I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A. R
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 30 Juni 1986
Agama : Islam
Usia : 29 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Beting Asem Rt 04/09
Tanggal Masuk RS : 08 Oktober 2014
1
PEMERIKSAAN FISIK
GCS : 15
Tanda-tanda vital :
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7OC
STATUS GENERALIS
Mata : Conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil isokhor 3mm/3mm, reflek cahaya +/+
Telinga : tidak terdapat gangguan pendengaran
Thorax :
Paru :
2
Jantung :
Punggung :
Inspeksi : bentuk punggung normal, simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan dinamis,
tidak terdapat kifosis mau skoliosis.
Abdomen :
Perkusi : timpani
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium (8 Oktober 2014):
o Hb : 12,5 gr/dl
o Lekosit : 9.400 L
o Hematokrit: 38,6 %
3
o Masa perdarahan : 2 menit
o Masa pembekuan : 4 menit
DIAGNOSA KLINIS
KESIMPULAN
LAPORAN INTRAOPERATIF
Tanda-tanda vital
4
Premedikasi dengan : Granon 1mg
1. Medikasi :
1. Decain 20 mg
2. Efedrin 10 mg
3. Efedrin 10 mg
4. Myotonic 0,4mg
5. Pitogin 20 IU
6. Efedrin 10 mg
7. As traneksamat 500 mg
8. Remopain 30mg
2. Maintenance : O2 2,0 L/mnt
- Respirasi : Spontan
- Posisi : Terlentang
- Perdarahan : 500 cc
- Urin tampung : 200 ml
- Kebutuhan cairan
maintenance:
BB = 76 kg
10 kg I : 10 x 4 cc/kgBB/jam : 40cc/jam
10 kg II : 10 x 2 cc/kgBB/jam : 20 cc/jam
Sisanya: 56 x 1 cc/kgBB/jam : 56 cc/jam
Total : 116 cc/jam
5
Durante operasi
Puasa : 8 jam x maintenance
: 8 jam x 116 cc/jam
: 928 cc
Stress operasi : Operasi besar
: 8 cc/kg BB/jam
: 8 cc x 56 /jam
: 448 cc/jam
Pemberian cairan
Jam I : puasa + maintenance + stress operasi
: (.928) + 116 cc/jam + 448 cc/jam
: 464 cc +116 cc/jam + 448 cc/jam
: 1028 cc
Perdarahan : 500 cc
Urin output : 200 cc
6
LAPORAN POSTOPERATIF
Tekanan darah : 1
Suhu : Afebris
SpO2 : 99 %
Kesan : Baik
7
ANALISA KASUS
Wanita 29 tahun, rencana operasi section caesaria, dengan ASA I karena pasien tidak
ada kelainan sistemik ringan-sedang baik karena penyakit bedah maupun penyakit
lainnya
Dilakukan regional anestesi , teknik anestesia spinal anestesi setinggi L III- IV jarum
No. 27 liquor (+) jernih Lama pembedahan : 75 menit
8
BAB I
PENDAHULUAN
Seperti diketahui oleh masyarakat bahwa setiap pasien yang akan menjalani tindakan
invasif, seperti tindakan bedah akan menjalani prosedur anestesi. Anestesi sendiri secara
umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan
berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu analgetik dan
anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran. Analgetik
tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa nyeri. Beberapa
jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya
menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar.
Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total, yaitu hilangnya
kesadaran secara total; anestesi lokal yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu yang
diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh); anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada
bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang
berhubungan dengannya.
Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya
melumpuhkan sebagian tubuh manusia tanpa menyebabkan hilangnya kesadaran. Obat
bius jenis ini bila digunakan dalam operasi pembedahan, maka setelah selesai operasi
tidak membuat lama waktu penyembuhan operasi.
9
BAB II
A. Definisi
1. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal.
Tindakan ini sering dikerjakan.
2. Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan,
dan analgesia regional intravena.
