Anda di halaman 1dari 27

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : An. P
Umur : 12 tahun 11 bulan
Jenis Kelamin : Laki-lai
Alamat : Sukamanah RT 05 RW 04pangalengan
Agama : Islam
No. Rekam Medis : 596776
Tgl. Diperiksa : 05/07/2017
Nama Ayah : Tn. E
Umur : 50
Pendidikan : SD
Pekerjaan :-
Nama Ibu : Ny. H
Umur : 47 Tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh harian lepas

II. ANAMNESISA
Dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien dan aloanamnesi dengan ibu pasien
1. Keluhan Utama
Bengkak pada kedua kaki.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli Anak RSUD Soreang dengan keluhan bengkak pada kedua kaki
sejak 3 minggu SMRS. Keluhan bengkak pada awal tiga minggu yang lalu bermula dari mata
dan baru disadari saat pasien baru bangun tidur. Menurut ibu pasien keluhan bengkak diawali
dari mata seperti sembab mata kemerahan disangkal dan terdapat pada bagian tubuh sperti pada
lengan menajalar sampai kekaki. Namun saat siang hari bengkak pada bagian mata dan sampai
keperut menurut ibu pasien perlahan berkurang akan tetapi pada kaki bengkak semakin terasa
dan menjadi lebih bengkak. Keluhan muncul sesak nafas disangkal, mual dan muntah
disangkal, demam disangkal.

1
Riwayat demam, nyeri tenggorokan , batuk pilek sekitar 1 bulan terakhir disangkal
oleh pasien. Munculnya kemerahan ataupun gatal-gatal pada kulit disangkal oleh pasien.
Keluhan kepala terasa nyeri diseluruh bagian kepala terutama dibagian kepala depan sering
dirasakan oleh pasien lebih kurang 1 bulan terakhir keluhan penglihatan berkabnur disangkal
oleh pasien. Munculnya kejang , penurunan kesadaran, lateralisasi serta muntah proyektil
disangkal oleh pasien. BAK lancar setiap hari namun sejak 1 bulan terakhir warna BAK keruh
seperti teh. Urine seperti cair cucian daging disangkal oleh pasien. BAB dalam batas normal,
Riwayat BAB darah atau hitam disangkal oleh pasien.
Menurut pasien dan ibunya selama dua tahun terakhir pasien hampir setiap hari
mengonsumsi minuman berenergy . sehari biasanya sekitar 250 ml (1 Gelas takar). Pasien dapat
dikatakan tidak pernah mengalami sakit berat ataupun riwayat pengobatan TB paru
sebelumnya. Aktifitas selama muncul keluhan tidak terbatas. Pasien tidak tampak lemas ,
sehari-hari masih sering bermain dengan teman sebanyanya meskipun sudah terdapat keluhan
bengkak ditubuhnya.Riwayat anak sering demam berkelanjutan disangkal oleh ibu pasien.
Riwayat konsumsi alkohol disangkal, merokok disangkal penggunaan obat-obat warung
ataupun obat terlarang juga disangkal. Sebelumnya pasien 2 Minggu SMRS sudah berobat di
puskesmas dan menurut ibu pasien diberikan obat captopril, furosemid setengah tablet sehari
dan diberikan obat untuk lambung. Sejak saat ini bengkak perlahan mulai mengempes.

3.Riwayat Penyakit Dahulu


Menurut ibu pasien anaknya jarang sekali sakit dan keluhan serupa tidak pernah dikeluhkan.

4.Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada dalam keluargan yang menderita keluhan serupa.

5.Silsilah / Ikhtisar keturunan

Keterangan :

2
= Laki-Laki

= Perempuan

=Laki-laki yang sakit

6.Riwayat Kehamilan dan Persalinan


a. Riwayat kehamilan
Pasien merupakan anak ketiga dan ibu tidak memiliki riwayat keguguran sebelumnya. Menurut
ibu pasien beliau hamil 9 bulan dan jarang memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan. Namun
selama hamil tidak memiliki riwayat demam, penyakit hipertensi, kejang dll.
b.Riwayat persalinan
Pasien lahir spontan, cukup bulan, ditolong bidan, langsung menangis, dengan berat lahir 3,2
kg.
c.Riwayat pascalahir
Tidak ada keluhan

7.Riwayat Makan dan Minum Anak :


0-6 bulan : ASI
6-9 bulan : ASI + bubur susu
9-12 bulan : ASI + bubur nasi / nasi tim + buah + biskuit
1-2 tahun : ASI + makanan sesuai pola makan keluarga + buah
2 tahun sampai sekarang : makanan sesuai pola makan keluarga + buah

8.Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


Ibu pasien mengatakan pertumbuhan dan perkembangan pasien sama dengan anak-anak
seusianya. Saat ini pasien duduk dibangku kelas 2 SMP dan tidak memiliki keterhambatan
ataupun maslah dalam bergaul ataupun dalam pendidikan.

9.Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi dasar dikatakan lengkap dan sesuai usia di posyandu, namun ibu pasien
tidak dapat menjelaskan waktu pemberian imunisasi.

