Anda di halaman 1dari 22

KONSTRUKSI HUKUM PROGRESIF TANGGUNG JAWAB SOSIAL

PERUSAHAAN DALAM KONTEK KEINDONESIAAN


Oleh: Arif Firmansyah, S.H., M.Hum1

Abstrak

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan adalah konsep yang berasal dari luar Indonesia dan di setiap
negara penerapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan berbeda. Dengan adanya perbedaan tersebut, setiap
negara mempunyai karakteristik Tanggung Jawab Sosial Perusahaan masing-masing, akan tetapi dengan
maksud yang sama yaitu supaya perusahaan tidak hanya mengejar keuntungan (profit) semata, namun
perusahaan juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Karena Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan adalah konsep-konsep yang berasal dari luar Negara Indonesia, maka pelaksanaannya harus
disesuaikan dengan kondisi nasional dengan metode transplantasi. Pengharmonisasian Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan dalam konteks keindonesiaa adalah dengan menyesuaikan konsep-konsep Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan dengan nilai-nilai Pancasila (termasuk didalamnya UUD1945).
Pengharmonisasian tersebut bertujuan untuk mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia, supaya
tercapainya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang ditransplantasikan kedalam konteks keindonesiaan dan
kontruksi hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.

Keyword: Hukum Progresif, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Indonesia

Pendahuluan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga Negara Indonesia. 2 Oleh karena itu,
negara atau pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan (Suistainable
Development),3 agar lingkungan hidup Indonesia dapat menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat
Indonesia serta makhluk hidup lainnya.
Sebagaimana kita ketahui Indonesia mempunyai kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber
daya alam yang melimpah. Kekayaan alam itu perlu dilindungi dan dikelola dalam suatu sistem

1
Alumni Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung Anggkatan 2005
2
Lihat Pasal 28 H Amandemen ke 4 Undang-Undang Dasar 1945.
3
Menurut Komisi Brundtland, suistainable depelopment adalah pembangunan yang mencukupi kebutuhan generasi
sekarang tanpa berkompromi (mengurangi) kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan
mereka. Sehubungan dengan konsep tersebut, pembangunan ternyata mempunyai sisi ganda, yaitu sisi positif dan
sisi negatif. Sisi positif adalah meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Sedangkan sisi negatif adalah rusaknya
lingkungan hidup. Sutikno dan Maryuni, Ekonomi Sumber Daya Alam, Cet 1, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Brawijaya, Malang, 2006, hlm 223.

1
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang terpadu dan integrasi antara lingkungan laut, darat,
dan udara berdasarkan Wawasan Nusantara.4
Terkait dengan sumber daya alam, Pasal 335 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 menegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan
sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat. Dalam kerangka penguasaan negara atas pertambangan
mengandung pengertian negara memegang kekuasan untuk menguasai dan mengusahakan segenap
sumber daya bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia. Penguasaan dan
pemanfaatan sumber daya alam sebagaimana ditegaskan dalam (Pasal 33 ayat (3) UUD 1945) tersebut
adalah dalam rangka hak penguasaan negara, tidak berarti dikelola atau diusahakan oleh negara atau
pemerintah dengan birokrasinya, tetapi dapat menyerahkan kepada usaha swasta, asalkan tetap dibawah
penguasaan negara atau pemerintah.6 Wujud penyerahan kepada swasta adalah kepada perusahaan negara
atau BUMN.7 Perusahaan pertambangan negara yang mengusahakan bahan galian yang strategis dan
diberikan kewenangan penuh untuk melakukan usahanya termasuk melakukan hubungan dengan pihak
ketiga, asalkan segala kemajuan dan hasil produksinya tetap dibawah pengendalian serta pengawasan
negara.8
Keberadaan perusahaan sangat berperan dalam mensejahterakan masyarakat sekitarnya, melalui
penyerapan tenaga kerja yang berasal dari masyarakat sekitarnya. Dalam menjalankan usahanya suatu
perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban secara ekonomis saja tetapi mempunyai kewajiban yang
bersifat etis.9 Dalam pemenuhan etika dalam berbisnis memang tidak hanya keuntungan (profit) yang
menjadi tujuan utama, akan tetapi pemberdayaan masyarakat sekitar juga harus menjadi tujuan utama
bagi perusahaan. Dikarenakan hal itu merupakan salah satu perwujudan dari perusahaan yang baik (good
corporate) oleh perusahaan terhadap pemangku kepentingan.10
Upaya perusahaan dalam pemberdayaan masyarakat dan lingkungan tersebut secara umum dapat
disebut sebagai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan untuk selanjutnya disebut CSR atau Kewargaan

