Anda di halaman 1dari 35

LANDASAN ILMU PENDIDIKAN

"IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER"

TUGAS 11

SESRIA OSSY
15175040

DOSEN PEMBIMBING:

PROF. Dr. FESTIYED, MS

MAGISTER PENDIDIKAN FISIKA


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai
sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia
tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa
pendidikan di setiap jenjang, termasuk di sekolah harus diselenggarakan secara sistematis
guna mencapai tujuan tersebut.

Dalam kaitaannya dengan pendidikan karakter, bangsa Indonesia sangat memerlukan


SDM (sumber daya manusia) yang besar dan bermutu untuk mendukung terlaksananya
program pembangunan dengan baik. Disinilah dibutuhkan pendidikan yang berkualitas, yang
dapat mendukung tercapainya cita-cita bangsa dalam memiliki sumber daya yang bermutu,
dan dalam membahas tentang SDM yang berkualitas serta hubungannya dengan pendidikan,
maka yang dinilai pertama kali adalah seberapa tinggi nilai yang sering diperolehnya, dengan
kata lain kualitas diukur dengan angka-angka, sehingga tidak mengherankan apabila dalam
rangka mengejar target yang ditetapkan sebuah lembaga pendidikan terkadang melakukan
kecurangan dan manipulasi.

Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu
bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan
penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata
kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis
(hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill
dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil
dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini
mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk
ditingkatkan. Melihat masyarakat Indonesia sendiri juga lemah sekali dalam penguasaan soft
skill.

Pendidikan yang sangat dibutuhkan saat ini adalah pendidikan yang dapat
mengintegrasikan pendidikan karakter dengan pendidikan yang dapat mengoptimalkan
perkembangan seluruh dimensi anak (kognitif, fisik, sosial-emosi, kreativitas, dan spiritual).
Pendidikan dengan model pendidikan seperti ini berorientasi pada pembentukan anak sebagai
manusia yang utuh. Kualitas anak didik menjadi unggul tidak hanya dalam aspek kognitif,
namun juga dalam karakternya. Anak yang unggul dalam karakter akan mampu menghadapi
segala persoalan dan tantangan dalam hidupnya. Ia juga akan menjadi seseorang yang
lifelong learner. Pada saat menentukan metode pembelajaran yang utama adalah menetukan
kemampuan apa yang akan diubah dari anak setelah menjalani pembelajaran tersebut dari sisi
karakterya. Apabila kita ingin mewujudkan karakter tersebut dalam kehidupan sehari-hari,
maka sudah menjadikan kewajiban bagi kita untuk membentuk pendidik sukses dalam
pendidikan dan pengajarannya.Untuk itu penulis menulis makalah ini, agar pembaca tahu
betapa pentingnya pendidikan karakter bagi semua orang, khususnya bangsa Indonesia
sendiri.

B. Rumusan Masalah
Dengan latar belakang diatas penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Imlementasi Pendidikan Karakter menurut pandangan Agama?
2. Bagaimana Implementasi Pendidikan Karakter menurut pandangan di Indonesia?
3. Bagaimana Implementasi Pendidikan Karakter di Negara-negara Sekuler?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui:
1. Implementasi Pendidikan Karakter menurut pandangan Agama
2. Implementasi Pendidikan Karakter menurut pandangan di Indonesia
3. Implementasi Pendidikan Karakter di Negara-negara Sekuler
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pendidikan karakter menurut pandangan Indonesia


1. Pengertian Pendidikan Karakter
Kata character berasal dari bahasa Yunani charassein, yang berarti to engrave
(melukis, menggambar), seperti orang yang melukis kertas, memahat batu atau metal.
Berakar dari pengertian yang seperti itu, character kemudian diartikan sebagai tanda atau ciri
yang khusus, dan karenanya melahirkan sutu pandangan bahwa karakter adalah pola perilaku
yang bersifat individual, keadaan moral seseorang. Setelah melewati tahap anak-anak,
seseorang memiliki karakter, cara yang dapat diramalkan bahwa karakter seseorang berkaitan
dengan perilaku yang ada di sekitar dirinya (Kevin Ryan, 1999: 5). williams & schnaps
(1999) mendefinisikan pendidikan karakter sebagaiany deliberate approach by which
school personnel, often in conjunction with parents and community members, help children
and youth become caring, principled and responsible.
Maknanya dari pengertian pendidikan karakter yaitu merupakan berbagai usaha yang
dilakukan oleh para personil sekolah, bahkan yang dilakukan bersama-sama dengan orang tua
dan anggota masyarakat, untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki
sifat peduli, berpendirian, dan bertanggung jawab. Lebih lanjut williams (2000) menjelaskan
bahwa makna dari pengertian pendidikan karakter tersebut awalnya digunakan oleh national
commission on character education (di amerika) sebagai suatu istilah payung yang meliputi
berbagai pendekatan, filosofi, dan program. pemecahan masalah, pembuatan keputusan,
penyelesaian konflik merupakan aspek yang penting dari pengembangan karakter moral.
oleh karena itu, di dalam pendidikan karakter semestinya memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengalami sifat-sifat tersebut secara langsung.
Istilah karakter juga sering dihubungkan dan dipertukarkan dengan istilah etika,
ahlak, dan atau nilai dan berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral.
Sedangkan Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) merupakan sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Dengan
demikian karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpateri dalam diri dan
terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir,
olah hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga seseorang atau sekelompok orang.
Karakter juga sering diasosiasikan dengan istilah apa yang disebut dengan
temperamen yang lebih memberi penekanan pada definisi psikososial yang dihubungkan
dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Sedangkan karakter dilihat dari sudut pandang
behaviorial lebih menekankan pada unsur somatopsikis yang dimiliki seseorang sejak lahir.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses perkembangan karakter pada seseorang
dipengaruhi oleh banyak faktor yang khas yang ada pada orang yang bersangkutan yang juga
disebut faktor bawaan (nature) dan lingkungan (nurture) dimana orang yang bersangkutan
tumbuh dan berkembang. Faktor bawaan boleh dikatakan berada di luar jangkauan
masyarakat dan individu untuk mempengaruhinya. Sedangkan faktor lingkungan merupakan
faktor yang berada pada jangkauan masyarakat dan ndividu. Jadi usaha pengembangan atau
pendidikan karakter seseorang dapat dilakukan oleh masyarakat atau individu sebagai bagian
dari lingkungan melalui rekayasa faktor lingkungan.

Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Ahli


Pengertian pendidikan karakter menurut beberapa ahli adalah:
1. Pendidikan Karakter Menurut Lickona
Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha
yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa. Tetapi untuk mengetahui
pengertian yang tepat, dapat dikemukakan di sini definisi pendidikan karakter yang
disampaikan oleh Thomas Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan
karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat
memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.
2. Pendidikan Karakter Menurut Suyanto
Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang
menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa, maupun negara.
3. Pendidikan Karakter Menurut Kertajaya
Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas
tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, serta
merupakan mesin yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan
merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).