III. Pemeriksaan Fisik

3
A. Pemeriksaan Umum
1. Kesadaran : Compos mentis
2. Tanda Vital : Tekanan Darah : 160/100 mmHg
Frekuensi Nadi : 96x/ menit
: Frekuensi Nafas : 24x/ menit
: Suhu : 36,7C
:
3. Status Gizi : Berat Badan : 47 Kg
Tinggi badan : 150 cm
TB/U : < 1 S.D
BMI/U : > 2 S.D
Pemeriksaan Khusus
KULIT
Petekie (-), ekimosis (-), hematoma (-), ikterik (+)
KEPALA
Deformitas (-), rambut hitam tidak mudah dicabut.
MATA
Konjungtiva Anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+,
refleks cahaya tidak langsung +/+, sekret (-) edema palpebra -/-
TELINGA
Telinga tidak ada tanda-tanda peradangan, serumen (-), sekret (-), nyeri tekan tragus (-).
HIDUNG
PCH (-), sekret (-), deviasi septum nasi (-), nyeri tekan os. nasal (-).
MULUT
POC (-), faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1.
LEHER
Kelenjar getah bening tidak teraba membesar.
THORAKS
Bentuk dan Pergerakan simetris saat statis dan dinamis, retraksi sela iga (-)
PARU KANAN dan KIRI
Inspeksi : Pergerakan simetris kanan dan kiri
Palpasi : Tidak ada krepitasi, nyeri tekan, fremitus vokal dan taktil di kedua
Hemithoraks simetris
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru

4
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Whezing (-/-), Slem (-/-)
JANTUNG
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis terlihat
Palpasi : Pulsasi iktus kordis teraba normal
Perkusi : Dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi Jantung 1 dan Bunyi Jantung 2 murni regular, tidak ada
Murmur/Gallop
ABDOMEN
Inspeksi : perut tampak datar, tidak tampak caput meduse.
Palpasi : soepel, hepar dan lien tidak teraba membesar, ballotement (-) nyeri
tekan (-), tes undulasi (-)
Perkusi : tymphani pada lapang abdomen , nyeri ketok CVA (-/-)
Auskultasi : Bising Usus (+) normal.

Palpasi Suprapubik: Tidak teraba adanya tahan, kesan tidak penuh.


EKSTREMITAS
Akral hangat, pitting edema (+/+), CRT 3 detik, spoon nail (-).

IV.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi Hasil Nilai Rujukan

Darah rutin
Hemoglobin 9,2 g/dl 12-16
Hematokrit 29% 40-48
Leukosit 8.700/mm3 4.000-10.000
Trombosit 264.000/mm3 150.000-400.000

Laboratorium Hasil Nilai Rujukan


Kimia Klinik
Protein Total 3,46 g/dl 6-7,8
Albumin 1,96 g/dl 3,5-5,2
Ureum 44,8 mg/dL 17 43
Kreatinin 1,64 mg/dL 0.6 - 1.2
Kolesterol total 323.1mg/dl 200

5
Urine
Urine Lengkap
Makroskopis
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Agak Keruh Jernih
Kimia Urine
pH 6,0 4,5-8,0
Berat Jenis 1.010 1.005-1.030
Protein Positive 2 (++) Negative
Reduksi Negative Negative
Keton Negative Negative
Urobilinogen Normal Normal (<1mg/dl)
Bilirubin Negative Negative
Nitrit Negative Negative
Mikroskopis Urine
Lekosit 8-10/ lpb 0-3
Eritrosit 10-15/lpb 0-2
Epitel 2-3 gepeng /lpk <10
Silinder Granular Cast Negative
Kristal Negative Negative
bakteri Negative Negative
Lain-lain -

Sediaan Apus Darah Tepi (05/Juli/2017)


Eritrosit : Hipokrom sebagian normokrom, anisositosis normoblas (+)

Lekosit : Jumlah Cukup, dijumpai granula toksik pada sel neutrophil, tidak ada

kelainan morfologi

Trombosit : Kelompok trombosit cukup, terlihat giant trombosit.

V.DIAGNOSIS BANDING
Sindroma Nefritik Akut
Sindroma Nefrotik

6
VI.USULAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan ASTO
Pemeriksaan Apusan Tenggorok
ANA test
Rontgen Thorax PA

VII.DIAGNOSIS KERJA
SIndroma Nefritik Akut

VIII.TERAPI
Cefotaxime 3 x 750 mg
Furosemide 3x 40 mg
Captopril 1x 12,5 mg
Diet Bebas Garam

VIII.PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam

FOLLOW UP PASIEN
Follow up pasien tanggal 06/Juli/2017 pukul 08:00

7
S/ Bengkak pada kaki (+) Makan/minum (+/+)

Demam(-) BAB/BAK (+/+)

BAB (-) sejak 2 hari, Flatus (+) Kepala tersa pusing/sakit (-/-)

O/ KU compos mentis

TD 160/100 mmHg N 100x/menit

Temp 36,5C RR 24x/menit

Kepala Conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-) , edema palpebra (-


/-)

Leher pembesaran KGB (-)

Cor BJ S1S2 Reguler M (-), G(-)

Pulmo Vesikuler (+) N, Rhonki (-), Wheezing (-)

Abdomen datar, soepel, NT (-), Hepar dan Lien Tidak Teraba Membesar,
Ballotement (-), Undulasi (-)

Extremitas Edema extremitas superior (-)

Edema extrmitas inferior (+/+) pitting edema

Urine Output dalam 24 jam = 1800 ml.

