Anda di halaman 1dari 16

Case Report Session

Kolestasis Ekstrahepatal etcausa Batu di Duktus Koledokus

oleh:
Septria Wella Yeni 1210311018
Muthya Harystha 1110312083

Preseptor :
dr. Arnelis, SpPD-KGEH

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNya sehingga referat yang berjudul Kolestasis Ekstrahepatal etcausa Batu
di Duktus Koledokus ini dapat penulis selesaikan. Tugas referat ini merupakan
salah satu syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit
Dalam RSUP dr. M. Djamil Fakultas kedokteran Universitas Andalas Padang.
Terimakasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah banyak
membantu menyusun referat ini, khususnya kepada dr. Arnelis, Sp. PD-KGEH
selaku preseptor dan juga kepada rekan-rekan dokter muda.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai
masukan untuk perbaikan demi kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dalam menambah pengetahuan dan pemahaman serta
dapat meningkatkan pelayanan, khususnya untuk pelayanan primer kasus-kasus
kompetensi 4, pada masa yang akan datang.

Padang, Februari 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Kolestasis atau obstruksi bilier adalah gangguan aliran empedu dari hati
ke usus halus yang dapat terjadi pada saluran intrahepatik atau ekstrahepatik.
Kolestasis intrahepatik terjadi karena gangguan ekskresi bilirubin yang terjadi
dalam mikrosom hati dengan duktus empedu, sedangkan kolestasis ekstrahepatal
terjadi karena obstruksi di duktus empedu yang lebih besar seperti duktus
koledukus.1

Penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus


koledukus dan kanker pankreas. Penyebab lainnya yang relatif lebih jarang adalah
striktur jinak (operasi terdahulu) pada duktus koledukus, karsinoma duktus
koledukus, pancreatitis atau pseudocyst pancreas dan kolangitis sklerosing.
Kolestasis mencerminkan kegagalan sekresi empedu. Mekanismenya sangat
kompleks, bahkan juga pada obstruksi mekanis empedu.1,2

Diagnosis dini kolestasis penting karena terapi dan prognosa dari masing-
masing penyebab akan berbeda. Salah satu tujuan diagnostik yang paling penting
pada kolestasis adalah menetapkan apakah gangguan aliran empedu tersebut
adalah ekstrahepatik atau intrahepatik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kolestasis atau obstruksi biliaris adalah gangguan aliran empedu dari hati
ke usus halus yang dapat terjadi pada saluran intrahepatik atau ekstrahepatik.
Kolestasis ekstrahepatik dapat disebabkan oleh kelainan kongenital (atresia) atau
obstruksi mekanik seperti batu atau tumor.1
Ikterus kolestasis terjadi karena adanya bendungan dalam saluran empedu
sehingga empedu dan bilirubin terkonyugasi tidak dapat dialirkan kedalam usus
halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonyugasi dalam serum dan
bilirubin dalam urin, tetapi tidak didapatkan urobilinogen dalam tinja dan urin.1
Kolestasis intrahepatal terjadi gangguan ekskresi bilirubin yang terjadi di
dalam mikrosom hati dengan duktus empedu, sedangkan kolestasis ekstrahepatal
terjadi karena obstruksi di duktus empedu yang lebih besar, seperti duktus
koledukus.1
Batu saluran empedu atau koledokolitiasis adalah suatu penyakit dimana
terdapat batu di dalam duktus koledukus. Batu ini dapat berukuran kecil atau
besar, tunggal atau multiple dan ditemukan 6-12% pada pasien dengan batu
kandung empedu. Terbentuknya batu pada saluran empedu dapat disebabkan
karena adanya stasis bilier oleh karena striktur, stenosis papila, tumor atau batu
sekunder lainnya.2

