Anda di halaman 1dari 44

LATIHAN DI RUMAH (KM)

Buku pegangan : Siswandono; Bambang Soekardjo.


Catatan: Hanya untuk latihan di rumah (jika ditemukan dlm ruangan mendapat nilai mak. D)

Obat yang dibuat sintetik mahal, sehingga diisolasi dari bahan alam adalah.
1. Kuinin 2. Insulin 3. Atropin 4. Diuretika (
2. Kimia medisinal biasa disebut dgn nama lain yaitu ....
1. Kimia Farmasi 2. Farmakokimia 3. Kimia terapi 4. Farmakoterapi
3. Obat dgn struktur kimia berbeda tetapi aktivitas biologisnya sama adalah ....
1. Eter 2. Halotan 3. Tiopenta 4. Siklopropan
4. Sifat kimia fisika obat berperan penting untuk menjelaskan aktivitas biologis obat, SEBAB.
Pengangkutan obat untuk mencapai reseptor ditentukan oleh sifat kimia fisikanya.
5. Tujuan akhir dari rancangan obat adalah..... 1. Efek samping ringan 2. Bekerja selektif
3. Nyaman 4. Ekonomis
6. Langkah penting harus diketahui dalam pengembangan obat adalah.1.Mencari senyawa
penuntun 2. Pengembangan senyawa penuntun 3. Prosedur pengembangan 4. Rancangan
obat rasional
7. Dalam uji klinik fase III, dimana hasil yang diinginkan adalahA. Keamanan B. Toksisitas
C. Stabilitas D. Efikasi E. Efikasi multi-center.
8. Obat yang awal digunakan untuk memperpanjang kerja penisilin, tetapi sekarang digunakan
sebagai urikosurik adalah .... A. Allopurinol B. Reserpin C. Probenesid
D. Pergilin E. Iproniazid
9. Pra-obat Imipramin untuk menjadi metabolit aktif, maka harus melalui proses metabolisme
secara.. A. Konjugasi B. Reduksi C. N-Asetilasi D. N-Demetilasi E. Dehidratasi.
10. Contoh senyawa kimia aktif yangditemukan secara tidak sengaja adalah ...1. Antikoagulan-
kumarol 2. Antipiretik-Asetanilid 3. Adrenergik- Efedrin 4. Diuretik-Klorotiazid
11. Asetominofen diisolasi dan diidentifikasi dari metabolit.... 1. Fenasetin 2. Arsfenamin
3. Asetanilid 4. Asetosal
12. Obat yang dibuat untuk sukar diabsorpsi dalam saluran cerna adalah.... 1. Ptalilsulfatiazol
2. Ptalissulfamerazol 3. Suksinilsulfatiazol 4. Ptalilsulfadiazol
13. Obsorpsi obat melalui paru-paru tergantung pada ...1.Kadar obat dalam alveoli
2. Koefisien partisi 3. Kecepatan aliran darah paru 4. Ukuran partikel obat
14. Fase yang menentukan terjadinya aktivitas biologis obat adalah fase... 1. Farmakodinamika
2. Farmakokinetika 3. Farmasetika 4. Biofarmasi.
15. Hampir semua obat mengalami proses konjugasi Asam glukuronat, SEBAB
D-glukuronat dalam tubuh cukup banyak
16. Hampir semua obat mengalami proses konjugasi Asam glukuronat, SEBAB
D-glukuronat dalam tubuh cukup banyak (A)
17. Tujuan metabolisme obat secara umum adalah mengubah obat menjadi. . . . .
1.Bioinaktivasi 2. Detoksifikasi 3. Hydrofil 4. Eliminasi/ekskresi
18. Analgesik derivat para-aminofenol yg mengalami metabolisme menjadi asetominofen adalah.... 1.
Asetanilid 2. Asetosaldan 3. Fenasetin 4. Hidroksilain.
19. Penurunan kecepatan metabolisme akan menyebabkan.... 1. meningkatkan intensitas obat 2. masa
kerja obat diperpanjang 3.kemungkinan toksisitas ditingkatkan 4. Obat tidak efektif.
20. Pemmberian dosis INH pada orang Jepang dan Eskimo harus besar, SEBAB Mereka termasuk
asetilator lambat
21. Contoh depo penyimpanan yang akan melepaskan obat kecairan darah adalah .....
1.Jaringan lemak 2. Hati 3. Ginjal 4. Otot.
22. Senyawa agonis adalah senyawa yang dapat menetralisir respon biologis senyawa agonis SEBAB
Antihistamin bekerja dengan memblokir tempat aksi histamin endogen.

B. URAIAN.
1. Jelaskan secara skematis urutan kejadian dalam proses pengembangan obat secara rasional mulai dari
pengenalan masalah sampai pemasaran dan promosi?
2. Jelaskan secara Skema pengembangan obat baru dan tahap-tahap uji klinik? (14
3. Jelaskan langkah-langkah dalam rancangan 0bat ?11-12
4. Jelaskan langkah-langkah dalam mencari senyawa penuntun? 15-19.
5. Jelaskan 3 contoh pengembangan senyawa penuntun secara subtitusi untuk mendapatkan senyawa yang
lebih poten, spesifik, aman dan efek samping minimal? (20)
6. Jelaskan urutan prosedur pengembangan obat menurut Aries? 22-25
7. Jelaskan 4 metode yang digunakan untuk merancang obat rasional ? 26-27
8. Jelaskan contoh obat yg diketemukan melalui rancangan rasional ? 27
9. Jelaskan fase-fase untuk menentukan terjadinya aktivitas biologis obat 29-30
10. Jelaskan kemungkinan yang terjadi setelah obat bebas masuk keperedaran darah 30
11. Jelaskan beberapa fungsi dari ikatan kompleks obat-protein ? 46.
12. Jelaskan kecepatan dan besarnya distribusi obat dalam tubuh?
PENDAHULUAN
Batasan kimia medisinal menurut Burger (1970) adalah :
Ilmu pengetahuan yang merupakan cabang dari ilmu kimia dan biologi, dan digunakan untuk
memahami dan menjelaskan mekanisme kerja obat. Sebagai dasar adalah mencoba menetapkan
hubungan struktur kimia dan aktivitas biologis obat, serta menghubungkan perilaku biodinamik
melalui sifat-sifat fisik dan kereaktifan kimia senyawa obat. Kimia medisinal melibatkan isolasi,
karakterisasi, dan sintesis senyawa-senyawa yang digunakan dalam bidang kedokteran, untuk
mencegah dan mengobati penyakit serta memelihara kesehatan.

Batasan kimia medisinal menurut IUPAC (1974) adalah :


Ilmu pengetahuan yang mempelajari penemuan, pengembangan, identifikasi, dan interpretasi cara
kerja senyawa biologis aktif (obat) pada tingkat molekul. Kimia medisinal juga melibatkan study,
identifikasi, dan sintesis produk metabolisme obat dan senyawa yang berhubungan.

Batasan kimia medisinal menurut Taylor dan Kennewall (1981) adalah :


Studykimiawi senyawa atau obat yang dapat memberikan efek menguntungkan dalam sistem
kehidupan, dan melibatkan study hubungan struktur kimia senyawa dengan aktivitas biologis serta
mekanisme cara kerja senyawa pada sistem biologis, dalam usaha mendapatkan efek pengobatan
yang maksimal dan memperkecil efek samping yang tidak menguntugkan.

Ruang lingkup bidang kimia medisinal menurut Burger (1980) adalah :


1. Isolasi dan identifikasi senyawa aktif dalam tanaman yang secara empirik telah
digunakan untuk pengobatan.
2. Sintesis struktur analog dari bentuk dasar senyawa yang mempunyai aktivitas
pengobatan potensial.
3. Mencari struktur induk baru dengan cara sintesia senyawa organik, dengan ataupun
tanpa berhubunga dengan zat aktif alamiah.
4. Menghubungkan struktur kimia obat dengan cara kerjanya.
5. Mengembangkan rancangan obat.
6. Mengembangkan hubungan struktur kimia dengan aktivitas biologis melalui sifat
kimia fisika dengan bantuan statistik.

Kimia medisinal (Medicinal Chemistry) sering pula disebut dengan nama yang lain seperti kimia
farmasi (Pharmaceutical Chemistry), farmakokimia (Farmacochemie, Pharmacochemistry), dan
kimia terapi (Chimie Therapeutique).
Hubungan kimia medisinal dengan cabang ilmu lain dapat dilihat pada diagram berikut :

Kimia Analisis
Kimia Organik
Farmasetika
Kimia Fisik
Biofarmasi
Biokimia

Kimia medisinal Farmakologi Kedokteran Klinik

Biologi Toksikologi
Mikrobiologi Patologi
Fisiologi

Beberapa abad yang lalu, pada periode perkembangan bahan obat organik, telah bnayak perhatian
diberikan untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia
fisika dan aktivitas biologis senyawa aktif atau obat. Pada abad ke 19, bahan alamiah yang secara
empirik telah digunakan oleh manusia untuk pengobatan, mulai dikembangkan lebih lanjut dengan
cara isolasi zat aktif, diidentifikasi struktur kimianya kemudian diusahakan untuk dibuat secara
sintetik. Telah pula dilakukan berbagai modifikasi struktur zat aktif, dengan cara sintesis, dalam
usaha mendapatkan senyawa baru dengan aktivitas yang lebih tinggi.
Berdasarkan sumbernya obat yang ada dewasa ini digolongkan menjadi tiga yaitu :
1.Obat alamiah, obat yang terdapat di alam, yaitu pada tanaman, contoh : kuinin dan atropin, pada
hewan, contoh : minyak ikan dan hormon, serta mineral, contoh : belerang (S) dan kalium bromida
(KBr).
2.Obat semisintetik, obat hasil sintesis yang bahan dasarnya berasal dari obat yang terdapat di alam,
contoh : morfin menjadi kodein dan diosgenin menjadi progesteron.
3.Obat sintetik murni, obat yang bahan dasarnya tidak berkhasiat, setelah disintesis akan didapatkan
senyawa dengan khasiat farmakologis tertentu, contoh : obat-obat golongan analgetik-antipiretik,
antihistamin dan diuretika.

Obat yang berasal dari alam sudah banyak yang dibuat secara sintetik, seperti metilsalisilat, kamfer,
mentol, dan asam amino. Ada pula beberapa senyawa alamiah yang digunakan sebagai obat, yang
tidak dapat dibuat secara sintetik atau biaya produksinya terlalu mahal sehingga diproduksi dengan
cara isolasi dari sumber alam, contoh : glikosida jantung, kuinin, atropin, dan insulin.

Dewasa ini diperkirakan lebih dari 5 juta senyawa kimia yang sudah diidentifikasi, dan jumlah
tersebut bertambah terus dengan 100.000 senyawa kimia baru setiap tahun. Dari jumlah diatas
63.000 senyawa telah digunakan secara umum, diantaranya 4.000 sebagai obat 4.000 sebagai
bahan tambahan makanan dan 1.500 sebagai pestisida.

Dari 252 obat pada daftar obat esensial yang dikeluarkan oleh WHO (1985), sumber-sumber obat
dapat dibagi sebagai berikut :

1. Sintetis kimia (48,9 %)


2. Semisintetik (9,5 %)
3. Mikroorganisme (6,4 %)
4. Vaksin (4,3 %)
5. Sera (2 %)
6. Mineral (9,1 %)
7. Tumbuh-tumbuhan (11,1 %)
8. Hewan (8,7 %)

Golongan 1 sampai 6, yaitu sekitar 80 % obat, dipelajari dalam bidang kimia medisinal, sedang
sisanya 20 % (7-8) ditekankan pada bidang farmakognosi.

Setelah ilmu pengetahuan makin berkembang, didapatkan bahwa struktur kimia obat ternyata dapat
menjelaskan sifat-sifat obat dan terlihat bahwa unit-unit steruktur atau gugus-gugus molekul obat
berkaitan dengan aktivitas biologisnya. Untuk mencari hubungan antara struktur kimia dan aktivitas
biologis dapat dilakukan terutama dengan mengaitkan gugus fungsional tertentu dengan respons
biologis yang tertentu pula. Hal ini kadang-kadang mengalami kegagalan karena terbukti bahwa
senyawa dengan unit struktur kimia sama belum tentu menunjukkan aktivitas biologis sama,
sebaliknya aktivitas biologis yang sama sering diperlihatkan oleh senyawa-senyawa dengan struktur
kimia yang berbeda.

Contoh senyawa dengan gugus fungsional sama dan mempunyai aktivitas biologis sama :
1.Turunan fenol, contoh : fenol, kresol, eugenol, dan timol, mengandung gugus fungsi hidroksil
fenol dan berkhasiat sebagai antibakteri.
RUMUS
2.Turunan sulfonamida, contoh : sulfanilamid, sulfasetamid, sulfaguanidin, dan sulfametoksasol,
mengandung gugus fungsi sulfonamida dan berkhasiat sebagai antibakteri.
RUMUS
Contoh senyawa dengan struktur kimia berbeda tetapi aktivitas biologisnya sama :
1.Obat anestesi sitemik, contoh : eter,siklopropan, halotan, dan tiopental.
RUMUS
2.Obat diuretik, contoh : turunan merkuri organik (klormerodrin), turunan sulfamid (asetazolamid),
turunan tiazid (hidroklorotiazid), dan spironolakton.
RUMUS
Contoh senyawa dengan unit struktur sama tetapi dapat memberikan aktivitas biologis bermacam-
macam adalah obat turunan sulfonamida, yang dapat berkhasiat sebagai antibakteri (sulfanilamid),
diuretik (hidroklorotiazid), antilepra (dapson), antimalaria (sulfadoksin), urikosurik (probenesid) dan
antidiabetes (karbutamid).
RUMUS
Turunan senyawa dengan gugud fungsi sama dapat memberikan respons biologis yang sama oleh
karena bekerja pada reseptor yang sama atau mempengaruhi proses biokimia yang sama pula.
Sebagai contoh pada turunan fenol, gugus fungsi hidroksi fenol dapat menyebabkan koagulasi dan
denaturasi protein sel bakteri, sedang pada turunan sulfonamida, gugus fungsi sulfonamida dapat
bekerja secara penghambatan bersaing dengan asam p-aminobenzoat, suaru senyawa yang
diperlukan untuk pembentukan asam dihidropteroat, yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan
bakteri.
Turunan senyawa dengan struktur kimia yang berbeda dapat memberikan respons biologis
yang sama oleh karena aktivitas turunan tersebut tidak tergantung pada sutuktur kimia yang spesifik,
tetapi lebih tergantung pada sifat kimia fisik, seperti kelarutan dan aktivitas termodinamika. Hal ini
terjadi pada senyawa yang berstruktur tidak spesifik, seperti pada contoh obat anestesi sistemik.

Untuk obat diuretik dapat menghasilkan respons farmakologis yang sama karena masing-
masing turunan mempengaruhi proses biokimia (interaksi dengan reseptor) yang berbeda, jadi
mekanisme kerjanya berbeda, tapi efek biologis yang ditimbulkan sama, yaitu diuresis. Fenomena
ini menunjang pengertian bahwa mekanisme kerja obat pada tingkat molekul dapat melalui beberapa
jalan, dan ini memberi penjelasan mengapa obat dengan tipe struktur berbeda dapat menunjukkan
respons farmakologis yang sama.
Senyawa dengan unit stuktur sama tetapi dapat memberikan aktivitas biologis bermacam-
macam oleh karena unit struktur tersebut, dengan sedikit perubahan struktur, ternyata dapat
berinteraksi dengan reseptor yang berbeda sehingga menimbulkan respons farmakologis yang
berbeda pula, seperti pada contoh obat turunan sulfonamida.
Tidak semua senyawa obat dapat dijelaskan hubungan struktur dan aktivitasnya. Sering
kegagalan untuk mendapatkan hubungan antar struktur kimia, sifat kimia fisika, dan aktivitas
biologis disebabkan oleh sifat sistem biologis tubuh yang sangat kompleks dan banyaknya faktor
yang mempengaruhi aktivitas obat. Adanya persamaan ataupun perbedaan aktivitas biologis
senyawa organik, baik yang mempunyai hubungan struktur maupun tidak, ternyata sangat
dipengaruhi oleh sifat-sifat fisika kimia. Sifat-sifat tersebut ditentukan oleh jumlah, macam, dan
susunan atau molekul obat.
Sifat-sifat kimia fisika merupakan dasar yang sangat penting untuk menjelaskan aktivitas biologis
obat, oleh karena :
1. Sifat kimia fisika memegang peranan penting dalam pengangkutan obat untuk
mencapai reseptor. Sebelum mencapai reseptor, molekul obat harus melalui bermacam-
macam sawar membran, berinteraksi dengan senyawa-senyawa dalam cairan luar dan dalam
sel serta biopolimer. Disini sifat kimia fisika berperang dalam proses absorpsi dan distribusi
obat, sehingga kadar obat pada waktu mencapai reseptor cukup besar.
2. Hanya obat yang mempunyai struktur dengan kekhasan tinggi saja dapat berinteraksi
dengan reseptor biologis. Oleh karena itu sifat kimia fisika obat harus menunjang orientasi
khas molekul pada permukaan reseptor.

Sifat kimia fisika penting yang berhubungan dengan aktivitas biologis antara lain adalah kelarutan,
koefisien partisi, adsorbsi, aktivitas permukaan, derajat ionisasi, isosterisme, ikatan kimia, seperti
ikatan-ikatan kovalen, ion, hidrogen, dipol-dipol, van der Walls dan hidrofob, jarak antar atom dari
gugus-gugus fungsional potensial redoks, pembentukan kelat dan konfigurasi molekul dalam ruang
(isomer).
Dalam keadaan tertentu sifat-sifat tersebut dikaitkan dengan fungsi kimia yang khas, seperti
tetapan disosiasi (pKa), atau kadang-kadang dikaitkan dengan sifat molekul keseluruhan, seperti
kelarutan dalam lemak/air (log P). Pada proses distribusi obat, penembusan membran biologis
terutama dipengaruhi oleh sifat lipofil molekul obat, seperti kelarutan dalam lemak/air, sifat
elektronik obat, seperti derajat ionisasi, dan suasana pH. Proses interaksi obat dengan reseptor khas
dipengaruhi oleh tipe ikata kimia, interaksi hidrofob, kerapatan elektron, ukuran molekul obat dan
efek stereokimia sehingga sifat-sifat lipofil, elektronik, dan sterik dari molekul obat sangat
menunjang proses interaksi tersebut.
Sifat-sifat lipofil, elektronik, dan sterik suatu gugus atau senyawa dapat dinaytakan dalam
berbagai macam parameter sifat kimia fisika dan parameter-parameter tersebut digunakan untuk
menghubungkan secara kuantitatif struktur kimia dan aktivitas biologis obat (hubungan kuantitatif
struktur-aktivitas = HKSA atau Quatitative Structure-Activity Relationships = QSAR). Hubungan
kuantitatif struktur-aktivitas merupakan bagian penting dari kimia medisinal dalam usaha
mendapatkan suatu obat baru dengan aktivitas yang dikehendaki dan biaya yang lebih ekonomis.
Pengetahuan tentang proses metabolisme senyawa obat di dalam tubuh juga sangat
dibutuhkan dalam kimia medisinal oleh karena banyak senyawa yang diberikan dalam bentuk pra-
obat dan kemudian dalam tubuh mengalami metabolisme menghasilkna senyawa aktif. Proses
metabolisme juga berperan untuk menilai dan memprediksi efikasi dan keamanan obat, dan sebagai
dasar penjelasan terjadinya efek samping dan toksisitas senyawa obat.
Metode pengembangan obat melalui modifikasi molekul dengan optimisasi senyawa
penuntun (lead compound) dan rancangan obat yang rasional juga merupakan tahap penting dalam
usaha mencari dan menemukans senyawa baru yang lebih aktif, lebih selektif dengan efek samping
dan toksisitas yang rendah.