A/ Sindroma Nefritik Akut

P/ Cefotaxime 3x 750 mg

Furosemid 3 x 30 mg

Captopril 1x12,5 mg

Diet bebas Garam

Follow up pasien tanggal 07/Juli/2017 pukul 08:00


S/ Bengkak pada kaki (+) Makan/minum (+/+)
dirasakan berkurang
BAB/BAK (+/+)
Demam(-)
Kepala tersa pusing/sakit (-/-)
BAB (-) sejak 3 hari , Flatus (+)

8
O/ KU compos mentis

TD 160/100 mmHg N 86x/menit

Temp 36,5C RR 22x/menit

Kepala Conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-) , edema palpebra (-


/-)

Leher pembesaran KGB (-)

Cor BJ S1S2 Reguler M (-), G(-)

Pulmo Vesikuler (+) N, Rhonki (-), Wheezing (-)

Abdomen datar, soepel, NT (-), Hepar dan Lien Tidak Teraba Membesar,
Ballotement (-), Undulasi (-)

Extremitas Edema extremitas superior (-)

Edema extrmitas inferior (+/+) pitting edema

Urine Output dalam 24 jam = 1800 ml.

A/ Sindroma Nefritik Akut

P/ Cefotaxime 3x 750 mg

Furosemid 3 x 30 mg

Captopril 1x12,5 mg

Diet bebas Garam

Pro/ Rontgen Thorax

Diskusi
1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?

9
Anamnesis :
1. Pasien datang ke poli Anak RSUD Soreang dengan keluhan bengkak pada kedua kaki
sejak 3 minggu SMRS. Keluhan bengkak pada awal tiga minggu yang lalu bermula dari
mata dan baru disadari saat pasien baru bangun tidur.
2. Bengkak pada mata semakin menghilang terutama saat siang hari.
3. BAK keruh seperti air teh sejak 3 minggu SMRS
4. Pasien sering mengeluhkan nyeri kepala, nyeri pada tengkuk kepala sejak lebih kurang
2 bulan terakhir.
5. Pasien memiliki riwayat sejak 2 tahun terakhir hampir setiap hari mengonsumsi
minuman berenrgy.
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tanda Vital :
a. Tekanan Darah : 160/100 mmHg
Frekuensi Nadi : 96x/ menit
Frekuensi Nafas : 24x/ menit
Suhu : 36,7C
4. MATA
Konjungtiva Anemis (+/+), edema palpebra -/-
5. EKSTREMITAS
Akral hangat, pitting edema (+/+), CRT 3 detik, spoon nail (-).

Pemeriksaan Peenunjang :

IV.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi Hasil Nilai Rujukan

Darah rutin
Hemoglobin 9,2 g/dl 12-16
Hematokrit 29% 40-48

Laboratorium Hasil Nilai Rujukan


Kimia Klinik

10
Protein Total 3,46 g/dl 6-7,8
Albumin 1,96 g/dl 3,5-5,2
Ureum 1,50mg/dL 17 43
Kreatinin 1,64 mg/dL 0.6 - 1.2
Kolesterol total 323.1mg/dl 200

Urine
Urine Lengkap
Makroskopis
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Agak Keruh Jernih
Kimia Urine
Protein Positive 2 (++) Negative
Mikroskopis Urine
Lekosit 8-10/ lpb 0-3
Eritrosit 10-15/lpb 0-2
Silinder Granular Cast Negative

Sediaan Apus Darah Tepi (05/Juli/2017)


Eritrosit : Hipokrom sebagian normokrom, anisositosis normoblas (+)

Lekosit : Jumlah Cukup, dijumpai granula toksik pada sel neutrophil, tidak ada

kelainan morfologi

Trombosit : Kelompok trombosit cukup, terlihat giant trombosit.

2.Apakah Penatalaksanaan sudah tepat?

Cefotaxime 3 x 750 mg
o Pemakaian antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Namun, pasien
dengan biakan positif harus diberikan antibiotic untuk eradikasi organisme dan
mencegah penyebaran ke individu lain. Diberikan antimikroba berupa injeksi
benzathine penisilin 50.000 U/kg BB IM atau eritromisin oral 40 mg/kgBB/hari

11
selama 10 hari bila pasien alergi penisilin.10,12 Pembatasan bahan makanan
tergantung beratnya edem, gagal ginjal, dan hipertensi.

