Anda di halaman 1dari 40

BAB I

LAPORAN KASUS

I. Identitas

Nama : Ny. I

Umur : 73 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Janda

Pendidikan Terakhir : SD

Agama : Islam

Suku Bangsa : Sunda

Alamat : Kp Cacaban Desa Cacaban RT 15 RW 03

Conggeang Kab Sumedang

Pekerjaan : Buruh

NO. RM : 17.126732

Tanggal Masuk Rumah Sakit : 15 Mei 2017

Tanggal Pemeriksaan : 15 Mei 2017

Ruang : Perawatan I/Umum/Kelas II/Kamar 122

II. Anamnesis

(Auto dan Alloanamnesis pada tanggal 15 Mei 2017 jam 15.23)

Keluhan Utama : Sesak nafas

Os datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak 1

minggu SMRS. Sesak nafas muncul saat Os habis mengangkat air dalam jarak

100 m. Sebelumnya Os tidak ada keluhan saat melakukan aktivitas yang sama.

Sesak nafas juga muncul saat Os berbaring sehingga harus menggunakan 3

bantal saat tidur. Di malam hari Os sering terbangun tiba-tiba karena sesak

nafas. Mengi (-), nyeri dada (-), batuk (+), tidak berdahak, tidak berdarah,
mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), sembab pergelangan kaki (+), Demam

(-), BAK biasa, BAB biasa. Sudah 3 hari Os tidak melakukan pekerjaan

apapun tapi sesak nafas tetap ada meskipun Os beristirahat. Os tidak bisa tidur

karena sesak semakin bertambah jika posisi berbaring. Os tidak mau makan

sejak 2 hari SMRS. Os tidak berobat.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat dengan keluhan yang sama ada 2 tahun yang lalu. Riwayat

penyakit darah tinggi 2 tahun yang lalu, namun kontrol tidak teratur. Riwayat

penyakit jantung sebelumnya ada. Riwayat penyakit kencing manis disangkal.

Riwayat penyakit pernafasan (asthma) disangkal. Riwayat sakit ginjal disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat penyakit serupa

III. Pemeriksaan Fisik

a. Kesadaran : Compos mentis , E3 M4 V2

b. Tanda vital :

i. Tekanan Darah : 160/100 mmHg

ii. Nadi : 98x/menit regular, equal, isi cukup

iii. Respirasi : 28x/menit

iv. Suhu : 36,0C

v. SpO2 : 98%

A. Status Generalis

Mata

Konjungtiva : anemis -/-


Sklera : ikterik -/-

Leher

Tekanan Vena Jugularis tidak meningkat JVP (5+2) cm H2O, KGB tidak

teraba membesar

Thorax

Cor : I: ictus cordis tidak terlihat

P: ictus cordis tidak teraba

P: batas atas jantung ICS II, kanan I jari lateral linea

parasternalis dextra, kiri linea axillaris anterior sinistra.

A : Bunyi Jantung Murni Regular, Murmur (-) Gallop (-)

Pulmonal : I: bentuk dan gerak simetris

P:ekspansi dada simetris

P: sonor kedua lapang paru

A: VBS kanan = kiri, Rhonki basah halus +/+ Wheezing -/-

Abdomen

I: cembung, tidak ada kelainan kulit

A: Bising Usus (+) Normal

P: Tympani

P: Nyeri tekan (-)

Nyeri lepas (-).

Nyeri tekan kontralateral (-)

Defans muscular (-)

Undulasi (-)

Hepar/Lien tidak teraba membesar

Nyeri ketok CVA -/-

Ekstremitas

Ekstremitas a tas: akral hangat +/+, CRT <2, turgor baik, edema (-)
Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, CRT <2, turgor baik, edema pretibial

(+)

IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Hematologi (15 Mei 2017)

Hb : 12,0 g/dl (normal :11,7-15,5 g/dl)

Ht : 40,1 (normal : 35-47)

Leukosit : 6.900/ mm3 (normal : 3.600-11.000/mm3)

