Anda di halaman 1dari 23

REFLEKSI KASUS

HIPEREMESIS GRAVIDARUM
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidanan RSI Sultan Agung Semarang

Disusun oleh:
Desy Failasufa
30101206604

Pembimbing:
dr. Rini Aryani, Sp.OG

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2017

HIPEREMESIS GRAVIDARUM
Pendahuluan

Sekitar 50-90% perempuan hamil mengalami keluhan mual dan muntah.


Keluhan ini biasanya disertai dengan hipersalivasi, sakit kepala, perut kembung,
dan rasa lemah pada badan. Keluhan-keluhan ini secara umum dikenal sebagai
morning sickness. Istilah ini sebenarnya kurang tepat karena 80% perempuan
hamil mengalami mual dan muntah sepanjang hari.1

Apabila mual dan muntah yang dialami mengganggu aktivitas sehari-hari


atau menimbulkan komplikasi, keadaan ini disebut hiperemesis gravidarum.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah ketonuria, dehidrasi, hipokalemia dan
penurunan berat badan lebih dari 3 kg atau 5% berat badan.1

Mual dan muntah pada kehamilan biasanya dimulai pada kehamilan


minggu ke-9 sampai ke-10, memberat pada minggu ke-11 sampai ke-13 dan
berakhir pada minggu ke-12 sampai ke-14. Hanya pada 1-10% kehamilan gejala
berlanjut melewati minggu ke-20 sampai ke-22. Pada 0,3-2% kehamilan terjadi
hiperemesis gravidarum yang menyebabkan ibu harus ditata laksana dengan rawat
inap.

Hiperemesis gravidarum jarang menyebabkan kematian, tetapi angka


kejadiannya masih cukup tinggi. Hampir 25% pasien hiperemesis gravidarum
dirawat inap lebih dari sekali. Terkadang, kondisi hiperemesis yang terjadi terus-
menerus dan sulit sembuh membuat pasien depresi. Pada kasus-kasus ekstrim, ibu
hamil bahkan dapat merasa ingin melakukan terminasi kehamilan.2

Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan hiperemesis gravidarum


antara lain hiperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya, berat badan
berlebih, kehamilan multipel, penyakit trofoblastik, nuliparitas dan merokok.

Etiopatogenesis Emesis dan Hiperemesis Gravidarum

Etiologi dan patogenesis emesis dan hiperemesis gravidarum berkaitan


erat dengan etiologi dan patogenesis mual dan muntah pada kehamilan. Penyebab
pasti mual dan muntah yang dirasakan ibu hamil belum diketahui, tetapi terdapat
beberapa teori yang mengajukan keterlibatan faktor-faktor biologis, sosial dan
psikologis. Faktor biologis yang paling berperan adalah perubahan kadar hormon
selama kehamilan. Menurut teori terbaru, peningkatan kadar human chorionic
gonadotropin (hCG) akan menginduksi ovarium untuk memproduksi estrogen,
yang dapat merangsang mual dan muntah.3 Perempuan dengan kehamilan ganda
atau mola hidatidosa yang diketahui memiliki kadar hCG lebih tinggi daripada
perempuan hamil lain mengalami keluhan mual dan muntah yang lebih berat.3-5
Progesteron juga diduga menyebabkan mual dan muntah dengan cara
menghambat motilitas lambung dan irama kontraksi otot-otot polos lambung. 4
Penurunan kadar thyrotropin-stimulating hor-mone (TSH) pada awal kehamilan
juga berhubungan dengan hiperemesis gravidarum meskipun mekanismenya
belum jelas.4,5 Hiperemesis gravidarum merefleksikan perubahan hormonal yang
lebih drastis dibandingkan kehamilan biasa.

Langkah-Langkah Diagnosis

Menegakkan Diagnosis Kehamilan dan Hiperemesis Gravidarum

Penegakan diagnosis hiperemesis gravidarum dimulai dengan


4,6
menegakkan diagnosis kehamilan terlebih dahulu Pada anamnesis dapat
ditemukan keluhan amenorea, serta mual dan muntah berat yang mengganggu
aktivitas sehari-hari. Pemeriksaan obstetrik dapat dilakukan untuk mene-mukan
tanda-tanda kehamilan, yakni uterus yang besarnya sesuai usia kehamilan dengan
konsistensi lunak dan serviks yang livid. Pemeriksaan penunjang kadar -hCG
dalam urin pagi hari dapat membantu menegakkan diagnosis kehamilan.