Furosemide 3x 40 mg
o Penanganannya dengan pembatasan cairan (input =output), edema berat dan
tanda edema paru harus diberikan diuretic, misalnya furosemide. Jika tidak
berhasil dilakukan dialisa peritoneal. Dosis furosemid (1 3 mg/kgbb).
Captopril 1x 12,5 mg
o Hipertensi sedang atau berat tanpa tanda-tanda serebral bisa diberikan kaptopril
(0,3-2 mg/KgBB/hari) atau furosemide/ atau kombinasi keduanya.
Diet Bebas Garam
Bila edema berat, diberikan makanan tanpa garam dan bila edema ringan pemberian garam
dibatasi sebanyak 0.5-1 gram/ hari

3. Apa komplikasi yang dapat timbul dari kasus ini?

Kegagalan ginjal akut


Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan
Ensefalopati hipertensi
Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini
disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
Edema paru akut
Anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga sering
disangka sebagai bronkopneumoni
Gangguan sirkulasi
Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan arah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.

12
Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan
kelainan di miokardium.
4. Bagaimana prognosis pada pasien ini?

Pada kasus epidemik, sebagian besar anak mengalami pemulihan. Sebagian anak

mengalami GN progresif cepat atau penyakit ginjal kronis. Prognosis pada kasus sporadic

tidak terlalu jelas. Pada orang dewasa, 15 % sampai 50 % pasien mengalami penyakit

ginjal tahap akhir dalam beberapa tahun atau 1 sampai 2 tahun kemudian, bergantung

pada keparahan klinis dan histologis. Sebaliknya, pada anak penyakit kronis setelah kasus

sporadic GN akut jauh lebih rendah. Walaupun prognosis GNAPS ini baik, kematian bisa

terjadi terutama dalam fase akut akibat gagal ginjal akut, edema paru akut atau hipertensi

ensefalopati

13
SINDROMA NEFRITIK AKUT

I. PENDAHULUAN

Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan kumpulan gambaran klinis berupa hematuria
dengan sel darah merah dismorfik dan silinder sel darah merah dalam urine, beberapa derajat
oligouria dan azotemia, retensi natrium dan air, hipertensi yang disertai adanya kelainan
urinalisis (proteinuria kurang dari 2 gram/hari dan hematuria serta silinder eritrosit). Meskipun
terdapat proteinuria dan bahkan edema, keduanya bisanya tidak terlalu mencolok seperti pada
sindroma nefrotik.1,3. Penyakit yang dapat menimbulkan gejala SNA, diantaranya kelainan
glomerulopati primer (idiopatik), glomerulopati pasca infeksi, schoenlein henoch syndrome
(SHS), systemic lupus eritematous (SLE), subacute bacterial endocarditis (SBE), vaskulitis
dan nefritis herediter (sindroma Alport). Bentuk yang paling banyak diketahui adalah
glomerulonephritis pasca streptokokus (GNAPS), dimana anak mengalami infeksi
streptokokus hemolitikus, biasanya ada riwayat faringitis atau riwayat infeksi kulit
(pyoderma). Kasus klasik GN pascastreptokokus adalah timbul pada anak 1-4 minggu setelah
pasien sembuh dari infeksi streptokokus grup A hanya strain nefritogenik tertentu dari
streptokokus -hemolitikus mampu memicu penyakit glomerulus.2,4

Sindrom nefritik akut (SNA) adalah istilah umum kelainan ginjal berupa proliferasi dan
inflamasi glomeruli, yang disebabkan oleh mekanisme imunulogis terhadap antigen tertentu
seperti bakteri, virus, parasit, dll. SNA merupakan kumpulan gambaran klinis berupa
hematuria, beberapa derajat oligouria dan azotemia, retensi natrium dan air/ hipertensi. Bentuk
SNA yang sering ditemukan pada anak adalah glomerulonephritis yang didahului oleh infeksi
streptokokus hemolitikus A sehingga disebut glomerulonephritis akut pasca streptokokus
(GNAPS). Streptokokus hemolitikus grup A serotipe 12 sebagai penyebab paling sering
pasca ISPA (pharyngitis) dan serotype 46 pasca infeksi kulit (impetigo).1,2,5

Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan gejala SNA

A. Eksaserbasi akut Glomerulonefritis kronik


B. Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria
1. Fokal Glomerulonefritis

14
2. Nefritis herediter (Alport disease)
3. IgA-IgG nefropati (Maladie de Berger)
4. Benign recurrent hematuria
C. Rapidly Progressive Glomerulonephritis
D. Penyakit-penyakit sistemik
1. Schoenlein Henoch Syndrome (SHS)
2. Systemic Lupus Eritematous (SLE)
3. Subacute Bacterial Endocarditis (SBE)1,5,7

II. ETIOLOGI

Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan
disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:

A. Bakteri : Streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans,


Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus,
Salmonella typhi dll
B. Virus : Aids, Coxsackie, Epstein Barr, Influenza, Rubeola, hepatitis B,
varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika
C. Parasit : malaria dan toksoplasma 5,6

III. EPIDEMIOLOGI

Sindrom nefritik akut termasuk penyakit dengan insiden yang tidak terlalu tinggi,
sekitar1 : 10.000. Sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus tanpa gejala insidennya
mencapai jumlah 4-5 kali lebih banyak. Insiden sebenarnya dari GNAPS tidak begitu jelas
mengingat bentuk asimtomatik banyak terdapat pada anak-anak yang kontak dengan penderita
GNAPS.Penyakit ini menyerang semua umur tetapi lebih sering pada umur 6-7 tahun, jarang
dibawah umur 3 tahun. Insiden sex tidak jelas tetapi beberapa sarjana mendapakan laki-laki :
perempuan = 2:1.5,6

Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi
saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus
grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi
kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. 5,6

15
Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya
glomerulonefritis akut pasca streptokokus berkisar 10-15%. Mungkin faktor iklim, keadaan
gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan
kuman Streptococcuss. Streptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara
khas membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan
bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh
Streptococcus hemolisis grup A. Kumpulan ini diberi spesies namaS. pyogenes. S. pyogenes
-hemolitik grup A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu: Streptolisin O dan S. 5,6

IV. PATOGENESIS

Terdapat 2 teori imunologik yang dapat menerangkan terjadinya glomerulonephritis


secara umum yaitu:

A. Autoimun (Antibodi antimembran basalis glomerulus)

Antibodi akan timbul bila ada antigen masuk ke dalam tubuh. Dalam hal ini antigen
dari luar misalnya mikroba menyebabkan tubuh membentuk antibodi. Antibodi tersebut
bereaksi dengan antigen yang terdapat pada membran basalis glomerulus yang pada akhirnya
menyebabkan kerusakan glomerulus. Bentuk ini dapat dilihat secara imunofloresensi dimana
tampak endapan linier dari IgG dan C3 sepanjang kapiler glomerulus. Contohnya adalah Good
Pasture Syndrome, Rapidly Progressive Glomerulonephritis. 5

B.Soluble antigen antibody complex

Antigen yang masuk ke sirkulasi menyebabkan timbulnya antibodi yang bereaksi


dengan antigen tersebut membentuk soluble antigen-antibodi complex (SAAC). SAAC ini
kemudian masuk dalam sirkulasi, menyebabkan system komplemen dalam tubuh ikut bereaksi,
sehingga complemen C3 akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit dibawah epitel
kapsula bowman secara imunofloresensi terlihat sebagai benjolan disebut HUMPS. Jadi
HUMPS ini terdiri dari antigen antibody (igG) dan C3 yang dengan imunofloresensi terlihat
sepanjang membran glomerulus dalam bentuk granuler atau noduler. C3 yang ada dalam
HUMPS ini akan menarik sel PMN (chemotactic) dan migrasi PMN inilah yang menyebabkan
gangguan permeabilitas membrane glomerulus sehingga eritrosit protein dan yang lainnya
dapat melewati membran glomerulus dan terdapat dalam urin. Contohnya adalah GNAPS dan
Sindroma Nefrotik.5

16
Kasus klasik GN pasca streptokokus adalah timbul pada anak 1-4 minggu setelah pasien
sembuh dari infeksi streptokokus grup A. hanya strain nefritogenik tertentu dari streptokokus
-hemolitikus mampu memicu penyakit glomerulus. Pada sebagian besar kasus, infeksi awal
terletak di faring atau kulit. Pada GNAPS bentuk kompleks imun tidak saja terjadi melalui
SAAC, tetapi juga bisa terjadi secara in situ oleh karena ditemukannya endostreptosin, suatu
bentuk protein sitoplasma dari streptokokus nefritogenik yang berfungsi sebagai antigen
mengendap langsung di mesangial glomerulus. Penelitian menunjukkan bahwa C3 mengendap
di GBM sebelum IgG mengendap, oleh karena itu cedera primer mungkin desebabkan oleh
pengaktifan komplemen. Antigen tersangka adalah endostreptosin dan protein pengikat
plasmin nefritis.3,5

VI. GEJALA DAN TANDA

Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan kumpulan gambaran klinis berupa hematuria
dengan sel darah merah dismorfik dan silinder sel darah merah dalam urine, beberapa derajat
oligouria dan azotemia, retensi natrium dan air, hipertensi yang disertai adanya kelainan
1
urinalisis (proteinuria kurang dari 2 gram/hari dan hematuria serta silinder eritrosit).
Bentuk SNA yang paling banyak diketahui adalah glomerulonephritis pasca streptokokus
(GNAPS).Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai gejala
gejala tipik.Bentuk asimtomatik lebih banyak dari pada GNAPS simtomatik. Lebih dari 50 %
kasus GNAPS adalah asimtomatik. Bentuk simtomatik diketahui apabila terdapat kelainan
sedimen urin terutama hematuri mikroskopis yang disertai riwayat kontak dengan penderita
GNAPS simtomatik.
A. Periode Laten
Pada GNAPS yang tipik harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi
streptokokus dan timbulnya gejala gejala. Periode ini berkisar 1-3 minggu.Periode 1-2
minggu umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh infeksi saluran nafas. Sedangkan
periode 3 minggu didahului oleh infeksi kulit / piodermi. Periode ini jarang terjadi di bawah 1
minggu, bila periode laten ini berlangsung kurang 1 minggu maka harus dipikirkan
kemungkinan penyakit lain seperti eksaserbasi glomerulonephritis kronik, Systemic
Erythematosus, Shoenlein-Henoch Syndrome atau benign recurrent hematuria.6

