibedakan atas tujuan yang bersifat umum dan tujuan
yang bersifat khusus. Adapun kedua tujuan yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:
Mengenai tujuan umum dari penelitan ini yaitu untuk pengembangan ilmu
hukum terkait paradigma Science as a process (ilmu sebagai proses). Dengan paradigma
ini, ilmu hukum tidak akan mandek dalam penggalian atas kebenaran, khususnya terkait
Sesuai permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini, maka adapun tujuan
melakukan eksekusi terhadap barang jaminan kendaraan bermotor roda dua yang
1. 4 Manfaat Penelitian
Mengenai manfaat dari penelitian ini dapat diklasifikasikan atas manfaat teoritis
Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan
pemikiran bagi pengembangan Ilmu Hukum, khususnya pada bidang Hukum Perdata,
Hukum Perjanjian, dan Hukum Jaminan Fidusia terkait eksekusi barang jaminan
kendaraan bermotor dalam perjanjian pembiayaan non bank yang tidak didaftarkan
Jaminan Fidusia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan dan
Jaminan Fidusia pada perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor roda dua, yakni :
terkait substansi dari Akta notaris atas barang Jaminan Fidusia pada perjanjian
Jaminan Fidusia.
Landasan teoritis akan memuat teori, konsep, serta asas-asas yang digunakan
menganalisis permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini. Adapun landasan teoritis
perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor, yaitu teori negara hukum, teori kepastian
hukum, serta beberapa konsep, seperti konsep perlindungan hukum, konsep akta,
Menurut Aristoteles, suatu negara yang baik adalah negara yang diperintah
dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum. 5 Pada dasarnya ada tiga unsur dari
berdasarkan pada ketentuan-ketentuan hukum serta bukan hukum yang dibuat secara
berarti pemerintahan yang dilaksanakan atas kehendak rakyat, bukan berupa paksaan-
5
HR. Ridwan, 2011, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, hal. 2.
27
negara dimana pemerintah dan semua pejabat-pejabat hukum mulai dari Presiden,
dalam dan di luar jam kantornya taat kepada hukum. 6 Taat kepada hukum berarti
dengan itu, Sudargo Gautama mengemukakan negara hukum ialah negara yang seluruh
aksinya didasarkan dan diatur oleh Undang-Undang yang telah ditetapkan semula
dengan bantuan dari badan pemberi suara rakyat.7 Selanjutnya Bagir Manan
1. Adanya pengakuan terhadap jaminan hak-hak asasi manusia dan warga negara;
6
O. Notohamidjojo, 1970, Makna Negara Hukum, Badan Penerbit Kristen,
Jakarta, hal. 36.
7
Sudargo Gautama, 1973, Pengertian Tentang Negara Hukum, Alumni,
Bandung, hal. 13.
8
Bagir Manan, 1994, Hubungan Antara Pusat Dan Daerah Menurut UUD 1945,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hal. 35
28
berdasarkan atas hukum yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis;
Philipus M Hadjon dalam kaitan di atas secara lebih tegas memberikan ciri negara
kerukunan;
sarana terakhir;
unsur negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Berdasarkan Dari uraian di
atas dapat disimak bahwa adanya unsur asas legalitas dalam unsur rechtsstaat
mengamanatkan agar setiap tindakan pemerintah harus berdasar atas hukum. Dengan
kata lain, dalam unsur negara hukum Pancasila, asas legalitas menjadi hal yang penting
Notaris agar tidak melanggar HAM dan/atau seseorang atau sekelompok orang tidak
mendapat perlindungan hukum. Pemikiran ini sejalan dengan yang dikemukakan K.C.
9
Ibid., hal. 277.
10
Philipus M Hadjon,1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia. PT.
Bina Ilmu, Surabaya, hal. 90
29
Wheare yakni first of all it is used to describe the whole system of government of a
country, the collection of rule are partly legal, in the sense that courts of law will
recognized as law but which are not less effective in regulating the government than the
rules of law strictly so called. 11 Pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sistem
pemerintahan dari suatu negara adalah merupakan himpunan peraturan yang mendasari
pemerintahan dalam menata hubungan hukum antar para pihak juga berkewajiban
Tiena Masriani mengemukakan bahwa hukum adalah himpunan petunjuk hidup yang
mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota
masyarakat yang bersangkutan, oleh karena pelanggaran terhadap petunjuk hidup itu
syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri
dengan kehendak bebas dari orang lain, menuruti peraturan hukum tentang
kemerdekaan.13 Dari pendapat para sarjana yang dikutip tersebut dapat disimak bahwa
hukum pada hakikatnya merupakan aturan atau norma yang mengatur tingkah laku
11
K.C Wheare, 1975, Modern Constitutions, Oxford University Press, London,
p. 1.
12
Yulies Tiena Masriani, 2008, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, hal. 6-7.
13
Ibid.
30
masyarakat dalam pergaulan hidup yang disertai sanksi hukum atas pelanggaran norma
bersangkutan.
secara damai.14 Dalam hubungan dengan tujuan hukum, maka terdapat beberapa teori
keadilan yang memberikan kepada tiap orang jatah menurut jasanya. Keadilan
komutatif adalah keadilan yang memberikan jatah kepada setiap orang sama
apa yang berfaedah atau yang sesuai dengan daya guna (efektif). Adagiumnya
yang terkenal adalah The greatest happiness for the greatest number artinya,
mengayomi manusia, baik secara aktif maupun secara pasif. Secara aktif
yang manusiawi dalam proses yang berlangsung secara wajar. Sedangkan yang
14
L. J. Van Apeldoorn, 2000, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita,
Jakarta, hal. 10.
31
c. Mewujudkan keadilan;
Sementara itu, mengenai daya ikat hukum dalam masyarakat, berdasarkan pendapat
berlakunya hukum secara sempurna harus memenuhi tiga nilai dasar. Ketiga hal dasar
sesuai dengan cita hukum, keadilan sebagai nilai positif yang tertinggi. 16
Dengan demikian, agar hukum dapat berlaku dengan sempurna, maka perlu memenuhi
Berdasarkan teori-teori tujuan hukum di atas maka dapat diketahui bahwa tujuan
dari hukum yaitu untuk memberikan kepastian, keadilan terutama dalam pemberian
15
Dudu Duswara Machmudin, 2003, Pengantar Ilmu Hukum, Sebuah Sketsa,
Refika Aditama, Bandung, hal. 24-28.
16
I Dewa Gede Atmadja, 1993, Manfaat Filsafat Hukum dalam Studi Ilmu
Hukum, dalam Kerta Patrika, No. 62-63 Tahun XIX Maret-Juni, Fakultas Hukum
Universitas Udayana, Denpasar, hal. 68.
32
kredit dengan Jaminan Fidusia. Lembaga pembiayaan dalam kaitan itu seharusnya
membuat perjanjian fidusia dengan akta notariil dan mendaftarkan Jaminan Fidusia
pada kantor pendaftaran fidusia agar diperoleh sertifikat Jaminan Fidusia yang
sebagai suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum
untuk memberikan rasa aman, baik fisik maupun mental, kepada korban dan sanksi dari
ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun yang diberikan pada
proses litigasi dan/atau non litigasi. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan
yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang
bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak
tertulis. Dengan kata lain, pada setiap hubungan hukum tentu menimbulkan hak dan
kepentingan yang berbeda-beda dan saling berhadapan atau berlawanan, dan untuk
mengurangi ketegangan dan konflik maka dibutuhkan adanya hukum yang mengatur
nyaman kepada semua pihak yang terkait dengan produk hukum bersangkutan.
pihak yang dirugikan. 17 Terkait hal itu, maka perlu adanya perlindungan hukum sebagai
17
Jehani Libertus, 2007, Pedoman Praktis Menyusun Surat Perjanjian.
Dilengkapi Contoh-Contoh : Perjanjian Jual Beli, Perjanjian Sewa Menyewa, Perjanjian
Pinjam Pakai, Perjanjian Pinjam Meminjam, Perjanjian Kerja, Perjanjian Franchise,
Surat Kuasa, Jakarta : Visimedia. hal. 1
33
kepada pihak yang dilindungi sesuai dengan kewajiban yang telah dilakukan. Jika
dikaitkan dengan dunia perbankan, wujud perlindungan bagi pihak bank maupun
debitur tertuang dalam bentuk perjanjian kredit. Dalam perjanjian yang dibuat antara
bank dengan debitur, pada substansinya akan berisi hak dan kewajiban masing-masing
para pihak. Terhadap isi perjanjian tersebut, para pihak harus menjalankan atau mentaati
dengan sebaik-baiknya.
Dalam Blacks Law Dictionary, Law Enforcement diartikan sebagai The act of putting
something such as a law into effect; the execution of law the arriying out of a mandate
menerapkan hukum melalui suatu mandat atau perintah. Dalam hal ini, hukum
dipandang sebagai kenyataan sosial, hukum sebagai alat pengendali sosial atau yang
perwujudan itulah yang merupakan hakikat dari penegakan hukum. 19 Penegakan hukum
harus memperhatikan kemanfaatan atau kegunaan bagi masyarakat. Sebab hukum justru
dibuat untuk kepentingan masyarakat (manusia). Oleh karena itu pelaksanaan dam
merupakan proses sosial, yang bukan merupakan proses tertutup, melainkan proses yang
melibatkan lingkungannya. Oleh karena itu, penegakan hukum akan bertukar aksi
18
Henry Campbell Black, 1990, Blacks Law Dictionary, Edisi VI, St. Paul
Minesota, West Publishing, p. 2145
19
Satjipto Rahardjo, 1983, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, hal. 15.
34
dengan lingkungannya, yang dapat disebut sebagai pertukaran aksi dengan unsur
manusia, sosial, budaya, politik dan sebagainya. Menurut Soerjono Soekanto faktor-
menerapkan hukum.
diterapkan.
5. Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada
esensi dari penegakan hukum, serta juga merupakan tolok ukur efektivitas penegakan
hukum. Oleh karena itu, hakikat penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan
hubungan nilai-nilai yang terjabar di dalam kaidah-kaidah dengan sikap tindak manusia
sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan
bahwa :a legal system in actual is a complex in wich structure, substance and culture
interact.21 Dengan demikian, ketiga unsur hukum yang terdiri dari 3 komponen yaitu
Substansi hukum (legal substance), struktur hukum (legal structure) dan budaya hukum
(legal culture) menjadi sangat penting diperhatikan dalam kaitan dengan penegakan
20
Soerjono Soekanto, 2008, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 8
21
Lawrence M. Friedman, 1975, The Legal System, A Social Science
Perspective, Rusell Sage Foundation, New York, p.4
35
suatu bidang hukum. Terkait dengan struktur hukum, maka dalam pembentukan suatu
Akta pada dasarnya adalah suatu tulisan yang ditandatangani dan dibuat untuk
dipergunakan sebagai alat bukti. Akta Notaris berisi uraian atau keterangan, pernyataan
para pihak yang berisi uraian atau keterangan, pernyataan para pihak yang diberikan
atau diceritakan di hadapan notaris. Sementara itu, akta otentik adalah suatu akta yang
dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang undang dihadapan pejabat umum
Akta otentik haruslah dibuat dalam bentuk tertentu dalam artian memenuhi
ketentuan undang undang. Akta yang dibuat oleh notaris merupakan salah satu bukti
hak atas tanah untuk kelengkapan di Kantor Pertanahan. Oleh karen itu, akta yang
dibuat notaris sangat penting artinya dalam proses pendaftaran tanah. Sejalan dengan
22
Hilaire McCoubrey dan Nigel D. White, 1996, Textbook On Jurisprudence
(Second Edition), Blackstone Press Limited, Inggris, hal. 89-90
36
uraian di atas, pengertian akta otentik juga diatur pada Pasal 1868 KUHPerdata. Pada
ketentuan tersebut dikemukakan Suatu Akta Otentik ialah suatu akta yang didalam
bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang dibuat oleh atau dihadapan pejabat-
pejabat umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana aktanya dibuatnya. Akta
otentik sebagai alat pembuktian maka termasuk dalam hukum pembuktian yang diatur
diciptakan oleh akta otentik dan syarat-syarat yang terkandung didalamnya diatur pada
Pasal 1870 KUHPerdata. Pasal 1870 KUHPerdata menentukan bahwa suatu akta
otentik memberikan diantara para pihak beserta ahli warisnya atau orang-orang yang
mendapatkan hak dari mereka, suatu bukti yang ssempurna tentang apa yang dimuat
didalamnya. Akta otentik dalam hal ini merupakan akta yang dibuat oleh dan
dihadapan pejabat umum, menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan oleh undang-
undang. Oleh karena itu, akta notaris menjadi salah satu sumber utama dalam rangka
pemeliharaan data pendaftaran tanah. Berdasarkan hal tersebut dapat disimak bahwa
sesuai dengan jabatan notaris sebagai pejabat umum, maka akta yang dibuatnya diberi
kedudukan sebagai akta otentik yang berfungsi untuk memberikan kepastian hukum
termasuk Jaminan Fidusia mempunyai ciri-ciri kebendaan dalam arti memberikan hak
mendahulu di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat serta mengakui
benda-benda yang bersangkutan. Konsep fidusia, menurut asal katanya berasal dari
bahasa Romawi fides yang berarti kepercayaan. Fidusia merupakan istilah yang sudah
37
lama dikenal dalam bahasa Indonesia. Dalam terminologi Belanda istilah ini sering
disebut secara lengkap yaitu Fidusiare Eigendom Overdracht (F.E.O. ) yaitu suatu
penyerahan hak milik secara kepercayaan. Sedangkan dalam istilah bahasa Inggris
sebagai pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan
ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan
pemilik benda.
Karakter kebendaan pada Jaminan Fidusia dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 2,
Pasal 20, Pasal 27 UUJF. Karakter kebendaan yang dimiliki Jaminan Fidusia ini,
kreditur atau lembaga pembiayaan merupakan kreditur yang preferen dan memiliki sifat
Pemberian Jaminan Fidusia selalu berupa penyediaan bagian dari harta kekayaan
melepaskan hak kepemilikannya secara yuridis untuk sementara waktu. Debitur yang
kekuasaan benda secara ekonomis melainkan secara yuridis. Hal ini sesuai dengan teori
yang dikemukakan bahwa benda jaminan masih dapat dipergunakan oleh si konsumen
untuk melanjutkan usaha bisnisnya. Dengan demikian, dapat disimak bahwa dalam
perjanjian Jaminan Fidusia, konstruksi yang terjadi adalah pemberi Jaminan Fidusia
Perkataan fidusia sendiri berasal dari kata fidusiare yang berarti bersifat
kepercayaan, yang dapat diduga merupakan singkatan dari istilah yang dulu ada kalanya
juga dipakai yaitu fidusiaire eigendoms overdracht. Lembaga ini disebut dengan
Pasal 1 ayat (1) UUJF menetapkan pengertian fidusia adalah pengalihan hak
kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang
Selanjutnya dalam Pasal 1 ayat (2) UUJF disebutkan bahwa Jaminan Fidusia adalah hak
jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan
benda yang tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
Tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan konsumen, sebagai
agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan
Penyerahan hak milik secara fidusia sebagai jaminan adalah lembaga jaminan
bentuk baru atas benda bergerak, disamping hak gadai. 24 Jaminan Fidusia yaitu
pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan
23
Mariam Darus Badrulzaman, 1991, Bab-bab Tentang Creditverband Gadai dan
Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 89
24
Ibid
39
bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan
pemilik benda. 25
kepercayaan yang diberikan secara bertimbal-balik oleh satu pihak kepada yang lain,
bahwa apa yang keluar ditampakan sebagai pemindahan milik, sebenarnya (kedalam,
intern) hanya suatu jaminan saja untuk suatu utang.26 Dalam kaitan ini, fidusia
merupakan pengalihan hak milik sebagai jaminan yang pada dasarnya hanya berlaku
Fidusia dalam bahasa latin berarti kepercayaan. 27 Sebagai istilah hukum, maka
fidusia adalah barang yang oleh debitur dipercayakan kepada kreditur sebagai jaminan
utang. Dengan kata lain, fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak dan tidak
a. Kreditur memindahkan hak milik atas benda jaminan itu atas dasar
kepercayaan.
b. Bendanya sendiri tetap dalam kekuasaan dan dalam tangan debitur sehingga
bergerak. Namun, setelah debitur membayar lunas kreditnya, maka hak debitur
25
J. Satrio, 2002, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, hal. 157
26
R. Subekti, 1991, Loc. Cit.
27
R. Subekti, R. Tjitrosoedibio, 1994, Kamus Hukum, Pradnya Paramita,
Jakarta, hal. 42
40
Sesuai dengan arti kata fidusia yakni kepercayaan, maka hubungan (hukum)
mau mengembalikan hak milik barang yang telah diserahkan, setelah dilunasi utangnya.
