Obat yang dibuat sintetik mahal, sehingga diisolasi dari bahan alam adalah.
1. Kuinin 2. Insulin 3. Atropin 4. Diuretika (
2. Kimia medisinal biasa disebut dgn nama lain yaitu ....
1. Kimia Farmasi 2. Farmakokimia 3. Kimia terapi 4. Farmakoterapi
3. Obat dgn struktur kimia berbeda tetapi aktivitas biologisnya sama adalah ....
1. Eter 2. Halotan 3. Tiopenta 4. Siklopropan
4. Sifat kimia fisika obat berperan penting untuk menjelaskan aktivitas biologis obat, SEBAB.
Pengangkutan obat untuk mencapai reseptor ditentukan oleh sifat kimia fisikanya.
5. Tujuan akhir dari rancangan obat adalah..... 1. Efek samping ringan 2. Bekerja selektif
3. Nyaman 4. Ekonomis
6. Langkah penting harus diketahui dalam pengembangan obat adalah.1.Mencari senyawa
penuntun 2. Pengembangan senyawa penuntun 3. Prosedur pengembangan 4. Rancangan
obat rasional
7. Dalam uji klinik fase III, dimana hasil yang diinginkan adalahA. Keamanan B. Toksisitas
C. Stabilitas D. Efikasi E. Efikasi multi-center.
8. Obat yang awal digunakan untuk memperpanjang kerja penisilin, tetapi sekarang digunakan
sebagai urikosurik adalah .... A. Allopurinol B. Reserpin C. Probenesid
D. Pergilin E. Iproniazid
9. Pra-obat Imipramin untuk menjadi metabolit aktif, maka harus melalui proses metabolisme
secara.. A. Konjugasi B. Reduksi C. N-Asetilasi D. N-Demetilasi E. Dehidratasi.
10. Contoh senyawa kimia aktif yangditemukan secara tidak sengaja adalah ...1. Antikoagulan-
kumarol 2. Antipiretik-Asetanilid 3. Adrenergik- Efedrin 4. Diuretik-Klorotiazid
11. Asetominofen diisolasi dan diidentifikasi dari metabolit.... 1. Fenasetin 2. Arsfenamin
3. Asetanilid 4. Asetosal
12. Obat yang dibuat untuk sukar diabsorpsi dalam saluran cerna adalah.... 1. Ptalilsulfatiazol
2. Ptalissulfamerazol 3. Suksinilsulfatiazol 4. Ptalilsulfadiazol
13. Obsorpsi obat melalui paru-paru tergantung pada ...1.Kadar obat dalam alveoli
2. Koefisien partisi 3. Kecepatan aliran darah paru 4. Ukuran partikel obat
14. Fase yang menentukan terjadinya aktivitas biologis obat adalah fase... 1. Farmakodinamika
2. Farmakokinetika 3. Farmasetika 4. Biofarmasi.
15. Hampir semua obat mengalami proses konjugasi Asam glukuronat, SEBAB
D-glukuronat dalam tubuh cukup banyak
16. Hampir semua obat mengalami proses konjugasi Asam glukuronat, SEBAB
D-glukuronat dalam tubuh cukup banyak (A)
17. Tujuan metabolisme obat secara umum adalah mengubah obat menjadi. . . . .
1.Bioinaktivasi 2. Detoksifikasi 3. Hydrofil 4. Eliminasi/ekskresi
18. Analgesik derivat para-aminofenol yg mengalami metabolisme menjadi asetominofen adalah.... 1.
Asetanilid 2. Asetosaldan 3. Fenasetin 4. Hidroksilain.
19. Penurunan kecepatan metabolisme akan menyebabkan.... 1. meningkatkan intensitas obat 2. masa
kerja obat diperpanjang 3.kemungkinan toksisitas ditingkatkan 4. Obat tidak efektif.
20. Pemmberian dosis INH pada orang Jepang dan Eskimo harus besar, SEBAB Mereka termasuk
asetilator lambat
21. Contoh depo penyimpanan yang akan melepaskan obat kecairan darah adalah .....
1.Jaringan lemak 2. Hati 3. Ginjal 4. Otot.
22. Senyawa agonis adalah senyawa yang dapat menetralisir respon biologis senyawa agonis SEBAB
Antihistamin bekerja dengan memblokir tempat aksi histamin endogen.
B. URAIAN.
1. Jelaskan secara skematis urutan kejadian dalam proses pengembangan obat secara rasional mulai dari
pengenalan masalah sampai pemasaran dan promosi?
2. Jelaskan secara Skema pengembangan obat baru dan tahap-tahap uji klinik? (14
3. Jelaskan langkah-langkah dalam rancangan 0bat ?11-12
4. Jelaskan langkah-langkah dalam mencari senyawa penuntun? 15-19.
5. Jelaskan 3 contoh pengembangan senyawa penuntun secara subtitusi untuk mendapatkan senyawa yang
lebih poten, spesifik, aman dan efek samping minimal? (20)
6. Jelaskan urutan prosedur pengembangan obat menurut Aries? 22-25
7. Jelaskan 4 metode yang digunakan untuk merancang obat rasional ? 26-27
8. Jelaskan contoh obat yg diketemukan melalui rancangan rasional ? 27
9. Jelaskan fase-fase untuk menentukan terjadinya aktivitas biologis obat 29-30
10. Jelaskan kemungkinan yang terjadi setelah obat bebas masuk keperedaran darah 30
11. Jelaskan beberapa fungsi dari ikatan kompleks obat-protein ? 46.
12. Jelaskan kecepatan dan besarnya distribusi obat dalam tubuh?
PENDAHULUAN
Batasan kimia medisinal menurut Burger (1970) adalah :
Ilmu pengetahuan yang merupakan cabang dari ilmu kimia dan biologi, dan digunakan untuk
memahami dan menjelaskan mekanisme kerja obat. Sebagai dasar adalah mencoba menetapkan
hubungan struktur kimia dan aktivitas biologis obat, serta menghubungkan perilaku biodinamik
melalui sifat-sifat fisik dan kereaktifan kimia senyawa obat. Kimia medisinal melibatkan isolasi,
karakterisasi, dan sintesis senyawa-senyawa yang digunakan dalam bidang kedokteran, untuk
mencegah dan mengobati penyakit serta memelihara kesehatan.
Kimia medisinal (Medicinal Chemistry) sering pula disebut dengan nama yang lain seperti kimia
farmasi (Pharmaceutical Chemistry), farmakokimia (Farmacochemie, Pharmacochemistry), dan
kimia terapi (Chimie Therapeutique).
Hubungan kimia medisinal dengan cabang ilmu lain dapat dilihat pada diagram berikut :
Kimia Analisis
Kimia Organik
Farmasetika
Kimia Fisik
Biofarmasi
Biokimia
Biologi Toksikologi
Mikrobiologi Patologi
Fisiologi
Beberapa abad yang lalu, pada periode perkembangan bahan obat organik, telah bnayak perhatian
diberikan untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia
fisika dan aktivitas biologis senyawa aktif atau obat. Pada abad ke 19, bahan alamiah yang secara
empirik telah digunakan oleh manusia untuk pengobatan, mulai dikembangkan lebih lanjut dengan
cara isolasi zat aktif, diidentifikasi struktur kimianya kemudian diusahakan untuk dibuat secara
sintetik. Telah pula dilakukan berbagai modifikasi struktur zat aktif, dengan cara sintesis, dalam
usaha mendapatkan senyawa baru dengan aktivitas yang lebih tinggi.
Berdasarkan sumbernya obat yang ada dewasa ini digolongkan menjadi tiga yaitu :
1.Obat alamiah, obat yang terdapat di alam, yaitu pada tanaman, contoh : kuinin dan atropin, pada
hewan, contoh : minyak ikan dan hormon, serta mineral, contoh : belerang (S) dan kalium bromida
(KBr).
2.Obat semisintetik, obat hasil sintesis yang bahan dasarnya berasal dari obat yang terdapat di alam,
contoh : morfin menjadi kodein dan diosgenin menjadi progesteron.
3.Obat sintetik murni, obat yang bahan dasarnya tidak berkhasiat, setelah disintesis akan didapatkan
senyawa dengan khasiat farmakologis tertentu, contoh : obat-obat golongan analgetik-antipiretik,
antihistamin dan diuretika.
