Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH ETIKA PROFESI

PRAKTEK DALAM BERETIKA DAN ARSITEKTUR & PENALARAN ETIKA

DISUSUN OLEH:
ADLY FRADIARDHIAS (052.0013.00077)
M. RIFQI GHIFFARI (052.0013.00109)
MUHAMMAD RIZKI (052.0013.00048)
WIRAHABSYAH C.S (052.0013.00096)
LUTHFIADI RASYID (052.0013.00044)

Dosen:

Ir. Susilo Bharata, MSA


Ir. Dwi Rosnarti, MT

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN


JURUSAN ARSITEKTUR
UNIVERSITAS TRISAKTI
TAHUN AJARAN 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah swt, karena atas limpahan rahmatnya,
sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan dan telah rampung.
Makalah ini berjudul PREKTEK DALAM BERETIKA DAN ARSITEKTUR & PENALARAN
ETIKA. Dengan tujuan penulisan sebagai sumber bacaan yang dapat digunakan untuk
memperdalam pemahaman dari materi ini.
Selain itu, penulisan makalah ini tak terlepes pula dengan tugas mata kuliah Etika
Profesi.
Namun penulis cukup menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca yang bersifat
membangun.

Jakarta , April 2016

Penulis.
DAFTAR ISI:

A. Kata Pengantar..........................................................................................................................2
B. Pendahuluan.............................................................................................................................4
1. Latar Belakang.........................................................................................................4
2. Rumusan Masalah...................................................................................................4
C. Pembahasan..............................................................................................................................5
1. FIVE FRAMING LENSES............................................................................................5
1.1 The Lens of Architectures Purposefulness and Social Benefit...........................5
1.2 The Lens of Materials Production......................................................................5
1.3 The Lens of Aesthetics.......................................................................................6
1.4 The Lens of Architectures Ideologies and Rhetoric...........................................7
1.5 The Lens of Praxis..............................................................................................8
2. Penalaran Etika........................................................................................................9
D. Kesimpulan..............................................................................................................................13
E. Daftar Pustaka.........................................................................................................................14
I. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Di bagian ini ditunjukkan mengenai sebuah kerangka teori dan prakter dari hubungan antara etika dan
arsitektur.

Wujud dari arsitektur menegaskan suatu maksud dari etika berarsitektur dalam berbagai bentuk.
Bagaimana cara kita berintuisi untuk mempertimbangkan suatu alasan dari isu-isu beretika? Ada
beberapa percobaan yang sudah dilakukan:

1. David Watkin, dalam Morality and Architecture, menyelidiki gambar desain dan konstruksi
sebagai bagan moral melalui Pugin and Pevsner.
2. Karsten Harries, dalam The Ethical Function of Architecture, mengkritik kebeneran estika
sebagai etika arsitektur, termasuk menghubungkan antara arsitektur dengan wujud dari suatu
budaya, bagian dari cirikhas budaya tersebut.
Dari sini lah kita dapat mencari apa yang dimaksud dengan kerangka etika dari arsitektur.

b. Rumusan Masalah
Dengan tulisan dan tradisi yang berbeda, kita mungkin bertanya-tanya bagaimana 2 hal tersebut dapat
bersinggungan, dan dengan cara apa arsitektur menegaskan etikanya dari dalam, tapi juga bagaimana
hal tersebut dapat dirasakan dan dimengerti sebaga praktek beretika.
II. PEMBAHASAN
Ada 5 hal yang dipilih untuk dibahas dalam penggabungan etika dan arsitektural.

1. Architectures Purposefulness and Social Benefit


2. Material Production
3. Aesthetics
4. Architectures Ideologies and Rhetoric
5. Praxis: Ethics that Emerge in Architecural Practices

FIVE FRAMING LENSES

1) The Lens of Architectures Purposefulness and Social Benefit

Hal pertama yang dibahas adalah tujuan dari arsitektur, tujuan sosialnya dalam membantu program
yang bermanfaat dalam meningkatkan kehidupan dan tujuan sosialnya sebagai bagian dari budaya
umum. Arsitektur berlandaskan pada maskud dan tujuan manusia. Karena itu, intinya, sebagai suatu
peristiwa dalam lingkungan masyarakat, untuk memberikan pendapat secara baik pada maksud dari
tujuannya: siapa dan apa maksud dari layanan yang diberikan menurut tujuannya, dan bagaimana
tujuan dtersebut dapat disatukan. Jadi tidak hanya pendapat dalam praktik dan fungsinya, tapi juga
etikanya.

