M
DENGAN DIAGNOSA MEDIS CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)
DI IGD RSUD R. SOEDJONO SELONG
TANGGAL 3 MEI 2017
OLEH :
B. Etiologi
Tabel 1. Penyebab Gagal Jantung (Kowalak dkk, 2011)
Penyebab Contoh
Fungsi otot jantung abnormal Infark miokard, kardiomiopati
Volume ventrikel kiri abnormal Insufisiensi valvular, keadaan yang
menyebabkan haluaran besar: anemia
kronik, fistula arteriovenosa,
tirotoksikosis, kehamilan, septikemia,
beri-beri, infusi sejumlah besar cairan IV
dalam waktu yang singkat.
Tekanan ventrikular kiri abnormal Hipertensi, hipertensi pulmoner, penyakit
obstruktif paru kronik, stenosis katup
aorta atau pulmonik.
Pengisian ventrikel kiri abnormal Stenosis katup mitral, stenosis katup
trikuspid, miksoma atrial, perikarditis
konstriktif, fibrilasi atrial, relaksasi
ventrikular terganggu.
Penyebab gagal jantung kiri yang sering ditemukan meliputi infark ventrikel kiri,
hipertensi, dan stenosis katup aorta serta mitral. Sedangkan gagal jantung kanan dapat
disebabkan oleh infark ventrikel kanan, hipertensi pulmoner, atau emboli paru, serta
aliran balik darah yang besar sebagai akibat gagal jantung kiri (Kowalak dkk, 2011).
C. Patofisiologi
Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut sisi jantung yang terkena (gagal
jantung kiri atau kanan) atau siklus jantung yang terlibat (disfungsi sistolik atau
diastolik).
Gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri terjadi karena fungsi kontraksi ventrikel
kiri tidak efektif. Karena kegagalan ventrikel kiri memompa darah, curah jantung
akan menurun. Darah tidak lagi dapat dipompakan secara efektif ke seluruh tubuh;
darah ini akan kembali ke atrium kiri dan kemudian ke paru-paru sehingga terjadi
kongesti paru, dispnea, serta intoleransi terhadap aktivitas fisik. Bila keadaan ini terus
berlangsung maka dapat terjadi edema paru dan gagal jantung kanan. Gagal jantung
kanan. Gagal jantung kanan terjadi karena fungsi kontraksi ventrikel kanan tidak
efektif. Akibatnya darah tidak lagi dipompa secara efektif ke dalam paru-paru
sehingga darah tersebut mengalir kembali ke dalam atrium kanan dan sirkulasi perifer.
Pasien akan mengalami peningkatan berat badan dan edema perifer serta kongesti
renal dan organ lain (Kowalak dkk, 2011).
Gagal jantung timbul dari berbagai kondisi kardiovaskuler, termasuk
hipertensi kronik, penyakit arteri koroner, dan penyakit katup. Kondisi ini dapat
menyebabkan kegagalan sistolik, kegagalan diastolik, atau keduanya. Disfungsi
miokardial yang signifikan biasanya terjadi sebelum pasien mengalami tanda dan
gejala gagal jantung seperti nafas pendek, edema, atau kelelahan (Smeltzer dkk,
2012).
Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif meliputi
gangguan kemampuan konteraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih
rendah dari curah jantung normal. Tetapi pada gagal jantung dengan masalah yang
utama terjadi adalah kerusakan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan
curah jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup adalah jumlah
darah yang dipompa pada setiap konteraksi tergantung pada tiga faktor yaitu : 1)
Preload, adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan
tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut otot jantung. 2)
Kontraktillitas, mengacu pada perubahan kekuatan konteraksi yang terjadi pada
tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium. 3) Afterload, mengacu pada besarnya tekanan venterikel yang harus
dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh
tekanan arteriol. Pada gagal jantung, jika salah satu atau lebih faktor ini terganggu,
maka curah jantung berkurang (Kowalak dkk, 2011).
Gagal jantung sistolik menyebabkan penurunan volume darah yang
diejeksikan dari ventrikel. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila
mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang
memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk
mempertahankan curah jantung. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang
akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume
dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal
ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan
menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka
akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi
dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan
dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sistemik. Akhirnya
tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul
edema paru atau edema sistemik (Kowalak dkk, 2011).
Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran
darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan
retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi,
menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler perifer selanjutnya dan peningkatan
afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan. Penurunan regangan
ventrikuler direspon oleh baroreseptor di aorta dan badan karotid. Sistem saraf
simpatis distimulasi untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin. Tujuan respon ini
adalah untuk meningkatkan frekuensi jantung dan kontraktilitas dan membantu kerja
otot jantung. Tetapi respon yang terus-menerus mempunyai efek negatif yang
beragam. Stimulasi simpatik menyebabkan vasokontriksi pada kulit, traktus
gastrointestinal, dan ginjal. Penurunan perfusi ginjal akibat penurunan cardiac output
(CO) dan vasokontriksi kemudian menyebabkan pelepasan renin oleh ginjal. Renin
mendorong pembetukan angiotensin I, substansi inaktif. Angiotensin-converting
enzyme (ACE) pada lumen pembuluh darah pulmoner mengubah angiotensin I
menjadi angiotensin II, sebuah vasokonstriksi yang kuat, yang dapat meningkatkan
tekanan darah dan afterload. Angiotensin II juga menstimulasi produksi aldosteron
dari korteks adrenal, menyebabkan retensi sodium dan cairan oleh tubulus renal dan
stimulasi hormon antidiuretik. Mekanisme ini menyebabkan kelebihan volume yang
umumnya terjadi pada gagal jantung. Mekanisme regulasi berlawanan terjadi melalui
pelepasan natriuretic peptides. Atrial natriuretic peptides (ANP) dan B-type
(misalnya pada brain type) natriuretic peptides (BNP) dikeluarkan dari serambi
jantung yang over distensi. Substansi ini menyebabkan vasodilatasi dan diuresis.
Namun biasanya efeknya tidak cukup kuat untuk menimbulkan efek negatif pada
mekanisme lain (Smeltzer dkk, 2012).
Sementara beban kerja jantung meningkat, kontraktilitas serat otot jantung
mengalami penurunan. Penurunan kontraktilitas menyebabkan terjadi peningkatan
volume darah diastolik akhir meningkat di ventrikel, peregangan serabut otot
miokardial dan peningkatan ukuran ventrikel (dilatasi ventrikel). Peningkatan ukuran
ventrikel lebih lanjut menyebabkan stres pada dinding ventrikel, menambah beban
kerja jantung. Di satu sisi, jantung mengkompensasi peningkatkan beban kerja untuk
meningkatkan ketebalan otot jantung (hipertropi ventrikel). Namun, hipertropi
ventrikel dapat mengakibatkan proliferasi abnormal dari sel miokardium, proses ini
dikenal dengan remodeling ventricular. Di bawah efek neurohormon (seperti
angiotensin), sel miokardial besar yang mengalami disfungsi dan cepat mati
diproduksi, meninggalkan sel miokardial normal lainnya yang berjuang
mempertahankan CO. Mekanisme kompensasi dari gagal jantung disebut vicious
cycle of heart failure karena jantung tidak dapat memompa kekurangan darah ke
seluruh tubuh, sehingga menyebabkan tubuh menstimulasi jantung untuk
meningkatkan kerjanya; ketika jantung tidak dapat merespon maka kegagalan menjadi
bertambah buruk (Smeltzer dkk, 2012).
Gagal jantung diastolik berkembang karena beban kerja jantung yang terus
meningkat, dimana direspon dengan meningkatkan jumlah dan ukuran sel
miokardium (misalnya hipertropi miokardium dan mengubah fungsional sel). Respon
ini menyebabkan resistensi pada pengisian ventrikel, dimana akan meningkatkan
tekanan pengisian ventrikel walaupun volume darah normal atau berkurang.
Berkurangnya darah pada ventrikel menyebabkan penurunan CO. Penurunan CO dan
tekanan pengisian ventrikel yang meningkat dapat menimbulkan respon
neurohormonal yang sama pada gagal jantung sistolik (Smeltzer dkk, 2012).
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi gagal jantung menurut Kowalak dkk (2011):
1. Manifestasi Gagal Jantung Kiri
- Dispnu karena penimbunan cairan dalam alveoli.
- Ortopnu karena darah didistribusikan kembali dari tungkai ke dalam sirkulasi
sentral ketika pasien berbaring pada malam hari. Sedangkan dispnea nokturnal
paroksisimal terjadi akibat reabsorpsi cairan interstisial ketika pasien
berbaring dan penurunan stimulasi saraf simpatik pada saat pasien tidur.
- Batuk nonproduktif yang berkaitan dengan kongesti pulmoner.
- Mudah lelah yang berkaitan dengan penurunan oksigenasi dan
ketidakmampuan untuk meningkatkan curah jantung sebagai respon terhadap
aktivitas fisik.