Bermotor Yang Tidak Didaftarkan Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Non
1. Eksekusi adalah pelaksanaan suatu ketentuan hukum dalam hal suatu pihak
wujudnya antara lain dapat berupa tindakan untuk menyerahkan suatu barang,
2. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
3. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud dan benda yang tidak bergerak khususnya
bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan yang tetap berada dalam
28
Thomas Soebroto, 1995, Tanya Jawab Hukum Jaminan Hipotik, Fidusia,
Penanggungan dan Lain-lain, .Dahara Prize, Semarang, hal. 123
29
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2000, Seri Hukum Bisnis "Jaminan
Fidusia" PT. Raja Grapindo Persada, Jakarta, hal. 113
41
untuk suatu usaha tertentu atau individu dalam bentuk penyediaan dana, baik
dalam bentuk dana tunai atau uang dapat dan/atau dalam bentuk barang modal.
1.6. Hipotesis
bahwa penelitian hukum pada hakikatnya dapat dibagi dalam 2 (dua) klasifikasi, sebagai
berikut:
tesis ini dikualifikasikan kedalam jenis penelitian hukum empiris, yaitu penelitian
hukum yang objek kajiannya meliputi ketentuan dan mengenai pemberlakuan atau
secara in action/in abstracto pada setiap peristiwa hukum yang terjadi dalam
masyarakat (in concreto).31 Sehubungan dengan itu, maka penelitian ini yang akan
mengkaji kesenjangan antara ketentuan Pasal 29 ayat (1) UU No. 42 Tahun 1999
bermotor.
dan kerangka berpikir seorang peneliti untuk melakukan analisis. Dalam penelitian
30
Bambang Sunggono, 1997, Metodologi Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta, hal. 42-43.
31
Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya
Bakti, Bandung, hal. 134
43
yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu data yang dinyatakan oleh
responden secara tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang nyata, yang
diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. Oleh karena itu peneliti harus
dapat menentukan data mana atau bahan hukum mana yang memiliki kualitas
sebagai data atau bahan hukum yang diharapkan atau diperlukan dan data atau
bahan hukum mana yang tidak relevan dan tidak ada hubungannya dengan
penelitian. Oleh karena itu dalam analisis dengan pendekatan kualitatif ini yang
ini akan sangat diperlukan apabila peneliti akan mencari korelasi dari dua
Dalam penulisan karya ilmiah ini, agar mendapatkan hasil yang ilmiah, serta dapat
dipertahankan secara ilmiah, maka masalah dalam penelitian ini akan dibahas
Mengenai lokasi yang dipilih untuk mendapatkan data primer adalah pada
lembaga pembiayaan yang berkantor di Denpasar. Lokasi penelitian ini dipilih dengan
32
Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum
Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, hal. 192
44
mengenai masalah yang akan diteliti. Jadi, dalam hal ini peneliti menentukan sendiri
Dalam penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh secara
langsung dari masyarakat yang dinamakan data primer (data dasar) dan diperoleh dari
1. Data primer
lapangan yang berasal dari para informan, yaitu para pegawai PT. FIF Group,
konsumen, dan pegawai Kementrian Hukum dan HAM wilayah Provinsi Bali.
2. Data sekunder
relevan dengan permasalahan yang akan dibahas. Mengenai data sekunder ini
33
Burhan Ashshofa, op. cit, hal. 91
34
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 12
45
1) KUHPerdata
primer dan sekunder. Bahan hukum tertier dalam penulisan tesis ini adalah
Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini untuk
interaksi dan komunikasi serta cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya
langsung pada yang diwawancarai.35 Wawancara ini dilakukan dengan pelaku bisnis
dan konsumen yang terkait. Disamping itu agar tercapai proses tanya jawab yang
35
Ronny Hanitijo, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia
Indonesia, Jakarta, hal. 57.
46
terbuka dari responden, maka tanya jawab tersebut dikembangkan disekitar pokok
Sementara itu, untuk mendapatkan data sekunder sebagai pendukung data primer
maka bahan hukum dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan sistem
kartu (card system).36 Dalam pengumpulan bahan hukum tersebut, kartu-kartu disusun
berdasarkan topik, bukan berdasarkan nama pengarang. Hal ini dilakukan agar
Setelah semua data terkumpul, baik data lapangan maupun data kepustakaan
36
Winarno Surakhmad, 1972, Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar Metode &
Teknik, Tarsito, Bandung, hal. 257.
47
BAB II
Perjanjian dipandang sebagai hubungan hukum antar dua pihak yang berjanji
atau dianggap berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu
hal dengan memberikan kesempatan pada pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu.37
Dalam praktek, istilah kontrak atau perjanjian terkadang dipahami secara rancu dan
pelaku bisnis mencampuradukkan istilah itu seolah-olah pengertian yang berbeda 38.
Dasar hukum mengenai perjanjian di Indonesia diatur dalam Buku III KUHPerdata
dan contract untuk pengertian yang sama, hal ini terlihat pada Buku III title kedua
perjanjian dapat dijumpai pada Pasal 1313 KUHPerdata yang menyatakan bahwa
Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat
dan terlalu luas pengertiannya, karena istilah perbuatan yang dipakai dapat mencakup
juga perbuatan melawan hukum dan perwalian sukarela, padahal yang dimaksud adalah
37
Wirjono Prodjodikoro, 1986, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bale Bandung,
Bandung, hal. 19.
38
Agus Yudha Hernoko, 2010, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas dan
Kontrak Komersial), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 13.
32
48
perbuatan melawan hukum.39 Hal ini senada dengan pendapat Abdulkadir Muhammad
Hal tersebut dapat diketahui dari rumusan kata kerja mengikatkan diri, sifatnya
hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya rumusan
itu ialah saling mengikatkan diri, jadi ada konsensus antara dua pihak. Kata
perbuatan yang timbul dari penjanjian saja, seharusnya dipakai istilah persetujuan.
janji kawin, yang diatur dalam lapangan Hukum Keluarga. Padahal yang dimaksud
adalah hubungan antara debitur dengan kreditur dalam lapangan harta kekayaan
39
R. Setiawan, 1979, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung,
hal. 49.
40
Abdulkadir Muhammad, Op. cit., hal. 134.
41
Abdulkadir Muhammad, Loc. cit.
49
dalam Pasal 1313 KUHPerdata, beberapa sarjana memberikan pendapatnya. Salah satu
seperti dikutip Purwahid Patrik. Rutten menyatakan bahwa perjanjian adalah perbuatan
yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dan peraturan hukum yang ada
tergantung dari persesuaian kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk
timbulnya akibat hukum dari kepentingan salah satu pihak atas beban lain atau demi
benda antar dua pihak dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk
melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain
berhak menuntut pelaksanaan janji itu.43 Pendapat lain mengenai perjanjian juga
dikemukakan oleh Subekti yang menyatakan bahwa Suatu perjanjan adalah suatu
peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling
dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu
di atas terliht bahwa terdapat hubungan antara para pihak yang terikat dalam perjanjian.
42
Purwahid Patrik, 1998, Azas Itikad Baik dan Kepatutan Dalam Perjanjian, FH
UNDIP, Semarang, 1982, hal. 1-3.
43
R. Wiryono Prodjodikoro, 2004, Asas-asas Hukum Perjanjian, Mandar Maju,
Bandung, hal. 4.
44
R. Subekti, Hukum Perjanjian, 1985, PT. Intermasa, Jakarta, hal. 1.
45
Abdulkadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, hal 78.
50
Pihak yang satu setuju dan pihak yang lainnya juga setuju untuk melaksanakan sesuatu,
kendati pelaksanaan itu datang dari satu pihak, misalnya dalam perjanjian pemberian
hadiah atau hibah. Dengan perbuatan memberi hadiah itu, pihak yang diberi hadiah
setuju untuk menerimanya, jadi ada konsensus yang saling mengikat. Dengan demikian
Berdasarkan beberapa pendapat para sarjana yang telah diuraikan di atas maka
dapat diketahui bahwa dalam suatu perjanjian termuat unsur-unsur sebagai berikut:
mengetahui lebih dalam mengenai suatu perjanjian atau bukan perjanjian, sangatlah
Unsur atau ciri pertama dari perjanjian adalah adanya kata sepakat, yaitu pernyataan
kehendak beberapa orang. Artinya, perjanjian hanya dapat timbul dengan kerjasama
dari dua orang atau lebih atau perjanjian dibangun oleh perbuatan beberapa orang.
disini adalah subyek perjanjian dimana sedikitnya dua orang atau badan hukum dan
51
Perbuatan hukum sepihak adalah pernyataan kehendak dari cukup satu orang saja
dan pernyataan ini menimbulkan akibat hukum. Tindakan hukum sepihak mencakup
Kata sepakat tercapai pihak satu menyetujui apa yang ditawarkan oleh pihak
lainnya. Kehendak para pihak tersebut tidaklah menimbulkan akibat hukum apabila
kehendak tersebut tidak dinyatakan. Perjanjian terjadi apabila para pihak saling
Tidak semua janji dalam kehidupan sehari-hari membawa akibat hukum. Walaupun
janji yang dibuat seseorang dapat memunculkan suatu kewajiban sosial atau
kesusilaan, akan tetapi hal itu muncul bukanlah sebagai akibat hukum. Ada
kemungkinan para pihak tidak sadar bahwa janji yang dibuatnya berakibat hukum.
itulah yang perlu dipertimbangkan terkait suatu pernyataan kehendak yang muncul
sebagai janji yang akan memunculkan akibat hukum atau sekedar kewajiban sosial
d. Akibat hukum untuk kepentingan pihak yang satu dan atas beban yang lain atau
timbal balik;
Suatu keinginan para pihak tidak selalu memunculkan akibat hukum. Untuk
terbentuknya suatu perjanjian maka diperlukan adanya unsur akibat hukum tersebut
52
untuk kepentingan pihak yang satu atas beban pihak yang lain. Mengenai akibat
hukum suatu perjanjian hanya mengikat para pihak dan tidak dapat mengikat pihak
ketiga, lagi pula tidak dapat membawa kerugian bagi pihak ketiga.
Format perjanjian pada umumnya bebas ditentukan oleh para pihak. Namun
2. Pemisahan dan pembagian warisan dalam hal tertentu (Pasal 1071 jo. Pasal
Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal 147 ayat (1) KUHPerdata).
Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta
46
Herlien Budiono, 2009, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di
Bidang Kenotariaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 9.
53
harus didirikan dengan akta notaris, namun SKMHT seperti yang disebutkn di
atas selain dibuat dengan akta Notaris juga dapat dibuat dengan akta Pejabat
Pada umumnya perjanjian tidak terikat pada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat
secara lisan dan secara tertulis. Dalam hal dibuat secara tertulis, maka perjanjian ini
bersiftat sebagai alat pembuktian apabila terjadi perselisihan. Menurut Mariam Darus
bentuk tertentu, apabila bentuk tersebut tidak dipenuhi maka perjanjian itu menjadi
tidak sah.47 Dengan demikian bentuk tertulis suatu perjanjian tidak hanya semata-mata
merupakan alat pembuktian saja, tetapi juga merupakan syarat adanya perjanjian.
pendapat lain mengenai unsur-unsur perjanjian juga dikemukakan oleh J. Satrio yang
menyatakan suatu perjanjian apabila diamati dan diuraikan unsur-unsur yang ada
a. Unsur Esentialia
Hal ini berkaitan dengan unsur perjanjian yang selalu harus ada atau unsur mutlak,
dimana tanpa adanya unsur tersebut perjanjian tidak mungkin ada. Contohnya,
Sebab yang halal merupakan esensialia untuk adanya perjanjian. Dalam perjanjian
jual beli harga barang yang disepakati kedua belah pihak harus ada. Pada perjanjian
yang riil, syarat penyerahan objek perjanjian merupakan essensialia, sama seperti
47
Marial Darus Badrulzaman, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung,
hal. 137.
54
bentuk tertentu merupakan essensialia dari perjanjian formal. Sama halnya dengan
4. Bentuk tertulis.
Sedangkan unsur essensial dalam seuatu perjanjian sewa menyewa pada daasarnya
2. Objek Sewa;
3. Jangka Waktu;
4. Uang sewa;
b. Unsur Naturalia
Unsur Naturalia adalah bagian perjanjian yang berdasar sifatnya dianggap ada tanpa
perlu diperjanjiakan secara khusus oleh para pihak. Bagian dari perjanjian ini
(vriwaren) yang dapat disimpangi atas kesepakatan kedua belah pihak. Ketentuan
yang bersifat mengatur yang merupakan unsur Naturalia dalam perjanjian sewa
menyewa adalah
55
meminta pengurangan harga sewa atau pembatalan. Namun, untuk kedua hal
2. Penyewa dilarang mengubah bentuk bangunan rumah tanpa izin tertulis pemilik.
c. Unsur Accidentalia
Unsur ini berkaitan dengan unsur perjanjian yang ditambahkan para pihak karena
tidak diatur dalam undang-undang. Didalam suatu perjanjian jual beli, benda-benda
pelengkap tertentu dapat dikecualikan, seperti dalam jual beli rumah para pihak
dapat sepakat untuk tidak meliputi pintu pagar besi yang ada di halaman rumah.48
Mengenai syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang
Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri adalah asas yang esensial dari
Hukum Perjanjian. Asas ini dinamakan juga asas konsensualisme yang menentukan
48
J. Satrio, 1992, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta (selanjutnya
disebut J. Satrio I), hal. 57.
56
KUHPerdata mengandung arti kemauan para pihak untuk saling mengikatkan diri.
kata sepakat dimaksudkan bahwa kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu
harus bersepakat, setuju atau seia sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian
yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki
oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.49
Seperti yang dinyatakan dalam Pasal 1321 KUHPerdata yaitu tiada sepakat yang
sah apabila sepakat itu diberikan karena khilaf atau diperolehnya dengan paksaan
atau penipuan. Sepakat yang dmaksud adalah sepakat yang harus diberikan secara
b. Kecakapan.
sempurna. Dengan demikian, adapun yang dimaksud tidak cakap adalah orang-
orang yang ditentukan hukum, yaitu anak-anak, orang dewasa yang ditempatkan
Setap perjanjian harus jelas apa yang menjadi objek perjanjian. Jika yang
menjadi objek adalah barang, maka harus jelas apa jenisnya, jumlahnya, harganya.
49
R. Subekti, Op. cit., hal. 20.
57
apa yang menjadi hak dan kewajibannya masing-masing. 50Hal ini ditegaskan dalam
Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1333 ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa
suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-
kurangnya ditentukan jenisnya. Pasal 1333 ayat (2) mengatakan bahwa jumlah
barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau
dihitung. Dari ketentuan pasal tersebut di atas selanjutnya dapat disimak bahwa
yang diperjanjikan dalam perjanjian itu harus jelas dan dapat ditentukan dikemudian
hari, jadi tidak boleh samar-samar. Hal ini penting untuk memberikan jaminan atau
kepastian kepada pihak-pihak dan mencegah timbulnya perjanjian kredit yang fiktif.
Sebab adalah sesuatu yang menjadi tujuan perjanjian. Didalam Pasal 1335
KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah
dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan.