Obat yang berasal dari alam sudah banyak yang dibuat secara sintetik, seperti metilsalisilat, kamfer,
mentol, dan asam amino. Ada pula beberapa senyawa alamiah yang digunakan sebagai obat, yang
tidak dapat dibuat secara sintetik atau biaya produksinya terlalu mahal sehingga diproduksi dengan
cara isolasi dari sumber alam, contoh : glikosida jantung, kuinin, atropin, dan insulin.
Dewasa ini diperkirakan lebih dari 5 juta senyawa kimia yang sudah diidentifikasi, dan jumlah
tersebut bertambah terus dengan 100.000 senyawa kimia baru setiap tahun. Dari jumlah diatas
63.000 senyawa telah digunakan secara umum, diantaranya 4.000 sebagai obat 4.000 sebagai
bahan tambahan makanan dan 1.500 sebagai pestisida.
Dari 252 obat pada daftar obat esensial yang dikeluarkan oleh WHO (1985), sumber-sumber obat
dapat dibagi sebagai berikut :
Golongan 1 sampai 6, yaitu sekitar 80 % obat, dipelajari dalam bidang kimia medisinal, sedang
sisanya 20 % (7-8) ditekankan pada bidang farmakognosi.
Setelah ilmu pengetahuan makin berkembang, didapatkan bahwa struktur kimia obat ternyata dapat
menjelaskan sifat-sifat obat dan terlihat bahwa unit-unit steruktur atau gugus-gugus molekul obat
berkaitan dengan aktivitas biologisnya. Untuk mencari hubungan antara struktur kimia dan aktivitas
biologis dapat dilakukan terutama dengan mengaitkan gugus fungsional tertentu dengan respons
biologis yang tertentu pula. Hal ini kadang-kadang mengalami kegagalan karena terbukti bahwa
senyawa dengan unit struktur kimia sama belum tentu menunjukkan aktivitas biologis sama,
sebaliknya aktivitas biologis yang sama sering diperlihatkan oleh senyawa-senyawa dengan struktur
kimia yang berbeda.
Contoh senyawa dengan gugus fungsional sama dan mempunyai aktivitas biologis sama :
1.Turunan fenol, contoh : fenol, kresol, eugenol, dan timol, mengandung gugus fungsi hidroksil
fenol dan berkhasiat sebagai antibakteri.
RUMUS
2.Turunan sulfonamida, contoh : sulfanilamid, sulfasetamid, sulfaguanidin, dan sulfametoksasol,
mengandung gugus fungsi sulfonamida dan berkhasiat sebagai antibakteri.
RUMUS
Contoh senyawa dengan struktur kimia berbeda tetapi aktivitas biologisnya sama :
1.Obat anestesi sitemik, contoh : eter,siklopropan, halotan, dan tiopental.
RUMUS
2.Obat diuretik, contoh : turunan merkuri organik (klormerodrin), turunan sulfamid (asetazolamid),
turunan tiazid (hidroklorotiazid), dan spironolakton.
RUMUS
Contoh senyawa dengan unit struktur sama tetapi dapat memberikan aktivitas biologis bermacam-
macam adalah obat turunan sulfonamida, yang dapat berkhasiat sebagai antibakteri (sulfanilamid),
diuretik (hidroklorotiazid), antilepra (dapson), antimalaria (sulfadoksin), urikosurik (probenesid) dan
antidiabetes (karbutamid).
RUMUS
Turunan senyawa dengan gugud fungsi sama dapat memberikan respons biologis yang sama oleh
karena bekerja pada reseptor yang sama atau mempengaruhi proses biokimia yang sama pula.
Sebagai contoh pada turunan fenol, gugus fungsi hidroksi fenol dapat menyebabkan koagulasi dan
denaturasi protein sel bakteri, sedang pada turunan sulfonamida, gugus fungsi sulfonamida dapat
bekerja secara penghambatan bersaing dengan asam p-aminobenzoat, suaru senyawa yang
diperlukan untuk pembentukan asam dihidropteroat, yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan
bakteri.
Turunan senyawa dengan struktur kimia yang berbeda dapat memberikan respons biologis
yang sama oleh karena aktivitas turunan tersebut tidak tergantung pada sutuktur kimia yang spesifik,
tetapi lebih tergantung pada sifat kimia fisik, seperti kelarutan dan aktivitas termodinamika. Hal ini
terjadi pada senyawa yang berstruktur tidak spesifik, seperti pada contoh obat anestesi sistemik.
Untuk obat diuretik dapat menghasilkan respons farmakologis yang sama karena masing-
masing turunan mempengaruhi proses biokimia (interaksi dengan reseptor) yang berbeda, jadi
mekanisme kerjanya berbeda, tapi efek biologis yang ditimbulkan sama, yaitu diuresis. Fenomena
ini menunjang pengertian bahwa mekanisme kerja obat pada tingkat molekul dapat melalui beberapa
jalan, dan ini memberi penjelasan mengapa obat dengan tipe struktur berbeda dapat menunjukkan
respons farmakologis yang sama.
Senyawa dengan unit stuktur sama tetapi dapat memberikan aktivitas biologis bermacam-
macam oleh karena unit struktur tersebut, dengan sedikit perubahan struktur, ternyata dapat
berinteraksi dengan reseptor yang berbeda sehingga menimbulkan respons farmakologis yang
berbeda pula, seperti pada contoh obat turunan sulfonamida.
Tidak semua senyawa obat dapat dijelaskan hubungan struktur dan aktivitasnya. Sering
kegagalan untuk mendapatkan hubungan antar struktur kimia, sifat kimia fisika, dan aktivitas
biologis disebabkan oleh sifat sistem biologis tubuh yang sangat kompleks dan banyaknya faktor
yang mempengaruhi aktivitas obat. Adanya persamaan ataupun perbedaan aktivitas biologis
senyawa organik, baik yang mempunyai hubungan struktur maupun tidak, ternyata sangat
dipengaruhi oleh sifat-sifat fisika kimia. Sifat-sifat tersebut ditentukan oleh jumlah, macam, dan
susunan atau molekul obat.
Sifat-sifat kimia fisika merupakan dasar yang sangat penting untuk menjelaskan aktivitas biologis
obat, oleh karena :
1. Sifat kimia fisika memegang peranan penting dalam pengangkutan obat untuk
mencapai reseptor. Sebelum mencapai reseptor, molekul obat harus melalui bermacam-
macam sawar membran, berinteraksi dengan senyawa-senyawa dalam cairan luar dan dalam
sel serta biopolimer. Disini sifat kimia fisika berperang dalam proses absorpsi dan distribusi
obat, sehingga kadar obat pada waktu mencapai reseptor cukup besar.
2. Hanya obat yang mempunyai struktur dengan kekhasan tinggi saja dapat berinteraksi
dengan reseptor biologis. Oleh karena itu sifat kimia fisika obat harus menunjang orientasi
khas molekul pada permukaan reseptor.
Sifat kimia fisika penting yang berhubungan dengan aktivitas biologis antara lain adalah kelarutan,
koefisien partisi, adsorbsi, aktivitas permukaan, derajat ionisasi, isosterisme, ikatan kimia, seperti
ikatan-ikatan kovalen, ion, hidrogen, dipol-dipol, van der Walls dan hidrofob, jarak antar atom dari
gugus-gugus fungsional potensial redoks, pembentukan kelat dan konfigurasi molekul dalam ruang
(isomer).
Dalam keadaan tertentu sifat-sifat tersebut dikaitkan dengan fungsi kimia yang khas, seperti
tetapan disosiasi (pKa), atau kadang-kadang dikaitkan dengan sifat molekul keseluruhan, seperti
kelarutan dalam lemak/air (log P). Pada proses distribusi obat, penembusan membran biologis
terutama dipengaruhi oleh sifat lipofil molekul obat, seperti kelarutan dalam lemak/air, sifat
elektronik obat, seperti derajat ionisasi, dan suasana pH. Proses interaksi obat dengan reseptor khas
dipengaruhi oleh tipe ikata kimia, interaksi hidrofob, kerapatan elektron, ukuran molekul obat dan
efek stereokimia sehingga sifat-sifat lipofil, elektronik, dan sterik dari molekul obat sangat
menunjang proses interaksi tersebut.
Sifat-sifat lipofil, elektronik, dan sterik suatu gugus atau senyawa dapat dinaytakan dalam
berbagai macam parameter sifat kimia fisika dan parameter-parameter tersebut digunakan untuk
menghubungkan secara kuantitatif struktur kimia dan aktivitas biologis obat (hubungan kuantitatif
struktur-aktivitas = HKSA atau Quatitative Structure-Activity Relationships = QSAR). Hubungan
kuantitatif struktur-aktivitas merupakan bagian penting dari kimia medisinal dalam usaha
mendapatkan suatu obat baru dengan aktivitas yang dikehendaki dan biaya yang lebih ekonomis.
