Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi jamur kulit cukup banyak ditemukan di Indonesia yang
merupakan Negara tropis beriklim panas dan lembab, apalagi bila hygine
juga kurang sempurna. Di Jakarta golongan penyakit ini sepanjang masa
selalu menempati urutan kedua setelah dermatitis. Di daerah yang lain, seperti
padang, bandung, Semarang, Surabaya dan Manado, keadaannya kurang lebih
sama, yakni menempati urutan ke-2 sampai ke-4 terbanyak dibandingkan
golongan penyakit lainnya.
Penyakit jamur kulit atau dermatomikosis adalah penyakit pada kulit,
kuku, rambut, dan mukosa yang disebabkan infeksi jamur. Pada umumnya
golongan penyakit ini dibagi atas infeksi superficial, in feksi kutan, dan infeksi
subkutan. Infeksi superficial yang paling sering ditemukan adalah pitiriasis
versikolor yaitu penyakit jamur superficial kronik, berupa bercak berskuama
halus berwarna putih dapat kemerahan maupun coklat sampai coklat hitam,
terutama meliputi badan dan kadang-kadang dapat menyerang ketiak, lipat
paha, lengan, tungkai atas, leher, muka, dan kulit kepala yang berambut.
Yang termasuk infeksi kutan adalah dermatofitosis dan kandidosis
kutis. Sedangkan yang termasuk infeksi subkutan yang kadang-kadang
ditemukan adalah sporotrikosis, fikomikosis subkutan,
aktinomikosis,dankromomikosis.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep dasar Pitiriasis Versikolor dan Pitiriasis Alba?


2. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Pitiriasis Versikolor
dan Pitiriasis Alba?

1.3 Tujuan

1
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan masalah diantaranya
sebagai berikut:
1.3.1 Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui konsep teori Pitiriasis Versikolor dan Pitiriasis
Alba
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan Pitiriasis Versikolor
dan Pitiriasis Alba.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian Pitiriasis Versikolor dan Pitiriasis
Alba.
2. Untuk mengetahui etiologi Pitiriasis Versikolor dan Pitiriasis Alba.
3. Untuk mengetahui Epidemologi Pitiriasis Versikolor dan Pitiriasis
Albadi Indonesia dan di Dunia.
4. Untuk mengetahui saja manifestasi klinis Pitiriasis Versikolor dan
Pitiriasis Alba.
5. Untuk mengetahui patofisiologi Pitiriasis Versikolor dan Pitiriasis
Alba.
6. Untuk mengetahui cara menentukan diagnosis Pitiriasis Versikolor
dan Pitiriasis Alba.
7. Untuk mengetahui saja diagnosis banding dari Pitiriasis Versikolor
dan Pitiriasis Alba.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan Pitiriasis Versikolor dan
Pitiriasis Alba baik secara medis maupun keperawatan?
9. Untuk mengetahui saja pemeriksaan penunjang pada Pitiriasis
Versikolor dan Pitiriasis Alba.
10. Untuk mengetahui prognosis dari Pitiriasis Versikolor dan Pitiriasis
Alba.
11. .Untuk mengetahui pengkajian, diagnose, serta perencanaan pada
klien dengan pitiriasis versikolor dan Pitiriasis Alba.

BAB II

KONSEP TEORI

2.1 Pengertian Pitiriasis Versikolor dan Pitiriasis Alba


2.1.1 Pengertian Pitiriasis Versikolor

2
Pitiriasis Versikolor disebabkan oleh Malassezia furfur.
Pitiriasi versikolor adalah suatu penyakit jamur kulit yang kronik dan
asimtomatik serta ditandai dengan bercak putih sampai coklat yang
bersisik. Kelainan ini umumnya menyerang badan dan kadang-
kadang terlihat di ketiak, sela paha, tungkai atas, leher, muka dan
kulit kepala. (Siregar R.S. 2004)
Tinea versikolor adalah infeksi jamur superfisial yang
ditandai dengan adanya macula di kulit, skuama halus disertai rasa
gatal. (Siregar, 2002)

Gambar 1.1 pitiriasis versikolor

2.1.2 Pengertian Pitiriasis Alba


Pitiriasis alba (suatu eksema derajat rendah) merupakan
penyebab hipopigmentasi yang sangat umum pada anak-anak
terutama pada kulit yang berwarna gelap. Bercak bercak pucat
dengan sedikit skuama pada permukaan kulit tampak pada wajah dan
lengan atas. Kelainan ini biasanya memberi respons (walaupun
pelan-pelan) terhadap pemakaian pelembab, tetapi mungkin juga
membutuhkan steroid topical yang ringan. Ada kecenderungan
menghilang saat pubertas.(Robin Graham-Brown & Tony Burns,
2005).

3
Gambar 1.2. pitiriasis alba

Pitiriasis alba merupakan suatu penyakit kulit yang


asimptomatik dengan ciri khas berupa lesi kulit yang hipopigmentasi,
penebalan, dan skuama dengan batas yang kurang tegas. Kondisi
seperti ini biasanya terletak pada daerah wajah, lengan atas bagian
lateral, dan paha. Jika terkena pada anak-anak biasanya lesinya
menghilang setelah dewasa.
Pitiriasis alba umumnya ditemukan pada anak-anak dan dewasa
muda dan sering didapatkan pada wajah, leher, dan bahu.Lesi
menjadi jelas pada saat setelah musim panas dimana hanya pada
bagian lesi, kulit tidak menjadi gelap. Ukuran lesinya bervariasi
namun biasanya rata-rata berdiameter 2 4cm.
Pitiriasis alba pertama kali ditemukan oleh Gilbert tahun 1860
dan digolongkan sebagai penyakit bersisik pada saat ini pitiriasis
alba digolongkan sebagai bentuk inflamasi dermatosis dan
mempunyai beberapa nama yang berbeda dengan melihat aspek
klinis pada lesi. Nama-nama yang sering digunakan adalah
seperti pityriasis alba faciei danpityriasis alba simplex.
Meskipun pitiriasis alba bukan kasus serius, tapi penting dalam
aspek kosmetik karena sering mengenai pada wajah terutama pada
mulut, dagu, pipi, serta dahi.