Urgensi Pendidikan Karakter


1. Permasalahan
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap
jenjang, harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut
berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika,
bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Pendidikan karakter merupakan
perpaduan yang seimbang diantara empat hal yaitu, olah hati, olah pikir, olah rasa, dan olah
raga. Olah hati bermakna berkata, bersikap, dan berperilaku jujur. Olah pikir, cerdas yang
selalu merasa membutuhkan pengetahuan. Olah rasa artinya memiliki cita-cita luhur, dan
olah raga maknanya menjaga kesehatan seraya menggapai cita-cita tersebut. Dengan
memadukan secara seimbang keempat anasir kepribadian itu, peserta didik akan mampu
menghayati dan membatinkan nilai-nilai luhur pendidikan karakter.
Banyak yang beranggapan kesuksesan seseorang banyak ditentukan oleh pengetahuan
dan kemampuan teknis (hard skill) saja. Sesungguhnya tidaklah benar bila ditentukan oleh
pengetahuan dan kemampuan teknis semata, tetapi lebih dominan ditentukan oleh
kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Kesuksesan hanya ditentukan sekitar
20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses
di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada
hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa pendidikan karakter sangat penting untuk
dikembangkan.
Berbicara masalah pendidikan karakter, tentu tidak terlepas dari pengertian karakter
itu sendiri. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Sang
Penciptaa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum,
tata krama, budaya, dan adat istiadat. Dengan demikian, pendidikan karakter dapat pula
dimaknai sebagai suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun
kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.
Dalam konteks keindonesiaan, penerapan pendidikan karakter merupakan kebutuhan
yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Para putra putri bangsa telah banyak pemborong medali
dalam setiap kompetisi olimpiade sains internasional. Mereka mereka membutuhkan
penghargaan sebagai bagian implementasi pendidikan karakter. Namun di sisi lain, kasus
siswa-siswi cacat moral seperti siswi married by accident, aksi pornografi, kasus narkoba,
plagiatisme dalam ujian, dan sejenisnya, senantiasa marak menghiasi sejumlah media. Bukan
hanya terbatas pada peserta didik, lembaga-lembaga pendidikan maupun instansi
pemerintahan yang notabene diduduki oleh orang-orang penyandang gelar akademis, pun tak
luput terjangkiti virus dekadensi moral.
Realitas mencengangkan tersebut dapat dianalogikan sebagai sebuah tamparan keras
bagi bangsa. Para stakeholders dan pendidik yang tadinya diharapkan menjadi ing ngarsa
sung tulada, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani, malah lebih menyuburkan
slogan sarkastik: guru kencing berdiri, murid kencing berlari. "Ketidaksehatan" lingkungan
pendidikan inilah yang akhirnya mendorong munculnya tren homeschooling dan pendidikan
virtual. Model pendidikan baru ini kian membuat sistem pendidikan formal tersisih. Tak
sedikit keluarga peserta didik yang lantas mengalihkan anaknya untuk mengikuti program
homeschooling karena khawatir akan pengaruh lingkungan sekolah yang tak lagi steril.
Penyebab lain, tak jarang peserta didik mengalami tekanan psikologis di sekolah non-virtual
disebabkan interaksi dengan guru yang terlalu kaku dan otoriter, plus tekanan pergaulan
antarsiswa. Naasnya, pendidikan virtual bukannya memberikan solusi, malah membuat
peserta didik semakin tercabut dari persinggungan realitas sosialnya.
Berbagai fenomena di atas menuntut agar sistem pendidikan dikaji ulang. Dalam hal
ini, kurikulum sebagai standar pedoman pembelajaran belum sepenuhnya mengejawantahkan
tujuan utama pendidikan itu sendiri, yaitu membentuk generasi cerdas komprehensif. Oleh
karena itu, diperlukan reformasi pendidikan, demi memulihkan kesenjangan antara kualitas
intelektual dengan nilai-nilai moral etika, budaya dan karakter. Proses pendidikan di samping
sebagai transfer pengetahuanseharusnya menjadi alat transformasi nilai-nilai moral dan
character building.. Semakin terdidik seseorang, secara logis, seharusnya semakin tahu mana
jalan yang benar dan mana jalan yang menyimpang, sehingga ilmu dan kualitas akademis
yang didapatkan tidak disalahgunakan. Pendidikan karakter berupaya menjawab berbagai
problema pendidikan dewasa ini. Pendidikan tersebut adalah sebuah konsep pendidikan
integratif yang tidak hanya bertumpu pada pengembangan kompetisi kognitif peserta didik
semata, tetapi juga pada penanaman nilai etika, moral, dan spritual.
Untuk mewujudkan pendidikan karakter, tidaklah perlu dibuat mata pelajaran baru,
tetapi cukup diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Salah satu cara
yang efektif dengan mengubah atau menyusun silabus dan RPP dengan menyelipkan norma
atau nilai-nilai dalam konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-
nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan
pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Salah satunya
dengan mengambangkan pembelajaran kontekstual.
2. Landasan Pedagogis Pendidikan Karakter
Semakin kuat seseorang memiliki dasar pertimbangan, semakin kuat pula
kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang baik. Pada titik
kulminasinya, norma dan nilai budaya secara kolektif pada tingkat makro akan menjadi
norma dan nilai budaya bangsa. Dengan demikian, peserta didik akan menjadi warga negara
Indonesia yang memiliki wawasan, cara berpikir, cara bertindak, dan cara menyelesaikan
masalah sesuai dengan norma dan nilai ciri ke-Indonesiaannya. Hal ini sesuai dengan fungsi
utama pendidikan yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas, Mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Oleh karena itu, aturan dasar yang mengatur pendidikan nasional (UUD
1945 dan UU Sisdiknas) sudah memberikan landasan yang kokoh untuk mengembangkan
keseluruhan potensi diri seseorang sebagai anggota masyarakat dan bangsa.
Proses pengembangan nilai-nilai yang menjadi landasan dari karakter itu
menghendaki suatu proses yang berkelanjutan, dilakukan melalui berbagai mata pelajaran
yang ada dalam kurikulum (kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi,
antropologi, bahasa Indonesia, IPS, IPA, matematika, agama, pendidikan jasmani dan
olahraga, seni, serta keterampilan). Dalam mengembangkan pendidikan karakter bangsa,
kesadaran akan siapa dirinya dan bangsanya adalah bagian yang teramat penting. Kesadaran
tersebut hanya dapat terbangun dengan baik melalui sejarah yang memberikan pencerahan
dan penjelasan mengenai siapa diri bangsanya di masa lalu yang menghasilkan dirinya dan
bangsanya di masa kini. Selain itu, pendidikan harus membangun pula kesadaran,
pengetahuan, wawasan dan nilai berkenaan dengan lingkungan tempat diri dan bangsanya
hidup (geografi), nilai yang hidup di masyarakat (antropologi), sistem sosial yang berlaku dan
sedang berkembang (sosiologi), sistem ketatanegaraan, pemerintahan dan politik
(ketatanegaraan/politik/ kewarganegaraan), bahasa Indonesia dengan cara berpikirnya,
kehidupan perekonomian, ilmu, teknologi dan seni. Artinya, perlu ada upaya terobosan
kurikulum berupa pengembangan nilai-nilai yang menjadi dasar bagi pendidikan karakter
bangsa. Dengan terobosan kurikulum yang demikian, nilai dan karakter yang dikembangkan
pada diri peserta didik akan sangat kokoh dan memiliki dampak nyata dalam kehidupan diri,
masyarakat, bangsa, dan bahkan umat manusia.
Pendidikan karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan
yang menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu
karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu, pendidikan budaya dan karakter bangsa
pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau
ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan
pendidikan nasional.
3. Tujuan, Fungsi, dan Media Pendidikan karakter
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh,
kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik,
berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai
oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Pendidikan
karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan
berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3)
meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Pendidikan karakter
dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat
sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
Menurut Lickona ada tujuh alasan mengapa pendidikan karakter itu harus
disampaikan:
1. Merupakan cara terbaik untuk menjamin anak-anak (siswa) memiliki kepribadian yang
baik dalam kehidupannya;
2. Merupakan cara untuk meningkatkan prestasi akademik;
3. Sebagian siswa tidak dapat membentuk karakter yang kuat bagi dirinya di tempat lain;
4. Mempersiapkan siswa untuk menghormati pihak atau orang lain dan dapat hidup dalam
masyarakat yang beragam;
5. Berangkat dari akar masalah yang berkaitan dengan problem moral-sosial, seperti
ketidaksopanan, ketidakjujuran, kekerasan, pelanggaran kegiatan seksual, dan etos kerja
(belajar) yang rendah;
6. Merupakan persiapan terbaik untuk menyongsong perilaku di tempat kerja; dan
7. Mengajarkan nilai-nilai budaya merupakan bagian dari kerja peradaban.
2. Cara mendidik aspek karakter
Pendidikan bukan sekedar berfungsi sebagai media untuk mengembangkan
kemampuan semata, melainkan juga berfungsi untuk membentuk watak dan peradaban
bangsa yang bermatabat. Dari hal ini maka sebenarnya pendidikan watak (karakter) tidak bisa
ditinggalkan dalam berfungsinya pendidikan. Oleh karena itu, sebagai fungsi yang melekat
pada keberadaan pendidikan nasional untuk membentuk watak dan peradaban bangsa,
pendidikan karakter merupakan manifestasi dari peran tersebut. Untuk itu, pendidikan
karakter menjadi tugas dari semua pihak yang terlibat dalam usaha pendidikan (pendidik).
Secara umum materi tentang pendidikan karakter dijelaskan oleh
Berkowitz, Battistich, dan Bier (2008: 442) yang melaporkan bahwa materi pendidikan
karakter sangat luas. Dari hasil penelitiannya dijelaskan bahwa paling tidak ada 25
variabel yang dapat dipakai sebagai materi pendidikan karakter. Namun, dari 25
variabel tersebut yang paling umum dilaporkan dan secara signifikan hanya ada 10, yaitu:
1. Perilaku seksual
2. Pengetahuan tentang karakter (Character knowledge)
3. Pemahaman tentang moral sosial
4. Ketrampilan pemecahan masalah
5. Kompetensi emosional
6. Hubungan dengan orang lain (Relationships)
7. Perasaan keterikan dengan sekolah (Attachment to school)
8. Prestasi akademis
9. Kompetensi berkomunikasi
10. Sikap kepada guru (Attitudes toward teachers).
Otten (2000) menyatakan bahwa pendidikan karakter yang diintegrasikan ke dalam
seluruh masyarakat sekolah sebagai suatu strategi untuk membantu mengingatkan kembali
siswa untuk berhubungan dengan konflik, menjaga siswa untuk tetap selalu siaga dalam
lingkungan pendidikan, dan menginvestasikan kembali masyarakat untuk berpartisipasi
aktif sebagai warga negara.
3. Nilai-Nilai dalam Pendidikan Karakter
Nilai-nilai dalam pendidikan karakter yyaitu: Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin,
Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta
tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif, Cinta Damai, Gemar membaca,
Peduli lingkungan, Peduli social, Tanggung jawab.
Menurut Depdiknas mulai tahun ajaran 2011, seluruh pendidikan di Indonesia harus
menyisipkan nilai-nilai pendidikan berkarakter kepada para siswa dalam proses
pendidikannya Secara operasional, nilai-nilai tersebut bisa diidentifikasi sebagai berikut :
1. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan
Religius. pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu
berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.
2. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri
a. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu
dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan
pihak lain.
b. Bertanggung jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya
sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
c. Bergaya hidup sehat
Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang
sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.
d. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan.
e. Kerja keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai
hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.
f. Percaya diri
Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap
keinginan dan harapannya.
g. Berjiwa wirausaha
Sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai ataupun berbakat mengenali produk baru,
menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru,
memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.
h. Berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif
Berpikir dan melakukan sesuatu secara realistis dan kritis untuk menghasilkan hasil
baru dari apa yang telah dimiliki.
i. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
j. Ingin tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan
meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat dan didengar.
k. Cinta ilmu
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan
penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.
3. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama
a. Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri
dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.
b. Patuh pada aturan-aturan sosial
Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan
kepentingan umum.
c. Menghargai karya dan prestasi orang lain
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, dan mempunyai sikap mengakui dan menghormati
keberhasilan orang lain.
d. Santun
Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke
semua orang.
e. Demokratis
Cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya
dan orang lain.
4. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan
a. Peduli sosial dan lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam
di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam
yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat
yang membutuhkan.
b. Nilai kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
c. Nasionalis
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan
penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi,
dan politik bangsanya.
d. Menghargai keberagaman
Sikap memberikan respek/hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk
fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama.
Ada 18 nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa yang diintegrasikan pada setiap
kompetensi dasar diantaranya, religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/komuniktif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial,
tanggung-jawab. meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan
pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya dengan cara melanjutkan nilai
prakondisi, seperti taqwa, bersih, rapi, nyaman, dan sopan, yang diperkuat dengan beberapa
nilai yang diprioritaskan dari 18 nilai di atas. Dalam implementasinya jumlah dan jenis
karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu
dengan yang lain. Hal itu tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan
masing-masing. Di antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat
dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai dengan kondisi
masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih, rapi, nyaman, disiplin, sopan dan santun.