Selanjutnya pada Pasal 1336 KUHPerdata dinyatakan Jika tidak dinyatakan semua
sebab, tetapi memang ada sebab yang tidak dilarang, atau jika ada sebab lain yang
tidak dilarang selain dari yang dinyatakan itu, persetujuan itu adalah sah.
Penjanjian itu dibuat harus didasarkan oleh sebab yang tidak dilarang oleh undang-
undang, baik mengenali hak yang melekat pada objek perjanjian maupun tentang
Suatu sebab yang halal mengenai hal yang melekat pada objeknya, misalnya
tidak boleh membuat perjanjian jual beli dari hasil curian, sebab pihak penjual
50
C. S. T. Kansil, 1992, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia,
Sinar Grafika, Jakarta, hal. 194.
51
R. Subekti dan R. Tjipto Sudiro, 2001, KUHPerdata, Padnya Paramita,
Jakarta, hal. 339.
58
sebenarnya tidak memiliki hak terhadap barang yang dijualnya tersebut, sedangkan
sebab yang halal yang berhubungan dengan perjanjian itu adalah sesuatu yang
menyebutkan orang yang membuat perjanjian, sebab disini artinya dilihat dari isi
perjanjian itu sendiri, menggambarkan apa yang akan dicapai oleh para pihak,
Menurut ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1335 sampai dengan Pasal
1337 KUHPerdata memberi ketentuan tentang sebab yang halal yaitu sebab yang
ketertiban umum, dan kesusilaan. Sebab yang halal adalah salah satu syarat sahnya
perjanjian yang merupakan tujuan bersama dari para pihak yang mengikatkan diri
pada penjanjian dan tujuan tersebut harus halal dan diperbolehkan karena jika
syarat obyektif, karena mengenai obyek dari perjanjian itu sendiri atau obyek dari
Asas-asas hukum dapat saja timbul dari pandangan akan kepantasan dalam
menjadi aturan hukum. Akan tetapi, tidak semua asas hukum dapat dituangkan
59
menjadi aturan hukum. Meskipun demikian, asas ini tdak boleh diabaikan begitu
saja, melainkan harus tetap dirujuk. Pentingnya peran asas hukum sebagai sumber
hukum. Satu dan lain alasannya adalah bahwa asas-asas hukum memainkan peran
penting dalam keseluruhan proses penafsiran hukum. Sebagian besar dari peraturan
hukum mengenai perjanjian bermuara dan mempunyai dasar pada asas- asas hukum.
hukum positip maupun praktik hukum. Asas hukum dapat juga menjadi dasar dari
suatu sistem hukum. Dengan hukum positif, asas-asas hukum dengan norma hukum
memiliki keterakitan erat dalam artian bahwa aturan-aturan hukum harus dimengerti
beranjak dari latar berlakang asas-asas hukum yang selaras dengan atau terkait pada
hukum positif52.
sebenarnya penjelmaan dari dasar-dasar filosofis yang terdapat pada asas-asas hukum
dari Eropa Barat dikuasai oleh kitab Undang-undang atau Corpus Iuris Civil yang
diundangkan antara tahun 529 dan 534, maupun dalam hukum Inggris yang didasarkan
pada kebiasaan dari putusan hakim dan merupakan dasar dikembangkannya hukum. 54
Asas-asas hukum ini bersifat sangat umum dan menjadi landasan berfikir, yaitu dasar
52
Herlin Boediono, Op cit, hal. 28
53
Peter Mahmud Marzuki, 2003, Batas-batas Kebebasan Berkontrak, Yuridika,
Surabaya, hal. 196
54
C.AE Uniken Venema Zwalve, 2000, Common Law & Civil Law, W.E.J
Tjeenk Willink, Deventer, p. 25.
60
ideologis aturan-aturan hukum. Apabila berbicara tentang hukum, maka yang pertama
maupun aturan-aturan hukum mempunyai cirri serupa. Kedua hal tersebut memberikan
pedoman bagi manusia dalam bersikap dan sebab itu dapat dipergunakan sebagai
didalam hukum kontrak yang klasik adalah asas konsensualisme, asas kekuatan
1. Asas Konsesualisme
Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Istilah secara
sah bermakna bahwa dalam pembuatan perjanjian yang sah adalah mengikat,
karena didalam asas ini terkandung kehendap para pihak untuk saling mengikatkan
perjanjian.
Para pihak harus memenuhi apa yang telah mereka sepakati didalam perjanjian
yang telah mereka buat. Dengan kata lain, asas ini melandasi pernyataan bahwa
suatu perjanjian akan mengakibatkan suatu kewajiban hukum sehingga para pihak
pihak dan mereka juga yang menentukan ruang lingkup serta cara pelaksanaan
perjanjian tersebut. Perjanjian yang dibuat secara sah memunculkan akibat hukum
61
Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral dalam
hukum kontrak, meskipun asas ini tidak dituangkan menjadi aturan namun
mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual para pihak.
dan setiap orang bebas mengikatkan dirinya dengan siapa pun yang dikehendaki.
Pihak-pihak juga bebas menentukan cakupan isi serta persyaratan dari suatu
maupun kesusilaan. Dengan kata lain, KUHPerdata pada hakikatnya menganut asas
4. Asas Keseimbangan
pranata-pranata hukum dan asas-asas pokok hukum perjanjian yang dikenal dalam
satu pihak dan cara pikir bangsa Indonesia di pihak lain. Asas keseimbangan perlu
bahwa KUHPerdata disusun dengan mendasarkan pada tata nilai dan filsafat hukum
barat.
62
dikenal sejak zaman Romawi, akan tetapi perkembangan hukum belum sampai pada
hukum jaminan sehingga praktek pada masa itu masih menggunakan konstruksi hukum
yang ada, yaitu pengalihan hak milik dari debitur kepada kreditur atau fiducia cum
creditore55. Dengan fiducia cum creditore, kreditur diberi kewenangan yang lebih besar,
sebagai pemilik dari yang diserahkan sebagai jaminan. Debitur percaya bahwa kreditur
tidak akan menyalah gunakan wewenang yang diberikannya itu, akan tetapi debitur
akan hanya mempunyai kekuatan moral bukan kekuatan hukum, sehingga apabila
kreditur tidak mau mngembalikan hak milik atas barang yang diserahkan sebagai
Sejarah perkembangan Jaminan Fidusia ini berawal pada abad ke-19. Pada
waktu itu terjadilah masa krisis dalam bidang usaha pertanian sebagai akibat dari
serangan hama, sehingga para pengusaha pertanian membutuhkan bantuan modal yang
diharapkan datang dari pihak bank. Bank pada masa itu hanya mau memberikan kredit
dengan jaminan gadai alat-alat pertanian. Jaminan tersebut sulit dipenuhi oleh para
seperti inilah menimbulkan adanya jaminan baru yang disebut oogstsverband (ikatan
panen), dimana hasil panen dijadikan jaminan sebagai jaminan tambahan. Untuk
mengatasi krisis dalam bidang pertanian, yang dialami juga oleh negeri Belanda, orang
mencari jalan keluar yang lain. Karena kekurangan dari oogstsverband sebagai
pengalaman yang tidak menguntungkan yang dialami di Indonesia, maka perluasan hak
55
Rachmadi Usman, Op cit, hal. 154
63
pendaftaran benda jaminan gadai. Dengan demikian muncul suatu keadaan, dimana
disatu pihak ada kebutuhan untuk dikembangkannya gadai tanpa menguasai benda
jaminan, tetapi di pihak lain tidak dikehendaki adanya ketentuan baru tentang
pendaftaran benda gadai. Jalan keluarnya ditemukan sendiri didalam praktek, yaitu
melalui lembaga yang sekarang kita kenal dengan pernyerahan hak milik secara
Menurut ketentuan Pasal 1152 ayat (2) KUHPerdata terkait gadai, mensyaratkan
bahwa kekuasaan atas benda yang digadaikan tidak boleh berada pada pemberi gadai
(azas inbezitstelling). Hal ini tentunya merupakan hambatan yang berat bagi gadai atas
dengan mempergunakan lembaga fidusia yang diakui oleh Yurisprudensi Belanda tahun
1929 dan diikuti oleh Arrest Hooggerechtshof di Indonesia tahun 1932, bahwa pada
hakekatnya dalam hal Jaminan Fidusia memang terjadi pengalihan hak kepemilikan atas
karena Didalam KUHPerdata tidak mengatur mengenai fidusia, hal ini dikarenakan
Belanda didalam meresepsi dari Hukum Romawi yang tidak mengatur mengenai
56
Rachmadi Usman, Op. cit., hal. 155
57
Purwahid dan Kashadi, 2008, Hukum Jaminana Fidusia, Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro, Semarang, hal. 34-35.
64
Fidusia itu didasarkan atas kasus peminjaman uang oleh Pedro Clignett dari Bataafsche
mengatur tentang Jaminan Fidusia baru diundangkan pada tahun 1999, berkenaan
dengan menggunakan sistem Jaminan Fidusia, maka untuk lebih memberikan kepastian
hukum bagi para pihak, Pemerintah Indonesia kemudian menetapkan suatu peraturan
undang yang dimaksud yaitu Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia.
sebagai Jaminan Hak Milik Secara Kepercayaan, merupakan suatu bentuk jaminan atas
fidusia, berbeda dari gadai, yang diserahkan sebagai jaminan kepada kreditur adalah hak
milik sedang barangnya tetap dikuasai oleh debitur, sehingga yang terjadi adalah
menyatakan bahwa: Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
58
Salim H. S. , 2004, Perkembangan Hukum Jaminan Indonesia, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, hal. 60.
65
fidusia tersebut di atas dapat diketahui unsur-unsur dari suatu Jaminan Fidusia, yaitu:
Dengan demikian, dalam fidusia telah terjadi penyerahan dan pemindahan dalam
kepemilikan atas suatu benda yang diajukan atas dasar fiduciaryatau kepercayaan
dengan syarat bahwa benda yang hak kepemilikannya tersebut diserahkan dan
(konsumen). Dalam hal ini yang diserahkan dan dipindahkan itu dari pemilinya kepada
kreditur (lembaga pembiayaan) adalah hak kepemilikan atas suatu benda yang dijadikan
sebagai jaminan, sehingga hak kepemilikan secara yuridis atas benda yang dijaminkan
ekonomis atas benda yang dijaminkan tersebut masih tetap berada dalam penguasaan
pemiliknya. Dalam hal inilah kepercayaan sangat diperlukan dalam hal lembaga
pembiayaan percaya bahwa walaupun barang jaminan berada dalam penguasaan debitur
namun elunasan atas utang yang telah diberikan oleh kreditur tetap terjamin.
utama di dalam lalu lintas perkreditan. Seorang nasabah memperoleh kredit karena
adanya kepercayaan dari bank. Dalam fidusia, benda jaminan tidak diserahkan secara
nyata oleh debitur kepada kreditur, yang diserahkan hanyalah hak milik secara
kepercayaan. Benda jaminan masih tetap dikuasai oleh debitur dan debitur masih tetap
Fidusia dituangkan dalam bentuk perjanjian secara tertulis. Biasanya dalam memberikan
66
pinjaman uang, kreditur mencantumkan dalam perjanjian itu bahwa debitur harus
condition that he will restore to him.60 Lebih lanjut mengenai Fiduciary Relation,
regard to the general business or estate or of one of them, of such a character that each
must repose trust and confidence in the other and must exercise a corresponding degree
of fairness and good faith.61 Dari pengertian yang diungkapkan tersebut dapat
diketahui bahwa suatu hubungan yang hidup diantara dua orang berkaitan dengan
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda brgerak baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan
yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap
berada dalam penguasaan Konsumen, sebagai agunan bagi pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada lembaga
pembiayaan terhadap kreditur Iainnya.
59
Oey Hoey Tiong, 1984, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan,
Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 21.
60
Henry Campbell Black, 1990, Blacks Law Dictionary, Sixth Edition, West
Publishing Co. , St. Paul, Minn, p. 625
61
Ibid., p. 626
67
diuraikan di atas maka unsur-unsur dari Jaminan Fidusia, dapat diidentifikasi meliputi:
agunan;
Bentuk perjanjian fidusia tidak terikat oleh bentuk tertentu. Untuk kredit dalam jumlah
besar dan dengan tanggungan barang-barang yang berharga, maka biasanya perjanjian
fidusia dituangkan dalam bentuk akta notaris. Sedangkan untuk perjanjian kredit dalam
jumlah yang kecil, biasanya dituangkan dalam bentuk formulir tertentu, yang memuat
perjanjian membuka kredit yang berstatus sebagai perjanjian pokok. Karena sifatnya
bersyarat, dengan syarat pembatalan sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 1253 jo
sendirinya berakhir atau hapus apabila perjanjian pokoknya hapus, antara lain yang
62
J. Satrio, 2002, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Citra
Aditya Bakti, Bandung (selanjutnya disebut J. Satrio II), hal. 197.
68
Seperti halnya hak tanggungan, lembaga Jaminan Fidusia yang kuat mempunyai
diutamakan. Droit de preference ini dapat dilihat dari perumusan Pasal 27 dan
(1) lembaga pembiayaan memiliki hak yang didahulukan terhada kreditur lainnya.
(2) Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah hak
(3) Hak yang didahulukan dari penerima fidusia tidak hapus karena adanya
Iainnya. Hak yang didahulukan dihitung sejak tanggal pendaftaran benda yang
menjadi objek Jaminan Fidusia pada kantor pendaftaran fidusia. Hak yang
pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek Jaminan
Fidusia. Hak yang didahulukan dari penenima fidusia tidak hapus karena adanya
kepailitan dan likuidasi konsumen. Ketentuan dalam hal ini berhubungan dengan
ketentuan bahwa Jaminan Fidusia merupakan agunan atas kebendaan bagi pelunasan
menentukan bahwa benda yang menjadi obyek jaminan fidusa berada diluar
69
kepailitan dan atau likuidasi.63Apabila atas benda yang sama menjadi objek Jaminan
Fidusia Iebih dari 1 (satu) penjanjian Jaminan Fidusia, maka hak yang didahulukan
ini diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya pada kantor
pendaftaran fidusia.
b. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan di tangan siapa pun objek itu berada (droit
mengikuti benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda
tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek
Jaminan Fidusia. Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi obyek
Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda itu benda itu berada, kecuali
pengalihan atas benda persediaan yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.64 Ketentuan
ini merupakan pengakuan atau prinsip droit de suite yang telah merupakan bagian
atas kebendaan (inrem). Dengan adanya sifat droit pada Jaminan Fidusia, maka hak
c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga mengikat pihak ketiga dan
Hal ini sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 6 dan Pasal 11 UUJF.
sebagai berikut:
63
Ibid, hal. 36-37.
64
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2007, Jaminan Fidusia, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta hal. 133.
70
4) Nilai penjaminan;
Kantor Pendaftaran Fidusia. Hal ini merupakan terobosan penting yang melahirkan
fidusia dapat memenuhi asas publisitas (semakin terpublikasi jaminan hutang, akan
semakin baik, sehingga kreditur atau khalayak ramai dapat mengetahui atau punya
tersebut).
Dalam hal debitur atau konsumen cidera janji, konsumen wajib menyerahkan obyek
dengan cara pelaksanaan titel eksekutorial oleh kreditur atau lembaga pembiayaan,
penjualan obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum
serta mengambil pelunasan dan hasil penjualan. Dalam hal akan dilakukan
Sebelum diaturnya Jaminan Fidusia dalam UUJF, maka yang menjadi obyek
Jaminan Fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan
(inventory), benda dagangan, piutang, peralatan mesin, dan kendaraan bermotor. Setelah
71
berlakunya UUJF, maka obyek Jaminan Fidusia diberikan pengertian yang luas.