Pengetahuan tentang proses metabolisme senyawa obat di dalam tubuh juga sangat
dibutuhkan dalam kimia medisinal oleh karena banyak senyawa yang diberikan dalam bentuk pra-
obat dan kemudian dalam tubuh mengalami metabolisme menghasilkna senyawa aktif. Proses
metabolisme juga berperan untuk menilai dan memprediksi efikasi dan keamanan obat, dan sebagai
dasar penjelasan terjadinya efek samping dan toksisitas senyawa obat.
Metode pengembangan obat melalui modifikasi molekul dengan optimisasi senyawa
penuntun (lead compound) dan rancangan obat yang rasional juga merupakan tahap penting dalam
usaha mencari dan menemukans senyawa baru yang lebih aktif, lebih selektif dengan efek samping
dan toksisitas yang rendah.
BAB II
PENGEMBANGAN OBAT
Pada awal perkembengan obat, usaha penemuan obat baru pada umumnya bersifat coba-
coba (trial and error) sehingga biaya pengembangan obat baru sangat mahal. Untuk satu
jenis obat sampai dapat dipasarkan dibutuhkan biaya lebh kurang Rp. 1 trilyun. Hal ini
dapat dipahami mengingat dari 800 sampai 10.000 senyawa baru yang disintesis atau
yang didapat dari sumber alam, setelah melalui berbagai uji kimia, fisika, aktivitas,
toksisitas, farmakokinetik, farmakodinamika dan uji klinik, kemungkinan hanya satu
senyawa yang secara klinik dapat digunakan sebagai obat ( Gambar 1 ).
Waktu yang dibutuhkan, mulai dari proses sintesis atau ekstraksi, penapisan farmakologi,
sampai evalusi klinik dan persetujuan pendaftaran, memakan waktu lebih kurang 10 tahun.
Hal tersebut juga disebabkan oleh ketatnya peraturan-peraturan tentang obat baru untuk
diijinkan dapat dipasarkan. Ini berarti agar bahwa pengembangan obat baru tetap layak
secara ekonomi, perlu terobosan pemikiran yang mendasar bagaimana melakukan
penelitian dengan sejumlah kecil senyawa yang terpilih, dan bagaimana merancang
senyawa dengan lebih baik.
Iatilah obat tidak hanya meliputi senyawa yang digunakan untuk pengobatan penyakit
dan bahan diagnostik saja, tetapi meliputi semua senyawa kimia yang dapat
mempengaruhi atau menimbulkan efek pada sistem biologis, termasuk insektisida,
fungisida, herbisida, flavoran, odoran, penarik dan pengusir serangga, serta senyawa-
senyawa yang digunakan untuk uji farmakologi dan fisiologis.
Dahulu pengembangan obat baru lebih banyak dilakukan di universitas (50 %), sedang
saat ini pengembangan obat baru lebih banyak dilakukan oleh industri (90 %), universitas
hanya 9 % sedang lembaga riset pemerintah 1 %. Proses pengembangan obat baru dapat
dibuat bagan seperti yang terlihat pada Gambar 2.
Langkah pertama dalam pengembangan obat adalah melakukan pengenalan masalah.
Pada pengenalan masalah dilakukan studi riset dasar yaitu tentang proses
8000-10000
Percobaan kimia pertama
Penapisan farmakolgi
2500
Uji toksisitas akut 2500
Pengenalan
Masalah
Pertimbangan Pelaksanaan riset
Penggabungan Program
Riset
Perlindungan Paten
Uji-uji yang lebih terperinci
Seleksi Senyawasenyawa
yang diunggulkan
Gambar 2. Bangun urutan kejadian dalam proses pengembangan obat secara rasional.
(disadur dari Koroklovas A, Essentials of Medicinal Chemistri, 2nd., New York, Chichester,
Brisbane, Toronto, Singapure : John wiley & Sons, 1988, hal.61, dengan modifikasi)
Dari proses di atas didapatkan senyawa-senyawa terpilih untuk dijadikan calon obat, dan
selanjutnya dipatenkan. Proses ini memerlukan wakltu lebih kurang 2-3 tahun.
Berikutnya dilakukan enelitian lebih mendalam terhadap senyawa terpilih dengan
melakukan percobaan farmakologi lebih lanjut pada beberapa spesies hewan, seperti
tikus, anjing dan peimata, yaitu ui toksisitas subakut, studi teratogenik dan mutagenik,
selain itu dilakukan juga studi farmakokinetik pada hewan dan uji dosis yang menimbukan
gejala toksisitas dan kematian.
Langkah selanjutnya adlaha melakukan uji klinik pada manusia. Uji klinik fase 1 dilakukan
terhadap beberapa volunter sehat, antara lain uji farmakologi klinik, studi metabolik, studi
efikasi dan studi farmakokinetik, untuk melihat apakah profil obat pada heawan sama
degan profil pada manusia. Selain itu juga dilakukan uji toksisitas kronik, uji karsinogenik,
dan uji efek teratogenik pada beberapa generasi hewan, dan dirancang aturan pemberian
dosis yang sesuai untuk uji klinik lebih lanjut. Merancang aturan dosis yang sesuai
bertujuan untuk pengembangan farmakokinetik obat secara rasional. Informasi kuantitatif
diperlukan pada distribusi molekul obat dalam bentuk aktifnya melalui berbagai
kompartemen di dalam tubuh sebagai fungsi dari dosis dan interval dosis, dalam kondisi
keadaan tunak dan nontunak. Informasi penting lainnya adalah kadar obat aktif yang
diperlukan pada kompartemen target untuk kemanjuran pengobtan.
Ada hubungan langsung antara kadar obat dalam plasma dengan kadar obat dalam
kompartemen target. Kadar obat dalam plasma merupakan parameter untuk menentukan
efektivitas dari pengaturan dosis. Selanjutnya dilakukan uji klinik fasa II terhadap penderita
atau pasien dalam jumlah terbatas (50-300 orang) untuk melihat efek dan keamanan obat.
Pada saat yang sama juga dirancang penggunaaan bentuk sediaan obat yang sesuai,
yaitu pengembangan formulasi, seperti uji stabilitas bentuk sediaan obat, dan produksi
dalam skala kecil. Proses ini memerlukan waktu antara 3 sampai 6 tahun.
Tahap berikutnya dilakukan uji klinik fasa III pada manusia dengan skala yang lebih luas
(beberapa ribu orang), yaitu percobaan klinis pada volunter yang sehat dan pasien dengan
model buta rangkap (double blind), dievaluasi efikasi dan toleransi obat, serta dimonitor
efek samping, terutama yang jarang terjadi. Bersamaan dengan hal ini dilakukan uji coba
produksi dalam skala besar. Keputusan akhir untuk memperkenalkan obat baru untuk
dapat digunakan dalam kalangan kedokteran dibuat atas dasar hasil yang didapat dari
evaluasi terapetik dalam klinik. Evaluasi obat baru pada pasien atau volunter harus selalu
dilengkapi dengan kumpulan data yang selengkap mungkin, seperti data proses absorbsi,
ekskresi, pembentukan metabolit, kadar obat dalam plasma, dosis maksimal dan dosis
subtoksik. Evaluasi juga dilakukan terhadap toksisitas akut dan kronik, efek samping, efek
karsinogenik dan efek teratogenik.
Evaluasi klinik dilakukan pada tempat tertentu dengan pengontrolan yang ketat. Bila
evaluasi klinik memenuhi persyaratan, maka tahap yang etrakhir adalah pengajuan
perijinan ke lembaga yang berwenang (departemen Kesehatan) dengan menyertakan
berkas-berkas hasil pengujian di atas. Setelah diijinkan obat baru dapat diedarkan atau
dipasarkan dengan disertai pemberian informasi medis. Proses ini memerlukan waktu
antara 3 csampai 5 tahun.
Sesudah obat beredar masih diperlukan uji klinik fasa IV untuk memastikan keamanan
obat dan memantau resiko-resiko yang mungkin teradi akibat penggunaan obat.
Proses pengembangan obat baru beserta fasa-fasa uji klinik dapat dibuat secara skematis
seperti yang terlihat pada Gambar 3.
Dalam pengembangan obat ada empat langkah penting yang harus diketahui, yaitu mencari senyawa
penuntun, pengembangan senyawa penuntun, prosedur pengembangan obat, dan rancangan obat
rasional.