- Bunyi ronkhi atau krekels akibat kongesti pulmoner
- Hemoptisis akibat perdarahan vena pada sistem bronkial yang disebabkan
oleh distensi vena
- Iktus kordis yang bergeser ke linea aksilaris anterior kiri akibat hipertropi
ventrikel kiri
- Takikardia akibat stimulasi saraf simpatis
- Bunyi S3 akibat pengisian ventrikel yang cepat
- Bunyi S4 yang terjadi karena kontraksi atrium melawan ventrikel yang sudah
tidak lentur lagi.
- Kulit yang pucat, dingin akibat vasokontriksi perifer
- Gelisah dan cemas akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat
kesakitan bernafas.
2. Manifestasi Gagal Jantung Kanan
- Distensi vena jugularis yang mengalami elevasi karena kongesti darah vena
- Refluks hepatojuguler yang positif dan hepatomegali; gejala ini sekunder
akibat kongesti vena
- Nyeri abdomen kuadran atas karena kongesti hati
- Anoreksia, rasa penuh, dan nausea yang dapat disebabkan oleh kongesti hati
dan usus.
- Nokturia karena cairan didistribusikan kembali pada malam hari dan
diabsorpsi kembali.
- Peningkatan berat badan karena retensi natrium dan air
- Edema yang berkaitan dengan volume cairan yang berlebih.
- Asites atau edema anasarka yang disebabkan oleh retensi cairan.
4. Pemeriksaan kadar BNP (Brain Natriuretic Peptides), suatu tes darah, dapat
memperlihatkan kadar.
5. Ekokardiografi dapat mengungkapkan hipertrofi serta dilatasi ventrikel kiri serta
kontraktilitas otot ventrikel yang abnormal. Memperlihatkan dimensi ruang
jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolik), dan abnormalitas gerakan
dinding.
6. Scan Jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
7. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi
arteri koroner. Pada gagal jantung kiri didapatkan (VEDP) 10 mmHg atau
Pulmonary arterial wedge Pressure > 12 mmHg dalam keadaan istirahat. Curah
jantung lebih rendah dari 2,7 lt/mnt/m2 luas permukaan tubuh.
8. Enzim jantung
Enzim jantung meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung, misal
infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase
Laktat/LDH, isoenzim LDH).
9. Pengukuran tekanan preload, afterload dan curah jantung dapat diperoleh melalui
lubang-lubang yang terletak pada berbagai interfal sepanjang kateter. Pengukuran
CVP (N 15-20 mmHg) dapat menghasilkan pengukuran preload yang akurat.
PAWP atau pulmonary artery wedge pressure adalah tekanan penyempitan arteri
pulmonal dimana yang diukur adalah tekanan akhir diastolik ventrikel kiri. Curah
jantung diukur dengan suatu lumen termodelusi yang dihubungkan dengan
komputer.
10. Analisa Gas Darah
Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan
peningkatan tekanan karbondioksida.
G. Komplikasi
Komplikasi akut gagal jantung meliputi (Kowalak dkk, 2011):
1. Edema paru
2. Gagal ginjal akut
3. Aritmia
Komplikasi kronis meliputi (Kowalak dkk, 2011):
1. Intoleransi terhadap aktivitas
2. Gangguan ginjal
3. Kaheksia jantung
4. Kerusakan metabolik
5. Tromboembolisme
H. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologis
a. CHF Kronik
Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan
menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan
aktivitas.
Diet pembatasan natrium (< 4 gr/hari) untuk menurunkan edema.
Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs
karena efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan
natrium
Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari)
Olah raga secara teratur
b. CHF Akut
Oksigenasi (ventilasi mekanik)
Pembatasan cairan (< 1,5 liter/hari).
2. Farmakologis
Tujuan: untuk mengurangi afterload dan preload
a. First line drugs; diuretic
Tujuan: mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan mengurangi
kongesti pulmonal pada disfungsi diastolic.
Obatnya adalah: thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop diuretic,
metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk meningkatkan pengeluaran
cairan), Kalium-Sparing diuretic
b. Second Line drugs; ACE inhibitor
Tujuan; membantu meningkatkan COP dan menurunkan kerja
jantung.Obatnya antara lain:
Digoxin: meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan
untuk kegagalan diastolic yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel
untuk relaksasi
Hidralazin: menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.
Isobarbide dinitrat: mengurangi preload dan afterload untuk
disfungsi sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.
Calsium Channel Blocker: untuk kegagalan diastolic,
meningkatkan relaksasi dan pengisian dan pengisian ventrikel.