Berdasarkan undang-undang ini, obyek Jaminan Fidusia dibagi 2 macam, yaitu : benda
bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud; dan benda tidak bergerak,
khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. Menurut ketentuan
yang tercantum dalam Pasal 1 angka 4 UUJF memberikan batasan yang dimaksud
dengan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia bahwa benda adalah segala sesuatu
yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, yang
terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang
tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek. Berdasarkan rumusan objek
Jaminan Fidusia tersebut, maka dapat diketahui bahwa objek Jaminan Fidusia dapat
berupa:
a. Kendaraan bermotor seperti, mobil, sepeda motor, bus, truck dan lain-lain.
b. Mesin-mesin pabrik yang tidak melekat pada tanah atau bangunan pabrik.
d. Perhiasan
e. Persediaan barang atau inventory, stock barang, stok barang dagangan dengan
g. Perkakas rumah tangga seperti mebel, radio, televisi, almari es, mesin jahit.
h. Alat-alat pertanian seperti traktor pembajak sawah, mesin penyedot air dan
lain-lain.
72
a. Wesel
b. Sertifikat deposito
c. Konosemen
d. Deposito berjangka
e. Saham
f. obligasi
g. Piutang yang diperoleh pada saat jaminan diberikan atau yang diperoleh
kemudian.
3. Hasil dari benda yang menjadi objek jaminan baik benda bergerak berwujud atau
benda bergerak tidak berwujud atau hasil dari benda tidak bergerak yang tidak
4. Klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia
diasuransikan.
5. Benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan yaitu hak milik satuan rumah susun di atas tanah hak pakai atas
negara (UU No. 16 Tahun 1985) dan bangunan rumah yang dibangun di atas
tanah orang lain sesuai ketentuan Pasal 15 UU No. 5 Tahun 1992 tentang
Perumahan dan Pemukiman yang saat ini telah diganti dengan UU No. 1 Tahun
6. Benda-benda termasuk piutang yang telah ada pada saat jaminan diberikan
Menurut ketentuan dalam Pasal 1 angka 5 UUJF yang menjadi konsumen, dapat
orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
73
dapat orang perorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya
dijamin dengan Jaminan Fidusia. Didalam UUJF tidak terdapat pengaturan yang khusus
dengan syarat Lembaga pembiayaan, berarti perseorangan atau korporasi yang bertindak
sebagai lembaga pembiayaan ini dapat warga Negara Indonesia atau pihak asing, baik
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa subjek Jaminan Fidusia adalah
mereka yang dapat mengikatkan diri dalam perjanjian Jaminan Fidusia, yang terdiri dari
atas pihak Konsumen sebagai pemberi fidusia dan Lembaga pembiayaan. Dengan
demikian, konsumen adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yang
kewenangan yang masih berhubungan dengan jaminan itu sendiri. Oleh karena itu,
Pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam
bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia. Dengan demikian, akta notaris
65
Purwahid Patrik dan Kashadi, Op. cit, hal. 39.
74
perjanjian penjaminan Fidusia, disamping juga sebagai alat bukti. Perlu diketahui,
bahwa suatu perjanjian pada umumnya tidak lahir pada saat penuangannya dalam suatu
akta, tetapi sudah ada sebelumnya, yaitu sudah ada sejak adanya kesepakatan antara
para pihak yang memenuhi syarat Pasal 1320 KUHPerdata dan penuangannya dalam
akta hanya dimaksudkan untuk mendapatkan alat bukti saja. Akta notarill merupakan
salah satu wujud akta otentik sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1868 dan Pasal 1870
pihak dan ahli waris atau orang yang memdapatkan hak dari padanya. Alasan Undang-
sempurna;
nama lengkap, agama, tempat tinggal atau kedudukan dan tanggal lahir, jenis
b. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, yaitu mengenai macam perjanjian,
Uraian mengenai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia cukup dilakukan
tidak tetap, seperti stok bahan baku, barang jadi, maka akta Jaminan Fidusia
d. Nilai penjaminan
Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan termasuk benda
yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada di luar wilayah Republik Indonesia.
kedudukan konsumen dan dilakukan pada kantor Pendaftaran Fidusia yang merupakan
bagian dalam lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Tujuan
pendaftaran fidusia tersebut adalah untuk melahirkan Jaminan Fidusia bagi lembaga
pembiayaan, memberikan kepastian kepada kreditur lain mengenai benda yang telah
dibebani Jaminan Fidusia, dan memberikan hak yang didahulukan terhadap kreditur dan
untuk memenuhi asas publisitas karena kantor pendaftaran terbuka untuk umum. 66
meliputi:
b. Tanggal, nomor akta Jaminan Fidusia, nama dan tempat kedudukan notaris yang
66
Purwahid Patrik dan Kashadi, Op. cit., hal. 41.
76
Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran
pembiayaan pada tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran Jaminan Fidusia.
Ketentuan ini dimaksudkan agar Kantor Pendaftaran Fidusia tidak melakukan penilaian
akan tetapi hanya melakukan pengecekan data yang dimuat dalam pernyataan
pendaftaran fidusia. Tanggal pencatatan Jaminan Fidusia dalam buku Daftar Fidusia ini
Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia, merupakan perbuatan konstitutif yang melahirkan
Jaminan Fidusia.
Penegasan Iebih lanjut dapat di lihat dalam ketentuan Pasal 28 UUJF yang
menyatakan apabila atas benda yang sama menjadi obyek jaminan lebih dan 1 (satu)
perjanjian Jaminan Fidusia, maka kreditur yang lebih dahulu mendaftarkannya adalah
lembaga pembiayaan. Hal ini penting diperhatikan oleh kreditur yang menjadi pihak
dalam perjanjian Jaminan Fidusia, karena hanya lembaga pembiayaan, kuasa atau
wakilnya yang boleh melakukan pendaftaran jaminan fidusia. Sebagai bukti bagi
Fidusia yang diterbitkan Kantor Pendaftaran Fidusia pada tanggal yang sama dengan
67
Purwahid Patrik dan Kashadi, Op. cit., hal. 42.
77
Sertifikat Jaminan Fidusia ini sebenarnya merupakan salinan dari Buku Daftar
Fidusia yang memuat catatan tentang hal-hal yang sama dengan data dan keterangan
yang ada pada saat pernyataan pendaftaran. Dalam Sertifikat Jaminan Fidusia
eksekutorial yang bernilai sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap. Dengan berkekuatan hukum tetap, maka putusan tersebut
langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui proses pengadilan dan bersifat final serta
Jaminan Fidusia pada kantor pendaftaran Jaminan Fidusia memberikan kedudukan yang
kuat bagi pihak kreditur selaku penerima fidusia. Pendaftaran objek Jaminan Fidusia
agar kemudian mendapatkan sertifikat Jaminan Fidusia tentunya menjadi penting karena
objek Jaminan Fidusia masih berada dalam penguasaan debitur. Oleh karena itu,
pendaftaran Jaminan Fidusia menjadi sangat penting dan strategis guna memberikan
Bertalian dengan itu, ketentuan dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-undang Jaminan
Fidusia menyatakan bahwa Jaminan Fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut:
Sesuai dengan sifat accessoir dari Jaminan Fidusia, maka keberadaan dari
Jaminan Fidusia sangat tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya.
Sebagaimana suatu perjanjian accessoir maka suatu Jaminan Fidusia akan hapus demi
hukum apabila utangnya pada perjanjian pokok yang menjadi sumber Iahirnya
perjanjian penjaminan Fidusia telah dilunasi. Dengan demikian, Jaminan Fidusia akan
Sesuai dengan sifat ikutan dari Jaminan Fidusia, maka adanya Jaminan Fidusia
tersebut habis karena hapusnya utang, maka dengan sendirinya Jaminan Fidusia
yang bersangkutan hapus, dan hapusnya utang ini dapat dibuktikan dengan bukti
pelunasan atau bukti hapusnya hutang yang berupa keterangan yang dibuat oleh
2) Utang yang akan timbul dikemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah
tertentu. Utang yang akan timbul dikemudian hari yang dikenal dengan istilah
kontijen, misalnya utang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh
dimaksud adalah utang bunga atas pinjaman pokok dan biaya lainnya yang
69
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op, cit., hal. 156-157.
79
Hapusnya fidusia karena pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh lembaga
yang memiliki hak atas fidusia tersebut bebas untuk mempertahankan atau
melepaskan haknya.
Musnahnya benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia tidak akan menghapus
klaim asuransi, kecuali diperjanjikan lain. Jadi apabila benda yang menjadi obyek
Jaminan Fidusia musnah dan benda tersebut diasuransikan, maka klaim asuransi
Consumer Finance Institution. Pembiayaan konsumen ini tidak lain dan sejenis kredit
konsumsi (Cunsumer Credit). Namun demikian, kredit konsumsi diberikan oleh bank
konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang dilakukan oleh Lembaga
sebagainya. Target pasar dan pembiayaan konsumen ini sudah jelas, yaitu para
dikemukakan sama saja dengan pembiayaan konsumen. Pendapat beliau dapat disimak
80
berikut : 70
pengertian terkait pembiayaan konsumen sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dalam
bentuk penyediaan dana bagi konsumen untuk pembelian barang yang pembayarannya
penyedia barang;
untuk keperluan hidup atau keperluan rumah tangga, misalnya televise, kulkas,
Lembaga Pembiayaan Konsumen serta jual beli antara dealer dan konsumen.
70
A. Abdurrahman, 1999, Ensiklopedi Ekonomi Keuangan Perdagangan,
Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 242.
81
e. Jaminan, yaitu terdiri atas jaminan utama, jaminan pokok, dan jaminan
selesai.
karakteristik dari pembiayaan konsumen serta perbedaannya dengan kegiatan sewa guna
sebagai berikut:
konsumsi.
konsumen.
yang memerlukan sejumlah uang dan kemungkinan terjadinya kelalaian oleh pihak
konsumen yang tidak memiliki itikad baik dlam menjalankan perjanjian tersebut, untuk
kerugian bagi lembaga pembiayaan, maka perlu adanya jaminan. Jaminan yang
diberikan dalam transaksi pembiayaan konsumen ini pada prinsipnya serupa dengan
jaminan terhadap perjanjian kredit bank pada umumnya, khususnya kredit konsumsi.
a. Jaminan Utama
Sebagai suatu kredit, maka jaminan pokoknya adalah kepercayaan dari kreditur
kepada konsumen bahwa pihak konsumen dapat dipercaya dan sanggup membayar
b. Jaminan Pokok
yang dibeli dengan dana tersebut. Biasanya jaminan tersebut dibuat dalam bentuk
71
Sunaryo, 2009, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 97
83
bersangkutan akan dipegang oleh pihak pemberi biaya hingga kredit lunas.
c. Jaminan Tambahan
Disamping itu sering juga diminta jaminan tambahan terhadap transaksi pembiayaan
(promissory notes), kuasa menjual barang dan (cessie) dan asuransi, juga jaminan
BAB III
Eksekusi berasal dari bahasa Belanda disebut Executie atau Uitvoering, dalam
Eksekusi adalah upaya dari pihak yang dimenangkan dalam putusan guna
mendapatkan yang menjadi haknya dengan bantuan kekuatan hukum, memaksa pihak
pengertian Eksekusi atau pelaksanaan putusan, mengandung arti, bahwa pihak yang
dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan tersebut secara sukarela, sehingga putusan
itu harus dipaksakan padanya dengan bantuan dengan kekuatan hukum. Dengan
kekuatan hukum ini dimaksudkan pada polisi, kalau perlu polisi militer (Angkatan
bersenjata). 73
Eksekusi adalah Tindakan paksaan oleh Pengadilan terhadap pihak yang kalah dan tidak
menyatakan pelaksanaan putusan / Eksekusi ialah realisasi dari kewajiban pihak yang
72
Subekti,1989, Hukum Acara Perdata, PT. Bina Cipta, Bandung, hal. 128.
73
Ibid, hal. 130.
74
Renowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 1997, Hukum Acara
Perdata Dalam Teori dan Praktek, PT. Mandar Maju, Bandung, hal. 10.
75
Sudikno Mertokusumo, 1989, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty,
Yogyakarta, hal. 206.
69
85
bahwa :
pembiayaan, berarti eksekusi langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan
bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut. Bertitik
tolak pada ketentuan Bab kesepuluh bagian V HIR dan title keempat Rbg, pengertian
bantuan kekuatan umum bila pihak yang kalah (pihak tereksekusi/pihak tergugat) tidak
Menurut R. Soepomo, hukum eksekusi adalah hukum yang mengatur cara dan
syarat yang dipakai oleh alat-alat Negara guna membantu pihak-pihak yang
berkepentingan untuk menjalankan keputusan Hakim apabila pihak yang kalah tidak
bersedia memenuhi bunyi putusan dalam waktu yang teah ditentukan. 78 Pendapat lain
mengenai Hukum Eksekusi juga dikemukakan oleh Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,
yang menyatakan hukum eksekusi adalah Hukum yang mengatur tentang pelaksanaan
76
M. Yahya Harahap, 1991, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang
Perdata, PT. Gramedia, Jakarta, hal. 1.
77
Ibid, hal. 5.
78
R. Soepomo, 1989, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, 1989, PT.
Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 119.
86
hak-hak kreditur dalam perutangan yang tertuju terhadap harta kekayaan debitur,
dengan sukarela mentaati bunyi putusan. Namun demikian, dalam kenyataan tidak
semua pihak mentaati bunyi putusan dengan sepenuhnya. OIeh karena itu diperlukan
suatu aturan bila putusan itu tidak ditaati beserta tata cara pelaksanaannya.80
Apabila dilihat pengertian eksekusi menurut para sarjana di atas, tampak bahwa
konsep eksekusi terbatas pada eksekusi oleh Pengadilan (putusan hakim), padahal yang
juga dapat dieksekusi menurut Hukum Acara Perdata yang berlaku yakni HIR dan Rbg,
yang juga dapat dieksekusi juga termasuk terhadap salinan/grosse Akta yang memuat
irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa dan mengatur
adanya kewajiban untuk membayar sejumlah uang. Hal ini sejalan dengan pendapat
adalah pelaksanaan secara paksa putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
pengertian eksekusi yang Iebih luas juga dikemukakan oleh Mochammad Djais, yang
menyatakan Eksekusi adalah upaya kreditur mereaIisasi hak secara paksa karena
debitur tidak mau secara sukarela memenuhi kewajibannya. Dengan demikian eksekusi
79
Sri Soedewi, Op. Cit. , hal. 31.
80
Aten Affandi, Wahyu Affandi, 1983, Tentang Melaksanakan Putusan Hakim
Perdata, Alumni, Bandung, hal. 32.
81
Bachtiar Sibarani, 2001, Haircut atau Pareta Eksekusi, Jurnal Hukum Bisnis,
hal. 6.
87
hukum Eksekusi obyek Eksekusi tidak hanya putusan hakim dan Grosse Akta.82
Dengan demikian dapat disimak bahwa pengertian eksekusi dalam perkara perdata
adalah upaya pihak kreditur untuk merealisasikan hak-haknya secara paksa dalam hal
pihak debitur tidak secara sukarela memenuhi kewajibannya yang tidak hanya putusan
hakim, tetapi pelaksanaan Grosse Akta serta pelaksanaan putusan dari institusi yang
Mengenai jenis-jenis eksekusi dapat dilihat dari beberapa pendapat para sarjana.
b. Eksekusi yang diatur dalam Pasal 225 HIR, yaitu menghukum seorang
c. Eksekusi RiiI yang dalam praktek banyak dilakukan tetapi tidak diatur dalam
HIR. 83
82
Mochammad Djais, 2000, Hukum Eksekusi Sebagai Wacana Baru Dibidang
Hukum, disampaikan dalam rangka Dies Natalis ke-43, Fakultas Hukum, Undip, hal. 7.
83
Retnowulan, Op. cit. , hal. 130.
88
menjadi :
a. Eksekusi Putusan Hakim yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar
sejumlah uang.