A.MENCARI SENYAWA PENUNTUN
Beberapa pendekatan dalam mencari dan menemukan senyawa penuntun (lead compound,
parent compound) antara lain adalah penapisan acak senyawa produk alam, penemuan secara
kebetulan, hasil uji metabolit obat, studi biomolekul dan endokrinologi, studi perbandingan
biokimia, analisis aktivitas senyawa multi poten, efek samping obat, dan penapisan hasil sintesis
kimia.
Uji Stabilitas
Uji Toksisitas Subakut
Uji Farmakologis
Studi Farmakokinetik Lanjutan
pada Hewan Uji Teratogenisitas
dan Mutagenisitas
Studi
Uji klinik Fase III
Farmakokinetik
(efikasi multi center)
Pada Manusia
Aplikasi Obat Baru
Gambar 3
Contoh senyawa aktif lain yangdidapatdari sumber tanaman alam dapat dilihat pada Tabel 1.
2. Senyawa Kimia Aktif dari Kejadian secara Tidak Sengaja atau Kebetulan
Beberapa obat kadang-kadang diketemukan kebetulan dalam laboratorium atau klink olehahli
farmasi,ahli kimia, dokter atau peneliti lain.
Contoh :
Chan dan Hepp (1886), memberikan resep yangsalah, seharusnya memberikan naftalen
untukpengobatan parasit saluran usus tetapi keliru memberikan asetanilid, yang ternyata
mempunyai efek antipiretik.
Fleming (1929), menemukan efek antibakteri dari penesilin secara kebetulan karena adanya
pengotoran jamur pada media bakteri.
Fox (1952), dalam suatu uji senyawa antituberkulosis iproniazid, mendapatkan bahwa senyawa
tersebut mempunyai efek antidepresi.
Sprague dan Beyer (1958), mencoba mensin tesis 5-kloro-2,4 disulfamoilanilin dengan cara
formilasi turunan amino dari diklorfenamid, tetapi tidak berhasil dan justru menghasilkan
produk yang tidak terduga yaitu klorotiazid, senyawa penghambat enzim karbonik anhidrase
yang poten, dan berkhasiat sebagai diuretik.
Diklorodifeniltrikloroetan (DDT) yang telah disintesis pada tahun 1875, tetapi aktivitas
insektisidalnya baru diketahui tahun 1940, pada waktu mengembangkan efek insektisida turunan
alkana terklorinasi.
Kadang-kadangf pada pengembangan obat baru untuk digunakan melawan suatu penyakit, secara
tak terduga didapatkan bahwa senyawa tersebut juga berguna untuk pengobatan penyakit yang lain.
Contoh :
a. Reserpin, obat
antihipertensi, didapatkan juga mempunyai aktivitas tranquilizar dan sedatif yang cukup
poten.
b. Pargilin, obat
antideprefsi, didapatkan juga mempunyai aktivitas hipotensif.
c. Probenesid,
digunakan untuk memperpanjan g masa verja penisilin karena dapat menghambat secazra
kompetitif sekresi aktif penisilin di tubulus ginjal. Senyawa didapatka juga men ghambat
transpor tubular dan reab sorpsi asam urat sehingga Semarang banyak digunakamn sebagai
urikosurik.
d. Alopurinol,
penghambat enzim xantin oxidase yang poten, digunakan untuk menghambat inaktivasi 6-
merkaptopurin menjadi asam 6-tiourat, sehingga terjadi efek poten Isasi dengan 6-
merkaptopurin pada pengobatan leucemia.alopurinol didapatkan juga menghambat
perubahan xantin dan hipoxantin menjadi asam urat, sehingga sekarafng lebih banyak
diigunakan seb agai urikosurik (antigout).
3. Uji Metabolit Obat yang Mungkin Memberikan Aktivitas.
Kadang-kadang ada obat yang menimbulkan aktivitas setelah mengalami proses metabolisme
(pra-obatpro-drug). Hasil metabolit aktif tersebut dapat digunakan langsung sebagai obat atau
dijadikan senyawa penuntun.
Contoh :
Prontosil rubrum direduksi menjdi sulfanilamid yang berkhasiat sebagai antibakteri.
Sulfanilamid kemudian dijadikan senyawa penuntun, dan dikembangkan lebih lanjut sehingga
didapatkan banyak obat antib akteri turunan sulfonamida dengan aktivitas yang lebih baik,
seperti sulfadiazin, sulfaguanidin, dan sulfametoksazole.
Contoh lain pra-obat dan metabolit aktifnya dapat dilihat pada Tabel 2.
4. Studi Biomolekul dan Endokrinologi
Proses biokimia, termasuk biologi molekul dan endokrinologi pada manusia dan mamalia,
merupakan lapangan yang luas untuk mencari secara sistematik senyawa bioaktif yang mungkin
dapat dijadikan senyawa penuntun.
Senyawa antara pada proses mabolisme dan biokatalis, seperti hormon, vitamin dan senyawa
neurotransmiter, merupakan senyawa bioaktif yang dijadikan titik tolak untuk modifikasi
molekul, untuk pengembangan sen yawa analog, parametabolit, hormonoid dan mimetik, serta
pengembangan senyawa antagonis spesifik, seeperti antimetabolit, antivitamin dan senyawa
litik.
Tabel 2. Pra-obat,metabolit aktif dn aktivitas biologis
Contoh :
Pada sintesis sulmetizol ditemukan senyawa antra turunan tiosemikarbazon, yang
diuji biologis ternyata berkhasiat sebagai antituberkulosis. Uji biologis dari isoniazid
(INH) yang digunakan pada sintesis tiosimikarbazon, tenyata prekusor mempunyai
efek antituberkulosis. Pengembngn lebih lanjut dari INH didapakn iproniazid, yang
pada uji lebih lanjut didaptkan mempunyai efek antidepresan karena dapat
menghambat kerja enzim monoamin oksidase.
Data hubungan struktur aktivitas dengan parameter sifat kimia fisika tertentu.
TABEL4.
Contoh : penggantian gugus ester (COO) pada molekul prokain, senyawa anestesi
setempat, dengan gugus amida (CONH) akan menghasilkan prokainamid yang
berkhasiat antiaritmia.
8. Memisahkan campuran isomer
Meskipun bukan modifikasi molekul, pemisahan isomer, seperti pada
stereoisomer,cukup penting karena kedua isomer kemungkinan berbeda spektrum
atau intensitas aktivitasnya. Pemisahan isomer bertujuan untuk mendapatkan
senyawa denganaktivitas yang lebih tinggi atau lebih selektif.
Contoh :
a. (+)-Propoksifen berkhasiat analgesik, sedang isomer (-)-Propoksifen
berkhsiat antibatuk.
b. Dari empat bentuk isomer kloramfenikol yang berkhasiat sebagai antibakteri
hanya bentuk isomer D(-) treo-kloramfeniko
RUMUS
Metode yang digunakan dalam rancanga oba rasional antara lain adalah :
a. Rancangan obat dengan bantuan komputer (Computer assited Drug Design = CADD)'
terutama berhubungan dengan parameter kimia fisika yang terlibat dalam aktivitas
obat,hubungan kuantitatif struktur-aktivitas dan model kimia kuantum atau perhitungan
orbit molekul
Program komputer untuk rancangan obat rasionalantara lain :
1) BIOCES : Biochemical Expert System, untuk model protein, rekayasa protein dan
Kimia Medisinal
2) CoMFA : Comparative Moleculer Field Analysis (SYBYL).
3) EMIL : Example Mediated Innovation for Lead Evolution, untuk mencari evolusi
atau rancangan analog.
4) MMMS : untuk model moleku, rancangan obat dan perhitungan kimia kuantum.
5) GREEN : untuk studi struktur reseptor
6) RECEPT : untuk rasional superkomposisi molekul dan mapping reseptor
7) MMS-X : untuk rancangan obat, mapping reseptor dan analisis konformasi
Program komputer untuk menghubungkan struktur molekul dengabn aktivitas biologis
antara lain :
1) ALS : Adaptive Least Square
2) LDA : Linear Discriminant Analysis
3) SIMCA :Statistical Isolinear Multiple Compound Analysis
4) LLM ;Linear Learning Machine
5) SAS : Statitistical Analysis System
6) HANSCH : metode Hansch,regresi linear.