4
Penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
5
Dalam perkembangannya, setelah amandemen Undang Undang Dasar 1945 keempat pada tanggal 10 Agustus
2002, Pasal ini ditambah dengan memasukkan 2 (dua) ayat baru, yaitu: Pasal 33 UUD 1945 ayat (4) perekonomian
Indonesia diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional.Ayat (5) ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur oleh undang-undang.
6
Mohammad Hatta, Ekonomi Terpimpin, Djambatan, Jakarta, 1967, hlm 46.
7
Misalnya perusahaan Minyak dan Gas Bumi oleh Pertamina dan PT. Gas Negara, Listrik oleh PT. PLN dan
berbagai Public Utilities lainnya.
8
H. Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, Cet 2, UII Press, Yogyakarta, 2004, hlm 31.
9
Adanya suatu etika bisnis yang merupakan tuntunan perilaku bagi dunia usaha untuk bisa membedakan mana yang
boleh dilakukan, dan mana yang tidak boleh dilakukan.
10
Rosita Chandra Kirana, Studi Perbandingan Pengaturan Tentang Corporate Sosial Responsibility di Beberapa
Negara Dalam Perwujudan Prinsip Good Corporate Governance, Tesis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta,
2009, hlm11.

2
Perusahaan (corporate citizenship). Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dimaksudkan untuk mendorong
dunia usaha lebih etis dalam menjalankan aktivitasnya agar tidak berpengaruh atau berdampak buruk
pada masyarakat dan lingkungan hidupnya, sehingga pada akhirnya dunia usaha akan dapat bertahan
secara berkelanjutan untuk memperoleh manfaat ekonomi yang menjadi tujuan dibentuknya dunia
usaha.11
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan adalah sebagai reaksi dan suara keprihatinan dari organisasi-
organisasi masyarakat sipil dan jaringan tingkat global untuk meningkatkan perilaku etis, fairness dan
responsibilitas korporasi yang tidak hanya terbatas pada korporasi, tetapi juga pada pemangku
kepentingan dan komunitas atau masyarakat sekitar wilayah beroperasinya perusahaan.12
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan adalah konsep yang berasal dari luar Indonesia dan di setiap
negara penerapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan berbeda. Dengan adanya perbedaan tersebut, setiap
negara mempunyai karakteristik Tanggung Jawab Sosial Perusahaan masing-masing, akan tetapi dengan
maksud yang sama yaitu supaya perusahaan tidak hanya mengejar keuntungan (profit) semata, namun
perusahaan juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Penulis mencoba untuk membahas
bagaimana Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ditransplantasikan kedalam konteks keindonesiaan dan
bagaimana kontruksi hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam menciptakan kesejahteraan bagi
masyarakat.
PEMBAHASAN
A. Sebuah Transplantasi Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Konteks
KeIndonesiaan

Ekonomi secara signifikan berkembang seiring dengan globalisasi mengarah pada perubahan citra
dalam dunia usaha dan industri. Berawal dari Earth Summit di Rio de Jeneirio Brazilia tahun 1992 dan
program ekonomi berkelanjutan di Yohannesburg tahun 2002, hubungan perusahaan dengan obyek diluar
industri mulai mengalami pergeseran, dimulai dengan hubungan perusahaan (corporate relation) yang
berkembang menjadi Pemberdayaan Masyarakat dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.13 Konferensi
KTT Bumi di Rio De Jenairo menyepakati perubahan paradigma dari pertumbuhan ekonomi menjadi
pembangunan berkelanjutan. Dalam menanggapi pergeseran paradigma tersebut, para pemimpin dunia
telah menganjurkan dan melahirkan konsep Tanggung Jawab Sosial.14

11
Buku Panduan Rakor dan Pameran Program Tanggung Jawab Sosial (CSR/PKBL) Perusahaan Sebagai Alternatif
Pembiayaan Pembangunan di Jawa Timur, hlm 2.
12
Putusan mahkamah konstitusi nomor 53/PUU-VI/2008
13
Edi Suharto, CSR&COMDEV Investasi Kreatif Perusahaan Di Era Globalisasi, ALFABETA, Bandung, 2010,
hlm 50
14
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 53/PUU-VI/2008

3
Tindakan Bisnis Untuk Pembangunan Berkelanjutan (Business Action for Suistainable
Development) mengintegrasikan dan menempatkan tanggung jawab sosial perusahaan dalam konteks
pembangunan berkelanjutan. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan didefinisikan sebagai komitmen
berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberi konstribusi bagi
pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta
15
komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya. Tindakan Bisnis Untuk Pembangunan
Berkelanjutan unsur/elemen utama tanggung jawab sosial perusahaan mencakup:16

a. Hak asasi manusia


b. Hak-hak pekerja
c. Perlindungan lingkungan
d. Relasi dengan pemasok
e. Keterlibatan masyarakat
f. Hak-hak Pemangku Kepentingan
g. Monitoring dan Penilaian kinerja Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