10
E. Persiapan Anestesi Regional
Persiapan anestesi regional sama dengan persiapan anestesi umum karena untuk
mengantisipasi terjadinya reaksi toksik sistemik yg bisa berakibat fatal, perlu persiapan
resusitasi. Misalnya: obat anestesi spinal/epidural masuk ke pembuluh darah kolaps
kardiovaskular sampai cardiac arrest. Juga untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan,
sehingga operasi bisa dilanjutkan dg anestesi umum.
I. Anastesi Spinal
11
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan
dengan anestesi umum ringan
13
Anestetik lokal yang paling sering digunakan:
1. Lidokaine (xylocain, lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis 20-
100mg (2-5ml)
2. Lidokaine (xylocain,lignokain) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.033,
sifat hyperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)
3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik, dosis
5-20mg (1-4ml)
4. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat
hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml)
14
Gambar 3. Posisi Duduk dan Lateral Decubitus
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka,
misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau di atasnya berisiko
trauma terhadap medula spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2% 2-
3ml
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G,
25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G
dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10
cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit ke arah sefal,
kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum
tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum
(bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring
bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari kebocoran likuor
yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi
menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit
berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau yakin
ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah
jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat
dimasukan kateter.
15
Gambar 4. Tusukan Jarum pada Anestesi Spinal
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid
(wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa
6cm.
16
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan
memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum
tindakan.
2. Bradikardia
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok sampai
T-2
3. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
4. Trauma pembuluh saraf
5. Trauma saraf
6. Mual-muntah
7. Gangguan pendengaran
8. Blok spinal tinggi atau spinal total
17
Gambar 5. Anestesi Epidural
Keuntungan epidural dibandingkan spinal :
Bisa segmental
Tidak terjadi headache post op
Hipotensi lambat terjadi
18
histerektomi, bedah ortopedi, bedah umum (misalnya laparotomi) dan bedah
vaskuler (misalnya perbaikan aneurisma aorta terbuka).
3. Sebagai teknik tunggal untuk anestesi bedah. Beberapa operasi, yang paling sering
operasi caesar, dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi epidural sebagai
teknik tunggal. Biasanya pasien akan tetap terjaga selama operasi. Dosis yang
dibutuhkan untuk anestesi jauh lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk
analgesia.
4. Untuk analgesia pasca-operasi, di salah satu situasi di atas. Analgesik diberikan ke
dalam ruang epidural selama beberapa hari setelah operasi, asalkan kateter telah
dimasukkan.
5. Untuk perawatan sakit punggung. Injeksi dari analgesik dan steroid ke dalam
ruang epidural dapat meningkatkan beberapa bentuk sakit punggung.
6. Untuk mengurangi rasa sakit kronis atau peringanan gejala dalam perawatan
terminal, biasanya dalam jangka pendek atau menengah.
Ada beberapa situasi di mana resiko epidural lebih tinggi dari biasanya :
1. Kelainan anatomis, seperti spina bifida, meningomyelocele, atau skoliosis
2. Operasi tulang belakang sebelumnya (di mana jaringan parut dapat menghambat
penyebaran obat)
3. Beberapa masalah sistem saraf pusat, termasuk multiple sclerosis
4. Beberapa masalah katup jantung (seperti stenosis aorta, di mana vasodilatasi yang
diinduksi oleh obat bius dapat mengganggu suplai darah ke jantung)
4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang paling
populer adalah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes tergantung.
a) Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance)
20
Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah resistensi
yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak 3ml. Setelah diberikan anestetik
lokal pada tempat suntikan, jarum epidural ditusuk sedalam 1-2 cm. Kemudian
udara atau NaCl disuntikkan perlahan dan terputus-putus. Sembari mendorong
jarum epidural sampai terasa menembus jaringan keras (ligamentum flavum)
yang disusul hilangnya resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada dalam
ruang epidural, lakukan uji dosis (test dose)
b) Teknik tetes tergantung (hanging drop)
Persiapan sama seperti teknik hilangnya resistensi, tetapi pada teknik ini
menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat ada tetes Nacl
yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural perlahan secara lembut
sampai terasa menembus jaringan keras yang kemudian disusul oleh
tersedotnya tetes NaCl ke ruang epidural. Setelah yakin, lakukan uji dosis (test
dose)
5. Uji dosis (test dose)
Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah ujung
jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang (kontinyu)
melalui kateter. Masukkan anestetik lokal 3 ml yang sudah bercampur adrenalin
1:200.000.
Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum sudah
benar
Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat sudah masuk ke ruang
subarakhnoid karena terlalu dalam.
Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat masuk vena
epidural.
6. Cara penyuntikan: setelah yakin posisi jarum atau kateter benar, suntikkan
anestetik lokal secara bertahap setiap 3-5 menit sampai tercapai dosis total.
Suntikan terlalu cepat menyebabkan tekanan dalam ruang epidural mendadak
tinggi, sehingga menimbulkan peninggian tekanan intrakranial, nyeri kepala dan
gangguan sirkulasi pembuluh darah epidural.
7. Dosis maksimal dewasa muda sehat 1,6 ml/segmen yang tentunya bergantung pada
konsentrasi obat. Pada manula dan neonatus dosis dikurangi sampai 50% dan pada
21
wanita hamil dikurangi sampai 30% akibat pengaruh hormon dan mengecilnya
ruang epidural akibat ramainya vaskularisasi darah dalam ruang epidural.
8. Uji keberhasilan epidural
Keberhasilan analgesia epidural :
a. Tentang blok simpatis diketahui dari perubahan suhu.
b. Tentang blok sensorik dari uji tusuk jarum.
c. Tentang blok motorik dari skala bromage
22
Komplikasi:
1. Blok tidak merata
2. Depresi kardiovaskuler (hipotensi)
3. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
4. Mual-muntah
23
1. Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala lebih
rendah dari bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita hamil.
2. Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena ukuran
20-22 pada pasien dewasa.
3. Untuk dewasa biasa digunakan volum 12-15 ml (1-2 ml/ segmen)
4. Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan dan kiri dan
spina iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut
diperoleh hiatus sakralis.
5. Setelah dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah hiatus sakralis, tusukkan
jarum mula-mula 90o terhadap kulit. Setelah diyakini masuk kanalis sakralis, ubah
jarum jadi 450-600 dan jarum didorong sedalam 1-2 cm. Kemudian suntikan NaCl
sebanyak 5 ml secara agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di
kulit untuk menguji apakah cairan masuk dengan benar di kanalis kaudalis.
Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara
lokal pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Obat bius lokal bekerja pada tiap bagian
susunan saraf.
Anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade lorong
natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf,
jika digunakan pada saraf sentral atau perifer.
Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara
spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.
Anestesi lokal sering kali digunakan secara parenteral (injeksi) pada pembedahan
kecil di mana anestesi umum tidak perlu atau tidak diinginkan. Di Indonesia, yang paling
banyak digunakan adalah lidokain dan bupivakain.
Mekanisme kerja
26
Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium-channel), mencegah
peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium sehingga tidak terjadi
depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya, tidak terjadi konduksi saraf.
Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten. Ikatan
dengan protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja dan konstanta dissosiasi (pKa)
menentukan awal kerja.
Konsentrasi minimal anestetika lokal (analog dengan MAC, minimum alveolar
concentration) dipengaruhi oleh:
1. Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf
2. pH (asidosis menghambat blokade saraf)
3. Frekuensi stimulasi saraf
Sistem pernafasan:
27
a. Relaksasi otot polos bronkus
b. Henti nafas akibat paralisis saraf frenikus
c. Paralisis interkostal
d. Depresi langsung pusat pengaturan nafas
Komplikasi lokal
1. Terjadi ditempat suntikan berupa edema, abses, nekrosis dan gangrene.
2. Komplikasi infeksi hampir selalu disebabkan kelainan tindakan asepsis dan
antisepsis.
