Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah


mudah seperti membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah
kompleks, dimana penyakit yang terbanyak diderita oleh masyarakat terutama
pada ibu hamil, ibu menyusui serta anak bawah lima tahun.1
Peraturan Presiden Republik Indonesia tentang sistem kesehatan nasional
mengemukakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomi. Dalam melaksanakan sistem kesehatan nasional
terdapat berbagai program pembangunan kesehatan yang merupakan bagian dari
pembangunan nasional yang berupaya meningkatkan kualitas manusia. Masalah
kesehatan utama adalah bidang pemberantasan penyakit dan penyehatan
lingkungan terutama pemberantasan penyakit menular khususnya penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA).2
ISPA merupakan penyakit yang sering di jumpai terutama pada anak-anak
dengan keadaan ringan sampai berat. ISPA yang berat jika masuk kejaringan
paru-paru dapat menjadi pneumonia yang merupakan penyakit infeksi penyebab
kematian, terutama pada balita. ISPA merupakan penyakit/pathogen yang
menular sehingga merupakan masalah yang terus berkembang dalam kehidupan
teruma di masyarakat.3
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa Pneumonia
membunuh 920.136 anak-anak di bawah usia 5 tahun 2015. Adapun Angka
kejadian tertinggi terjadi di Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara. Selain itu, WHO
memperkirakan kejadian (insidens) pneumonia di Negara dengan angka kematian
bayi diatas 40 per 1.000 kelahiran hidup adalah 15 - 20% per tahun pada golongan
usia balita. Kejadian pneumonia di Indonesia pada balita diperkirakan antara 10%-
20% per tahun. Untuk Indonesia sendiri angka mortalitas akibat pneumonia
sebanyak 15% kematian balita yang diperkirakan jumlah balita pada tahun 2015
sebanyak 922.000 balita.4,5
Berdasarkan laporan seksi P2 Dinas Kesehatan Kota Palu, Jumlah penderita
ISPA pada tahun 2015 adalah 3.494 penderita yang diantaranya 92,14% terjadi
pada balita dan 7,86% terjadi pada golongan umur > 5 tahun.6
Menurut data dari puskesmas Mamboro, jumlah penderita ISPA mencapai
1.853 penderita pada tahun 2015 dan 1.795 penderita pada tahun 2016 yang
menunjukkan posisi ISPA sebagai peringkat pertama dalam 10 penyakit terbanyak
yang tercatat dalam 2 tahun terakhir.7
Berikut akan dilakukan pembahasan refleksi kasus mengenai ISPA di
lingkungan kerja Puskesmas Mamboro yang menjadi penyakit teratas dalam 10
penyakit tersering dan dalam kasus ini akan dibahas mengenai balita yang
mengalami ISPA dilingkungan kelurahan Taipa Watuoge, kecamatan Palu Utara,
Kota Palu, Sulawesi Tengah.
BAB II
PERMASALAHAN

I. Kasus
A. Identitas pasien
Nama : An. C
Jenis Kelamin : Laki - laki
Usia : 1 Tahun 2 minggu
Alamat : Jl. Harapan Baru, Kel. Taipa Watuoge
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan: 17 Juni 2017
B. Identitas ayah dan ibu
Nama Ibu : Ny. F Nama Ayah : Tn. R
Umur : 30 tahun Umur : 33 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta

II. Deskripsi kasus


A. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik anak Puskesmas Mamboro bersama
ibunya dengan keluhan sesak yang dialami sejak 1 hari yang lalu.
Menurut ibunya, pasien awalnya batuk dan flu disertai badan terasa panas
sejak 2 hari yang lalu. Pasien tidak mengalami adanya mual dan muntah.
Nafsu makan dan minum pasien mulai menurun. Buang air kecil normal
dan buang air besar biasa.
B. Riwayat Sosial dan lingkungan :
1. Pasien tinggal dengan anggota keluarga lainnya yang berjumlah 7
orang, terdiri dari :
- Ayah
- Ibu
- Kakak kandung berumur 4 tahun
- Paman berumur 44 tahun
- Bibi berumur 41 tahun
- 2 kakak sepupu laki-laki berumur 20 dan 27 tahun
2. Rumah tinggal pasien terdiri dari satu ruang tamu, satu ruang
keluarga, empat kamar tidur, satu dapur, satu tempat cuci piring dan
satu kamar mandi. Luas rumah pasien 10 x 14 2 . Jarak rumah
pasien dengan rumah tetangga cukup berdekatan sekitar 1-2 meter.
Terdapat cukup jendela yang terbuat dari kayu dan ventilasi sehingga
sinar matahari yang masuk cukup. Lantai rumah terbuat dari semen,
dinding rumah pasien terbuat dari batako. Keadaan rumah pasien
bagian ruang tamu cukup bersih sementara pada bagian ruang
keluarga, kamar tidur, dapur dan halaman rumah agak berantakan
dan kurang bersih.
3. Sumber air minum berasal dari sumurdap dan pasien sekeluarga
mengkonsumsinya setelah dimasak untuk kebutuhan sehari-hari.
Menurut ibu pasien, air yang dikonsumsi dirasakan berkapur. Namun
keluarga tetap mengkonsumsinya karena sumber air tersebut
merupakan sumber satu-satunya di sekitar rumahnya.
4. Pasien makan tiga kali sehari dengan bubur halus dan susu formula.
Ibu pasien mengatakan, pasien hanya meminum ASI sampai umur 2
bulan, setelah itu pasien langsung diberi susu formula.
5. Ayah, paman dan kakak sepupu laki-laki pasien merupakan perokok
aktif. Mereka sering merokok di halaman rumah dan terkadang di
ruang keluarga maupun ruang tamu.
6. Ibu pasien sehari-hari memasak dengan menggunakan kompor gas,
namun tetangga pasien sering memasak dengan menggunakan kayu
bakar, dimana asap yang ditimbulkan terkadang masuk ke dalam
rumah pasien melalui ventilasi dapur.
7. Tidak terdapat tempat sampah di dalam rumah. Sampah hanya
ditaruh didalam kantong plastik kemudian dibuang di depan rumah
untuk dibakar, dimana asap yang ditimbulkan sering masuk ke dalam
rumah pasien melalui ventilasi ruang tamu.
C. Riwayat penyakit terdahulu
Sebelumnya pasien pernah menderita keluhan yang sama saat umur
8 bulan.
D. Riwayat penyakit keluarga dan lingkungan
Ayah, ibu, paman, bibi dan kakak sepupu pasien yang tinggal
serumah tidak pernah menderita keluhan yang sama dengan pasien.
Kakak kandung pasien pernah menderita keluhan yang sama saat umur 2
tahun. Untuk anak - anak disekitar rumahnya tidak diketahui.
E. Riwayat alergi
Makanan : tidak ada
Obat : tidak ada
F. Riwayat kehamilan dan persalinan
Riwayat antenatal
Ibu rutin melakukan pemeriksaan selama kehamilan. Ibu melakukan
pemeriksaan kandungan sebanyak 3 kali selama kehamilan. Selama
hamil, ibu tidak pernah sakit.
Riwayat natal
Pasien lahir cukup bulan, lahir di klinik bersalin dibantu oleh bidan.
Berat badan lahir pasien 2900 gram.
Riwayat neonatal
Tidak ada kelainan
G. Riwayat imunisasi
Pasien mendapatkan semua imunisasi dasar.