1) Eksekusi Riil terhadap putusan hakim untuk mengosongkan suatu benda tetap
KUHPerdata.
sendiri).
dalam perkara perdata tidak boleh dilakukan siksaan badan, maka eksekusi ini
berkaitan dengan perbuatan yang harus dilakukan dan dapat dinilai dengan sejumlah
uang.
f. Eksekusi dengan penjualan dibawah tangan, yang dimaksud disini adalah eksekusi
sebelumnya.
g. Penjualan di pasar atau bursa. Dalam hal obyek jaminan gadai atau fidusia adalah
barang perdagangan atau efek yang dapat diperdagangkan atau dijual di pasar atau
bursa, maka jika debitur wanprestasi pihak kreditur pemegang gadai fidusia dapat
89
menjual obyek jaminan gadai atau fidusia di pasar bursa Pasal 1155 (2)
h. Eksekusi berdasarkan ijin hakim. Dalam hal debitur wanprestasi, pemegang gadai
obyek gadai atau menentukan suatu jumlah uang tertentu sebagai harga barang yang
harus dibayar oleh penerima gadai kepada pemberi gadai, selanjutnya obyek gadai
pemberi gadai, selanjutnya obyek gadai menjadi milik penerima gadai Pasal 1156
KUHPerdata.
sebagai berikut:
melakukan suatu perbuatan diatur dalam Pasal 225 HIR/Pasal 259 Rbg.
pengosongan benda tetap, diatur dalam Pasal 1033 RV, HIR hanya mengenal
Eksekusi Riil dalam penjualan lelang, diatur dalam Pasal 200 HIR/Pasal Rbg. 84
eksekusi bersangkutan baru dapat dilaksanakan jika putusan tersebut telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap. Dalam hal ini, baik penggugat maupun tergugat telah
menerima putusan yang dijatuhkan dan tidak lagi melakukan upaya hukum yang
tersedia.
84
Sudikno Mertokusumo, Op. cit. , hal. 210.
90
Dalam pemberian kredit dengan Jaminan Fidusia terkadang tidak selalu sesuai
dengan apa yang diperjanjikan sebelumnya. Salah satu ciri Jaminan Fidusia adalah
mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya, apabila pemberi fidusia (debitor)
cidera janji. Walaupun secara umum ketentuan mengenai eksekusi telah diatur dalam
Hukum Acara Perdata yang berlaku, namun dipandang perlu juga untuk memasukkan
secara khusus ketentuan mengenai eksekusi dalam UUJF terkait dengan ketentuan
maka menurut keketentuan Pasal 29 UUJF dapat dilakukan eksekusi atas objek Jaminan
Lembaga pembiayaan;
b. Penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan lembaga
dan lembaga pembiayaan jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga
menyerahkan benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Apabila debitur tidak
menyerahkan jamian fidusia tersebut pada waktu eksekusi dilaksanakan, kreditur berhak
mengambil benda yang menjadi obyek jamian fidusia tersebut dan kalau perlu meminta
bantuan pihak yang berwenang. Dalam hal benda yang menjadi obyek jamian fidusia
terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat diperjualbelikan di pasar bursa
85
Rachmadi Usman, Op. cit., hsl. 229
91
dengan cara bertentangan dengan ketentuan tersebut di atas batal demi hukum serta
setiap janji memberikan kewenangan kepada konsumen untuk memiliki benda yang
menjadi obyek Jaminan Fidusia apabila debitur cidera janji adalah batal dem hukum.
Dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai seluruh sisa seluruh utang debitur, kreditur
wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada debitur, namun apabila hasil eksekusi
tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitur tetap bertanggung jawab atas utang
berkala. lembaga pembiayaan ini sesuai dengan Keppres No. 61 Tahun 1998 harus
berbentuk badan hukum, yaitu Perseroan Terbatas atau Koperasi. Dalam transaksi
Lembaga Pembiayaan Konsumen kepada konsumen untuk pembelian suatu barang dari
Dengan demikian, dalam transaksi pembiayaan konsumen, ada tiga pihak yang terlibat
Adapun yang dimaksud dengan Konsumen adalah pembeli barang yang dananya
dalam Keppres No. 61 Tahun 1988 tidak ditentukan tentang status konsumen. Dengan
demikian, konsumen tersebut dapat berstatus perseorangan dapat juga berstatus badan
Adapun yang dimaksud dengan Dealer adalah penjual, yaitu perusahaan atau pihak-
pihak yang menjual atau menyediakan barang-barang yang dibutuhkan konsumen dalam
rangka pembiayaan konsumen. Barang-barang yang dijual atau disediakan oleh dealer
elektronik, komputer, kebutuhan rumah tangga, dan sebagainya. Pembayaran atas harga
dasar perjanjian yang sudah mereka tanda tangani, secara yuridis para pihak terkait
perjnajian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik (in good faith) dan tidak
lembaga pembiayaan adalah menyediakan dana (kredit) berupa sejumlah uang yang
dibayarkan secara tunai kepada dealer untuk melunasi sisa pembelian motor.
(kredit) secara berkala (angsuran) sampai lunas dari konsumen. Sedangkan hak
konsumen adalah menerima pembiayaan dalam bentuk dana (kredit) sejumlah uang
yang dibayarkan secara tunai kepada dealer untuk pembelian barang yang
dibutuhkan konsumen.
Dalam hubungan yang terjadi antara lembaga pembiayaan dan dealer tidak
ada hubungan kontraktual. Antara lembaga pembiayaan dan dealer tidak ada
hubungan hukum yang khusus, kecuali hanya lembaga pembiayaan sebagai pihak
94
barang-barang yang dibeli dari dealer akan dilakukan oleh pihak ketiga, yaitu
lembaga pembiayaan.
atau menghubungi dealer sebagai penjual atau penyedia barang. Dengan demikian,
konsumen;
konsumen sudah dibahas di atas. Adapun hubungan antara konsumen dan dealer
terjadi karena adanya perjanjian jual beli, dalam hal ini perjanjian jual beli bersyarat.
Dalam hal perjanjian jual beli bersyarat bahwa pembayaran atas harga barang akan
dilakukan oleh pihak ketiga, yaitu lembaga pembiayaan. Dengan demikian, apabila
karena alasan apapun pihak ketiga, dalam hal ini lembaga pembiayaan melakukan
wanprestasi, yaitu tidak melakukan pembayaran secara tunai kepada dealer, maka
jual beli antara dealer dan konsumen akan dibatalkan (voidable). Karena hubungan
antara dealer dan konsumen terjadi atas dasar perbuatan jual beli, maka semua
ketentuan tentang jual beli berlaku dalam pembiayaan konsumen sepanjang relevan
ketentuan kewajiban menanggung dari pihak dealer bahwa barang tidak ada cacat
Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menganut asas kebebasan berkontrak yang
menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Adapun yag menjadi sumber dari
kontrak yang dibuatnya tersebut juga tidak boleh bertentangan dengan peraturan
memantapkan adanya asas kebebasan berkontrak. Tanpa adanya kata sepakat dari salah
satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan.
Orang tidak dapat dipaksakan kehendaknya untuk sepakat atas suatu perjanjian. Sepakat
yang diberikan dengan paksa adalah Contradictio interminis. Apabila dalam suatu
perjanjian kemudian terjadi paksaan, menunjukkan tidak adanya sepakat. Maka yang
mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah untuk memberikan pilihan kepadanya, yaitu
untuk setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud, atau menolak
mengikatkan diri pada perjanjian dengan akibat transaksi yang diinginkan tidak
mengatur orang-orang tertentu yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, pengaturan
mengenai hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1330 KUHPerdata. Berdasarkan ketentuan
96
yang tercantum dalam pasal ini dapat disimak bahwa setiap orang bebas untuk memilih
pihak yang ia inginkan untuk membuat perianjian, asalkan pihak tersebut bukan pihak
yang tidak cakap. Kemudian lebih lanjut dalam Pasal 1331 KUHPerdata, menyatakan
bahwa andaikata seseorang membuat perjianjian dengan pihak yang dianggap tidak
cakap menurut Pasal 1330 KUH Perdata tersebut, maka perjanjian itu tetap sah selama
perjanjian tertentu harus dibuat dalam bentuk tertentu misalnya perjanjian kuasa
memasang hipotik harus dibuat dengan akta notaris atau perjanjian jual beli tanah harus
dibuat dengan PPAT. Dengan demikian dapat disimak bahwa sepanjang ketentuan
bentuk tertentu, maka para pihak bebas untuk memilih bentuk perjanjian yang
dikehendaki, yaitu secara lisan atau tertulis atau perjanjian dibuat dengan akta dibawah
mutlak. Ada beberapa pembatasan yang diberikan KUH Perdata terhadap asas ini yang
membuat asas ini merupakan asas tidak tak terbatas. Pasal 1320 ayat (1) menentukan
bahwa perjanjian atau, kontrak tidak sah apabila dibuat tanpa adanya konsensus atau
sepakat dari para pihak yang membuatnya. Ketentuan tersebut mengandung pengertian
bahwa kebebasan suatu pihak untuk menentukan isi perjanjian dibatasi oleh sepakat
97
pihak lainnya. Dengan kata lain asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh kesepakatan
para pihak.
Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1320 ayat (2) KUHPerdata
dapat diketahui bahwa kebebasan orang untuk membuat perjanjian dibatasi oleh
undang-undang tidak cakap untuk membuat perjanjian sama sekali tidak mempunyai
orang yang belum dewasa dan orang yang diletakkan di bawah pengampuan tidak
mempunyai kecakapan untuk membuat perjanjian. Pasal 108 KUHPerdata dan 110
KUHPerdata menentukan bahwa istri (wanita yang telah bersuami) tidak terwenang
untuk melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya. Namun
berdasarkan fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.
3/1963 tanggal 5 September 1963, dinyatakan bahwa Pasal 108 dan 110 tersebut pada
Pasal 1320 ayat (3) KUHPerdata menyatakan suatu hal tertentu merupakan
pokok perjanjian sehingga dapat diketahui bahwa obyek perjanjian haruslah dapat
ditentukan, merupakan prestasi yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian. Prestasi itu
harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Apa yang diperjanjikan harus
cukup jelas ditentukan jenisnya, jumlahnya boleh tidak disebutkan asal dapat dihitung
atau ditetapkan. Syarat bahwa prestasi harus atau dapat ditentukan, gunanya ialah untuk
menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul perselisihan dalam
pelaksanaan perjanjian bersangkutan. Jika prestasi kabur atau dirasakan kurang jelas
98
yang menyebabkan perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, maka dianggap tidak ada
obyek perjanjian dan akibat hukum perjanjian itu batal demi hukum .
Menurut ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata jo. Pasal
1337 KUHPerdata menyatakan bahwa para pihak tidak bebas untuk membuat perjanjian
causa atau sebab itu halal apabila tidak dilarang oleh undang-undang dan tidak
bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Akibat hukum perjanjian yang
berisi sebab yang tidak halal ialah perjanjian itu batal demi hukum. Mengenai obyek
perjanjian diatur lebih lanjut dalam Pasal 1332 yang menyebutkan bahwa hanya barang-
barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok suatu perjanjian.
Dengan demikian maka menurut pasal tersebut hanya barang-barang yang mempunyai
dalam ketentuan yang tercantum Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyatakan
bahwa suatu perjanjian hanya dilaksanakan dengan itikad baik. Oleh karena itu para
pihak tidak dapat menentukan sekehendak hatinya klausul-klausul yang terdapat dalam
perjanjiian tetapi harus didasarkan dan dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian yang
didasarkan pada itikad buruk misalnya penipuan mempunyai akibat hukum perjanjian
syarat yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak. Menurut Pasal 1347 KUHPerdata,
b. kepatutan,
c. kebiasaan,
d. Undang-Undang.
faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya cidera janji atau juga dikenal dengan
3. Tidak berbuat sesuai yang telah diperjanjikan dalam tenggat waktu yang
ditentukan;
yang ditentukan.
dasarnya sesuai dengan klausul perjanjian yang sudah disepakati tentang Hak dan
Kewajiban atas Barang Jaminan. Menurut Bapak I Wayan Sutedja, selaku Remedial
Section Head pada PT. FIF Group Cabang Denpasar, menyatakan bahwa apabila
pembeli lalai atau melakukan wanprestasi dalam hal pembayaran angsuran, maka
kendaraan bermotor tersebut diambil kembali oleh penjual dan dijual dengan harga
denda-denda yang belum dibayar oleh pembeli, maupun biaya-biaya yang dikeluarkan
100
penjual untuk pengambilan kembali kendaraan tersebut. Apabila dari hasil penjualan
masih ada kekurangan, maka pembeli wajib melunasi sisanya, sebaliknya apabila ada
kelebihan maka kelebihan tersebut akan diserahkan kepada pembeli. (berdasarkan hasil
wawancara pada pada hari Selasa tanggal 17 Maret 2013). Dengan demikian, pembeli
perjanjian disebutkan bahwa apabila terjadi sesuatu pada barang kendaraan bermotor
baik seluruh ataupun sebagian yang menyebabkan musnahnya barang karena sebab
membayar kerugian kepada penjual sejumlah harga yang disesuaikan dengan nilai
formulir dengan klausul-klausul yang sudah ada. Akta perjanjian itu dapat langsung
mengikat para pihak apabila konsumen setuju mengenai klausul-klausul dari akta
perjanjian melalui pembubuhan tanda tangani kedua belah pihak. Hal ini diperkuat
dengan penjelasan dari Ibu Made Arwati selaku konsumen PT. FIF Group yang
beliau hanya diberikan surat perjanjian pembiayan konsumen oleh PT. FIF Group.
Dalam suatu akta perjanjian diterangkan hubungan yang dikehendaki para pihak
antara lembaga pembiayaan sebagai pihak pertama atau pelaku usaha atau penjual,
101
dengan konsumen atau disebut pembeli atau pihak kedua selanjutnya disebut pembeli.
