Anda di halaman 1dari 15

NAMA : Regina Paranggian Lumbantoruan

NIM : 04011281320009

KELAS :A

KELOMPOK :2

SKENARIO/BLOK : D / 28

ANALISIS MASALAH
1. Ny. N umur 30 tahun, seorang janda dengan 3 orang anak, bekerja sebagai asisten
rumah tangga, sejak 1 hari ini mengalami sesak nafas makin berat sampai harus
duduk, sesak disertai suara mengi dan tidak ada perbaikan dengan obat yang
dipakainya, lalu diantar oleh tetangganya ke unit gawat darurat RSMH
a. Bagaimana hubungan usia, jenis kelamin, dan pekerjaan pada kasus?
Insiden asma pada perempuan lebih tinggi daripada asma pada laki-laki.

b. Mengapa tidak ada perbaikan dari obat yang dipakai?

2. Sudah satu bulan ini Ny. N juga mengalami gejala sesak yang timbul hampir setiap
hari dan terbangun malam hari karena sesaknya rata-rata 2 kali dalam seminggu.
Ny. N hanya memakai inhaler pelega sesak setiap hari tetapi tidak memakai obat
inhaler untuk mencegah serangan. Sesak ini mengganggu aktifitas sehari-hari Ny. N.
a. Bagaimana farmakologi dari obat inhaler?
Antialergika: zat-zat yang berkhasiat menstabilisasi mastcells, sehingga tidak
pecah dan mengakibatkan terlepasnya histamine dan mediator peradang lainnya
yang terkenal adalah kromoglikat dan nedocromil, tetapi juga antihstaminnika
(ketotipen, oksatomida) dan 2-adrenergika (lemah) memiliki daya kerja ini. Obat
ini sangat berguna untuk prefensi serangan asma dan rhinitis alergis (hay fever).
Penggunaan kromoglikat sangat efektif sebagai obat pencegah serangan asma dan
bronchitis yang bersifat alergi serta conjunctivitis alergi dan alergi akibat makanan.
Untuk profilaksis yang layak, obat ini perlu diberikan minimal 4 kali sehari yang
efeknya baru menjadi nyata sesudah 2-4 minggu. Pada serangan akut kromolin
tidak efektif karena tidak memblok reseptor histamine. Resorpsi didalam usus tidak
terjadi, dari suatu dosis inhalasi (serbuk halus) senyawa ini hanya 5-10% mencapai
bronchi dan diserap, yang segera diekskresikan lewat kemih dan empedu secara
utuh. Efek samping dari obat ini berupa rangsangan local pada selaput lender
tenggorokan dan tracea, dengan gejala batuk-batuk, kadang-kadang kejang, dan
serangan asma sewaktu-waktu. Untuk mencegah hal ini dapat digunakan inhalasi
salbutamol terlebih dahulu. Rangsangan mukosa dapat terjadi pada penggunaan
nasal (Rynacrom, Lomusol) dan pada mata. Wanita hamil dapat menggunakan
kromoglikat. Dosis inhalasi minimal 4 dd 1 puff (20 mg) sebagai serbuk halus
dengan menggunakan alat khusus (spinhaler) atau sebagai larutan (aerosol). Nasal
4 dd 10 mg serbuk dan untuk mata 4-6 dd 1-2 tetes dari larutan 2%.