BAB II
PENGEMBANGAN OBAT

Pada awal perkembengan obat, usaha penemuan obat baru pada umumnya bersifat coba-
coba (trial and error) sehingga biaya pengembangan obat baru sangat mahal. Untuk satu
jenis obat sampai dapat dipasarkan dibutuhkan biaya lebh kurang Rp. 1 trilyun. Hal ini
dapat dipahami mengingat dari 800 sampai 10.000 senyawa baru yang disintesis atau
yang didapat dari sumber alam, setelah melalui berbagai uji kimia, fisika, aktivitas,
toksisitas, farmakokinetik, farmakodinamika dan uji klinik, kemungkinan hanya satu
senyawa yang secara klinik dapat digunakan sebagai obat ( Gambar 1 ).
Waktu yang dibutuhkan, mulai dari proses sintesis atau ekstraksi, penapisan farmakologi,
sampai evalusi klinik dan persetujuan pendaftaran, memakan waktu lebih kurang 10 tahun.
Hal tersebut juga disebabkan oleh ketatnya peraturan-peraturan tentang obat baru untuk
diijinkan dapat dipasarkan. Ini berarti agar bahwa pengembangan obat baru tetap layak
secara ekonomi, perlu terobosan pemikiran yang mendasar bagaimana melakukan
penelitian dengan sejumlah kecil senyawa yang terpilih, dan bagaimana merancang
senyawa dengan lebih baik.
Iatilah obat tidak hanya meliputi senyawa yang digunakan untuk pengobatan penyakit
dan bahan diagnostik saja, tetapi meliputi semua senyawa kimia yang dapat
mempengaruhi atau menimbulkan efek pada sistem biologis, termasuk insektisida,
fungisida, herbisida, flavoran, odoran, penarik dan pengusir serangga, serta senyawa-
senyawa yang digunakan untuk uji farmakologi dan fisiologis.
Dahulu pengembangan obat baru lebih banyak dilakukan di universitas (50 %), sedang
saat ini pengembangan obat baru lebih banyak dilakukan oleh industri (90 %), universitas
hanya 9 % sedang lembaga riset pemerintah 1 %. Proses pengembangan obat baru dapat
dibuat bagan seperti yang terlihat pada Gambar 2.
Langkah pertama dalam pengembangan obat adalah melakukan pengenalan masalah.
Pada pengenalan masalah dilakukan studi riset dasar yaitu tentang proses

8000-10000
Percobaan kimia pertama

Penapisan farmakolgi
2500
Uji toksisitas akut 2500

Studi percobaan farmakologis yang lebih luas 50


50
Uji toksisitas kronik dan uji klinik
1
1
Gambar 1.
Gambar 1. Pengembangan obat baru dengan cara coba-coba (trial and error). Dari rata-
rata 9000 senyawa kimia yang diselidiki, setelah melalui berbagai penapisan hanya satu
yang digunakan sebagai pengobatan.
(disadur dari Koroklovas A, Essentials of Medicinal Chemistri, 2nd., New York, Chichester, Brisbane, Toronto,
Singapure : John wiley & Sons, 1988, hal.61, dengan modifikasi)
Penyakit, penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme, fungsi sistem normal tubuh dan
perubahan sistem akibat penyakit, dan juga dilakukan studi dasar-dasar kimia dan
biokimia. Langkah selanjutnya adalah mencari senyawa aktif baru, dengan cara isolasi
atau ekstraksi dari bahan alam yang secara empiris digunakan sebagai obat tradisional,
atau dari penapisan produk sintesis senyawa organik. Cara ini pada umumnya bersifat
coba-coba (trial and error) dan membutuhkan biaya yang besar. Cara yang lebih rasional
adalah melakukan pendekatan dengan melalui rancangan obat.
Rancangan obat adalah usaha untuk mengembangkan obat yang telah ada, yang sudah
diketahui struktur molekul dan aktivitas biologisnya, atas dasar penalaran yang sistematik
dan rasional, dengan mengurangi faktor coba-coba seminimal mungkin.
Tujuan dari rancangan obat pada awalnya adalah mendapatkan obat baru dengan aktivitas
yang lebih baik dengan biaya yang layak secara ekonomi, kemudian berkembang untuk
mendpatkan obat denagn efek samping yang minimal (aman digunakan), bekerja lebih
selektif, masa kerja yang lebih lama, dan meningkatkan kenyamanan pemakaian obat.
Rancangan obat sering digambarkan sebagai proses elaborasi sistematik untuk
mengembagkan lebih lanjut obat yang sudah ada, dengan tujuan mendapatkan obat baru
dengan efek biologis yang diinginkan dan mengurangi atau menghilangkan efek samping
yang ada, melalui manipulasi molekul.
Langkah-langkah rancangan obat dijelaskan sebagai berikut :
1. Mencari senyawa penuntun (lead compound), yaitu senyawa yang digunakan
sebagai pangkal tolak modifikasi molekul. Senyawa penuntun adalah senyawa yang
dapat menimbulkan aktivitas biologis, seperti aksi terapetik, aksi toksik, regulasi
fisiologis, hormon, dan feromon, serta senyawa yang terlibat atau berpengaruh
terhadap proses biokimia dan patologi pada hewan atau tumbuh-tumbuhan. Pada
umumnya senyawa yang akan dikembangkan mempunyai sifat yang kurang
menguntungkan, seperti aktivitasnya yang lemah, kurang spesifik, efek sampai bbesar,
kurang stabil, masa kerja singkat, atau mempunyai bau dan rasa yang kuranmg
menyenangkan.

Pengenalan
Masalah
Pertimbangan Pelaksanaan riset

Rancangan Kimia Rancangan Biologis


Pencarian Literatur

Penggabungan Program
Riset

Pengembangan metode Sintesis Pengembangan dan Penelitian


Teknik-teknik Uji

Sintesa Senyawa Analog Penapisan Awal

Perlindungan Paten
Uji-uji yang lebih terperinci
Seleksi Senyawasenyawa
yang diunggulkan

Pengembangan Proses Penyelidikan Biokimia Uji Farmakologi Lanjutan


Termasuk Uji Toksikologi
Studi sifat Kimia Fisik

Pembuatan Skala Kecil Kontrol Analitik dan Farmakologi Klinik


Pengembangan Farmasetika

Produksi Skala Industri Studi farmakonetika Percobaan Klinik


Yang lebih meluas

Pemasaran dan Promosi


Informasi Medis

Gambar 2. Bangun urutan kejadian dalam proses pengembangan obat secara rasional.
(disadur dari Koroklovas A, Essentials of Medicinal Chemistri, 2nd., New York, Chichester,
Brisbane, Toronto, Singapure : John wiley & Sons, 1988, hal.61, dengan modifikasi)

2. Manipulasi molekul (modifikasi molekul atau modifikasi struktur), yaitu ensintesi


sejumlah turunan senyawa penuntun, melakukan identifikasi strukrtur dan menguji
aktivitas biologisnya. Gugus atau substituen yang disubsitusikan dapat dipilih dengan
menggunakan metode Topliss, metode pencarian Fibonacci, metode rangkaian
optimisasi simpleks atau analisis klaster. Jumlah senyawa yang disntesis tergantung
dari metode yang digunakan.
3. merumuskan hubungan kuantitatif sementara antara strktur-aktivitas biologis dari
senyawa yang jumlahnya terbatas dengan menggunakan statistik analisis regresi. Pada
tahap ini umumnya digunakan model LFER Hansch (model ekstratermodinamik) atau
model de novo Free-Wilson. Parameter sifat kimia fisika yang digunakan dalam HKSA
model Hansch adalah parameter lipofilik seperti log P, , f dan Rm, parameter
elektronik, seperti pKa, , i, *, F, dan R, serta parameter sterik, seperti MR, (P), Es, L,
dan B1-B5.
Parameter-parameter tersebut dapat ditentukan melalui percobaan atau pehitungan
teoritis, atau diambil dari data hasil percobaan terdahulu yang banyak tercantum
dalam buku-buku kimia medisinal. Perhitungan teoritis parameter sifat kimia fisika
antara lain adalah perhitungan nilai log P dengan menggunakan tetapan dari
Hanch- Fujita, tetapan fragmentasi f Hanch-Leo dan tetapan fragmentasi f Rekker-
Mannhold.
4. Hasil analisis regresi kemudian dievaluasi dan merancang sejenisnya untuk
mengembangkan dan menyempurnakan hubungan tersebut. Peneliti harus sudah
yankin bahwa senyawa sejenis yang akan disintesis merupakan pilihan terbaik
secra hipotesis.

Dari proses di atas didapatkan senyawa-senyawa terpilih untuk dijadikan calon obat, dan
selanjutnya dipatenkan. Proses ini memerlukan wakltu lebih kurang 2-3 tahun.
Berikutnya dilakukan enelitian lebih mendalam terhadap senyawa terpilih dengan
melakukan percobaan farmakologi lebih lanjut pada beberapa spesies hewan, seperti
tikus, anjing dan peimata, yaitu ui toksisitas subakut, studi teratogenik dan mutagenik,
selain itu dilakukan juga studi farmakokinetik pada hewan dan uji dosis yang menimbukan
gejala toksisitas dan kematian.
Langkah selanjutnya adlaha melakukan uji klinik pada manusia. Uji klinik fase 1 dilakukan
terhadap beberapa volunter sehat, antara lain uji farmakologi klinik, studi metabolik, studi
efikasi dan studi farmakokinetik, untuk melihat apakah profil obat pada heawan sama
degan profil pada manusia. Selain itu juga dilakukan uji toksisitas kronik, uji karsinogenik,
dan uji efek teratogenik pada beberapa generasi hewan, dan dirancang aturan pemberian
dosis yang sesuai untuk uji klinik lebih lanjut. Merancang aturan dosis yang sesuai
bertujuan untuk pengembangan farmakokinetik obat secara rasional. Informasi kuantitatif
diperlukan pada distribusi molekul obat dalam bentuk aktifnya melalui berbagai
kompartemen di dalam tubuh sebagai fungsi dari dosis dan interval dosis, dalam kondisi
keadaan tunak dan nontunak. Informasi penting lainnya adalah kadar obat aktif yang
diperlukan pada kompartemen target untuk kemanjuran pengobtan.
Ada hubungan langsung antara kadar obat dalam plasma dengan kadar obat dalam
kompartemen target. Kadar obat dalam plasma merupakan parameter untuk menentukan
efektivitas dari pengaturan dosis. Selanjutnya dilakukan uji klinik fasa II terhadap penderita
atau pasien dalam jumlah terbatas (50-300 orang) untuk melihat efek dan keamanan obat.
Pada saat yang sama juga dirancang penggunaaan bentuk sediaan obat yang sesuai,
yaitu pengembangan formulasi, seperti uji stabilitas bentuk sediaan obat, dan produksi
dalam skala kecil. Proses ini memerlukan waktu antara 3 sampai 6 tahun.
Tahap berikutnya dilakukan uji klinik fasa III pada manusia dengan skala yang lebih luas
(beberapa ribu orang), yaitu percobaan klinis pada volunter yang sehat dan pasien dengan
model buta rangkap (double blind), dievaluasi efikasi dan toleransi obat, serta dimonitor
efek samping, terutama yang jarang terjadi. Bersamaan dengan hal ini dilakukan uji coba
produksi dalam skala besar. Keputusan akhir untuk memperkenalkan obat baru untuk
dapat digunakan dalam kalangan kedokteran dibuat atas dasar hasil yang didapat dari
evaluasi terapetik dalam klinik. Evaluasi obat baru pada pasien atau volunter harus selalu
dilengkapi dengan kumpulan data yang selengkap mungkin, seperti data proses absorbsi,
ekskresi, pembentukan metabolit, kadar obat dalam plasma, dosis maksimal dan dosis
subtoksik. Evaluasi juga dilakukan terhadap toksisitas akut dan kronik, efek samping, efek
karsinogenik dan efek teratogenik.

Evaluasi klinik dilakukan pada tempat tertentu dengan pengontrolan yang ketat. Bila
evaluasi klinik memenuhi persyaratan, maka tahap yang etrakhir adalah pengajuan
perijinan ke lembaga yang berwenang (departemen Kesehatan) dengan menyertakan
berkas-berkas hasil pengujian di atas. Setelah diijinkan obat baru dapat diedarkan atau
dipasarkan dengan disertai pemberian informasi medis. Proses ini memerlukan waktu
antara 3 csampai 5 tahun.
Sesudah obat beredar masih diperlukan uji klinik fasa IV untuk memastikan keamanan
obat dan memantau resiko-resiko yang mungkin teradi akibat penggunaan obat.
Proses pengembangan obat baru beserta fasa-fasa uji klinik dapat dibuat secara skematis
seperti yang terlihat pada Gambar 3.
Dalam pengembangan obat ada empat langkah penting yang harus diketahui, yaitu mencari senyawa
penuntun, pengembangan senyawa penuntun, prosedur pengembangan obat, dan rancangan obat
rasional.
A.MENCARI SENYAWA PENUNTUN
Beberapa pendekatan dalam mencari dan menemukan senyawa penuntun (lead compound,
parent compound) antara lain adalah penapisan acak senyawa produk alam, penemuan secara
kebetulan, hasil uji metabolit obat, studi biomolekul dan endokrinologi, studi perbandingan
biokimia, analisis aktivitas senyawa multi poten, efek samping obat, dan penapisan hasil sintesis
kimia.

Penapisan Farmakologis Uji Toksisitas Aktif

Uji Stabilitas
Uji Toksisitas Subakut
Uji Farmakologis
Studi Farmakokinetik Lanjutan
pada Hewan Uji Teratogenisitas
dan Mutagenisitas

Uji klinik Fase I


(Keamanan)

Pengembangan dan Uji Uji klinik Fase II Studi Toksisitas Klinik


Stabilitas Btk Sediaan (Efikasi)

Studi
Uji klinik Fase III
Farmakokinetik
(efikasi multi center)
Pada Manusia
Aplikasi Obat Baru

Pemasaran Obat baru

Uji Klinik Fasa IV


(Setelah Obat Beredar)

Gambar 3

1. Penapisan Acak Senyawa Produk Alam


Pada abad ini telah banyak digunakan ekstrak dari sumber tanaman atau organ biatang untuk
pengobatan berbagai macam penyakit. Karena menghasilkan efek yang cukup baik, maka
penelitian tentang obat tradisional sampai sekarang masih terus dikembangkan. Beberapa obat
yang digunakan pada waktu ini, terutama antibiotik, vitamin dan hormon, juga dihasilkan dari
pemurnian atau isolasi berbagai ektrak sumber alam. Turunan penisilin dan tetrasiklin dianggap
termasuk senyawa antibiotik yang berasal dari produk alam
Diseluruh dunia terdapat lebbih kurang 600.000 jenis tumbuh-tumbuhan, lebih kurang 400.000
diantaranya merupakan tanaman tinggi, tetapi baru sekitar 10 % diantaranya telah diteliti secara
kimia dan farmakologi. Sumber yang masih potensial ini diharapkan sebagai lapangan peelitian
dalam usaha mencari dan menemukan obat baru.
Penemuan senyawa produk alam pada umumnya dilakukan karena penapisan secara masal dari
bahan alam, diisolasi dan dimurnikan senyawa yang terkandung, ditentukan struktur kimianya,
diujidengan sistem uji biologis dengan metode yang sesuai ( in vitro, in situ dan in vivo) sehingga
disapatkan senyawa penuntun.

Contoh penemuan obat yang dikembangkan dari senyawa produk alam :

a. Penemuan antikoagulan dikumarol.


Hewan sapi yang makan tanaman sweet clover hay,apabila mengalami perdarahan akan mati
(penyakit sweet clover ). Tanaman tersebutkemudian diisolasi senyawa aktifnya dan
diidentifikasi struktur molekulnya, ternyata mengandung dikumarol (bishidroksi kumarin). Dari
hasl uji biologis terhadap dikumarol ternyata senyawa tersebut dapat menghambat sintesis
protrombin danproses pembekuan darah.
b. Penemuan kokain dari tanaman erythroxylon coca.
c. Penemuan senyawa morfin dara Papaver somniferum

Contoh senyawa aktif lain yangdidapatdari sumber tanaman alam dapat dilihat pada Tabel 1.

2. Senyawa Kimia Aktif dari Kejadian secara Tidak Sengaja atau Kebetulan
Beberapa obat kadang-kadang diketemukan kebetulan dalam laboratorium atau klink olehahli
farmasi,ahli kimia, dokter atau peneliti lain.

Contoh :
Chan dan Hepp (1886), memberikan resep yangsalah, seharusnya memberikan naftalen
untukpengobatan parasit saluran usus tetapi keliru memberikan asetanilid, yang ternyata
mempunyai efek antipiretik.

-Tabel 1. Senyawa bahan alam (tanaman) dan efek farmakologinya.