4. Proses Pendidikan Karakter


Proses pendidikan karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang mencakup
seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas
sosiokultural dalam konteks interaksi dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat.
Totalitas psikologis dan sosiokultural dapat dikelompokkan sebagaimana yang digambarkan
dalam bagan berikut:

RUANG LINGKUP PENDIDIKAN KARAKTER beriman dan bertakwa,


jujur, amanah, adil,
cerdas, kritis, bertanggung jawab,
kreatif, inovatif, berempati, berani
ingin tahu, berpikir mengambil resiko,
terbuka, produktif, OLAH OLAH pantang menyerah, rela
berorientasi Ipteks, PIKIR HATI berkorban, dan berjiwa
dan reflektif patriotik

ramah, saling
OLAH
OLAH menghargai, toleran,
bersih dan sehat, RASA/
peduli, suka menolong,
RAGA
disiplin, sportif, KARSA
gotong royong,
tangguh, andal, nasionalis, kosmopolit ,
berdaya tahan, mengutamakan
bersahabat, kepentingan umum,
kooperatif, bangga menggunakan
determinatif, bahasa dan produk
kompetitif, ceria, Indonesia, dinamis,
dan gigih kerja keras, dan beretos
kerja

Gambar: Ruang Lingkup Pendidikan Karakter


Berdasarkan gambar tersebut di atas, pengkategorian nilai didasarkan pada
pertimbangan bahwa pada hakikatnya perilaku seseorang yang berkarakter merupakan
perwujudan fungsi totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia
(kognitif, afektif, dan psikomotorik) dan fungsi totalitas sosial-kultural dalam konteks
interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyrakat) dan berlangsung sepanjang
hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural
dapat dikelompokkan dalam:
(1) olah hati (spiritual & emotional development);
(2) olah pikir (intellectual development);
(3) olah raga dan kinestetik (physical & kinesthetic development); dan
(4) olah rasa dan karsa (affective and creativity development).
Proses tersebut secara holistik dan koheren memiliki saling keterkaitan dan saling
melengkapi, serta masing-masingnya secara konseptual merupakan gugus nilai luhur yang di
dalamnya terkandung sejumlah nilai sebagaimana dapat di lihat pada gambar di atas (Desain
Induk Pendidikan Karakter, 2010: 8-9).

5. Manfaat Pendidikan Karakter


Adapun Manfaat Pendidikan karakter antara lain :
1. Membentuk karakter individu
Pendidikan karakter, tentu saja tujuan dan juga manfaat utamanya adalah untuk
membentuk karakter dari diri individu. karakter merupakan segala sesuatu yang melekat pada
diri individu, dan cenderung menetap. Sehingga dengan adanya pendidikan karakter, maka
kecenderungan individu untuk memilki karakter yang baik dan juga berguna bagi sesamanya
akan terbentuk. Maka dari itu, beberapa pendidikan karakter sangat baik dulakukan kepada
para remaja remaja.
2. Membuat individu menjadi lebih menghargai sesama
Seseorang yang berkarakter kuat akan lebih dapat untuk menghargai sesamanya.
Kalaupun memang seseorang kurang dapat menghargai sesamanya, dengan adanya
pendidikan karakter yang intensif. Tentu saja kemampuan seseorang atau individu untuk
menghargai sesamanya manusia akan menjadi lebih meningkat.
ii. Menciptakan generasi penerus bangsa yang berintegritas dan juga lebih baik
Karakter yang kuat akan membuat seseorang menjadi teguh dan kokoh dalam
hidupnya. Hal ini akan sangat penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, karena
dengan adanya keteguhan ini, akan diikuti dengan integritas tinggi dari individu. Integritas
inilah yang penting untuk dibentuk dalam pendidikan karakter, sehingga dengan adanya
integritas yang tinggi. Maka seseorang akan mampu untuk menjadi generasi penerus bangsa
yang baik dan menjunjung tinggi nilai integritas bagi bangsa dan juga negaranya.
iii. Melatih mental dan juga moral dari peserta didik
Manfaat pendidikan karakter sejak dini, selain mampu untuk menciptakan dan
menguatkan karakter seseorang, juga bermanfaat untuk meningkatkan serta melatih mental
dan juga moral dari para peserta pendidikan karakter. Hal ini akan mencegah terjadinya
kondisi mental individu yang bermental tempe dan juga mental malas serta moral yang buruk.
iv. Agar tidak terjadi kebingungan akan identitas terutama pada remaja
Remaja merupakan sasaran empuk dari kebingungan identitas. Karena memang
salah satu tugas perkembangan dari remaja adalah untuk mencari identitas. Pendidikan
karakter sangat dibutuhkan oleh kaum remaja terutama karena, manfaatnya yang sangat
penting untuk mencegah terjadinya kebingungan pada remaja dalam menemukan identitas
atau jati dirinya.
v. Agar dapat mengetahui dan memahami karakter diri masing-masing
Berbicara soal jati diri, tidak hanya pada remaja, namun ada juga orang dewasa yang
mungkin belum bisa menemukan jati dirinya. Dengan adanya pendidikan karakter, mereka
akan lebih mudah menyadari dan juga mengetahui karakter dari diri masing-masing.
vi. Menyalurkan hal-hal yang penting sesuai dengan karakter yang dimilkinya
Pendidikan karakter memiliki banyak manfaat. Selain dapat meningkatkan
kemampuan mental dan juga moral dari individu, manfaat pendidikan karakter bagi generasi
muda juga dapat membantu untuk menyalurkan minat. Hal ini dapat menggunakan karakter
yang sudah mereka miliki dan mereka sadari untuk hal yang penting dan bermanfaat. Tidak
hanya bagi dirinya sendiri, namun juga bagi orang lain.
vii. Menjadi lebih bijak dalam mengambil keputusan
Seiring dengan meningkatnya moral dan kemampuan berpikir dari individu melalui
pendidikan karakter, maka hal tersebut akan mempengaruhi kemampuan berpikir individu.
terutama dalam mengambil keputusan, dengan menempuh pendidikan karakter. Maka
seseorang akan menjadi lebih bijak dalam mengambil keputusan, sehingga tidak merugikan
diri sendiri dan juga merugikan orang lain.
viii. Mampu bekerja sama dengan baik
Pendidikan karakter juga melatih seseorang untuk dapat bekerja sama dengan baik,
sehingga hal ini juga akan membuat seseorang menjadi lebih mudah dalam bergaul dan
menjalin hubungan sosial dengan orang lain
ix. Meningkatkan kualitas problem solving individu
Pengalaman yang diperoleh melalui pendidikan karakter, dan juga pemahaman
mengenai moral, mental dan juga bijaksana akan membuat seseorang yang sudah menempuk
pendidikan karakter, setidaknya dapat meningkatkan kualitas mereka dalam hal pemecahan
masalah atau problem solving. Hal ini erat kaitannya dengan cara berpikir yang lebih baik
dan juga pemanfaatan karakter dari diri individu dalam memecahkan masalah.