3. Iskemia jaringan dan nekrosis karena penambahan vasokonstriktor yang disuntikkan
pada daerah dengan end-artery.
Komplikasi sistemik
28
1. Manifestasi klinis umumnya berupa reaksi neurologis dan kardiovaskuler.
2. Pengaruh pada korteks serebri dan pusat yang lebih tinggi adalah berupa
perangsangan sedangkan pengaruh pada pons dan batang otak berupa depresi.
3. Pengaruh kardiovaskuler adalah berupa penurunan tekanan darah dan depresi
miokardium serta gangguan hantaran listrik jantung.
A. Infiltrasi Lokal
Penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan sekitar tempat lesi
29
4. Suntikkan lidokain atau prilokain 0,5% 0,6 ml/kg (bupivakain tidak dianjurkan
karena toksisitasnya besar) melalui kateter di punggung tangan dan kalau untuk
tungkai lewat vena punggung kaki dosis 1-1,2 ml/kg. Analgesia tercapai dalam
waktu 5-15 menit dan pembedahan dapat dimulai.
5. Setelah 20-30 menit atau kalau pasien merasa tak enak atau nyeri pada torniket,
kembangkan manset distal dan kempiskan manset proksimal.
6. Setelah pembedahan selesai, deflasi manset dilakukan secara bertahap, buka tutup
selang beberapa menit untuk menghindari keracunan obat. Pada bedah sangat
singkat, untuk mencegah keracunan sistemik, torniket harus tetap dipertahankan
selama 30 menit untuk memberi kesempatan obat keluar vena menyebar dan melekat
ke seluruh jaringan sekitar. Untuk tungkai jarang dikerjakan karena banyak pilihan
lain yang lebih mudah dan aman seperti blok spinal, epidural, atau kaudal.
30
BAB III
KESIMPULAN
Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah,
panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah
endoskopi urologi, bedah rektum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetri, dan bedah
anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan
anestesi
Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan pungsi lumbal,
bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan peningkatan tekanan intrakranial.
Kontraindikasi relatif meliputi neuropati, nyeri punggung, penggunaan obat-obatan
praoperasi golongan AINS (antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin, novalgin, parasetamol),
heparin subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak stabil.
Istilah epidural sering pendek untuk anestesi epidural, suatu bentuk anestesi regional
yang melibatkan injeksi obat melalui kateter ditempatkan ke dalam ruang epidural. Injeksi
dapat menyebabkan keduanya kehilangan sensasi (anestesi) dan hilangnya rasa sakit
(analgesia), dengan menghalangi transmisi sinyal melalui saraf di dalam atau dekat tulang
belakang.
Menyuntikkan obat ke dalam ruang epidural terutama dilakukan untuk analgesia. Hal
ini dapat dilakukan dengan menggunakan sejumlah teknik yang berbeda dan untuk berbagai
alasan. Selain itu, beberapa efek samping-epidural analgesia mungkin bermanfaat dalam
keadaan tertentu (misalnya, vasodilatasi mungkin bermanfaat jika pasien menderita penyakit
pembuluh darah perifer). Ketika kateter dimasukkan ke ruang epidural, sebuah infus kontinyu
dapat dipertahankan selama beberapa hari, jika diperlukan.
Analgesia kaudal sebenarnya sama dengan anestesia epidural, karena kanalis kaudalis
adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat di tempatkan di ruang kaudal melalui hiatus
sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum sakrokogsigeal tanpa tulang yang analog
dengan gabungan antara ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan
ligamentum flavum. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan
kantong dura.
31
DAFTAR PUSTAKA
Latief, Said. Analgesia Regional. Dalam: Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi II. Jakarta:
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2009
32