Sebagai contoh, beberapa maksud dan tujuan dapat di persepsikan menjadi keuntungan atau baik
(menyediakan pusat penitipan) atau menjadi berbahaya atau jahat (membuat suatu mesin
pembantaian). Maksud, motif, dan tujuan dari penyajian arsitektural dapat dipakai dalam politik,
sosial, dan perhatian ekonomi dari demokrasi, seorang penganiaya, diktator, atau juntas militer;
tujuan tersebut dapat menyajikan suatu perhatian pada kekuatan individu yang baik untuk perhatian
publik atau menentangnya dan tujuan tesebut dapat menggantikan atau membatasi kelemahan atau
pertentangan diskriminasi.

2) The Lens of Material Production

Arsitektur itu menciptakan suatu bahan, yang bahan tersebut tidak meninggalkan inti dari gagasan
dan pemikiran arsitektural. Itu hanya beberapa spekulasi pada gambar, tulisan, model, film, dan media
lainnya, dan simulasi dari virtual reality yang hal tersebut merupakan arsitektural dalam arsitektur dan
suatu dorongan untuk berimajinasi dan beraksi, tetapi tidak ada rasa pada arsitekturnya dan
umumnya dimengerti sebagai; Desain dan Pembangunan suatu tempat yang dapat dihuni. Tempat
tersebut cenderung menjadi skala yang besar dan menuntut beberapa penyelidikan untuk
kesempurnaannya.

Produksi suatu material digunakan pada penyelidikan saat semua orang dan ekologi global saling
bergantung satu sama lain. Penyeledikan tersebut dapat menjadi berguna atau tidak ; lebih dari 1
perkumpulan membuat mereka punah karena desetifikasi pada tempat mereka. Aspek ini menuntun
untuk mempertimbangkan masalah dari kontruksi material itu sendiri.

Masalah lain dari pembangunan suatu material dan suatu metode, kontruksi dapat dibangun secara
aman untuk mengatasi angin, hujan, gempa bumi dan grafitasi, atau dapat menjadi pembangunan
yang kurang baik yang membahayakan kehidupan kita atau merusak tempat kita.
Mengetahui tentang suatu material dan bagaimana memanfaatkannya dalam berbagai variasi
konstruksi bertujuan untuk mewujudkan suatu gambaran desain merupakan aspek lain dari
pengetahuan khusus seorang arsitek.

