26 58 1 PB

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 9

PENERIMAAN SOSIAL DALAM PROSES PENDIDIKAN INKLUSIF

(STUDI KASUS PADA PROSES PENDIDIKAN INKLUSIF DI SMK


NEGERI 2 MALANG)

*Reza Dulisanti
Jurusan Sosiologi, Universitas Brawijaya Malang

Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh munculnya model pendidikan inklusif. Pendidikan Inklusif
merupakan sebuah bentuk pendidikan yang menggabungkan antara siswa non berkebutuhan khusus dengan
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam satu lingkungan sekolah yang sama. Keberadaan ABK dengan
segala perbedaan yang mereka miliki, memunculkan adanya suatu stigma negatif pada ABK. Stigma tersebut
juga terbukti dengan adanya bentuk diskriminasi yang dilakukan oleh siswa non berkebutuhan khusus. Dari
adanya stigma yang diberikan siswa non berkebutuhan khusus kepada ABK tersebut kemudian memunculkan
suatu bentuk penerimaan sosial yang tidak seutuhnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan
bagaimana proses penerimaan sosial siswa non berkebutuhan khusus pada ABK dalam proses pendidikan
inklusif setelah munculnya stigma. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan
pendekatan studi kasus dan teknik pengumpulan data melalui observasi, dokumen, dan wawancara.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa stigma yang diberikan kepada ABK adalah stigma
menghambat, memiliki nilai jelek, serta kurang bisa bergaul. Selain itu, juga terjadi diskriminasi yang
dilakukan oleh siswa non- berkebutuhan khusus yang tanpa mereka sadari hal itu adalah bentuk soft-
bullying.Meskipun terjadi stigma, namun pada dasarnya siswa non berkebutuhan khusus menerima
keberadaan ABK di lingkungan sekolahnya meskipun tidak sepenuhnya. Hal tersebut terbukti dari adanya
bentuk kepedulian seperti membantu jika ABK mengalami kesulitan, serta meminjami catatan yang dimiliki
oleh siswa non berkebutuhan khusus kepada ABK meskipun telah terjadi stigmatisasi.

Kata Kunci: Pendidikan Inklusif, Stigma, Penerimaan.


I. PENDAHULUAN dari mulai awal tahun 2000-an, namun secara
Pendidikan menjadi salah satu aspek resmi payung hukum yang mengatur layanan
penting di dalam kehidupan masyarakat. sekolah model inklusi adalah Permendiknas
Melalui pendidikan juga, masyarakat nomer 70 tahun 2009. Pendidikan inklusif pada
meneruskan kebudayaannya kepada generasi dasarnya merupakan suatu bentuk pendidikan
berikutnya melalui sebuah interaksi sosial, yang menggabungkan antara Anak
sehingga pendidikan mampu menjadi salah satu Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan siswa non
bentuk sosialisasi (Nasution, 2011). Masalah- berkebutuhan khusus dalam suatu sekolah
masalah yang muncul di dunia pendidikan dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi
sering menjadi kendala di dalam pembangunan diskriminasi di dalam dunia pendidikan.
Indonesia. Selain itu adanya kesenjangan di Kota Malang merupakan kota yang
dalam dunia pendidikan menyebabkan dicanangkan sebagai kota pendidikan Inklusif
diskriminasi bagi para penyandang disabilitas di Jawa Timur (Halomalang.com, 2012).
atau Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Pendidikan Inklusif yang ada di Kota Malang
Sehingga kesempatan bersekolah bagi Anak ada pada berbagai tingkat pendidikan mulai dari
Berkebutuhan Khusus (ABK) terhalang oleh pendidikan dasar, menengah, hingga perguruan
akses itu sendiri. tinggi. Sehingga tidak salah jika Kota Malang
Adanya sekolah luar biasa yang khusus disebut sebagai kota pendidikan inklusif
menampung Anak Berkebutuhan Khusus menurut ketua pendidikan inklusif Dinas
(ABK) justru menciptakan batasan bagi Anak Pendidikan Kota Malang. Salah satu sekolah di
Berkebutuhan Khusus dengan anak non- tingkatan menengah atas yang
kebutuhan khusus. Adanya sekolah luar biasa menyelenggarakan pendidikan inklusif adalah
justru menjadi suatu bentuk diskriminasi bagi SMK Negeri 2 Kota Malang. SMK Negeri 2
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang Malang ditunjuk langsung oleh Dinas
seharusnya mendapatkan bentuk pendidikan Pendidikan untuk menerapkan pendidikan
yang sama dengan anak non berkebutuhan inklusif pertama di tingkat sekolah menengah
khusus. Model layanan pendidikan inklusif atas. Hal tersebut didasari bahwa di SMKN 2
pada dasarnya sudah dilaksanakan di Indonesia Malang telah memiliki kesiapan untuk