Tabel 1 menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan untuk membedakan


beberapa kondisi mual dan muntah dalam kehamilan.
Tabel 1. Definisi-Definisi Mual dan Muntah dalam Kehamilan

Emesis gravidarum Hiperemesis gravidarum


Mual dan muntah dikeluhkan Mual dan muntah menggang-
terus melewati 20 minggu per- ngganggu aktivitassehari-hari
tama kehamilan
Tidak mengganggu aktivitas Mual dan muntah tidak me-
sehari-hari nimbulkan komplikasi (keto-
Tidak menimbulkan komplikasi nuria, dehidrasi, hipokalemia,
Patologis penurunan berat badan
Menyingkirkan Penyebab Hiperemesis Lain

Keluhan muntah yang berat dan persisten tidak selalu menandakan


hiperemesis gravidarum. Penyebab-penyebab lain seperti penyakit
gastrointestinal, pielonefritis dan penyakit metabolik perlu dieksklusi.1 Satu
indikator sederhana yang berguna adalah awitan mual dan muntah pada
hiperemesis gravidarum biasanya dimulai dalam delapan minggu setelah hari
pertama haid terakhir. Karena itu, awitan pada trimester kedua atau ketiga
menurunkan kemungkinan hiperemesis gravidarum. Demam, nyeri perut atau
sakit kepala juga bukan merupakan gejala khas hiperemesis gravidarum.
Pemeriksaan ultrasonografi perlu dilakukan untuk mendeteksi kehamilan ganda
atau mola hidatidosa.3

Diagnosis banding hiperemesis gravidarum antara lain ulkus peptikum,


kolestasis obstetrik, perlemakan hati akut, apendisitis akut, diare akut,
hipertiroidisme dan infeksi Helicobacter pylori. Ulkus peptikum pada ibu hamil
biasanya adalah penyakit ulkus peptikum kronik yang mengalami eksaserbasi
sehingga dalam anamnesis dapat ditemukan riwayat sebelumnya. Gejala khas
ulkus peptikum adalah nyeri epigastrium yang berkurang dengan makanan atau
antasid dan memberat dengan alkohol, kopi atau obat antiinflamasi nonsteroid
(OAINS). Nyeri tekan epigastrium, hematemesis dan melena dapat ditemukan
pada ulkus peptikum.

Pada kolestasis dapat ditemukan pruritus pada seluruh tubuh tanpa adanya
ruam. ikterus, warna urin gelap dan tinja berwarna pucat disertai peningkatan
kadar enzim hati dan bilirubin.1,4,7 Pada perlemakan hati akut ditemukan gejala ke-
gagalan fungsi hati seperti hipoglikemia, gangguan pembe-kuan darah, dan
perubahan kesadaran sekunder akibat ensefalopati hepatik.4-7 Keracunan
parasetamol dan hepati-tis virus akut juga dapat menyebabkan gambaran klinis
gagal hati.

Pasien dengan apendisitis akut biasanya mengalami demam dan nyeri


perut kanan bawah. Nyeri dapat berupa nyeri tekan maupun nyeri lepas dan lokasi
nyeri dapat berpindah ke atas sesuai usia kehamilan karena uterus yang semakin
membesar. Apendisitis akut pada kehamilan memiliki tanda-tanda yang khas,
yaitu tanda Bryan (timbul nyeri bila uterus digeser ke kanan) dan tanda Alder
(apabila pasien berbaring miring ke kiri, letak nyeri tidak berubah).4

Meskipun jarang, penyakit Graves juga dapat menye-babkan hiperemesis.


Oleh karena itu, perlu dicari apakah terdapat peningkatan FT4 atau penurunan
TSH. Kadar FT4 dan TSH pada pasien hiperemesis gravidarum dapat sama
dengan pasien penyakit Graves, tetapi pasien hiperemesis tidak memiliki antibodi
tiroid atau temuan klinis penyakit Graves, seperti proptosis dan pembesaran
kelenjar tiroid. Jika kadar FT4 meningkat tanpa didapatkan bukti penyakit Graves,
pemeriksaan tersebut perlu diulang pada usia gestasi yang lebih lanjut, yaitu
sekitar 20 minggu usia gestasi, saat kadar FT4 dapat menjadi normal pada pasien
tanpa hipertiroi-disme.3,6 Pemberian propiltiourasil pada pasien hipertiroidisme
dapat meredakan gejala-gejala hipertiroidisme, tetapi tidak meredakan mual dan
muntah.