Nama Produk Alam Aktivitas Farmakologi
Reserpin, kafein, pikrotoksin, striknin Perangsang sistem saraf pusat,analeptik
Fisotigmin, pilokarpin Kolinergik
Atropin, hiosin Pemblok kolinergik
Efedrin Adrenergic
Ergotamin Pemblok adrenergic
Nikotin Pemblok ganglionik
Kolkisin Antiradang
Tubokurarin Pelemas otot
Papaverin, teofilin Vasodilator
Reserpin Antihipertensi
Digoksin Kardiotonik
Kuinin Antimalaria
Kuinidin Antiaritmia
Kumarin Antikoagulan
Antrokuinon Purgatif
Vinblastin, vinkristin,podofilotoksin,eliptisin Antikanker
Emetin Antiamuba
Santonin Antihelmentiuk

Fleming (1929), menemukan efek antibakteri dari penesilin secara kebetulan karena adanya
pengotoran jamur pada media bakteri.
Fox (1952), dalam suatu uji senyawa antituberkulosis iproniazid, mendapatkan bahwa senyawa
tersebut mempunyai efek antidepresi.
Sprague dan Beyer (1958), mencoba mensin tesis 5-kloro-2,4 disulfamoilanilin dengan cara
formilasi turunan amino dari diklorfenamid, tetapi tidak berhasil dan justru menghasilkan
produk yang tidak terduga yaitu klorotiazid, senyawa penghambat enzim karbonik anhidrase
yang poten, dan berkhasiat sebagai diuretik.
Diklorodifeniltrikloroetan (DDT) yang telah disintesis pada tahun 1875, tetapi aktivitas
insektisidalnya baru diketahui tahun 1940, pada waktu mengembangkan efek insektisida turunan
alkana terklorinasi.
Kadang-kadangf pada pengembangan obat baru untuk digunakan melawan suatu penyakit, secara
tak terduga didapatkan bahwa senyawa tersebut juga berguna untuk pengobatan penyakit yang lain.
Contoh :
a. Reserpin, obat
antihipertensi, didapatkan juga mempunyai aktivitas tranquilizar dan sedatif yang cukup
poten.
b. Pargilin, obat
antideprefsi, didapatkan juga mempunyai aktivitas hipotensif.
c. Probenesid,
digunakan untuk memperpanjan g masa verja penisilin karena dapat menghambat secazra
kompetitif sekresi aktif penisilin di tubulus ginjal. Senyawa didapatka juga men ghambat
transpor tubular dan reab sorpsi asam urat sehingga Semarang banyak digunakamn sebagai
urikosurik.
d. Alopurinol,
penghambat enzim xantin oxidase yang poten, digunakan untuk menghambat inaktivasi 6-
merkaptopurin menjadi asam 6-tiourat, sehingga terjadi efek poten Isasi dengan 6-
merkaptopurin pada pengobatan leucemia.alopurinol didapatkan juga menghambat
perubahan xantin dan hipoxantin menjadi asam urat, sehingga sekarafng lebih banyak
diigunakan seb agai urikosurik (antigout).
3. Uji Metabolit Obat yang Mungkin Memberikan Aktivitas.
Kadang-kadang ada obat yang menimbulkan aktivitas setelah mengalami proses metabolisme
(pra-obatpro-drug). Hasil metabolit aktif tersebut dapat digunakan langsung sebagai obat atau
dijadikan senyawa penuntun.
Contoh :
Prontosil rubrum direduksi menjdi sulfanilamid yang berkhasiat sebagai antibakteri.
Sulfanilamid kemudian dijadikan senyawa penuntun, dan dikembangkan lebih lanjut sehingga
didapatkan banyak obat antib akteri turunan sulfonamida dengan aktivitas yang lebih baik,
seperti sulfadiazin, sulfaguanidin, dan sulfametoksazole.
Contoh lain pra-obat dan metabolit aktifnya dapat dilihat pada Tabel 2.
4. Studi Biomolekul dan Endokrinologi
Proses biokimia, termasuk biologi molekul dan endokrinologi pada manusia dan mamalia,
merupakan lapangan yang luas untuk mencari secara sistematik senyawa bioaktif yang mungkin
dapat dijadikan senyawa penuntun.
Senyawa antara pada proses mabolisme dan biokatalis, seperti hormon, vitamin dan senyawa
neurotransmiter, merupakan senyawa bioaktif yang dijadikan titik tolak untuk modifikasi
molekul, untuk pengembangan sen yawa analog, parametabolit, hormonoid dan mimetik, serta
pengembangan senyawa antagonis spesifik, seeperti antimetabolit, antivitamin dan senyawa
litik.
Tabel 2. Pra-obat,metabolit aktif dn aktivitas biologis

Pra-obat Proses Metabolime Metabolit aktif Aktivitas Biologis


Azatiopren Konjugasi glutation 6-Merkaptopurin Antikanker
Klorpromazin Hidroksilasi aromatik 7- Hidroksiklorpromazin Antipsikotik
Kortison Reduksi keton Hidrokortison Antiradang
Prednison Reduksi keton Prednisolon Antiradang
Diazepam 3-Hidroksilasi Okzazepam Sedatif
Digotoksin Hidroksilasi alisiklik Digoksin Kardiotonik
Prokainamid N-Asetilasi N-Asetilprokainamid Antiaritmia
Kuinidin Hidroksilasi alilik 3-Hidroksikuinidin Anntiaritmia
Propanolol Hidroksilasi aromatik 4-Hidroksipropanolol -Bloker
Proguanil Oksidasi siklisasi Sikloguanil Antimalaria
-Metil dopa Dekarboksilasi -Metilnorepinefrin Neurotransmiter
Metilfenobarbital N-Dekarboksilasi Fenobarbital Sedatif
Imipramin N-Demetilasi Desmetilimipramin Antidepresi
Kloralhidrat Dehidratasi,reduksi Trikloretanol Hipnotik

Berkembangnya Pengetahuan tentang peran Replikasi kromosom dan multiplikasi


biopolimer membuka lapangan baru untuk menemukan senyawa penuntunpada
rancangan obat. ReplikasiADN, transkripsi informasi genetik dari ADN ke mesengger
ARN, dan translasi protein pada ribosom memerlukan perhatin yang khuus karena
banyak senyawa aktif yang dapat mempengaruhi tahap-tahap penting proses
biosintesis protein tersebut.
Contoh :
a. Antibiotik mitomisin C bekerja sebgai antikanker dengan menghambat proses
replikasi ADN melalui reaksi alkilasi
b. Doksorubisin bekerja sebagai antikanker dengan menghambat proses
replikasi dan trans-kripsi ADN, melalui interaksi interkalasi dengan pasangan basa
pada dobel heliks ADN.
5. Studi Perbandingan Biokimia
Proses biokimi bersifat universal, sehingga senyawa antimetabolit dan antivitamin
umum menunjukkn aktivitas yang juga universal, yaitu bekerja pada spesies yang luas
mulai dari mikroorganisme, mamalia dan manusia. Dalam hal inistudi perbandingan
proses biokimia sangat penting karena dapat membantu untuk melihat adanya
perbedaan proses biokimia antar spesies. Aksi yang selektif pada spesies tertentu
mungkin didapat dengan mengembangkan penghambat metabolik, antara lain dengan
mempengaruhi proses biokimia yang penting pada satu spesies (parasit) tetapi tidak
penting atau tidak ada pada spesies yang lain (host).
Contoh :
a. Turunan penisilin apat mempengaruhi sintesis mukopolipeptida yang
diperlukan untuk pembentukan dinding sel bakteri, dan hal tersebut tidak terjadi
pada hewan atau manusia.
b. Turunan sulfonamida dapat menghambat secara bersaing dengan asam p-
aminobenzoat pada proses pembentukan asam dihidropteroat, yang diperlukan
untuk pembentukan asam nukleat, yang berperan penting pada pertumbuhan sel
bakteri. Proses ini tidak terjadi pada pertumbuhan sel manusia.
6. Analisis Mekanisme Aksi Senyawa Multipoten
Senyawa multipoten adalah senyawa yang mempunyai kemampuan untuk
menyebabkan dua tau lebih tipe aktivitas yang berbeda, melalui mekanisme yang
berbeda dan berbeda pula tipe reseptornya.Karena reseptornya berbeda diduga bahwa
struktur molekul obat melibatkan sifat kimia tertentu, atau salah satu komponen gugus
penting untuk menyebabkan satu aktivitas, sedang gugus lain penting untuk aktivitas
yang lain. Hal ini cukup penting dalam usaha pencarian senyawa penuntun yang baru
Contoh ; aktivitas -dan -adrenergik turunan katekolamin, subsitusi gugus yang
terikat pada atom N rantai samping mempunyai hubungan yang bermakna dengan
aktivitas -adrenergik, sedang inti katekol berhubungan dengan aktivitas -adrenergik.
7. Efek Samping Obat
Efek samping mempunyai mekanisme aksi yang terpisah. Pada banyak obat efek
samping dipandang sebagai efek yang tidak diinginkan karena mempengaruhi
kesehatan individu. Meskipun demikian efek samping dapat dikembangkan menjadi
obat (senyawa penuntun) dengan efek yang diinginkan dan dapat berguna secara
terapeutik.
Contoh ;
Antihistamin yang menimbuilkan efek samping sedatif kuat, seperti prometazin,
dapat dikembangkan lebih lanjut melalui rancangan obat, menjadi senyawa tranquilizer
yang poten, seperti klorpromazin.

8. Uji Hasil Antara Proses Sintesis Obat


Senyawa antar (intermediate) adalah senyawa lain disamping produk yang terjadi pada
reaksi sintesis.
A+B C (senyawa antara) + D (produk akhir)

Ciri-ciri senyawa antara adalah mengandung gugus tertentu yang sama dengan produk
akhir, dan mempunyai aktivitas biologis yang mirip. Senyawa antara di atas dapat
dikembangkan sebagai senyawa penuntun.

Contoh :
Pada sintesis sulmetizol ditemukan senyawa antra turunan tiosemikarbazon, yang
diuji biologis ternyata berkhasiat sebagai antituberkulosis. Uji biologis dari isoniazid
(INH) yang digunakan pada sintesis tiosimikarbazon, tenyata prekusor mempunyai
efek antituberkulosis. Pengembngn lebih lanjut dari INH didapakn iproniazid, yang
pada uji lebih lanjut didaptkan mempunyai efek antidepresan karena dapat
menghambat kerja enzim monoamin oksidase.

9. Merancang Struktur Kimia Baru dan Penetapan Aktivitas Biologis


Dasar pengembangan ini adalah melakukan sintesis senyawa secara kimia murni
kemudian dilakukan penapisan aktivitas biologisnya secara acak lengkap dengan
harapan beberapa diantaranya mungkin menunjukkan aktivitas yang berguna.
Senyawa yang menunjukkan aktivitas tertentu dikembangan menjadi senyawa
penuntun dan selanjutnya dirancang tipe molekul baru dalam usaha mendapatkan obat
dengan aktivitas yang diinginkan. Cara ini bersifat coba-coba (trial and error) dan
memakan biaya sangat besar.
Diperkirakan untuk mendapatkan obat antikejang baru, diperlukan penapisan lebih
kurang 500.000 senyawa kimia. Contoh lain adalah cara penapisan acak secara
langsung dan rasional dalam usaha mndapatkan obat antimalaria seperti klorkuin,
ternyata memerlukan penapisan lebih kurang 14.000 senyawa kimia. Penapisan secara
acak yang lebih sistematik terhadap lebih kurang 6.000 antibiotika turunan penisilin,
ternyata didapatkan sekitar 100 antibiotik baru,yang digunakan sebagai obat dlam
bidang pertanian.
Cara penapisan secara acak lain adalah mengisolasi dan mengidentifikasi produk
metabolisme obat. Obat yang didapat dengan metode ini antara lain adalah
asetaminofen,sebagai hasil metabolit asetanilid atau fenasitin , sikloguanil dari
klorguanid, desipramin, dari imipramin, oksofenarsin dari arsfenamin, dan
oksifenabutazon dari fenilbutazon.

B. PENGEMBANGAN SENYAWA PENUNTUN


Senyawa penuntun yang mempunyai aktivitas biologis tertentu dan menarik untuk
digunakan sebagai bahan awal pengembangan obat baru dapat dikembangkan lebih lanjut
dengan tujuan pengembangan subsitusi untuk mendapatkan senyawa yang lebih poten,
spesifik, aman, dan efek samping minimal, tujuan perubahan spektrum aktivitas, dan
tujuan modulasi farmakokinetik.
1. Pengembangan substituisi untuk mendapatkan senyawa yang lebih poten, spesifik,
aman, dan efek samping minimal.
Contoh :
a. Pengembangan amfeamin menjadi metamfetamin yang berkhasiat
perangsang sistem saraf yang lebih poten.
b. Pengembangan sulfonilamida (antibakteri topikal) menjadi turunn
sulfonilamida yang berkhasiat antibakteri sistemik (sulfadizin,sulfametaksazol,)
atau antibakteri pada saluran cerna (sulfaguanidin, ptalisulfatizol)
c. Pengembangan asam salisilat (analgesik) yang mempunyai efek samping
iritasi lambung, menjadi turunan yang tidak mengiritasi lambung,seperti diflunisal
dan karbatilsalisilat.
2. Pengubahan spektrumaktivitas
Contoh :
a. Mengubah senyawa agonis menjadi antagonis spesifik.
Hasil produk ini adalah antagonis spesifik dari produk alami, seperti senyawa anti-
metabolit, antivitamin, antihormon, antikolinergik, dan snyawa pemblok adrenergik.
b. Memisahkan komponen utama dari spektrum aktivitas ke dalam molekul yang
berbeda sehingga didapatkan senyawa dengn spektrum yang baru.
Contoh : pengembangan senyawa steroid anabolik, seperti
oksimetolon,stanozol, nadrolon, dan etilestrenol, dari senyawa steroid
androgenik,seperti metiltesteron.
c. Kombinasi aktivitas dari obat yang berbeda
Contoh : Kombinasi anestesi setempat lidokain dengan adrenalin (vasokontriktor)
dengan tujuan agr lidokai yang tertahal lama pada reseptor sehingga aktivitas obat
menjadi lebih baik.

d. Memperkecil efek samping obat


Modifikasi ditujukan untuk menghasilkan senyawa dengan spektrum aktivitas baru
yang lebih spesifik dan mempunyai indeks terapi besar atau efek samping
minimal.
Contoh : menghilangkan efek mineralokortikoid (retensi garam) pada modifikasi
struktur turunan glukortikoid (Tabel 3)
Dari tabel 3 terlihat bahwa dengan modifikasi molekul dapat dihasilkan senyawa
yang tidak menimbulkan efek mineralkortikoid (retensi garam ), dengan efek
glukokortikoid yang lebih besar.
e. Selektif terhadap spesies atau organ tertentu
Selektivitas terhadap spesies atau organ tertentu dapat dikembangkan dengan
mencari perbedaan proses biokimia dari spesies yang terlibat . Biasanya ada
perbedaan kecil dari heteroisoenzim pada spesies atau organ yang berbeda.
Dengan menggunakan enzim asam dihidrofolat reduktase yang berbeda asalnya
yaitu dari Proteus vulgaris dan tikus, Hitching berhasil mengembangkan senyawa
penghambat enzim sangat relatif yang sesuai dengan selektivitas
spesies.senyawa analognya dikembangkan untuk memblok secara ireversibel
enzim asam dihidrofolat reduktase dari sel tumor leukimia pada tikus tetapi tidak
memblok enzim-enzim lain yang ada dihati tikus. Penemuan ini sangat berharga
dalam usaha untuk menemukan obat anti kanker yang bekerja selektif
Tabel 3 Aktivitas mineralo dan glukokortikoid hormon steroid

Hormon steroid Aktivitas mineralkortikoid Aktivitas glukokortikoid


Aldosteron 100 0.1
Fludrokortison 100 12
Hidrotison 1 1
Kortison 0.8 0.8
Prednison 0.6 5
Prednisolon 0 5
Metilprednisolon 0 6
Triamsinolon 0 6
Deksametason 0 25

3. Tujuan suatu modulasi farmakokinetik yaitu mengatur ketersediaan biologis dan


fisiologis senyawa bioaktif dengan melakukan modifikasi molekul.
a. Modulasi (mengatur) hubungan dosis-efek,yaitu mengtur hubungan antara dosis
obat dengan kadar dalam jaringan target sehingga terjadi perubahan potensi obat.
Contoh: pengembangan turunan benzilpenisilin sehingga tahan terhadap asam
lambung dan dapat diberikan peroral,seperti ampisilin
b. Modulasi hubungn waktu-kadar,yaitu dengan membuat sedian depo atau sediaan
lepas lambat bila diinginkan efek obat yang lebih lama,atau dibuat sediaan
intravena bila diinginkan efek obat yang cepat.
Contoh:
1.Ester dari hormon steroid yang sangat lipofili,seperti hidroksi progesteron
kaproat dan medroksi progesteron asetat, obat kontrasepsi yang bila diberikan
secara intramuskular,efektif selama lebih kurang tiga bulan.
2. Bentuk garam sodium dari deksametason dapat dibuat sediaan intrvena,yang
digunakan bila diinginkan efek obat secara cepat.
c. Modulasi distribusi obat pada berbagai kompartemen.Misalnya obat dibuat
hidrofilik kuat sehingga tidak dapat menembus membran biologis tertentu dan efek
pada kompartemen tertentu. Contoh: sulfatiasol dirancang dalam bentuk
hemiptalil(ptalilsulfatiasol) atau hemisuksinil amida(suksisnilsulfatiasol) yang
sukar diabsorsi dalam saluran cerna,sehingga efektif untuk poengobatan infeksi
saluran cerna.

C. PROSEDUR PENGEMBANGAN OBAT


Ariens membagi prosedur pengembangan obat berdasarkan perubahan stuktur dan sufat
kimia fisika sebagai berikut:
1. Pembuatan sediaan homolog.
Suatu senyawa homolog dapat dibuat dengan memperpanjang rantai hidrokarbon.
Perpanjangan rantai atom C akan mengubah sifat kimia fisika senyawa dan hal
tersebut dapat mempengaruhi aktivitas biologisnya. Contoh : seri homolog n-alifatik
alkohol dan n- alkil resorsinol sebagai antibakteri.
2. Mengubah jenis atau kedudukan subtituen pada rantai samping.
Contoh : tranil sipromin,senyawa penghambat monoamin oksidase (MAO) yang
protein diubah menjadi amfetamin,senyawa perangsang sistem saraf pusat yang
poten,dengan aktivitas penghambat MAO seper lima ribu dari aktivitas tranilsipromin
3. Mengganti bagian yang kurang penting dan mempertahankan gugus fungsi
yang ada
Contoh : pengembangan turunan sulfonamida dan tirunan penisilin.
4. Melakukan penyederhanaan struktur.
Senyawa dari bahan alam biasanya mempunyai struktur yang kompleks dan
besar,sangat sukar dilakukan sintesis atau kalau dapat biayanya terlalu mahal. Oleh
karena itu dicari bagian struktur yang menentukan aktivitas,kemudian dirangkai menjadi
struktur molekul yang lebih sederhana,sehingga dapat dilakukan proses sintesisnya.
Contoh : penyederhanaan struktur kokain (anestesis setempat) dihasilkan benzokain
dan prokain.
5. Konversi produk alami.
Agonis kemungkinan diubah menjadi antagonis kompetitif dengan menghilangkan sifat-
sifat senyawa agonis yang penting untuk aktivitas intrinsik dan memelihara afinitas obat
terhadap reseptor.
Conto : aktivitas dan -adrenergik dari turunan katekolamin (tabel 4).
6. Modifikasi dengan petunjuk tetapan kimia fisika dari subtituen.
Hal ini berdasarkan dari subtituen subtituen terhadap aktivitas senyawa induk dan

Data hubungan struktur aktivitas dengan parameter sifat kimia fisika tertentu.