52
menerima ABK, serta terdapat jurusan non berkebutuhan khusus kepada siswa
Pekerjaan Sosial yang siswanya diharapkan bisa berkebutuhan khusus setelah adanya suatu
membantu teman-teman ABK dalam kegiatan stigma negatif yang diberikan kepada siswa
di sekolah. Sehingga SMKN 2 Malang menjadi berkebutuhan khusus.
sekolah kejuruan pertama yang menerapkan
sistem inklusif sebagai bentuk pembelajaran di II. TINJAUAN PUSTAKA
sekolah. 2.1 Landasan Teori
SMKN 2 Malang sendiri telah Menurut Erving Goffman, masyarakat
menerapkan pendidikan inklusif selama 4 tahun dianggap sebagai rutinitas hubungan sosial
sejak tahun 2011 dan telah meluluskan 5 siswa yang mengantisipasi atribut di luar natural.
berkebutuhan khusus. Jumlah Anak Goffman tertarik untuk melihat bagaimana
Berkebutuhan Khusus (ABK) yang ada di suatu Virtual Social Identity (Identitas Sosial
SMKN 2 Malang ini awalnya hanya menerima Maya) yang merupakan suatu identitas
maksimal 5 ABK dalam setiap angkatan, seharusnya, dengan suatu Actual Identity
namun ternyata setelah pendidikan inklusif (Identitas Sosial Aktual) atau identitas
tersebut berjalan, minat dari orangtua untuk sebenarnya. Adanya perbedaan dalam identitas
menyekolahkan anak mereka yang sosial maya dan identitas aktual maka akan
berkebutuhan khusus semakin bertambah terbentuk suatu stigma. Stigma muncul dari
sehingga kuota untuk penerimaan anak adanya kesenjangan atau perbedaan antara
berkebutuhan khusus (ABK) di SMKN 2 identitas sosial maya dan identitas actual atau
Malang ditambah menjadi 10 ABK sejak tahun sebenarnya.
2013. Hal tersebut juga diimbangi dengan Adanya perbedaan antara virtual social
jumlah Guru Pendamping Khusus (GPK) yang identity dengan actual social identity juga
juga bertambah menjadi 5 orang. menyebabkan seseorang diantisipasi secara
Jurusan yang bisa diambil oleh ABK sosial. Stigma berasal dari istilah yang merujuk
sendiri tentunya tergantung pada kemampuan pada suatu tanda-tanda tubuh yang
ABK itu sendiri, sehingga ABK yang memperlihatkan sesuatu yang dianggap tidak
mengalami kekurangan dalam masalah kognitif biasa. Sehingga, stigma merupakan suatu
mereka akan dimasukkan di jurusan Akomodasi hubungan akibat adanya suatu atribut atau ciri
Perhotelan, sedangkan yang tidak mengalami khas (Goffman, 1963). Stigma melihat suatu
masalah kognitif misalnya tuna rungu lebih interaksi yang terjadi di antara orang-orang
diarahkan ke jurusan Teknik Komputer yang mendapatkan stigma dengan orang-orang
Jaringan (TKJ). Tidak ada kriteria khusus yang dianggap normal. Goffman sendiri
dalam penerimaan ABK di SMKN 2 Malang menyebutkan adanya 3 tipe stigma yang
ini, namun dalam proses penerimaannya diberikan kepada seseorang, yairu :
dilakukan observasi terhadap ABK yang Abomination of the body , yaitu stigma yang
mendaftar tersebut sehingga pihak sekolah akan berhubungan dengan kecacatan pada tubuh
mengetahui kemampuan yang dimiliki ABK seseorang (cacat fisik)
yang mendaftar tersebut. Sejauh ini jenis Blemishes of individual character, yaitu
kebutuhan khusus yang dimiliki oleh ABK di stigma yang berhubungan dengan
SMKN 2 Malang seperti Autis, Tuna Grahita, kerusakan-kerusakan karakter individu,
Tuna Rungu, Slow Learner, serta ada salah satu missal homosexuality.
ABK ada yang memiliki gangguan perilaku. Tribal stigma , yaitu stigma yang diberikan
Keberhasilan pendidikan inklusif tidak atas dasar kesukuan, ras, bangsa, dan
hanya dilihat dari aspek pembelajarannya saja, agama.
namun juga dilihat dari dukungan lingkungan
sekitar misalnya guru dan teman sekolah. Dari beberapa tipe stigma tersebut,
Ketika ada ABK dengan segala perbedaan yang kemudian stigma dibagi menjadi dua kategori,
mereka miliki kemudian berada di lingkungan ada stigma yang discredited (didiskreditkan),
sekolah yang sama dengan siswa non stigma ini terjadi karena suatu perbedaan yang
berkebutuhan khusus, tentunya hal tersebut terlihat oleh audience atau orang yang dianggap
akan memunculkan reaksi dari siswa non normal. Contoh dari stigma ini misalnya stigma
berkebutuhan khusus itu sendiri. Sehingga yang terbentuk pada orang-orang difable,
peneliti tertarik untuk melihat bagaimana dimana kekurangan mereka memang terlihat
penerimaan sosial yang diberikan oleh siswa oleh audience, sehingga terbentuklah suatu