Trombosit : 150.000/ mm3 (normal : 150.000-440.000/mm3)

Kimia klinik (15 Mei 2017)

Ureum : 15mg/dl (normal :15-45 mg/dl)

Creatinin : 0,45mg/dl (normal : 0,45-1,1 mg/dl)

Elektrokardiograf (16 Mei 2017)

EKG :

Frekuensi : 85x/menit

Rate : reguler

Irama : sinus

Zona : transisi v3-v4

Axis lead 1(+),

Avf (-) = normal

Morfologi Sv5 + Rv1>7 kotak besar

Kesan : Left Ventricular Hypertropy (LVH)


Rontgen Thorax PA (16 Mei 2017)

1 Kondisi foto baik

2 Simetris kanan=kiri

3 Trakhea ditengah

4 Tulang-tulang baik

5 Sela iga melebar

6 CTR >50%

7 Sudut Costophrenicus kanan tumpul, kiri sulit dinilai

8 Tenting kanan (-), kiri sulit dinilai

9 Parenkim paru : corakan vaskuler meningkat


Kesan : Kardiomegali dan Efusi Pleura Kanan

V. Resume

Sesak nafas yang dirasakan sejak 1 minggu SMRS. Sesak nafas

muncul saat Os habis mengangkat air dalam jarak 100 m. Sebelumnya Os

tidak ada keluhan saat melakukan aktivitas yang sama. Sesak nafas juga

muncul saat Os berbaring sehingga harus menggunakan 3 bantal saat tidur.

Di malam hari Os sering terbangun tiba-tiba karena sesak nafas. Mengi (-),

nyeri dada (-), batuk (+), tidak berdahak, tidak berdarah, mual (-), muntah

(-), nyeri ulu hati (-), sembab pergelangan kaki (+), Demam (-), BAK

biasa, BAB biasa. Sudah 3 hari Os tidak melakukan pekerjaan apapun tapi

sesak nafas tetap ada meskipun Os beristirahat. Os tidak bisa tidur karena
sesak semakin bertambah jika posisi berbaring. Os tidak mau makan sejak

2 hari SMRS. Os tidak berobat. Riwayat dengan keluhan yang sama ada 2

tahun yang lalu. Riwayat penyakit darah tinggi 2 tahun yang lalu, namun

kontrol tidak teratur. Riwayat penyakit jantung sebelumnya ada. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan bahwa keadaan umum tampak sakit sedang,

kesadaran : Compos mentis, Tekanan Darah : 160/100 mmHg, Nadi :

98x/menit regular, equal, isi cukup, Respirasi: 28x/menit, Suhu: 36,0C,

SpO2: 98%.

Status Generalis :

Cor :

P: batas atas jantung ICS II, kanan I jari lateral linea parasternalis dextra,

kiri linea axillaris anterior sinistra.

Pulmonal :

A: Rhonki basah halus +/+

Ekstremitas : edema pretibial (+)

Kimia klinik (15 Mei 2017)

Ureum : 15,0 mg/dl (normal :15-45 mg/dl)

Creatinin : 0,45 mg/dl (normal : 0,45-1,1 mg/dl)

Skor Farmingham untuk pasien ini :

Kriteria Mayor :

- Paroxysmal nocturnal dyspneu (+)

- Distensi vena leher (-)

- Ronkhi paru (+)

- Kardiomegali (+)

- Edema paru akut (+)


- Gallop S3 (-)

- Peninggian tekanan vena jugularis (+)

- Refluks hepatojugular (-)

Kriteria Minor :

- Edema ekstremitas (+)

- Batuk malam hari (+)

- Dispneu deffort (+)

- Hepatomegali(-)

- Efusi pleura (+)

- Penurunan kapasitas vital 1/3 normal (-)

- Takikardi (>120x/menit) (-)

VI. Diagnosis Kerja

CHF + Efusi Pleura Kanan + HT stage II

VII. Penatalaksanaan

Non-Farmakologis

Istirahat1/2 duduk

Diet jantung

O2 2 L/menit

Kateter urine

Farmakologis :

IVFD RL 20gttx/menit

IVFD RL : D5% 20 gtt/mnt

IVFD D5% 20 gtt/mntInjeksi Farsix 2x1/2 ampul (IV)

Farsix1/2 ampul IV extra

Digoxin 2x0,125 mg

Aspilet 1x80 mg
VIII. Prognosis

Quo ad Vitam : Dubia ad bonam

Quo ad Functionam : Dubia ad malam

XI. FOLLOW UP

Tanggal Keluhan Kesadara TD HR RR Suh Ket.