B. Pendidikan Karakter Menurut Agama Islam


Ada sekurang-kurangnya 10 hal yang harus tertanam dalam pribadi muslim
diantaranya:
1. Salimul Aqidah (Good Faith)
Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap
muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat
kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan
dan ketentuan- ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang
muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya
yang artinya: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah
Tuhan semesta alam (QS 6:162). Karena memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu
yang amat penting, maka dalam dawahnya kepada para sahabat di Makkah, Rasulullah
Saw mengutamakan pembinaan aqidah, iman atau tauhid.
2. Shahihul Ibadah (Right Devotion)
Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul Saw yang
penting, dalam satu haditsnya beliau menyatakan shalatlah kamu sebagaimana kamu
melihat aku shalat. Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam
melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul Saw yang berarti
tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.
3. Matinul Khuluq (Strong Character)
Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan sikap dan
prilaku yang harus dimiliki oleh setkal muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah
maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan
bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena begitu penting memiliki
akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah Saw diutus untuk memperbaiki
akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga
diabadikan oleh Allah di dalam Al- Quran, Allah berfirman yang artinya: Dan
sesungguhnya kamu benar- benar memiliki akhlak yang agung (QS 68:4).
4. Qowiyyul Jismi (Physical Power)
Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang
harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga
dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa,
zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik
yang sehat atau kuat, apalagi perang di jalan Allah dan bentuk- bentuk perjuangan lainnya.
Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan
pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian,
sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi, dan
jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk yang
penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Mumin yang kuat lebih aku cintai
daripada mumin yang lemah (HR. Muslim).
5. Mutsaqqoful Fikri (Thinking Brilliantly)
Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi pribadi muslim
yang penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas) dan Al-Quran
banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia antuk berpikir, misalnya firman
Allah yang artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang, khamar dan judi. Katakanlah:
pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya. Dan mereka bertanya kepada pelajaran (QS
39:9).mu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: Yang lebih dari keperluan.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (QS
2:219). Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali
harus dimulai dengan aktivitas berpikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki
wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Bisa kita bayangkan, betapa bahayanya suatu
perbuatan tanpa mendapatka pertimbangan pemikiran secara matang terlebih dahulu. Oleh
karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang
sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah:samakah orang yang mengetahui
dengan orang yang tidak mengetahui, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang
dapat menerima
6. Mujahadatun Linafsihi (Continence)
Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatun linafsihi) merupakan salah satu
kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim, karena setiap manusia memiliki
kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang
baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan dan kesungguhan
itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Oleh karena itu
hawa nafsu yang ada pada setkal diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam,
Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Tidak beragmana seseorang dari kamu sehingga ia
menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran islam) (HR. Hakim).
7. Harishun ala Waqtihi (Good time management)
Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi
manusia. Hal ini karena waktu itu sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah
dan Rasul-Nya. Allah Swt banyak bersumpah di dalam Al-Quran dengan menyebut nama
waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya. Allah Swt
memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama setiap, Yakni 24 jam sehari
semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit
manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan lebih baik
kehilangan jam daripada kehilangan waktu. Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu
dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk
memanaj waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat berlalu dengan penggunaan yang
efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi Saw adalah
memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup
sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya
sebelum miskin.
8. Munazhzhamun fi Syuunihi (Well Organized)
Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk kepribadian seorang
muslim yang ditekankan oleh Al-Quran maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum
Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan
dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka
diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya. Dengan
kata lain, suatu urusan dikerjakan secara profesional, sehingga apapun yang
dikerjakannya, profesionalisme selalu mendapat perhatian darinya. Bersungguh-sungguh,
bersemangat dan berkorban, adanya kontinyuitas dan berbasih ilmu pengetahuan
merupakan diantara yang mendapat perhatian secara serius dalam menunaikan tugas-
tugasnya.
9. Qodirun alal Kasbi (Independent)
Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri (qodirun
alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini merupakan
sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya
baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian, terutama dari segi
ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak
memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena itu pribadi muslim tidaklah mesti miskin,
seorang muslim boleh saja kaya raya bahkan memang harus kaya agar dia bisa
menunaikan haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah, dan mempersiapkan masa depan yang
baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al-Quran maupun
hadits dan hal itu memilik keutamaan yang sangat tinggi. Dalam kaitan menciptakan
kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik,
agar dengan keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah Swt, karena
rizki yang telah Allah sediakan harus diambil dan mengambilnya memerlukan skill atau
ketrampilan.
10. Naafiun Lighoirihi (Giving Contribution)
Bermanfaat bagi orang lain (nafiun lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan kepada
setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun
dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaannya karena bermanfaat besar. Maka
jangan sampai seorang muslim adanya tidak menggenapkan dan tidak adanya tirk
mengganjilkan. Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berpikir, mempersiapkan dirinya
dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dalam hal-hal tertentu sehingga jangan
sampai seorang muslim itu tidak bisa mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya.
Dalam kaitan inilah, Rasulullah Demikian secara umum profil seorang muslim yang
disebutkan dalam Al-Quran dan hadits, sesuatu yang perlu kita standarisasikan pada diri
kita masing-masing. Nabi SAW bersabda yang artinya: sebaik-baik manusia adalah yang
paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy dari Jabir)
Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren
Pesantren sebagai salah satu sub sistem Pendidikan Nasional yang indigenous Indonesia,
mempunyai keunggulan dan karakteristik khusus dalam mengaplikasikan pendidikan
karakter bagi anak didiknya (santri). Hal itu karena :
Adanya Jiwa dan Falsafah.
Pesantren mempunyai jiwa dan falsafah yang ditanamkan kepada anak didiknya. Jiwa
dan falsafah inilah yang akan menjamin kelangsungan sebuah lembaga pendidikan bahkan
menjadi motor penggeraknya menuju kemajuan di masa depan.
Ada Panca Jiwa yang terdiri dari :
1. Keikhlasan
2. Kesederhanaan
3. Kemandirian
4. Ukhuwah Islamiyah dan
5. Kebebasan dalam menentukan lapangan perjuangan dan kehidupan
Panca jiwa ini menjadi landasan ideal bagi semua gerak langkah pesantren.
Pesantren juga mempunyai falsafah yang menjadi mutiara hikmah bagi seluruh
penghuni pesantren. Diantaranya ada Falsaafah kelembagaan, seperti :
1. Pondok adalah lapangan perjuangan, bukan lapangan penghidupan.
2. Hidupilah Pondok, dan jangan menggantungkan hidup kepada Pondok.
3. Pondok adalah tempat ibadah dan thalabul ilmi.
4. Pondok berdiri di atas dan untuk semua golongan.
Berikutnya adalah falsafah pendidikan, seperti :
1. Apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dan dikerjakan oleh santri sehari-hari adalah
pendidikan
2. Hidup sekali, hiduplah yang berarti.
3. Berani hidup tak takut mati, takut mati, jangan hidup, takut hidup mati saja.
4. Berjasalah, tetapi jangan minta jasa.
5. Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya.
6. Hanya orang penting yang tahu kepentingan, dan hanya pejuang yang tahu arti
perjuangan.
Sedang diantara falsafah pembelajarannya adalah :
1. Metode lebih penting daripada materi, guru lebih penting daripada metode, jiwa guru
lebih penting daripada guru itu sendiri.
2. Pondok memberikan kail, tidak memberi ikan.
3. Ujian untuk belajar, bukan belajar untuk ujian.
4. Ilmu bukan untuk ilmu, tetapi ilmu untuk amal dan ibadah.
Terwujudnya Integralitas dalam Jiwa, Nilai, Sistem dan Standar Operasional
Pelaksanaan. Terciptanya integralitas yang solid pada jajaran para pendidik hingga anak
didik, terhadap pemahaman jiwa, nilai, visi, misi dan orientasi, sistem hingga standar
operasional pelaksanaan yang sama. Transformasi nilai-nilai pendidikan pesantren yang
berlangsung sepanjang tahun, melalui berbagai sarana (lisan, tulisan perbuatan dan
kenyataan), telah mampu memadukan seluruh komponen pesantren dalam satu barisan.
Sehingga tidak terjadi tarik-menarik kepentingan dan orientasi antara satu pihak dengan
lainnya. Semuanya melandasi gerak langkahnya dengan bahasa keikhlasan,
kesederhanaan, kesungguhan, perjuangan dan pengorbanan untuk menggapai ridha Allah.
Semua mempunyai pengertian dan keterpanggilan akan tanggungjawab untuk
merealisasikan visi dan misi pendidikan pesantrennya. Semua mempunyai keterikatan
pada sistem hingga kultur yang sudah terbentuk di pesantren. Karena mereka semua
mempunyai kesadaran, keterpanggilan dan loyalitas baik kepada nilai, sistem maupun
pemimpin. Soliditas ini menumbuhkan kekuatan yang dahsyat dalam proses pendidikan
karakter di pesantren.
Terciptanya Tri Pusat Pendidikan yang Terpadu. Keberhasilan pendidikan tidak
terlepas dari tiga faktor yang saling menopang dan mendukung, yaitu pendidikan sekolah,
pendidikan keluarga dan pendidikan masyarakat, yang semua itu harus mendapat
dukungan dari Pemerintah. Bila di luar lingkungan pendidikan pesantren hal ini sulit
direalisasikan secara ideal dan optimal, alhamdulillah di pesantren, ketiga faktor
pendidikan ini dapat dipadukan. Para santri hidup bersama dalam asrama yang padat
kegiatan dan berdisiplin, dibawah bimbingan para guru dan pengasuh.
Integralitas Tri Pusat Pendidikan membantu terwujudnya integralitas kurikulum
antara intra dan ekstra kurikuler yang saling menguatkan. Juga mewujudkan Integralitas
ilmu pengatahuan, antara ilmu agama dan pengetahuan umum yang tidak terdikotomikan,
serta menciptakan integralitas antara ilmu dan amal dalam kehidupan.
Totalitas Pendidikan. Pesantren menerapkan totalitas pendidikan dengan
mengandalkan keteladanan, penciptaan lingkungan dan pembiasaan melalui berbagai tugas
dan kegiatan. Sehingga seluruh apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan dikerjakan oleh
santri adalah pendidikan. Selain menjadikan keteladanan sebagai metode pendidikan
utama, penciptaan miliu juga sangat penting. Lingkungan pendidikan itulah yang ikut
mendidik. Penciptaan lingkungan dilakukan melalui :
1. Penugasan
2. Pembiasaan
3. pelatihan
4. Pengajaran
5. Pengarahan
6. serta keteladanan.
Semuanya mempunyai pengaruh yang tidak kecil dalam pembentukan karakter anak didik.
Pemberian tugas tersebut disertai pemahaman akan dasar-dasar filosofisnya, sehingga
anak didik akan mengerjakan berbagai macam tugas dengan kesadaran dan
keterpanggilan.
Setiap kegiatan mengandung unsur-unsur pendidikan, sebagai contoh dalam kegiatan
kepramukaan, terdapat pendidikan kesederhanaan, kemandirian, kesetiakawanan dan
kebersamaan, kecintaan pada lingkungan dan kepemimpinan. Dalam kegiatan olahraga
terdapat pendidikan kesehatan jasmani, penanaman sportivitas, kerja sama (team work)
dan kegigihan untuk berusaha.
Pengaturan kegiatan dalam pendidikan Pesantren ditangani oleh Organisasi Pelajar
yang terbagi dalam banyak bagian, seperti bagian Ketua, Sekretaris, Bendahara,
Keamanan, Pengajaran, Penerangan, Koperasi Pelajar, Koperasi Dapur, Kantin Pelajar,
Bersih Lingkunan, Pertamanan, Kesenian, Ketrampilan, Olahraga, Penggerak Bahasa, dll.
Kegiatan Kepramukaan juga ditangani oleh Koordinator Gerakan Pramuka dengan
beberapa andalan; Ketua Koordinator Kepramukaan, Andalan koordinator urusan
kesekretariatan, Andalan koordinator urusan keuangan, Andalan koordinator urusan
latihan, Andalan koordinator urusan perpustakaan, Andalan koordinator urusan
perlengkapan, Andalan koordinator urusan kedai pramuka, dan Pembina gugus depan.
Pendidikan organisasi ini sekaligus untuk kaderisasi kepemimpinan melalui
pendidikan self government. Sementara itu pada level asrama ada organisasi sendiri,
terdiri dari ketua asrama, bagian keamanan, penggerak bahasa, kesehatan, bendahara dan
ketua kamar. Setiap club olah raga dan kesenian juga mempunyai struktur organisasi
sendiri, sebagaimana konsulat (kelompok wilayah asal santri) juga dibentuk struktur
keorganisasian. Seluruh kegiatan yang ditangani organisasi pelajar ini dikawal dan
dibimbing oleh para senior mereka yang terdiri dari para guru staf pembantu pengasuhan
santri, dengan dukungan guru-guru senior yang menjadi pembimbing masing-masing
kegiatan. Secara langsung kegiatan pengasuhan santri ini diasuh oleh Bapak Pimpinan
Pondok yang sekaligus sebagai Pengasuh Pondok. Pengawalan secara rapat, berjenjang
dan berlapis-lapis ini dilakukan oleh para santri senior dan guru, dengan menjalankan
tugas pengawalan dan pembinaan, sebenarnya mereka juga sedang melalui sebuah proses
pendidikan kepemimpinan, karena semua santri, terutama santri senior dan guru adalah
kader yang sedang menempuh pendidikan. Pimpinan Pondok membina mereka melalui
berbagai macam pendekatan;
1. Pendekatan program
2. Pendekatan manusiawi (personal) dan
3. Pendekatan idealisme.
Mereka juga dibina, dibimbing, disupport, diarahkan, dikawal, dievaluasi dan
ditingkatkan. Kegiatan yang padat dan banyak akan menumbuhkan dinamika, dinamika
yang tinggi akan membentuk militansi dan militansi yang kuat akan menimbulkan etos
kerja dan produktivitas. Pada akhirnya anak didik akan mempunyai kepribadian yang
dinamis, aktif, dan produktif dalam segala kebaikan.
Pendidikan Karakter Nasional Bangsa
Kita menyadari bahwa pendidikan karakter dan moral sangat penting, dalam segala
sektor kehidupan, kita membutuhkan moral dan akhlak karimah dalam berbangsa dan
bernegara; ada etika bisnis, etika politik, etika kekuasaan dan etika pergaulan, dalam
rangka membangun masyarkat madani yang adil dan makmur, adil dalam kemakmuran
dan makmur dalam keadilan. Karakter nasional bangsa yang merupakan kualitas
kepribadian tangguh yang dimiliki secara kolektif oleh masyarakat luas, dan bermuara
pada nilai-nilai inti (core values) seperti amanah, menghormati orang lain dan toleran,
kejujuran, kasih sayang, tanggung jawab serta kewarganegaraan (sosial), harus dipelihara
dan senantiasa direvitalisasi agar selalu bisa menjadi inspirasi, pengobar semangat dan
mampu berfungsi sebagai human capital sebuah bangsa karena karakter nasional
menentukan ketahanan nasional bangsa yang bersangkutan.
Untuk merealisasikan dan mengembangkan pendidikan karakter nasional bangsa ada
beberapa hal yang memerlukan perhatian pemerintah dan masyarakat : yang pertama
adalah penyiapan lembaga pendidikan yang berkualitas, kedua adalah penyiapan tenaga
pendidik terutama para kepala sekolah yang mempunyai kapabelitas serta intergritas
kepribadian tinggi dan yang ketiga adalah penciptaan lingkungan yang kondusif bagi
pendidikan karakter anak bangsa. Pertama penyiapan lembaga pendidikan yang
berkualitas. Lembaga pendidikan yang mempunyai orientasi character building,
mementingkan pendidikan yang integral, mengembangkan dan meningkatkan potensi anak
didik dalam segala aspek kemanusiannya. Pendidikan yang berbasis nilai, melakukan
transformasi kepribadian, akhlak, tingkah laku, pola fikir dan sikap. Bukan hanya
mentransfer informasi dan pengetahuan semata (aspek kognitif) dengan melalaikan aspek
afektif dan spikomotorik. Kedua menyiapkan tenaga pendidik terutama kepala-kepala
sekolah yang handal untuk merealisasikan tujuan yang ditargetkan. Tenaga pendidik
merupakan ujung tombak bagi keberhasilan tujuan pendidikan. Tenaga pendidik dan
kepala sekolah yang mencintai tugasnya, mempunyai ruh dan semangat idealisme tinggi,
berdedikasi dan mempunyai integritas moral tangguh, mempunyai kecakapan menejerial
dan mampu menjadi teladan dalam segala hal bagi anak didiknya. Mereka harus
dipersiapkan sedemikian rupa agar mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-
perubahan yang terjadi dengan senantiasa meningkatkan diri dan memperbaharui
pengetahuan (refresh/up-date), bersikap terbuka terhadap hal-hal baru (open mind) dan
bersikap bersedia membantu (helpful). Penciptaan lingkungan sekitar dan suasana yang
kondusif bagi penyelenggaraan pendidikan. Diperlukan stabilitas nasional, dukungan
keluarga, masyarakat, LSM maupun lembaga lain merupakan pilar-pilar pendukung bagi
keberlangsungan iklim pendidikan yang produktif dan berdampak positif bagi terciptanya
karakter bangsa peserta didik. Jika salah satu pilar terganggu maka seluruh proses
pembelajaran pun terganggu.