7) QSAR : analisis regresi dan de novo
Program kompute untuk analisis struktur molekul:
1) CIS : Chemical Information System, berisi data-data sp[ektra massa, 13CNMR,
1H
NMR, struktur kristal x-ray, dan sistem model matematik.
2) CONGEN : Constained Structure Generation, bagian dari program
DENDRAL, untuk membantu elusidasi struktur sistem cinci,substitusi isomer, rangka
terpen, dan senyawa produk alam
Program komputer untuk rancangan sintesis organik
1) SECS : Simulation of Chemical Synthesis, bagian dari program SUMEX,
untuk menentuka jalur sintesis molekul target, dan elusidasi struktur
b. Grafik molekul, terutama untuk mengetahui bentuk konformasi dan model molekul
senyawa sebagai petunjuk dalam rancangan analog.
Programkomputer yang digunakan antara lain ;
a. 3D-CG (3 Dimensional Computer Graphics) .
b. LHASA : Grafik struktur interaktif,untuk sintesis organik
c. OCCS ; grafik struktur interaktif,untuk sintesi organik
d. PROPHET : Model bangunan tiga dimensi,tabulasi,graphics, dan analisis
statistik data farmakologis
e. MOLPAT ; untuk m
f. encari pola farmakoforik
Setelah masuk ke dalam tubuh melalui cara tertentu, misalnya melalui oral,
parenteral, anal, dermal atau cara lainnya, obat akan mengalami proses absorbsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi. Selain proses di atas kemungkinan akan mengalami
modifikasi fisika yang melibatkan bentuk sediaan atau formulasi obat, dan dimodifikasi
kimia yang melibatkan perubahan struktur molekul obat, dn hal in dapat mempengaruhi
respons biologi.
Permukaan sel hidup dikelilingi oleh jarngan sel yang bersifat polar. Molekul obat
yang tidak terlarut dalam jaringan tersebut tidak dapat diangkut secara efektif ke
permukaan reseptor sehingga tidak dapat menimbulkan respons biologis. Oleh karena itu
molekul obat memerlukan beberapa modifikasi kimia dan enzimatik agar dapat terlarut,
walaupun sedikit, dalam cairan luar sel. Yang penting adalah harus ada molekul obat yang
tetap utuh atau dalam bentuk tidak terdisosiasi pada waktu mencapai reseptor dan
jumlahnya cukup nuntuk menimbulkan respons biologis.
Proses absorbsi dan distribusi obat dapat dijelaskan dengan bagan seperti yang
terlihat pada gambar 3.
Penyerapan Distribusi
m.b. m.b. m.b.
0 0 0 0 + R (0R) Respon
+ + + Biologis
P P P
Keterangan :
(OP) (OP) (OP) mb = membran biologis
O = Obat R = Reseptor
P = Protein
Cairan intra- Cairan inter- Cairan inter- (OR) = kompleks obat-resptor
vaskuler stesil seluler (OP) = Kompleks obat protein
Hubungan fase-fase di atas dijelaskan dalam bentuk bagan seperti yang terlihat pada gambar 4.
Setelah obat bebas masuk ke peredaran darah, kemungkinan mengalami proses-proses sebagai
berikut:
1. Obat disimpan dalam depo jaringan.
2. Obat terikat oleh protein plasma, terutama albumi.
3. Obat aktif yang dalam bentuk bebas berinteraksi dengan reseptor sel khas dan
menimbulkan respon biologis.
4. Obat mengalami metabolisme dengan beberapa jalur kemungkinan yaitu :
a. Obat yang mula-ula tidak aktif, setelah mengalami metabolisme
akan menghasilkan senyawa aktif, kemudian berinteraksi dengan
reseptor dan menimbulkan resons biologis (bioaktivasi)
b. Obat aktif akan dimetabolisi menjadi metabolit yang lebih polar
dan tidak aktif, kemudian diekskresikan (bioinaktivasi)
c. Obat aktif akan dimetabolisi menghasilkan metabolit yang bersifat
toksik (biotoksifikasi).
5. Obat dalam bentuk bebas langsung diekskresikan
Setelah masuk ke sistem peredaran darah, hanya sebagian kecil molekul obat yang tetap utuh
dan mencapai reseptor pada jaringan sasaran. Sebagian besar obat akan berubah atau terikat pada
polimer. Tempat dimana obat berubah atau terikat sehingga tidak dapat mencapai reseptor disebut
sisi kehilangan (site of loss).
PABRIKASI
(Formulasi, Dosis)
-Fase Farmasetika
Bentuk Sediaan
Peroral,rektal
Saluran cerna
(pemecahan bentuk sediaan dan terlarut obat aktif)
Bioinaktivasi
Ekskresi Metabolisme
Gambar 4. Fase-fase penting dalam kerja obat, yaitu fase farmasetis, farmakokinetik
dan farmakodinamik.
Distribusi obat pada reseptor dan sisi kehilangan tergantung dari sisi kimia fisika molekul
obat, seperti kelarutan dalam minyak/air, derajat ionisasi, kekuatanikatan reseptor,
kekuatan ikatan obat-sisi kehilangan dan sifat dari reseptor atau sisi kehilangan.
Contoh sisi kehilangan: protein darah, depo-depo penyimpanan, sistem enzim yang dapat
menyebabkan perubahan metabolisme obat dari benmtuk aktif menjadi bentuk tidak aktif
dan proses ekskresi obat, baik sebelum maupun sesudah proses metabolisme.
Depo penyimpanan adalah sisi kehilangan yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan obat sebelum berinteraksi dengan reseptor. Ikatan obat depo-penyimpanan
bersifat terpulihkan (reversible), bila kadar obat dalam darah menurun maka obat akan
dilepas kembalike cairan darah.
Contoh depo penyimpanan : jaringan lemak, hati, ginjal, otot.
d. Faktor Lain-lain
Faktor lain-lain yang berpengaruh terhadap proses absorpsi obat antar lain
adalah umur, diet (makanan), adanya interaksi obat dengan senyawa lain dan
adanya penyakit tertentu.
Absorpsi obat melalui saluran cerna terutama tergantung pada ukuran partikel
molekul obat, kelarutan obat dalam lemak/air dan derajat ionisasi.
Suatu obat yang bersifat asam lemah, seperti smin aromatik (Ar-NH 2),
aminopirin, asetanilid, kafein dan kuinin, bila diberikan melalui oral, dalam lambung
yang bersifat asam (pH 1-3,5) sebagian besar akan menjadi bentuk ion (Ar-NH 2)
yang mempunyai kelarutan dalam lemak sangat kecil sehingga sukar menembus
membran lambung. Bentuk ion tersebut kemudian masuk ke usus halus yamg
bersifat agak basa (pH 5-8), dan berubah menjadi bentuk tidak terionisasi (Ar-NH 2).
Bentuk ini mempunyai kelarutan dalam lemak besar sehingga mudah terdifusi
menembus membran usus.
Contoh distribusi teoritis senyawa amin aromatik pada saluran cerna
dapat dilihat pada Gambar 5.
asam lemak, seperti asam salisilat, aston, fenobarbital, asam benzoat dan fenol,
pada lambung yang bersifat asam akan terdapat dalam bentuk tidak terionisasi,
mudah larut dalam lemak sehingga dengan mudah menembus membran lambung.
Senyawa yang terionisasi sempurna, pada umumnya bersifat asam atau basa
kuat, mempunyai kelarutan dalam lemak yang sangat rendah sehingga sukar
menembus saluran cerna.
Contoh: asam sulfonat dan turunan amonium kuartrener, seperti
heksamesanium, dekualinium, dan benzolkoniun klorida.
Peroral
Ar-NH2
Plasma
Lemak (pH = 7,40)
Ar-NH2 Ar-NH2
Lambung
(pH = 1-3)
Ar-NH3+
Ar-NH3+
Ar-NH2
Usus
(pH = 5-8)
Ar-NH2 Ar-NH2
- Senyawa yang sangat sukar larut dalam air, seperi BaSO4, MgO, dan
AI(OH)3, juga tidak diabsorpsi oleh saluran cerna.
Contoh perbandingan absorpsi berbagai macam obat di lambung tikus pada pH
1 dan 8 dan pada usus halus tikus pada pH 4 dan 8, dapat dilihat pada
table 5.
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa saluran cerna bersifat permabel
selektif terhadap bentuktidak terionisasi obat yang bersifat mudah larut dalam
lemak.kelarutan obat dalam lemak merupakan salah stu sifat fisik yang
mempengaruhi absorpsi obat ke membran biologis. Makin besar kelarutan dalam
lemak makin tinggi pula absorpsi obat ke membran biologis.