&Pukul n u

16/5/2017 Sesak CM 160/ 74 22 36 Edema pretibial (+)

12.00 berkurang 70 Advice dr. H. Noerony

(+),o2 (08.00)

terpasang -Th lanjut,

(+),buka -co.dr.Affandi Sp.PD,

mata -Pasang kateter urine

dirangsang

nyeri, bak

sedikit

menggunakan

pampers,

makan

sedikit(+),

minum

sedikit, kedua

kaki edema

(+)

17/5/2017 Sesak CM 140/ 82 20 36,2 Edema Pretibial (+)

70

18/5/2017 Sesak CM 130/ 80 20 37,5 Edema Pretibial (+)


70
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gagal Jantung Kongestif (CHF)

2.1.1 Definisi CHF

Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung

memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan

jaringan terhadap oksigen dan nutrien.2

Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa

kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah

untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya

hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.

Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi

gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.17

2.1.2 Etiologi CHF

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :

1) Kelainan otot jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,

disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang

mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis

koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.


8

2) Aterosklerosis koroner

Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran

darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat

penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)

biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan

penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung

karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,

menyebabkan kontraktilitas menurun.4

3) Hipertensi sistemik atau pulmonal

Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya

mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.4

4) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif

Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara

langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas

menurun.4

5) Penyakit jantung lain

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang

sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme

biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk

jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk

mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau

stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.


9

6) Faktor sistemik

Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam

perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju

metabolisme (misal: demam), hipoksia dan anemia diperlukan

peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen

sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen

ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas

elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.4

2.1.3 Patofisiologi CHF

Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya

melibatkan satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat

kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi

kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan satu respon

hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan

patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu respon

hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian

(filling pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung

menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk

meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh

darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan

aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan

air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.
10

Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa

(pump function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function).

Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal

jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik.

Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara

klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang

ringan. Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh

terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin

aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya

merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah

yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan

curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan

penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan

merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi dan

retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah

sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung

melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi,

peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi dilatasi jantung

akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang

tidak terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik

(penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume

ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis

(hukum Laplace). Jika persediaan energi terbatas (misal pada penyakit


11

koroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas.20 Selain

itu kekakuan ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel.14

Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi sistemik

dari trombus mural, dan disritmia ventrikel refrakter.24 Disamping itu keadaan

penyakit jantung koroner sebagai salah satu etiologi CHF akan menurunkan

aliran darah ke miokard yang akan menyebabkan iskemik miokard dengan

komplikasi gangguan irama dan sistem konduksi kelistrikan jantung.4,10

Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan penurunan aktivitas listrik

menunjukan peningkatan presentase kematian jantung mendadak, karena

frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun.11 WHO

menyebutkan kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat penurunan

fungsi mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan

seperti emboli sistemik (emboli pulmo, jantung) dan keadaan yang telah

disebutkan diatas.11

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan

kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih

rendah dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik

dijelaskan dengan persamaan CO= HR X SV dimana curah jantung adalah

fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup.15

Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf


12

simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan

curah jantung, bila mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi

jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus


13

menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Tapi pada gagal

jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot

jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih

dapat dipertahankan.15

Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap

kontraksi tergantung pada tiga faktor yaitu:

1) Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah

yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan

yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.

2) Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi

yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan

perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.

3) Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di

hasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan

yang di timbulkan oleh tekanan arteriole.15


14

PJK yang berat

Berdampak pada aliran


darah pada myocard

yang belum infark

Kematian pada CHF Aritmia dan


Tromboemboli gangguan aktivitas

Gangguan Disfungsi diastolik dan


kontraktilitas
disfungsi sistolik

Hipertrofi
dilatasi

Gambar 5. Alur kematian CHF.20

2.1.4 Manifestasi Klinis CHF

Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur

pasien, beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang


15

jantung yang terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta

derajat gangguan penampilan jantung.

Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :

1) Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal

nocturnal dyspnea.

2) Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi,

mual, muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer.


16

3) Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala,

mimpi buruk sampai delirium.15

2.1.5 Komplikasi CHF

1) Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena

dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan

emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan

dengan pemberian warfarin.

2) Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa

menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan

denyut jantung (dengan digoxin atau blocker dan pemberian

warfarin).

3) Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik

dengan dosis ditinggikan.

4) Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau

sudden cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang

berhasil diresusitasi, amiodaron, blocker, dan vebrilator yang

ditanam mungkin turut mempunyai peranan.20

2.1.6 Penatalaksanaan CHF

Dasar penatalaksanaan pasien gagal jantung adalah:

1) Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.


17

2) Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-

bahan farmakologis.
18

3) Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi

diuretik diet dan istirahat.9

2.1.6.1 Terapi Farmakologi

1) Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)

Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi

gejala volume berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural

peroksimal, menurunkan volume plasma selanjutnya menurunkan

preload untuk mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen

dan juga menurunkan afterload agar tekanan darah menurun.3

2) Antagonis aldosteron

Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang

sampai berat.3

3) Obat inotropik

Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.3

4) Glikosida digitalis

Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan

penurunan volume distribusi.3

5) Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat)


19

Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi

pembuluh darah vena menyebabkan berkurangnya preload jantung

dengan meningkatkan kapasitas vena.3


20

6) Inhibitor ACE

Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan mengurangi

sekresi aldosteron sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium

dan air. Inhibitor ini juga menurunkan retensi vaskuler vena dan

tekanan darah yg menyebabkan peningkatan curah jantung.3

2.1.6.2 Terapi non farmakologi

Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya

keluhan seperti: diet rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi

lemak, mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur.3

2.2 INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

2.2.1 Definisi ICU

ICU adalah suatu tempat atau unit tersendiri di dalam rumah sakit,

memiliki staf khusus, peralatan khusus ditujukan untuk menanggulangi

pasien gawat karena penyakit, trauma atau komplikasi.23

Staf khusus adalah dokter, perawat terlatih atau berpengalaman

dalam Intensive Care (perawatan/terapi intensif) yang mampu

memberikan pelayanan 24 jam, dokter ahli atau berpengalaman

(intensivitas) sebagai kepala ICU, tenaga ahli laboratorium diagnostik,

teknisi alat pemantauan, alat untuk menopang fungsi vital dan alat untuk
21

prosedur diagnostik.23 Biasanya pasien dengan kondisi tertentu yang

dirawat di ICU, misalnya pasien dengan penyakit kritis yang menderita

kegagalan satu atau lebih dari sistem organnya. Serangan jantung, stroke,

keracunan, pneumonia, komplikasi bedah, trauma besar sebagai akibat


22

kecelakaaan lalu lintas jalan, terjatuh, luka bakar, kecelakaan industri atau

kekerasan juga merupakan suatu kondisi yang memungkinkan untuk

dirawat di ICU. Setelah kondisi pasien menjadi lebih baik dan tidak

memerlukan perawatan intensif, maka terkadang mereka dipindah ke suatu

ruangan yang disebut High Care Unit (HCU).13

2.2.2 Klasifikasi Pelayanan ICU

1) Pelayanan ICU Primer (Standar Minimal)

Mampu memberikan pengelolaan resusitasif segera untuk pasien

sakit gawat, tunjangan kardio-respirasi jangka pendek, dan

mempunyai peran penting dalam pemantauan dan pencegahan

penyulit pada pasien medik dan bedah yang berisiko. Dalam ICU

dilakukan ventilasi mekanik dan pemantauan kardiovaskuler

sederhana selama beberapa jam.22

2) Pelayanan ICU Sekunder (Standar Menengah)