17
1. Edema
Merupakan gejala yang paling sering dan umumnya paling pertama timbul dan
menghilang pada akhir minggu pertama. Paling sering terjadi di muka terutama daerah
periorbital (palpebra). Disusul oleh tungkai/ edema pretibial, Itu sebabnya edema pada muka
dan palpebral sangat menonjol waktu bangun pagi oleh karena adanya jaringan longgar pada
daerah tersebut dan menghilang atau berkurang setelah melakukan kegiatan fisik.Hal ini terjadi
karena faktor gravitasi.6 Jika terjadi retensi cairan yang hebat bisa timbul asites faktor yaitu
gravitasi dan tahanan jaringan lokal. Bendungan sirkulasi secara klinis bisa nyata dengan
takipne dan dispneu. Kadang kadang terjadi pula edema laten yaitu edema yang tidak tampak
dari luar dan baru diketahui setelah terjadi diuresis dan penurunan berat badan.
Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR)
yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga
terjadi edema dan azotemia.Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan
natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah, meskipun edema paling nyata dibagian
anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat
peradangan glomeurulus, apakah disertai dengan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat
dilakukan pembatasan garam.6,8

2.Hematuria

Hematuria makroskopis (gross hematuria) terdapat pada 30-70 % kasus GNAPS


sedangkan hematuria mikroskopis dijumpai hampir pada semua kasus. Urin tampak coklat
kemerah merahan atau seperti the tua, air cucian daging atau seperti coca cola. Hematuria
makroskopis biasanya timbul dalam minggu pertama dan berlangsung beberapa hari tetapi bisa
pula berlangsung sampai beberapa minggu. Hematuria mikroskopis bisa berlangsung lebih
lama umumnya menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang kadang masih dijumpa hematuria
mikroskopis dan proteinuria walaupun secara klinis GNAPS sudah sembuh. Bahkan hamaturia
mikroskopis bisa menetap lebih dari satu tahun sedangakan proteinuria sudah menghilang.
Keadaan ini disebut hematuria persisten dan merupakan indikasi untuk dilakukan biopsy ginjal
mengingat kemungkinan adanya glomerulonephritis kronik.Kerusakan pada kapiler
gromelurus mengakibatkan hematuria/ kencing berwarna merah daging dan albuminuria. Urine
mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi.6,8

3.Hipertensi

18
Hipertensi merupakan gejala yang penting yang terdapat pada 60-70 % kasus GNAPS.
Umumnya hipertensi yang terjadi tidak berat. Timbul terutama dalam minggu pertama dan
umumnya menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang lain. Bila terdapat
kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan
menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Hipertensi selalu terjadi
meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang. Pada kebanyakan kasus dijumpai
hipertensi ( tekanan diasotik 80-90 mmHg ). Hipertensi ringan tidak perlu diobati sebab dengan
istirahat yang cukup dan diet yang teratur, tekanan darah akan normal kembali. Adakalanya
hipertensi berat menyebabkan hypertensive encephalopathy yaitu hipertensi yang disertai
gejala serebral seperti sakit kepala, muntah muntah, kesadaran yang menurun dan kejang
kejang. Insedens hypertensive encephalopathy ini dilaporkan 5-10 % dari penderita yang
dirawat dengan GNAPS. Hipertensi pada GNAPS berhubungan dengan peningkatan retensi
garam karena reabsorpsi tubular yang abnormal dan Laju Filtrasi Glomerulus yang abnormal.
10

4.Oliguria
Tidak sering di jumpai terdapat pada 5-10 % kasus GNAPS dengan produksi urin
kurang dari 350 ml/hari. Oliguri tejadi bla fungsi ginjal menurun atau timbul kegagalan ginjal
akut seperti ketiga gejala sebelumnya. Oliguri umumnya timbul dala minggu pertama dan
menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu pertama.Oliguria bisa
pula menjadi anuri karena penurunan laju filtrasi glomerulus, menunjukkan adanya kerusakan
glomerulus yang berat dan prognosis yang jelek.10

5. Gejala-gejala system kardiovaskuler


Kongesti sirklasi terjadi pada 20-70% kasus GNAPS. Kongesti terjadi bukan karena
hipertensi atau miokarditis tetapi diduga karena retensi natrium dan air sehngga terjai
hipovolemia.

6.Gejala-gejala lain

Terkadang dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi,nyeri kepala, dan
anorexia. Gejala pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat edema atau
hematuria makroskopis yang berlangsung lama.2,3,5,6,9