2.2 Epidemiologi
Insidensi batu pada duktus koledukus di Inggris sekitar 12-15% dari
40.000 penduduk negara tersebut. Sementara di Amerika Serikat, prevalensi batu
di duktus koledukus sebanyak 50% pada laki-laki, 75% pada wanita dengan usia
25-44 tahun. Angka kejadian meningkat seiring dengan pertambahan usia.2,3
2.3 Faktor Risiko
Faktor risiko yang bisa ditemukan adalah :1
Etnik : prevalensi meningkat pada kaukasia barat, hispanik dan
Amerika, eropa timur, afrika amerika dan asia rendah
Umur : meningkat usia semakin besar resiko batu empedu
Gender : rasio wanita : pria = 3 : 1
Kehamilan
Estrogen
Diet tinggi lemak : meningkat karena tingginya kolesterol
Genetik : lebih besar kemungkinan dengan riwayat keluarga batu
empedu
Obesitas, hipertrigliserida, faktor kuat pembentukan batu dan
timbulnya komplikasi.1

2.4 Patogenesis
Batu empedu dihasilkan dari endapan larutan yang terkandung dalam
empedu. Larutan yang terkandung antara lain bilirubin, kolesterol dan kalsium.
Batu empedu diklasifikasikan menjadi batu kolesterol atau batu pigmen. Batu
pigmen selanjutnya diklasifikasikan menjadi batu coklat dan batu hitam.2,3
Batu di duktus koledokus bisa primer atau sekunder. Batu primer
langsung terbentuk di duktus koledokus dan biasanya merupakan batu pigmen
cokelat. Batu primer biasanya terjadi karena stasis bilier dan infeksi. Sedangkan
batu sekunder terbentuknya bukan langsung pada duktus koledokus, biasanya
terbentuk di kandung empedu dan bermigrasi ke duktus sistikus lalu ke duktus
koledokus. Sekitar 75% batu sekunder adalah batu kolesterol.2,3

2.5 Gambaran Klinis


Keluhan yang paling sering yaitu nyeri, dan ikterik. Nyeri biasanya
dirasakan di daerah epigastrium seperti rasa menusuk yang hilang timbul. Ikterik
bisa timbul akibat sumbatan di duktus koledokus. Ikterik akan disertai gatal
diseluruh badan, feces dempul ( pada obstruksi total ) dan urin seperti teh
pekat. Pruritus adalah hal tersering yang dikeluhkan oleh penderita kolestatik, hal
ini terjadi karena adanya peningkatan asam empedu yang bersifat pruritogenik dan
peningkatan aktivitas opioid endogen yang merangsang terjadinya gatal secara
sentral. Mual dan muntah juga sering ditemukan.4,5
2.6 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya. Anamnesis dan pemeriksaan
fisik bisa didapatkan manifestasi klinis seperti nyeri ulu hati, ikterik, serta
pembesaran kandung empedu.
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi
hepar,serta bilirubin/urobilin urin. Pada kasus dengan batu pada saluran empedu
akan terjadi peningkatan kadar aminotransferase, alkali fosfatase dan bilirubin.6,7

Pada umumnya USG merupakan pencitraan pilihan pertama untuk


mendiagnosis batu kandung empedu dengan sensitifitas tinggi melebihi 95%,
sedangkan untuk deteksi batu saluran empedu sensitifitas tidak lebih dari 50%.6

Pemeriksaan CT Scan untuk traktus biliaris banyak dilakukan untuk


melengkapi data suatu pemeriksaan sonografi yang telah dilakukan sebelumnya.
Secara khusus CT Scan dilakukan untuk menegaskan tingkat atau penyebab
adanya obstruksi/kelainan pada saluran empedu. Dalam hal ini CT Scan dapat
membedakan antara ikterus obstriktif, apakah intra atau ekstra hepatik dengan
memperhatikan adanya dilatasi dari duktus biliaris.6,7

Endoskopik Ultrasonografi adalah metoda pemeriksaan dengan memakai


instrument gastroskopi dengan echoprobe yang ditaruh dekat organ yang
diperiksa. Dalam studi sensitifitas EUS dalam mendeteksi batu saluran empedu
adalah 97%. Juga antara EUS dan ERCP tidak menunjukkan perbedaan nilai
sensitifitas dan spesifitas.7