III. Pemeriksaan fisik


1. Keadaan umum
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran / GCS : Compos mentis / E4V5M6
2. Tanda vital
Tekanan darah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : 102 kali/menit, reguler
Respirasi : 52 kali/menit
Suhu : 38,6 0C
3. Pemeriksaan fisik umum
A. Kepala - leher
Kepala : normocephal
Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-)
Telinga : deformitas (-/-)
Hidung : deformitas (-)
Mulut : sianosis bibir (-)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
B. Toraks
Inspeksi : simetris, tarikan dinding dadang (-/-)
Palpasi : simetris bilateral
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi: bronkovesikular (+/+), rhonki basal (+/+), wheezing (-/-)
C. Abdomen
Inspeksi : tampak cembung, distensi (-)
Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : timpani 4 kuadran abdomen
Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-)
D. Ekstremitas atas
Edema (-/-), akral hangat (+/+)
E. Ekstremitas bawah
Edema (-/-), akral hangat (+/+)

IV. Pemeriksaan penunjang


Tidak dilakukan pemeriksaan
V. Diagnosis
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
VI. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Ambroxol 3 3 x 1 pulv selama 3 hari
CTM
PCT syr. 3 x 1 cth
Amoxicillin syr. 3 x 2 cth
2. Non medikamentosa
Edukasi :
a. Meminta orang tua untuk menjaga kebersihan lingkungan rumah
b. Memberikan makanan bergizi kepada anak untuk membantu
meningkatkan daya tahan tubuh.
c. Istirahat yang cukup.
d. Menganjurkan orang tua dan keluarga yang lain untuk berhenti
merokok, jika sulit sebaiknya merokok di luar rumah dan jauh dari
jangkauan anak.
e. Menganjurkan orang tua untuk membuang sampah ditempat
pembuangan sampah umum, tidak membakar sampah di depan
rumah.
f. Ibu harus datang kontrol 2 hari berikutnya atau datang secepatnya
jika keluhan pasien semakin berat.

VII. Identifikasi masalah


1. Bagaimana masalah ISPA di wilayah kerja Puskesmas Mamboro ?
2. Faktor risiko apa saja yang mempengaruhi masalah ISPA di wilayah
kerja Puskesmas Mamboro ?
3. Bagaimana pelaksanaan program puskesmas terkait ISPA di wilayah
kerja Puskesmas Mamboro ?
BAB III
PEMBAHASAN

Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor -


faktor utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma
hidup sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu :
1. Faktor genetik (keturunan)
2. Perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat
3. Faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik)
4. Faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya).1,4
Namun yang paling berperan dalam terjadinya ISPA adalah faktor perilaku,
lingkungan serta pelayanan kesehatan.
Faktor perilaku yang dapat diambil dari kasus ini adalah ayah, paman dan
kakak sepupu laki-laki pasien yang merupakan perokok aktif di dalam rumah dan
berdekatan dengan anaknya, kakak kandung pasien yang pernah mengalami
keluhan yang sama dan sering mencium pasien sehingga risiko penyebaran
penyakit ini bisa terjadi. ASI merupakan substansi bahan yang hidup dengan
kompleksitas biologis yang luas yang mampu memberikan daya perlindungan.
ASI tidak hanya menyediakan perlindungan terhadap infeksi dan alergi, tetapi
juga menstimulasi perkembangan yang memadai dari sistem imunologis bayi
sendiri. Dari pemaparan orang tua, pasien tidak mendapatkan ASI eksklusif saat
bayi. Pasien hanya mendapatkan ASI sampai berumur 2 bulan. Setelah itu pasien
hanya diberikan susu formula. Berdasarkan hal tersebut pasien rentan untuk
terkena penyakit termasuk ISPA.
Faktor lingkungan yang dapat diambil dari kasus ini adalah rumah pasien
yang belum memadai dalam menjamin status kesehatan pasien dan keluarganya,
dinilai dari kondisi luas ruangan rumah, bahan bangunan yang masih tergolong
semi-permanen, sistem sirkulasi udara yang masih belum baik, belum tersedianya
MCK yang memadai, sumber air yang masih terbilang minim dari segi kualitas
dan kuantitas baik yang digunakan untuk keperluan MCK dan juga minum,
tetangga pasien yang masak menggunakan kayu bakar sebagai alat untuk
memasak asap yang dihasilkan saat pembakaran tersebut sering masuk di dalam
rumah pasien melalui celah-celah rumah dan mengalami akumulasi terutama di
ruang dapur dan ruang keluarga serta sarana pembuangan sampah yang tidak
dimiliki oleh keluarga sehingga sehari-hari hanya menampung sampah di rumah
dengan menggunakan kantong plastik dan setelah penuh sampah tersebut dibuang
di depan rumah untuk di bakar sehingga asap yang ditimbulkan sering masuk ke
dalam rumah terutama ruang tamu dan ruang keluarga. Hal tersebut juga
dilakukan oleh sebagian besar warga yang berpenduduk di lingkungan tersebut.
Dari segi pelayanan kesehatan masyarakat masih diperlukan dalam
pemberian sosialisasi mengenai penyakit ISPA itu sendiri. Hal tersebut
dikarenakan masih kurangnya pengetahuan masyarakat sekitar mengenai faktor-
faktor yang berperan untuk terjadinya ISPA. Pelayanan kesehatan merupakan
faktor ketiga yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat karena
keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan dalam pelayanan pemulihan
kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, pengobatan dan keperawatan serta
kelompok masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan. Ketersediaan
fasilitas dipengaruhi oleh lokasi, apakah dapat dijangkau atau tidak. Yang kedua
adalah tenaga kesehatan pemberi pelayanan, informasi dan motivasi masyarakat
untuk mendatangi fasilitas dalam memperoleh perlayanan serta program
pelayanan kesehatan itu sendiri apakah sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang
memerlukan.
Menurut Depkes RI, rumah sehat adalah proporsi rumah yang memenuhi
kriteria sehat minimum komponen rumah dan sarana sanitasi dari tiga komponen
(rumah, sarana sanitasi dan perilaku) di satu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu. Minimum yang memenuhi kriteria sehat pada masing-masing parameter
adalah sebagai berikut;
Minimum dari kelompok komponen rumah adalah langit-langit, dinding,
lantai, jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga, ventilasi, sarana
pembuangan asap dapur dan pencahayaan.
Minimum kelompok fasilitas pendukung rumah sehat adalah sarana air
bersih, jamban (sarana pembuangan kotoran), sarana pembuangan air
limbah (SPAL) dan sarana pembuangan sampah.
Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat untuk menitikberatkan pada
pengawasan terhadap strukur fisik yang digunakan sebagai tempat berlindung
yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sanitasi rumah sangat erat
kaitannya dengan angka kesakitan penyakit menular, terutama ISPA. Lingkungan
perumahan sangat berpengaruh pada terjadinya dan tersebarnya ISPA.4
BAB IV
PENUTUP

I. Kesimpulan
Angka kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Mamboro masih tinggi
sebagai peringkat pertama dari sepuluh penyakit terbanyak dalam 2 tahun
terakhir, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko yaitu :
1. Perilaku masyarakat yang masih kurang terhadap kebersihan diri dan
lingkungannya.
2. Lingkungan fisik (perumahan), ekonomi (pembiayaan) maupun sosial
(kondisi masyarakat sekitar pasien) yang masih kurang guna mendukung
pencapaian kondisi sehat dari masyarakat.
3. Pelayanan kesehatan yang belum maksimal dan kurang menjangkau
masyarakat akan terpenuhinya kesadaran dan kemauan masyarakat untuk
merubah pola pikir serta perilakunya dalam hal kesehatan pribadinya
maupun keluarganya.

II. Saran
Upaya pencegahan (preventif) terhadap penyakit ISPA dapat
dilaksanakan dengan mengaplikasikan lima tingkat pencegahan penyakit (five
level prevention), sebagai berikut :
1. Promosi kesehatan
Promosi kesehatan dalam upaya meningkatkan peran kesehatan
perorangan dan masyarakat optimal, mengurangi penyebabnya serta
derajat resiko serta meningktakan secara optimal lingkungan yang sehat.
Sasaran dari pencegahan ini yaitu orang sehat dengan usaha
meningkatkan derajat kesehatan. Promosi kesehatan dalam mencegah
terjadinya ISPA dapat dilakukan dengan:
a. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara
menularan dan cara-cara pemberantasan serta manfaat menegakkan
diagnosis dini dari suatu penyakit seperti ISPA.
b. Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas maupun kuantitas)
c. Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan (penyediaan air bersih,
pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah)
d. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat
e. Olahraga secara teratur sesuai kemampuan individu.
2. Perlindungan khusus (specific protection)
Sasaran pada perlindungan khusus yang utama adalah ditujukan kepada
penjamu (host) dan penyebab untuk meningkatka

BAB III PEMBAHASAN

Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena


adanya ketidakseimbangan faktor-faktor
utama yang dapat mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat.