B. Penyakit-penyakit selain GNAPS yang dapat menimbulkan gejala SNA

1. Glomerulonefritis kronik dengan eksaserbasi akut

19
Dari anamnesis ada penyakit ginjal sebelumnya dan periode laten yang terlalu
singkat, biasanya 1-3 hari. Selain itu adanya gangguan pertumbuhan, anemia dan
ureum yang jelas meninggi waktu timbulnya gejala nefritis.8
2. Purpura Henoch-Schoenlein yang mengenai ginjal
Gambaran klinisnya berupa: pada kulit terdapat ruamhemoragik,sendi nyeri dan
bengkak, terdapat gangguan usus berupa nyeri dan melena, terdapat kerusakan ginjal
ditandai dengan adanya hematuri. 4
3. Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria
Penyakit ini dapat berupa fokal glomerulonefritis herediter (Alport disease), IgA-IgG
nefropati, dan benign recurrent hematuria. Umumnya penyakit ini tidak disertai
edema atau hipertensi. Hematuria makroskopis yang terjadi biasanya berulang dan
timbul singkat. 8
4. Lupus eritematosus sistemik
Memberi gejala nefritis seperti hematuria, proteinuria dan kelainan sedimen urin yang
lain. Tetapi pada hapusan tenggorok negative dan titer ASTO normal. Pada SLE
terdapat kelainan kulit dan Sel LE positif pada pemeriksaan. 8
5. Subacute Bacterial Endocarditis (SBE)
Gejala beruapa demam tinggi yang menetap lama, splenomegaly, dan bising jantung.
Pada SBE tidak ada edema, hipertensi dan oliguria8

VII. PEMERIKSAAN TAMBAHAN

A. Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4),


Hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine
dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+),
silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat
dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia.
Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik.
Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir
semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan
kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur
alternatif komplomen. 4,8

20
B. Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pasca
streptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3
tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan
mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan
diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penurunan kadar
C3, ternyata berlangsung lebih lama. 4,8

C. Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan
kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap
antigen streptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain
antistreptolisin, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antistreptolisin cukup
bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen streptokokus.
Titer anti streptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan
faringitis, meskipun beberapa starin streptokokus tidak memproduksi streptolisin O.
Peningkatan titer antibodi terhadap streptolisin-O (ASTO) terjadi 10-14 hari setelah infeksi
streptokokus. Kenaikan titer ASTO terdapat pada 75-80% pasien yang tidak mendapat
antibiotik. Titer ASTO pasca infeksi streptokokus pada kulit jarang meningkat dan hanya
terjadi pada 50% kasus. Antihialuronidase (Ahase) dan anti deoksiribonuklease B (DNase B)
umumnya meningkat. Pengukuran titer antibodi yang terbaik pada keadaan ini adalah terhadap
antigen DNase B yang meningkat pada 90-95% kasus. Sebaiknya serum diuji terhadap lebih
dari satu antigen streptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus
menunjukkan adanya infeksi streptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus,
tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen streptokokus biasanya positif.
Pada awal penyakit titer antibodi streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer
dilakukan secara seri. 4,8

VIII. DIAGNOSIS

Diagnosis glomerulonefritis akut pasca streptokokus perlu dicurigaipada pasien dengan


gejala klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut
setelah infeksi streptokokus, 2-6 minggu setelah terjadinya infeksi kulit impetigo dan 1-3
minggu setelah infeksi faringitis streptokokal. Tanda glomerulonefritis yang khas pada
urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar
komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain

21
dapat menyerupai glomerulonefritis akut pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-
IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala
hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis
akut pascastreptokokus, tetapi hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan
pada saat faringitas (synpharyngetic hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut pasca
streptokokus hematuria timbul 10 hari setelah faringitis, sedangkan hipertensi dan sembab
jarang tampak pada nefropati-IgA. Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran
klinis berupa hematuria makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa
glomerulonefritis kronik yang menunjukkan gejala tersebut adalah glomerulonefritis
membranoproliferatif, nefritis lupus, dan glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan
dengan glomerulonefritis akut pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit.1,2

Pada glomerulonefritis akut pascastreptokokus perjalanan penyakitnya cepat


membaik(hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan
proteinuria masih lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokokus
dibandingkan pada glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak
lanjut merupakan tanda (marker) yang penting untuk membedakan glomerulonefritis akut
pascastreptokok dengan glomerulonefritis kronik yang lain. Kadar komplemen C3 serum
kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokokus
sedangkan pada glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl
sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd. 1,2

Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat


infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis
membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus tidak perlu dilakukan
biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan
terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.1,2

Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi pada umumnya
kriteria yang dipakai adalah:

A. Biakan positif streptokokkus hemolitikus group A dan atau peningkatan titer antibody
terhadap streptokokus.
B. Gejala-gejala klinik.

22
C. Adanya kelainan laboratorium terutama hematuria mikroskopis, torak eritrosit, dan
proteinuria.
D. Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis GNAPS berdasarkan kelainan sedimen urin
(hematuria mikroskopis), proteinuria dan adanya epidemic/kontak dengan penderita
GNAPS.8

IX. PENATALAKSANAAN

A. Istirahat
Istirahat ditempat tidur jika dijumpai komplikasi yang biasa timbul pada minggu pertama,
sesudah fase akut tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan
seperti sebelum sakit. Istirahat yang terlalu lama bisa memberi beban psikologik.Istirahat
mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu untuk
memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh.Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit
tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya. 2,6,8

