Adapun kontribusi sumber daya pertanian dalam pembangunan ekonomi Indonesia yaitu sebagai berikut (Fachri, 2010). 1. Kontribusi pertanian terhadap devisa Pertanian juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap peningkatan devisa, yaitu lewat peningkatan ekspor dan atau pengurangan tingkat ketergantungan Negara tersebut terhadap impor atas komoditi pertanian. Komoditas ekspor pertanian Indonesia cukup bervariasi mulai dari getah karet, kopi, udang, rempah-rempah, mutiara, hingga berbagai macam sayur dan buah. Peran pertanian dalam peningkatan devisa bisa kontradiksi dengan perannya dalam bentuk kontribusi produk. Kontribusi produk dari sector pertanian terhadap pasar dan industri domestic bisa tidak besar karena sebagian besar produk pertanian di ekspor atau sebagian besar kebutuhan pasar dan industri domestic disuplai oleh produk-produk impor. Artinya peningkatan ekspor pertanian bisa berakibat negative terhadap pasokan pasar dalam negeri, atau sebaliknya usaha memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu factor penghambat bagi pertumbuhan ekspor pertanian. Untuk mengatasinya ada dua hal yang perlu dilakukan yaitu menambah kapasitas produksi dan meningkatkan daya saing produknya. Namun bagi banyak Negara agraris, termasuk Indonesia melaksanakan dua pekerjaan ini tidak mudah terutama karena keterbatasan teknologi, SDM, dan modal. Pada 2009 ekspor produk pertanian Indonesia baru mencapai 2,46 persen dari total produksi beras yang dihasilkan petani di berbagai provinsi dengan jumlah mencapai 69,5 juta ton gabah kering giling (GKG). Selain untuk ekspor produksi padi juga untuk memenuhi program bantuan beras rakyat miskin (Raskin) yang setiap bulannya dibutuhkan 260 ribu ton serta untuk cadangan pangan nasional setiap akhir tahun lebih dari 1,5 juta ton.
2. Kontribusi pertanian terhadap produktivitas
Banyak orang memperkirakan bahwa dengan laju pertumbuhan penduduk di dunia yang tetap tinggi setiap tahun, sementara lahan-lahan yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan pertanian semakin sempit, maka pada suatu saat dunia akan mengalami krisis pangan (kekurangan stok), seperti juga diprediksi oleh teori Malthus. Namun keterbatasan stok pangan bisa diakibatkan oleh dua hal: karena volume produksi yang rendah ( yang disebabkan oleh faktor cuaca atau lainnya), sementara permintaan besar karena jumlah penduduk dunia bertambah terus atau akibat distribusi yang tidak merata ke sluruh dunia. Mungkin sudah merupakan evolusi alamiah seiring dnegan proses industrialisasi dimana pangsa output agregat (PDB) dari pertanian relatif menurun, sedangkan dari industri manufaktur dan sektor-sektor skunder lainnya, dan sektor tersier meningkat. Perubahan struktur ekonomi seperti ini juga terjadi di Indonesia. Penurunan kontribusi output dari pertanian terhadap pembentukan PDB bukan berarti bahwa volume produksi berkurang (pertumbuhan negatif). Tetapi laju pertumbuhan outputnya lebih lambat dibandingkan laju pertumbuhan output di sektor-sektor lain. Bukan hanya dialami oleh Indinesia tetapi secara umum ketergantungan negara agraris terhadap impor pangan semakin besar, jika dibandingkan dengan 10 atau 20 tahun yang lalu, misalnya dalam hal beras. Setiap tahun Indonesia harus mengimpor beras lebih dari 2 juta ton. Argumen yang sering digunakan pemerintah untuk membenarkan kebijakan M-nya adalah bahwa M beras merupakan suatu kewajiban pemerintah yang tak bisa dihindari, karena ini bukan semata-mata hanya menyangkut pemberian makanan bagi penduduk, tapi juga menyangkut stabilitas nasional (ekonomi, politik, dan sosial). Kemampuan Indonesia meningkatkan produksi pertanian untuk swasembada dalam penyediaan pangan sangat ditentukan oleh banyak faktor eksternal maupun internal. Satu- satunya faktor eksternal yang tidak bisa dipengaruhi oleh manusia adalah iklim, walaupun dengan kemajuan teknologi saat ini pengaruh negatif dari cuaca buruk terhadap produksi pertanian bisa diminimalisir. Dalam penelitian empiris, factor iklim biasanya dilihat dalam bentuk banyaknya curah hujan (millimeter). Curah hujan mempengaruhi pola produksi, pola panen, dan proses pertumbuhan tanaman. Sedangkan factor-faktor internal, dalam arti bisa dipengaruhi oleh manusia, di antaranya yang penting adalah lusa lahan, bibit, berbagai macam pupuk (seperti urea, TSP, dan KCL), pestisida, ketersediaan dan kualitas infrastruktur, termasuk irigasi, jumlah dan kualitas tenaga kerja (SDM), K, dan T. kombinasi dari faktor-faktor tersebut dalam tingkat keterkaitan yang optimal akan menentukan tingkat produktivitas lahan (jumlah produksi per hektar) maupun manusia (jumlah produk per L/petani). Saat ini Indonesia, terutama pada sektor pertanian (beras) belum mencukupi kebutuhan dalam negeri. Ini berarti Indonesia harus meningkatkan daya saing dan kapasitas produksi untuk menigkatkan produktivitas pertanian. 