Bronkodilator
Pelepasan kejang dan bronchodilasi dapat dicapai dengan dengan merangsang
adrenergic dengan adrenergika atau melalui penghambatan sistim kolinergis
dengan antikolinergika, juga dengan teofilin.
a. agonis adrenerrgik atau (-mimetika)
salbutamol,terbutalin, klenbuterol, salmeterol, fenoterol, formoterol dan prokaterol.
Contoh :
o Kerja singkat (1-3 jam): epinefrin, isoproterenol, isoetarin
o Kerja sedang (3-6 jam): salbutamol, bitolterol, fenoterol, metaproterenol.
pributerol, terbutalin.
o Kerja lama (lebih dari 12 jam): formoterol, salmeterol, bambuterol.
Zat zat ini bekerja selktif tehadap reseptor adrenergic (bronchospasmolysis) dan
praktis tidak terhadap reseptor 1 (stimulasi jantung). Obat dengan efek terhadap
kedua reseptor sebaiknya jangan digunakan lagi berhubung efeknya terhadap
jantung. Seperti efedrin,isoprenalin, dan orsiprenalin.pengecualian ada adrenalin
(reseptor- dan ) dan yang sangat efektif pada keadaan kemelut.
Mekanisme kerjannya adalah melaui stimulasi reseptor 2 yang banyak
terdapat di trachea (batang tenggorok dan bronchi yang menyebabkan aktivasi dari
adenilsiklase.Enzim ini memperkuat pengubahan adenosintrifosfat (ATP) yang
kaya energi menjadi cyclic-adenosine-monophosphape (cAMP) dengan
pembebasan enersi yang digunakan proses-proses dalam sel.Meningkatnya kadar
(cAMP) didalam sel menghasilkan beberapa efek melalui enzim fosfokinase.
Farmakodinamika : Zat zat ini bekerja selektif terhadap reseptor beta-2
adrenergik (bronchospasmolysis) dan praktis tidak terhadap reseptor beta-1
(stimulasi jantung).
Indikasi : Untuk mencegah dan untuk mengatasi bronkospasme.
Farmakokinetik : diadsorbsi minimal dari saluran cerna,tidak melintasi blood-
brain barier ,dimetabolisme secara ekstensif dalam hepar menjadi metabolit in
aktif,dieksresi secara cepat melaui urin dan feses.
Efek samping :
1. Kerja pendek: mulut kering,tremors,tachycardia,paradoxial bronchospasm
2. Kerja lama: bronchospasm, tachycardia
Penggunaanya semula sebagai monoterapi kontinu,yang ternyata berangsur
meningkatkan HRB dan akhirnya memperburuk fungsi paru karena tidak
menanggulangi peradangan dan peningkatan kepekaan bagi allergen. Pada pasien
alergis.oleh karena itu sejak beberapa tahun sejak beberapa tahun hanya untuk
melawan serangan dan sebagai pemeliharaan dalam kombinasi dengan zat anti
radang yaitu kortikosteroid inhalasi. Salbutamol dan butalin dapat di gunakan oleh
wanita hamil,begitu pula penoterol dan hekso-prenalin settelah minggu ke
16.salbutamol, terbutalin dan salmeterol mencapaiair susu ibu.dari obat lainnya
belum terdapat data untuk menilai keamanannya tetapi cukup pada binatang
percobaan salmeterol ternyata merugikan janin.

3. Ayah Ny. N juga menderita penyakit yang samasedangkan bibinya sering gatal-
gatal bila makan udang atau ikan laut. Kakanya sering bersin-bersin, hidung
mengeluarkan secret encer bila terhirup debu atau tercium bau yang menyengat.
a. Apa hubungan riwayat keluarga dengan keluhan sesak pada Ny. N?
Beberapa orang terlahir dengan risiko membawa penyakit asma, sementara pada
orang lain tidak. Seseorang yang mempunyai riwayat asma pada keluarganya memiliki
risiko terkena asma lebih besar.

4. HIPOTESIS: Ny. N berumur 30 tahun seorang janda dengan 3 anak, mengalami


sesak nafas et causa serangan asma.

a. Apa pemeriksaaan penunjang pada kasus?

Spirometri: dengan cara melihat respon pasien setelah diberikan obat


bronkodilator. Jika diberikan bronkodilator (dengan cara menghirupnya berupa
nebulizer atau inhaler), pasien mengalami peningkatan VEP 1 (Volume Ekspirasi
Paksa pada detik pertama) atau KVP (Kapasitas Vital Paksa) sebesar 20% maka
menunjukkan diagnosa asma. Sedangkan jika respons kurang dari 20% maka tidak
dikatakan sebagai asma.

Uji Kulit: tujuannya untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik dalam
tubuh. IgE pada alergi dikenal sebagai antibodi reagin.

Uji Provokasi Bronkus (Saluran Udara Penghubung Paru dan Trakea): dengan
cara melakukan uji provokasi dengan metakolin, histamin, udara yang dingin,
larutan garam hipertonik, histamin, kegiatan jasmani ataupun dengan aqua destilata.

Uji Sputum: pada asma melihat adanya sputum eosinofil, sedangkan pada
bronkitis kronik sangat dominan dengan sputum neutrofil.

Uji Eosinofil Total: dalam darah jumlah eosinofil total mengalami


peningkatan. Hal ini yang membedakan antara asma dan bronkitis.

Uji IgE Spesifik dan IgE Total pada Sputum: ini dilakukan apabila uji kulit
hasilnya kurang dapat dipercaya/tidak dapat dilakukan

Foto Thorax (dada): agar dapat menyingkirkan penyebab lain obstruksi pada
saluran nafas.