2.2 Etiologi Pitiriasis Versikolor dan Pitiriasis Alba


2.2.1 Etiologi Pitiriasis Versikolor

4
Pitiriasis versikolor disebabkan oleh Malassezia Furfur
Robin atau disebut juga Pityrosporum Orbiculare.(Siregar .R.S.
2004).
Penyakit ini disebabkan oleh ragi malassezia, yang
merupakan komensal kulit normal pada folikel pilosebaseus. Ini
merupakan kelainan yang biasa di dapatkan di daerah beriklim
sedang, bahkan lebih sering lagi terdapat didaerah beriklim tropis.
Alasan mengapa multiplikasi ragi tersebut sampai terjadi dan
menimbulkan lesi kulit pada orang-orang tertentu belum diketahui.
(Robin Graham-Brown & Tony Burns, 2005)

2.2.2 Etiologi Pitiriasis Alba


Sampai saat ini belum ditemukan adanya etiologi yang
definitif walaupun beberapa usaha telah dilakukan untuk menemukan
adanya mikroorganisme pada lesi kulit. Namun dikatakan juga
biasanya pitiriasis alba seringkali didapat pada kulit yang sangat
kering yang dipicu oleh lingkungan yang dingin.
Pitriasis alba juga telah diketahui sebagai suatu manifestasi
dari dermatitis atopik.Penelitian terakhir mengenai etiologi pitriasis
alba yang dilakukan pada tahun 1992, dimana Abdallah
menyimpulkan Staphylococcus aureus merupakan elemen penting
dalam menimbulkan manifestasi klinis penyakit ini. Dia menemukan
bakteri ini ada pada 34% dalam plak pitriasis alba dan 64% pada
rongga hidung pasien yang sama dan pada kelompok kontrol
presentasinya secara berurutan 4% dan 10%. Faktor lingkungan
sepertinya sangat berpengaruh walaupun mungkin bukan berupa
agen etiologis langsung, paling tidak dapat memperburuk atau
memperbaiki lesi.

2.3 Epidemiologi Pitiriasis Versikolor dan Pitiriasis Alba


2.3.1 Epidemiologi Pitiriasis Versikolor
Pitiriasis versikolor merupakan penyakit universal dan
terutama ditemukan di daerah tropis. Di Indonesia penyakit ini
mempunyai insiden yang tinggi(Siregar R.S. 2004).
Pitiriasis versikolor distibusi seluruh dunia, tetapi pada
daerah tropis dan daerah subtropis. Didaerah tropis insiden

5
dilaporkan sebanyak 40%, sedangkan pada daerah yang lebih
dingin angka insiden lebih rendah, sekitar 3% pasien mengunjungi
dermatologis. Di Inggris, insiden dilaporkan sekitar 0,5% sampai 1%
diantara penyakit kulit. Pitiriasis versikolor kebanyakan menyerang
orang muda. Group umur yang terkena 25-30 tahun pada pria dan
20-25 pada wanita.

2.3.2 Epidemiologi Pitiriasis Alba


Di Amerika Serikat, pitiriasis alba umumnya terjadi sampai
5% pada anak-anak, tetapi epidemiologi yang pasti belum dapat
dijelaskan. Pitiriasis alba umumnya terjadi pada anak-anak yang
berusia 3-16 tahun. Sembilan puluh persen kasus terjadi pada anak
yang berusia lebih muda dari 12 tahun. Sering juga terjadi pada
orang dewasa.
Pitiriasis alba dapat terjadi pada semua ras, tetapi memiliki
prevalensi yang tinggi pada orang-orang yang memiliki kulit yang
berwarna. Wanita dan pria sama banyak.

2.4 Manifestasi Klinis Pitiriasis Versikolor dan Pitiriasis Alba


2.4.1 Manifestasi Klinis Pitiriasis Versikolor
Pada kulit yang terang, lesi berupa macula kecoklatan muda
dengan skuama halus di permukaan, terutama terdapat di badan dan
lengan atas. Pada kulit gelap, penampakan yang khas berupa bercak-
bercak hipopigmentasi. Hilangnya pigmen diduga ada hubungannya
dengan produksi asam azelaik oleh ragi, yang menghambat tirosinase
dan dengan demikian menggganggu produksi melanin. Inilah
sebabnya mengapa lesi berwarna coklat pada kulit yang pucat tidak
diketahui. Variasi warna yang tergantung pada warna kulit yang
aslinya, merupakan penyebab mengapa penyakit tersebut dinamakan
vesikolor.(Robin Graham-Brown & Tony Burns, 2005)
Sedangkan menurut Siregar R.S. 2004. manifestasi klinis
Pitiriasis Versikolor sebagai berikut:
Keluhan
Timbul bercak putih ataupun kecoklatan dan kehitaman
yang kadang gatal bila berkeringat. Bisa pula tanpa keluhan gatal

6
sama sekali, tetapi penderita mengeluh karena malu oleh adanya
bercak tersebut.
Klinis

Pada orang kulit berwarna, lesi yang terjadi biasanya


tampak sebagai bercak hipopigmentasi, tetapi pada yang berkulit
pucat lesi bisa berwarna kecoklatan atau kemerahan. Di atas lesi
terdapat sisik halus. Bentuk lesi tidak teratur dapat berbatas tegas
sampai difus dan ukuran lesi dapat miliar, lentikular, nummular
sampai plakat.
Ada 2 bentuk yang sering didapat, yaitu :

a. Bentuk macular, berupa bercak-bercak yang agak lebar


dengan skuama halus di atasnya dengan tepi tidak
meninggi.
b. Bentuk folikular, (seperti tetesan air) sering timbul di sekitar
folikel rambut.