3) The Lens of Aesthetics

Lensa ketiga adalah estetika: hubungan arsitektur dengan seni, arsitektur sebagai seni, dan
hubungannya (arsitektur) dengan filsafat seni dan estetika, yang indah dan yang memukai, dan
perkembangan manusia. Hal inilah yang mungkin paling ramai diperdebatkan terkait soal etika dalam
arsitektur karena sifat seni-nya arsitektur dan hasrat untuk membuat indah suatu gedung yang
membedakan arsitektur dengan sekedar bangunan. Dalam memenuhi perannya memberi bentuk,
keindahan, citra, dan makna kepada harapan, aspirasi, dan kebutuhan masyarakat maka kita berupaya
untuk menyimak pengejawantahan estetika dari arsitektur terhadap kekuatan etika.
Arsitektur, sebagai ikhtiar material(konkrit), menghasilkan barang dan benda bernilai sejarah(artifak).
Kita dapat mengatakan, cukup dengan sempat ada(hadir) saja dan menempati suatu tempat, walau
dari segi waktu itu pun amat singkat, maka tujuan paktis sebuah bangunan telah terpenuhi. Dengan
begitu, yang membedakan bangunan dengan produk-produk artifak bukanlah tingkatan layanannya
tetapi keindahannya estetika sebagai: menopang dan/atau hakiki bagi kebaikan manusia dan/atau
sebagai representasi kenyataan atau keberadaan, berharga berkat kemampuannya untuk menyingkap
dan mewakili (sesuai pandangan filosofis atau kebudayaan yang dianut).
Dalam segala hal, estetika dan keindahan itu penting: baik sebagai produk seni, atau sebagai
kontributor bagi kebahagiaan atau perkembangan manusia, dengan begitu, penampilan estetis
sebuah bangunan menjadi salah satu sifat baiknya, yang memberinya nilai lebih secara etis. Terkait
tiga lensa yang sudah dibahas hingga kini, muatan etis dari sebuah bangunan tergantung pada saling
ketergantungan antara tujuan sosial (Lensa 1), produksi material (Lensa 2) dan kebaikan estetis ini
merupakan penegasan terhadap pernyataan Vitruvius menyangkut etika. Disini arsitek bertanggung
jawab atas pengetahuan akan sumber-sumber teori dan kesejarahannya dari bentuk, keindahan, dan
penampilan, dan atas ketrampilan dan kreativitas pribadi untuk memunculkan semua itu. Paparan
ringkas berikut mengenai sumber keindahan dan bagaimana menilainya, juga peran seniman atau
estetika, dll, terdapat dibuku ini untuk menunjukan pendapat (pandangan) bahwa pengejawantahan
estetika adalah bagian intrinsik dari penilaian etis terhadap arsitektur.