Sebuah studi lain yang menarik menemukan adanya hubungan antara


infeksi kronik Helicobacter pylori dengan terjadinya hiperemesis gravidarum.
Pada studi tersebut, sebanyak 61,8% perempuan hamil dengan hiperemesis
gravidarum menunjukkan hasil tes deteksi genom H. pylori yang positif,3 namun
studi tersebut masih kontroversial. Sebuah studi lain di Amerika Serikat
mendapatkan tidak terdapat hubungan antara hiperemesis gravidarum dengan
infeksi H. pylori.8

Deteksi Komplikasi Hiperemesis Gravidarum

Muntah yang terus-menerus disertai dengan kurang minum yang


berkepanjangan dapat menyebabkan dehidrasi. Jika terus berlanjut, pasien dapat
mengalami syok. Dehidrasi yang berkepanjangan juga menghambat tumbuh
kembang janin.4 Oleh karena itu, pada pemeriksaan fisik harus dicari apakah
terdapat abnormalitas tanda-tanda vital, seperti peningkatan frekuensi nadi (>100
kali per menit), penurunan tekanan darah, kondisi subfebris, dan penurunan
kesadaran. Selanjutnya dalam pemeriksaan fisis lengkap dapat dicari tanda-tanda
dehidrasi, kulit tampak pucat dan sianosis, serta penurunan berat badan.

Selain dehidrasi, akibat lain muntah yang persisten adalah gangguan


keseimbangan elektrolit seperti penurunan kadar natrium, klor dan kalium,
sehingga terjadi keadaan al-kalosis metabolik hipokloremik disertai hiponatremia
dan hipokalemia. Hiperemesis gravidarum yang berat juga dapat membuat pasien
tidak dapat makan atau minum sama sekali, sehingga cadangan karbohidrat dalam
tubuh ibu akan habis terpakai untuk pemenuhan kebutuhan energi jaringan.
Akibatnya, lemak akan dioksidasi. Namun, lemak tidak dapat dioksidasi dengan
sempurna dan terjadi penumpukan asam aseton-asetik, asam hidroksibutirik, dan
aseton, sehingga menyebabkan ketosis. Salah satu gejalanya adalah bau aseton
(buah-buahan) pada napas.6,9 Pada pemeriksaan laboratorium pasien dengan
hiperemesis gravidarum dapat diperoleh peningkatan relatif hemoglobin dan
hematokrit, hiponatremia dan hipokalemia, badan keton dalam darah dan
proteinuria.9

Robekan pada selaput jaringan esofagus dan lambung dapat terjadi bila
muntah terlalu sering. Pada umumnya robekan yang terjadi kecil dan ringan, dan
perdarahan yang muncul dapat berhenti sendiri. Tindakan operatif atau transfusi
darah biasanya tidak diperlukan.2,3
Perempuan hamil dengan hiperemesis gravidarum dan kenaikan berat
badan dalam kehamilan yang kurang (<7 kg) memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, kecil untuk masa
kehamilan, prematur, dan nilai APGAR lima menit kurang dari tujuh.

Menentukan Derajat Hiperemesis Gravidarum

Hiperemesis gravidarum dapat diklasifikasikan secara klinis menjadi


hiperemesis gravidarum tingkat I, II dan III. Hiperemesis gravidarum tingkat I
ditandai oleh muntah yang terus-menerus disertai dengan penurunan nafsu makan
dan minum. Terdapat penurunan berat badan dan nyeri epigas-trium. Pertama-
tama isi muntahan adalah makanan, kemudian lendir beserta sedikit cairan
empedu, dan dapat keluar darah jika keluhan muntah terus berlanjut. Frekuensi
nadi meningkat sampai 100 kali per menit dan tekanan darah sistolik menurun.
Pada pemeriksaan fisis ditemukan mata cekung, lidah kering, penurunan turgor
kulit dan penurunan jumlah urin.4

Pada hiperemesis gravidarum tingkat II, pasien me-muntahkan semua


yang dimakan dan diminum, berat badan cepat menurun, dan ada rasa haus yang
hebat. Frekuensi nadi berada pada rentang 100-140 kali/menit dan tekanan darah
sistolik kurang dari 80 mmHg. Pasien terlihat apatis, pucat, lidah kotor, kadang
ikterus, dan ditemukan aseton serta bilirubin dalam urin.4

Hiperemesis gravidarum tingkat III sangat jarang terjadi. Keadaan ini


merupakan kelanjutan dari hiperemesis gravidarum tingkat II yang ditandai
dengan muntah yang berkurang atau bahkan berhenti, tetapi kesadaran pasien
menurun (delirium sampai koma). Pasien dapat mengalami ikterus, sianosis,
nistagmus, gangguan jantung dan dalam urin ditemukan bilirubin dan protein.3,4

Tata Laksana Emesis Gravidarum

Tata Laksana Awal


Tata laksana awal dan utama untuk mual dan muntah tanpa komplikasi
adalah istirahat dan menghindari makanan yang merangsang, seperti makanan
pedas, makanan berlemak, atau suplemen besi.1,3 Perubahan pola diet yang
sederhana, yaitu mengkonsumsi makanan dan minuman dalam porsi yang kecil
namun sering cukup efektif untuk mengatasi mual dan muntah derajat ringan. 1
Jenis makanan yang direkomen-dasikan adalah makanan ringan, kacang-
kacangan, produk susu, kacang panjang, dan biskuit kering. Minuman elektrolit
dan suplemen nutrisi peroral disarankan sebagai tambahan untuk memastikan
terjaganya keseimbangan elektrolit dan pemenuhan kebutuhan kalori. Menu
makanan yang banyak mengandung protein juga memiliki efek positif karena
bersifat eupeptic dan efektif meredakan mual.3 Manajemen stres juga dapat
berperan dalam menurunkan gejala mual.1,2,3