7
2.4.2 Manifestasi Klinis Pitiriasis Alba
Manifestasi klinis penyakit ini berupa lesi hipopigmentasi ,
bulat atau oval, macular atau bercak yang agak menonjol dengan
skuama halus. Lesi ini dapat eritematosa ringan dan relative terlihat
jelas tetapi berbatas tidak tegas. Lesi terjadi pada wajah, leher,
tubuh bagian atas dan lengan atas. Rasa gatal minimal atau tidak
gatal. (Richard E. Behram, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin.
2000)

Gambar 1.3. lesi hipopigmentasi pada pitiriasis alba


Pitiriasis alba umumnya bersifat asimtomatis tetapi bisa juga
didapatkan rasa terbakar dan gatal. Secara klinis, pitiriasis alba
ditandai oleh makula berbentuk bulat atau oval kadang irregular yang
pada awalnya berwarna merah muda atau coklat muda ditutupi
dengan skuama halus, yang kemudian menjadi hipopigmentasi.
Lesi biasanya multipel dengan diameter bervariasi antara 0,5-
2 cm dan dapat tersebar secara simetris. Lesi pada umumnya
didapatkan pada daerah wajah ( sekitar 50-60 % kasus ) terutama
pada daerah dahi, sekitar mata dan mulut. Tetapi dapat juga
ditemukan pada daerah yang lain seperti pada leher, bahu,
ekstremitas atas serta pada ekstremitas bawah.
Secara klinis, pitiriasis alba bisa dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Bentuk lokal.
Bentuk yang sering ditemukan dan sering pada anak. Umumnya
lesi didapatkan pada daerah wajah.. Bentuk ini memberikan
respon yang baik dengan pengobatan.
2. Bentuk umum.
Jarang ditemukan dan sering pada usia remaja
Secara klinis bisa dibagi menjadi 2 varian, yaitu :

8
Idiopatik : ditandai oleh lesi nonsquamous yang simetris
berbatas tegas dan berwarna putih di mana cenderung untuk
merusak permukaan kulit pada daerah tungkai dan lengan
secara ekstensif. Varian ini memberikan respon yang jelek
dengan pengobatan.

Dengan riwayat dermatitis atopik : varian ini juga dikenali


sebagai extensive pityriasis alba yang ditandai dengan rasa
gatal pada daerah lesi dan sering didapatkan pada
daerah antecubital, popliteal dan bisa mengenai seluruh
badan. Varian ini memberikan respon yang baik dengan
pengobatan kortikosteroid.

2.5 Patofisiologi Pitiriasis Versikolor dan Pitiriasis Alba


2.5.1 Patofisiologi Pitiriasis Versikolor
Tinea vesikolor atau ptiriasis versikolor , adalah suatu infeksi
mikotik superficial. Keadaan ini bukan merupakan infeksi tinea
sejati, karena organisme yang menyebabkan infeksi bukan dermatofit
tetapi ragi.
Tinea versikolor disebabkan oleh Malassezia furfur, suatu
ragi lipofilik. Suhu dan kelembaban yang tinggi berperan
padaperkembangan infeksi, demikian pula penggunaan pakaian yang
tertutup (oklusif) dan kulit berminyak. (Greenberg.2008)
Pitiriasis Versikolor disebabkan oleh organisme dimorfik,
lipofilik yaitu Malassezia furfur, yang dibiakkan hanya pada media
kaya asam lemak rantai C12-C14. Pityrosporon orbiculare,
pityrosporon ovale, dan Malassezia furfur merupakan sinonim dari
M. Furfur. M. Furfur merupakan flora normal kutaneus manusia.,
dan ditemukan pada 18% bayi dan 90-100% dewasa.
Pada pasien dengan stadium klinis jamur tersebut dapat
ditemukan dalam bentuk spora dan dalam bentuk filamen (hifa).
Faktor-faktor yang menyebabkan berkembang menjadi parasit
sebagai berikut:

9
1. Endogen: kulit berminyak, hiperhidrosis, genetika,
imunodefisiensi, sindrom Cushing, malnutrisi.
2. Eksogen: kelembaban dan suhu tinggi, higiene, oklusi pakaian,
penggunaan emolien yang berminyak.

Beberapa faktor menyumbang peranan penting dalam


perkembangan dan manifestasi klinik dari Pitiriasis versikolor. Lemak
kulit memiliki pengaruh, pityrosporum merupakan jamur yang lipofilik
dan bergantung kepada lemak sehingga memiliki kaitan erat dengan
dengan trigliserida dan asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar
sebasea. Ketergantungan terhadap lemak menjelaskan bahwa pitiriasis
versikolor memiliki predileksi pada kulit secara fisiologik kaya akan
kelenjar sebasea, dan tidak muncul pada tangan dan telapak kaki.

Pitiriasis versikolor jarang pada anak-anak dan orang tua


karena kulit mereka rendah akan konsentrasi lemak, berbeda dengan
orang muda. Sekresi keringat, pada daerah tropikal endemik pitiriasis
versikolor, suhu akan mengakibatkan peningkatan sekresi keringat
yang mempengaruhi komposis lapisan lemak kulit dan berhubungan
dengan inisiasi pitiriasis versikolor. Faktor hormonal, dilaporkan
bahwa kasus pitiriasis versikolor meningkat pada iatrogenik Cushings
syndrome yang diakibatkan perubahan-perubahan stratum kulit, juga
pada kehamilan dan akne vulgaris.
Proses depigmentasi kulit pada pitiriasis versikolor bersifat
subyektif yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, ras, paparan
matahari, inflamasi kulit dan efek langsung Pityrosporum pada
melanocytes. Studi histologi, menunjukkan kehadiran sejumlah
melanocytes pada daerah noda lesi degeneratif dari pitiriasis
versikolor. Hal ini memberikan petunjuk terjadinya penurunan
produksi melanin, penghambatan transfer melanin pada keratinocytes,
kedua hal tersebut menimbulkan kekurangan melanin pada kulit.
Pendapat lain bahwa lesi hipopigmentasi terjadi karena mekanisme
penyaringan sinar matahari oleh jamur, sehingga lesi kulit menjadi
lebih terang dibanding dengan kulit sekitar lesi yang lebih gelap.