53
stigma yang didiskreditkan. Yang kedua yaitu 2.4 Anak Berkebutuhan Khusus
stigma discreditable (yang dapat Istilah Anak Berkebutuhan Khusus
didiskreditkan), artinya bahwa stigma tersebut juga muncul bukan untuk sekedar
akan muncul ketika ada perbedaan yang menggantikan pengertian dari anak cacat atau
mungkin bisa diketahui oleh audience namun luar biasa, namun memiliki pengertian yang
tidak bersifat fisik, misalnya tentang perbedaan lebih positif yaitu anak dengan keberagaman
orientasi seks, atau agama. yang berbeda (Sunanto, 2009). Anak
Berkebutuhan Khusus sendiri bisa
2.2 Penerimaan Sosial dikelompokkan menjadi Anak Berkebutuhan
Penerimaan sosial menjadi salah satu hal Khusus yang bersifat menetap (permanen) dan
yang penting terutama bagi pertumbuhan sementara (temporer). Bersifat sementara
remaja. Tanpa adanya penerimaan dari teman (temporer) ketika Anak Berkebutuhan Khusus
sebaya, lawan jenis atau sesame jenis, maka tersebut disebabkan oleh faktor eksternal
akan menimbulkan gangguan psikis dan sosial sehingga anak tersebut mengalami gangguan
yang bersangkutan. Menurut Grinder (1978) emosi namun sementara. Sementara menurut
untuk mencapai kebahagiaan seseprang Hurlock dalam (Illahi, 2013) Anak
memerlukan afeksi, keberhasilan dan Berkebutuhan Khusus yang bersifat menetap
penerimaan sosial. Penerimaan Sosial diartikan (permanen) adalah ketika Anak Berkebutuhan
sebagai perhatian positif dari orang lain Khusus memiliki hambatan belajar yang
(Sinthia, 2011). Sedangkan menurut Hurlock disebabkan oleh kecacatan atau bawaan sejak
1998 menyebutkan bahwa penerimaan sosial lahir .
berarti dipilih sebagai teman untuk suatu Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
aktivitas dalam kelompok di mana seseorang menurut Direktorat PLB guna keperluan
menajdi anggota. Penerimaan sosial pendidikan inklusif dapat dikelompokkan
menunjukkan suatu keberhasilan seorang anak sebagai berikut :
untuk berperan di dalam kelompoknya dan a) Tunanetra/ gangguan penglihatan
bekerja atau bermain dengannya (Ervika, 2011). b) Tunarungu / gangguan pendengaran
c) Tunadaksa / gangguan gerakan / kelainan
2.3 Pendidikan Inklusif anggota tubuh
Definisi pendidikan inklusif sendiri d) Tunagrahita / keterbelakngan kemampuan
memiliki artian yang sangat beragam karena intelektual
pendidikan inklusif tentunya juga mengalami e) Anak lamban belajar
suatu perkembangan. Mengacu pada f) Anak berkesulitan belajar
Permendiknas Nomor 70 tahun 2009 bahwa g) Anak berbakat (memiliki kemampuan dan
pengertian pendidikan inklusif adalah sistem kecerdasan luar biasa)
penyelenggaraan pendidikan yang memberikan h) Tunalaras / kelainan tingkah laku dan sosial
kesempatan kepada semua peserta didik yang i) Anak dengan gangguan komunikasi
memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan atau bakat istimewa untuk III. HASIL PENELITIAN DAN
mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam PEMBAHASAN
lingkungan pendidikan secara bersama-sama
dengan peserta didik pada umumnya. Tujuan 3.1 Gambaran Umum SMK Negeri 2 Malang
dari pendidikan inklusif itu sendiri adalah : SMK Negeri 2 Malang merupakan salah
1. memberikan kesempatan bagi seluruh satu sekolah kejuruan unggul di Kota Malang.
peserta didik yang memiliki kelainan fisik, Lokasi SMK Negeri 2 Malang sendiri berada di
emosional, dan mental untuk memperoleh Jalan Veteran dan berdekatan dengan beberapa
pendidikan sesuai kebutuhan mereka. pusat lembaga pendidikan di tingkat
2. pendidikan inklusif juga sebagai bentuk Universitas. SMK Negeri 2 Malang dalam
pendidikan yang bertujuan untuk pengembangannya mengalami perubahan nama
menghargai keanekaragaman serta beberapa kali yang pada awalnya sekolah ini
mengurangi diskriminasi bagi seluruh bernama SHD (Sekolah Hukum dan Djaksa)
peserta didik. pada tahun 1952. Kemudian berganti menjadi
SPPN (Sekolah Pembantu Panitera Negara).
Pada Tahun 1967 berubah lagi menjadi SPSA
(Sekolah Pekerjaan Sosial Atas), dan pada