Contoh : pengembangan turunan kloramfenikol (Bab 11)


7. Penggunaan prinsip isosterik
Modifikasi isosterik adalah melakukan penggantian gugus atau subtituen tertentu
pada struktur molekul obat tanpa mengubah sifat kimia fisika penting obat.Gugus-
gugus pengganti tersebut pada umumnya mempunyai sifat sterik atau elektronik yang
sama.
Tabel 4. Aktivitas dan -adrenergik dari turunan katekolamin
Struktur umum :
RUMUS

TABEL4.
Contoh : penggantian gugus ester (COO) pada molekul prokain, senyawa anestesi
setempat, dengan gugus amida (CONH) akan menghasilkan prokainamid yang
berkhasiat antiaritmia.
8. Memisahkan campuran isomer
Meskipun bukan modifikasi molekul, pemisahan isomer, seperti pada
stereoisomer,cukup penting karena kedua isomer kemungkinan berbeda spektrum
atau intensitas aktivitasnya. Pemisahan isomer bertujuan untuk mendapatkan
senyawa denganaktivitas yang lebih tinggi atau lebih selektif.
Contoh :
a. (+)-Propoksifen berkhasiat analgesik, sedang isomer (-)-Propoksifen
berkhsiat antibatuk.
b. Dari empat bentuk isomer kloramfenikol yang berkhasiat sebagai antibakteri
hanya bentuk isomer D(-) treo-kloramfeniko

9. Pembentukan senyawa kembar


Senyawa kembar adalh dua molekul obat digabung menjadi satu melelui ikatan
kovalen
a. Kombinasi dari dua molekul obat yang sama (kembar identik) atau berbeda
(kembar tidak identik) melalui ikatan kovalen
Contoh kembar identik : salisil salisilat(dua molekul asam salisilat), dan metazid
( dua molekul isoniazid digabungkan melalui jembatan metilen ).

RUMUS

Contoh kembar tidak identik : asetaminosalol (asam salisilat dan asetaminofen),


salisilamidofenazon (asam salisilat dan 4-aminofenazon), dan streptoniazid
(streptomisin dan isoniazid).
b. Penggunaan molekul obat sebagi gugus atau substituen pada tipe yab\ng lain dari
molekul obat, tanpa dilepaskan dari senyawa induk
Contoh :estradiol mustar, metrasil dan heksaklorofen
RUMUS

10. Modifikasi molekul secara alami.


Analisis senyawa biologi aktif produk alam menunjukkan bahwa beberap diantaranya
mengalami modifikasi molekul secara alami.
Contoh : 8-Azaguanin, obat antikanker,yang disintesis tahun 1949 strukturnya
didapatkan identik dengan antibiotik patosidin yang diisolasi dari Streptomyces albus
pada tahun 1961.
RUMUS

11. Transformasi mikroba


Biosintesis antibiotik oleh mikroba dipengaruhi oleh zat-zat yang ditambahkan dalam
medium peragian.
Contoh ; penambahan asam fenilasetat pada kultur jamur Penicilium sp.
Menghasilkan benzilpenisilin (Penisilin G), sedang penambahn asam fenoksiasetat
akan menghasilkan fenoksimetil penisilin ( Penisilin V).

D. RANCANGAN OBAT RASIONAL


Impian ahli kimia madisinal dan farmakogi adalah dapat membuat obat yang aktif secara
farmakologis dan bekerja sangat selektif melalui rancangan rasional yang benar. Sampai
sekarang penemuan obat baru melalui rancangan secara rasional relatif masih sedikit
tetapi prospek pengembangannya cukup besar.
Rancngan obat adalh suatu seri program yang dilakukan dengan maksud untuk
menemukan senyawa kimia baru yang berguna untuk kesehatan, yaitu untuk mengobati
dan mencegah penyakit tertentu atau untuk memperoleh kembali kesehatan mental dan
fisik.
Rancangan obat asional adalah suatu rancngan untuk menemukan obat baru secara logis
dan dapat dijabarkan secara teoritis. Pada kenyataannya tidak mungkin membuat suatu
rancangan obat dengan logika dan teoritis murni, karena banyaknya faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi aktivitas dan keselektifan obat. Meskipun demikian, hal ini semakin
berkembang pada beberapa tahun terakhir ini dan dengan berkembangnya teknologi
komputer, rancangan obat rasional mempunyai prospek yang cerah dalam pencarian obat
baru pada masa mendatang.
Merancang obat secara rasional berhubungan dengan pengetahuan tentang hal-hal
berikut :
a. Mekanisme kerja dan sisi kerja obat pda tingkat molekul dan tingkat elektronik.
b. Hubungan kualitatif dan kuantitatif struktur kimia dan aktivitas biologis
c. Reseptor obat dan topografi tiga dimensi
d. Model interaksi obat reseptor
e. Efek farmakologis dari gugus yang spesifik
f. Hubungan parameter sifat kimia fisika(hidrofob, elektronik dan sterik) dengan
aktivitas biologis

g. Mekanisme reaksi kimia dan biokimia


h. Biosintesis metabolit dan konstituen lain dalam organisme hidup
i. Perbedaan sitologi dan biokomia antara manusia dan parasit

Metode yang digunakan dalam rancanga oba rasional antara lain adalah :
a. Rancangan obat dengan bantuan komputer (Computer assited Drug Design = CADD)'
terutama berhubungan dengan parameter kimia fisika yang terlibat dalam aktivitas
obat,hubungan kuantitatif struktur-aktivitas dan model kimia kuantum atau perhitungan
orbit molekul
Program komputer untuk rancangan obat rasionalantara lain :
1) BIOCES : Biochemical Expert System, untuk model protein, rekayasa protein dan
Kimia Medisinal
2) CoMFA : Comparative Moleculer Field Analysis (SYBYL).
3) EMIL : Example Mediated Innovation for Lead Evolution, untuk mencari evolusi
atau rancangan analog.
4) MMMS : untuk model moleku, rancangan obat dan perhitungan kimia kuantum.
5) GREEN : untuk studi struktur reseptor
6) RECEPT : untuk rasional superkomposisi molekul dan mapping reseptor
7) MMS-X : untuk rancangan obat, mapping reseptor dan analisis konformasi
Program komputer untuk menghubungkan struktur molekul dengabn aktivitas biologis
antara lain :
1) ALS : Adaptive Least Square
2) LDA : Linear Discriminant Analysis
3) SIMCA :Statistical Isolinear Multiple Compound Analysis
4) LLM ;Linear Learning Machine
5) SAS : Statitistical Analysis System
6) HANSCH : metode Hansch,regresi linear.
7) QSAR : analisis regresi dan de novo
Program kompute untuk analisis struktur molekul:
1) CIS : Chemical Information System, berisi data-data sp[ektra massa, 13CNMR,
1H
NMR, struktur kristal x-ray, dan sistem model matematik.
2) CONGEN : Constained Structure Generation, bagian dari program
DENDRAL, untuk membantu elusidasi struktur sistem cinci,substitusi isomer, rangka
terpen, dan senyawa produk alam
Program komputer untuk rancangan sintesis organik
1) SECS : Simulation of Chemical Synthesis, bagian dari program SUMEX,
untuk menentuka jalur sintesis molekul target, dan elusidasi struktur
b. Grafik molekul, terutama untuk mengetahui bentuk konformasi dan model molekul
senyawa sebagai petunjuk dalam rancangan analog.
Programkomputer yang digunakan antara lain ;
a. 3D-CG (3 Dimensional Computer Graphics) .
b. LHASA : Grafik struktur interaktif,untuk sintesis organik
c. OCCS ; grafik struktur interaktif,untuk sintesi organik
d. PROPHET : Model bangunan tiga dimensi,tabulasi,graphics, dan analisis
statistik data farmakologis
e. MOLPAT ; untuk m
f. encari pola farmakoforik

c. Pengenalan pola (Pattern recognition), untuk seleksi senyswa-senyawa yang diinginkan.


Program komputer yang digunakan: ADAPT
d. Kesesuaian reseptor(Reseptor- fit), untuk karakterisasi reseptor farmakologis dan
melihat model interaksi obat-reseptor atau substrat-enzim serta ikatan-ikatan kimia
yang terlibat dalam interaksi obat-reseptor.
Contoh obat yang diketemukan melui rancangan rasional antara lain ;
1. Pralidoksin, senyawa reaktivator kolinesterase,digunakan sebagai obat penunjang
atropin pada pengobatan keracunan oleh senyawa organofosfat.
2. Asiklovir, senyawa antivirus yang efektif terhadap herpes; dapat mengikat secara
kuat dan spesifik enzim timidikinase pada virus herpes

3. Brokresin, penghambat histidin dekarboksilase, enzim yang berperan pada


biosintesis histamin; sehingga dapat bekerja sebagai antihistamin yang poten
4. Kaptopril, suatu penghambat enzim pengubahangiotensin (ACE inhibitor),yang
digunakan sebagai antihipertensi.
5. -Metildopa, suatu penghambat enzim l-asam amino aromatik dekarboksilase,
yang digunakan untuk pengobatan hipertensi.
Dari berbagai macam cara untuk mendapatkan obat di atas, modifikasi molekul dan
rancangan obat secara rasional merupakan cara yang sekarang banyak dilakkukandan
dikembangkan oleh para ahli farmasi, kimia, kedokteran, dan farmakologi dalam usaha
membuat obat-obat baru.
Dengan kemajuan teknologi komputer, maka diperkirakanpada awal abad 21 akan lebih
banyak diketahui struktur molekul reseptor secara tiga dimens, sehingga diketahui cara
kerja obat pada tingkat molekul dan peran berbagai kekuatan fisik dan kimia pada proses
interaksi obt-reseptor. Hal tersebut akan lebih mendorong ditemukannya molekul obat baru
yang dirancang secara rasional.
Pertemuan III
HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES
ABSORBSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT

Setelah masuk ke dalam tubuh melalui cara tertentu, misalnya melalui oral,
parenteral, anal, dermal atau cara lainnya, obat akan mengalami proses absorbsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi. Selain proses di atas kemungkinan akan mengalami
modifikasi fisika yang melibatkan bentuk sediaan atau formulasi obat, dan dimodifikasi
kimia yang melibatkan perubahan struktur molekul obat, dn hal in dapat mempengaruhi
respons biologi.

Setelah diabsorbsi, obat masuk ke cairan tubuh dan didistribusikan ke organ-organ


dan jaringan-jaringan, seperti otot, lemak, jantung dan hati. Sebelum mencapai reseptor,
obat melalui bermacam-macam sawar membran,pengikatan oleh protein plasma,
penyimpanaa dalam depo jaringan dan mengalaami metabolisme.

Permukaan sel hidup dikelilingi oleh jarngan sel yang bersifat polar. Molekul obat
yang tidak terlarut dalam jaringan tersebut tidak dapat diangkut secara efektif ke
permukaan reseptor sehingga tidak dapat menimbulkan respons biologis. Oleh karena itu
molekul obat memerlukan beberapa modifikasi kimia dan enzimatik agar dapat terlarut,
walaupun sedikit, dalam cairan luar sel. Yang penting adalah harus ada molekul obat yang
tetap utuh atau dalam bentuk tidak terdisosiasi pada waktu mencapai reseptor dan
jumlahnya cukup nuntuk menimbulkan respons biologis.

Proses absorbsi dan distribusi obat dapat dijelaskan dengan bagan seperti yang
terlihat pada gambar 3.

Penyerapan Distribusi
m.b. m.b. m.b.
0 0 0 0 + R (0R) Respon
+ + + Biologis
P P P
Keterangan :
(OP) (OP) (OP) mb = membran biologis
O = Obat R = Reseptor
P = Protein
Cairan intra- Cairan inter- Cairan inter- (OR) = kompleks obat-resptor
vaskuler stesil seluler (OP) = Kompleks obat protein

Gambar 3: Proses absorbsi dan distribusi obat.

Tiga fase yang menentukan terjadinya aktivitas biologis obat adalah:


1. Fase farmasetik, yang meliputi proses pabrikasi, pengaturan dosis, formulasi, bentuk
sediaan, pemecahan bentuk sediaan dan terlarutnya obat aktif. Fase ini berperan dalam
ketersediaan obat untuk dapat diabsorbsi ke tubuh.
2. Fase farmakokinetik, yang meliputi bproses absorbsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi obat (ADME). Fase ini berperan dalam ketersediaan obat untuk mencapai jaringan
sasaran (target) atau reseptor sehingga dapat menimbulkan respons biologis.
3. Fase farmakodinamik, yaitu fase terjadinya interaksi obat-reseptor dalam jaringan
sasaran. Fase ini berperan dalam timbulnya respons biologis obat.

Hubungan fase-fase di atas dijelaskan dalam bentuk bagan seperti yang terlihat pada gambar 4.
Setelah obat bebas masuk ke peredaran darah, kemungkinan mengalami proses-proses sebagai
berikut:
1. Obat disimpan dalam depo jaringan.
2. Obat terikat oleh protein plasma, terutama albumi.
3. Obat aktif yang dalam bentuk bebas berinteraksi dengan reseptor sel khas dan
menimbulkan respon biologis.
4. Obat mengalami metabolisme dengan beberapa jalur kemungkinan yaitu :
a. Obat yang mula-ula tidak aktif, setelah mengalami metabolisme
akan menghasilkan senyawa aktif, kemudian berinteraksi dengan
reseptor dan menimbulkan resons biologis (bioaktivasi)
b. Obat aktif akan dimetabolisi menjadi metabolit yang lebih polar
dan tidak aktif, kemudian diekskresikan (bioinaktivasi)
c. Obat aktif akan dimetabolisi menghasilkan metabolit yang bersifat
toksik (biotoksifikasi).
5. Obat dalam bentuk bebas langsung diekskresikan

Setelah masuk ke sistem peredaran darah, hanya sebagian kecil molekul obat yang tetap utuh
dan mencapai reseptor pada jaringan sasaran. Sebagian besar obat akan berubah atau terikat pada
polimer. Tempat dimana obat berubah atau terikat sehingga tidak dapat mencapai reseptor disebut
sisi kehilangan (site of loss).

PABRIKASI
(Formulasi, Dosis)
-Fase Farmasetika

Bentuk Sediaan
Peroral,rektal
Saluran cerna
(pemecahan bentuk sediaan dan terlarut obat aktif)

Penyerapan Fase farnakokinetika (ADME)


(Ketersediaan hayati)

Peredaran darah per i.v.

Per i.m. - fase farmakodinamik

Jaringan Obat bebas Reseptor Reseptor biologis


(Depo)

Protein plasma bioakativasi

Bioinaktivasi
Ekskresi Metabolisme
Gambar 4. Fase-fase penting dalam kerja obat, yaitu fase farmasetis, farmakokinetik
dan farmakodinamik.

Distribusi obat pada reseptor dan sisi kehilangan tergantung dari sisi kimia fisika molekul
obat, seperti kelarutan dalam minyak/air, derajat ionisasi, kekuatanikatan reseptor,
kekuatan ikatan obat-sisi kehilangan dan sifat dari reseptor atau sisi kehilangan.
Contoh sisi kehilangan: protein darah, depo-depo penyimpanan, sistem enzim yang dapat
menyebabkan perubahan metabolisme obat dari benmtuk aktif menjadi bentuk tidak aktif
dan proses ekskresi obat, baik sebelum maupun sesudah proses metabolisme.
Depo penyimpanan adalah sisi kehilangan yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan obat sebelum berinteraksi dengan reseptor. Ikatan obat depo-penyimpanan
bersifat terpulihkan (reversible), bila kadar obat dalam darah menurun maka obat akan
dilepas kembalike cairan darah.
Contoh depo penyimpanan : jaringan lemak, hati, ginjal, otot.

A.HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA


DENGAN PROSES ABSORBSI OBAT
Cara pemberian obat melalui oral(mulut), sublingual (bawah lidah),rektal (dubur) dan
parenteral tertentu, seperti melalui intradermal, intramuskular, subkutan dan intraperitonial,
melibatkan proses absorbsi yang berbeda-beda. Pemberian secara parenteral yang lain, seperti
melalui intravena, intaarteri, intraspinal dan intraserebral, tidak melibatkan proses absorbsi, obat
langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menuju sisi reseptor (reseptor site). Cara
pemberian yang lain adalah secara inhalasi melalui hidung dan secara setempat melalui kulit atau
mata.
Proses absorbsi merupakan dasar yang penting dalam menentukan aktivitas farmakologis
obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses absorbsi akan mempengaruhi efek obat dan
menyebabkan kegagalan pengobatan.