10
Namun pendapat ini kurang tepat untuk menjelaskan hipopigmentasi
pada pitiriasis versikolor karena beberapa kasus hipopigmentasi pada
pitiriasis versikolor tanpa terpapar oleh sinar matahari.

Pada kulit yang terang, lesi berupa macula kecoklatan muda


dengan skuama halus di permukaan, terutama terdapat di badan dan
lengan atas. Pada kulit gelap, penampakan yang khas berupa bercak-
bercak hipopigmentasi. Hilangnya pigmen diduga ada hubungannya
dengan produksi asam azelaik oleh ragi, yang menghambat tirosinase
dan dengan demikian menggganggu produksi melanin. Inilah sebabnya
mengapa lesi berwarna coklat pada kulit yang pucat tidak diketahui.
Variasi warna yang tergantung pada warna kulit yang aslinya,
merupakan penyebab mengapa penyakit tersebut dinamakan
vesikolor.(Robin Graham-Brown & Tony Burns, 2005)

11
2.6.1 Pathway

Factor Endogen: kulit Factor eksogen: suhu, personal


berminyak, genetika, dll. hygine, keringat, kulit lembab

M. Furfur
Malassezia furfur
Memproduksi asam
Menjadi patogen azelaik

Menyerang stratum Menghambat


korneum dari tirosinase
epidermis

Menganggu
produksi melanin
Pitiriasis
Versikolor
Hipopigmentasi Kurangnya
Memicu timbulnya pengetahuan
Gangguan rasa
pruritus/gatal
nyaman (gatal) Kurang percaya diri

Ansietas
G3 pola
Gangguan konsep
tidur Respon menggaruk Terjadi Inflamasi diri: citra diri
di kulit

G3 integritas kulit
Resiko infeksi

12
2.5.2 Patofisiologi Pitiriasis Alba
Penyakit ini terutama terjadi pada anak-anak; berupa lesi
hipopigmentasi , bulat atau oval, macular atau bercak yang agak
menonjol dengan skuama halus. Lesi ini dapat eritematosa ringan
dan relative terlihat jelas tetapi berbatas tidak tegas. Lesi terjadi
pada wajah, leher, tubuh bagian atas dan lengan atas. Rasa gatal
minimal atau tidak gatal. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi erupsi
tampaknya mengalami eksaserbasi karena sering dan dianggap
sebagai bentuk eksema ringan. Lesi dapat bertambah besar dan
berkurang tetapi akhirnya menghilang. (Richard E. Behram, Robert
M. Kliegman, Ann M. Arvin. 2000)
Pitriasis alba juga telah diketahui sebagai suatu manifestasi
dari dermatitis atopik.Penelitian terakhir mengenai etiologi pitriasis
alba yang dilakukan pada tahun 1992, dimana Abdallah
menyimpulkanStaphylococcus aureus merupakan elemen penting
dalam menimbulkan manifestasi klinis penyakit ini. Faktor
lingkungan sepertinya sangat berpengaruh walaupun mungkin bukan
berupa agen etiologis langsung, paling tidak dapat memperburuk
atau memperbaiki lesi.
Dalam penelitian pada 9 pasien dengan pitiriasis alba yang
luas, ditemukan densitas dari melanosit yang normal berkurang pada
daerah lesi tanpa adanya aktivitas sitoplasmik. Melanosom
cenderung lebih sedikit dan lebih kecil namun pola distribusi dalam
keratinosit normal. Hipopigmentasi utamanya diakibatkan oleh
berkurangnya jumlah melanosit aktif dan penurunan jumlah dan
ukuran dari melanosomes pada daerah lesi kulit. Transfer melanosom
di keratinosit secara umum tidak terganggu. Gambaran histologis
kurang spesifik. Hiperkeratosis dan parakeratosis tidak selalu ada
dan sepertinya tidak berperan penting dalam patogenesis dari
hipomelanosis. Beragam derajat jumlah edema dan sekret lemak
intrasitoplasmik dapat terlihat.

13
2.6.2 Pathway

Penyebab Belum Factor predisposisi:


diketahui Staphylococcus aureus,lingkungan

Menginvasi epidermis

Pitiriasis Alba

Berkurangnya jumlah
melanosit aktif
Pigmen melanosit tidak
terbentuk
Kurang pengetahuan Terjadi hipopigmentasi
Ansietas Timbul rasa kurang Gangguan citra diri
percaya diri

2.6 Diagnosis Pitiriasis Versikolor dan Pitiriasis Alba


2.6.1 Diagnosis Pitiriasis Versikolor
Diagnosis ditegakkan atas dasar gambaran klinis,
pemeriksaan fluoresensi, lesi kulit dengan lampu Wood, dan sediaan
langsung. Fluoresensi lesi kulit pada pemeriksaan lampu Wood

14
berwarna kuning keemasan dan pada sediaan langsung kerokan kulit
dengan larutan KOH 20% terlihat campuran hifa pendek dan spora-
spora bulat yang dapat berkelompok.(Siregar.2004)