54
tahun 1975 kembali mengubah nama menjadi Tabel 2. Nama-nama Anak Berkebutuhan Khusus
SMPS (Sekolah Menengah Pekerjaan Sosial). SMK Negeri 2 Malang
Barulah Pada Tahun 1995 sekolah ini resmi Nama Jenis Kelas Jenis
berubah nama menjadi SMK Negeri 2 Malang Kelamin Kebutuhan
sampai sekarang (smkn2malang.sch.id, 2014). BV II L XII AP3 Autis
SMK Negeri 2 Malang sendiri sejauh ini FAS L XII AP3 Tuna Grahita
telah memiliki beberapa jurusan atau program Ringan
keahlian. Beberapa program keahlian yang ada NRD L XII AP3 Tuna Grahita
di SMK Negeri 2 Malang antara lain adalah Ringan
jurusan Perawatan Sosial (PS), Usaha TW L XII AP3 Autis
Perjalanan Wisata (UPW), Akomodasi TA L XII TKJ1 Tuna Rungu
Pehotelan (AP), Jasa Boga (JB), Keperawatan AR L XI AP1 Autis
(KPR), serta program keahlian Teknik AMW L XI AP1 Autis
Komputer Jaringan (TKJ). Sejauh ini SMK APH L XI AP1 Autis
Negeri 2 selalu kebanjiran pendaftar siswa baru LSJ L XI AP1 Tuna Grahita
karena SMK Negeri 2 Malang merupakan salah Ringan
satu sekolah favorit di Kota Malang. Sehingga MAH L XI AP1 Autis
jumlah siswa yang dimiliki pun cukup banyak MRM L XI AP2 Kesulitan
seperti yang ada di tabel berikut : Belajar
RIR L XI AP2 Autis-
Tabel 1. Jumlah siswa SMK Negeri 2 Malang Tahun
RIP P XI AP2 Tuna Grahita
Ajaran 2013/2014
Ringan
No Jurusan L P Jumlah
ML L XI TKJ2 Tuna Rungu
1 Akomodasi 129 222 351 RHP L XI TKJ2 Tuna Rungu
Perhotelan DAP L X AP1 Autis
2 Jasa Boga 37 183 220 FMF L X AP2 Autis
3 Keperawatan 35 460 495 FIC L X AP2 Tuna Grahita
4 Pekerjaan 30 404 434 Sedang
KWH L X AP3 Autis
Sosial
SBW L X AP1 Autis
5 Teknik 205 141 346 YRF P X AP3 Kesulitan
Komputer Belajar
Jarinngan BA L X TKJ1 Tuna Rungu
6 Usaha 56 258 314 DSDR P X TKJ1 Tuna Rungu
Perjalanan NPANE P X TKJ2 Tuna Rungu
Wisata MAG L X TKJ2 Tuna Rungu
Sumber : Data Sekunder SMK Negeri 2 Malang
Total 492 1668 2160
Sumber : (smkn2malang.sch.id, 2014)
3.2 Pelaksanaan Pendidikan Inklusif di SMK
Negeri 2 Malang
Sebagai pelaksana pelayanan pendidikan
SMK Negeri 2 Malang menjadi salah
inklusif, tentunya menjadi tugas para Guru
satu sekolah tingkat atas di Kota Malang yang
Pendamping Khusus untuk melakukan evaluasi
mengawali pelaksanaan pendidikan inklusif.
serta assessmen terhadap para Anak
SMK Negeri 2 Malang mulai melaksanakan
Berkebutuhan Khusus. Untuk itu perlu
pendidikan inklusif pada tahun 2011
pendataan terkait keberadaan Anak
berdasarkan instruksi dari Dinas Pendidikan
Berkebutuhan Khusus sebagai bentuk dasar dari
Kota Malang.
pelayanan pendidikan inklusif. Berikut ini
Awalnya, pada tahun pertama yaitu tahun
merupakan nama-nama peserta didik
2011 SMK Negeri 2 Malang hanya menerima 5
berkebutuhan khusus SMK Negeri 2 Malang,
Anak Berkebutuhan Khusus, kemudian pada
seperti yang tertera pada tabel berikut:
tahun kedua juga menerima 5 Anak
Berkebutuhan Khusus, namun karena minat
para orangtua juga semakin banyak, sehingga
pada tahun berikutnya SMK Negeri 2 Malang