3. Kontribusi pertanian terhadap penyerapan tennaga kerja Di tengah berbagai permasalahan, sektor pertanian masih memegang peran yang sangat strategis bagi ketenagakerjaan di Indonesia. Selama periode 1996-2002, rata-rata untuk setiap 10 orang pekerja Indonesia, 4-5 diantaranya bekerja atau berusaha di lapangan usaha itu. Sementara itu, berdasarkan data sakernas tahun 2006, penduduk Indonesia yang bekerja dalam bidang pertanian mencapai 42.039.250 orang dari 95.177.102 orang (44,2 %) penduduk Indonesia yang bekerja. Memperhatikan hal tersebut, maka kebijakan ketenagakerjaan di Indonesia sangat tidak realistis jika mengabaikan sektor pertanian. Sektor inilah yang justru tidak mengalami pukulan yang hebat di saat sektor lain mengalami keterpurukan oleh krisis ekonomi. Bahkan, beberapa komoditi pertanian, terutama perikanan justru mengalami keuntungan luar biasa pada saat krisis ekonomi terjadi. Data di atas menunjukkan bahwa pekerja Indonesia masih sangat terkonsentrasi pada profesi petani. Profesi-profesi lain yang tergolong memiliki produktivitas tinggi termasuk profesional/teknisi dan mangerial/administrasi masih sangat rendah proporsinya. Walaupun demikian, terdapat adanya kecenderungan semakin meningkatnya persentase penduduk yang bekerja pada sektor non pertanian dari waktu ke waktu. Selama kurun waktu 1990-1997, tenaga kerja sektor bukan pertanian meningkat lebih dari 16,5 juta orang, sebaliknya tenaga kerja di sektor pertanian turun lebih dari 6,7 juta orang. Sektor perdagangan, jasa, industri dan konstruksi mengalami pertambahan tenaga kerja mencolok. Selama kurun waktu itu, tenaga kerja bukan pertanian secara keseluruhan tumbuh sekitar 6,0 persen per tahun. Masih tingginya daya serap sektor pertanian tidak disertai dengan upaya yang memadai dari pemerintah dalam bentuk kebijakan yang kondusif untuk berkembangnya sektor tersebut. Petani dan sektor pertanian masih ditempatkan pada posisi marginal. Kebijakan pemerintah cenderung bertentangan dengan keinginan para petani. Kebijakan impor beras, gula, dan komoditi lainnya mencerminkan pertentangan antara keinginan petani dan pemerintah. Kondisi ini membuat nasib petani tidak beranjak menjadi lebih baik. Pernyataan Bank Dunia beberapa waktu lalu menyebutkan bahwa kenaikan harga beras menyebabkan peningkatan angka kemiskinan di Indonesia sebesar 3,1 juta orang. Sektor pertanian juga semakin tergeser oleh sektor lainnya dengan semakin tingginya alih fungsi lahan pertanian dan semakin luasnya lahan kritis. Pembangunan permukiman yang meluas sampai ke daerah pedesaan membuat lahan pertanian yang subur tidak lagi menghasilkan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Desakan kebutuhan akan lahan kemudian muncul ketika petani sudah tidak memiliki lahan yang memadai untuk diolah. Pada akhirnya mereka membuka lahan baru yang seharusnya menjadi lahan konservasi, sehingga lahan kritis juga semakin luas. Masih tingginya peran sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja yang ada saat ini, menunjukkan bahwa pemerintah perlu menempatkan sektor ini sebagai sektor yang penting untuk dikembangkan bersama-sama dengan sektor lainnya. Kebijakan-kebijakan yang dibuat hendaknya memberikan iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya sektor pertanian. Sektor pertanian sampai saat ini masih ditempatkan pada posisi marginal, sehingga produktivitasnya paling rendah diantara sektor lainnya. Karena itu, sudah saatnya perhatian penuh ditujukan untuk menjadikan sektor ini memiliki daya saing dan berkontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia. 4. Kontribusi Pertanian Terhadap Pendapatan Nasional Pendapatan nasional Indonesia mengalami peningkatan pada setiap periode tertentu. Walaupun demikian pendapatan nasionala Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara- negara