2.6.2 Diagnosis Pitiriasis Alba


Diagnosis pitiriasis alba dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang. Biasanya terjadi pada anak-anak yang berusia 3-16 tahun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi berbentuk bulat, oval
atau plakat tidak teratur. Warna merah muda atau sesuai dengan
warna kulit dengan skuama halus. Setelah eritema menghilang, lesi
yang dijumpai hanya depigmentasi dengan skuama halus. Bercak
biasanya multipel 4 sampai 20 dengan diameter antara - 2
cm. Dengan distribusi lesi pada wajah yaitu paling banyak di sekitar
mulut, dagu dan pipi.
Pemeriksaan penunjang juga dibutuhkan dalam menegakkan
diagnosis pitiriasis alba, seperti pemeriksaan potassium hidroksida
(KOH), pemeriksaan histopatologi dari biopsi kulit, pemeriksaan
lampu wood,dan mikroskop elektron. Pada pemeriksaan potassium
hidroksida (KOH) tidak didapatkan hifa dan spora yang merupakan
indikasi dari penyakit akibat jamur. Pada pemeriksaan histopatologis
hanya dijumpai adanya akantosis ringan, spongiosis dengan
hiperkeratosis sedang dan parakeratosis setempat. Pada pemeriksaan
mikroskop elektron terlihat penurunan jumlah serta berkurangnya
ukuran melanosom.

2.7 Diagnosis Banding Pitiriasis Versikolor dan Pitiriasis Alba


2.7.1 Diagnosis Banding Pitiriasis Versikolor
Penyakit ini harus dibedakan dengan dermatitis seboroik, sifilis
stadium dua, pitiriasi rosea, vitiligo, morbus Hansen, dan
hipopigmentasi pasca peradangan. (Siregar, 2004).

2.7.2 Diagnosis Banding Pitiriasis Alba


Pitiriasis alba merupakan penyakit kulit yang bisa didiagnosis
dengan gambaran klinis dan jarang memerlukan konfirmasi tes
laboratorium. Walaupun demikian, pitiriasis alba dapat didiagnosis

15
banding dengan : Pitiriasis versikolor, Vitiligo, Psoriasis,
Depigmentasi post inflamasi yang didiagnosis dengan riwayat klinis
dari lesi inflamasi pada tempat yang hipokromik.

2.8 PenatalaksanaanPitiriasis Versikolor dan Pitiriasis Alba


2.8.1 Penatalaksanaan Ptiriasis Versikolor
A. Medis
Menurut Siregar,2004. pengobatan pitiriasi versikolor sebagai
berikut:
Obat-obat anti jamur yang dapat menolong, misalnya salep
whitfield, salep salisil sulfur (salep 2/4), larutan salisil
spiritus, larutan tiosulfat natrikus (35%), dan lotio kumerfeldi
juga dapat menolong.
Obat baru, seperti selenium sulfida 2% dalam shampoo,
derivat inidasol (ketokonasol, isokonasol, toksiklat, dalam
bentuk krim) atau larutan dengan konsentrasi 1-2% sangat
berkhasiat baik.
Obat-obat tablet ketonasol 1x 200mg/hari selama 10-14 hari
dapat memberikan hasil pengobatan yang baik, dan demikian
juga obat turunan triasol seperti preparat tablet itrakonasol
2x100mg/hari selama 10-14 hari memberi hasil yang
memuaskan.
B. Management Keperawatan Pitiriasis Versikolor
Menurut Siregar R.S. penatalaksanaan keperawatan yang harus
dilakukan pada pasien dengan pitiriasis versikolor diantaranya
adalah:
1. Memberikan HE untuk selalu menjaga personal hygine
dengan baik.
2. Menganjurkan pasien untuk mandi secara rutin setidaknya 3x
sehari. Dan beritahukan bahwa sebaiknya tidak menggunakan
sabun secara bergantian dengan orang lain.
3. Mencuci pakaian, kain sprei, handuk dengan air panas ini
bertujuan untuk membunuh kuman-kuman penyebab
pitiriasis versikolor.
4. Menganjurkan pasien untuk melakukan pengobatan secara
rutin karena Pitiriasis versikolor cenderung untuk kambuh,
sehingga pengobatan harus diulangi.

16
5. Beritahu pasien bahwa daerah hipopigmentasi perlu waktu
yang lama untuk repigmentasi, dan keadaan yang bertahan
lama ini janganlah di anggap sebagai suatu kegagalan
pengobatan.
6. Memberikan motivasi pada klien agar tidak merasa malu lagi.

2.8.2 Penatalaksanaan Pitiriasis Alba


A. Medis
Tujuan penatalaksanaan yaitu mengeliminasi inflamasi dan
infeksi, mengembalikan barier stratum korneum dengan
menggunakan emolient dan penggunaan bahan
antipruritus untuk mengurangi kerusakan pada kulit dan
mengontrol faktor faktor eksaserbasi.
Dengan penggunaan hidrokortison dan krim emolien dapat
mengurangi eritema, skuama dan gatal.Antibiotik juga dapat
diberikan untuk mengatasi infeksi olehstaphylococcus
aureus seperti cephalexin, cefadroxil, dan dicloxacillin.
B. Management Keperawatan Pitiriasis Alba
Management keperawatan yang harus dilakukan pada pasien
dengan pitiriasis alba diantaranya adalah:
1. Memberikan HE untuk selalu menjaga personal hygine
dengan baik.
2. Menganjurkan pasien untuk melakukan pengobatan secara
rutin.
3. Jelaskan pada pasien bahwa warna kulit kembali normal
dalam beberapa minggu atau bulan.
4. Jelaskan pada pasien bahwa penyakit ini bukan termasuk
penyakit yang berbahaya dan akan sembuh dengan
pengobatan yang rutin.
5. Memeberikan motivasi pada klien untuk meningkatkan citra
dirinya.

2.9 Pemeriksaan Penunjang Pitiriasis Versikolor dan Pitiriasis Alba


2.9.1 Pemeriksaan Penunjang Pitiriasis Versikolor
Menurut Siregar R.S. 2004, Selain mengenal kelainan yang
khas yang disebabkan Malassezia furfur seperti dikemukakan di atas.
Oleh karena itu, pitiriasis versikolor harus dibantu dengan
pemeriksaan sebagai berikut.