C. Pendidikan Karakter Di Indonesia


Pendidikan dewasa ini dituntut untuk dapat merubah peserta didik ke arah yang lebih baik.
Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan Nasional telah merumuskan 18 Nilai Karakter
yang akan ditamamkan dalam diri peserta didik sebagai upaya membangun karakter
bangsa. Berikut akan dipaparkan mengenai 18 Nilai Dalam Pendidikan Karakter Versi
Kemendiknas :
1. Religius, yakni ketaatan dan kepatuahan dalam memahami dan melaksanakan ajaran
agama (aliran kepercayaan) yang dianut, termasuk dalam hal ini adalah sikap toleran
terhadap pelaksanaan ibadah agama (aliran kepercayaan) lain, serta hidup rukun dan
berdampingan.
2. Jujur, yakni sikap dan perilaku yang menceminkan kesatuan antara pengetahuan,
perkataan, dan perbuatan (mengetahui apa yang benar, mengatakan yang benar, dan
melakukan yang benar) sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai
pribadi yang dapat dipercaya.
3. Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap
perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras, etnis, pendapat, dan
hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapat hidup
tenang di tengah perbedaan tersebut.
4. Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk
peraturan atau tata tertib yang berlaku.
5. Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya secara sungguh-sungguh
(berjuang hingga titik darah penghabisan) dalam menyelesaikan berbagai tugas,
permasalahan, pekerjaan, dan lain-lain dengan sebaik-baiknya.
6. Keratif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi
dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan
hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya.
7. Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal ini bukan berarti tidak
boleh bekerjasama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas dan
tanggung jawab kepada orang lain.
8. Demokratis, yakni sikap dan cara berpikir yang mencerminkan persamaan hak dan
kewajiban secara adil dan merata antara dirinya dengan orang lain.
9. Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap, dan perilaku yang mencerminkan
penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan dipelajari
secara lebih mendalam.
10. Semangat kebangsaan atau nasionalisme, yakni sikap dan tindakan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau
individu dan golongan.
11. Cinta tanah air, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa bangga, setia,
peduli, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, budaya, ekomoni, politik, dan
sebagainya, sehingga tidak mudah menerima tawaran bangsa lain yang dapat
merugikan bangsa sendiri.
12. Menghargai prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang lain dan mengakui
kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat berprestasi yang lebih tinggi.
13. Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, yakni sikap dan tindakan terbuka
terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga tercipta kerja sama
secara kolaboratif dengan baik.
14. Cinta damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana damai, aman,
tenang, dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam komunitas atau masyarakat tertentu.
15. Gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan waktu
secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik buku, jurnal, majalah, koran,
dan sebagainya, sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya.
16. Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan
melestarikan lingkungan sekitar.
17. Peduli sosial, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan kepedulian terhadap
orang lain maupun masyarakat yang membutuhkannya.
18. Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa,
negara, maupun agama.
Demikian 18 Nilai Dalam Pendidikan Karakter Versi Kemendiknas dalam upaya membangun
karakter bangsa melalui pendidikan di sekolah atau madrasah.( Suyadi. 2013: Hal 8-9)
Pendidikan karakter dapat diimplemetasikan melalui beberapa strategi dan pendekatan
yang meliputi:
a. Pengintegrasian nilai dan etika pada mata pelajaran
b. Internalisasi nilai positif yang di tanamkan oleh semua warga sekolah ( warga sekolah, guru,
dan orang tua)
c. Pembiasaan dan latihan
d. Pemberian contoh dan teladan
e. Penciptaan suasana berkarakter di sekolah
f. Pembudayaan.
Menurut Agus Zaenul Fitri 2011, strategi pembelajaran pendidikan karakter dapat dilihat
dalam empat bentuk intregrasi, yaitu:
1) Integrasi dalam mata pelajaran
Pelaksanaan pendidikan karakter dilakukan secara terintegrasi ke dalam penyusunan silabus
dan indikator yang merujuk pada kompetensi inti dan kompetensi dasar yang terdapat dalam
kurikulum. Berikut merupakan salah satu contoh integrasi ke dalam mata pelajaran fisika:
a) Bersalaman dengan mencium tangan guru untuk memunculkan rasa hormat dan
tawadhu kepada guru.
b) Penanaman sikap disiplin dan syukur melalui shalat berjamaah pada waktunya.
c) Penanaman nilai kejujuran dalam kegiatan pratikum.
2) Integrasi melalui pembelajaran tematis
Pembelajaran tematis adalah pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja
mengaitkan atau memadukan beberapa kompetensi dasar dan indikator dari beberapa mata
pelajaran untuk dikemas dalam satu kesatuan.
Pembelajaran tematis dapat dikembangkan melalui:
a) Pemetaan kompetensi untuk memperoleh gambaran kompreherensif dan utuh
semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator dari berbagai mata
pelajaran yang di padukan dalam tema yang dipilih.
b) Identifikasi dan analisis untuk setiap standar kompetensi, kompetensi dasar dan
indikator yang cocok untuk setiap tema.
c) Menetapkan jaringan tema, menghubungkan KD dan indikator dengan tema
sehingga akan tampak kaitan antar tema, kompetensi dasar, dan indikator.
d) Penyusunan silabus. Silabus tematik sudah di masukkan pendidikan karakter yang
akan di ajarkan pada siswa.
e) Penyusunan RPP pendidikan karakter.
3) Integrasi melalui pembiasaan
Menurut Agus Zainul Fitri 2011, pengkondisian dan pembiasaan untuk
mengembangkan karakter dapat dilakukan dengan cara:
a) Mengucapkan salam saat mengawali belajar mengajar
b) Berdoa sebelum memulai pekerjaan untuk menanamkan nilai syukur.
c) Pembiasaan pemberian kesempatan kepada orang lain untuk berbicara sampai
selesai sebelum memberikan komentar.
d) Pembiasaan angkat tangan bila hendak bertanya, menjawab. Bependapat dan hanya
berbicara setelah di persilahkan.
e) Pembiasaan bersalaman saat bertemu guru.
f) Melaksanakan sholat berjamaah di sekolah.
4) Intergrasi melalui kegiatan ekstra kurikuler
a) Pramuka
Siswa dilatih dan di bina untuk mengembangkan diri dan meningkatkan hampir
semua karakter misalnya: melatih disiplin, jujur, menghargai waktu, tenggang rasa
dll.
b) Palang merah remaja
Menumbuhkan rasa kepedulian kepada sesama juga melatih percakapan sosial dan
jiwa sosial.
c) Olahraga
Mengajarkan nilai sportifitas dalam bermain menang ataupun kalah bukan menjadi
tujuan utama melainkan nilai kerja keras dan semangat juang yang tinggi.
d) Kaya wisata
Pembelajaran di luar kelas yang langsung melihat realitas sebagai bahan pengayaan
peserta didik dalam belajar melalui kunjungan ke tempat tertentu.
e) Outbond
Aktivitas di luar kelas dengan menekankan aktivitas fisik yang penuh tantangan dan
petualangan.
Ada lima langkah yang bisa ditempuh untuk pendidikan karakter, yaitu :
1. Merancang dan merumuskan karakter yang ingin dibelajarkan pada siswa.
2. Menyiapkan sumber daya dan lingkungan yang dapat mendukung program
pendidikan karakter melalui integrasi mata pelajaran dengan indikator karakter yang
akan dibelajarkan, pengelolaan suasana kelas berkarakter, dan menyiapkan
lingkungan sekolah yang sesuai dengan karakter yang ingin dibelajarkan di sekolah.
3. Meminta komitmen bersama (kepala sekolah, guru, karyawan, dan wali murid) untuk
bersama-sama ikut melaksanakan program pendidikan karakter serta mengawasinya.
4. Melaksanakan pendidikan karakter secara kontinu dan konsisten.
5. Melakukan evaluasi terhadap program yang sudah dan sedang berjalan. Apabila
dalam proses tersebut diketahui ada penyimpangan dan pelanggaran norma dan etika,
pihak sekolah maupun wali murid dapat meminta pertanggungjawaban berdasarkan
komitmen awal yang telah disepakati bersama.