lain bahkan dengan negara Indonesia berada di urutan bawah pada lingkup negara- negara asia tenggara. Namun begitu seiring dengan berjalannya waktu Indonesia juga mulai berbenah dengan usaha meningkatkan pendapatan nasional. Usaha tersebut dengan meningkatkan dan memaksimalkan sektor- sektor penyumbang pendapatan nasional dan mempertahankan sektor yang telah berkontribusi besar dalam pendapatan nasional. Salah satu usahanya adalah dengan meningkatkan kontribusi pada sektor pertanian. Sebagaimana yang diketahui sektor pertanian telah memberikan kontribusi yang besar dalam pendapatan nasional. Sektor pertanian menduduki tempat ketiga sebagai penyumbang PDB sebesar Rp 106,8 triliun (13,29%) atas dasar harga berlaku sedangkan atas dasar harga konstan 2000 juga menduduki tempat ketiga dengan Rp 68,4 triliun (BPS, 2007 dalam Fachri, 2010). Walaupun penyumbanag terbesar masih tetap diberikan oleh sektor industri pengolahan namun peran besar pertanian tetap tidak dapat diabaikan. Peran pertanian tersebut sangat banyak dan dapat dikatakan sebagai penyelamat perekonomian saat terjadi krisis dengan bertindak sebagai penyedia pangan, penyedia lapangan pekerjaan, pengahasil devisa melalui ekspor bahan- bahan pertanian, aerta mengurangi kemiskinan di pedesaan. Peran pertanian tersebut memegang peranan sentral dan tidak dapat digantikan oleh sektor lain. Pertanian juga memiliki prospek yang baik di masa depan. Contohnya saja dengan perkembangan pesat perkebunan kelapa sawit yang dapat melakukan ekspor dan bahkan menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil CPO terbesar di dunia. Hal tersebut menambah devisa negara sekaligus menambah pendapatan nasional. Belum lagi dengan adanya isu penggantian BBM dengan Biodiesel yang bahan bakunya berasal dari produk- produk pertanian. Oleh karena itu pemerintah harus lebih memberikan perhatian pada sektor pertanian agar lebih berkontribusi dalam menyumbang pendapatan nasional. Karena seperti yang kita ketahui pertanian selalu mendapat perhatian yang kurang. Hal tersebut dapat tercermin dari kehidupan petani yang belum ada peningkatan dan justru terkesan semakin sengsara. Upaya untuk membuat pertanian agar lebih maju lagi salah satunya adalah dengan revitalisasi pertanian, serta perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana pertanian agar tujuan untuk meningkatkan kontribusi pertanian dalam meningkatkan pendapatan nasioanal dapat tercapai. Namun hal tersebut juga membutuhkan bantuan dari sektor lain sehingga terjalin sinergiyang baik. Dalam hal ini juga dibutuhkan transformasi struktural. Transformasi struktural bukan berarti meninggalkan sektor pertanian menuju sektor industri, tetapi menjadikan pangsa sektor industri terhadap PDB yang lebih besar dari sektor pertanian, yang disebabkan olehpertumbuhan sektor industri yang lebih tinggi akibat faktor eksternalitas industrialisasi yang lebih besar. Transformasi struktural yang telah dicapai diatas, akan kurang berarti apabila masih menyisakan adanya ketimpangan antar sektor atau ketertinggalannya suatu sektor dalam pembangunan. Karena proses pembangunan adalah proses yang saling mengkait antara satu sector dengan sektor yang lain. Ketertinggalan suatu sektor dalam pembangunan akan mengakibatkan pertumbuhan pembangunan yang tidak seimbang dan tidak kokoh. Setidaknya ada beberapa faktor yang bisa diungkapkan bahwa sektor pertanian menjadi penting dalam proses pembangunan, yaitu: 1. Sektor pertanian menghasilkan produk-produk yang diperlukan sebagai input sektor lain, terutama sektor industri, seperti: industri tekstil, industri makanan dan minuman; 2. Sebagai negara agraris (kondisi historis) maka sektor pertanian menjadi sektor yang sangat kuat dalam perekonomian dalam tahap awal prose pembangunan. Populasi di sektor pertanian (pedesaan) membentuk suatu proporsi yang sangat besar. Hal ini menjadi pasar yang sangat besar bagi produk-produk dalam negeri baik untuk barang produksi maupun barang konsumsi, terutama produk pangan. Sejalan dengan itu, ketahanan pangan yang terjamin merupakan prasyarat kestabilan sosial dan politik; 3. Karena terjadi transformasi struktural dari sektor pertanian ke sector industri maka sektor pertanian menjadi sektor penyedia faktor produksi (terutama tenaga kerja) yang besar bagi sektor non-pertanian (industri).