Sejak periode pencerahan, seni telah mampu menghadirkan dirinya sebagai suatu yang otonom.
Artinya, peran seniman dalam masyarakat yang otonom dimana seniman dapat turut mendefinisikan
atau mengkritik kebudayaan lewat karyanya. Seniman ini juga bisa mengungkap hakekat dari pelbagai
kondisi kehidupan dengan cara yang berbeda daru cara rasional atau cara empirik (dialami langsung).
Dalam hal ini sifat otonomi nya berupa tidak adanya kewajiban dari seniman kepada kebudayaan atau
lainnya diluar aspek etiknya.
Perspektif Pencerahan dari seni serta perenungannya yang cuek menggantikan pandangan
sebelumnya bahwa seni terkait alam, yang ilahi, dan masyarakat, serta perannya dalam memaparkan
hakekat sejati dari berbagai hal, maupun perannya dalam menyajikan ulang tatanan realitas dengan
cara-cara yang tidak bisa dilakukan oleh modus-modus lain seperti akal sehat dan ilmu pengetahuan.
Dalam pandangan pencerahan, Arsitektur yang terajud dalam kehidupan manusia untuk keperluan
tempat tinggal dan aspirasi termasuk jenis seni yang kelasnya lebih rendah dibanding seni murni.
Bahkan arsitektur tidak bisa hidup jika tujuannya hanya untuk aspek seninya saja. Kalau sampai
arsitektur memaksakan kehadiran dirinya sebagai sebuah seni, artinya melampaui perannya sebagai
sebuah produksi artistik, maka arsitektur macam itu dianggap tidak memiliki kekuatan moral (yang
dapat menggerakan manusia). Artinya, ia bukan lagi arsitektur, yang perdefinisi mempunyai tujuan
konseptual tertentu, tetapi telah menjadi benda seni, yang mempunyai tujuan estetis tapi tidak
mempunya tujuan lain diluar itu. Dengan begitu kiprah arsitektur sebagai sebuah ikhtiar (produksi)
artistik bergelantungan antara dua pandangan: Vitruvius dan pasca-pencerahan. Vitruvius melihat
bahwa faktor keindahan yang terkandung didalam arsitektur sebagai hal yang membedakannya
dengan sekedar menjadi bangunan, sementara pandangan pasca-pencerahan melihat batasan peran
arsitektur sebagai sejenis seni karena memiliki tautan ke aspek kegunaan dan aspek obyek
ketrampilan.
4. The Lens of Architectures Ideologies and Rhetoric
Lensa keempat dari pertimbangan etis adalah berasal dari retorika & ideologi arsitektur. Kita akan
memakai beberapa contoh ideologi arsitektur yang didorong oleh desain/rancangan untuk
menegaskan sudut pandang ini. Sejak dari zamannya Horatio Greenough (sekitar tahun 1840an), para
pengamat di Amerika getol menuntut apa yang mereka sebut arsitektur amerika asli, yakni gaya
arsitektur yang berbeda dengan model-model arsitektur khas eropa yang selama itu mewarnai
perkembangan arsitektur dimana-mana, termasuk Amerika. Arsitektur khas Amerika juga
dicanangkan lebih sesuai dengan iklim Amerika, dengan berbagai tuntutan fungsional (pembukaan
lahan-lahan baru Amerika, kondisi perdagangan, pembentukan lembaga-lembaganya) dan
ekspresinya. Tema Amerikana ini diyakini betul oleh orang-orang seperti Louis Sullivan dan Frank
Lloyd Wright dan dituangkan lewat karya-karya mereka yang menjembatani abad ke-19 dan abad ke-
20 dan tampilannya amat kontras dengan apa yang muncul di ajang Chicago Expo 1893 yang segenap
bangunan isinya masih mengacu pada gaya Eropa Beaux Arts.
Adapun niat Gerakan Modern(dalam arsitektur) pada paruh pertama abad ke-20 adalah sepenuh nya
etis: yakni untuk menciptakan arsitektur khas era modern, memanfaatkan teknologi yang mutakhir di
era itu, menanggalkan gaya lawas dan arsitektur kampus ( jauh dari realitas sosial), serta untuk
mencari solusi bagi berbagai kegiatan soial, seperti perumahan layak bagi para pekerja. Jika semua hal
itu dikerjakan secara serentak maka akan menyapu bersih semua kendala sistem kaptitalis borjuis dan
menghadirkan masyarakat yang lebih egaliter, dimana arsitektur berperan sebagai wahana yang akan
memberi bentuk dan ekspresi pada gerakan ini. Terlepas dari naifnya sikap ini kalo kita tinjaunya
sekarang ini, namun harus disadari bahwa sikap itu adalah tetap suatu tekad etis. Walaupun setelah
pameran museum seni modern th.1931 estetika modernism dijadikan obyek connoisseur (barang
langka/mewah) dan diambil alih oleh kalangan korporasi(perusahaan) modern, yang berarti
berlawanan dengan tujuan awalnya sebagai sarana egaliter (setara), banyak dari tujuan-tujuan
gerakan ini masih punya relevansi jika ditinjau dari sisi etisnya.
Ideologi lain yang punya kekuatan etis adalah yang terkait dengan rancangan berkelanjutan
(sustainable design), yakni merancang dengan cara-cara menghemat atau melestarikan sumberdaya,
serta dengan menggunakan material/bahan dan metoda yang memperlambat proses penghabisan
atau pengrusakan sumberdaya alam, agar generasi yang akan dating bakal masih punya dunia untuk
ditinggali/dihuni. Saat ini pandangan ini menjadi semakin kuat dan menjadi arah yang ditempuh oleh
arsitektur kontemporer masa kini.
Dari aneka ideology (arsitektur) Greenough, Wright, Sullivan, Gerakan Modern dan lingkungan-
berkesinambungan, terdapat berbagai tujuan saling terkait,rajutan sosial-politik-ekonomi-budaya,
dan strategi untuk mendukung semua itu yang diusulkan sebagai premis (landasan) bagi arsitektur
sejati: yakni arsitektur yang secara tegas & eksplisit bertujuan untuk menjadikan tempat yang lebih
baik lewat desain sebuah arsitektur yang etis. Posisi konseptual lain, mengandalkan pada gubugan
arsitektur kepada kekuasaan, elit sosial, dan kebiasaan-kebiasaan pengendali, serta potensial dari
arsitektur untuk membangun tatanan membingkai berbagai aspek lain dari arsitektur yang
mengandung aspek etik yang terkait pada retorik dan idelogi.
Selain etika yang muncul dari ideology desain, ada juga etika yg muncul dari ideology proses misalnya
falsafah bahwa arsitektur itu merupakan proses yang memecahkan masalah, atau bahwa arsitektur
public harusnya merupakan hasil dari proses desain yang melibatkan masyrakat, masing-masing
yang mengandalkan metoda dan cara yang mengandung unsur etikal.
Retorika dan Idelogi desain dan proses yang berbicara soal tujuan, estetika, dan metodologi arsitektur
mendefinisikan disiplin ilmu ini. Memahami semua definisi itu dan bertindak sesuai definisi
merupakan wujud lain dari kerangka dasar dalam mempertimbangkan aspek etik arsitektur.
5) The Lens of Praxis