Tata Laksana Farmakologis

Pada emesis gravidarum, obat-obatan diberikan apabila perubahan pola


makan tidak mengurangi gejala, sedangkan pada hiperemesis gravidarum, obat-
obatan diberikan setelah rehidrasi dan kondisi hemodinamik stabil. 3 Pemberian
obat secara intravena dipertimbangkan jika toleransi oral pasien buruk. 7 Obat-
obatan yang digunakan antara lain adalah vita-min B6 (piridoksin), antihistamin
dan agen-agen prokinetik.

(ACOG) merekomendasikan 10 mg piridoksin ditambah 12,5 mg


doxylamine per oral setiap 8 jam sebagai farmakoterapi lini pertama yang aman
dan efektif.3,10 Dalam sebuah ran-domized trial, kombinasi piridoksin dan
doxylamine terbukti menurunkan 70% mual dan muntah dalam kehamilan.
Suplementasi dengan tiamin dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi berat hiperemesis, yaitu Wernickes encephalopathy. Komplikasi ini
jarang terjadi, tetapi perlu diwaspadai jika terdapat muntah berat yang disertai
dengan gejala okular, seperti perdarahan retina atau hambatan gerakan
ekstraokular.11

Antiemetik konvensional, seperti fenotiazin dan ben-zamin, telah terbukti


efektif dan aman bagi ibu. Antiemetik seperti proklorperazin, prometazin,
klorpromazin menyem-buhkan mual dan muntah dengan cara menghambat
postsyn-aptic mesolimbic dopamine receptors melalui efek anti-kolinergik dan
penekanan reticular activating system. Obat-obatan tersebut dikontraindikasikan
terhadap pasien dengan hipersensitivitas terhadap golongan fenotiazin, penyakit
kardiovaskuler berat, penurunan kesadaran berat, depresi sistem saraf pusat,
kejang yang tidak terkendali, dan glaukoma sudut tertutup. Namun, hanya
didapatkan sedikit informasi mengenai efek terapi antiemetik terhadap janin.10

Fenotiazin atau metoklopramid diberikan jika pengobatan dengan


antihistamin gagal. Prochlorperazine juga tersedia dalam sediaan tablet bukal
dengan efek samping sedasi yang lebih kecil. Dalam sebuah randomized trial,
metoklopramid dan prometazin intravena memiliki efektivitas yang sama untuk
mengatasi hiperemesis, tetapi metoklopramid memiliki efek samping mengantuk
dan pusing yang lebih ringan.12 Studi kohort telah menunjukkan bahwa
penggunaan metoklopramid tidak berhubungan dengan malformasi kongenital,
berat badan lahir rendah, persalinan preterm, atau kematian peri-natal.13 Namun,
metoklopramid memiliki efek samping tar-dive dyskinesia, tergantung durasi
pengobatan dan total dosis kumulatifnya. Oleh karena itu, penggunaan selama
lebih dari 12 minggu harus dihindari.

Antagonis reseptor 5-hydroxytryptamine3 (5HT3) seperti ondansetron


mulai sering digunakan, tetapi informasi mengenai penggunaannya dalam
kehamilan masih terbatas. Seperti metoklopramid, ondansetron memiliki
efektivitas yang sama dengan prometazin, tetapi efek samping sedasi ondansetron
lebih kecil.14 Ondansetron tidak meningkatkan risiko malformasi mayor pada
penggunaannya dalam trimes-ter pertama kehamilan.1,3

Droperidol efektif untuk mual dan muntah dalam kehamilan, tetapi


sekarang jarang digunakan karena risiko pemanjangan interval QT dan torsades
de pointes. Peme-riksaan elektrokardiografi sebelum, selama dan tiga jam setelah
pemberian droperidol perlu dilakukan.3

Untuk kasus-kasus refrakter, metilprednisolon dapat menjadi obat pilihan.