55
menambah kuota untuk penerimaan Anak Seperti yang dijelaskan Erving Goffman,
Berkebutuhan Khusus menjadi 10 orang. bahwa masyarakat dianggap sebagai rutinitas
Jumlah Guru Pendamping Khusus (GPK) yang hubungan sosial yang mengantisipasi atribut
memang menjadi salah satu aspek penting di diluar natural. Goffman tertarik untuk melihat
dalam pelaksanaan pendidikan inklusif, bagaimana suatu virtual social identity yang
awalnya hanya 2 orang. Namun seiring merupakan suatu identitas seharusnya, dengan
bertambahnya jumlah Anak Berkebutuhan suatu actual identity atau identitas
Khusus (ABK) yang diterima di SMK Negeri 2 sebenarnya. Adanya perbedaan dalam identitas
Malang, jumlah Guru Pendamping Khusus sosial maya dan identitas aktual maka akan
(GPK) pun juga bertambah menjadi 5 orang terbentuk suatu stigma. Stigma muncul dari
pengajar. adanya kesenjangan atau perbedaan antara
SMK Negeri 2 Malang telah meluluskan identitas sosial maya dan identitas aktual atau
5 Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang sebenarnya. Virtual social identity di sini
merupakan ABK angkatan pertama di sekolah berupa identitas yang diharapkan oleh siswa
tersebut. Standar kelulusan bagi ABK sendiri non berkebutuhan khusus bahwa siswa non
ditentukan oleh sekolah masing-masing, berkebutuhan khusus menginginkan sekolah
sehingga ijazah yang diberikan untuk ABK semua isinya normal saja. Namun actual
merupakan ijazah yang berasal dari sekolah identity dalam hal ini bahwa ternyata mereka
tersebut. Untuk saat ini, jumlah Anak juga bersekolah bersama ABK dengan segala
Berkebutuhan Khusus (ABK) di SMK Negeri 2 perbedaan yang mereka miliki.
Malang berjumlah 25 orang, yang masing- Sehingga, keberadaan Anak
masing ada di dalam jurusan Akomodasi Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan segala
Perhotelan (AP) dan Teknik Komputer Jaringan perbedaan yang mereka miliki juga
(TKJ) sesuai dengan kebutuhan yang dimiliki menimbulkan stigma di kalangan siswa non
oleh ABK. Untuk ABK yang Tuna Rungu, berkebutuhan khusus lainnya. Stigma tersebut
mereka lebih diarahkan untuk masuk jurusan muncul akibat dari adanya perbedaan
TKJ, karena mereka hanya kurang dalam hal kemampuan yang disebabkan oleh kebutuhan
bahasa dan selebihnya mereka dianggap mampu khusus yang dimiliki oleh ABK.
mengikuti pelajaran. Dapat disimpulkan bahwa terdapat ada
Sedangkan ABK seperti Tuna Grahita tiga macam stigma yang diberikan kepada Anak
dan Autis, mereka lebih diarahkan untuk masuk Berkebutuhan Khusus (ABK) yang memiliki
ke jurusan Akomodasi Perhotelan. Hal tersebut kebutuhan khusus Slow Learner, Tuna Grahita,
dikarenakan mereka cenderung sulit untuk serta Autis oleh siswa non berkebutuhan khusus
berkomunikasi secara normal. Sehingga dengan yang kurang lebih sama, yaitu: pertama
dimasukannya mereka ke jurusan Akomodasi menghambat karena kemampuan Anak
Perhotelan, mereka akan lebih banyak Berkebutuhan Khusus (ABK) berbeda dengan
berinteraksi dengan pekerjaan mereka yang siswa non berkebutuhan khusus, sehingga
antara lain adalah house keeping, laundry, dan kemampuan ABK dalam menangkap materi
making bed. pelajaran di kelas terkadang lebih lambat
daripada siswa non berkebutuhan khusus. Hal
3.3 Stigma Siswa Non Berkebutuhan Khusus tersebut yang kemudian menghambat proses
pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) belajar di kelas; Kedua, ABK dianggap
Stigma mengacu pada hal yang sifatnya memiliki nilai yang kurang bagus yang
negatif yang merupakan pembeda antara disebabkan kebutuhan yang mereka miliki
individu satu dengan lainnya. Goffman tersebut. Daya tangkap materi pelajaran yang
menciptakan istilah stigma untuk kurang sempurna, dan terkadang lamban dalam
menggambarkan label yang digunakan untuk menerima pelajaran menjadikan siswa non
merendahkan seseorang atau kelompok tertentu. berkebutuhan khusus memberi stigma kepada
Stigma menunjuk pada orang-orang yang cacat ABK bahwa nilai mereka termasuk jelek;
sehingga tidak memperoleh penerimaan sosial ketiga, dianggap kurang bisa bergaul karena
yang sepenuhnya. Dalam penelitian ini, stigma kemampuan berkomunikasi ABK yang kurang
negatif diberikan kepada Anak Berkebutuhan bagus. Khususnya bagi mereka yang Autis
Khusus (ABK) karena dianggap berbeda mereka lebih memilih untuk fokus dengan apa
dengan siswa non berkebutuhan khusus lainnya. yang mereka lakukan. Bagi ABK yang