Lensa kelima adalah etika dalam tindakan praktek-praktek arsitektur. Yaitu praksis: arsitektur
sebagai praktek atau kumpulan praktik, seni. praktisi wajib untuk menguasai disiplin: sejarah dan teori,
teknologi Yayasan, urutan keindahan dan konsepsi formal, merancang dan spekulasi yang merupakan
bagian dari arsitektur, dampaknya terhadap kesejahteraan,keterlibatan komunitas dan kontribusi,
dan para perwakilan dan melambangkan kapasitas, untuk berlatih tanpa kebajikan. kebajikan
digunakan di sini dalam arti bahwa MacIntyre dikutip kembali dari Aristoteles: bahwa praksis yang
disiplin yang mendefinisikan konten, kualitas, akhir dan dari itu dapat menilai keunggulan. Hal ini
berlaku untuk kedua tindakan praktek dan karya-karya resultan praktek.

Arsitektur terlibat dalam dunia proses refleksi, konsepsi, Desain, dan pembangunan klien,
kontraktor, dan individu pengrajin dari orang-orang yang menggunakan dan pengalaman lingkungan
yang dirancang kontrak, lisensi dan keselamatan kode publik lebih besar yang mungkin akan
terpengaruh oleh keputusan alokasi sumber daya dan hasil akhir berupa arsitektur solusi dari beragam
etnik , agama, ras, dan budaya internasional, dan pemodal, produsen dan bahan dan perabotan
pemasok.

Setiap hari banyak tampaknya acara praktek-praktek arsitektur etis . beberapa ini dicatat
dalam pengenalan kepada bagian kesadaran bisnis dan pemasaran pilihan (menentukan proyek apa
yang melakukan, dengan siapa untuk bekerja, nilai-nilai dari masing-masing, dll), desain dliberations
dan kritik (fungsi, estetika, konsep) anggaran (ketahanan arsitektur, nilai untuk pengeluaran) klien dan
kontraktor interaksi (menghormati kontrak, keadilan, kepercayaan dan menasihati) kontrak (kondisi
yang adil, nilai untuk Layanan saling menghormati dan tugas) presentasi publik (yang memiliki hak
untuk mengetahui dan diketahui tentang proyek) dan staf pengembangan dan pengakuan. tertanam
dalam peristiwa ini adalah pertanyaan etis. tugas untuk diri sendiri, clien, masyarakat umum, dan
untuk disiplin itu sendiri dapat jelas ditelusuri. Etika dan permintaan etika. itu adalah pertanyaan-
pertanyaan tertentu.
Penalaran etika
Hamir semua perusahaan arsitektur akan meningkatkan atau mencari suatu permasalahan.

Berikut proses pertimbangannya:

Siapa klien dan pengguna dalam proyek.


Apa langkah terbaik yang akan diambil di lapangan.
Pengambangan desain bangunan dan massa nya.
Siapa yang berpartisipasi dalam aktivitas desain dan pembuat keputusan.
Kesejahteraan bagi suatu komunitas.
Proses konstruksi.