Metilprednisolon lebih efektif daripada promethazine untuk penatalaksanaan mual
dan muntah dalam kehamilan, namun tidak didapatkan perbedaan dalam tingkat
perawatan rumah sakit pada pasien yang mendapat metil-prednisolon dengan
plasebo. Hanya sedikit bukti yang menyatakan kortikosteroid efektif. 15 Dalam dua
RCT kecil, tidak didapatkan kegunaan metilprednisolon ataupun plasebo, tetapi
kelompok steroid lebih sedikit mengalami re-admission.16 Efek samping
metilprednisolon sebagai sebuah glukokortikoid juga patut diperhatikan. Dalam
sebuah metaanalisis dari empat studi, penggunaan glukokortikoid sebelum usia
gestasi 10 minggu berhubungan dengan risiko bibir sumbing dan tergantung dosis
yang diberikan. Oleh karena itu, penggunaan glukokortikoid direkomen-dasikan
hanya pada usia gestasi lebih dari 10 minggu.

Obat-obat yang dapat digunakan untuk tatalaksana hiperemesis


gravidarum dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Obat-obatan untuk Tata Laksana Mual dan Muntah dalam


Kehamilan3

FDA kepanjangan dari Food and Drug Administration. Kategori obat menurut
FDA adalah sebagai berikut: A, berdasarkan studi kontrol tidak didapatkan risiko;
B, tidak terbukti berisiko untuk manusia; C, risiko tidak dapat disingkirkan; D,
terbuki berisiko; dan X, kontraindikasi pada kehamilan.

Efek
Agen Dosis Oral Sedang Kategori Keterangan

Vitamin B6 atau kombinasi


vitamin B6-antihis tamin
Vitamin B6 direkomendasikan sebagai
(piridoksin) 10-25 mg setiap 8 jam A terapi lini pertama

Piridoksin, 10-25 mg setiap 8


jam; doxy lamine, 25 mg
sebelum tidur, 12,5 mg pada
Kombinasi pagi hari jika dibutuhkan
vitamin B6- ditambah 12,5 mg pada siang
doxylamine hari jika dibutuhkan Sedasi A

Antihista
min Sedasi
Doxylamine 12,5-25 mg setiap 8 jam A

Diphenhydramin
e 25-50 mg setiap 8 jam B

Meclizine 25 mg setiap jam B

Hydroxyzine 50 mg setiap 4-6 jam C

Dimenhydrinate 50-100 mg setiap 4-6 jam B

Gejala
ekstrapi
ramidal,
Phenothiazine sedasi

Kerusakan jaringan berat


dengan pemberian intravena;
lebih disarankan pemberian
oral, rec tal, atau
Promethazine 25 mg setiap 4-6 jam C intramuskular

Prochlorperazine 5-10 mg setiap 6 jam C

Antagonis
dopamine

Pemberian obat lebih dari 12


Tardive minggu mening katkan risiko
Metoclopramide 10 mg setiap 6 jam dyskinesia B Tardive dyskinesia

Konstipasi,
Antagonis diare, sakit
reseptor kepala,
Serotonin fatigue

Ondansetron 4-8 mg setiap jam B

Glukokortikoid

Sedikit
meningkat
kan risiko
bibir sum
bing jika Jangan digunakan sebelum
digunakan usia gestasi 10 ming gu;
16 mg setiap 8 jam selama 3 sebelum 10 durasi maksimum terapi 6
hari, kemu dian dosis minggu usia minggu untuk membatasi
Metilprednison diturunkan selama 2 minggu gestasi C efek samping serius
Ekstrak jahe 125-250 mg setiap jam Refluks, C
heartburn

Jahe dapat ditambahkan sebagai terapi farmakologi dalam setiap tahap.


Pada setiap tahap, nutrisi enteral atau parenteral dapat dipertimbangkan jika
terjadi dehidrasi atau penurunan berat badan persisten.

Tata Laksana Hiperemesis Gravidarum

Penatalaksanaan utama hiperemesis gravidarum adalah rehidrasi dan


penghentian makanan peroral. Pemberian antiemetik dan vitamin secara intravena
dapat dipertim-bangkan sebagai terapi tambahan. Penatalaksanaan farma-kologi
emesis gravidarum dapat juga diterapkan pada kasus hiperemesis gravidarum.

Tata Laksana Awal

Pasien hiperemesis gravidarum harus dirawat inap di rumah sakit dan


dilakukan rehidrasi dengan cairan natrium klorida atau ringer laktat, penghentian
pemberian makanan per oral selama 24-48 jam, serta pemberian antiemetik jika
dibutuhkan. Penambahan glukosa, multivitamin, magnesium, pyridoxine, atau
tiamin perlu dipertimbangkan.1,3 Cairan dekstrosa dapat menghentikan pemecahan
lemak.7 Untuk pasien dengan defisiensi vitamin, tiamin 100 mg diberikan sebelum
pemberian cairan dekstrosa. Penatalaksanaan di-lanjutkan sampai pasien dapat
mentoleransi cairan per oral dan didapatkan perbaikan hasil laboratorium.1,3