Hal ini dapat digambarkan pada tabel 6, yang menunjukkan hubungan antara
kelarutan beberapa senyawa dalam lemak, yang dinyatakan dalam koefisien partisi
kloroform/air, dan derajat absorbsi melalui membran biologis (dinding usus).
Tabel 5. Perbandingan absorpsi beberapa obat yang bersifat asam atau basa pd
berbaai pH di lambung dan usus halus kita
% Absorpsi
Obat pKa Lambung tikus Usus halus tikus
pH1 pH8 pH4 pH8
Asam
Asam salisilat 3,0 61 13 64 10
Asetosal 3,5 35 - 41 -
Tiopental 7,6 46 34 - -
Fenol 9,9 40 40 - -
Asam benzoat 4,2 - - 62 5
Asam sulfonat - 0 0 0 0
Basa
Anilin 4,6 6 56 40 61
p-Toluidin 5,3 0 47 30 64
Aminopirin 5,0 - - 21 52
Kuinin 8,4 - 18 9 54
Benzalkonium klorida - 0 0 0 0
Tabel 6. Hubungan koefisien partisi koroform/air (P) dan prosen absorpsi bentuk
tak terionisasi beberapa senyawa asam dan basa.
Rumus
R-O O
Bila suatu obat diberikan secara setempat pada mata, sebagian diabsorpsi pada
membran konjungtiva dan sebagian lagi melalui kornea. Kecepatan penetrasi
tergantung pada derajat ionisasi dan koefisien partisi obat. Bentuk yang tidak terionisasi
dan mudah larut dalam lemak cepat diabsorbsi oleh mata. Penetrasi obat yang bersifat
asam lemah lebih cepat dalam suasana asam karena dalam suasana tersebut bentuk
tidak terinisasinya tinggi sehingga mudah menenbus membran mata. Untuk obat yang
bersifat asam lemah penetrasi lebih cepat dalam suasana basa.
3. Absorpsi obat melalui Paru
obat anastesi sistemik yang diberikan secara inhalasi akan diabsorpsi melalui epitel
paru dan membran mukosa saluran napas. Karena mempunyai luas permukaan
besar maka absorpsi melalui buluh darah paru berjalan dengan cepat. Absorpsi obat
melalui paru tergantung pada :
a. kadar obat dalam alveoli.
b. Koefisien partisi gas/darah.
c. Kecepatan aliran darah paru.
d. Ukuran partikel obat. Hanya obat dengan garis tengah lebih kecil dari
10 m yang dapaat masuk peredaran alairan paru.
Sel kehidupan dikelilingi oleh membran yang berfungsi untuk memelihara keutuhan sel,
mengatur pemindahan makanan dan produk yang terbuang, dan mengatur keluar masuknya
senyawa-senyawa dari dan ke sitoplasma.
Membran sel bersifat semipermeabel dan mempunyai ketebalan total 8 nm. Membran sel
merupakan bagian sel yang mengandung komponen-komponen terorganisasi dan dapat berinteraksi
dengan mikromolekul secara khas. Struktur membran biologis sangat kompleks dan dapat
mempengaruhi intensitas dan masa kerja obat.
Sesudah pemberian secara oral, obat harus melalui epitel saluran cerna, membran sistem
peredaran tertentu, melewati membran kapiler menuju sel-sel organ atau reseptor obat. Bila bekerja
padamikrooganisme yang patogen, obat harus menembus membran sel mikroorganisme untuk
menghasilkan aktivasi yang diinginkan.
Membran biologis mempunyai dua fungsi utama, yaitu :
a. sebagai penghalang dengan sifat permeabilitas yang khas.
b. Sebagai tempat untuk reaksi biotransformasi energi.
pada Gambar 9 terlihat bahwa makin besar nilai koefisien partisi kloroform/air dari
bentuk tak terionisasi obat, makin besar persentase obat yang diabsorpsi.
100 * Heksetal
Sekobarbital
50
P * Pentobarbital
* Buteral
(CHCl3/H20) * Asam alibarbiturat
10
5
* Aprobarbital
* Fenobarbital
1
* Barbital
0 20 40 60
% obat yang diserap
Pengangkutan ni berlangsung dari daerah dengan kadar tinggi ke daerah kadar yang
lebih rendah, dan berhenti setelah mencapai keseimbangan. Gerakan ini tidak
memerlukan energi dan terjadi secara spontan.
membran sel bersifat permeabel terhadap senyawa polar tertentu. kecepatan
penetrasinya 10-10.000 kali lebih besar dibandingkan kelarutan dalam lemak. Di sini
terjadi suatu mekanisme khusus yang dapat dijelaskan dengan teori pembawa
membran.
Diduga molekul obat membentuk kompleks dengan suatu molekul pembawa dalam
membran, yang bersifat mudah larut dalam lemak, sehingga dengan mudah bergerak
menembus membran. pada sisi membran yang lain (sisi), kompleks akan terurai
melepas molekul obat, dan molekul pembawa bebas kembali ke tempat semula,
berinteraksi lagi dengan molekul obat lain, demikian seterusnya sehingga tercapai
suatu keseimbangan.
proses difusi pasif dengan bantuan pembawa membran dapat dilihat pada Gambar
10.
Gambar 10. proses penetrasi molekul obat yang bersifat hidrofil ke membran biologis
dengan bantuan pembawa.
Pembawa dapat berupa enzim atau ion yang muatannya berlawanan dengan
muatan molekul obat. penembusan obat ke dalam membran biologis di atas dapat
berjalan dengan cepat bila ada katalisator enzim dan ukuran bentuk kompleks cukup
kecil.
contoh difusi pasif dengan fasilitas adalah penetrasi gula, misal glukosa, asam amino,
gliserin, ure dan ion CI ke dalam membran sel darah merah.
b. Difusi Aktif
Penembusan membran secara difusi aktif dibedakan menjadi dua, yaitu sistem
pengangkutan aktif dan pinositosis.
1) Sistem Pengangkutan Aktif
sistem pengangkutan aktif atau transpor aktif, mirip dengan proses difusi pasif dengan
fasilitas yaitu sama-sama berdasarkan teori pembawa membran.
Perbedaannya adalah :
a. pengankutan obat dapat berjalan dari daerah yang berkadar rendah ke
daerah yang berkadar yang lebih tinggi, jadi tidak tergantung pada perbedaan
kadar antar membran.
b. pengangkutan tersebut memerlukan energi, yang berasal dari adenosin
trifosfat (ATP)
c. Reaksi membentuk kompleks obat pembawa memerlukan afinitas.
Contoh pengangkutan aktif
a. sekresi H+ dari lambung,
b. pelepasan Na+ dari sel saraf dan otot,
c. Absorpsi kembali glukosa dalam tubulus renalis,
d. pengankutan aktif K+ dan Na+ ari sel darah merah,
e. pengangkutan aktif obat, contoh : pengangkutan penisillin ke tubulus
renalis.
2) Pinositosis
Pinositosis merupakan tipe khas pengangkutan aktif dari obat yang memopunai
ukuran molekul besar dan misel-misel, seperti lemak, amilum, gliserin dan vitamin A,
D, E, K. pengangkutan ini diambarkan seperti sistem fagositosis pada bakteri. bila
membran sel didekati oleh molekul obat maka membran akan membentuk rongga
yang mengelilini melokul obat dan kemudian obat bergerak menembus membran
sel.
Proses pengangkutan aktif secara pinositosis dapat dilihat pada Gambar 11.
Mekanisme pinositosis ini berjalan sangant pelan sehingga dipandang kurang
penting sebagai suatu proses penembusan obat ke membran sel.
Bila protein plasma telah jenuh, obat bebas dalam cairan darah berinteraksi
dengan reseptor dan menimbulkan respons biologis. Bila kadar obat bebas
dalam darah menurun, kompleks obat-protein plasma akan terurai dan obat
bebas kembali ke plasma darah.
Untuk berinteraksi dengan protein plasma, molekul obat harus mempunyai
struktur dengan derajat kekhasan tinggi walaupun tidak terlalu khas seperti pada
interaksi obat-reseptor. Pada umumnya, pengikatan obat oleh protein plasma
lebih tergantung pada struktur kimia dibanding dengan koefisien partisi lemak/air.