Ringkasan dan Proses


Penalaran etika termasuk beberapa step yang sangat membantu dalam menelusuri masalah dalam
etika:

Definisi : langkah pertama adalah menjelaskan sebuah masalah.


o Apa fakta yang sangat menjelaskan mengenai situasi dan pada konteks saat ini?
o Apakah kita harus mempunyai pengertian yang akurat mengenai kondisi sebelum
yang menuntun sampai sebuah situasi?
o Apa ada penyebab spesifik dan efek dari peristiwa yang membuat suatu situasi?
Penilaian : langkah kedua adalah bijaksana terhadap konten etika dari sebuah situasi.
o Pakai 5 pandangan berbeda untuk meng explore mana pandangan etika arsitektur.
o Pakai 4 prinsip teori etika untuk menyelidiki permasalahan etika.
Spekulasi : langkah ketiga adalah pengembangan proposal mengenai jalur dari aksi dan
mengenali kemungkinan pengeluaran yang bias saja berpengaruh terhadap aksi tersebut.
Pertimbangan : memiliki pembentukan fakta dari sebuah situasi, membedakan pertanyaan
mengenai etika dan menyarankan beberapa aksi alternative yang mungkin diambil.
Resolusi : kelima adalah penalaran melalui persaingan , membuat suebuah keputusan
mengenai mana jalur aksi yang harus di tuju.

Contoh kasus : etika lingkungan yang berkelanjutan dan


kebijakan yang menuntun arsitek.
Untuk mengejar pembahasan mengenai penalaran etika kami akan memberikan ringkasan dari debat
mengenai desain berkelanjutan dan desain yg tidak berkelanjutan. Ketika mendisain sebuah bangunan
dan lingkungan arsitek menghadapi 2 kemungkinan umum dengan menghargai pemanfaatan dari
sumber global. Posisi pertama adalah disain berkelanjutan. Mengatur sumber pekerja dari sebuah
konstruksi dan juga dalam pelaksanaan.

Setelah mengembangkan lensa pembingkaian ini lima untuk menjelajahi konten etis
arsitektur, kita dapat menerapkan berbagai skema etis untuk penilaian mereka. aspek lensa pertama
singkat dieksplorasi di sini dalam empat teori-teori etika utama.

1. Lensa purposefulness mungkin pada awalnya bertujuan untuk hal positif, misalnya, sekolah tinggi
baru, relokasi jalan atau pusat penitipan siang hari. maksud proyek dilakukan evaluasi terhadap
pilihan bermanfaat yang bertentangan, hanya satu yang dapat didanai. Misalnya, dengan sumber
daya terbatas, harus masyarakat membangun sekolah tinggi baru untuk teenegers atau pusat
penitipan siang hari baru untuk Keluarga dengan anak-anak di bawah usia empat tahun? Apa
jangka panjang yang di dapat kepada masyarakat?
2. pendekatan adeontic juga dapat diambil untuk mengevaluasi pilihan antara proyek-proyek
dengan tujuan umum bermanfaat. Misalnya, mempromosikan keadilan fasilitas keamanan publik
dan sekolah mempromosikan pendidikan. pada prinsipnya, yang akan lebih baik jenis tujuan
proyek purse pada waktu tertentu jika sumber daya terbatas: satu yang mempromosikan
pendidikan atau salah satu yang mempromosikan keselamatan? adalah salah satu jenis bangunan
secara inheren lebih baik daripada yang lain? Bagaimana Anda membuat penentuan?
3. Teori keutamaan bahkan dapat dijatuhkan dalam situasi SMA dan hari perawatan. Misalnya, kasus
kebajikan perawatan hari dapat dilakukan seperti ini: Pusat penitipan siang hari untuk anak-anak
kecil memungkinkan anggota keluarga lainnya untuk bekerja di luar rumah, untuk dukungan yang
lebih baik themslves daripada mereka bisa tanpa perawatan hari, ditambah anak-anak mereka
akan experiene cooprative pertumbuhan dan lingkungan di usia dini, yang, dalam istilah-istilah ini,
mengekang kekuatan masyarakat dan praktek-praktek kecukupan diri dan pengembangan pribadi
yang virues hidup baik belajar. Kebajikan yang berdasarkan penilaian yang sama dapat dibuat
untuk sekolah tinggi. dalam kasus khusus ini, sementara teori keutamaan membantu memperjelas
kebaikan dan kebajikan dalam masing-masing usulan itu tidak membantu baik dengan memilih di
antara mereka