Pengaturan Diet

Untuk pasien hiperemesis gravidarum tingkat III, diberikan diet


hiperemesis I. Makanan yang diberikan berupa roti kering dan buah-buahan.
Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam setelah makan. Diet
hiperemesis kurang mengandung zat gizi, kecuali vitamin C, sehingga diberikan
hanya selama beberapa hari.4

Jika rasa mual dan muntah berkurang, pasien diberikan diet hiperemesis II.
Pemberian dilakukan secara bertahap untuk makanan yang bernilai gizi tinggi.
Minuman tidak diberikan bersama makanan. Diet hiperemesis II rendah dalam
semua zat gizi, kecuali vitamin A dan D.4

Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis


ringan. Pemberian minuman dapat diberikan bersama makanan. Diet ini cukup
dalam semua zat gizi, kecuali kalsium.4

Terapi Alternatif

Terapi alternatif seperti akupunktur dan jahe telah diteliti untuk


penatalaksanaan mual dan muntah dalam kehamilan. Akar jahe (Zingiber
officinale Roscoe) adalah salah satu pilihan nonfarmakologik dengan efek yang
cukup baik. Bahan aktifnya, gingerol, dapat menghambat pertumbuhan seluruh
galur H. pylori, terutama galur Cytotoxin associated gene (Cag) A+ yang sering
menyebabkan infeksi. Empat random-ized trials menunjukkan bahwa ekstrak jahe
lebih efektif daripada plasebo dan efektivitasnya sama dengan vitamin B6. Efek
samping berupa refluks gastroesofageal dilaporkan pada beberapa penelitian,
tetapi tidak ditemukan efek samping signifikan terhadap keluaran kehamilan. 15,17
Dosisnya adalah 250 mg kapsul akar jahe bubuk per oral, empat kali sehari.

Terapi akupunktur untuk meredakan gejala mual dan muntah masih


menjadi kontroversi. Penggunaan acupressure pada titik akupuntur Neiguan P6 di
pergelangan lengan menunjukkan hasil yang tidak konsisten dan penelitiannya
masih terbatas karena kurangnya uji yang tersamar. Dalam sebuah studi yang
besar didapatkan tidak terdapat efek yang menguntungkan dari penggunaan
acupressure,4 namun The Systematic Cochrane Review mendukung penggunaan
stimulasi akupunktur P6 pada pasien tanpa profilaksis antiemetik. Stimulasi ini
dapat mengurangi risiko mual.18 Terapi stimulasi saraf tingkat rendah pada aspek
volar pergelangan tangan juga dapat menurunkan mual dan muntah serta
merangsang kenaikan berat badan.15,19

Penatalaksanaan pada Kasus Refrakter

Jika muntah terus berlangsung (persisten) pada tata laksana yang


maksimal, kita harus kembali ke proses diagno- sis dan mencari adanya penyebab
lain seperti gastroenteri-tis, kolesistitis, pankreatitis, hepatitis, ulkus peptikum,
pielonefritis dan perlemakan hati.2020

Nutrisi enteral harus dipikirkan jika terdapat muntah yang berkepanjangan,


namun harus diingat bahwa total parenteral nutrition (TPN) selama kehamilan
meningkatkan risiko sep-sis dan steatohepatitis, terutama akibat penggunaan
emulsi lipid. Oleh karena itu, TPN sebaiknya hanya diberikan pada pasien dengan
penurunan berat badan signifikan (>5% berat badan) yang tidak respon dengan
antiemetik dan tidak dapat ditatalaksana dengan nutrisi enteral.1,20

Evaluasi Keberhasilan Terapi

Tujuan terapi emesis atau hiperemesis gravidarum adalah untuk mencegah


komplikasi seperti ketonuria, dehidrasi, hipokalemia dan penurunan berat badan
lebih dari 3 kg atau 5% berat badan.1 Jika sudah terjadi komplikasi, perlu
dilakukan tata laksana terhadap komplikasi tersebut.

Penilaian keberhasilan terapi dilakukan secara klinis dan laboratoris.


Secara klinis, keberhasilan terapi dapat dinilai dari penurunan frekuensi mual dan
muntah, frekuensi dan intensitas mual, serta perbaikan tanda-tanda vital dan
dehidrasi. Parameter laboratorium yang perlu dinilai adalah perbaikan
keseimbangan asam-basa dan elektrolit.