1. Absorbsi obat melalui saluran cerna


Pada pemberian secara oral, sebelum obat masuk ke peredaran darah dan didistribusikan ke
saluran tubuh, terlebih dahulu harus mengalami proses absorbsi pada saluran cerna.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses absorbsi obat pada saluran cerna antara lain adalah
bentuk sediaan, sifat kimia fisika, cara pemberian, faktor biologis dan faktor lain-lain.
a. Bentuk sediaan
bentuk sediaan terutama berpengaruh terhadap kecepatan absorbsi obat, yang secara tidak
langsung dapat mempengaruhi intensitas respons biologis obat.
Bentuk sediaan pil, tablet, kapsul, suspensi, emulsi, serbuk dan larutan, proses absorbsi
obat memerlukan waktu yang berbeda-beda dn jumlah ketersediaan hayati kemungkinan
juga berlainan.
Ukuran partikel bentuk sediaan juga mempengaruhi absorbsi obat. Makinkecil ukuran
partikel, luas permukaan yang bersinggungan dengan pelarut semakin besar sehingga
keepatan melarut obat semakin besar.
Adanya bahan-bahan tambahan atau bahan-bahan pembantu, seperti bahan pengisi, pelicin,
penghancur, pembasah dan emulgator, dapat mempengaruhi waktu hancur dan melarut obat,
yang akhirnya berpengaruh terhadap kecepatan absorpsi obat.

b. Sifat Kimia Fisika Obat


Bentuk asam, basa, ester, garam, kompleks atau hidrat dari bahan obat dapat
mempengaruhi kelarutan dan absorbsi obat. Selain itu bentuk kristal atau polimorf, kelarutan
dalam lemak/air dan derajat ionisasi juga mempengaruhi absorpsi obat.
Contoh:
1. Penisilin V dalam bentuk garam K lebih mudah melarut
dibanding penisilin V untuk basa.
2. Novobiosin btk amorf lebih cepat melarut dibanding btk kristal.
c. Faktor Biologis
Faktor-faktor biologis yang berpengaruh terhadap proses absorbsi obat antara lain
adalah variasi keasaman (pH) saluran cerna, sekresi cairan lambung, gerakan saluran cerna,
luas permukaan saluran cerna, waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus,
serta banyaknya buluh darah pada tempat absorpsi.

d. Faktor Lain-lain
Faktor lain-lain yang berpengaruh terhadap proses absorpsi obat antar lain
adalah umur, diet (makanan), adanya interaksi obat dengan senyawa lain dan
adanya penyakit tertentu.
Absorpsi obat melalui saluran cerna terutama tergantung pada ukuran partikel
molekul obat, kelarutan obat dalam lemak/air dan derajat ionisasi.
Suatu obat yang bersifat asam lemah, seperti smin aromatik (Ar-NH 2),
aminopirin, asetanilid, kafein dan kuinin, bila diberikan melalui oral, dalam lambung
yang bersifat asam (pH 1-3,5) sebagian besar akan menjadi bentuk ion (Ar-NH 2)
yang mempunyai kelarutan dalam lemak sangat kecil sehingga sukar menembus
membran lambung. Bentuk ion tersebut kemudian masuk ke usus halus yamg
bersifat agak basa (pH 5-8), dan berubah menjadi bentuk tidak terionisasi (Ar-NH 2).
Bentuk ini mempunyai kelarutan dalam lemak besar sehingga mudah terdifusi
menembus membran usus.
Contoh distribusi teoritis senyawa amin aromatik pada saluran cerna
dapat dilihat pada Gambar 5.

asam lemak, seperti asam salisilat, aston, fenobarbital, asam benzoat dan fenol,
pada lambung yang bersifat asam akan terdapat dalam bentuk tidak terionisasi,
mudah larut dalam lemak sehingga dengan mudah menembus membran lambung.
Senyawa yang terionisasi sempurna, pada umumnya bersifat asam atau basa
kuat, mempunyai kelarutan dalam lemak yang sangat rendah sehingga sukar
menembus saluran cerna.
Contoh: asam sulfonat dan turunan amonium kuartrener, seperti
heksamesanium, dekualinium, dan benzolkoniun klorida.
Peroral

Ar-NH2
Plasma
Lemak (pH = 7,40)

Ar-NH2 Ar-NH2

Lambung
(pH = 1-3)

Ar-NH3+

Ar-NH3+

Ar-NH2

Usus
(pH = 5-8)

Ar-NH2 Ar-NH2

Gambar 5. distribusi teoritis senyawa amin aromatik (Ar-NH 2, pKa=4,0)


dalam saluran cerna.

- Senyawa yang sangat sukar larut dalam air, seperi BaSO4, MgO, dan
AI(OH)3, juga tidak diabsorpsi oleh saluran cerna.
Contoh perbandingan absorpsi berbagai macam obat di lambung tikus pada pH
1 dan 8 dan pada usus halus tikus pada pH 4 dan 8, dapat dilihat pada
table 5.
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa saluran cerna bersifat permabel
selektif terhadap bentuktidak terionisasi obat yang bersifat mudah larut dalam
lemak.kelarutan obat dalam lemak merupakan salah stu sifat fisik yang
mempengaruhi absorpsi obat ke membran biologis. Makin besar kelarutan dalam
lemak makin tinggi pula absorpsi obat ke membran biologis.
Hal ini dapat digambarkan pada tabel 6, yang menunjukkan hubungan antara
kelarutan beberapa senyawa dalam lemak, yang dinyatakan dalam koefisien partisi
kloroform/air, dan derajat absorbsi melalui membran biologis (dinding usus).

Tabel 5. Perbandingan absorpsi beberapa obat yang bersifat asam atau basa pd
berbaai pH di lambung dan usus halus kita

% Absorpsi
Obat pKa Lambung tikus Usus halus tikus
pH1 pH8 pH4 pH8
Asam
Asam salisilat 3,0 61 13 64 10
Asetosal 3,5 35 - 41 -
Tiopental 7,6 46 34 - -
Fenol 9,9 40 40 - -
Asam benzoat 4,2 - - 62 5
Asam sulfonat - 0 0 0 0
Basa
Anilin 4,6 6 56 40 61
p-Toluidin 5,3 0 47 30 64
Aminopirin 5,0 - - 21 52
Kuinin 8,4 - 18 9 54
Benzalkonium klorida - 0 0 0 0

Tabel 6. Hubungan koefisien partisi koroform/air (P) dan prosen absorpsi bentuk
tak terionisasi beberapa senyawa asam dan basa.

Nama Obat P*) Persen Penyerapan


Tiopental 100 67
Anilin 26,4 54
Asetanilid 7,6 43
Asetosal 2,0 21
Asam barbiturat 0,008 5
Manitol < 0,002 <2

Studi tentang masalah yang berhubungan dengan absorbsi turunan amonium


kuartener pada saluran cerna kadang-kadang sangat kompleks.
Contoh:
1. Pemberian secara oral anthelmentik turunan amonium kuartener yang
bersifat basa kuat, seperti pirvinium pamoat (pavon) dan ditiazanin iodida, ternyata
obat tidak diabsorpsi saluran cerna dan bersifat toksik pada cacing di usus. Bila
terserap, senyawa menimbulkan toksisitas sistemik yang tidak diharapkan.
2. Kecepan absorpsi obat yang mudah terionkan, seperti turunan amonium
kuartener, dalam epitel usus lebih lambat dibanding molekul yang tidak bermuatan
dan kecepatannya makin lama makin menurun. Hal ini disebabkan obat berinteraksi
dengan gugus karboksilat atau sulfonat yang terdapat pada mukosa usus,
membentuk senyawa kompleks yang sukar diabsorpsi.

3. Bila trimetilen-bis (trimetilamonium) diklorida yang relatif tidak aktif


diberikan secara oral bersama-sama dengan IN 292, suatu senyawa biskuartener
yang aktif sebagai antihipertensi, akan terjadi potensiasi dan efek penurunan
tekanan darahnya meningkat. Diduga hal ini disebabkan senyawa amonium
kuartener yang tidak aktif pada mukosa sisi pengikatan sehingga absorpsi molekul
aktif meningkat. Bila keduanya diberikan bersama-sama secara intravena, tidak
terjadi efek potensiasi.

Rumus

R-O O

Trimetilan-bis(metilamonium) diklorida IN-292

2. Absorbsi obat melelalui Mata

Bila suatu obat diberikan secara setempat pada mata, sebagian diabsorpsi pada
membran konjungtiva dan sebagian lagi melalui kornea. Kecepatan penetrasi
tergantung pada derajat ionisasi dan koefisien partisi obat. Bentuk yang tidak terionisasi
dan mudah larut dalam lemak cepat diabsorbsi oleh mata. Penetrasi obat yang bersifat
asam lemah lebih cepat dalam suasana asam karena dalam suasana tersebut bentuk
tidak terinisasinya tinggi sehingga mudah menenbus membran mata. Untuk obat yang
bersifat asam lemah penetrasi lebih cepat dalam suasana basa.
3. Absorpsi obat melalui Paru
obat anastesi sistemik yang diberikan secara inhalasi akan diabsorpsi melalui epitel
paru dan membran mukosa saluran napas. Karena mempunyai luas permukaan
besar maka absorpsi melalui buluh darah paru berjalan dengan cepat. Absorpsi obat
melalui paru tergantung pada :
a. kadar obat dalam alveoli.
b. Koefisien partisi gas/darah.
c. Kecepatan aliran darah paru.
d. Ukuran partikel obat. Hanya obat dengan garis tengah lebih kecil dari
10 m yang dapaat masuk peredaran alairan paru.

4. Absorpsi obat melalui kulit


Penggunaan obat pada kulit pada umumnya ditujukan untuk memperoleh efek setempat.
Pada waktu ini sedang dikembangkan bentuk sediaan obat yang digunakan melalui kulit
dengan tujuan untuk mendapatkan efek sistemik. Absorpsi obat melalui kulit sangat
tergantung pada kelarutan obat alam lemak karena epidermis kulit berfungsi sebagai
membran lemak biologis.

B. HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN


PROSES DISTRIBUSI OBAT

Setelah masuk ke peredaran sistemik, molekul obat secara serentak didistribusikan


ke seluruh jaringan dan organ tubuh. Dengan melalui proses distribusi ini molekul obat aktif
mencapai jaringan sasaran atau resepror obat. Proses distribusi dan eliminasi obat
berlangsung secara bersamaan dan pada umumnya proses distribusi obat lebih cepat
dibanding proses eliminasi.
Kecepatan dan besarnya distribusi obat dalam tubuh bervariasi dan tergantung
pada faktor-faktor sebagai berikut :
a. Sifat kimia fisika obat, terutama kelarutan dalam lemak.
b. Sifat membran biologis.
c. Kecepatan distribusi aliran darah pada jaringan dan organ tubuh.

d. Ikatan obat dengan sisi kehilangan.


e. Adanya pengangkutan aktif dari beberapa obat.
f. Masa atau volume jaringan.

1. Struktur membran biologis

Sel kehidupan dikelilingi oleh membran yang berfungsi untuk memelihara keutuhan sel,
mengatur pemindahan makanan dan produk yang terbuang, dan mengatur keluar masuknya
senyawa-senyawa dari dan ke sitoplasma.
Membran sel bersifat semipermeabel dan mempunyai ketebalan total 8 nm. Membran sel
merupakan bagian sel yang mengandung komponen-komponen terorganisasi dan dapat berinteraksi
dengan mikromolekul secara khas. Struktur membran biologis sangat kompleks dan dapat
mempengaruhi intensitas dan masa kerja obat.
Sesudah pemberian secara oral, obat harus melalui epitel saluran cerna, membran sistem
peredaran tertentu, melewati membran kapiler menuju sel-sel organ atau reseptor obat. Bila bekerja
padamikrooganisme yang patogen, obat harus menembus membran sel mikroorganisme untuk
menghasilkan aktivasi yang diinginkan.
Membran biologis mempunyai dua fungsi utama, yaitu :
a. sebagai penghalang dengan sifat permeabilitas yang khas.
b. Sebagai tempat untuk reaksi biotransformasi energi.

a. Komponen Membran Sel


Membran sel terdiri komponen-komponen yang terorganisasi, yaitu :
1) Lapisan lemak biomolekul 35, mengandung kolesterol netral dan
fofo lipid terionkan, yang terdiri dari fosfatidiletanolamin, fosfatidilkolin,
fosfatidilserin dan spingomielin.
Berdasarkan sifat kepolarannya lapisan biomolekul dibagi menjadi dua
bagian yaitu bagian non polar, terdiri dari rantai hoidrokarbon, dan bagian
polar yang terdiri dari gugus hidroksil kolesterol dan gugus gliserilfosfat
fosfolipid.
2) Protein
3) Bentuk protein bervariasi, ada yang besar, berat molekulnya 300.000
dan ada pula yang sangat kcil. Protein bersifat ampifil karena mengandung
gugus hidrofil dan hidrofob.
4) Mukopolisakarida
Jumlah mukopolisakarida pada membran biologis kecil dan strukturnya tidak
dalamkeadaan bebas tetapi dalam bentuk kombinasi dengan lemak, seperti
glikolipid, atau dengan protein, seperti glikoprotein. Mukopolisakarida ini
berperan untuk pengenalan sel dan interaksi antigen-antibodi.
Membran sel mempunyai pori yang bergaris tengah antara 3,5-4,2 ,
merupakan saluran yang berisi air dan dikelilingi oleh rantai samping molekul
protein yang bersifat polar. Zat terlarut dapat melewati pori ini secara difusi
karena kekuatan tekanan darah.

b. Model membran sel


Dari berbagai model struktur membran sel. Ada tiga model yang penting untuk
diketahui, yaitu model Davson-Danielli, model Robertson dan model Singer dan
Nicholson.
1) Model Struktur Membran Davson-Danielli
Davson dan Danielli (1935), mengemukakan bahwa struktur membran sel
terdiri dua bagian, bagian dalam adalah lapisan lemak biomolekul, dan
bagian luar adalah satu lapis protein, yang mengapit lapisan lemak
biomolekul. protein ini bergabung dengan bagian polar lemak melalui
kekuatan elektrostatik.
model struktur membran Davson-Danielli dapat dilihat pada gambar 6.

2) Model Struktur Membran Robertson


Robertson (1964), memperjelas membran biologis Davson-Danielli yaitu
dengan mengemukakan bahwa daerah polar molekul lemak secara normal
berorientasi pada permukaan sel dan diselimuti oleh satu lapis protein pada
permukaan membran.
Model struktur membran sel hipotesis Robertson dapat dilihat pada gambar
7.

3) Model Struktur Membran Singer dan Nicholson


Singer dan Nicholson (1972), mengemukakan struktur membran yang
bereda yaitu model cairan mosaik. pada model ini struktur membran terdiri
dari lemak biomolekul dan protein globular yang tersebar diantara lemak
biomolekul tersebut. beberapa dari protein tersebut adalah integral, yaitu
protein yang secara keseluruhan melewati membran, dan yang lain adalah
protein perifer, yang bergabung hanya dengan salah satu permukaan
membran.
Model stuktur membran sel Singer dan Nicholson dpat dilihat pada gambar
8.
contoh membran biologis : sel epitel saluran cerna, sel epitel paru, sel
endotel bulih darah kapiler, sawar darah-otak, sawar darah-cairan
serebrospinal, plasenta, membran glomerolus, membran tubulus renalis, dan
sel epidermis kulit.
2. Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika dengan Proses Distribusi Obat
pada umumnya distribusi obat terjadi dengan cara menembus membran biologis
melalui proses difusi. mekanisme difusi dipengaruhi oleh struktur kimia, sifat kimia fisika
obat dan sifat membran biologis.
Proses difusi dibagi menjadi dua yaitu difusi pasif dan difusi aktif.
a. Difusi pasif
penembusan membran biologis secara difusi pasif dibedakaan menjadi tiga, yaitu
difusi pasif melalui pori (cara penyaringan), difusi pasif dengan cara melarut dalam
lemak penyusun membran dan difusi pasif dengan fasilitas.
1) Difusi pasif melalui pori
Membran sel mempunyai pori dengan garis tengah sekitar 4 dan dapat dilewati
secara difusi oleh molekul yang bersifat hidrofil, molekul dengan garis tengan yang
lebih kecil dari 4 dan molekul dengan jumlah atom C lebih kecil dari 3 atau berat
molekul lebih kecil dari 150. kecepatan difusi obat tergantung pada ukuran pori,
ukuran molekul obat dan perbedaan kadar antar membran.
sel glomerolus kapsula Bowman ginjal mempunyai membran karakteristik, dengan
pori yang lebih besar dibanding pori membran biologis lain. porinya dapat dilewati
oleh molekul obat dengan garis tengah 40 dan molekul protein dengan berat
molekul sampai 5000.
sebagian besar molekul obat mempunyai garis tengah lebih besar 4 sehingga
cara penyaringan ini kurang penting dalam mekanisme pengangkutan obat.
2) Difusi Pasif dengan Cara Melarut pada Lemak Penyusun Membran.
Overton (1901), mengemukakan suatu konsep bahwa kelarutan senyawa organik
dalam lemak berhubungan dengan mudah atau tidaknya penembusan membran
sel. senyawa nonpolar bersifat mudah larut dalam lemak, mempunyai harga
koefisien partisi lemak/air besar sehingga mudah menembus membran sel secara
difusi. Peran koefisien partisi terhadap absorpsi obat turunan barbiturat dapat
dilihat pada Gambar 9.

pada Gambar 9 terlihat bahwa makin besar nilai koefisien partisi kloroform/air dari
bentuk tak terionisasi obat, makin besar persentase obat yang diabsorpsi.

100 * Heksetal
Sekobarbital

50
P * Pentobarbital
* Buteral
(CHCl3/H20) * Asam alibarbiturat
10

5
* Aprobarbital
* Fenobarbital
1
* Barbital

0 20 40 60
% obat yang diserap

Gambar 9. Hubungan koefisien partisi lemak/air (P) terhadap bentuk tak


terionisasi beberapa obat turunan barbiturat.
Obat modern sebagian besar bersifat elektrolit lemah, yaitu asam atau basa
lemah, dan derajat ionisasinya ditentukan oleh nilai pKa dan suasana pH.
Hubungan antara pKa dengan fraksi obat terionisasi dan yang tidak
terionisasi dari obat yang bersifat asam dan basa lemah, dapat dinyatakan melalui
persamaan Henderson-Hasselbalch sebagai berikut

Untuk asam lemah :


pKa = pH + log Cu/Ci Cu = Fraksi asam yang tdk terionisasi
Ci = Fraksi asam yang terionisasi
Contoh :
RCOOH RCOO- + H+
pKa = pH + log (RCOOH) / (RCOO-)

Untuk basa lemah :


pKa = pH + log Ci / Cu Cu = Fraksi basa yang tdk terionisasi
Ci = Fraksi basa yang terionisasi

Contoh : RNH3+ RNH2 + H+


pKa = pH + log (RNH3+) / (RNH2)

3) Difusi Pasif dengan Fasilitas.


kadang-kadang beberapa bahan obat yang mempunyai garis tengah lebih besar 4 ,
dapat melewati membran sel karena ada tekanan osmosa, yang disebabkan oleh
perbedaan kadar antar membran.

Pengangkutan ni berlangsung dari daerah dengan kadar tinggi ke daerah kadar yang
lebih rendah, dan berhenti setelah mencapai keseimbangan. Gerakan ini tidak
memerlukan energi dan terjadi secara spontan.
membran sel bersifat permeabel terhadap senyawa polar tertentu. kecepatan
penetrasinya 10-10.000 kali lebih besar dibandingkan kelarutan dalam lemak. Di sini
terjadi suatu mekanisme khusus yang dapat dijelaskan dengan teori pembawa
membran.
Diduga molekul obat membentuk kompleks dengan suatu molekul pembawa dalam
membran, yang bersifat mudah larut dalam lemak, sehingga dengan mudah bergerak
menembus membran. pada sisi membran yang lain (sisi), kompleks akan terurai
melepas molekul obat, dan molekul pembawa bebas kembali ke tempat semula,
berinteraksi lagi dengan molekul obat lain, demikian seterusnya sehingga tercapai
suatu keseimbangan.
proses difusi pasif dengan bantuan pembawa membran dapat dilihat pada Gambar
10.

Gambar 10. proses penetrasi molekul obat yang bersifat hidrofil ke membran biologis
dengan bantuan pembawa.