Uji Gas Darah: hanya dilakukan pada pasien yang mengalami asma berat.
Terjadi hipoksemia dan hiperkapnea (PaCO2 <35 atau >45mmHg).

b. Apa saja derajat asma?

Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran


klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat
inhalasi -2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol
asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu
pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan
adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut
berat-ringannya asma yang sangat penting dalam penatalaksanaannya.

Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan
(akut).
1. Asma saat tanpa serangan

Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari:
1) Intermitten
2) Persisten ringan
3) Persisten sedang
4) Persisten berat

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang
dewasa

Derajat asma Gejala Gejala Faal paru


mala
m

Intermitten Bulanan APE80%

- G 2 -
ejala<1x/minggu kali VEP180%
. sebula nilai
- T n prediksi
anpa gejala APE80%
diluar serangan. nilai
- S terbaik.
erangan singkat.
-
Variabiliti
APE<20
%.
Persisten Mingguan APE>80
ringan %

- G >2 -
ejala>1x/minggu kali VEP180%
tetapi<1x/hari. sebula nilai
- S n prediksi
erangan dapat APE80%
mengganggu nilai
aktifiti dan tidur terbaik.
-
Variabiliti
APE 20-
30%.
Persisten Harian APE 60-
sedang 80%

- G >2 -
ejala setiap hari. kali VEP1
- S sebula 60-
erangan n 80%
mengganggu nilai
aktifiti dan tidur. predik
- M si
embutuhkan APE
bronkodilator 60-
setiap hari. 80%
nilai
terbai
k.
-
Variabiliti
APE>30%.
Persisten berat Kontinyu APE 60
%

- G Sering -
ejala terus VEP160%
menerus nilai
- S prediksi
ering kambuh APE60%
- A nilai
ktifiti fisik terbaik
terbatas
-
Variabiliti
APE>30
%
Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Asma Pedoman & Penatalaksanaan di
Indonesia, 2004

Sedangkan pada anak, secara arbiteri Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA)
mengklasifikasikan derajat asma menjadi:

1) Asma episodik jarang


2) Asma episodik sering
3) Asma persisten(1)

Tabel 2. Klasifikasi derajat asma pada anak

Parameter Asma Asma Asma persisten


klinis, episodi episod
k ik
kebutuhan obat
jarang sering
dan faal paru
asma

1 Frekuensi <1x/bu >1x/b Sering


serangan lan ulan

2 Lama <1min >1min Hampir


serangan ggu ggu sepanjang tahun,
tidak ada periode
bebas serangan

3 Intensitas Biasan Biasan Biasanya berat


serangan ya ya
ringan sedan
g

4 Diantara Tanpa Sering Gejala siang dan


serangan gejala ada malam
gejala

5 Tidur dan Tidak Sering Sangat


aktifitas terggan tergga tergganggu
ggu nggu

6 Pemeriksaa Normal Mung Tidak pernah


n fisik ( tidak kin normal
diluar ditemu tergga
serangan kan nggu
kelaina
(ditem
n)
ukan
kelain
an)

7 Obat Tidak Perlu Perlu


pengendali perlu
(anti
inflamasi)

8 Uji faal PEFata PEFat PEVatauFEV<60


paru(diluar uFEV1 auFE %
serangan) >80% V1<60
-80%

9 Variabilitas Variabi Variab Variabilitas 20-


faal litas>1 ilitas> 30%.
paru(bila 5% 30%
Variabilitas >50%
ada
serangan)

PEF=Peak expiratory flow (aliran ekspirasi/saat membuang napas puncak),

FEV1=Forced expiratory volume in second (volume ekspirasi paksa dalam 1 detik)


Sumber : Rahajoe N, dkk. Pedoman Nasional Asma Anak, UKK Pulmonologi, PP
IDAI, 2004

2. Asma saat serangan

Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang


digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan.
Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma
berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium.
Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut
meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat. (1)

Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut).
Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan
saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami
serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan
kematian.