teori etika utama yang lain,

4. kontrak teori, dapat digunakan untuk memeriksa arsitektur puposefulness dan mungkin
membantu dalam mempertimbangkan berbagai pilihan yang baik. dalam hal memilih antara
sekolah, perawatan hari, atau penjara lokal, yang masing-masing memiliki beberapa kontribusi
positif untuk membuat commuinity, yang masing-masing memiliki kebajikan yang terkait dengan
itu, dan masing-masing pada prinsipnya berkontribusi konstruksi sosial daripada mengandalkan
abstrak konsepsi bagaimana mengukur dan menghitung keuntungan dan biaya, atau mencoba
untuk membangun pada prinsip yang satu untuk membangun komunitas diskusi dan perjanjian
mungkin dasar untuk sebuah keputusan.

dengan cara yang sama dengan yang dijelaskan di atas untuk tujuan, beberapa pendekatan etis dapat
digunakan untuk mengeksplorasi parameter etis dilema yang menggunakan setiap lensa membingkai
lain telah membantu membedakan. karena salah satu lensa dan salah satu dari teori etika yang
bervariasi dalam kapasitasnya untuk membedakan dan menjelajahi dilema etika yang berbeda, lima
bingkai lensa dan teori-teori etika utama empat harus digunakan bersama-sama untuk menilai dan
menyelesaikan dilema arsitektur/etis. Memeriksa isu-isu dengan cara ini dapat memperkaya dan
meningkatkan praktik yang etik arsitektur. Untuk mengeksplorasi alasan etika yang berlaku untuk
arsitektur pertanyaan dalam pertimbangan etis, kami menggambarkan proses yang melibatkan
konsep mengenai arsitektur dan etika diuraikan sampai sekarang, dan menggunakannya dalam kasus
uji.

#3 : Speculation and # 4 : Deliberation

Setelah menemukan ada empat masalah, kita kembali ke contoh kita, kali ini menunjukkan
proposal untuk memungkinkan program aksi dan mengidentifikasi isu-isu etis yang mengelilinginya:
di antara pilihan yang diusulkan bagi kami adalah perubahan dalam kebijakan publik desain untuk
membuat semua proyek bangunan berkelanjutan. kebijakan tersebut mungkin memaksakan energi
penggunaan anggaran. memerlukan kehidupan cyle biaya analyeses permintaan recyling dan
penggunaan kembali bahan bangunan, atau mengharuskan bahwa semua desain menggabungkan
konsep desain pasif lingkungan mitigasi

Tindakan lain yang dapat diambil untuk meningkatkan desain bangunan berkelanjutan
mungkin untuk mengontrol jenis naturalresources yang dapat digunakan. Sebagai contoh, PBB, untuk
menjaga suasana yang global, dapat melindungi hutan hujan dari penebangan kayu lebih lanjut atau
deforestasi karena mereka agen utama pembersihan atmosfer. Namun, pelestarian lingkungan hidup
dan desain kebijakan yang akan tidak lagi mengizinkan penggunaan kayu eksotis di bangunan dan
mebel, kemungkinan akan kemudian ada bahwa industri di negara-negara tertentu, (misalnya,
pemanen pohon kayu eksotis dan penggilingan dan konstruksi industri produk yang mendukung
mereka), akan menurun, akan ada kehilangan pekerjaan, dan beberapa orang akan menderita. seluruh
perekonomian negara tertentu mungkin berada pada risiko dalam jangka pendek sementara mereka
mengembangkan industri lainnya. AS, dengan kurang dari 5% dari populasi dunia, memanfaatkan 30%
dari sumber daya alam yang dikonsumsi secara global setiap tahun, akan hanya sedikit terpengaruh.
Tapi apa US tanggung jawab untuk mereka yang terkena dampak?