Magnetic Resonance Cholangio Pancreatografy (MRCP) merupakan


pilihan terbaik apabila terdapat kecurigaan adanya batu di saluran empedu, dengan
sensitivitas dan spesifitas lebih dari 90%. Kelemahannya biaya pemeriksaan
mahal.6,7

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Non Bedah
Pada orang dewasa alternatif terapi non bedah meliputi penghancuran batu
dengan obat-obatan seperti chenodeoxycholic atau ursodeoxycholic acid,
extracorporealshock-wave lithotripsy (ESWL) dengan pemberian kontinyu obat -
obatan, penanaman obat secara langsung di kandung empedu. Terapi
medikamentosa dengan UDCA untuk menurunkan saturasi kolesterol empedu dan
menghasilkan suatu cairan lamelar yang menguraikan kolesterol dari batu serta
mencegah pembentukan inti batu. Pada pasien dengan fungsi kandung empedu
yang masih baik dan batu radiolusen < 10 mm, disolusi lengkap tercapai pada 50
% pasien dengan 6 sampai 12 bulan dengan UDCA dengan dosis 8-12 mg/kgBB
per hari.1

Penatalaksanaan Bedah

Prosedur terapetik yang bertujuan untuk mengangkat batu di duktus


koledokus ada dua cara, pertama operasi dengan melakukan sayatan pada duktus
koledokus (koledekotomi), atau melalui duktus sistikus (transistik), dengan
metode konvensional operasi terbuka (Open Common Bile Duct Exploration)
melalui laparoskopi yang disebut Laparascopic Common Bile Duct Exploration
(CBDE). Sedangkan cara yang kedua adalah dengan menggunakan endoskopi,
yaitu Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) yang diikuti
sfingterotomi endoskopik (ES) dan dilakukan ekstraksi batu.8

BAB III

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Ny. RY

Jenis Kelamin : Perempuan

No RM : 893921

Umur : 41 tahun

Alamat : Jl. Medan No 16, Ulak Karang, Padang

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Suku : Minang

Anamnesis

Keluhan Utama

Nyeri pada perut kanan yang terasa meningkat sejak 12 jam sebelum masuk Rumah Sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Nyeri pada perut kanan yang terasa meningkat sejak 12 jam sebelum masuk

umah sakit. Nyeri sudah dirasakan sejak 15 hari yang lalu . Nyeri dirasakan

seperti menusuk dan menjalar ke punggung, meningkat sedikit demi sedikit lalu

tiba-tiba hilang dan kemudian muncul lagi. Nyeri hilang timbul dengan frekuensi

5-7 kali sehari durasi 2-3 jam. Nyeri tidak dicetuskan oleh makanan atau posisi

tubuh.

Mata terlihat kuning, pasien mulai menyadarinya sejak 10 hari sebelum masuk

Rumah Sakit
BAB seperti dempul sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit, konsistensi padat,

tidak berdarah.

BAK seperti teh pekat ada 5 hari sebelum masuk Rumah Sakit.

Nafsu makan menurun sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit

Perut kembung dan mual sejak 2 hari sebelum masuk Rumah sakit.

Muntah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah berisi makanan yang

dimakan sebanyak kira-kira setengah gelas dengan frekuensi 2 kali .

Demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, demam tidak tinggi dan tidak

menggigil

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi tidak ada

Riwayat Diabetes Melitus tidak ada

Riwayat kuning sebelumnya tidak ada.

Riwayat keganasan tidak ada.

Riwayat Keluarga

Riwayat kuning pada keluarga tidak ada.

Riwayat keganasan di keluarga tidak ada.

Riwayat Sosioekonomi, dan kebiasaan

Pasien seorang ibu rumah tangga

Riwayat merokok tidak ada


Riwayat konsumsi alkohol tidak ada.

Pasien suka memakan makanan berlemak

Pemeriksaan Fisik (1 Februari 2017)


Keadaan umum: Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis cooperatif
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 84 kali/menit
Nafas : 22 kali/menit
Suhu : 37.50C
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 53kg
FAS : 7-8

- Kepala : Normocefal

- Mata : konjungtiva : anemis -/- sclera : ikterik +/+

- Kulit : Kuning kehijauan, turgor baik.

- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

- Leher : JVP 5 - 2 cmH20, Kelenjer tiroid tidak teraba.

- KGB : Tidak ada pembesaran KGB

- Telinga : Tidak ada kelainan

- Hidung : Tidak ada kelainan

- Gigi dan Mulut : Caries (+)

- Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 \

. Thorax

- Cardiovascular

Inspeksi : Iktus Cordis tidak terlihat.


Palpasi : Iktus Cordis teraba di 1 jari medial Linea Mid Clavicula Sinistra RIC

Perkusi : batas jantung Kiri 1 jari medial Linea Mid Clavicula Sinistra RIC V

Kanan Linea Sternalis Dextra

Atas RIC II

Auskultasi : Cardio : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

Inspeksi : simetris kiri = kanan, retraksi tidak ada.

Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan.

Perkusi : sonor +/+.

Auskultasi : vesikuler +/+, ronki -/-, whezing -/-

- Abdomen

Inspeksi : Perut tidak membuncit

Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-), Murphy Sign (-). Hepar : teraba 2 jari

dibawah arcus costa 12, 3 jari dibawah procesus xipoideus. Pinggir tumpul,

Permukaan rata dan lien tidak teraba

Perkusi: Timpani

Auskultasi : Bising Usus normal

Extrimitas atas : Edema -/-, akral hangat, CRT< 2 Detik, pembesaran KGB aksila -/- .

Extrimitas bawah : Edema -/-, akral hangat, CRT < 2 Detik, pembesaran KGB -/- .

Diagnosa Kerja
Ikterus Ekstrahepatal et causa susp Batu di saluran Empedu
Diagnosa Banding
Ikterus Ekstrahepatal et causa Ca Caput Pankreas
Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :

Darah lengkap (31 Januari 2017) :

Hb : 13,8 gr%
Leukosit : 16.820 /mm3
Trombosit : 303.000/mm3
HT : 42%

GDS : 121 mg%

Kesan : Leukositosis

b. foto thorax

c. Pemeriksaan kimia klinik

Natrium 149 mmol/l, Kalium 3,5 mmol/l, Cl 109 mmol/l

Ureum : 20 mg%

Kreatinin : 0.5 mg%

Bilirubin total : 14.2 mg%, Bilirubin direk : 13.0 mg%, Bilirubin indirek : 1.2

mg%

SGOT : 139 U/L


SGPT : 189 U/L

Total protein : 7,3 g%, Albumin : 4,0 g%, Globulin : 3,3 g%

Kesan : SGOT SGPT meningkat, hipernatremia, kreatinin menurun,

globulin meningkat, hiperbilirubinemia

d. USG abdomen

Tatalaksana
IVFD Aminofusin : Triofusin 1: 2 8 jam/kolf
Lansoprazol 1x30mg
Pronalges sup sprn
Konsul bedah