Mampu memberikan standar ICU umum yang tinggi, yang

mendukung peran rumah sakit yamg lain yang telah digariskan,

misalnya kedokteran umum, bedah, pengelolaan trauma, bedah saraf,

bedah vaskuler dan lainnya.22

3) Pelayanan ICU Tersier (Standar Tertinggi)


23

Merupakan rujukan tertinggi untuk ICU, memberikan pelayanan

yang tertinggi termasuk dukungan hidup multisistem yang kompleks

dalam jangka waktu yang tak terbatas. ICU ini melakukan ventilasi

mekanis, pelayanan dukungan renal ekstracorporal dan pemantauan


24

kardiovaskular invasif dalam jangka waktu yang terbatas dan

mempunyai dukungan pelayanan penunjang medik. Semua pasien

yang masuk ke dalam unit harus dirujuk untuk dikelola oleh spesialis

intensive care.22

2.2.3 Indikasi Masuk dan Keluar ICU

Pada dasarnya setiap pasien yang dirawat di ICU adalah pasien

dengan gangguan akut yang masih reversible mengingat ICU

membutuhkan biaya tinggi dilihat dari segi peralatan dan tenaga yang

khusus.

1) Indikasi Masuk

a. Pasien Prioritas Satu

Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil

yang memerlukan terapi intensif seperti dukungan ventilasi, infus

obat-obat vasoaktif kontinu, dan lainnya. Contoh pasien ini antara

lain pasca bedah kardiotoraksik, pasien shock septic. Pasien

prioritas satu umumnya tidak mempunyai batas ditinjau dari

macam terapi yang diterima.22

b. Pasien Prioritas Dua


25

Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari

ICU. Jenis pasien ini berisiko sehingga memerlukan terapi intensif

segera, karena pemantauan intensif menggunakan metode seperti

pulmonary arterial catheter sangat menolong. Contoh jenis pasien

ini antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung, paru,
26

atau ginjal akut dan berat yang telah mengalami pembedahan

major. Pasien prioritas dua umumnya tidak terbatas macam terapi

yang diterimanya mengingat kondisi mediknya senantiasa

berubah.22

c. Pasien Prioritas Tiga

Pasien jenis ini sakit kritis, yang mana status kesehatan

sebelumnya tidak stabil, yang disebabkan penyakit yang

mendasarinya, atau penyakit akutnya, baik masing-masing atau

kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan kesembuhan dan

atau mendapat manfaat dari terapi di ICU. Contoh pasien dengan

keganasan metastase disertai penyulit infeksi, pericardial

temponade, sumbatan jalan nafas, pasien menderita penyakit

jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat.

Pasien ini mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi

penyakit akut, tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan

intubasi atau resusitasi kardiopulmoner.22

2) Indikasi Keluar

a. Pasien Prioritas Satu

Pasien ini dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi

intensif telah tidak ada lagi, atau bila terapi telah gagal dan
27

prognosis jangka pendek jelek dengan kemungkinan kesembuhan

atau manfaat dari terapi intensif kontinu kecil. Contoh hal terakhir
28

adalah pasien dengan tiga atau lebih gagal sistem organ yang tidak

berespon terhadap pengelolaan agresif dan meninggal dunia.22

b. Pasien Prioritas Dua

Pasien ini dikeluarkan bila kemungkinan untuk mendadak

memerlukan terapi intensif telah berkurang.22

c. Pasien Prioritas Tiga

Pasien ini dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi

intensif telah tidak ada lagi, tetapi mereka mungkin dikeluarkan

lebih dini bila kemungkinan kesembuhannya atau manfaat dari

terapi intensif kontinu kecil. Contohnya adalah pasien dengan

penyakit lanjut.22

d. Tidak perlu masuk ICU

1. Pasien yang telah dipastikan mengalami brain death, kecuali

bila mereka potensial donor organ.