Kemudian dalam akta tersebut dinyatakan bahwa penjual telah menyerahkan kepada
pembeli, sebagaimana pembeli telah menerima dari penjual atas dasar perjanjian
oleh pihak kreditur terhadap debitur agar debitur menyerahkan barang Jaminan Fidusia
sebagaimana isi dari Perjanjian Pembiayaan Konsumen PT. FIF antara lain :
a. Barang tersebut tetap dipegang oleh debitur, tetapi debitur tidak lagi sebagai
dikeluarkan atas nama debitur, akan tetapi selama hutang debitur kepada
dipergunakan dimana dan bilamana perlu debitur dengan cara dan alasan
apapun juga tidak berhak untuk meminta atau meminjam BPKB dan faktur
tersebut di atas selama seluruh hutang debitur kepada kreditur belum dibayar
lunas.
melakukan segera pemeliharaan dan perbaikan atas biaya sendiri dan bila
ada bagian dari kendaraan yang diganti atau ditambah, maka itu termasuk
pengembalian biaya dari debitur agar barang tersebut dalam keadaan baik
dan terpelihara.
f. Segala pajak dan beban lainnya yang sekarang telah dan atau kemudian hari
akan dikenakan terhadap barang wajib dipikul dan dibayar seluruhnya oleh
ketentuan ini tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak melaksanakan atau
kepada atau terhadap kreditur, maka kreditur berhak dan dengan diberikuasa
dengan hak substitusi oleh debitur untuk menjual secara dibawah tangan atau
demikian dengan harga pasar dengan layak dan syarat-syarat serta ketentuan
h. Setelah barang ditarik atau diambil oleh kreditur, debitur melepaskan haknya
untuk membayar jumlah angsuran yang telah lewat waktu jatuh tempo
atau perjanjian. Perjanjian yang dimaksudkan antara lain: akta jual-beli, atau
hasil penjualan itu melunasi semua hutang dan dendanya dan memenuhi
semua kewajiban debitur, kepada atau terhadap kreditur. Oleh karena itu,
dalam hal uang hasil penjualan masih kurang, maka debitur tetap
atau surat perjanjian lainnya yang dibuat oleh kreditur, berhak untuk
yang dimaksudkan baik berupa pokok hutang atau sisa pokok hutang, denda,
menagih serta biaya-biaya atau jumlah uang lainnya yang wajib ditanggung
atau dibayar oleh debitur. Debitur dengan ini melepaskan semua haknya
potongannya serta jumlah hutangnya atau sisa hutang bunga dan biaya-biaya
104
dalam hal ini terlambat diserahkannya barang tersebut dari debitur atau pihak
lain yang menguasai barang tersebut dan atau berhak pula dengan
kreditur pada pihak lain, siapapun adanya dan debitur dengan ini
l. Semua kuasa tersebut di dalam akta ini bersifat tetap dan tidak dapat ditarik
denganperjanjian ini, dan alamat baru setiap kali debitur pindah alamat.
diselesaikan secara musyawarah antar kedua belah pihak, tetapi apabila tidak
bahwa kreditur melakukan eksekusi secara langsung dengan kekuasaannya sendiri tanpa
putusan pengadilan sebagaimana yang selama ini dilakukan terhadap debitur yang
cidera janji. Sementara itu, menurut Undang-Undang Jaminan Fidusia bahwa yang
dapat melakukan eksekusi secara langsung hanyalah bentuk perjanjian yang mempunyai
Fidusia.
risiko yang terjadi dalam perjanjian ini dibebankan pada Pembeli sepenuhnya. Hal ini
diasumsikan sesuai dengan ketentuan Pasal 1460 KUH Perdata, bahwa risiko terhadap
belum dilakukan dan penjual berhak menuntut harganya. Sehubungan dengan itu bahwa
ada kecenderungan pihak kreditur melakukan tindakan sepihak kepada debitur yang
cidera janji khususnya dalam melaksanakan eksekusi. Hal ini tentunya merugikan pihak
konsumen karena posisinya berada di pihak yang lemah. Berdasarkan asas kebebasan
tercapai persesuaian kehendak atau kesepakatan antara kedua belah pihak. Kesepakatan
demikian isi dari perjanjian pembiayaan konsumen tidak hanya ditetapkan oleh para
pihak berdasarkan kesepakatan atau asas konsensualisme, tetapi juga berdasarkan asas
3.3. Faktor Faktor Yang Menjadi Sebab Terjadinya Eksekusi Oleh Kreditur
Terhadap Barang Jaminan
Menurut ketentuan yang tercantum dalam UUJF maka dapat diketahui bahwa
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun
106
yang tidak berwujud dan benda bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan
Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan debitur, sebagai agunan bagi
lembaga pembiayaan terhadap kreditur lainnya. Adapun yang dapat dijadikan obyek
c. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan, misalnya
bangunan milik debitur yang berdiri di atas tanah milik orang lain atau tanah
Menurut ketentuan yang tercantum dalam Pasal 11 ayat (1) UUJF menyatakan
bahwa Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan. Selanjutnya
Pasal 14 ayat (3) UUJF menyatakan bahwa Jaminan Fidusia lahir pada tanggal yang
sama dengan tanggal dicatatnya jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia.
Berdasarkan kedua aturan yang telah ditetapkan dalam UUJF maka dapat diketahui
bahwa pendaftaran Jaminan Fidusia merupakan hal yang penting bagi pemegang
Jaminan Fidusia. Hal ini disebabkan apabila dikemudian hari terjadi wanprestasi atau
permasalahan maka dengan didaftarkannya Jaminan Fidusia ini maka eksekusi atas
barang Jaminan Fidusia dapat dengan mudah dilaksanakan. Namun pada kenyataannya
banyak terjadi tidak didaftarkannya Jaminan Fidusia ini oleh para pihak, terutama sekali
Menurut Bapak I Wayan Sutedja, selaku Remedial Section Head pada PT. FIF
Group, menyatakan bahwa salah satu faktor penyebab tidak dilaksanakannya aturan
pembebanan dan pendaftaran Jaminan Fidusia ini sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Jaminan Fidusia adalah faktor biaya dan tempat pendaftaran fidusia. Menurut
beliau, untuk mentaati ketentuan sebagaimana yang tercantum dalam UUJF diperlukan
biaya yang tidak sedikit, oleh karena itu biasanya pihak lembaga pembiayaan hanya
mencantumkan saja dalam perjanjian secara fidusia. Dalam hal ini pihak kreditur tidak
menjalankan proses sebagaimana yang ditetapkan oleh UUJF namun hanya dibuat
dibawah tangan saja. Kemudian beliau juga menyatakan bahwa faktor lain penyebab
pendaftaran tersebut belum dapat dijalankan secara utuh, dan kantor pendaftaran hanya
berada di tingkat propinsi serta minimnya sarana dan prasarana. (berdasarkan hasil
Fidusia, maka kedudukan kreditur akan menjadi kuat. Hak yang dimiliki pihak kreditur
dalam hal itu merupakan hak kebendaan yang dapat dipertahankan terhadap siapapun.
86
Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam UUJF, maka pendaftaran fidusia itu
merupakan suatu keharusan. Dengan kata lain, kedudukan kreditur sebagai pemegang
Jaminan Fidusia baru sah bila Jaminan Fidusia yang dipergunakan untuk menjamin
86
Betty Dina Lambok, 2008, Akibat Hukum Persetujuan Tertulis dari Penerima
Fidusia kepada Pemberi Fidusia untuk Menyewakan Objek Jaminan Fidusiakepada
Pihak Ketiga, Jurnal Hukum ProJustitia, Bandung, hal. 26
108
undang, krisis moneter, dan bencana alam. Risiko terbesar yang terjadi dalam
angsuran atau wanprestasi yang dilakukan oleh konsumen atau cidera janji. Untuk
pelunasan hutang pembiayaan dikemudian hari, karena seberapa pun kecil peluang
untuk muncul pemberian pembiayaan akan selalu dihadapkan dengan resiko terjadinya
Konsumen dengan debitur, maka masing-masing pihak tanpa terkecuali wajib untuk
menjalankan dan mematuhi isi dari perjanjian pembiayaan yang telah disepakati yang
mana dalam perjanjian tersebut mengenai hak dan kewajiban debitur dan kreditur
perjanjian pembiayaan ini merupakan satu kesatuan dan atau merupakan bagian yang
Para pihak baik lembaga pembiayaan selaku kreditur dan juga konsumen selaku
debitur sama-sama memiliki hak dan kewajiban dalam suatu perjanjian. Adapun yang
keputusan tersebut.
Sedangkan yang menjadi kewajiban dari pihak debitur dalam suatu perjanjian adalah
sebagai berikut:
disebut "schuld".
dinamakan "haftung"
benda tertentu milik debitor. Sedangkan yang dimaksud perjanjian fidusia adalah
perjanjian utang piutang kreditur kepada debitor yang melibatkan penjaminan. Jaminan
dan sebagai cara penyelesaian terakhir karena upaya penyelamatan tidak berhasil.
b. Adanya unsur tidak sengaja, yakni konsumen mau membayar tapi tidak mampu
c. Adanya unsur tidak sengaja, yakni konsumen mau membayar tapi tidak mampu
(condition of economy). 87
dan diketahui serta disadari oleh pelaku sehingga menimbulkan kerugian pada
pihak lain,
87
Arie S. Hutagalung, 1997, Serba Aneka Masalah Tanah Dalam Kegiatan
Ekonomi, cet,1, Jakarta, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
Jakarta, hal 241-242.
111
Hal kelalaian atau wanprestasi pada pihak debitur harus dinyatakan dahulu
pembayaran seketika atau dalam jangka waktu yang pendek. Biasanya peringatan
itu dilakukan oleh seorang juru sita dari Pengadilan, yang membuat proses verbal
tentang pekerjaan itu, atau juga cukup dengan surat tercatat atau surat kawat,
asalkan jangan sampai dengan mudah dipungkiri si debitur. Somasi adalah teguran
keras secara tertulis dari kreditur berupa akta kepada debitur, supaya debitur
berprestasi dan disertai dengan sanksi atau denda atau hukuman yang akan
Menurut Bapak I Wayan Sutedja, selaku Remedial Section Head pada PT. FIF
dalam suatu perjanjian yang telah disepakati, maka pemenuhan kewajiban debitur untuk
membayar utang atau kewajibannya dapat dipaksa melalui jalan eksekusi terhadap
barang jaminan. (berdasarkan hasil wawancara pada pada hari Selasa tanggal 17 Maret
2013). Dengan terjadinya wanprestasi oleh debitur, maka debitur dapat dikenakan
apabila debitur wanprestasi oleh pihak lembaga pembiayaan non bank di Kota
Denpasar, yaitu:
b. Peralihan resiko;
KUHPerdata dalam kaitan ini memberikan batasan mengenai apa saja yang
boleh dituntut untuk ganti rugi. Sejalan dengan hal itu, ketentuan Pasal 1247
dan bunga yang nyata telah atau sedianya harus dapat diduga sewaktu perjanjian
dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan karena sesuatu
tipu daya yang dilakukan olehnya. Lebih lanjut ketentuan Pasal 1248 KUHPerdata
terkait dengan ganti rugi menyatakan bahwa Bahkan jika hal tidak dipenuhinya
perjanjian itu disebabkan karena tipu daya si berutang, penggantian biaya, rugi dan
bunga, sekedar mengenai kerugian yang diderita oleh si berpiutang dan keuntungan
yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari
debitur dapat dijumpai pada Pasal 1266 KUHPerdata. Ketentuan tersebut mengaturnya
sebagai berikut :
kapan debitur diwajibkan melakukan prestasi yang telah diperjanjikan. Mengenai saat
terjadinya wanprestasi diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa
113
si berhutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan akta sejenis itu
telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa
terlebih dahulu apakah debitur telah melakukan wanprestasi dan apabila hal tersebut
KUHPerdata tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat tiga cara untuk menentukan
3. Dengan isi perjanjian yang menetapkan lalai dengan lewatnya batas waktu
dalam perjanjian
Apabila debitur telah melakukan wanprestasi maka akan menimbulkan akibat hukum
bagi para pihak dalam perjanjian tersebut. Ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1267
KUHPerdata menyatakan bahwa pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat
memilih apakah ia, jika hal itu masih dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk
penggantian biaya kerugian dan bunga. Menurut Pasal 1267 KUHPerdata tersebut,
1. Pemenuhan prestasi
2. Pemutusan prestasi
3. Ganti rugi
114
turunan yang bersifat accessoir yaitu perjanjian Jaminan Fidusia dari lembaga
kepastian bagi Kreditur bahwa hutang atau kredit yang diberikan kepada Debitur akan
terbayar jika terjadi Debitur cidera janji, yaitu dengan eksekusi objek benda Jaminan
Fidusia. Jaminan Fidusia sendiri merupakan suatu jaminan atas benda bergerak yang
kepemilikan. Oleh karena itu pentingnya untuk mendaftarkan objek Jaminan Fidusia
tentunya untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi para pihak yang
terikat didalamnya.
Salah satu ciri dari jaminan hutang kebendaan adalah manakala hak tanggungan
tersebut dapat dieksekusi secara cepat dengan proses yang sederhana, efisien dan
yang membolehkan pihak kreditur mengambil sendiri barang obyek Jaminan Fidusia
asal dapat menghindari perkelahian atau percekcokan (breaking the peace). Barang
tersebut boleh dijual dimuka umum, atau dijual dibawah tangan, asalkan dilakukan
88
Munir Fuady, 2003, Jaminan Fidusia cetakan kedua revisi, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, hal. 57.
115
pengertian sebagai berikut : Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh
pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara, merupakan aturan dan tata
lanjutan dalam proses pemeriksaan perkara. Oleh karena itu eksekusi tiada
menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak yang bersepakat akan
menjadi undang-undang bagi keduanya, tetap berlaku dan menjadi asas utama dalam
dibawah tangan tidak dapat dilakukan eksekusi. Proses eksekusi harus dilakukan dengan
cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara
yang normal hingga turunnya putusan pengadilan. Inilah pilihan yang prosedural hukum
formil agar dapat menjaga keadilan dan penegakan terhadap hukum materiil yang
dikandungnya.
Selama ini sebelum keluarnya UUJF, tidak ada kejelasan mengenai bagaimana
caranya mengeksekusi objek Jaminan Fidusia. Oleh karena tidak ada ketentuan yang
memakai prosedur gugatan biasa (lewat pengadilan dengan prosedur biasa) yang
panjang, mahal dan melelahkan.90 Selanjutnya dengan lahirnya UUJF, hal ini semakin
89
M. Yahya Harahap, 1998, Ruang lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang
Perdata,PT. Gramedia, Jakarta, hal. 1.
90
Rachmadi Usman, 2008, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta
hal. 229.
116
Salah satu ciri Jaminan Fidusia yang kuat itu mudah dan pasti dalam pelaksanaan
eksekusinya, jika debitur (konsumen) cedera janji. 91 Eksekusi Jaminan Fidusia sering
sekali terjadi di dalam praktek dan memberikan dampak negatif berupa bantahan,
pemberi Jaminan Fidusia, dan/atau masyarakat dari perbuatan yang dapat menimbulkan
Pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia kemudian diatur dalam UUJF. Salah satu
cara eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia yang di daftarkan
dapat dilakukan dengan cara pelaksanaan titel eksekutorial. Sertifikat Jaminan Fidusia
mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, sehingga ketika debitur cidera janji, kreditur dengan
eksekusi tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat, para pihak untuk
91
Ibid.
117
tetapi tentunya pihak kreditur dapat menempuh prosedur eksekusi lewat gugatan ke
pengadilan. Sebab, keberadaan UUJF dengan model-model eksekusi khusus tidak untuk
meniadakan hukum acara yang umum. Tidak ada indikasi sedikit pun dalam UUJF yang
bertujuan meniadakan ketentuan hukum acara umum tentang eksekusi umum lewat
penjaminan benda bergerak telah memenuhi prinsip dari Jaminan Fidusia. Namun
demikian, tidak semuanya memenuhi standar yuridis untuk disebut sebagai Jaminan
Fidusia, karena di dalam ketantuan Pasal 37 ayat (3) UUJF mengatur jika dalam waktu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini tidak dilakukan penyesuaian, maka
perjanjian Jaminan Fidusia tersebut bukan merupakan hak agunan atas kebendaan
ini berarti dapat diketahui bahwa apabila bentuk perjanjian tidak sesuai dengan UUJF,
maka perjanjian jaminan tersebut bukan merupakan jaminan atas benda bergerak.
UUJF telah memberikan aturan sebagaimana tersebut di atas, akan tetapi yang
terjadi pada praktek Lembaga Pembiayaan Konsumen Non Bank di Kota Denpasar
secara fidusia. Namun demikian, perjanjiannya dibuat dalam bentuk akta dibawah
tangan dan tidak di daftarkan pada kantor pendaftaran fidusia sebagaimana yang
konsumen dengan penyerahan hak milik secara fidusia. Dalam perjanjiannya secara
tegas diatur bahwa kedua belah pihak setuju untuk membuat perjanjian pembiayaan
otentik dan tidak didaftarkan, tetapi untuk tindakan eksekutorialnya tidak dapat
dilaksanakan dengan lembaga parate executie (eksekusi langsung), karena seperti yang
dicantumkan dalam Pasal 15 ayat (2) UUJF, yang menyatakan bahwa Sertifikat
eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap. Lebih lanjut Pasal 15 ayat (3) UUJF menyatakan bahwa Apabila debitur
cidera janji, lembaga pembiayaan mempunyai hak menjual Benda yang menjadi objek
Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri. Berdasarkan uraian pasal di atas dapat
dilihat bahwa hanya yang memiliki Sertifikat Jaminan Fidusia yang dibuat dengan akta
otentik dan didaftarkan saja mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, bagi
perjanjian dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan ketika debitur wanprestasi
atau cidera janji tidak dapat menggunakan lembaga parate executie (eksekusi langsung),
tetapi proses eksekusinya tetap harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan
perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses Hukum Acara Perdata hingga turunnya
putusan hakim.
hukum tetap adalah putusan yang menurut ketentuan undang-undang tidak ada
kesempatan lagi untuk menggunakan upaya hukum biasa untuk melawan putusan
119
tersebut.92 Sebaliknya, putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap adalah
menggunakan upaya hukum untuk melawan putusan tersebut misalnya verzet, banding
dan kasasi. Pada dasarnya suatu putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan
hukum tetap yang dapat dijalankan. Pengecualiannya yaitu apabila suatu putusan
dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu sesuai dengan Pasal
180 HIR perlu juga dikemukakan, bahwa tidak semua putusan yang sudah mempunyai
kekuatan tetap harus dijalankan. Dalam hal ini yang perlu dilaksanakan hanyalah
Bapak I Wayan Sutedja selaku Remedial Section Head pada PT. FIF Group
penyitaan, proses penyitaan itu sendiri dimulai dengan adanya surat perintah sita.