D. Pendidikan Karakter Di Negara Sekuler


Kurikulum sekolah di Jepang meliputi tiga aspek yaitu, subjects (kamoku), moral
education (doutoukukyouiku) dan extra- curricular. Subjects atau mata pelajaran terdiri dari
mata pelajaran wajib di SD, dan mata pelajaran wajib dan pilihan di SMP dan SMA.
Pendidikan moral bukan berupa mata pelajaran khusus seperti di Indonesia, tetapi berupa
guidance dan konseling selama 1 jam pelajaran dalam seminggu yang dilakukan oleh guru
wali kelas. Tidak ada penilaian atau nilai raport untuk matapelajaran ini. Extra kurikuler
berupa kegiatan olah raga, seni, kegiatan OSIS, atau event sekolah.
Pendidikan moral dalam bahasa Jepang adalah (doutoku-kyouiku) dan merupakan
gabungan dari kata (doutoku) yang artinya moral; (kyouiku) yang artinya pendidikan. Kata
moral (doutoku) disusun dari kanji (michi jalan) dan (toku kebajikan). Jadi, moral adalah
jalan kebajikan.
Karakter banyak dipakai dalam terminologi Jepang, seperti chadou (tea ceremony),
bushidou, kendou, aikidou, judou (olahraga tradisional Jepang), dan shodou (kaligrafi).
Filosofi merepresentasikan proses metamorfosis dengan spirit pengulangan (repetisi) untuk
mencapai kesempurnaan, hingga mencapai taraf repetition without thinking yang artinya
ini telah menjadi kebiasaan (habit). Demikian juga moral dan karakter yang harus terus
dilatih dan diulang terus-menerus hingga mencapai taraf kesempurnaan (habit). Karena habit
itu dilahirkan dari ayah yang bernama latihan dan ibu yang bernama repetisi. Dalam
penerapannya di lingkungan SD, anak-anak dilatih berbagai kebiasaan dengan metode
learning by doing, seperti: makan siang bersama, bekerjasama dengan teman, mengucap
salam, aktivitas motorik (olahraga), dan berani tampil di depan kelas. Dan guru tidak pernah
lupa memuji mereka, untuk menyuplai semangat dan kebanggaan yang selalu terkenang. Di
SD Jepang juga diajarkan pendidikan kebiasaan hidup (seikatsuka).
Pendidikan moral di sekolah-sekolah di Jepang tidak diajarkan sebagai sebuah mata
pelajaran khusus, tetapi diintegrasikan dalam semua mata pelajaran. Secara khusus wali
kelas bertanggung jawab untuk mendiskusikan aturan kelas, aturan bermain bersama, atau
hubungan kerjasama antaranggota kelas dalam 35 jam setiap tahun di SD dan SMP. Dalam
pelajaran lain seperti seikatsuka atau pendidikan tentang kehidupan sehari-hari, siswa SD
diajari tatacara menyeberang jalan, adab di dalam kereta, yang tidak saja berupa teori, tetapi
guru juga mengajak mereka untuk bersama naik kereta dan mempraktekkannya. Wali kelas
juga menyampaikan kasus pelanggaran, dan mengajak siswa untuk mendiskusikan
pemecahannya. Pendidikan moral di SMA selanjutnya menjadi pendidikan kewarganegaraan.
Pembekalan prinsip dasar hidup yang kuat di masa pendidikan dasar inilah yang membuat
kedisiplinan dan keteraturan dalam masyarakat Jepang.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Matriks Konsep Pendidikan Karakter
Pandangan Agama Pandangan Indonesia Pandangan Sekuler
Ada sekurang-kurangnya 10 Ada 18 Nilai Pendidikan Dilihat dari sisi budaya,
hal yang harus tertanam Budaya dan Karakter Bangsa masyarakat Jepang terkenal
dalam pribadi muslim yang diintegrasikan pada dengan masyarakat yang
diantaranya: setiap Kompetensi Dasar rapi, tertib dan disiplin,
1. Salimul Aqidah (Good diantaranya: tanggung jawab, jujur,
Faith) 1. Religius hormat dan santun, kasih
2. Shahihul Ibadah (Right 2. Jujur sayang, peduli, dan
Devotion) 3. Toleransi kerjasama, percaya diri,
3. Matinul Khuluq (Strong 4. Disiplin kreatif, kerja keras, dan
Character) 5. Kerja Keras pantang menyerah, keadilan
4. Qowiyyul Jismi (Physical 6. Kreatif dan kepemimpinan, baik dan
Power) 7. Mandiri rendah hati, toleransi, cinta
5. Mutsaqqoful Fikri 8. Demokratis damai, dan cinta persatuan
(Thinking Brilliantly) 9. Rasa Ingin Tahu
6. Mujahadatun Linafsihi 10. Semangat Kebangsaan Pendidikan karakter di
(Continence) 11. Cinta Tanah Air Jepang dilakukan melalui
7. Harishun ala Waqtihi 12. Menghargai Prestasi keteladanan dan kebiasaan
(Good time management) 13. Bersahabat/Komuniktif oleh para pemimpin dan
8. Munazhzhamun fi 14. Cinta Damai guru. Karena Jepang sangat
Syuunihi (Well Organized) 15. Gemar Membaca menghargai pemimpin dan
9. Qodirun alal Kasbi 16. Peduli Lingkungan melakukan peningkatan
(Independent) 17. Peduli Sosial dalam mutu pendidikan
10. Naafiun Lighoirihi 18. Tanggung-jawab
(Giving Contribution)
Analisis: Pendidikan merupakan proses pembelajaran yang tujuan akhirnya adalah mengubah
perilaku peserta didik, dari yang belum baik menjadi lebih baik, dari yang belum tau menjadi
lebih tau. Islam sebagai rahmatan lil alamiin memberikan pondasi yang sangat kokoh dalam
proses pembelajaran seseorang, mulai dari akidah yang lurus, ibadah yang benar dan akhlak
yang mulia. Pendidikan karakter bagi bangsa Indonesia merupakan pembiasaan dan budaya
ketimuran yang terkenal dengan keramah-tamahan bangsa di mata dunia, etika dan sopan
santun dijunjung tinggi. Pendidikan karakter di Negara Jepang lebih praktis dan aplikatif,
karena sudah menjadi kebiasaan
Pro: Agama Islam Pro: Pendidikan karakter Pro: Norma dalam
mengajarkan pola hidup merupakan dasar utama masyarakat Jepang sangat
secara seimbang, penyelenggaraan program terkait dengan ajaran Shinto
menganjurkan menjadi pendidikan nasional yang dan Budha, tetapi
pribadi yang integratif. Hal bertujuan berkembangnya menariknya kedua agama ini
ini tercermin dari 10 sifat potensi peserta didik untuk tidak diajarkan di sekolah
muslim tangguh. Diantaranya menjadi manusia yang dalam bentuk pelajaran
adalah berakidah yang lurus, beriman dan bertakwa wajib. Namun nilai nilai
beribadah yang benar dan kepada Allah SWT,berakhlak agama itu diwujudkan dalam
berakhlak (karakter) mulia. mulia, kreatif, mandiri dan kehidupan sehari hari di
Hal ini merupakan tujuan bertanggung jawab. Banyak sekolah.
pendidikan Islam. Metode indikator dari tujuan
pendidikan dan pengajaran pendidikan nasional adalah
Pandangan Agama Pandangan Indonesia Pandangan Sekuler
dalam Islam yang bermakna aspek perubahan sikap
adalah metode keteladan.
Bahkan Rasulullah SAW
diutus untuk
menyempurnakan akhlak
manusia melakukan terlebih
dahulu syariat Islam,
kemudian diajarkan kepada
sahabat dan ummat