17
a. Pemeriksaan langsung dengan KOH 10%
Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok
bagian kulit yang mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan
dengan kapas alkohol 70% lalu dikerok dengan scalpel steril dan
hasil kerokan kulit ditampung dalam lempeng-lempeng steril
pula. Sebagian dari bahan tadi kita periksa langsung dengan
KOH 10% yang diberi tinta parker biru hitam. Dipanaskan
sebentar, ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa di bawah
mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur akan kelihatan
garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-
jarak tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat, atau seperti butir-butir
yang bersambung seperti kalung. Pada pitiriasis versikolor hifa
tampak tampak pendek-pendek, lurus atau bengkok disertai
banyak butiran kecil yang bergerombol.
b. Pembiakan
Organisme penyebab Tinea versikolor belum dapat
dibiakan pada media buatan.Pemeriksaan dengan sinar wood
dapat memberikan perubahan warna pada seluruh daerah lesi
sehingga batas lesi lebih mudah dilihat. Daerah yang terkena
infeksi akan memperlihatkan fluoresensi warna emas sampai
orange.
2.9.2 Pemeriksaan Penunjang Pitiriasis Alba
Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan potassium hidroksida (KOH)
Pemeriksaan ini dapat menyingkirkan pitiriasis versikolor,
tinea fasialis atau tinea korporis.
2. Pemeriksaan histopatologi dari biopsi kulit
Pemeriksaan histopatologis dari biopsi kulit tidak banyak
membantu karena tidak patognomonik untuk menegakkan
diagnosis. Pada pemeriksaan histopatologis didapatkan : adanya
akantosis ringan, spongiosis dengan hiperkeratosis dan
parakeratosis setempat, pigmentasi melanin yang irreguler pada
lapisan basal kulit. Kadang ditemukan pula kelenjar sebum yang
atrofi.
3. Pemeriksaan mikroskop elektron

18
Terlihat penurunan jumlah serta berkurangnya ukuran
melanosom.

2.10 Prognosis Pitiriasis Versikolor dan Pitiriasis Alba


2.10.1 Prognosis Pitiriasis Versikolor
Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun, dan
konsisten. Bercak hipopigmentasi dapat menetap selama beberapa
minggu atau bulan hingga pigmen yang hilang diganti melalui
paparan ultraviolet.

2.10.2 Prognosis Pitiriasis Alba


Pitiriasis alba memiliki prognosis yang baik. Depigmentasi yang
terjadi tidak permanen dan biasanya sembuh spontan dalam
beberapa bulan sampai beberapa tahun. Durasi gejala berbeda pada
setiap individu. Pengobatan dapat mempersingkat durasi lesi
sampai beberapa minggu.

19
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Anamnesis
Identitas Klien:
jenis kelamin :pitiriasis versikolor dan pitiriasis alba dapat
menyerang pria dan wanita (Siregar,2002)
Alamat : pada daerah tropis dan daerah subtropics
Usia :pitiriasis versikolor dapat menyerang hampir
semua umur. (Siregar,2002). Tapi kebanyakan
menyerang orang muda. Group umur yang terkena
25-30 tahun pada pria dan 20-25 pada wanita.
Sedangkan Pitiriasis Alba sering terjadi pada anak-
anak.(Richard E. Behram, Robert M. Kliegman,
Ann M. Arvin. 2000)
Pekerjaan :pitiriasis versikolor dan pitiriasis alba sering
menyerang orang dengan keadaan berkeringat
banyak, karena menyebabkan startum korneum
melunak sehingga mudah dimasuki malassezia
furfur . (Siregar,2002)

2. Riwayat Penyakit
Keluhan Utama
Pada pasien dengan Pitiriasis Versikolor biasanya klien mengatakan
malu karena adanya bercak-bercak putih ataupun kecoklatan dan
kehitaman (masalah kosmetik) serta disertai rasa gatal (Siregar,2004).
Sedangkan pada pasien dengan Pitiriasis Alba biasanya klien
mengatakan malu karena adanya bercak putih terutama pada wajah
(masalah kosmetik). (Richard E. Behram, Robert M. Kliegman, Ann
M. Arvin. 2000)

Riwayat Penyakit Sekarang


Pada pasien dengan Pitiriasis Versikolor, biasanya klien mengeluh
timbul bercak putih ataupun kecoklatan dan kehitaman yang kadang
gatal bila berkeringat. Bisa pula tanpa keluhan gatal sama sekali,

20
tetapi penderita mengeluh karena malu oleh adanya bercak tersebut.
(Siregar,2004).
Sedangkan pada pasien dengan Pitiriasis Alba biasanya klien
mengatakan adanya bercak-bercak putih. Lesi terjadi pada wajah,
leher, tubuh bagian atas dan lengan atas sehingga membuat pasien
merasa malu. Biasanya rasa gatal minimal atau tidak gatal.(Richard
E. Behram, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. 2000)
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang
ada pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien
untuk menanggulanginya,dan apakah pasien memiliki riwayat
penyakit alergi atau tidak.

Riwayat Penyakit Dahulu


Tanyakan pada pasien apakah sebelumnya pernah mengalami
penyakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang mengalami penyakit
yang sama dengan pasien.