Penutup

Diagnosis dan penatalaksanaan mual dan muntah dalam kehamilan yang


tepat dapat mencegah komplikasi hipe-remesis gravidarum yang membahayakan
ibu dan janin. Ketepatan diagnosis sangat penting, karena terdapat sejumlah
kondisi lain yang dapat menyebabkan mual dan muntah dalam kehamilan. Tata
laksana komprehensif dimulai dari istirahat, modifikasi diet dan menjaga asupan
cairan. Jika terjadi komplikasi hiperemesis gravidarum, penata-laksanaan utama
adalah pemberian rehidrasi dan perbaikan elektrolit. Terapi farmakologi dapat
diberikan jika dibutuhkan, seperti piridoksin, doxylamine, prometazin, dan meto-
klopramin dengan memperhatikan kontraindikasi dan efek sampingnya. Beberapa
terapi alternatif sudah mulai diteliti untuk penata-laksanaan hiperemesis
gravidarum, seperti ekstrak jahe dan akupuntur, dengan hasil yang bervaria

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

A. IDENTITAS
Nama penderita : Ny. D
Umur : 33 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
No. RM : 01312675
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
Alamat : Jl. Taman Kumudasmoro 21 Bongsari, Semarang
Barat
Tanggal Masuk : 27 Maret 2017
Ruang : Baitunnissa II

B. ANAMNESA
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 28 Maret 2017
1. Keluhan Utama
Mual muntah
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien G4P2A1 hamil 15 minggu datang ke IGD RISA dengan keluhan
mual muntah sejak 1 minggu yang lalu dan semakin memberat 3 hari yang
lalu. Mual muntah dirasakan terus menerus lebih dari 10 kali perhari
dengan volume 1/4 1/2 gelas belimbing. Muntah berisi makanan, kadang
disertai darah dan lendir. Muntah diperberat ketika pagi hari serta saat
pasien mengkonsumsi makanan atau minuman manis dan berkurang saat
istirahat. Pasien juga mengeluh nyeri pada ulu hati. Berat badan pasien
turun kurang lebih 2 kg. Pasien merasa badannya lemah sehingga hanya
bisa berbaring di tempat tidur. BAK sedikit serta tidak bisa BAB lancar
selama 5 hari. Demam (-), BAB berdarah (-), nyeri perut kanan bawah (-),
riwayat pingsan (-), perdarahan jalan lahir (-).

3. Riwayat Haid
- Menarche : umur 15 tahun
- Siklus haid : 28 hari, teratur
- Lama haid : 7 hari
- Dismenore : (+)
4. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah yang pertama kali dengan suami sekarang.
Usia pernikahan 13 tahun.
5. Riwayat Kehamilan
- HPHT : 12 Desember 2016
- HPL : 19 september 2017
- UK : 15 minggu
Satu bulan setelah terlambat haid pasien melakukan tes kehamilan
dengan test pack dan ternyata hasilnya positif. Kemudian pasien
periksa ke bidan dan dinyatakan hamil
6. Riwayat Obstetri
G4P2A1 hamil 15 minggu
G1 : Perempuan, 12 tahun, 2800 gram, spontan bidan
G2 : Laki-laki, 4,5 tahun, 3500 gram, spontan bidan
G3 : Abortus
G4 : Hamil ini
7. Riwayat ANC
ANC dilakukan 2 kali di bidan dan pasien mendapatkan zat penambah
darah dan multivitamin , tidak ada pesan-pesan khusus
8. Riwayat KB
Pasien pernah menggunakan KB suntik 3 bulan selama 2 tahun
9. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Penyakit Paru : disangkal
Riwayat DM : disangkal
10. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Penyakit Paru : disangkal
Riwayat DM : disangkal
11. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, suami pasien bekerja sebagai
karyawan swasta . Biaya pengobatan ditanggung BPJS.

C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Present
Keadaan Umum : Tampak lemah
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign :
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit TB : 150 cm
RR : 21 x/menit BB : 43 Kg
Suhu : 36,7 0C

b. Status Internus

- Mata : Conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), mata


sedikit cekung
- Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (+), lidah kotor (-)
- Tenggorokan : Faring hiperemis (-), pembesaran tonsil (-)
- Leher :Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-),
pembesaran tiroid (-)
- Kulit : Turgor kembali lambat (-), ptekiae (-)
- Mammae : Simetris, benjolan abnormal (-), hiperpigmentasi
areola (+), puting menonjol (+).
- Pulmo
Inspeksi : Pergerakan hemithorax dextra dan sinistra
simetris
Palpasi : Stem fremitus dextra dan sinistra sama,
nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)
- Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : tidak dilakukan.
Auskultasi : suara tambahan (-)
- Abdomen
Inspeksi : Cembung, pembesaran
uterus terlihat 3 jari di atas simfisis pubis,
striae gravidarum (-), linea nigra (-), bekas
operasi (-).
Auskultasi : bising usus (+), DJJ tidak dilakukan
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Nyeri tekan perut bawah (-)

- Extremitas
Superior Inferior

Oedem -/- -/-


Varises -/- -/-
Reflek fisiologis +/+ +/+
Reflek patologis -/- -/-

Status Obstetri

Abdomen

Inspeksi : Perut cembung (+) striae gravidarum (-) linea nigra (+), bekas
operasi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Leopold belum bisa dilakukan, TFU 3 jari di atas
simfisis pubis
Auskultasi/Djj : Tidak dilakukan