B. Matriks Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah


Pandangan Agama Pandangan Indonesia Pandangan Sekuler
Pendidikan Karakter di Tujuan Pendidikan Pendidikan moral untuk
Pondok Pesantren Budaya dan Karakter Bangsa SD dan SMP di sekolah
mempunyai keunggulan dan menurut Puskur Kemendiknas di Jepang tidak diajarkan
karakteristik khusus dalam (2010) adalah: sebagai sebuah mata
mengaplikasikan pendidikan 1. Mengembangkan potensi pelajaran khusus, tetapi
karakter bagi anak didiknya kalbu/nurani/afektif peserta didik diintegrasikan dalam
(santri). Hal itu karena : sebagai manusia dan semua mata pelajaran.
Adanya Jiwa dan warganegara yang memiliki nilai- Yang bertanggung jawab
Falsafah. Ada Panca Jiwa nilai budaya dan karakter bangsa; secara langsung adalah
yang terdiri dari : 2. Mengembangkan kebiasaan dan wali kelas. Ia
1. Keikhlasan perilaku peserta didik yang terpuji bertanggungjawab untuk
2. Kesederhanaan dan sejalan dengan nilai-nilai mendiskusikan aturan
3. Kemandirian universal dan tradisi budaya bangsa kelas, aturan bermain
4. Ukhuwah Islamiyah yang religius; bersama, atau
5. Kebebasan dalam 3. Menanamkan jiwa kepemimpinan hubungan kerja sama
menentukan lapangan dan tanggung jawab peserta didik antaranggota. Pendidikan
perjuangan dan kehidupan. sebagai generasi penerus bangsa moral di Jepang
4. Mengembangkan kemampuan diantaranya diajarkan
Panca jiwa ini menjadi peserta didik menjadi manusia yang dalam pelajaran
landasan ideal bagi semua mandiri, kreatif, "seikatsuka" atau life
gerak langkah pesantren. berwawasan kebangsaan; dan skills atau pendidikan
5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sehari hari.
Pesantren juga mempunyai kehidupan sekolah sebagai Pendidikan moral di
falsafah yang menjadi lingkungan belajar yang SMA selanjutnya
mutiara hikmah bagi seluruh aman, jujur, penuh kreativitas dan menjadi
penghuni pesantren. persahabatan, serta dengan rasa pendidikan
Diantaranya ada Falsaafah kebangsaan yang kewarganegaraan.
kelembagaan, seperti : tinggi dan penuh kekuatan (dignity).
1. Pondok adalah lapangan Dalam pelajaran
perjuangan, bukan lapangan Implementasi pendidikan karakter IPA di sebuah SD di
penghidupan dalam pembelajaran termaktub Jepang, siswa diarahkan
2. Hidupilah Pondok, dan terintegrasi dalam RPP yang tidak saja untuk
jangan menggantungkan dikembangkan oleh guru mata memahami pohon secara
hidup kepada Pondok pelajaran. ilmiah, tetapi mereka
3. Pondok adalah tempat diajak pula untuk
ibadah dan thalabul ilmi. menempatkan pohon
Pandangan Agama Pandangan Indonesia Pandangan Sekuler
4. Pondok berdiri di atas dan sebagai bagian dari
untuk semua golongan kehidupan
sehari hari. Dengan
Berikutnya adalah falsafah konsep ini, siswa akan
pendidikan, seperti : peduli dengan kondisi
1. Apa yang dilihat, didengar, pohon di sekitarnya.
dirasakan, dan dikerjakan Sebagai dampaknya,
oleh santri sehari-hari adalah tidak ada penebangan
pendidikan liar di Jepang. Di setiap
2. Hidup sekali, hiduplah sudut di Negara Jepang,
yang berarti sarat dengan poster-
3. Berani hidup tak takut poster
mati, takut mati, jangan di yang memberikan
hidup, takut hidup mati saja. pesan agar seluruh
4. Berjasalah, tetapi jangan masyarakat harus
minta jasa. bersikap sopan, saling
5. Sebaik-baik manusia menghargai, disiplin
adalah yang paling
bermanfaat bagi sesamanya
6. Hanya orang penting yang
tahu kepentingan, dan hanya
pejuang yang tahu arti
perjuangan

Sedang diantara falsafah


pembelajarannya adalah :
1. Metode lebih penting
daripada materi, guru lebih
penting daripada metode,
jiwa guru lebih penting
daripada guru itu sendiri.
2. Pondok memberikan kail,
tidak memberi ikan.
3. Ujian untuk belajar, bukan
belajar untuk ujian.
4. Ilmu bukan untuk ilmu,
tetapi ilmu untuk amal dan
ibadah
Analisis: Implementasi pendidikan karakter sangat relevan dengan penerapan Kurikulum 2013
yang menjadikan aspek sikap sebagai capaian utama dalam proses pembelajaran. Hal ini
tergambar dalam standar kompetensi lulusan dan kompetensi inti yang dimuat pada peraturan
perundang-undangan (KI-1 dan KI-2) yang menjabarkan capaian kompetensi sikap spritual dan
sosial yaitu menerima, menanggapi, menghargai,menghayati, dan mengamalkan nilai.
Pro: Pendidikan akhlak Pro: Penyelenggaraan pendidikan Pro: Pendidikan karakter
(karakter) merupakan basic karakter termaktub dalam tujuan di Jepang sudah
utama dari capaian program pendidikan (khususnya) mengakar semenjak dini.
pembelajaran. Karena belajar pembelajaran Fisika : (a) Melalui pembiasaan dan
adalah proses perubahan Membentuk sikap positif terhadap keteladanan oleh para
tingkah laku. Dasar Fisika dengan menyadari pemimpin dan guru
Pandangan Agama Pandangan Indonesia Pandangan Sekuler
pendidikan agama yang keteraturan dan keindahan alam diantaranya berlaku jujur
kokoh akan membentuk serta mengagungkan kebesaran dan bertanggung jawab,
pribadi peserta didik yang Allah SWT (karaketer yang merasa malu berbuat
mempunyai life skill yang ditumbuhkembangkan religius, salah.
mantap. Agama Islam peduli lingkungan) ; (b) Memupuk
memberi rambu-rambu sikap ilmiah yaitu jujur, objektif,
aturan dalam bersikap dan terbuka, ulet, kritis dan dapat
bertingkah laku. Kualitas bekerjasama dengan orang lain
keperibadian seseorang (jujur, krestif, mandiri, kerja keras,
ditentukan dari akhlaknya demokratis, cinta damai) ; (c)
Mengembangkan pengalaman untuk
dapat merumuskan masalah
mangajukan dan menguji hipotesis
melalui percobaan, merancang dan
merakit instrumen percobaan,
mengumpulkan, mengolah data,
serta mengkomunikasikan hasil
percobaan secara lisan dan tertulis
(mandiri, kreatif, kerja sama, peduli
lingkungan, rasa ingin tahu,
toleransi, disiplin, gemar membaca)
; (d) Mengembangkan kemampuan
bernalar dalam berfikir analisis
induktif dan deduktif dengan
mengggunakan konsep dan prinsip
Fisika untuk menjelaskan berbagai
peristiwa alam dan menyelesaikan
masalah baik secara kualitatif dan
kuantitatif (rasa ingin tahu, gemar
membaca, kreatif, mandiri, jujur,
peduli, lingkungan) ; (e) Menguasai
konsep dan prinsip Fisika serta
mempunyai keterampilan
mengembangkan pengetahuan, dan
sikap percaya diri sebagai bekal
untuk melanjutkan pendidikan pada
jenjang yang lebih tinggi serta
mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi (menghargai prestasi,
rasa ingin tahu, gemar membaca,
mandiri)
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral
felling), dan perilaku moral (moral behavior). pendidikan karakter merupakan upaya-
upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta
didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma
agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
2. Pendidikan karakter dalam pandangan islam berpedoman pada alquran dan hadits. ada
sekurang-kurangnya 10 hal yang harus tertanam dalam pribadi muslim diantaranya:
salimul aqidah (good faith), shahihul ibadah (right devotion), matinul khuluq (strong
character), qowiyyul jismi (physical power), mutsaqqoful fikri (thinking brilliantly),
mujahadatun linafsihi (continence), harishun ala waqtihi (good time management),
munazhzhamun fi syuunihi (well organized), qodirun alal kasbi (independent),
naafiun lighoirihi (giving contribution)
3. Pendidikan karakter di indonesia meliputi 18 karakter diantaranya religius, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komuniktif, cinta damai,
gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung-jawab.
4. Pendidikan karakter pada negara jepang lebih menekankan pada kegiatan sehari hari
seperti etika naik kereta, menyambut tamu, berbicara dengan orang tua. Sehingga
penerapannya jelas diterima oleh peserta didik. Pendidikan karakter memliki waktu
khusus dalam pendidikan, pendidikan moral.

B. SARAN
Ada sebuah kata bijak mengatakan ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa
ilmu adalah lumpuh. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan
karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan
asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan
dengan lambat. Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka
akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain.
Untuk itu, penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik.
DAFTAR PUSTAKA
Anthony-Darden-Bedford. 1992. Sistem Pengendalian Manajemen. Jilid 1. Jakarta: Bina
Rupa Aksara.
Dobbledum. 1995. The Role of Cultural Identity in Development. Dalam Ledo Dobbeldum
(Ed.). The Hague: CESO.
Fitri, Agus Zaenul. 2012. Reinventing Human Character: Pendidikan Karakter Berbasis
Nilai dan Etika di Sekolah. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Lickona, Thomas, Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and
Responsibility. New York: Bantam Books, 1992.
Lickona, Tom; Schaps, Eric, dan Lewis, Catherine. Eleven Principles of Effective Character
Education. Character Education Partnership, 2007.
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Panduan Praktis. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Musfah. 2011. Pemikiran Pendidikan: Upaya Membangun Manusia Berkarakter. Melalui
Pendidikan Holistik. Jakarta: Prenada Media.
Suyadi. 2013. Strategi Pemebelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suyanto dan Hisyam, Djihad. Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III: Refleksi dan
Reformasi. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2000.
___________, http://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-karakter/ diakses tanggal
25 Desember 2016
___________, http://rumahinspirasi.com/18-nilai-dalam-pendidikan-karakter-bangsa/,
diakses tanggal 25 Desember 2016
__________, http://manfaat.co.id/manfaat-pendidikan-karakter, diakses tanggal 25
Desember 2016

Anda mungkin juga menyukai