Seorang debitur dikatakan wanprestasi hingga harus terjadi proses penyitaan atas barang
a. berdasarkan catatan pembayaran yang buruk yang dapat dilihat dari catatan
c. obyek jaminan yang digadaikan untuk keperluan lain sehingga ada unsur
92
Sudikno Mertokusumo, 1993, Hukum Acara Perdata, Liberty, Yogyakarta,
hal. 2
120
Lebih lanjut beliau juga menyatakan bahwa ada beberapa tugas prosedur yang
1. Desk Call
Biasanya kegiatan ini mulai dilakukan 3 hari sebelum jatuh tempo dan 3 hari setelah
jatuh tempo angsuran konsumen. Jika upaya yang dilakukan desk call tidak
kolektor lancar.
2. Kolektor baget 1.
Tugas dari kolektor baget 1 yaitu menindaklanjuti upaya yang telah dilakukan oleh
Desk call sampai waktu keterlambatan konsumen mencapai 30 hari. Kolektor baget 1
collector baget 2.
3. Kolektor baget 2.
(tiga puluh) hari sampai dengan 60(enam puluh) hari. Penanganan yang dilakukan
kolektor baget 2 lebih intensif lagi karena tingkat kesulitan yang ada dalam baget 2
121
4. Kolektor tarik/remedial.
Adapun yang menjadi tugas dari kolektor tarik atau remedial adalah menindaklanjuti
penanganan yang dilakukan oleh kolektor baget 2. penanganan ini lebih menekankan
pada penarikan unit tapi tidak menutup kemungkinan menerima angsuran jika
konsumen gagal bayar yang tidak dapat diselesaikan oleh kolektor internal,
menyerahkan penangannya ke pihak ke tiga yaitu Debt collector atau pihak external.
(berdasakan hasil wawancara pada pada hari Selasa tanggal 17 Maret 2013).
Debt Collector/external adalah pihak luar yang dimintai bantuan oleh pihak
lembaga pembiayaan yang diberi kuasa bekerja atas nama lembaga pembiayaan dengan
didahului oleh kesepakatan yang dibuat antar mereka, kemudian diberi surat tugas untuk
Debt collector hanya untuk penarikan unit bukan menarik atau menerima angsuran.
Permasalahan bad account yang biasanya dilimpahkan ke debt collector antara lain :
Pada prakteknya pihak lembaga pembiayaan non bank di Kota Denpasar dalam
melakukan penagihan atas angsuran yang macet bekerjasama dengan pihak ketiga yaitu
debt collector external untuk melakukan eksekusi barang jaminan kredit yang
bermasalah yang tidak dapat ditangani collector regular. Debt collector external
perusahaan yang diberi kuasa untuk bekerja atas nama lembaga pembiayaan untuk
menangani konsumen yang mengalami gagal bayar atau kredit macet. Kebijakan untuk
lembaga pembiayaan setelah prosedur dan upaya yang dilakukan pihak kolektor reguler
dalam kurun waktu tertentu tidak menunjukkan hasil. Ketidakberhasilan ini dapat
dikarenakan faktor kurang kerasnya usaha yang dilakukan kolektor reguler, dapat juga
karena tingkat kesulitan yang tinggi dari permasalah yang ada pada konsmumen-
konsumen gagal bayar tersebut, sehingga lembaga pembiayaan tidak mau mengambil
Menurut pendapat Bapak I Nengah Sugina selaku debt collector external PT. FIF
Group menyatakan bahwa sebagai pihak yang diberi tugas oleh lembaga pembiayaan
berdasarkan kesepakatan, tentunya ada imbalan yang akan diterima oleh debt collector
atas penyelesaian tugas yang dikuasakan kepadanya. Negoisasi besar kecilnya imbalan
atau fee yang akan diterima oleh debt collector externalbiasanya tergantung dari tingkat
kesulitan dan resiko yang dihadapi. Imbalan atau disebut succes fee baru diberikan oleh
Lebih lanjut beliau berpendapat bahwa sebagai pihak luar yang diberi tugas oleh
123
lembaga pembiayaan, motif utama pekerjaannya adalah mendapatkan uang atas jasa
yang diberikan. Rasa tanggung jawab mereka hanya sebatas pada pekerjaan yang
diberikan, sehingga cara kerja mereka pun terlepas dari prosedur yang ditetapkan oleh
lembaga pembiayaan. beliau bekerja dengan caranya sendiri sesuai dengan pola yang
biasa mereka lakukan, dengan satu tujuan selesaikan tugas kemudian dapat uang.
Apabila pihak debitur yang menguasai obyek Jaminan Fidusia akan ditarik tidak
ada ditempat, maka diperlukan saksi pada saat akan dilakukannya penarikan. Hal
tersebut diperlukan untuk menjaga agar tidak terjadi kecurigaan juru sita memasuki
pekarangan dan rumah secara paksa. Adapun yang bertandatangan dalam berita acara
penarikan yaitu penerima dan pemberi jaminan atau pihak berwenang jika turut hadir
1. Melakukan Intimidasi.
Pertama kali yang dilakukan oleh debt collector dalam menjalankan tugasnya
mencari tahu kronologi dan informasi keberadaan kendaraan. Disini biasanya debt
collector melakukan intimidasi, ancaman dan meminta paksa sejumlah uang ke pada
konsumen.
2. Perampasan kendaraan.
Debt collector juga meminta secara paksa kendaraan dari tangan konsumen dan
dapatnya tindakan ini disertai dengan kekerasan, ancaman dan perbuatan yang tidak
124
Dengan banyaknya terjadi tindakan pemanisme oleh para debt collector maka sebaiknya
pihak lembaga pembiayaan lebih hati-hati lagi dalam mengambil kebijakan untuk
menyerahkan permasalahan kredit macet yang dimilikinya kepada debt collector selaku
pihak ketida. Hal ini berpengaruh pada nama baik dan kredibilitas dari lembaga
pembiayaan itu sendiri agar tidak hilang, hanya demi mengejar keuntungan semata
BAB IV
penjajahan Belanda sebagai bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi, yang berasal
dari jaman Romawi. Bentuk jaminan ini biasanya digunakan secara luas dalam transaksi
pinjam meminjam, hal ini sebagai akibat bentuk jaminan ini dianggap lebih sederhana
dan mudah, walaupun tanpa disadari adanya kekurangan dalam kepastian hukum. Pada
saat pertama kali diberlakukan tidak ada keharusan untuk mendaftarkan Jaminan
Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia, hal ini tentunya memberi kemudahan bagi
para pihak yang mengunakannya, terutama pihak lembaga pembiayaan. Keadaan seperti
itu justru tidak memberikan perlindungan hukum bagi pihak kreditur karena akan dapat
dimanfaatkan oleh pihak konsumen yang tidak memiliki iktikad baik dalam
melaksanakan perjanjian. Konsumen dapat menjaminkan lagi benda yang telah dibebani
dengan fidusia kepada pihak lain tanpa diketahui oleh lembaga pembiayaan yang
pertama. Hal ini terjadi karena belum ada ketentuan yang mengatur tentang pendaftaran
Jaminan Fidusia.
dianggap sebagai kekurangan dan kelemahan dari pranata lembaga Jaminan Fidusia,
sebab dapat menimbulkan ketidakpastian hukum karena tidak memenuhi asas publisitas
sehingga sangat susah untuk dikontrol. Oleh sebab itu, pemerintah membentuk suatu
aturan yang dikenal dengan Undang-Undang Jaminan Fidusia. Dalam ketentuan yang
110
126
Jaminan Fidusia guna memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang
berkepentingan. Selain memberikan kepastian hukum juga dapat memberikan hak untuk
Berdasarkan apa yang telah dijelaskan di atas maka dapat diketahui bahwa maksud dan
terutama terhadap kreditur lain mengenai benda yang telah dibebani jJaminan
Fidusia;
Pendaftaran suatu benda ataupun suatu ikatan jaminan yang dimaksudkan untuk
melindungi hak pemilikan benda atau pemegang jaminan yang bersangkutan terhadap
pihak ketiga yang mengoper benda jaminan, agar pihak ketiga tidak dapat
mengemukakan haknya atas benda yang terdaftar atas dasar itikad baik. Pendaftaran
ikatan Jaminan Fidusia baru tampak manfaatnya, kalau benda Jaminan Fidusia
secara fidusia dicantumkan dalam ketentuan Pasal 11 ayat (1) UUJF yang menyatakan
bahwa Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan. Kemudian
dalam penjelasan Pasal 11 UUJF dinyatakan bahwa pendaftaran benda yang dibebani
mencakup benda, baik yang berada di dalam maupun diluar wilayah Negara Republik
terhadap kreditur lainnya mengenai benda yang telah dibebani Jaminan Fidusia.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa benda yang dibebani Jaminan
Fidusia tidak hanya benda yang berada di wilayah Republik Indonesia saja, termasuk
12 ayat (1) UUJF yang menyatakan bahwa pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan pada
kantor pendaftaran fidusia. Selanjutnya dialam Pasal 12 ayat (2) UUJF menyatakan
untuk pertama kali, kantor pendaftaran fidusia didirikan di Jakarta dengan wilayah kerja
mencakup seluruh wilayah Republik Indonesia. Selanjutnya Pasal 12 ayat (3) UUJF
ayat (2) berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman yang saat ini telah diganti
menegaskan bahwa kantor pendaftaran fidusia berada dalam lingkup tugas Kantor
Wilayah Hukum dan HAM. Penjelasan atas Pasal 12 Undnag-undang Jaminan Fidusia
ini antara lain juga menegaskan bahwa kantor pendaftaran fidusia merupakan bagian
lingkungan Kementria Hukum dan Hak Asai Manusia bukan isntitusi yang mandri atau
unit pelaksana teknis, melainkan salah satu unit pelaksana teknis. Dengan demikian
dapat disimak bahwa tempat pendaftaran Jaminan Fidusia itu dilakukan di Kantor
Pendaftaran Fidusia. Pada kantor inilah akan dilakukan pendaftaran Jaminan Fidusia
berserta dengan surat pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia dan kelengkapan lainnya
dalam suatu register atau buku pendaftaran fidusia. Kantor pendaftaran fidusia tersebut
128
dalam buku pendaftaran fidusia, dan selanjutnya akan menerbitkan sertipikat Jaminan
Fidusia.
Menurut ketentuan yang tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 139 tahun
2000 tentang Pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia di setiap Ibu kota Provinsi di
Wilayah Negara Republik Indonesia bahwa Kantor Pendaftaran Fidusia berada di kantor
wilayah Kementerian Hukum dan HAM. Dengan sendirinya wilayah kerja kantor
pendaftaran fidusia dimaksud meliputi wilayah kerja kantor Kementerian Hukum dan
Departemen Hukum dan HAM diwilayah yang bersangkutan. Adapun yang dimaksud
wewenang sendiri kalau dilihat dari arti kata dalam bahasa Inggris berarti authority dan
kewenangan adalah :
2. Dasar Hukum ialah bahwa wewenang itu selalu dapat ditunjukkan dasar
hukumnya
93
Philipus M. Hadjon, 1997, Tentang Wewenang, Yuridika No. 5 & 6 Tahun
XII, hal. 1
129
yaitu standar umum untuk semua jenis wewenang dan standar khusu untuk
itu bersifat melekat terhadap pejabat yang dituju atas jabatan yang
diembannya.
dijalankan oleh organ lain atas namanya. Pada mandat tidak terjadi
pemberi mandat.
dilakukan atas dasar kewenangan mandat karena tanggung jawab pendaftaran berada
94
Ibid., hal. 2.
130
Hukum dan HAM telah membentuk sistem pendaftaran fidusia secara online. Sejalan
dengan itu, pada tahun 2012 Menteri Keuangan mengeluarkan peraturan Nomor 130/
PMK. 010/ tahun 2012 yang mewajibkan Lembaga Pembiayaan Konsumen kendaraan
bermotor dengan Jaminan Fidusia untuk mendaftarkan jaminan tersebut. Dengan adanya
ketentuan ini diharapkan tidak ada lagi lembaga pembiayaan yang tidak mendaftarkan
Jaminan Fidusia. Menurut Bapak Drs. I Gusti Kompiang Adnyana, MM selaku Kepala
Kantor Wilayah Hukum dan HAM Provinsi Bali, bahwa kewenangan Kementerian
Hukum dan HAM didalam mengawasi pensertipikatan jamian fidusia adalah terkait
atribusi yang diberikan oleh negara berdasarkan Pasal 12 UUJF. Sebagian kewenangan
Menteri Hukum dan HAM kepada Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan HAM
Provinsi, termasuk juga yang ada di Provinsi Bali. Lebih lanjut beliau berpendapat
bahwa, Kementerian Hukum dan HAM untuk mengatasi cara pendaftaran sebelumnya
dilakukan secara manual dan memakan waktu sangat lama maka dibuatlah sistem
fiidusia online.
diterbitkan melalui cara online. Keabsahan sertifikat itu ditunjukkan dengan adanya
tanda tangan elektronik dari masing-masing Kepala Kantor Wilayah dan juga dibubuhi
stempel. Sebagai pihak yang mengeluarkan izin sertifikat sudah tegas menyatakan
bahwa sertifikat tersebut sah. Jika ke depannya ada persoalan, Kantor Wilayah Hukum
4.2 Legalitas Eksekusi Barang Jaminan Kendaraan Bermotor Roda Dua Yang
Tidak Didaftarkan Dikaji Dari Undang Undang Jaminan Fidusia
Setiap perjanjian Jaminan Fidusia yang diadakan oleh Lembaga Jaminan Fidusia
(termasuk juga Lembaga Jaminan Fidusia Non Bank), tunduk pada ketentuan yang
diatur dalam UUJF. Perjanjian fidusia merupakan perjanjian accessoir yang berarti
bahwa lahir dan hapusnya perjanjian Jaminan Fidusia bergantung pada perjanjian
menyatakan bahwa: Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian
pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.
Kemudian pada Pasal 11 ayat (1) UUJF menyatakan bahwa Jaminan Fidusia wajib
didaftaran. Hal ini juga diatur dalam Pasal 1 ayat (1) jo. Pasal 2 Peraturan Menteri
Keuangan No. 130/PMK. 010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi lembaga
Jaminan Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia paling lama 30 (tiga puluh) hari
disebutdengan akta Jaminan Fidusia, adapun akta ini harus memenuhi syarat-syarat
berupa Akta Notaris dan didaftarkan pada Pejabat yang berwenang. Dengan pendaftaran
ini, diharapkan agar pihak debitur, terutama debitur yang tidak memiliki itikad baik
tidak dapatlagi membohongi kreditur atau calon kreditur dengan memfidusiakan lagi
atau bahkan menjual barang Obyek Jaminan Fidusia tanpa sepengetahuan kreditur.