Genitalia
Eksterna
Tidak dilakukan
Interna (VT)
Tidak dilakukan

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah (tanggal 27 Maret 2017)
Hematologi
Hb : 12,6 g/dL
Hematokrit : 37,6 %
Leukosit : 16,01 /uL
Trombosit : 225.000 /uL

Imunoserologi
HbsAg :(-)

Kimia
Gula Darah Sewaktu : 114 mg/dl

E. RESUME
- Pasien G4P2A1 usia 33 tahun hamil 15 minggu datang ke IGD RSISA
dengan keluhan mual dan muntah sejak 1 minggu yang lalu. Frekuensi
muntah lebih dari 10 kali perhari, serta volumenya sekitar hingga
gelas belimbing. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada ulu hati, lemah,
berat badan menurun 2 kg, sera BAK sedikit.
- Riwayat Kehamilan
o HPHT : 12 Desember 2016
o HPL : 19 september 2017
o UK : 15 minggu
Satu bulan setelah terlambat haid pasien melakukan tes kehamilan
dengan test pack dan ternyata hasilnya positif. Kemudian pasien periksa
ke bidan dan dinyatakan hamil.
- Status Present : pasien tampak lemah
TD : 100/70 mmHg

Nadi : 90 x/menit

RR : 21 x/menit

Suhu : 36,7 0C
- Status Internus : tampak tanda-tanda kehamilan yang tidak pasti serta
tanda-tanda dehidrasi ringan.
- Status Ginekologi
Abdomen
Inspeksi : Perut cembung (+) striae gravidarum (-) linea nigra (+),
bekas operasi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Leopold belum bisa dilakukan, TFU 3 jari di
atas simfisis pubis
Auskultasi/Djj : Tidak dilakukan

Genitalia
Eksterna : Tidak dilakukan
Interna (VT) : Tidak dilakukan
Pemeriksaan penunjang : dbn

F. DIAGNOSA
Pasien wanita 33 tahun G4P2A1 gravida 15 minggu dengan
Hiperemesis gravidarum tingkat I
G. SIKAP
Rawat Inap
Infus RL 20 tpm
Monitoring KU, Vital sign dan frekuensi muntah
Terapi medikamentosa :
1. Vit. B complex (B1, B6, B12)
2. Vit. C 200mg/hari/infus
3. Anti emetik (ondancetron 3 x 8 mg)
Terapi non medikamentosa
1. Diet sering namun sedikit-sedikit
2. Diet tinggi karbohidrat, tinggi protein, rendah lemak
3. Perbanyak konsumsi cairan

H. PROGNOSA
Kehamilan : dubia

I. EDUKASI
a. Rawat inap dan tirah baring
b. Memberitahu kondisi ibu dan janin pada keluarga
c. Pemberian makan dalam jumlah sedikit, namun frekuensi sering.
d. Menghindari makanan asam,pedas, serta berlemak.
e. Minum cairan dalam jumlah adekuat.
f. Memberi tahu untuk kontrol satu minggu setelah keluar dari RS.
g. Nutrisi lebih ditingkatkan bila ada keluhan mual muntah terus menerus
bertambah berat datang kembali ke RS
DAFTAR PUSTAKA

1. Wibowo B, Soejoenoes A. Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Wiknjosastro


H. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Cetakan ketujuh. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2005. hal 275-279
2. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran Jilid Pertama. Edisi ketiga.
Jakarta: Media Aesculapius FKUI. 2001. hal 259-260

3. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC. 2004

4. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Ilmu Kesehatan


Reproduksi: Obstetri Patologi. Edisi kedua. Jakarta: EGC. 2004. hal 64-67

5. Achadiat CM. Prosedur tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC:


2004. hal 72-74

6. Manuaba IBD. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi


dan KB. Jakarta: EGC. 2001. hal 397-401

7. Hartanto H. Penyakit Saluran Cerna. Dalam: Cunningham FG. Obstetric


Williams. Edisi ke-21. Jakarta: EGC. 2005. hal 1424-1425

8. Cunningham FG. Obstetric Williams. Edisi ke-22. McGraw-Hill


Companies, Inc. 2007

9. Swenson KL, Chisholm C. Renal, Hepatic, and Gastrointestinal Disorders


and Systemic Lupus Erythematous in Pregnancy. Dalam: Brandon J, dkk.
The John Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics Edisi ke 2. USA:
Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2002

10. Moeloek FA. Hiperemesis Gravidarum. Standar Pelayanan Medik:


Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. 2006. hal 21-22

Anda mungkin juga menyukai