56
memiliki kebutuhan Autis, mereka kurang Tabel 4. Stigma terhadap ABK (Tuna Rungu) dalam
senang berinteraksi dengan orang lain. Lingkungan Sekolah
Untuk lebih memudahkan, berikut adalah No. Stigma Bentuk Pendefinisian
tabel yang menunjukkan stigma di dalam 1 Nilai - ABK Tuna Rungu lebih antusias
lingkungan sekolah terhadap ABK Slow Jelek terhadap teknologi sehingga
sering mengesampingkan
Learner, Autis, serta Tuna Grahita:
pelajaran yang lain.
Tabel 3. Stigma terhadap ABK (Slow Learner, 2 Tidak - Kesulitan berkomunikasi (karena
Autis, dan Tuna Grahita) dalam bisa harus menggunakan bahasa
Lingkungan Sekolah bergaul isyarat) menyebabkan ABK
No. Stigma Bentuk Pendefinisian Tuna Rungu kurang bisa bergaul
1 Menghambat - Kemampuan ABK yang dengan siswa non berkebutuhan
tidak sama dengan siswa khusus.
non berkebutuhan khusus, Sumber: Data Peneliti, 2015
dianggap dapat Menurut Goffman, terdapat tiga jenis
menghambat kegiatan
belajar di kelas.
stigma antara lain : abomination of the body
2 Nilai Jelek - Kemampuan yang berbeda, yaitu orang-orang yang mengalami
dianggap menjadi faktor ketimpangan fisik, blemishes of individual
ABK tidak mampu character yaitu orang-orang yang memiliki
memiliki nilai bagus karakter menyimpang, dan tribal stigma yaitu
stigma yang diberikan atas dasar kesukuan, ras,
3 Tidak bisa - Kesulitan berkomunikasi agama, dan bangsa. Dalam penelitian ini,
bergaul (kurang mampu menurut Goffman Anak Berkebutuhan Khusus
berinteraksi dengan baik (ABK) memperoleh stigma dalam jenis
menjadikan ABK sulit abomination of the body. Adanya kebutuhan
untuk bergaul.)
khusus yang dimiliki oleh ABK akibat dari
Sumber: Data Peneliti, 2015
kekurangan yang mereka miliki seperti Autis,
Kemudian juga terdapat stigma yang
Tuna Grahita, Tuna Rungu, serta Slow Learner
diberikan kepada ABK dengan kebutuhan Tuna
menjadikan mereka mendapatkan perlakuan
Rungu. Pada dasarnya stigma yang diberikan
berbeda dari teman-teman lainnya. Stigma yang
hampir sama namun untuk Tuna Rungu tidak
dimiliki oleh ABK merupakan sebuah situasi
sebanyak seperti yang diberikan kepada ABK
dimana ABK tersebut tidak dapat memenuhi
yang lain karena pada dasarnya ABK Tuna
standar-standar yang dianggap normal oleh
Rungu hanya bermasalah dalam hal komunikasi
masyarakat kalangan siswa non berkebutuhan
saja. Beberapa stigma yang diberikan kepada
khusus.
ABK Tuna Rungu yaitu: pertama, ABK Tuna
Rungu dianggap memiliki nilai kurang bagus.
3.4 Penerimaan Sosial Siswa Non
Hal tersebut bukan dikarenakan kemampuan
Berkebutuhan Khusus pada Anak
kognitif mereka yang kurang, namun karena
Berkebutuhan Khusus (ABK)
ABK Tuna Rungu kebanyakan lebih antusias
Goffman menciptakan istilah stigma
dalam hal teknologi dan mengesampingkan
untuk menggambarkan label yang digunakan
pelajaran yang lain, hal tersebut yang kemudian
untuk merendahkan seseorang atau kelompok
menyebabkan mereka dianggap tidak bisa
tertentu. Aib (stigma) menunjukkan pada
memiliki nilai bagus.
orang-orang yang memiliki cacat sehingga
Kedua, ABK Tuna Rungu dianggap kurang bisa
tidak memperoleh penerimaan sosial yang
bergaul. ABK Tuna Rungu tentunya tidak bisa
sepenuhnya (Goffman, 1963). Begitu juga yang
berkomunikasi seperti siswa non berkebutuhan
terjadi pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
khusus lain, sehingga harus menggunakan
yang ada di SMK Negeri 2 Malang.
bahasa isyarat. Sedangkan siswa non
Pelaksanaan pendidikan inklusif yang
berkebutuhan khusus tidak semua bisa
menggabungkan antara Anak Berkebutuhan
menggunakan bahasa isyarat, sehingga
Khusus (ABK) dan siswa non berkebutuhan
kesenjangan diantara keduanya tersebut yang
khusus tentu akan menimbulkan respon
menyebabkan ABK Tuna Rungu susah bergaul.
terutama bagi siswa non berkebutuhan khusus
Untuk lebih memudahkan, berikut adalah tabel
dengan adanya keberadaan ABK.
yang menunjukkan stigma di dalam lingkungan
sekolah terhadap ABK Tuna Rungu:

57
Kedekatan siswa non berkebutuhan perlakuan yang baik oleh teman-teman mereka
khusus dengan Anak Berkebutuhan Khusus terutama teman perempuan. Biasanya ketika
(ABK) hanya terjadi ketika di kelas saja saat pembentukan kelompok belajar, mereka justru
jam pelajaran. Meskipun TP mengaku pernah diajak oleh teman-teman mereka untuk
satu bangku dengan Anak Berkebutuhan bergabung. Selain itu ketika praktikum mereka
Khusus, namun setelah di luar jam pelajaran dia juga sering mendapatkan bantukan dari teman-
tidak pernah bermain bersama Anak teman non berkebutuhan khusus. Sehingga
Berkebutuhan Khusus. Hal tersebut keberadaan ABK ini pada dasarnya dapat
menunjukkan bahwa pendidikan inklusif diterima oleh siswa non berkebutuhan khusus
menjadi jembatan untuk bertemu serta yang terbukti dari bentuk kepedulian yang
bersosialisasi Anak Berkebutuhan Khusus diberikan oleh siswa non berkebutuhan khusus
(ABK) dengan siswa non berkebutuhan khusus tersebut.
lainnya. Sesuai dengan tujuan pendidikan
inklusif sendiri adalah adanya keterlibatan yang IV. KESIMPULAN
sebenarnya dari tiap anak dalam kehidupan Stigma menunjuk pada orang-orang yang
sekolah yang menyeluruh (Smith, 2006). cacat sehingga tidak memperoleh penerimaan
Keberadaan Anak Berkebutuhan Khusus sosial yang sepenuhnya. Sehingga keberadaan
(ABK) tidak menjadi masalah bagi siswa non Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam
berkebutuhan khusus. Siswa non berkebutuhan proses pendidikan inklusif pada dasarnya dapat
khusus awalnya memang merasa terganggu, diterima oleh siswa non berkebutuhan khusus
namun mereka menyadari bahwa Anak meskipun belum seutuhnya. Hal tersebut
Berkebutuhan Khusus (ABK) memang terbukti dari masih adanya bentuk praktik
memerlukan bantuan sehingga dia merasa harus stigmatisasi yang dilakukan oleh siswa non
menolong. Jika di kelas Anak Berkebutuhan berkebutuhan khusus. Namun pada dasarnya,
Khusus (ABK) membutuhkan pertolongan, keberadaan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
siswa non berkebutuhan khusus juga bersedia dalam proses pendidikan inklusif di SMKN 2
menolong mereka. Hal tersebut sesuai yang Malang dapat diterima oleh siswa non
diungkapkan oleh Erving Goffman, bahwa ia berkebutuhan khusus lainnya, hal tersebut
memberi istilah wise bagi orang-orang yang terbukti dari bentuk-bentuk kepedulian siswa
dekat dengan orang yang terstigma. Wise non berkebutuhan khusus pada ABK ketika
yang dimaksud Goffman dan muncul dalam mengalami kesulitan saat pelajaran. Selain itu
peristiwa ini yaitu orang-orang yang terhubung kehadiran Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
secara sosial dengan individu yang terstigma. juga menjadi hiburan bagi siswa non
Mereka memberikan simpati serta dukungan berkebutuhan khusus karena sering
kepada orang. memunculkan kelucuan dari apa yang mereka
Memang pada dasarnya siswa non lakukan
berkebutuhan khusus menerima keberadaan
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan DAFTAR PUSTAKA.
segala kebutuhan yang mereka miliki. Hal
tersebut terbukti dari bentuk kepedulian yang Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian
diberikan kepada ABK. Untuk ABK Tuna Kualitatif. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Rungu yang hanya memiliki masalah dalam hal Persada
berkomunikasi, biasanya siswa non
berkebutuhan khusus membantu meminjami Carrington, Suzzane. 2012. Teaching in
catatan pelajaran. Hal tersebut karena ABK Inclusive School Communities. Australia
Tuna Rungu biasanya tidak dapat mengikuti : John Willey & sons Australia, Ltd
guru yang sedang mendikte, namun untuk
pelajaran praktikum ABK Tuna Rungu mampu Creswell, John W. 2012. Research Design:
mengikuti dengan baik karena memang mereka Pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan
sangat antusias dengan teknologi sehingga tidak Mixed. Terjemahan Achmad Fawaid.
salah jika mereka dimasukkan di program Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
keahlian Teknik Komputer Jaringan. Goffman, Erving. 1963. STIGMA (Notes on The
Sedangkan untuk ABK dengan Management Spoiled Identity). London :
kebutuhan Autis, Slow Learner, serta Tuna Penguins Book
Grahita rata-rata mereka mendapatkan