Pembawa dapat berupa enzim atau ion yang muatannya berlawanan dengan
muatan molekul obat. penembusan obat ke dalam membran biologis di atas dapat
berjalan dengan cepat bila ada katalisator enzim dan ukuran bentuk kompleks cukup
kecil.
contoh difusi pasif dengan fasilitas adalah penetrasi gula, misal glukosa, asam amino,
gliserin, ure dan ion CI ke dalam membran sel darah merah.
b. Difusi Aktif
Penembusan membran secara difusi aktif dibedakan menjadi dua, yaitu sistem
pengangkutan aktif dan pinositosis.
1) Sistem Pengangkutan Aktif
sistem pengangkutan aktif atau transpor aktif, mirip dengan proses difusi pasif dengan
fasilitas yaitu sama-sama berdasarkan teori pembawa membran.
Perbedaannya adalah :
a. pengankutan obat dapat berjalan dari daerah yang berkadar rendah ke
daerah yang berkadar yang lebih tinggi, jadi tidak tergantung pada perbedaan
kadar antar membran.
b. pengangkutan tersebut memerlukan energi, yang berasal dari adenosin
trifosfat (ATP)
c. Reaksi membentuk kompleks obat pembawa memerlukan afinitas.
Contoh pengangkutan aktif
a. sekresi H+ dari lambung,
b. pelepasan Na+ dari sel saraf dan otot,
c. Absorpsi kembali glukosa dalam tubulus renalis,
d. pengankutan aktif K+ dan Na+ ari sel darah merah,
e. pengangkutan aktif obat, contoh : pengangkutan penisillin ke tubulus
renalis.
2) Pinositosis
Pinositosis merupakan tipe khas pengangkutan aktif dari obat yang memopunai
ukuran molekul besar dan misel-misel, seperti lemak, amilum, gliserin dan vitamin A,
D, E, K. pengangkutan ini diambarkan seperti sistem fagositosis pada bakteri. bila
membran sel didekati oleh molekul obat maka membran akan membentuk rongga
yang mengelilini melokul obat dan kemudian obat bergerak menembus membran
sel.
Proses pengangkutan aktif secara pinositosis dapat dilihat pada Gambar 11.
Mekanisme pinositosis ini berjalan sangant pelan sehingga dipandang kurang
penting sebagai suatu proses penembusan obat ke membran sel.

3. Interaksi obat dengan Biopolimer


Semua molekul organik asing yang masuk ke tubuh, kemungkinan besar berikatan
dengan konstituen jaringan atau polimer, seperti protein, lemak, asam nukleat,
mukopolisakarida, enzim biotransformasi dan reseptor.

Pengikatan obat-polimer dipengaruhi oleh bentuk konformasi molekul obat dan


pengaturan ruang-ruang dari gugus-gugus fungsional.
Besar dan tipe interaksi obat-polimer tergantung pada sifat kima fisika molekul obat dan
karakteristik biopolimer. Molekul obat berinteraksi dengan lebih dari satu polimer yang
berada dalam cairan luar sel, membran sel dan cairan dalam sel. Interaksi obat-
biopolimer mempengaruhi awal kerja dan masa kerja obat serta besar efek biologis yang
ditimbulkannya.
Berdasarkan sifatnya, interaksi obat-biopolimer dikelompokkan menjadi dua, yaitu
interaksi tidak khas dan interaksi yang khas.
a.Interaksi Tidak Khas
Interaksi tidak khas adalah interaksi obat dengan biopolimer, yang hasilnya tidak
memberikan efek yang berlangsung lama dan tidak menyebabkan perubahan struktur
molekul obat maupun biopolimer.
Interaksi ini bersifat terpulihkan, ikatan kimia yang terlibat umumnya
mempunyai kekuatan yang relatif lemah. Interaksi tidak khas ini menghasilkan
respons biologis. Contoh interaksi tidak khas obat dengan biopolimer antara lain
adalah interaksi obat dengan protein, jaringan, asam nukleat, mukopoliakarida dan
lemak.

1) Interaksi Obat dengan Protein


di dalam tubuh terdapat protein, baik pada plasma darah maupun jaringan, yang
dapat berinteraksi dengan hampir semua molekul obat. Interaksi obat-protein
bersifat terpulihkan dan ikatan kimia yang terlibat dalam interaksi ini adalah
ikatan-ikatan ion, hidrogen, hidrofob dan ikatan van der Waals. Pengikatan obat-
biopolimer sebagian besar terjadi dalam cairan darah dan kadar obat bebas
dalam darah selalu berkaitan dengan kadar obat yang terikat pada protein
plasma.
Kurang lebih 6,5% komposisi darah adalah protein, dan 50% dari protein
tersebut adalah albumin, yang mempunyai peran penting dalam proses
pengikatan obat. Albumin mempunyai berat molekul 69.000, bersifat amfoter,
mempunyai pH isoelektrik yang lebih rendah dibanding pH fisiologis (7,4),
sehingga dalam darah akan bermuatan negatif. Karena mengandung ion Zwitter,
albumin dapat berinteraksi baik dalam kation maupun anion obat. Selain
albumin, protein yang sering mengikat obat adalah -globuin

Bila protein plasma telah jenuh, obat bebas dalam cairan darah berinteraksi
dengan reseptor dan menimbulkan respons biologis. Bila kadar obat bebas
dalam darah menurun, kompleks obat-protein plasma akan terurai dan obat
bebas kembali ke plasma darah.
Untuk berinteraksi dengan protein plasma, molekul obat harus mempunyai
struktur dengan derajat kekhasan tinggi walaupun tidak terlalu khas seperti pada
interaksi obat-reseptor. Pada umumnya, pengikatan obat oleh protein plasma
lebih tergantung pada struktur kimia dibanding dengan koefisien partisi lemak/air.

Contoh :
Analog tiroksin, untuk dapat bergabung secara maksimal dengan albumin
plasma, strukturnya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut, yaitu
mempunyai :
a. struktur inti difenileter,
b. empat atom iodida pada posisis 4,5 dan 3, 5,
c. gugus hidroksi fenol bebas,
d. rantai samping alanin atau gugus anion yang terpisah dengan tiga
atom C dari inti aromatik.
Bila salah satu keempat syarat di atas tidak dipenuhi maka penggabungan
analog tiroksin dengan albumin plasma menjadi rendah.
Hubungan antara struktur analog tiroksin dengan penggabungan
terhadap albumin plasma dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hubungan antar struktur analog tiroksin dengan penggabungan


terhadap albumin plasma

Truktur Umum
Tetapan
R 3,5 3, 5 R Persyaratan
Penggabungan
H I,I ,I CH2-CH(NH2)-COOH 500.000 a,b,c,d (+)
H I,I I,I CH2-CH2-COOH 160.000 a,b,c,d (+)
H I,I I,I CH2-COOH 100.000 d (-)
H I,I I,I COOH 72.000 d (-)
H I,I I,I CH2-CH2-NH2 32.000 d (-)
CH3 I,I I,I CH2-CH(NH2)-COOH 20.000 c (-)
H Cl,Cl Cl,Cl CH2-CH(NH2)-COOH 23.000 b (-)
H I,H I,I CH2-CH(NH2)-COOH 24.000 b (-)
H H,H I,I CH2-CH(NH2)-COOH 6.000 b (-)
H H,H H,H CH2-CH(NH2)-COOH 660 b (-)

Pada tabel 7 terlihat bahwa perubahan struktur rantai samping alanin,


hilangnya atom iodida dan perubahan gugus hidroksil fenol akan
menurunkan penggabungan analog tiroksin dengan albumin plasma secara
drastis.
Kompleks obat-protein mempunyai beberapa fungsi, antara lain adalah :
a. pengangkutan senyawa biologis, contoh : pengangkutan O2
oleh hemoglobin, Fe untuk transferin dan Cu oleh seruloplasmin.
b. detoksifikasi keracunan logam berat,pada keracunan Hg, Hg
diikat secara kuat oleh gugus SH protein sehingga efek toksiknya dpat
dinetralkan.
c. Meningkatkan absorbsi obat, contoh : dikumarol diabsorpsi
dengan baik oleh usus karena dalam darah obat diabsorpsi secara
kuat oleh protein plasma.
d. Mempengaruhi sistem distribusi obat yaitu dengan membatasi
interaksi obat dngan reseptor khas, menghambat metabolisme dan
ekskresi obat, sehingga memperpanjang masa kerja obat. Contoh:
suramin, obat antitripanosoma, bila diberikan dalam dosis tunggal
secara intravena, dapat mencegah serangan penyakit tidur selama
beberapa bulan. Hal ini disebabkan ikatan kompleks suramin-protein
plasma cukup kuat dan kompleks mempunyai ukuran molekul yang
besar sehingga tidak dapat melewati penyaringan glomerolus.
Kompleks suramin-protein plasma tersebut terdisosiasi dengan
lambat, melepas obat bebas sedikit demi sedikit sehingga obat
mempunyai masa kerja yang panjang.

Ikatan obat-protein sebenarnya tidak diharapkan karena obat dalam


bentuk terikat dengan protein secara farmakologis tidak aktif. Ikatan
tersebut bersifat terpulihkan, sehingga bila ada gangguan
kesetimbangan, obat bebas akan dilepaskan kembali ke cairan tubuh.

2) Interaksi Obat dengan Jaringan


Selain dengan protein plasma, obat dapat pula berinteraksi dengan jaringan
membentuk depo obat di luar plasma darah.
Contoh :
1. Klorpromazin HCI, suatu obat tranquilizer, pada keadaan kesetimbangan
ternyata perbandingan total obat dalam jaringan otak dan plasma darah = 501 : 10,
yang berarti klorpromazin lebih terikat pada jaringan otak dibanding protein plasma.
Perbandingan kadar klorpromazin HCI dalam jaringan otak dan jaringan plasma
dapat dilihat pada Gambar 12.
2. Kuinakrin (Atebrin), suatu obat antimalaria, empat jam setelah pemberian
oral ternyata kadar total obat dalam jaringan hati 2000 kali lebih besar dibandin
kadar total pada protein plasma.

Jaringan otak Membran lemak Plasma darah


Obat bebas = 1 Obat bebas = 1
Selektif permiabel
Obat terikat = 500 Obat terikat = 10
Total = 501 Total = 11
Gambar 12. Kadar klorpromazin HCI dalam jaringan otak dan plasma darah. Angka-angka
merupakan perbandingan

Ikatan kompleks obat-jaringan kadang-kadang mempengaruhi aktivitas biologis obat.


Pengikatan obat oleh protei plasma dan jaringan dapat memberi penjelasan mengapa
kadar total obat yang tinggi dalam darah belum tentu mempunyai keefektifan yang
tinggi. Hal ini dijelaskan dengan membandingkan kadar hipotetik obat A dan B dalam
darah dan jaringan, seperti yang terlihat pada Gambar 13.

Obat terikat

Kadar total Obat bebas


KEM

Darah Jaringan Darah Jaringan


Obat A Obat B
Gambar 13. Kadar hipotetik obat A dab B dalam darah dan jaringan.
Dari gambar 13 disimpulkan hal-hal sebagi berikut :
a. Kadar total obat A dalam darah lebih besar dibanding kadar total obat
B.
b. Bentuk terikat obat A lebih besar dibanding obat B.
c. Obat B lebih efektif dibanding obat A karena kadar obat B bebas lebih
besar dibanding obat A dan di atas kadar efektif minimal (KEM) sehingga
dapat menimbulkan respons biologis.

Jadi yang lebih menentukan respon biologis adalah kadar obat bebas dalam
darah dan bukankadar total obat dalam darah.

3) Interaksi Obat dengan Asam Nukleat


Beberapa obat tertentu dapat berinteraksi dengan asam nukleat, dan terikat secara
terpulihkan pada asam ribosnulkeat (RNA), asam deoksiribonukleat (ADN) atau
nukleotida inti sel.
Contoh : kuinakrin, obat antimalaria, akan terikat pada asam nukleat dengan kuat
sehingga untuk mencapai secara cepat kadar kemoterapetik harus diberikan dosis
awal yang besar.
4) Interaksi Obat dengan Mukopolisakarida
Mukopolisakarida merupakan makromolekul yang mempunyai gugus-gugus polar
dan sebagian besar bermuatan negatif. Daya hidrasinya sangan kuat, dan
makromolekul ini dapat mengikat secara tidak khas obat yang bermuatan positif.
5) Interaksi Obat dengan Jaringan Lemak
tubuh mengandung lemak netral cukup besar 20-5-% berat badan, yang berfungsi
sebagai depo obat-obat yang mudah larut lemak. Dalam depo lemak, obat terikat
pada trigliserida netral asam lemak, fosfolipid yang bersifat polar, seperti lisetin dan
sefaelin, sterol, seperti kolesterol, dan glikolipid, seperti serebrosida.

Ikatan obat-jaringan lemak bersifatterpulihkan dan tidak begitu kuat. sifat kelarutan
dalam lemak dapat berpengaruh terhadap aktivitas biologis obat.
Contoh :
1. Tiopental, suatu obat anastesi sistemik turunan tiobarbiturat, mempunyai
awal kerja dan masa kerja yang sangat singkat sehingga dimasukkan dalam
golongan barbiturat dengan kerja sangat singkat.
Mekanisme kerjanya dijelaskan sebagi berikut:
Tiopental (pKa = 7,6) mempunyai nilai kofisien partisi lemak/air =100 (log P = 2).
Dalam plasma darah yang mempunyai pH 7,4 tiopental terdapat dalam bentuk
tidak terionisasi 50%, yang mempunyai kelarutan dalam lemak sangat besar.
Setelah pemberian dosis tunggal secara intravena, dalam waktu beberapa detik,
tiopental dengan cepat didistribusikan ke jaringan otak atau sistem saraf pusat,
yang mengandung banyak jaringan lemak sehingga kadar dalam jaringan otak
lebih besar dibanding kadar dalam plasma darah dan jaringan otak lebih besar
dibanding kadar dalam plasma dan teradi efek anastesi (awal kerja obat cepat).
Tiopental yang berada dalam plasma darah dengan cepat terdistribusi dan
dihimpun dalamdepo lemak; makin lama makin banyak sehingga kadar obat
dalamplasma menurun secara drastis. Untuk mencapai kesertimbangan,
tiopental yang berada pada jaringan otak akan masuk kembali ke plasma darah
sehinggakadar anastesi tidak tercapai lagi dan efek anastesi segera berakhir
(masa kerja obat singkat). Di sini masa kerja tiopental tidak tergantung
pada kecepatan metabolisme atau ekskresinya tetapi lebih tergantung pada
kecepatan distribusinya. Estelah 3 jam pemberian, kadar tiopental dalam depo
lemak 10 kali lebih besar dibanding kadar obat dalam plasma.
Heksobarbital (pKa = 8,4), suatu turunan N-metilbarbiturat, mempunyai awal
kerja cepat dan masa kerja yang singkat dalam prinsip kerja seperti tiopental.

2. Heksafluorenium (Milaksen), suatu senyawa pemblok saraf otot, relatif tidak


efektif bila diberikan pada binatang percobaan normal. Tetapi bila binatang
tersebut sebelumnya telah diberi obat anastesi, seperti siklopropan atau eter,
maka terjadi pemblokan fungsi otot. Diperkirakan bahwa pada binatang normal,
heksafluorenin terserap sempurna oleh tempat pengikatan pada jaringan lemak
sehingga tidak menimbulkan efek pemblokan. bila binatang tersebut telah
terlebih dahulu diberikan obat anastesi, tempat pengikatan obat pada jaringan
lemak akan berkurang sehingga pemberia heksafluorenium menyebabkan
kadarv obat dalam obat dan penghubung saraf otot cukup besar, dan terjadi
efek pemblokan.

6). Pengaruh lain-lain dari Interaksi Tidak Khas


pada interaksi tidak khas, jumlah obat yang terikat pada tempat pengikatan
merupakan fungsi dari kadar obat, afinitas obat terhadap tempat pengikatan dan
kapasitas tempat pengikatan. Tempat pengikatan obat jumlahnya terbatas
sehingga kemungkinan dapat terjadi kejenuhan, walaupun pada dosis normal
keadaan tersebut jarang terjadi.
Afinitas terhadap tempat poengikatan dari tiap obat berbeda-beda, sehingga
kemungkinan terjadi persaingan antar molekul obat atau molekul obat dengan
bahan normal tubuh dalam memperebutkan tempat pengikatan. Hal ini dapat
memberikan pengaruh yang menguntungkan atau merugikan.
Contoh :
1. Fenilbutazon, oksifenbutazon, sulfinpirazon, etilbishidroksikumarin
asetat, bishidroksikumarin dan asam salisilat dapat mendesak turunan
sulfonamida dari ikatannya dengan albumin plasma. Sulfonamida yang
terbebaskan mendifusi ke jaringan dan menimbulkan efek antibakteri.
2. Asam salisilat dosis tinggi dapat mendesak tiroksin dari ikatannya dengan
protein plasma. Tiroksin yang terbebaskan berinteraksi dengan reseptor dan
menimbulkan respon biologis. Pada dosis normal, semua asam salisilat
berinteraksi dengan sisi pengikatan tubuh sehingga tidak menimbulkan efek
seperti tiroksin.

3. Turunan sulfonilurea, seperti tolbutamid dan klorpropamid. Suatu obat


antidiabetes, dapat mendesak insulin dari ikatannya dengan protein plasma
sehingga seolah-olah terjadi pelepasan insulin dari sel -pankreas. Insulin yang
terbebaskan kemudian berfungsi sebagai antidiabetes.
4. Fenilbutazon, oksifenbutazon, sulfonamida, klofibrat dan
noretandrolon, dapat mendesk obat antikoagulan turunan kumarin, seperti
dikumarol dan walfarin, dari ikatannya dengan protein plasma. Anti koagulan
yang terbebaskan berkompetisi dengan vitamin K tubuh yang berfungsi untuk
proses pembekuan darah sehingga waktu pembekuan darah menjadi lebih lama.
Akibatnya bila terjadi luka akan timbul perdarahan yang hebat.
Kadang-kadang beberapa obat tertentu berikatan secara takterpulihkan
(irreversible) dengan mineral yang dalam struktur tubuh dan hal ini ternyata
dapat merugikan.
Contoh :
1. Tetrasiklin dapat menyebabkan warna gigi menjadi kunung yang
tetap bila diberikan pada anak usia di bawah 8 tahun karena membentuk
kompleks yang tak terpulihkan dengan ion Ca struktur gigi.
2. Vitamin D, hormon paratiroid dan senyawa pengikat mineral,
dalam dosis besar dan waktu pemberian yang cukup lama menyebabkan
kerapuhan tulang karena senyawa-senyawa di atas mengikat ion Ca tulang
secara tak terpulihkan.
b. Interaksi Khas
Interaksi khas adalah interaksi yang menyebabkan peubahan struktur makromolekul
reseptor sehingga timbul rangsangan perubahan fungsi fisiologis normal, yang
diamati sebagai respon biologis. Yang termasuk interaksi khas adalah interaksi obat
dengan enzim biotransformasi dan interaksi obat dengan resptor.
1) Interaksi Obat dangan Enzim Biotransformasi
Interaksi obat-enzim biotransformasi, ditinjau dari tipe interaksi, bersifat relatif tidak
khas tetapi bila ditinjau dari akibat interaksi ternyata bersifat khas.
Contoh :
1. Fisostigmin, suatu penghambat enzim asetilkolinesterase, dapat
menghambat pemecahan astilkolin pada reseptor khas sehingga terjadi
pengumpilan asetilkolin dalam tubuh dan menimbulkann respons kolinergik.
2. Azetolzolamid, suatu penghambat enzim karbonik anhidrase, dapat
menghambat pembentukan asam bikarbonat sehingga jumlah H + yang digunakan
sebagai penggati Na+ dalam tubulus renalis berkurang. yang tidak diabsorpsi
kembali kemudian dikeluarkan bersama-sama dengan molekul air dan
menimbulkan diuresis.