2. Pasien-pasien yang menolak terapi tunjangan hidup.

3. Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.

4. Pasien yang secara fisiologis stabil yang secara statistic

risikonya rendah untuk memerlukan terapi ICU.22


29

2.3 HIGH CARE UNIT (HCU)

2.3.1 Definisi HCU

HCU adalah unit pelayanan rumah sakit bagi pasien dengan kondisi

stabil dari fungsi respirasi, hemodinamik, dan kesadaran namun masih

memerlukan pengobatan, perawatan dan pemantauan secara ketat.


30

Tujuannya adalah agar bisa diketahui secra dini perubahan yang

membahayakan, hingga bisa dengan segera dipindah ke ICU untuk

dikelola lebih baik lagi.21

2.3.2 Tipe HCU

1) Separated / convensional / reestanding HCU adalah HCU yang berdiri

sendiri (independent) terpisah dari ICU.

2) Integrated ICU adalah HCU yang menjadi satu dengan ICU.

3) Parallel HCU adalah HCU yang terletak berdekatan dengan ICU.21

2.3.3 Pelayanan HCU

Pelayanan HCU adalah tindakan medis yang dilaksanakan melalui

pendekatan multidisiplin yang dipimpin oleh dokter spesialis yang telah

mengikuti pelatihan dasar-dasar ICU.21

Tindakan medik yang dilakukan:

1) Basic Life Support (BLS) dan Advanced Life Support (ALS)

a. Jalan nafas (Airway): membebaskan jalan nafas, bila perlu

menggunakan alat bantu jalan nafas seperti pipa

oropharingeal atau pipa nasopharyngeal.


31

b. Pernafasan/ventilasi (Breathing): mampu melakukan

bantuan nafas dengan bag-mask-valve.

c. Sirkulasi (Circulation): resusitasi cairan tindakan

defibrilasi, tindakan kompresi jantung luar.


32

2) Terapi oksigen

Memberikan oksigen sesuai dengan kebutuhan pasien

dengan berbagai alat pengalir oksigen, seperti: kanul nasal,

sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan reservoir,

sungkup muka dengan katup dan sebagainya.

3) Penggunaaan obat-obatan untuk pemeliharaan stabilisasi

4) Nutrisi enteral atau parenteral campuran.

5) Fisioterapi sesuai dengan keadaan pasien.

6) Evaluasi seluruh tindakan yang telah diberikan.21

2.3.4 Indikasi Masuk dan Keluar HCU

Penentuan indikasi pasien masuk ke HCU dan keluar dari HCU

serta pasien yang tidak dianjurkan untuk dirawat di HCU ditentukan

berdasarkan criteria sebagai berikut:

1) Indikasi masuk

a. Pasien gagal organ yang berpotensi mempunyai resiko

tinggi untuk terjadi komplikasi dan tidak memerlukan

monitor dan alat bantu invasif.


33

b. Pasien yang memerlukan perawatan dan pengawasan

perioperatif.21

2) Indikasi keluar

a. Pasien yang tidak lagi membutuhkan pemantauan yang

ketat.
34

b. Pasien yang cenderung memburuk atau memerlukan

pemantauan dan alat bantu intensif sehingga perlu pindah

ke ICU.21

3) Yang tidak perlu masuk HCU

a. Pasien dengan fase terminal suatu penyakit (seperti:

kanker stadium akhir).

b. Pasien/keluarga yang menolak untuk dirawat di ICU

(atas dasar informed consent).21

2.3.5 Alur Pelayanan HCU dan ICU

Pasien-pasien yang membutuhkan pelayanan di ICU dapat berasal dari:

1) Pasien dari IGD.

2) Pasien dari HCU.

3) Pasien dari Kamar Operasi atau kamar tindakan lain.

4) Pasien dari bangsal (Ruang Rawat Inap).

Pasien
35

Tidak Ya

Poliklinik IGD
36

Kamar ICU HCU Bangsal

Gambar 1. Alur pelayanan HCU dan ICU di Rumah Sakit 2

Anda mungkin juga menyukai