Riwayat Psiko Sosial :


Pada klien pitiriasis versikolor dan pitiriasis alba, biasanya klien
merasa malu dengan keadaannya, karena adanya bercak-bercak putih
(hipopigmentasi), Terutama bila mengenai bagian wajah.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Keadaan umum biasanya baik, kesadaran composmentis.
b. TTV:
- TD : normal (120/90 110/80 mmHg)
- Nadi : normal (60 100 x/ menit)
- Suhu : normal (36,7-37,5 C)
- RR : normal (16 20x/menit)
c. Pemeriksaan Head to Toe
1. Pemeriksaan kepala dan leher:
a. Kepala dan rambut

21
Kepala : biasanya tidak ada.
Rambut : Penyebaran rambut merata, bersih/kotor.
Wajah : Pada pitiriasis versikolor biasanya adabercak
putih ataupun kecoklatan dan kehitaman apabiala pitiriasis
versikolor mengenai wajah. Sedangkan pada pasien
pitiriasis alba biasanya ada lesi putih atau hipopigmentasi
pada wajah.
b. Mata (penglihatan) : biasanya tidak ada kelaianan.
c. Hidung (penciuman) : Tidak ada kelainan
d. Telinga (pendengaran) : biasanya tidak ada kelaianan.
e. Mulut dan gigi : biasanya tidak ada kelainan,
f. Leher :adanya bercak putih ataupun
kecoklatan dan kehitaman apabiala pitiriasis versikolor
mengenai leher.
2. Pemeriksaan Thoraks/ dada :
a. Paru- paru
Inspeksi : bentuk simetris, pengembangan paru kanan
dan kiri simetris, ada atau tidaknya retraksi otot bantu
nafas
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada krepitasi.
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : ada /tidak bunyi nafas tambahan.
b. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ictus kordis tidak teraba
Perkusi :
a. Batas jantung kanan atas: ICS II LPS dextra
b. Batas jantung kanan bawah : ICS V LPS dextra
c. Batas jantung kiri atas: ICS II LMC sinistra
d. Batas jantung kiri bawah: ICS VI LAA sinistra.
- Auskultasi : BJ 1 di ICS V dan BJ 2 di ICS II, bunyi
tunggal, tidak ada bunyi jantung tambahan.
3. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi :Biasanya ada bercak putih ataupun kecoklatan dan
kehitaman apabila pitiriasis versikolor mengenai abdomen,
karena biasanya sering mengenai pada daerah abdomen.
Auskultasi : biasanya bising usus normal 5-12x/menit.
Palpasi : biasanya tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : biasanya bunyi timpani.
4. Pemeriksaan Ekstremitas : Biasanya tidak terdapat kelainan.
5. Pemeriksaan Integumen:
Inspeksi:

22
Pada pitiriasis versikolor biasanya ada bercak putih ataupun
kecoklatan dan kehitaman pada daerah punggung, lengan
atas, dada, perut, paha dan leher. (Siregar, 2004).
Sedangkan pada pasien pitiriasis alba biasanya berupa lesi
hipopigmentasi , bulat atau oval, macular atau bercak yang
agak menonjol dengan skuama halus. Lesi ini dapat
eritematosa ringan dan relative terlihat jelas tetapi berbatas
tidak tegas. Lesi terjadi pada wajah, leher, tubuh bagian
atas dan lengan atas. (Richard E. Behram, Robert M.
Kliegman, Ann M. Arvin. 2000)
Terdapat fisura apabila digaruk secara berlebihan.
Palpasi: periksa adanya odema atau tidak, kulit teraba panas
apabila terjadi infeksi sekunder.

d. Pola Fungsi Kesehatan


1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Biasanya klien kurang menjaga personal hygine. Tanyakan adakah


kebiasaan memakai handuk, sabun dan baju secara bergantian
dengan orang lain atau tidak, karena pitiriasis versikolor bisa
menular.
2. Pola Nutrisi
Biasanya tidak terdapat gangguan pada pola nutrisi
3. Pola eliminasi

Biasanya tidak terdapat gangguan pada pola eliminasi.


4. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya tidak ada gangguan pada pola aktivitasnya.
5. Pola tidur dan istirahat
Biasanya terganggu karena pasien mengalami gatal-gatal.
6. Pola hubungan dan peran
Biasanya akan mengalami gangguan pola hubungan dan peran
karena merasa malu dengan kondisinya.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya klien akan cenderung mengalami kecemasan dan malu
dengan keadaanya. Sedangkan pada konsep diri klien,

23
meliputi:body image, harga diri, peran, identitas akan terjadi
perubahan, seiring dengan rasa malu dengan keadaannya.
8. Pola sensori dan kognitif
Biasanya pola sensori dan kognitif pasien tidak terganggu.
9. Pola reproduksi seksual
Biasanya tidak ada gangguan pada pola reproduksi seksualnya.
10. Pola penanggulangan stres
Biasanya akan cenderung mencari infoprmasi mengenai
penyakitnya dan pengobatan agar cepat sembuh dari penyakitnya.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya klien menganggap bahwa semua penyakit pasti ada
obatnya dan semuanya sudah kehendak Allah SWT.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul diantaranya:

1. Gangguan konsep diri: (citra diri) berhubungan dengan adanya


perubahan penampilan.
2. Gangguan rasa nyaman (gatal) berhubungan dengan inflamasi jamur.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi pada jaringan
kulit.

24
3.3 Perencanaan

NO DX NOC NIC
1. Gangguan konsep diri (citra Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Bina hubungan saling percaya antara perawat dan
diri) b.d perubahan penampilan selama ..x24 jamdiharapkan pasien dapat klien
2. Dorong klien untuk menyatakan perasaanya,
diri sekunder akibat penyakit. mengembangkan peningkatan kemauan
terutama cara ia merasakan sesuatu, berpikir, atau
DS: Biasanya pasien untuk menerima keadaan diri, dengan
memandang dirinya sendiri.
mengatakan malu dengan kriteria hasil:
3. Dorong klien untuk megajukan pertanyaan
keadaan dirinya. a. Klien menilai keadaan dirinya
mengenai masalah kesehatan, pengobatan, dan
DO: terhadap hal-hal yang realistik
kemajuan pengobatan dan kemungkinan hasilnya.
a. Pasien tampak mengurung tanpa menyimpang 4. Beri informasi yang dapat di percaya dan
b. Menyatakn dan menunjukan
diri menguatkan informasi yang telah di berikan
b. Pasien tidak mau peningkatan konsep diri 5. Jernihkan kesalahann persepsi individu tentang
c. Dapat menunjukan adaptasi yang
berinteraksi dengan orang dirinya, mengenai perawatan dirinya.
baik dan menguasai kemampuan 6. Hindari kata-kata yang mengancam atau
lain
c. Cemas diri memojokan klien,
7. Lindungi privasi (hak-hak pribadi) dan jamin
lingkungan yang kodusif
8. Kaji kembali tanda dan gejala gengguan harga
diri, gangguan citra tubuh, dan perubahan
penampilan peran