Dalam melakukan penilaian berat-ringannya serangan asma, tidak harus lengkap


untuk setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam
menangani pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang
ada. Penilaian tingkat serangan yang lebih tinggi harus diberikan jika pasien
memberikan respon yang kurang terhadap terapi awal, atau serangan memburuk dengan
cepat, atau pasien berisiko tinggi. (1)

Tabel 3. Klasifikasi asma menurut derajat serangan (1)

Paramet Ring Sedang Berat Anca


er an man
klinis, henti
fungsi napa
faal s
paru,
laborato
rium

Sesak Berj Berbicara Istirahat


(breathl alan
ess) Bayi Bayi : Bayi :
:
-Tangis Tidakm
Men pendek au
angis dan makan/
keras lemah minum

-
Kesulitan
menetek/
makan

Posisi Bisa Lebih Duduk


berb suka bertopa
aring duduk ng
lengan

Bicara Kali Penggal Kata-


mat kalimat kata

Kesadar Mun Biasanya Biasany Kebi


an gkin iritabel a ngun
iritab iritabel gan
el

Sianosis Tida Tidak ada Ada Nyat


k a
ada

Wheezi Seda Nyaring, Sangat Sulit/


ng ng, sepanjan nyaring, tidak
serin g terdenga terde
g ekspirasi r tanpa ngar
hany stetosko
a inspirasi p
pada
akhir
ekspi
rasi

Penggu Bias Biasanya Ya Gera


naan anya ya kan
otot tidak para
bantu dok
respirat torak
orik o-
abdo
mina
l

Retraksi Dan Sedang, Dalam, Dang


gkal, ditambah ditamba kal /
retra retraksi h napas hilan
ksi supraster cuping g
inter nal hidung
kosta
l

Frekuen Taki Takipnu Takipnu Brad


si napas pnu ipnu
Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak
sadar :

Usia Frekuensi napas


normal per menit

< 2 bulan <60

2-12 bulan < 50

1-5 tahun < 40

6-8 tahun < 30

Frekuen Nor Takikardi Takikar Drad


si nadi mal di ikard
i

Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak

Usia Frekuensi nadi


normal per menit

2-12 bulan < 160

1-2 tahun < 120

6-8 tahun < 110

Pulsus Tida Ada Ada Tidak


paradok k ada,
(10-20 (>20m
sus ada tanda
mmHg) mHg)
kelela
(pemeri (<
han
ksaanny 10
otot
a tidak mm
respira
praktis) Hg)
torik

PEFR
atau
FEV1
(%nilai >60 40-60% <40%
dugaan/ %
60-80% <60%,
%nilai
>80 respon
terbaik)
% <2 jam
Pra
bonkodi
lator

Pasca
bronkod
ilator

SaO2 % >95 91-95% 90%


%

PaO2 Nor >60 <60


mal mmHg mmHg
(bias
anya
tidak
perlu
diper
iksa)

PaCO2 <45 <45 >45


mm mmHg mmHg
Hg

Sumber : GINA, 2006

Tujuan pengobatan asma adalah untuk mencapai dan mempertahankan asma


terkontrol. Berdasarkan keadaan terkontrol asma dibagi menjadi(2):

1) Asma terkontrol
2) Asma terkontrol sebagian
3) Asma tidak terkontrol
Level asma terkontrol yaitu :

N Karakteristi Terkontol Terkontro Tak


o k l parsial terkontrol

1 Gejala siang 2x / mgg > 2x / 3 atau


mgg lebih
keadaan
2 Hambatan Tdk ada Ada
terkontrol
aktiftas
parsial
3 Gejala Tidk ada Ada pada tiap-
malam/ tiap
bangun minggu
waktu
malam

4 Perlu 2x /mgg > 2x /


reliever mgg

5 Fungsi paru Normal < 80%


(PEFR/FEV prediksi
1) atau hasil
terbaik
(bila ada)

Asma dikatakan terkontrol jika : (1)

Gejala minimal (sebaiknya tidak ada) termasuk gejala malam


Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise
Kebutuhan bronkodilator (agonis-2 kerja singkat) minimal (ideal tidak dibutuhkan)
Variasi harian APE < 20%
Nilai AP normal atau mendekati normal
Efek samping obat minimal
Tidak ada kunjungan ke gawat darurat
Kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.
Pada scenario didapati pasien mengalami sesak napas, takikardi (nadi pasien :
110x/menit), takipnue (pernapasan 32x/menit), suhu 38oC, sianosis pada bibir dan kuku,
akral dingin serta wheezing (+) pada auskultasi maka pasien dapar dikategorikan
mendapat serangan asama berat.

Sumber :

1. Keputusan menteri kesehatan republik Indonesia nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008


tentang pedoman pengendalian penyakit asma
2. Maranatha D. Asma bronchial. In Jusuf M, Winariani, Hariadi S, editors. Buku ajar
penyakit ilmu paru. Surabaya. Departement ilmu penyakit paru fk unair-rsud dr.
Soetomo.2010.p. 65-6.

Anda mungkin juga menyukai