Beta Blocker: sering dikontraindikasikan karena menekan respon
miokard. Digunakan pada disfungsi diastolic untuk mengurangi HR,
mencegah iskemi miocard, menurunkan tekanan darah, hipertrofi ventrikel
kiri.
3. Pendidikan Kesehatan
a. Informasikan pada klien, keluarga dan pemberi perawatan tentang penyakit
dan penanganannya.
b. Informasi difokuskan pada: monitoring BB setiap hari dan intake natrium.
c. Diet yang sesuai untuk lansia CHF: pemberian makanan tambahan yang
banyak mengandung kalium seperti; pisang, jeruk, dll.
d. Teknik konservasi energi dan latihan aktivitas yang dapat ditoleransi dengan
bantuan terapis.
II. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian (Muttaqin, 2008)
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Fase dari
pengkajian meliputi : pengumpulan data dan analisa data
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses yang berisikan status
kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan
perawatannya juga hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan
lainnya.
1) Data biografi
a) Identitas Klien
Meliputi pengkajian nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/ bangsa, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, no
medrec, diagnosa medis, alamat klien.
b) Identitas Penanggung jawab
Meliputi pengkajian nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan
dengan klien dan alamat.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Untuk mendapatkan alasan utama individu mencari bantuan
profesional kesehatan. Keluhan utama klien dengan gagal jantung
adalah kelemahan saat beraktivitas dan sesak napas.
b) Riwayat penyakit saat ini:
Merupakan serangkaian wawancara yang dilakukan perawat untuk
mengali permasalahan klien dari timbulnya keluhan utama.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dikaji dengan menanyakan
apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi,
iskemia miokardium, infark miokardium, diabetes melitus, dan
hiperlipidemia. Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa
diminum oleh klien pada masa yang lalu dan masih relevan dengan
kondisi saat ini. Obat-obatan ini meliputi obat diruretik, nitrat,
penghambat beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping
yang terjadi di masa lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang timbul.
Sering kali klien menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping
obat.
d) Riwayat Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh
keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia
produktif, dan penyebab kematiannya. Penyaki jantung iskemik
pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor
risiko utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada
keturunannya.
e) Riwayat Pekerjaan dan Pola Hidup
Perawat menanyakan situasi tempat klien bekerja dan
lingkungannya. Kebiasaan sosial dengan menanyakan kebiasaan dan
pola hidup misalnya minum alkohol atau obat tertentu. Kebiasaan
merokok dengan menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah
berapa lama, berapa batang per hari, dan jenis rokok.
f) Pengkajian Psikososial
Perubahan integritas ego yang ditemukan pada klien adalah
klien menyangkal, takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah
pada penyakit/perawatan yang tak perlu, kuatir tentang keluarga,
pekerjaan, dan keuangan. Kondisi ini ditandai dengan sikap
menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku, menyerang, dan fokus pada diri sendiri.
Interaksi sosial dikaji terhadap adanya stres karena keluarga,
pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, dan kesulitan koping dengan
stresor yang ada. Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat
gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat kesakitan bernafas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan
lebih lanjut dari curah jantung dapat terjadi ditandai dengan adanya
keluhan insomnia atau tampak kebingungan.
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yaitu suatu pemeriksaan medis yang dilakukan
atas indikasi medis tertentu guna memperoleh keterangan-keterangan
yang lebih lengkap. Tujuan Pemeriksaan ini bertujuan (a) Terapeutik
yaitu untuk pengobatan tertentu atau (b) Diagnostik yaitu untuk
membantu menegakan diagnosis tertentu.
4) Terapi adalah remediasi masalah kesehatan, biasanya mengikuti
diagnosis
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal
jantung biasanya baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat
gangguan perfusi sistem saraf pusat.
Tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan, dan suhu
Pemeriksaan B1-B6
a. Breathing
Kongesti Vaskular Pulmonal, gejala-gejalanya yaitu : dispneu, ortopneu,
dispnea nokturnal paroksismal, batuk, edema pulmonal. Auskultasi krakles
dan wheezing. Krakles terdengar saat akhir inspirasi. Dokumentasikan
frekuensi dan kedalaman pernafasan.
b. Blood
Inspeksi : bentuk dada dan JVP. JVP lebih dari 3 cm di atas angulus
sternal menunjukkan abnormalitas.
Palpasi : Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.
Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan
adanya hipertrofi jantung (kardiomegali)
Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan
volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup
biasanya ditemukan apabila penyebab gagal jantung adalah kelainan
katup.