Contoh :
Analog tiroksin, untuk dapat bergabung secara maksimal dengan albumin
plasma, strukturnya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut, yaitu
mempunyai :
a. struktur inti difenileter,
b. empat atom iodida pada posisis 4,5 dan 3, 5,
c. gugus hidroksi fenol bebas,
d. rantai samping alanin atau gugus anion yang terpisah dengan tiga
atom C dari inti aromatik.
Bila salah satu keempat syarat di atas tidak dipenuhi maka penggabungan
analog tiroksin dengan albumin plasma menjadi rendah.
Hubungan antara struktur analog tiroksin dengan penggabungan
terhadap albumin plasma dapat dilihat pada Tabel 7.
Truktur Umum
Tetapan
R 3,5 3, 5 R Persyaratan
Penggabungan
H I,I ,I CH2-CH(NH2)-COOH 500.000 a,b,c,d (+)
H I,I I,I CH2-CH2-COOH 160.000 a,b,c,d (+)
H I,I I,I CH2-COOH 100.000 d (-)
H I,I I,I COOH 72.000 d (-)
H I,I I,I CH2-CH2-NH2 32.000 d (-)
CH3 I,I I,I CH2-CH(NH2)-COOH 20.000 c (-)
H Cl,Cl Cl,Cl CH2-CH(NH2)-COOH 23.000 b (-)
H I,H I,I CH2-CH(NH2)-COOH 24.000 b (-)
H H,H I,I CH2-CH(NH2)-COOH 6.000 b (-)
H H,H H,H CH2-CH(NH2)-COOH 660 b (-)
Obat terikat
Jadi yang lebih menentukan respon biologis adalah kadar obat bebas dalam
darah dan bukankadar total obat dalam darah.
Ikatan obat-jaringan lemak bersifatterpulihkan dan tidak begitu kuat. sifat kelarutan
dalam lemak dapat berpengaruh terhadap aktivitas biologis obat.
Contoh :
1. Tiopental, suatu obat anastesi sistemik turunan tiobarbiturat, mempunyai
awal kerja dan masa kerja yang sangat singkat sehingga dimasukkan dalam
golongan barbiturat dengan kerja sangat singkat.
Mekanisme kerjanya dijelaskan sebagi berikut:
Tiopental (pKa = 7,6) mempunyai nilai kofisien partisi lemak/air =100 (log P = 2).
Dalam plasma darah yang mempunyai pH 7,4 tiopental terdapat dalam bentuk
tidak terionisasi 50%, yang mempunyai kelarutan dalam lemak sangat besar.
Setelah pemberian dosis tunggal secara intravena, dalam waktu beberapa detik,
tiopental dengan cepat didistribusikan ke jaringan otak atau sistem saraf pusat,
yang mengandung banyak jaringan lemak sehingga kadar dalam jaringan otak
lebih besar dibanding kadar dalam plasma darah dan jaringan otak lebih besar
dibanding kadar dalam plasma dan teradi efek anastesi (awal kerja obat cepat).
Tiopental yang berada dalam plasma darah dengan cepat terdistribusi dan
dihimpun dalamdepo lemak; makin lama makin banyak sehingga kadar obat
dalamplasma menurun secara drastis. Untuk mencapai kesertimbangan,
tiopental yang berada pada jaringan otak akan masuk kembali ke plasma darah
sehinggakadar anastesi tidak tercapai lagi dan efek anastesi segera berakhir
(masa kerja obat singkat). Di sini masa kerja tiopental tidak tergantung
pada kecepatan metabolisme atau ekskresinya tetapi lebih tergantung pada
kecepatan distribusinya. Estelah 3 jam pemberian, kadar tiopental dalam depo
lemak 10 kali lebih besar dibanding kadar obat dalam plasma.
Heksobarbital (pKa = 8,4), suatu turunan N-metilbarbiturat, mempunyai awal
kerja cepat dan masa kerja yang singkat dalam prinsip kerja seperti tiopental.
Fungsi organ khas diatur oleh makromolekul yang bekerja sebagai pemicu biologis
dan dapat mengubagh suatu bentuk energi menjadi bentuk yang lain. Fungsi pemicu
biologis tergantung pada struktur makromolekul yang terlibat. Bila suatu makromolekul
berinteraksi dengan gugus fungsional makromolekul resptor, timbul suatu energi yang
akana berkompetisi dengan energi yang menstabilkan makromolekul tersebut, terjadi
perubahan struktur dan distribusi muatan molekul, menghasilkan makromolekul dengan
bentuk konformasi yang baru. Perubahan konformasi ini merupakan bagian penting
dalam sistempemicu biologis karena dapat menyebabkan modifikasi fungsi organ khas
sehingga timbul respons biologis. Respon biologis inilah yang merupakan perbedaan
utama antar interaksi khas dan interaksi yang tidak khas.
Reseptor obat adalah suatu makromolekul jaringan sel hidup, mengandung gugus
fungsional atau atom-atom terorganisasi, reaktif secara kima dan bersifat khas, yang
dapat berinteraksi secara terpulihkan dan molekul obat yang mengandung gugus
fungsional khas, menghasilkan respons biologis tertentu.
Respons obat bukan suatu enzim, tetapi sifatnya mirip dengan enzim dan
merupakan bagian lengkap dan terorganisasi dalam struktur sel. Sampai sekarang
reseptor obat masih sulit diisolasi dan baru sedikit yang berhasil dipisahkan dengan
teknik isolasi yang ada.
Afinitas afinitas
O + R Kompleks (OR) Reseptor biologis
Obat Reseptor
Reseptor mempunyai dua bagian yang khas yaitu :
a. Bagian yang bertanggung jawab terjadinya afinitas sehingga
terbentuk kompleks obat-reseptor.
b. Bagia
n yang bertanggung jawab terjadinya efikasi sehingga timbul
respons biologis.
Contoh interaksi beberapa obat dengan reseptor khasnya dan respons biologis
yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 8.
Sebagian besar obat diekskresi ke luar tubuh melalui paru, ginjal, empedu atau hati,
dan sebagian kecil dengan kadar yang rendah diekskresikan melalui air liur dan air susu.
1. Ekskresi obat melalui paru
Obat yang diekskresi melalui paru terutama adalah obat yang digunakan secara
inhalasi, seperti siklopropan, etilen, nitrogen oksida, halotan, eter, kloroform dan
enfluran. Sifat fisik yang menentukan keceapatan ekskresi obat malalui paru adalah
koefisien partisi darah/udara. Obat yang mempunyai koefisin partisi darah/udara kecil,
seperti siklopropan dan nitrogen oksida, diekskresikan dengan cepat, sedang obat yang
koefisien partisi darah/udara besar, seperti eter dan halotan, diekskresikan lebih
lambat.
2. Ekskresi Obat melalui Ginjal
Salah satu jalan terbsar untuk ekskresi obat adalah malalui ginjal.
Ekskresi obat melalui ginjal melibatkan tiga proses, yaitu penyaringan glomerolus,
absorpsi kembali secara pasif pada tubulus ginjal dan ekskresi aktif pada tubulus ginjal.
a. Penyaringan glomerolus
Ginjal menerima 20-25% cairan tubuh dari curah jantung 1,2-1,5 liter darah per
menit, dan 10% diasring melalui glomerolus. Membran glomerolus mempunyai
pori karakteristik sehingga dapat dilewati oleh molekul obat dengan garie tengah
40, brat molekul lebih kecil dari 5000 dan obat yang mudah larut dalam cairan
plasma atau obat yang bersifat hidrofil.
Contoh obat bebas lemah antara lain kuinakrin, klorokuin, nikotin, prokain,
meperidin, kuinin, amfetamin, imipramin dan antihistamin.
Asam kuat, dengan pKa lebih kecil dari 2,5 dan basa kuat, dengan pKa lebih
besar dari 1,2 terionisasi sempurna pada pH urin sehingga sekresinya tidak
terpengaruh oleh pH urin.
C. Sekresi pengangkutan Aktif pada Tubulus Ginjal obat dapat bergerak dari
plasma darah ke urin melalui membran tubulus ginjal dengan mekanisme
pengangkutan aktif.
Contoh :
1) Bentuk terionisasi obatyang bersifat asam, seperti asam salisilat, penisilin,
probensid, diuretik turunan tiazida, asamaminohipurat, konjugat sulafat, konjugat
asam glukoronat, indometasin, klorpropamid dan furosemid.
2) Bentuk terionisasi obat yang bersifat basa, seperti morfin, kuinin, meperidin,
prokain, histamin, tiamin, dopamin dan turunan amonium kuartener.