B. Diet
Makanan pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah
garam (1 g/hari). Protein dibatasi jika kadar ureum meninggi sebanyak 0.5-1 gram/kgBB/ hari.
Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah
normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa
10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan,
sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka
jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi. Retensi cairan ditangani dengan pembatasan
cairan dan natrium. Asupan cairan yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran, berarti
asupan cairan = jumlah urin + insensible water loss(20-25 ml/kgBB/hari)+ jumlah keperluan
cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal (10 mg/KgBB/hari). Bila berat badan tidak
berkurang diberi diuretik seperti furosemid 2mg/ kgBB, 1-2 kali/hari. Bila edema berat,
diberikan makanan tanpa garam dan bila edema ringan pemberian garam dibatasi sebanyak
0.5-1 gram/ hari.5,6
C. Antibiotik
Pemakaian antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Namun, pasien dengan
biakan positif harus diberikan antibiotic untuk eradikasi organisme dan mencegah penyebaran

23
ke individu lain. Diberikan antimikroba berupa injeksi benzathine penisilin 50.000 U/kg BB
IM atau eritromisin oral 40 mg/kgBB/hari selama 10 hari bila pasien alergi penisilin.10,12
Pembatasan bahan makanan tergantung beratnya edem, gagal ginjal, dan hipertensi.

D. Simptomatis
1.Bendungan sirkulasi
Penanganannya dengan pembatasan cairan (input =output), edema berat dan tanda
edema paru harus diberikan diuretic, misalnya furosemide. Jika tidak berhasil dilakukan
dialisa peritoneal.

2.Hipertensi
Pasien hipertensi dapat diberi diuretik atau anti hipertensi. Bila hipertensi ringan
(tekanan darah sistolik 130 mmHg dan diastolik 90 mmHg) umumnya diobservasi tanpa diberi
terapi, cukup dengan istirahat dan pembatasan cairan. Hipertensi sedang (tekanan darah sistolik
> 140 150 mmHg dan diastolik > 100 mmHg) diobati dengan pemberian hidralazin oral atau
intramuskular (IM), nifedipin oral atau sublingual. Dalam prakteknya lebih baik merawat inap
pasien hipertensi 1-2 hari daripada memberi anti hipertensi yang lama. Pada hipertensi berat
dengan gejala ensefalopati hipertensi diberikan klonidin (0,002-0,006 mg/kgBB) dapat diulang
sampai 3 kali atau diberi diazoxid 2-5 mg/kgBB iv kedua obat tersebut dapat digabungkan
bersama furosemid 1-3 mg/kgBB iv, Hipertensi sedang atau berat tanpa tanda-tanda serebral
bisa diberikan kaptopril (0,3-2 mg/KgBB/hari) atau furosemide/ atau kombinasi keduanya. Jika
intake oral cukup baik dapat diberikan nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5
mg/kgBB/hari dapat diulang setiap 30-60 menit.
3.Gagal ginjal akut
Penanganan dengan pembatasan cairan, pemberian kalori cukup dalam bentuk
karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberikan Na Bikarbonat dan bila terdapat hiperkalemia
diberikan Ca glukonas atau kayexalate.2,6,8

X. KOMPLIKASI
A. Kegagalan ginjal akut
Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang

24
terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di
perlukan
B. Ensefalopati hipertensi
Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat
gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan
spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
C. Edema paru akut
D.Gangguan sirkulasi
Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanan arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah,
melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan
terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.2,8

XI. PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS

Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada komplikasi
sehingga sering digolongkan dalam self limiting disease. Walaupun sangat jarang GNAPS bisa
kambuh kembali (recurrent).Pada kasus epidemik, sebagian besar anak mengalami pemulihan.
Sebagian anak mengalami GN progresif cepat atau penyakit ginjal kronis. Prognosis pada kasus
sporadic tidak terlalu jelas. Pada orang dewasa, 15 % sampai 50 % pasien mengalami penyakit
ginjal tahap akhir dalam beberapa tahun atau 1 sampai 2 tahun kemudian, bergantung pada
keparahan klinis dan histologis. Sebaliknya, pada anak penyakit kronis setelah kasus sporadic
GN akut jauh lebih rendah. Walaupun prognosis GNAPS ini baik, kematian bisa terjadi
terutama dalam fase akut akibat gagal ginjal akut, edema paru akut atau hipertensi
ensefalopati.8

25
DAFTAR PUSTAKA

1. M. Sondeimer J. Current Essensial Pediatric. Denver, Colorado : MC Graw Hill; 2007.


Hal.94
2. Bernstein S, Friedman J, Hiliard R, dkk. Pediatrics :Review Note and Lectures Series.
2000. Hal 71.
3. Rubin, Emanual, Reisner, Howard M. Essentials of Rubins Pathology 5th Edition.
Lippincots William and Wilkin. 2009.
4. Conroy, L. Marsha, Davis R. Kim, Embree L. Jennifer, dkk. Atlas of Pathophysiology
3th edition. Lippincots William and Wilkin. 2010.
5. Rauf S, Albar H. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Unit Kerja
Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia . 2012
6. Rachmadi, Dedi. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD RS. Dr. Hasan Sadikin
Bandung : Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis Akut. 2012
7. Kliegman, B. Jenson, Stanton. Nelson Textbook of Pediatrics Edisi 18. USA. 2007.
8. Lumbanbatu SM. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus Pada Anak. Sari Pediatri ;
2003 5(2) : 58-63

26
27

Anda mungkin juga menyukai