Paradigma hidup sehat yang


diperkenalkan oleh H. L. Bloom
mencakup 4 faktor

n daya tahan tubuh maupun untuk mengurangi resiko terhadap penyakit


ISPA. perlindungan khusus dalam mencegah terjadinya penyakit ISPA
dapat dilakukan :
a. Perbaikan status gizi individu / perorangan ataupun masyaratakat
untuk membentuk daya tahan tubuh yang lebih baik dan dapat
melawan agen penyakit yang akan masuk ke tubuh, seperti
mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat gizi yang
lebih baik dan diperlukan tubuh.
b. Pemberian ASI eksklusif kepada bayi yang baru lahir, karena ASI
banyak mengandung kalori, protein, dan vitamin, yang banyak
dibutuhkan oleh tubuh, pencegahan ini bertujuan untuk membentuk
system kekebalan tubuh bayi sehingga perlingdungan dari berbagai
penyakit infeksi termasuk ISPA.
3. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and treatment)
Diagnosis dini dan pengobatan segera merupakan pencegahan yang
ditujukan bagi mereka yang menderita atau terancam akan menderita
ISPA, dengan tujuan mencegah meluasnya penyakit.terjadinya wabah
penyakit menular dan menghentikan proses penyakit lebih lanjut serta
mencegah terjadinya komplikasi. adapun upaya yang dapat dilakukan :
a. Mencari kasus sedini mungkin
b. Mencari penderita dalam masyarakat dengan jalan pemeriksaan
c. Mencari semua orang yang telah berhubungan dengan penderita
untuk diawasi agar bila penyakitnya timbul dapat segera diberikan
pengobatan
d. Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita
e. Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus
4. Pambatasan Cacat (disability limitation)
Pembatasan cacat merupakan pencegahan yang mencegah terjadinya
kecatatan atau kematian akibat penyakit ISPA. Adapun upaya yang dapat
dilakukan :
a. Pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh
dan tak terjadi komplikasi
b. Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan
c. Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk
memungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif
5. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan pencegahan yang bertujuan untuk berusaha
mengembalikan fungsi fisik, psikologis dan social secara optimal.
Rehabilitasi dalam mencegah penaykit ISPA dapat dilakukan dengan :
a. Rehabilitasi fisik / medik apabila terdapat gangguan kesehatan fisik
akibat penyakit ISPA.
b. pemberantasan, dapat dilakukan dengan :
- Penyuluhan kesehatan yang terutama ditujukan pada para ibu
- Pengelolaan kasus yang disempurnakan
- Imunisasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut


(ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. 2007.

2. Peraturan Presiden RI. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72


Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan Nasional. PERPRES RI.
From:www.Hukumonline.com. 2012.

3. Endah, NP., Daroham., Mutiatikum. Penyakit ISPA Hasil RISKESDAS di


Indonesia, Puslitbang Biomedis dan Farmasi Jakarta. 2007.
4. World Health Organization, 2007. Pencegahan dan Pengendalian
Pernapasan Akut (ISPA) yang Cenderung menjadi Epidemic dan Pandemic
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Pedoman Interim WHO.

5. DEPKES RI, 2009. Rencana Kerja Jangka Menengah Nasional Dalam


Penanggulanagn Pneumonia Balita Tahun 2005-2009. Depkes RI. Jakarta.

6. Anonim. Profil Dinas Kesehatan Kota Palu. 2015.

7. Anonim. Profil Puskesmas Mamboro. 2015.

Anda mungkin juga menyukai