Bunyi Jantung dan Crackles : Tanda fisik yang berkaitan dengan
kegagalan ventrikel kiri yang dapat dikenal dengan mudah adalah
adanya bunyi jantung ketiga dan keempat (S3,S4) dan crackles pada
paru-paru. S4 terdengar paling baik dengan bell stetoskop yang
ditempatkan dengan tepat pada apeks jantung. Klien diminta untuk
berbaring pada posisi miring kiri untuk mendapatkan bunyi. S3 atau
gallop ventrikel adalah tanda penting dari gagal ventrikel kiri dan pada
orang dewasa hampir tidak pernah ditemukan kecuali jika ada penyakit
jantung signifikan.
Disritmia : Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respons awal
jantung terhadap stres, sinus takikardia mungkin dicurigai dan sering
ditemukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung.
Distensi Vena Jugularis : Bila ventrikel kanan tidak mampu
berkompensasi terhadap kegagalan ventrikel.
Kulit Dingin : Kegagalan arus darah ke depan (forward failure) pada
ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda yang menunjukkan
berkurangnya perfusi ke organ-organ. Kulit tampak pucat dan terasa
dingin karena pembuluh darah perifer mengalami vasokonstriksi dan
kadar hemoglobin yang tereduksi meningkat. Sehingga akan terjadi
sianosis.
Perubahan Nadi : Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung akan
menunjukkan denyut yang cepat dan lemah. Denyut jantung yang cepat
atau takikardia, mencerminkan respons terhadap perangsangan saraf
simpatik. Penurunan yang bermakna dari volume sekuncup dan adanya
vasokonstriksi perifer akan mengurangi tekanan nadi (perbedaan antara
tekanan sistolik dan diastolik) dan menghasilkan denyut yang lemah
atau thready pulse. Hipotensi sistolik ditemukan pada gagal jantung
yang lebih berat.
c. Brain
Kesadaran klien biasanya compos mentis. Sering ditemukan sianosis
perifer apabila terjadi gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif
klien meliputi wajah meringis, menangis, merintih, meregang, dan
menggeliat.
d. Bladder
Pengukuran volume output urine selalu dihubungkan dengan intake cairan.
Perawat perlu memonitor adanya oliguria karena merupakan tanda awal
dari syok kardiogenik. Adanya edema ekstremitas menunjukkan adanya
retensi cairan yang parah.
e. Bowel
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang,
maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan
terdorong masuk ke rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan
asites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat
menyebabkan tekanan pada diafragma sehingga klien dapat mengalami
distres pernafasan.
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat
pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen.
f. Bone
Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung yang dapat
dipercaya dan tentu saja, ini sering ditemukan bila gagal ventrikel
kanan telah terjadi. Ini sedikitnya merupakan tanda yang dapat
dipercaya bahwa telah terjadi disfungsi ventrikel.
Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen dan secara
bertahap akan meningkat hingga ke bagian tungkai dan paha akhirnya
ke genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah). Pitting edema
merupakan cara pemeriksaan edema di masa edema akan tetap cekung
setelah penekanan ringan dengan ujung jari, dan akan jelas terlihat
setelah terjadi retensi cairan minimal sebanyak 4,5 kg.
Mudah lelah, klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal
ini terjadi akibat curah jantung yang berkurang yang dapat
menghambat sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jaringan dan
menghambat pembungan sisa hasil katabolisme.
Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan dengan kanula Meningkatkan sediaan oksigen untuk
nasal/masker sesuai indikasi kebutuhan miokard untuk melawan efek
hipoksia/iskemia.
Berikan obat sesuai indikasi: Banyaknya obat dapat digunakan untuk
meningkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas, dan
menurunkan kongesti.
Kolaborasi
Pantau/gambarakan seri GDA, nadi Hipoksemia dapat menjadi berat selama
oksimetri. edema paru. Perubahan kompensasi
biasanya ada pada GJK kronis.
Berikan oksigen tambahan sesuai Meningkatkan konsentrasi oksigen
indikasi. alveolar, yang dapat
memperbaiki/menurunkn hipoksemia
jaringan
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC Jilid 2. Yogyakarta: Med Action Publishing.
Silbernagl, Stefan dan Florian Lang. 2000. Color Atlas of Pathophysiology. Germany:
Staudigl Druck.
Smeltzer, Suzanne, dkk. 2012. Brunner & Suddarths Textbook of Medical-Surgical Nursing
Twelfth Edition. China: Wolter Kluwer.
4. Implementasi keperawatan
Merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan
keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien
untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahp akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.