Desain lingkungan kebijakan seperti yang di atas memiliki dampak yang luas luar keprihatinan
masyarakat yang terkena dampak langsung. Apakah kepentingan bangsa tertentu dari komunitas
global harus ditimbang terhadap bangsa-bangsa lain dan penduduk bumi? yang ekonominya, yang
livehoods, yang kesempatan untuk kualitas hidup beresiko? untuk jangka waktu? ada bentuk-bentuk
bantuan, seperti pelatihan kerja, untuk orang-orang yang mungkin terpengaruh secara negatif oleh
keputusan kebijakan lingkungan

Usulan kebijakan diuraikan diatas pertanyaan etis tambahan yang meningkatkan kasus. dalam
ekonomi global yang saling berhubungan, dengan negara-negara tertentu komandan saham
substansial kekayaan dan kekuasaan, dan lain-lain tampaknya mendukung kekayaan dan atau
mengenai ekuitas opportiny? apa yang terjadi ketika menggunakan negara satu peluang untuk sumber
daya dan pembangunan ekonomi membahayakan seluruh masyarakat dunia? apa yang menjadi
keputusan yang tepat?

Sebelum kita meringkas kelompok lain isu-isu etis mempertimbangkan ekstensi berikut posisi
desain berkelanjutan: Apakah posisi umum diusulkan bahwa sumber daya harus dilestarikan dan
tanah pengeluaran energi diminimalkan mengarah ke posisi desain totalizing yang menekankan
rekonstruksi yang ada kita tempat atas menyebar konstruksi baru ke pinggiran untuk mengakomodasi
pertumbuhan? Apakah ini meniadakan upacara dan arsitektur memorial, Monumen atau arsitektur
sipil dan kelembagaan yang berfungsi sosial aspirasi selain utilitarian? ada pilihan? di satu sisi kita
mungkin berpendapat bahwa, "kita susun sipil dan upacara; tempat impor sosial besar perlu dibuat
sebagai bagian dari societ's aspirasi kolektif, bahkan jika mereka tidak memaksimalkan desain
berkelanjutan praktek." atau kita dapat memegang itu, "kita perlu pertama desain untuk praktek
berkelanjutan; upacara arsitektur sesuai dengan titik menyatakan itu."

Pada titik ini, empat isu-isu kunci yang lain etika telah diperkenalkan:-yang pertama
melibatkan pertanyaan tentang apa yang merupakan keputusan hanya: Apakah adil sehubungan
dengan pilihan yang dibuat akan memiliki pada orang, bangsa, dan ecologies yang terkena dampak
dan?-yang kedua adalah kondisi apa yang merupakan dan gentar baik life.is kehidupan ina
dikembangkan negara , dengan kekayaan, akses ke perawatan kesehatan, standar kehidupan yang
baik? Jika itu, tidak boleh sumber daya dibuat tersedia untuk semua bangsa di bumi untuk mencapai
standar yang sama? Bagaimana ini dapat dicapai tanpa membangkrutkan planet tuan rumah kita? -
edisi yang ketiga adalah pengakuan bahwa dua tujuan yang baik, salah satu konservasi, dan yang
lainnya untuk memenuhi kolektif symbolicaspiration melalui membuat habitat mungkin dalam konflik
- sebagainya masalah secara implisit dibawa ke dalam kasus ini, mengenai bagaimana keputusan
mengenai hasil yang bertentangan, bahkan jika keduanya menguntungkan, akan dibuat. pemungutan
suara? negotation? Bagaimana dicapai kesepakatan?

Resolusi

Kita mungkin tahu berada dalam posisi untuk mempertimbangkan keputusan resolusi. Isu yang
tertanam dalam kasus desain lingkungan ini merupakan beberapa pertanyaan untuk persoalan etika.

1. Kearah mana desainer harus berusaha untuk lingkungan yang baik?


2. Ketika kita membuat pilihan, bagaimana kita memastikan apa yang benar?
3. Ketika mempertimbangkan pilihan, bagaimana kita menentukan hanya keputusan dalam
konteks yang sah, berbeda, dan bersaing perspektif?
4. Proses atau metode apa yang digunakan dalam membuat pilihan yang etis dalam dilema yang
melibatkan banyak orang?

Reflection
kita memegang pandangan bahwa etika yang tertanam dalam arsitektur, dan bahwa wacana
dari kedua disiplin harus terlibat dengan arsitek.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Ethics and The Practice of Architecture hal 79-85

Anda mungkin juga menyukai