Proses pengangkutan aktif obat di tubulus dapat memberi penjelasan mengapa
antibiotika turunan penisilin cepat diekskresi dari tubuh.Kombinasi probenesid
dengan penisilin akan meningkatkan masa kerja penisilin karena probenesid dapat
menghambat sekresi pengangkutan aktif penisilin secara kompetitif sehingga
ekskresi penisilin menurun, kadar penisilin dalam darah tetap tinggi dan
menimbulkan aktivitas lebih lanjut.
3. Ekskresi Obat melalui Empedu
Obat dengan berat molekul lebih kecil dari 150 dan obat yang telah dimetabolisis
menjadi senyawa yang lebih polar, dapat diekskresikan melalui hati, melewati empedu,
menuju ke usus dengan mekanisme pengangkutan aktif. Obat tersebut biasanya dalam
bentuk terkonjugasi denag dengan asam glukoronat, asam sulfat atau glisin. Di usus
bentuk konjugat tersebut secara langsung diekskresi melalui tinja, atau dapat
mengalami proses hidrolisis oleh enzim atau bakteri usus menjadi senyawa yang
bersifat non polar, sehingga diabsorpsi kembali k plasma darah, kembali ke hati,
dimetablisis, dikeluarkan lagi melalui empedu menuju ke usus, demikian seterusnya
sehingga merupakan suatu siklus, yang dinamakan siklus enterohepatik.
Siklus ini menyebabkan masa kerja obat menjadi lebih panjang.
Contoh obat yang mengalami proses siklus enterohepatik antara lain adalah hormon
estrogen, indometasin, digitoksin dan fenolftalein, sedang obat yang langsung
diekskresikan melaui empedu dengan mekanisme pengangkutan aktif antara alin
adalah penisilin, rifampisis, streptomisin, tetrasiklin, hormon steroid dan glikosida
jantung.
Skema proses sekresi obat dari tubuh dijelaskan dengan bagan pada Gambar 14.
Obat
(per oral) Ekspirasi
Penyerapan
Obat Paru
Saluran cerna
Empedu Glomerulus
Penyaringan ultra
(obat terionisasi),
Hidrofilik Siklus enterohepatik sukar larit lemak)
Bakteri
Tubulus
Lipofilik Ekskresi
Usus besar
(Transpor aktif)
Reabsorpsi
Tinja Urin
BAGAN
Pertemuan ke IV
HUBUNGAN STRUKTUR DAN PROSES METABOLISME OBAT
Pengertian umum metabolisme obat adalah mengubah senyawa yang relatif non
polar, mejadi senyawa yang lebih polar sehingga mudah dikeluarkan dari tubuh. Banyak
molekul senyawa organik yang mudah larut dalam lemak, diserap oleh saluran cerna dan
masuk ke peredaran darah. Molekul tersebut kemudian menembus membran biologis
secara difusi pasif, mencapai organ sasaran dan menimbulkan efek farmakologis. Karena
ada proses absorpsi kembali ditubulus ginjal, sangat sedikit molekul lipofil yang
diekskresikan melalui urin .
Bila obat yang bersifat lipofil tersebut tidak mengalami proses metabolisme, obat
tetap berada dalam peredaran darah atau pada jaringan, dan akan menunjukan efek
biologis yang tidak terbatas. Karena ada usa-usaha tubuh untuk mengeliminasi senyawa
asing, maka sebagian besar obat mengalami metabolisme, diubah menjadi senyawa yang
yang bersifat lebih polar, secara farmakologis tidak aktif dan relatif tidak toksik,kemudian
dikeluarkan melalui urin atau tinja.
Secara keseluruhan proses metabolisme molekul obat dan senyawa endogen, seperti
protein, lemak dan steroid, hanya melibatkan sejumlah keciltpe-tipe reaksi kimia dan relatif
melibatkan sejumlah besar enzim, baik enzim yang khas maupun tidak khas.
Secara skematik proses metabolismo obat dapat dilihat pada Gambar 17.
Metabolisme obat secara normal melibatkan lebih dari satu proses kimiawidan
enzimatik sehingga menghasilkan lebih dari satu metabolit. Jumlah metabilit ditentukan
oleh kadar dan aktivitas enzim yang breperan pada proses metabolisme. Kecepatan
metabolisme dapat menentukan intensitas dan masa kerja obat. Kecepatan ini
kemungkinan berbeda-beda pada masing-masing individu. Penurunan kecepatan
metabolisme akan meningkatkan intensitas dan memperpanjang masa kerja obat, dan
kemungkinan meningkatkan toksisitas obat. Kenaikan kecepatan metabolisme akan
menurunkan intensitas dan memperpendek masa kerja obat sehingga obat menjadi tidak
efektif pada dosis normal.
Faktor-faktor yang mempengaruh matabolisme obat antara lain adalah faktor genetika atau
keturunan, perbedaan pesies dn galur, perbedaan jenis kelamin, perbedaan umur,
penghambatan enzim metabolisme, induksi enzim metabolisme dan faktor lain-lain.
Gambar 17. Skema metabolisme obat (Reaksi fasa I dan II).
Contoh :
a. Fenilasetat, pada manusia terkonjugasi dengan glisin atau glutamin,
sedang pada kelinci dan tikus terkonjugasi dengan glisin saja.
b. Asam benzoat, pada bebek diekresikan sebagai asam orniturat,
sedang pada anjing diekresikan sebagai asam hipurat.
c. Amfetamin, pada manusia, kelinci dan marmot mengalami deaminasi
oksidatif, sedang pada tikus mengalami hidroksilasi aromatik.
d. Fenol, pada kucing tekonjugasi denga sulfat, sedang pada babi
terkonjugasi dengan asam glukuronat, karena kucing mengandung lebih
sedikit enzim glukuronil transferase.
e. Fenitoin, pada manusia mengalami oksidasi aromatik menghasilkan
S(-)- para-hidroksifenitoin, sedang pada anjing menghasilkan R(+)-orto-
hidroksifenitoin.
4. Perbedaaan Umur
Bayi dalam kandungan dan bayi baru lahir jumlah enzim-enzim mikrosom hati yang
diperlukan untuk memeabolisme obat relatif masih sedikit sehingga sangat peka
terhadap obat.
Contoh pengaruh umur terhadap metabolisme obat:
a. Heksobarbital, bila diberikan pada tikus yang baru lahir dengan dosis 10
mg/kg berat badan, menyebabkan tikusnya tertidur selama lebih dari 6 jam,
sedang pemberin dengan dosis yang sama pada tikus dewasa hanya
menyebabkan tetidur kurang dari 5 menit.
b. Tolbutmid, pada bayi yang baru lahir mempunyai waktu paruh + 40 jam,
sedang pada orang dewasa + 8 jam. Hal ini disebabkan kemampuan bayi untuk
metabolisme oksidasi masih rendah.
Selain itu senyawa induk yang sudah mengandung gugus-gugus fungsional, seperti H,
COOH dan NH2 secara langsung terkonjugasi oleh enzim-enzim pada fasa II. Konjgasi
dengan glutation atau asam merkapturat bertujuan melindungi tubuh dari senyawa atau
metabolit reaktif yang bersifat toksik. Hasil konjugasi yang terbentuk (konjugat)
kehilangan aktivitas dan toksisitasnya, dan kemudian dieksresikan melalui urin. Reaksi
metilasi dan asetilasi bertujuan membuat senyawa menjadi tidak aktif.
Jalur umum metabolisme pada fasa I dan II, dapat diringkaskan dengan reaksi-reaksi
sebagai berikut :
1. Reaksi fasa I
a. Reaksi oksidasi
1) Oksidasi gugus aromatik, ikatan rangkap, atom C benzilik dan alilik,
atom C dari gugus karbonil dan amin.
2) Oksidasi atom C alifatik dan siklik.
3) Oksidasi sistem C-N, C-O dan C-S.
4) Oksidasi alcohol dan aldehid
5) Reaksi oksidasi lain-lain.
b. Reaksi reduksi
1) Reduksi aldehid dan keton
2) Reduksi senyawa azo dan nitro.
3) Reaksi reduksi lain-lain.
c. Reaksi hidrolisis
1) Hidrolisis ester dan amida.
2) Hidrolisis epoksida dan arena oksida
2. Reaksi fasa II
a. Reaksi konjugasi
1) Konjugasi asam glukuronat.
2) Konjugasi sulfat
3) Konjugasi dengan glisin dan glutamin.
4) Konjugasi dengan glutation atau asam merkapturat
b. Reaksi asetilasi
c. Reaksi metilasi