3. Tetraetiltiuram disulfida (Disulfiram), dapat menghambat kerja


aldehid oksidase, suatu enzim yang mengksidasi alkohol menjadi
astaldehid, produk metabolisme yang bersifat toksik. Hambatan tersebut
menyebabkan pembentukan asetaldehid menurun sehingga toksisitas
alkohol menjadi rendah. Oleh karena itu disulfiram digunakan untuk
pengobatan kecanduan alkohol.
4. Tranil sipromin, dapat mengghambat kerja enzim monamin oksidase,
suatu enzim yang mengoksidasi katekolamin. Akibatnya terjadi
pengumpulan katekolamin pada jaringan sehingga menyebabkan efek
rangsangan pada sistem saraf pusat.
5. Alopurinol, dapat menghambat kerja enzim xantin oksidase,
suatu enzim yang mengoksidasi turunan xantin menjadi asam urat.
Hambatan tersebut menyebabkan produksi asam urat menurun
sehingga alopurinol dapat digunakan untuk pengobatan penyakit
piral.

2) Interaksi Obat dengan Reseptor


Tubuh mengandung makromolekul protein yang antara lain dapat berfungsi sebagai
berikut :
a. Menyusun alat regenerasi sel, contoh : asam nukleat.
b.Untuk pengangkutan senyawa biologis, contoh : hemoglobin untuk
pengikatan O2.
c. Untuk kontraksi otot, contoh: aktin dan miosin.
d. Sebagai katalisator dan mengontrol proese mekanisme tibuh,
contoh: enzim.
e. Sebagai reseptor obat.

Fungsi organ khas diatur oleh makromolekul yang bekerja sebagai pemicu biologis
dan dapat mengubagh suatu bentuk energi menjadi bentuk yang lain. Fungsi pemicu
biologis tergantung pada struktur makromolekul yang terlibat. Bila suatu makromolekul
berinteraksi dengan gugus fungsional makromolekul resptor, timbul suatu energi yang
akana berkompetisi dengan energi yang menstabilkan makromolekul tersebut, terjadi
perubahan struktur dan distribusi muatan molekul, menghasilkan makromolekul dengan
bentuk konformasi yang baru. Perubahan konformasi ini merupakan bagian penting
dalam sistempemicu biologis karena dapat menyebabkan modifikasi fungsi organ khas
sehingga timbul respons biologis. Respon biologis inilah yang merupakan perbedaan
utama antar interaksi khas dan interaksi yang tidak khas.
Reseptor obat adalah suatu makromolekul jaringan sel hidup, mengandung gugus
fungsional atau atom-atom terorganisasi, reaktif secara kima dan bersifat khas, yang
dapat berinteraksi secara terpulihkan dan molekul obat yang mengandung gugus
fungsional khas, menghasilkan respons biologis tertentu.
Respons obat bukan suatu enzim, tetapi sifatnya mirip dengan enzim dan
merupakan bagian lengkap dan terorganisasi dalam struktur sel. Sampai sekarang
reseptor obat masih sulit diisolasi dan baru sedikit yang berhasil dipisahkan dengan
teknik isolasi yang ada.

Interaksi obat-reseptor terjadi melalui dua tahap yaitu :


a. Kombinasi molekul obat dnegan reseptor khas. Interaksi ini memerlukan
afinitas.
b. Kombinasi yang dapat menyebabkan perubahan konformasi makromolekul
protein sehingga timbul respons biologis.
Kombinasi obat-reseptor ini memerlukan efikasi (aktivitas intrinsik) yaitu
kemampuan obat untuk mengubah bentuk konformasi makromolekul protein
sehingga dapat menimbulkan respons biologis.

Afinitas afinitas
O + R Kompleks (OR) Reseptor biologis
Obat Reseptor
Reseptor mempunyai dua bagian yang khas yaitu :
a. Bagian yang bertanggung jawab terjadinya afinitas sehingga
terbentuk kompleks obat-reseptor.
b. Bagia
n yang bertanggung jawab terjadinya efikasi sehingga timbul
respons biologis.
Contoh interaksi beberapa obat dengan reseptor khasnya dan respons biologis
yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Reseptor khas obat dan Respons biologis yang dihasilkan


Reseptor Nama Obat Reseptor Biologis
Adeil siklase Efinefrin Adrenergik
Timidilat sintetase 5-Fluorourasil Antikanker
ADN Mekloretamin Antikanker
ADN Klorokuin Antimalaria
Transfer kompleks ARN- asam amino Tetrasiklin Antibiotik
Ribosom 30 S Streptomisin Antibiotik
Ribosom 50 S Kloramfenikol Antibiotik
Dihidropteroat sintetase Sulfonamida Bakteriostatik
Dihidrofolat reduktase Pirimetamin Antimalaria
Dididrofolat reduktse Metotreksat Antileukimia
Transpeptidase Penisilin Antibiotik
Transpeptidase Sefalosporin Antibiotik
Prostaglandin sintetase Asetosal Analgesik
Suksinat dehidrogenase Tiabendazol Anthelmentik

C. HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMA FISIKA


DENGAN PROSES EKSKRESI OBAT

Sebagian besar obat diekskresi ke luar tubuh melalui paru, ginjal, empedu atau hati,
dan sebagian kecil dengan kadar yang rendah diekskresikan melalui air liur dan air susu.
1. Ekskresi obat melalui paru
Obat yang diekskresi melalui paru terutama adalah obat yang digunakan secara
inhalasi, seperti siklopropan, etilen, nitrogen oksida, halotan, eter, kloroform dan
enfluran. Sifat fisik yang menentukan keceapatan ekskresi obat malalui paru adalah
koefisien partisi darah/udara. Obat yang mempunyai koefisin partisi darah/udara kecil,
seperti siklopropan dan nitrogen oksida, diekskresikan dengan cepat, sedang obat yang
koefisien partisi darah/udara besar, seperti eter dan halotan, diekskresikan lebih
lambat.
2. Ekskresi Obat melalui Ginjal
Salah satu jalan terbsar untuk ekskresi obat adalah malalui ginjal.
Ekskresi obat melalui ginjal melibatkan tiga proses, yaitu penyaringan glomerolus,
absorpsi kembali secara pasif pada tubulus ginjal dan ekskresi aktif pada tubulus ginjal.
a. Penyaringan glomerolus
Ginjal menerima 20-25% cairan tubuh dari curah jantung 1,2-1,5 liter darah per
menit, dan 10% diasring melalui glomerolus. Membran glomerolus mempunyai
pori karakteristik sehingga dapat dilewati oleh molekul obat dengan garie tengah
40, brat molekul lebih kecil dari 5000 dan obat yang mudah larut dalam cairan
plasma atau obat yang bersifat hidrofil.

b. Absorpsi Kembali secara Pasif pada Tubulus Ginjal


Sebagian besar obat akan diabsorbsi kembali dalam tubulus ginjal melalui proses
difusi pasif. Absorpsi kembali molekul obat ke membran tubular tergantung pada
sifat kimia fisika, seperti ukuran molekul dan koefisien partisi lemak/air. Obat yang
bersifat elektrolit lemah pada urin normal, pH = 4,8-7,5, sebagian besar akan
terdapat dalam bentuk tidak terdisosiasi, mudah larut dalam lemak, sehingga
mudah diabsorpsi kembali oleh tubular.
Obat yang bersifat asam lemah, seperti asam salisilat, fenobarbital, nitrofurantoin,
asam nalidiksat, asam benzoat, sulfonamida, ekskresinya akan meningkat bila pH
urin dibuat asam. Contoh : waktu paro biologis sulfaetidol yang bersifat asam
lemah pada pH urin = 5 adalah 11,5 jam, sedang pada pH urin 8, waktu paronya
menurun menjadi 4,2 jam.
Obat yang bersifat asam lemah, ekskresinya akan meningkat bila pH urin dibuat
aam dan menurun bila pH urin dibuat basa.

Contoh obat bebas lemah antara lain kuinakrin, klorokuin, nikotin, prokain,
meperidin, kuinin, amfetamin, imipramin dan antihistamin.
Asam kuat, dengan pKa lebih kecil dari 2,5 dan basa kuat, dengan pKa lebih
besar dari 1,2 terionisasi sempurna pada pH urin sehingga sekresinya tidak
terpengaruh oleh pH urin.

C. Sekresi pengangkutan Aktif pada Tubulus Ginjal obat dapat bergerak dari
plasma darah ke urin melalui membran tubulus ginjal dengan mekanisme
pengangkutan aktif.
Contoh :
1) Bentuk terionisasi obatyang bersifat asam, seperti asam salisilat, penisilin,
probensid, diuretik turunan tiazida, asamaminohipurat, konjugat sulafat, konjugat
asam glukoronat, indometasin, klorpropamid dan furosemid.
2) Bentuk terionisasi obat yang bersifat basa, seperti morfin, kuinin, meperidin,
prokain, histamin, tiamin, dopamin dan turunan amonium kuartener.
Proses pengangkutan aktif obat di tubulus dapat memberi penjelasan mengapa
antibiotika turunan penisilin cepat diekskresi dari tubuh.Kombinasi probenesid
dengan penisilin akan meningkatkan masa kerja penisilin karena probenesid dapat
menghambat sekresi pengangkutan aktif penisilin secara kompetitif sehingga
ekskresi penisilin menurun, kadar penisilin dalam darah tetap tinggi dan
menimbulkan aktivitas lebih lanjut.
3. Ekskresi Obat melalui Empedu
Obat dengan berat molekul lebih kecil dari 150 dan obat yang telah dimetabolisis
menjadi senyawa yang lebih polar, dapat diekskresikan melalui hati, melewati empedu,
menuju ke usus dengan mekanisme pengangkutan aktif. Obat tersebut biasanya dalam
bentuk terkonjugasi denag dengan asam glukoronat, asam sulfat atau glisin. Di usus
bentuk konjugat tersebut secara langsung diekskresi melalui tinja, atau dapat
mengalami proses hidrolisis oleh enzim atau bakteri usus menjadi senyawa yang
bersifat non polar, sehingga diabsorpsi kembali k plasma darah, kembali ke hati,
dimetablisis, dikeluarkan lagi melalui empedu menuju ke usus, demikian seterusnya
sehingga merupakan suatu siklus, yang dinamakan siklus enterohepatik.
Siklus ini menyebabkan masa kerja obat menjadi lebih panjang.
Contoh obat yang mengalami proses siklus enterohepatik antara lain adalah hormon
estrogen, indometasin, digitoksin dan fenolftalein, sedang obat yang langsung
diekskresikan melaui empedu dengan mekanisme pengangkutan aktif antara alin
adalah penisilin, rifampisis, streptomisin, tetrasiklin, hormon steroid dan glikosida
jantung.

Skema proses sekresi obat dari tubuh dijelaskan dengan bagan pada Gambar 14.
Obat
(per oral) Ekspirasi
Penyerapan
Obat Paru

Saluran cerna

Hati Peredaran darah


Ginjal

Empedu Glomerulus

Penyaringan ultra
(obat terionisasi),
Hidrofilik Siklus enterohepatik sukar larit lemak)
Bakteri
Tubulus

Lipofilik Ekskresi

Usus besar
(Transpor aktif)

Reabsorpsi

(obat tdk terionisasi,


Mudah larut lemak)

Tinja Urin
BAGAN

Gambar 14. Proses ekskresi obat dari tubuh.

Pertemuan ke IV
HUBUNGAN STRUKTUR DAN PROSES METABOLISME OBAT

Proses metabolisme dapat mempengaruhi aktivitas biologis, masa kerja dan


toksisitas obat, sehingga pengetahuan tentang metabolisme obat dan senyawa organik
asing lain (xenobiotika) sangat penting dalam bidang kimia medisinal. Studi metabolisme
obat dan senyawa organik asing lain telah berkembang pesat pada dekade terakhir ini.
Studi ini sangat penting oleh karena dapat digunakan untuk :
1. Menilai atau menaksir efikasi dan keamanan obat.
2. Merancang pengaturan dosis.
3. Menaksir kemungkinan terjadinya resiko atau bahaya dari zat pengotor.
4. Mengevaluasi toksisitas bahan kimia.
5. Mengembangkan bahan tambahan makanan, peptisida dan herbisida dengan
mengetahui proses metabolismenya pada manusia, hewan, dan tanaman.
6. Dasar penjelasan terjadinya proses toksik, seperti karsinogenik, teratogenik dan
nekrosis jaringan.
Suatu obat dapat menimbulkan respons biologis dengan melalui dua jalur, yaitu
antara lain :
a. Obat aktif setelah masuk ke peredaran darah, langsung berinteraksi dengan
reseptor dan menimbulkan respons biologis.
b. Pra obat setelah masuk ke peredaran darah mengalami proses metabolisme
menjadi obat aktif, berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respons biologis
(bioaktivasi).
Secara umum, tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat menjadi metabolit
tidak aktif dan tidak toksik (bioinaktivasi atau detoksifikasi), mudah larut dalam air dan
kemudian diekskresikan dari tubuh.
Hasil metabolit beberapa obat bersifat lebih toksik dibanding dengan senyawa induk
(biotoksifikasi), dan ada pula hasil metabolit obat yang mempunyai efek farmakologis
berbeda dengan senyawa induk. Contoh :
1. Bioaktivasi dan bioinaktivasi
Prontosil rubrum, suatu antibakteri turunan sulfonamida, dalam tubuh mengalami
reduksi menjadi sulfanilamid yang aktif sebagai antibakteri (bioaktivasi) dan kemudian
terasetilasi membentuk asetilsulfanilamid yang tidak aktif (bioinaktivasi).
2. Bioaktivasi dan biotosifikasi
Obat analgesik turunan para-aminofenol, seperti asetanilid dan fenasetin, di tubuh
mengalami metabolisme membentuk parasetamol (asetaminofen), yang aktif sebagai
analgesik (bioaktivasi). Senyawa-senyawa di atas kemudian dimetabolisis lebih lanjut
menjadi para-aminofenol, turunan-turunan anilin, N-oksida dan hidroksilamin, yang
diduga sebagai penyebab terjadinya methemoglobin (biotoksifikasi).
Contoh obat yang hasil metabolitnya mempunyai efek farmakologis berbeda dengan
senyawa induk adalah iproniazid. Iproniazid adalah sutu obat perangsang sistem saraf
pusat, dalam tubuh dimetabolisis menjadi isoniazid yang berkhasiat sebagai
antituberkulosis.
Beberapa senyawa tidak mengalami proses metabolisme dan dieksresikan dari
tubuh dalam bentuk tidak berubah. Contoh :
a. Senyawa yang tidak larut dalam cairan tubuh, tidak diserap oleh saluran cerna dan
tahan terhadap pengaruh kimiawi dan enzimatik saluran cerna. Senyawa ini langsung
dikeluarkan melalui tinja, contoh : barium sulfat dan oleum ricini.
b. Senyawa yang mudah larut dalam cairan tubuh dan tahan terhadap pengaruh
kimiawi dan enzimatik. Senyawa ini relatif tidak toksik dan cepat dikeluarkan melalui
urin, contoh : asam mendelat, asam sulfonat, alifatik dan aromatik.

Pengertian umum metabolisme obat adalah mengubah senyawa yang relatif non
polar, mejadi senyawa yang lebih polar sehingga mudah dikeluarkan dari tubuh. Banyak
molekul senyawa organik yang mudah larut dalam lemak, diserap oleh saluran cerna dan
masuk ke peredaran darah. Molekul tersebut kemudian menembus membran biologis
secara difusi pasif, mencapai organ sasaran dan menimbulkan efek farmakologis. Karena
ada proses absorpsi kembali ditubulus ginjal, sangat sedikit molekul lipofil yang
diekskresikan melalui urin .

Bila obat yang bersifat lipofil tersebut tidak mengalami proses metabolisme, obat
tetap berada dalam peredaran darah atau pada jaringan, dan akan menunjukan efek
biologis yang tidak terbatas. Karena ada usa-usaha tubuh untuk mengeliminasi senyawa
asing, maka sebagian besar obat mengalami metabolisme, diubah menjadi senyawa yang
yang bersifat lebih polar, secara farmakologis tidak aktif dan relatif tidak toksik,kemudian
dikeluarkan melalui urin atau tinja.
Secara keseluruhan proses metabolisme molekul obat dan senyawa endogen, seperti
protein, lemak dan steroid, hanya melibatkan sejumlah keciltpe-tipe reaksi kimia dan relatif
melibatkan sejumlah besar enzim, baik enzim yang khas maupun tidak khas.
Secara skematik proses metabolismo obat dapat dilihat pada Gambar 17.

A. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI METABOLISME


OBAT

Metabolisme obat secara normal melibatkan lebih dari satu proses kimiawidan
enzimatik sehingga menghasilkan lebih dari satu metabolit. Jumlah metabilit ditentukan
oleh kadar dan aktivitas enzim yang breperan pada proses metabolisme. Kecepatan
metabolisme dapat menentukan intensitas dan masa kerja obat. Kecepatan ini
kemungkinan berbeda-beda pada masing-masing individu. Penurunan kecepatan
metabolisme akan meningkatkan intensitas dan memperpanjang masa kerja obat, dan
kemungkinan meningkatkan toksisitas obat. Kenaikan kecepatan metabolisme akan
menurunkan intensitas dan memperpendek masa kerja obat sehingga obat menjadi tidak
efektif pada dosis normal.
Faktor-faktor yang mempengaruh matabolisme obat antara lain adalah faktor genetika atau
keturunan, perbedaan pesies dn galur, perbedaan jenis kelamin, perbedaan umur,
penghambatan enzim metabolisme, induksi enzim metabolisme dan faktor lain-lain.
Gambar 17. Skema metabolisme obat (Reaksi fasa I dan II).