132
Jaminan Fidusia. Adapun pengaturan mengenai terjadinya eksekusi dalam UUJF dapat
dijumpai pada Pasal 29 ayat (1) UUJF. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa dalam hal
debitur atau Konsumen cidera janji, maka dapat dilakukan eksekusi terhadap Benda
yang menjadi objek Jaminan Fidusia. Mengenai cara-cara yang dapat diterapkan dalam
memperoleh nilai penjualan yang lebih baik untuk memperoleh harga tertinggi. 95
Perjanjian fidusia dibuat dengan akta otentik. Akta otentik adalah akta yang
dibuat oleh atau di depan pejabat yang ditunjuk oleh undang-undang dan memiliki
kekuatan pembuktian sempurna. Untuk akta yang dilakukan dibawah tangan biasanya
harus diotentikan ulang oleh para pihak jika hendak dijadikan alat bukti sah, misalnya
95
Netty SR Naiborhu, 2006, Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Berdasarkan Parate
Eksekusi oleh Kreditur, Jurnal wawasan Hukum, hal. 164.
133
di pengadilan. Fidusia yang dilakukan dibawah tangan tidak dapat dijerat dengan UU
UUJF, karena tidak sah atau legalnya perjanjian Jaminan Fidusia yang dibuat.
Berdasarkan uraian sebagaimana disebutkan dalam pasal di atas maka dapat diketahui
bahwa perjanjian fidusia yang tidak di buatkan akta notaris dan tidak didaftarkan di
kantor pendaftaran fidusia bukanlah akta otentik yang memiliki nilai pembuktian
sempurna. Sedangkan di dalam UUJF dan PP No. 86 Tahun 2000 tentang Tata cara
Pendaftaran Fidusia dan Biaya Pendaftaran Fidusia disebutkan salah satu syarat
pendaftaran Fidusia adalah adanya salinan Akta Notaris. lembaga pembiayaan dalam
memberikan Jaminan Fidusia hanya dibuatkan secara dibawah tangan sehingga tidak
ada akta notaris dan berakibat pula bahwa jaminan tersebut tidak dapat didaftarkan.
Sehingga dapat disimak bahwa lembaga pembiayaan telah dengan sengaja melanggar
dibuatkan dibawah tangan tanpa didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia, maka
Negeri melalui proses Hukum Acara Perdata hingga turunnya putusan hakim yang telah
jaminan tunduk dan patuh pada Hukum Acara Perdata sebagaimana yang ditentukan
Fakta yang terjadi dilapangan dalam hal eksekusi dilakukan oleh lembaga
pembiayaan terhadap barang jaminan, dilakukan malalui bantuan pihak debt collector
134
dengan berdasarkan pada surat kuasa resmi dari kantor lembaga pembiayaan untuk
mengeksekusi suatu barang jaminan. Secara normatif, hal ini adalah tindakan yang tidak
sah menurut UUJF. Dalam hal ini kreditur dapat dilaporkan juga karena sebagian dari
barang tersebut menjadi milik berdua, baik kreditur dan debitur. Oleh karena itu,
mengadilinya sesuai porsi masing-masing pemilik barang. Jika hal ini ditempuh maka
akan terjadi proses hukum yang panjang, melelahkan dan menghabiskan biaya yang
tidak sedikit. Akibatnya, margin yang hendak dicapai perusahaan tidak terealisir bahkan
termasuk dalam tindak pidana Pasal 368 KUHPidana terkait melakukan tindakan
menyebutkan:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang
maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan.
pemerasan,
Lebih lanjut dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan No. 130/2012 dikatakan
lembaga pembiayaan tersebut tidak dilindungi hak-haknya oleh UUJF. Hal ini
daripada kreditur lain untuk mendapatkan pelunasan utang debitur dari benda yang
tetapi tujuannya dapat berbeda-beda. Sejak jaman dahulu manusia mempunyai tujuan
untuk melakukan kerja sama sekaligus semangat persaingan di antara mereka. Dalam
lainnya guna mengejar tujuan masing-masing. Berbagai cara ditempuh orang guna
menyelesaikan sengketa diantara mereka. Sesuai dengan situasi dan kondisi setempat,
beragam alternatif digunakan orang guna meredam ketegangan diantara para pihak, baik
ditemukan lebih memilih menggunakan jasa para debt collector, karena lebih gampang
berisiko tinggi namun tetap ditempuh oleh Lembaga Pembiayaan. Bagi masyarakat
peminjam (debitur) yang awam tentang hukum, mau tidak mau akan ketakutan karena
mereka juga merasa bersalah akibat gagal membayar hutangnya. Namun demikian, bagi
136
kreditur.
Kota Denpasar dikemukakan didasarkan atas dasar alasan sesuai dengan klausula-
klausula dalam perjanjian yang telah ditandatangani oleh konsumen. Padahal isi
Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia
No. 3821), terutama Pasal 18 tentang klausula baku. Selain itu, karena perjanjian
tersebut berisi tentang jaminan kebendaan secara fidusia, isi perjanjian dan segala akibat
Konsumen yaitu:
1. Asas manfaat
pihak, baik konsumen maupun pelaku usaha. Oleh karena itu, terkait
hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha tidak ada satu pihak yang
137
kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus
memperoleh hak-haknya.
2. Asas keadilan
Asas inimengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha.
Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh
3. Asas keseimbangan
serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih
dilindungi.
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan
sebagai berikut:
138
melindungi diri.
informasi
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha
konsumen yaitu :
2. Hak untuk memilih barang atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
4. Hak untuk didengar pendapat atau keluhan atas barang atau jasa.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujr serta tidak
diskriminatif.
barang atau jasa yang diterima tidak sesuat dengan perjanjian atau
sebagaimana mestinya.
secara patut.
didalamnya terdapat hal-hal yang secara tidak langsung merugikan pihak konsumen
maka hal ini tentunya melanggar ketentuan yang tercantum dalam Pasal 18 Undang-
Klausula baku tersebut, Lembaga Pembiayaan dapat dikenakan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2. 000. 000. 000,00 (dua miliar
bahwa konsumen dapat mengajukan gugatan pada pelaku usaha melalui badan
pengadilan maupun diluar pengadilan melalui BPSK. Dengan kata lain, BPSK bertugas
pelaku usaha atau produsen yang diangkat atau diberhentikan oleh Menteri. Didalam
kewenangan untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan dan keterangan dari
para pihak yang bersengketa, melihat atau meminta tanda bayar, tagihan atau kuitansi,
hasil test lab atau bukti-bukti lain. Mengenai keputusan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) bersifat mengikat dan merupakan penyelesaian akhir bagi para
pihak.
beracara yang mudah, cepat, tanpa biaya karena segala biaya yang timbul sudah
141
penyelesaiannya pun tidak rumit harus menggunakan dalil-dalil hukum yang kaku.
Konsumen pengadu dapat mengajukan gugatan tertulis maupun tidak tertulis tentang
konsumen melalui BPSK tidak perlu persetujuan kedua belah pihak untuk memilih
perlindungan konsumen
6. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang
ahli, atau setiap orang atau pihak yang tidak bersedia memenuhi panggilan
8. mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain
konsumen dapat menuntut ganti rugi kepada pelaku usaha melalui BPSK. Pengaduan
dilakukan dengan mengisi formulir yang disediakan BPSK dengan menyebut nama dan
alamat pengadu (konsumen), pelaku usaha dan melampirkan barang/jasa yang diadukan,
bukti perolehan (bon, faktur, kwitansi, dll), keterangan tempat dan waktu diperolehnya
barang/jasa tersebut.
dengan 3 cara, hal ini tergantung pilihan dan kesepakatan para pihak yang bersengketa
a. konsiliasi
Konsiliasi berupaya mencari jalan tengah yang dapat diterima oleh kedua belah
belah pihak yang berselisih untuk membicarakan masalah mereka, maka ini
memungkinkan bagi salah satu pihak untuk mendapatkan pengertian yang lebih
baik atas pihak yang lain. Hal ini akan dapat membantu menghilangkan salah
pengertian yang dikarenakan prasangka atau informasi yang tidak benar untuk
mencapai perubahan sikap yang nyata. Semua informasi yang didapatkan dalam
proses konsiliasi akan dijaga kerahasiaannya dan tidak akan dibuat sebagai bagian
dari proses peradilan. Konsiliasi membantu para pihak yang berbeda untuk
b. mendiskusikan masalah
adalah pertemuan suka rela. Jika pihak yang bersangkutan mencapai perdamaian,
memeriksa kembali prosedur kerja, memperkerjakan kembali, ganti rugi uang, dsb.
b. Mediasi
Mediasi merupakan suatu proses damai dimana para pihak yang bersengketa
pertemuan antara 2 pihak atau lebih yang bersengketa) untuk mencapai hasil akhir
144
yang adil, tanpa biaya besar besar tetapi tetap efektif dan diterima sepenuhnya oleh
kedua belah pihak yang bersengketa. Dalam hal ini, pihak ketiga (mediator)
upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak
bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.
sistem sosial pihak-pihak yang bertikai, memiliki hubungan lama dengan pihak-
memberikan kesan yang baik misalnya sebagai teman yang solider. Dengan tahapan
perkaranya
c. arbitrase.
Arbitrase adalah sebuah proses di mana kedua belah pihak setuju untuk
keputusan yang mengikat dalam hal ini. Orang membuat klaim (penggugat) harus
berikut:
c. Sifat konfidensialitas
Dalam hal para pihak kemudian memilih konsiliasi atau mediasi, maka BPSK hanya
memberikan saran dan anjuran dan menerangkan hak dan kewajiban konsumen dan
pelaku usaha serta perbuatan dan tanggung jawab pelaku usaha. Bentuk dan besarnya
ganti rugi ditentukan oleh para pihak yang bersengketa bukan oleh BPSK, namun BPSK
wajib memberikan masukan yang seimbang kepada para pihak yang bersengketa.
Bilamana tercapai kesepakatan/perdamaian antar pihak maka hal itu dituangkan dalam
selanjutnya surat perjanjian perdamaian tersebut dikuatkan oleh Majelis BPSK dalam
Para pihak jika memilih penyelesaian sengketa dengan cara arbitrase, maka
konsumen memilih arbiter dari salah satu unsur konsumen yang ada di BPSK. Demikian
juga pelaku usaha dapat menempuh dengan cara yang sama. Arbiter dari konsumen dan
arbiter dari pelaku usaha memilih arbiter ketiga dari unsur pemerintah yang akan
menjadi Ketua Majelis. Adapun yang menentukan bentuk dan besarnya ganti rugi
adalah majelis BPSK bukan para pihak, karena para pihak telah menyerahkan
146
Hal ini tentu saja menjadi catatan lembaga pembiayaan untuk merevisi klausul
baku dalam perjanjian untuk menyesuaikan dengan peraturan hukum yang berlaku.
alasan pelaksanaan Undang-Undang Jaminan Fidusia melampaui aturan yang ada dalam
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Bertitik tolak dari permasalahan dan proses analisis terhadap data yang diperoleh
dari penelitian lapangan dan kepustakaan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pihak kreditur melakukan eksekusi barang jaminan kendaraan bermotor yang tidak
oleh penjual dan dijual dengan harga pasaran. Hal ini merupakan alasan hukum
yang sah bagi pihak kreditur untuk melakukan eksekusi secara langsung dengan
dilakukan Lembaga Pembiayaan Non Bank terhadap debitur yang cidera janji di
2. Akibat hukum pelaksanaan eksekusi jamnian fidusia yang tidak didaftarkan dalam
hal debitur melakukan wanprestasi maka secara normatif kreditur tidak sah
132
148
proses Hukum Acara Perdata hingga turunnya putusan hakim yang mempunyai
sertifikat Jaminan Fidusia, maka pelaksanaan penjualan benda jaminan tunduk dan
patuh pada Hukum Acara Perdata sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 224
5.2 Saran-saran
1. Dengan banyaknya terjadi tindakan pemanisme oleh para debt collector maka
debt collector selaku pihak ketiga. Hal ini berpengaruh pada nama baik dan
kredibilitas dari lembaga pembiayaan itu sendiri agar tidak hilang, hanya demi
tahun 2012 terkait sanksi hukum bagi lembaga pembiayaan yang tidak
kepastian hukum serta untuk memposisikan lembaga pembiayaan pada posisi yang
sehingga memiliki dasar hukum yang jelas dalam melakukan eksekusi terhadap
objek yang dijadikan Jaminan Fidusia apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
dikemudian hari.
149
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku:
Affandi, Aten dan Wahyu Affandi, 1983, Tentang Melaksanakan Putusan Hakim
Perdata, Alumni, Bandung.
Ashshofa, Burhan, 2001, Metode Penelitian Hukum, Cet.III, Rineka Cipta, Jakarta.
Badrulzaman, Mariam Darus, 1991, Bab-bab Tentang Creditverband Gadai dan Fidusia,
Bandung, PT. Citra Aditya Bakti.
Budiono, Herlien, 2009, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang
Kenotariaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Campbell, Black Henry, 1990, Blacks Law Dictionary, Edisi VI, St. Paul Minesota,
West Publishing
Friedman, Lawrence M., 1975, The Legal System, A Social Science Perspective, Rusell
Sage Foundation, New York.
Hanitijo, Ronny, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Hartono, C.F.G. Sunaryati, 1994, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-
20, Alumni, Bandung.
134
150
Hasan, Djuhaendah, 1996, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah Dan Benda Lain
Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsep Penerapan Asas Pemisahan
Horisontal, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Hernoko, Agus Yudha, 2010, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas dam Kontrak
Komersial), Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Hutagalung, Arie S., 1997, Serba Aneka Masalah Tanah Dalam Kegiatan Ekonomi,
cetakan 1, Jakarta, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia,.
Machmudin, Dudu Duswara, 2003, Pengantar Ilmu Hukum, sebuah Sketsa, Refika
Aditama, Bandung.
Manan; Bagir, 1994, Hubungan Antara Pusat Dan Daerah Menurut UUD 1945, Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta.
Patrik, Purwahid, 1998, Hukum Perdata II, Jilid I, Sinar Grafika, Jakarta
Purwahid dan Kashadi, 2008, Hukum Jaminana Fidusia, Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro, Semarang.
151
Salim H.S., 2004, Perkembangan Hukum Jaminan Indonesia, Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Satrio,J., 1991, Hukum Jaminan, Hak-hak Kebendaan, Bandung, Citra Aditya Bakti,
Bandung.
--------, 2002, Hukum Jaminan Hak. Jaminan Kebendaan Fidusia, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 1985, Penelitian Hukum Normatif, Suatu
Tinjauan Singkat, CV. Rajawali, Jakarta.
Soepomo, R., 1989, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, 1989, PT. Pradnya
Paramita, Jakarta.
Subagyo, P. Joko,, 1999, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Cet. III, Rineka
Cipta, Jakarta.
Surakhmad, Winarno, 1972, Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar Metode & Teknik,
Tarsito, Bandung.
152
Tiong, Oey Hoey, 1984, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, 2000, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, PT.
Raja Grapindo Persada, Jakarta.
Zwalve, C.AE Uniken Venema, 2000, Common Law & Civil Law, W.E.J Tjeenk
Willink, Deventer.
Karya Ilmiah/Makalah:
Atmadja, I Dewa Gede, 1993, Manfaat Filsafat Hukum dalam Studi Ilmu Hukum, dalam
Kerta Patrika, No. 62-63 Tahun XIX Maret-Juni, Fakultas Hukum Universitas
Udayana, Denpasar
Djais, Mochammad, 2000, Hukum Eksekusi Sebagai Wacana Baru Dibidang Hukum,
disampaikan dalam rangka Dies Natalis ke-43, Fakultas Hukum, Undip.
Hadjon, Philipus M., 1997, Tentang Wewenang, Yuridika No. 5 & 6 Tahun XII.
Lambok, Betty Dina, 2008, Akibat Hukum Persetujuan Tertulis dari PenerimaFidusia
kepada Pemberi Fidusia untuk Menyewakan Objek Jaminan Fidusia kepada
Pihak Ketiga, Jurnal Hukum ProJustitia,.
Naiborhu, Netty SR, 2006, Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Berdasarkan Parate Eksekusi
oleh Kreditur, Jurnal wawasan Hukum, Vol. 14.
Sibarani, Bachtiar, 2001, Haircut atau Pareta Eksekusi, Jurnal Hukum Bisnis.
Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3889)
Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Fidusia