25
9. Beri penjelasan dan penyuluhan tentang konsep
diri yang positif
2. Gangguan rasa nyaman b.d Tingkat kenyamanan terpenuhi 1. Kaji keadaan TTV
2. Kaji tingkat ketidaknyamanan secara
pruritus. Setelah dilakukan tindakan keperawatan
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
selama 3 x 24 jam diharapkan gatal
durasi, frekwensi, kualitas dan faktor presipitasi.
berkurang atau hilang.
3. Bantu pasien dan keluarga untuk melakukan
Dengan KH :
teknik distraksi.
TTV pasien menunjukkan dalam 4. Jelaskan bahwa menggaruk hanya akan
batasan yang normal : menimbulkan kulit lebih gatal.
TD : 90/70 120/90 mmHg 5. Ajarkan menggunakan air hangat, tetapi tidak
RR : 16-24 x/menit panas untuk mandi.
T : 36,5-37,5 0 C 6. Anjurkan agar pasien menggunakan baju yang
N : 60-100 x/ menit
Ekspresi wajah rileks longgar, tenunan yang tidak terlalu rapat, kain
Eritema berkurang yang terbuat dari katun,dan tidak kasar.
Gatal berkurang 7. Kolaborasi dengan petugas lab dala pemeriksaan
Respon menggaruk (-)
Kerokan kulit daerah lesi dengan kerokan kulit.
8. Kolaborasi dengan dokter dalam obat-obatan
KOH 10 % : tidak tampak elemant
untuk meredakan rasa gatal : Antijamur topikal
jamur
meliputi : seperti klotrimazol, ketokonazol, atau
mikonazol.
3 Gangguan integritas kulit Integritas jaringan : membran mukosa Perawatan kulit: pembersihan dan peningkatan

26
berhubungan dengan infalamasi dan kulit: keutuhan structural dan fungsi proses penyembuhan pada luka.
pada jaringan kulit fisiologi dari kulit dan membrane 1. Kaji adanya kemerahan
2. Observasi ekstremitas untuk warna, panas,
DS : pasien mengatakan gatal mukosa.
keringat, nadi, tekstur, edema, dan luka
pada kulit
3. Inspeksi kulit dan membran mukosa untuk
D0 : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
kemerahan, panas, drainase
gangguan pada permukaan selama ..x24 jam diharapkan tidak 4. Monitor adanyainfeksi
5. Catat perubahan kulit dan membrane mukosa
kulit (epidermis) terjadi kerusakan integritas kulit dengan
6. Monitor kulit diarea kemerahan
Kerusakan pada lapisan kulit KH : 7. Ajarkan perawatan kulit
(dermis). 8. Kolaborasi pemberian anti jamur.
- Pasien Menunjukkan integritas
jaringan : kulit dan membran mukosa
tidak ada gangguan
- Pasien menunjukkan rutinitas
perawatan kulit yang optimal

27
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pitiriasis Versikolor disebabkan oleh Malassezia furfur. Pitiriasi
versikolor adalah suatu penyakit jamur kulit yang kronik dan asimtomatik
serta ditandai dengan bercak putih sampai coklat yang bersisik. Kelainan
ini umumnya menyerang badan dan kadang-kadang terlihat di ketiak, sela
paha, tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala. (Siregar R.S. 2004).
Pitiriasis alba (suatu eksema derajat rendah) merupakan penyebab
hipopigmentasi yang sangat umum pada anak-anak terutama pada kulit
yang berwarna gelap. Bercak bercak pucat dengan sedikit skuama pada
permukaan kulit tampak pada wajah dan lengan atas. Kelainan ini biasanya
memberi respons (walaupun pelan-pelan) terhadap pemakaian pelembab,
tetapi mungkin juga membutuhkan steroid topical yang ringan. Ada
kecenderungan menghilang saat pubertas.
Pitiriasis versikolor disebabkan oleh Malassezia Furfur Robin atau
disebut juga Pityrosporum Orbiculare. (Siregar .R.S. 2004).
Sampai saat ini belum ditemukan adanya etiologi yang definitif
walaupun beberapa usaha telah dilakukan untuk menemukan adanya
mikroorganisme pada lesi kulit

3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami sadar bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi kesempurnaan isi makalah ini.Kami juga berharap, setelah
membaca makalah ini kita menjadi lebih mengetahui tentang konsep teori
dan konsep askep Pitiriasis Versikolor dan Pitiriasis Alba, sehingga kita
dapat mengaplikasikannya dalam lapangan praktek ataupun setelah kita
menempuh dunia kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Siregar, R.S. 2004. penyakit jamur kulit.edisi 2. Jakarta : EGC

28
Siregar, R.S. 2004. Altlas berwarna saripati penyakit kulit. Jakarta : EGC
Lippincott Williams & Wilkins. 2008. Atlas Kedokteran Kegawatdaruratan.
Penerbit Erlangga
Richard E. Behram, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan
Anak Nelson. Volume 3. Edisi 15. Jakarta; EGC.

Robin Graham-Brown & Tony Burns (2005), Lecture Notes on Dermatologi Edisi
kedelapan, Jakarta: Erlangga

Lutfia Dwi Rahariyani. 2007. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Sistem Integumen. Jakarta: EGC

Carpenito,Lynda Juall. 2001 Buku Saku Diagnosa Keperawatan.


ed.8.Jakarta:EGC

29

Anda mungkin juga menyukai