1. Faktor Genetika atau Keturunan


Perbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah obat Kadang-kadang terjadi
dalam sistem kehidupan. Hal iniimenunjukan bahwa faktor genetika atau keturunan ikut
berperan terhadap adanya peredaan kecepatan metabolisme obat.
Contoh : metabolisme isoniazid, suatu obat antituberkulosis, terutama melalui proses
N-asetilasi.
Studi terhadap kecepatan asetilasi isoniazida menunjukan bahwa ada perbedaan
kemampuan asetilasi dari individu-individu. Orang Jepang dan Eksimo merupakan
asetilator cepat sedang orang Eropa timur dan Mesir adalah setilator lambat. Waktu
paruh isoniazid pada asetilator cepat bervariasi antara 45-80 menit, dan pada
aasetilator lambat antara 140-200 meit. Reaksi asetilasi melibatkan perpindahan ggus
asetil dan dikatalisis oleh enzim N-asetil transferase. Asetilator cepat mempunyai enzim
N-asetil transferase yang jauh lebih besar dibaning asetilator lambat. Aktivitas
antituberkulosis isoniazid sangat tergantung pada kecepatan asetilasinya. Pada
asetilaor cepat, isoniazid cepat dieksresikan dalam bentuk asetilisoniazid yang tidak
aktif, sehingga obat mempunyai masa kerja pendek dan memerlukan dosis pengobatan
yang lebih besar. Pada asetilator lambat, kemngkinan terjadi efek samping yang tidak
dikehendaki lebih besar, misalnya neuritis perifer.
Hidralazin, prokainamid dan dapson juga menunjukan kecepatan asetilasi yang
berbeda secara genetik.
Factor gentika juga berpengaruh terhadap kecepatan oksidasi dari fenitoin,
fenilbutazon, dikumarol dan nortriptilin.

2. Perbedaan Spesies dan Galur


Pada proses metabolisme obat, perubahan kimia yang terjadi pada spesies dan
galur kemungkinan sama atau sedikit berbeda, tetapi kadang-kadang ada perbedaan
yang cukup besar pada reaksi metabolismenya. Pengamatan pengaruh perbedaan
spesies dan gaur terhadap metabolisme obat sudah banyak dilakukan, yaitu pada tipe
reaksi metabolik atau perbedaan kualitatif dan pada kecepatan metabolisme atau
perbedaan kuantitatif

Contoh :
a. Fenilasetat, pada manusia terkonjugasi dengan glisin atau glutamin,
sedang pada kelinci dan tikus terkonjugasi dengan glisin saja.
b. Asam benzoat, pada bebek diekresikan sebagai asam orniturat,
sedang pada anjing diekresikan sebagai asam hipurat.
c. Amfetamin, pada manusia, kelinci dan marmot mengalami deaminasi
oksidatif, sedang pada tikus mengalami hidroksilasi aromatik.
d. Fenol, pada kucing tekonjugasi denga sulfat, sedang pada babi
terkonjugasi dengan asam glukuronat, karena kucing mengandung lebih
sedikit enzim glukuronil transferase.
e. Fenitoin, pada manusia mengalami oksidasi aromatik menghasilkan
S(-)- para-hidroksifenitoin, sedang pada anjing menghasilkan R(+)-orto-
hidroksifenitoin.

3. Perbedaan Jenis Kelamin


Perbedan beberapa spesies binatang menunjukan ada pengaruh jenis kelamin
terhadap kecepatan metabolisme obat. Banyak obat dimetabolisis dengan kecepatan
yang sama baik pada tikus betina maupun tikus jantan. Tikus betina dewasa teryata
memetabolisis beberapa obat dengan kecepatan yang lebih rendah dibanding tikus
jantan.
Contoh : N-dimetilasi aminopirin, oksiasi heksobarbital dan glukuronidasi O-
aminofenol.
Hal ini menunjukan bahwa selain perbedaan jenis kelamin, metabolisme juga
tergantung pada macam substrat.
Studi efek hormon androgen, seperti testosteron, pada sistem mikrosom hati
menunjukan bahwa rangsangan enzim oksidasi pada tifus jantan teryata
berhubungan dengan aktivitas anabolik dan tidak berhubungan dengan aktivitas
anabolik dan tidak berhubungan dengan efek androgenik.
Pada manusia baru sedikit yang diketahui tentang adanya pengaruh perbedaan
jenis kelamin terhadap proses metabolismo obat.
Contoh : nikotin dan asetosal dimetabolisme secra berbeda pada pria dan wanita.

4. Perbedaaan Umur
Bayi dalam kandungan dan bayi baru lahir jumlah enzim-enzim mikrosom hati yang
diperlukan untuk memeabolisme obat relatif masih sedikit sehingga sangat peka
terhadap obat.
Contoh pengaruh umur terhadap metabolisme obat:
a. Heksobarbital, bila diberikan pada tikus yang baru lahir dengan dosis 10
mg/kg berat badan, menyebabkan tikusnya tertidur selama lebih dari 6 jam,
sedang pemberin dengan dosis yang sama pada tikus dewasa hanya
menyebabkan tetidur kurang dari 5 menit.
b. Tolbutmid, pada bayi yang baru lahir mempunyai waktu paruh + 40 jam,
sedang pada orang dewasa + 8 jam. Hal ini disebabkan kemampuan bayi untuk
metabolisme oksidasi masih rendah.

c. Pemberain kloramfenikol pada bayi yang baru lahir dapat menimbulkan


sindrom bayi kelabu. Hal ini disebabkan bayi mengandung enzim glkuronil
transferase dalam jumlah yang relative sedikit, sehingga kemampuan
memetabolisme kloramfenikol rendah, akibatnya terjadi penumpukan obat pada
jaringan dan menimbulkan efek yang tidak diinginkan.
d. Bayi yang baru lahir mengandung enzim glukuronil transferase dalam jumlah
yang relative sedikit. Pemberian turunan salisilat, kloramfenikol dan
klorpromazin dapat menimbulkan neonatal hyperbilirubinemia(kernichterus).
Hal ini disebabkan terjadinya kompetisi pada proses konjugasi antara bilirubin,
suatu senyawa endogen hasil pemecahan hemoglobin, dengan obat-obat di
atas, sehingga bilirububin yang tidak termetabolisis terkumpul pada jaringan da
menimbulkan efek yang tidak diinginkan.

5. Penghambatan Enzim Metabolisme


Kadang-kadang, pemberian terlebih dahulu atausecara bersama-sama suatu
senyawa yang menghambat kerja enzim-enzim metabolisme dapat meningkatkan
intensitas efek obat, memperpanjang masa kerja obat dan kemungkinkan juga
meningkatkan efek samping dan toksisitas.
Contoh :
a. Dikumarol, kloramfenikol, sulfonamida dan fenilbutazon, dapat
menghambat enzim-enzim yang memetabolisis tolbutamid dan klorpropamid,
sehingga menyebabkan kenaikan respons glikemi.
b. Dikumarol, kloramfenikol, dan isoniazid, dapat menghambat enzim
metabolisme dari fenitoin, sulfonamida, sikloserin dan para-amino salsilat,
sehingga kadar obat dalam serum darah meningkat dan meningkat pula
toksisitasnya.
c. Fenilbutazon, secara stereoselektif dapat menghambat metabolisme (S)-
warfarin, sehingga meningkatkan aktivitas antikoagulannya
(hipoprotrombonemi). Bila luka, terjadi perdarahan yang Herat.

6. Induksi Enzim Metabolisme


Kadang-kadang pemberian terlebih dahulu atau secara bersama-sama suatu
senyawa dapat meningkatkan kecepatan metabolisme obat dan memperpendek masa
obat. Hal ini disebabkan senyawa tersebut dapat meningkatkan aktivitas atau jumlah
enzim metabolisme dan bukan karena perubahan premeabilitas mikrosom atau oleh
adanya reaksi penghambatan.
Peningkatan aktivitas enzim metabolisme obat-obat tertentu atau proses induksi
enzim mempercepat proses metabolisme dan menurunkan kadar obat bebas dalam
plasma sehingga efek farmakologis obat menurun dan masa kerjanya menjadi leb ih
singkat.
Contoh :
a. Fenobarbital, dapat menginduksi enzim mikrosom sehingga meningkatkan
metabolisme warfarin dan menurunkan efek antikoagulannya. Oleh karena itu,
penderita yang diobati dengan warfarin dan akan diberi fenobarbital, dosis
warfarin harus disesuaikan (diperbesar).
b. Rokok mengandung polisiklik aromatik hidrokarbon, seperti benzo(a)piren,
yang dapat menginduksi enzim mikrosom, yaitu sitokrom P-450, sehingga
meningkatkan oksidasi dari beberapa obat seperti teofilin, fenasetin, pentazosin
dan propoksifen. Contoh : waktu paro teofilin pada perokok = 4,1 jam, sedang
pada orang yang tidak merokok = 7,2 jam.

c. Fenobarbital, dapat meningkatkan kecepatan metabolisme griseofulvin,


kumarin, fenitoin, hidrokortison, testosteron, bilirubin, asetaminofen dan obat
kontrasepsi oral.
d. Feniton, dapat meningkatkan kecepatan metabolisme kortisol, nortriptilin dan
obat kontrasepsi oral.
e. Fenilbutazon, dapat meningkatkan kecepatan metabolisme aminopirin dan
kortisol.
Induksi enzim juga mempengaruhi toksisitas beberapa obat karena dapat
meningkatkan metabolisme dan pembentukan metabolit reaktif.
Contoh : induksi enzim sitokrom P-450 oleh fenobarbital akan meningkatkan
oksidasi asetaminofen, sehingga pembentukan metabolit reakrif imidokuinon
meningkat dan efek hepatotoksisitasnya menjadi lebih besar.
7. Faktor Lain-Lain
Faktor lain-lain yang dapat mempengaruhi metabolisme obat adalah diet makanan,
keadaan kekurangan gizi, gangguan keseimbangan hormon, kehamilan, pengikatan
obat oleh protein plasma, distribusi obat dalam jaringan dan keadaan patologis hati,
misal kanker hati.

B. TEMPAT METABOLISME OBAT


Perubahan kimia obat dalam tubuh terutama terjadi pada jaringan dan organ-
organ seperti hati, ginjal, paru dan saluran cerna. Hati adalah organ tubuh yang
merupakan tempat utama metabolisme obat oleh karena mengandung lebih banyak
enzim-enzim metabolisme dibanding organ lain.
Setelah pemberian secara oral, obat diserap oleh saluran cerna, masuk ke
peredaran darah dan kemudian ke hati melalui efek lintas pertama. Aliran darah yang
membawa obat atau senyawa organik asing melewati sel-sel hati secara perlahan-
lahan dan termetabolisis menjadi senyawa yang mudah larut dalam air kemudian
diekskresikanmelalui urin. Contoh obat yang dimetabolisis melalui efek lintas pertama
antara lain adalah isoproterenol, lidokain, meperidin, morfin, propoksifen, propranolol
dan salisilamid. Hati menghasilkan cairan empedu yang diekskresikan ke duodenum
melalui saluran empedu. Cairan empedu berfungsi membantu pencernaan lemak dan
sebagai media untuk eksresi metabolit beberapa obat yang melalui tinja.

Metabolisme obat di hati terjadi pada membran retikulum endoplasma sel.


Retikulum endoplasma terdiri dari dua tipe yang berbeda, baik bentuk maupun
fungsinya. Tipe 1 mempunyai permukaan membran yang kasar, terdiri dari ribosom-
ribosom yang tersusun secara khas dan berfungsi mengatur susunan genetik asam
amino yang diperlukan untuk sntesis protein. Tipe 2 mempunyai permukaan membran
yang halus dan tidak mengandung ribosom. Kedua tipe ini merupakan tempat enzim-
enzim yang diperlukan untuk metabolisme obat.
Sebagian besar obat diberikan secara oral. Usus ternyata juga mempunyai
peran penting dalam proses metabolisme obat. Adanya flora bakteri normal di usus
halus dan usus besar dapat memetabolisis obat dengan cara kerja yang sama dengan
enzim-enzim mikrosom hati. Sejumlah konjugat glukuronida diketahui dikeluarkan oleh
empedu ke usus. Di usus konjugat tersebut terhidrolisis oleh enzim betaglukuronidase
menghasilkan obat bebas yang bersifat lipofil. Obat bebas ini diserap secara difusi pasif
melalui dinding usus, masuk peredaran darah dan kembali ke hati. Di hati terjadi
konjugasi kembali menghasilkan konjugat yang hidrofil, kemudian dikeluarkan lagi
melalui empedu. Di usus konjugat terhidrolisis lagi, demikian seterusnya sehingga
merupakan suatu siklus. Proses sikluk ini disebut siklus enterohepatik. Konjugat obat
yang tidak mengalami hidrlisis langsung dieksresikan melalui tinja.

C. JALUR UMUM METABOLISME OBAT & SENYAWA ORGANIK ASING.


Reaksi metabolisme obat dan senyawa organik asing ada dua tahap yaitu :
1. Reaksi fasa I atau reaksi fungsionalisasi.
2. Reaksi fasa II tau reaksi konjugasi.
Yang termasuk reaksi fasa I adalah reaksi-reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis.
Tujuan reaksi ini adalah memasukan gugus fungsional tertentu yang bersifat polar,
seperti OH, COOH, NH2 dan SH, ke struktur molekul senyawa.
Hal ini dapat dicapai dengan :
a. Secara langsung memasukan gugus fungsional, contoh : hidroksilasi
senyawa aromatik dan alifatik.
b. Memodifikasi gugus-gugus fungsional yang dalam sturktur molekul. Contoh :
1) Reduksi gugus keton atau aldehid menjadi alcohol
2) Oksidasi alcohol menjadi asam karboksilat
3) Hidrolisis eter dan amida, menghasilkan gugus-gugus COOH, OH dan
NH2
4) Reduksi senyawa azo dan nitro menjadi ggus NH 2.
5) Dealkilasi oksidatif dari atom N, O dan S menghasilkan gugus-uus
NH2, OH dan SH.
Meskipun reaksi fasa I kemungkinan tidak menghasilkan senyawa yang cukup hirofil,
tetapi secara umum dapat menghasilkan satu ggus fungsional yang mudah
terkonjugasi atau mengalami reaksi fasa II.
Yang termasuk reaksi fasa II adalah reaksi konjugasi, metilasi dan asetilas. Tujuan
reaksi ini adalah mengikat gugus fungsional hasil metabolit reaksi fasa I dengan
senyawa endogen yang mudah terionisasi dan bersifat polar, seperti asam glukurnat,
sulfat, glisin, dan glutamine, menghasilkan konjugat yang mudah larut dalam air.

Selain itu senyawa induk yang sudah mengandung gugus-gugus fungsional, seperti H,
COOH dan NH2 secara langsung terkonjugasi oleh enzim-enzim pada fasa II. Konjgasi
dengan glutation atau asam merkapturat bertujuan melindungi tubuh dari senyawa atau
metabolit reaktif yang bersifat toksik. Hasil konjugasi yang terbentuk (konjugat)
kehilangan aktivitas dan toksisitasnya, dan kemudian dieksresikan melalui urin. Reaksi
metilasi dan asetilasi bertujuan membuat senyawa menjadi tidak aktif.
Jalur umum metabolisme pada fasa I dan II, dapat diringkaskan dengan reaksi-reaksi
sebagai berikut :
1. Reaksi fasa I
a. Reaksi oksidasi
1) Oksidasi gugus aromatik, ikatan rangkap, atom C benzilik dan alilik,
atom C dari gugus karbonil dan amin.
2) Oksidasi atom C alifatik dan siklik.
3) Oksidasi sistem C-N, C-O dan C-S.
4) Oksidasi alcohol dan aldehid
5) Reaksi oksidasi lain-lain.
b. Reaksi reduksi
1) Reduksi aldehid dan keton
2) Reduksi senyawa azo dan nitro.
3) Reaksi reduksi lain-lain.
c. Reaksi hidrolisis
1) Hidrolisis ester dan amida.
2) Hidrolisis epoksida dan arena oksida
2. Reaksi fasa II
a. Reaksi konjugasi
1) Konjugasi asam glukuronat.
2) Konjugasi sulfat
3) Konjugasi dengan glisin dan glutamin.
4) Konjugasi dengan glutation atau asam merkapturat
b. Reaksi asetilasi
c. Reaksi metilasi

D. PERANAN SITOKROM P-450 DALAM METABOLISME OBAT.


Pada metabolisme obat, gambaran secara tepat sistem enzim yang
bertanggungjawab terhadap proses oksidasi dan reduksi, masih belum diketahui secara
jelas. Secara umum diketahui bahwa sebagian besar rekasi metabolik akan melibatkan
proses oksidasi. proses ini memerlukan enzim sebagai kofaktor, yaitu bentuk tereduksi dari
nikotinamid-adenin-dinukleotida fosfat (NADPH) dan nikotinamida-adenin-dinukleotida
(NADH). Sistem oksidasi ini sangat kompleks, tidak hanya melibatkan NADPH saja tetapi
juga flavoprotein NADPH-sitokrom C reduktase, sitokrom B5 dan feri heme-protein (feri
sitokrom P-450).
Subtrat (RH) berkombinasi dengan oksigen (O 2) membentuk metabolit teroksidasi (ROH)
dan air. Reaksi oksidasi substrat ini berlangsung karena bantuan sitokrom P-450.

Mekanisme reaksi oksidasi substrat dijelaskan sebagai berikut :


NADPH + A + AH2 + NADPH+
AH2 + O2 Oksigen Aktif + H2O
oksigen aktif + O2 + RH ROH + A

ROH + O2 + NADPH + H+ ROH + H2O + NADP

A : bentuk teroksidasi dari sitokrom P-450


Enzim sitokrom P-450 adalah sautu heme-protein, dinamakan sitokrom P-450 karena
bentuk tereduksi enzim, yaitu ( Fe ++). RH, dapat membentuk kompelks

1. Jelaskan hal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan koefisien partisi


2. Jalaskan macam-macam parameter sifat lipofilik yang sering digunakan dalam HKSA
3. Jelaskan cara-cara menentukan lipofilitas dengan metode kromatografi

1. Jelaskan penggunaan obat lunak menurut Bodor?


2. Jelaskan cara-cara pembuatan pra-obat lengkap dengan contoh masing-masing?
3. Apa tujuan utama pembuatan pra obat?

1. Jelaskan tujuan modifikasi molekul obat ?


2. Jelaskan penggunaan obat lunak menurut Bodor?
3. Jelaskan cara-cara pembuatan pra-obat lengkap dengan contoh masing-masing?

4. Apa tujuan utama pembuatan pra obat?


5. Jelaskan faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pra-obat?
6. Jelaskan cara-cara pembuatan pra-obat lengkap dengan contoh masing-masing?
7. Jelaskan cara-cara pembuatan pra-obat lengkap dengan contoh masing-masing?
8. Jelaskan penggunaan obat lunak menurut Bodor?
9. Jelaskan faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pra-obat?

10. Jelaskan penggunaan obat lunak menurut Bodor?


11. Jelaskan faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pra-obat?
12. Jelaskan cara-cara pembuatan pra-obat lengkap dengan contoh masing-masing?

Anda mungkin juga menyukai