BAB III
PEMBAHASAN

Penegakan Diagnosis
Pasien seorang perempuan usia 41 tahun, datang dengan nyeri di perut
kanan yang semakin meningkat 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan
dirasakan seperti ditusuk dan menyebar ke punggung. Nyeri yang semakin
meningkat kemudian hilang dengan frekuensi 5-7 kali sehari durasi 2-3 jam . Keluhan
disertai mual dan kembung sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengaku muncul BAK seperti teh pekat 5 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien juga baru menyadari matanya kuning sejak 10 hari sebelum masuk rumah
sakit. BAB seperti dempul sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Berdasarkan anamnesis, keluhan yang dialami pasien mengarah pada
ikterus akibat koledokolitiasis. Hal-hal yang mengarah pada koledokolitiasis
adalah nyeri yang semakin meningkat yang awalnya bersifat hilang timbul. Selain
itu, keluhan diperburuk setelah makan terutama makanan berlemak. Hal ini
disebabkan makanan berlemak memicu pelepasan enzim kolesistokinin. Enzim
kolesistokinin yang mampu meningkatkan kontraksi kantung empedu. Keluhan
pasien pada awalnya dirasakan pada 1 tahun lalu. Keadaan ini menunjukkan
adanya batu yang sudah simtomatik dirasakan pasien hilang timbul. Ikterus pada
pasien terjadi karena adanya peningkatan bilirubin. Kecurigaan peningkatan
bilirubin terutama bilirubin direk karena pada pasien terjadi pada BAK dengan
urin yang berwarna seperti teh. Hal ini disebabkan meningkat bilirubin direk
yang larut air.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran CM dan tanda vital dalam
batas normal. Pada pemeriksaan didapatkan sklera ikterik. Hal ini diakibatkan
peningkatan bilirubin (>3), namun perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk
mengetahui jenis ikterik pada pasien. Hasil pemeriksaan laboratorium pasien
menunjukkan adanya peningkatan kadar bilirubin total, bilirubin direk, maupun
bilirubin indirek. Hal tersebut menunjukkan adanya ikterus intrahepatik atau
ekstrahepatik. Namun, peningkatan bilirubin direk yang jauh lebih tinggi
dibandingkan bilirubin indirek lebih mengarahkan kepada ekstrahepatik. Mulai
terjadi peningkatan SGOT/SGPT pada hasil pemeriksaan fungsi hepar hal ini
dapat terjadi akibat penumpukan bilirubin di hati sehingga merusak sel sel hepar
ditandai dengan peningkatan SGOT/SGPT.
Salah satu penyebab ikterus ekstrahepatik yaitu sumbatan pada saluran
empedu/koledokolitiasis sehingga terjadi obstruksi pada cairan empedu yang
menumpuk di dalam kantung empedu. Penumpukan tersebut menyebabkan cairan
empedu masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebabkan tampakan ikterus
pada tubuh. Tampakan ikterus tersebut diawali pada sklera mata kemudian seluruh
tubuh, seperti BAK berwarna seperti air teh.
Selain itu, pemeriksaan penunjang telah dilakukan yaitu USG abdomen
dengan kesan kolestatis ekstrahepatal etcausa batu di common bile duct (CBD) ,
Pasien direncanakan akan menjalani pemeriksaan CT-Scan Abdomen dan saat ini
dikonsulkan ke Bagian Bedah untuk tatalaksana selanjutnya.

Penatalaksanaan
Pada pasien diberikan IVFD Aminofusin : Triofusin 2:1 8 jam/kolf sebagai
nutrisi untuk fungsi hepar. Pasien diberikan obat Lansoprazol untuk mengurangi
gejala gastrointestinal seperti mual. Sedangkan nyeri yang hilang timbul dapat
diberikan Pronalges supp hanya ketika serangan muncul.
DAFTAR PUSTAKA

Halimin. Kolestasis, dalam : Sulaiman A dkk. Gastroenterohepatologi.


Jakarta. Sagung Seto. 1997 : 94 102.

Oddsatir M,Hunter Jhon G. Gallbladder and the Extra hepatic Biliary


System in: Schawrtzs Principles of Surgery. McGraw-Hill & Companies
2007, 8th edition Chapter 31: 821-844.

Lambou Stephanie-Gianoukos,Heller Stephen J.Lithogenesis and Bile


Metabolism in :Surgical Clinics of North American . Elsevier Saunders
2008 Volume 88 :1175-1194

Kaplan M Marshal,Chopra Sanjiv.(2002).Pruritus Associated With


Cholestatis. www.up todate.com.

Sulaiman A. Pendekatan klinis pada pasien ikterus. In: Sudoyo AW,


Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, editors. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2006. p. 422-8.

R. Sjamsu Hidayat, Wim de Jong. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Ed ke-3.


Jakarta: Penerbit EGC. 2013.

Grace, Pierce A., Borley, Neil R. At a Glance Ilmu Bedah. Ed ke-3 Jakarta:
Penerbit Erlangga. 2006.

Nuhadi M. Perbedaan Komposisi Batu Kandung Empedu dengan Batu


Saluran Empedu pada Penderita yang Dilakukan Eksplorasi Saluran
Empedu. Universitas Padjajaran. RS Hasan Sadikin Bandung. 2011.

Anda mungkin juga menyukai