58
Ilahi, Mohammad Takdir. 2013. Pendidikan Tarmansyah . 2007. Inklusi (Pendidikan untuk
inklusif konsep &aplikasi. Jogjakarta : Semua). Jakarta : Depdiknas
Ar-Ruzz media
Yin, Robert K. 2006. Studi Kasus Desain dan
Irmawati, Ratih. 2014. Implementasi Metode. Jakarta : PT.Raja Grafindo
Pendidikan Inklusif untuk Memperoleh Persada
Pendidikan Bermutu bagi ABK (Studi
pada SDN Sumbersari 1 Kota Malang). Sumber dari Internet :
Universitas Brawijaya : Fakultas Ilmu
Administrasi Halomalang.com. 2012. Kota malang
Dicanangkan sebagai Kota pendidikan
Kristiyanti, E. 2004. Pendidikan Inklusi : Inklusif. Malang . (diakses pada hari
harapan bagi anak-anak berkebutuhan rabu, 17 desember 2014)
khusus. Jurnal perempuan, edisi 65, hal
91-99 http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._
LUAR_BIASA/194808011974032-
Moleong, Lexy J. 2010 . Metodologi Penelitian ASTATI/JURNAL.pdf diakses pada
Kualitatif (edisi revisi). Bandung : PT. tanggal 026 januari 2015 pukl 21.36
Raja Rosdakarya
http://karyailmiah.fip.um.ac.id/wp-
Nasution, s. 2011. Sosiologi Pendidikan. content/uploads/2014/05/PEMBELAJAR
Jakarta : PT.Bumi Aksara AN-INKLUSIF-BAGI-SISWA-
BERKEBUTUHAN-KHUSUS-DI-
Ramadhan, M. 2012. Ayo Belajar Mandiri SMKN-2-MALANG.pdf diakses pada 26
Pendidikan Ketrampilan&Kecakapan januari 2015 pukul 22.06
Hidup untuk Anak Berkebutuhan Khusus.
Jogjakarta. Javalitera http://smkn2malang.sch.id diakses pada tanggal
16 Mei 2015 pukul 08.12
Ritzer, G. , Goodman, Douglas J. 2011. Teori
Sosiologi. Bantul : Kreasi Wacana http://IJDS.UB.ac.id diakses pada tanggal 11
Agustus 2015 pukul 20.22
Salim, Agus. 2006. Teori & paradigm http://repository.unib.ac.id diakses pada tanggal
penelitian sosial. Yogyakarta : Tiara 7 Agustus 2015 pukul 09.33
wacana http:// repository.usu.ac.id diakses pada tanggal
7 Agustus 2015 pukul 08.35
Sapariadi, dkk. 1982. Mengapa anak
berkelainan perlu mendapat pendidikan.
Jakarta : PN balai pustaka
Sumber lain
Smith, J. David. 2006. Inclussion, School for 1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI
All Student. Wadsworth Publishing No.70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan
Company Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki
Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan
Stubbs, S. (2002). Inclusive Education Where dan Bakat Istimewa
There are Few Resource.Rev ed. Oslo :
The Atlas Alliance. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010
tentang pengelolaan dan penyelenggaraan
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif pendidikan
dan Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta 3. Deklarasi Salamanca (UNESCO), 1994)
oleh para menteri pendidikan di seluruh
Sunanto, Juang. 2009. Implementasi Pendidikan dunia.
Inklusif di Sekolah Dasar. Bandung :
Pusat Kajian dan Inovasi Pendidikan 4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
Sekolah Pasca Sarjana UPI. tentang sistem pendidikan nasional

59
5. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 6
Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif

60

Anda mungkin juga menyukai