ISO 26000 mengenai Pedoman Tanggung Jawab Sosial merumuskan definisi dan Pedoman
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang akan menjadi standar internasional. Dalam ISO 26000 definisi
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan adalah tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak
dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan
dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan termasuk
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan
dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan
organisasi secara menyeluruh.17 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan mencakup enam komponen utama:

a. Lingkungan
b. Pengembangan Masyarakat
c. Hak Asasi Manusia
d. Tenaga Kerja
e. Praktek Operasi yang Adil, dan
f. Masalah Konsumen

15
Bandingkan dengan definisi tanggung jawab sosial perusahaan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan bahwa komitmen perseroan untuk berperan serta dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik
bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
16
Edi Suharto, CSR&COMDEV Investasi Kreatif Perusahaan di Era Globalisasi, Op.Cit, hlm 12
17
Draft ISO 26000, 2008

4
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan pada mulanya lahir di Inggris dan erofa yang bersifat Sukarela,
namun di Indonesia, yaitu khususnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sifat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ditingkatkan
menjadi memaksa/wajib.18Indonesia merupakan negara yang berdaulat yang berhak mengatur hukumnya
sendiri tergantung pada hukum dan budaya di negara lain. Tentu ada alasan tersendiri mengapa Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan yang berlaku di Indonesia tidak disamakan dengan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan yang berlaku di negara-negara lain, misalnya di Inggris, Australia, Belanda, Kanada, Perancis,
Jerman dan Amerika. Menurut Maria R. Nindita Radyati, yang pada pokoknya menerangkan bahwa
pemaknaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan harus disesuaikan dengan budaya di negara masing-
masing.19 Penyesuaian pemaknaan semangat tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dilakukan
dengan tranplantasi. Tranplantasi yang dimaksud dalam tulisan ini lebih ditekankan pada semangat
kegundahan akan kerusakan sumber daya alam dan lingkungan di Indonesia telah sampai pada tingkat
yang mengkhawatirkan baik untuk generasi sekarang maupun yang akan datang.

Transplantasi adalah pengambilalihan aturan hukum (legal rule), ajaran hukum (doctrine),
strukture atau institusi hukum (legal institusion) dari suatu sistem hukum ke sistem hukum lain atau dari
wilayah hukum ke wilayah hukum lain. Ada 3 terma yang memiliki kedekatan makna antara yang satu
dengan yang lain, yaitu tranplantasi hukum (legal transplantion), resepsi hukum (legal reception) dan
adopsi hukum (legal adoption). Dalam berbagai terma yang dipergunakan tersebut, pada dasarnya
masing-masing terma menghandung maksud dan pengertian yang hampir sama, yaitu suatu proses
pengambilalihan hukum termasuk didalamnya konsep atau ajaran (doktrin) hukum yang berasal dari suatu
negara ke negara lain. 20

Secara teoritik tranplantasi hukum dapat terjadi melalui dua cara, yaitu resepsi secara paksaan
(imposed reception) dan resepsi secara sukarela (voluntary reception). Resepsi secara paksaan (imposed
reception) terjadi manakala tranplantasi hukum dilakukan oleh negara donor dengan disertai sifat resepsi
dari penguasa negara donor. Sedangkan resepsi sukarela (Voluntary Reception) terjadi manakala idea atau
gagasan untuk melakukan transplantasi hukum berasal dari negara tertransplantasi.21

18
Dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas, bahwa tanggung jawab sosial
merupakan kewajiban perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan tidak memperlihatkan sebuah kewajiban
karena tidak disertai sanksi.
19
Putusan Mahkamah Agung Op.Cit. hlm 92
20
Tri Budiyono, Tranplantasi Hukum Harmonisasi dan Potensi Benturan, Cet 1 Griya Media, Salatiga, 2009, hlm
59
21
Tri Budiyono, Ibid, hlm 63-64

5
Transplantasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia, termasuk pada tranplantasi
(resepsi) sukarela, karena Indonesia dengan kegundahan akan tingginya perusakan lingkungan dan
kesejahteraan yang semakin mengkhawatirkan maka timbul kesadaran untuk menerapkan Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan ke dalam aturan hukum. Pengaturan mengenai Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan tercantum dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 74
yang berbunyi:22
ayat (1) perseroan menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan
sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan dan
lingkungan.
Ayat (2) tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kewajiban perseroan yang di anggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya
perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan
kewajaran.
Ayat (3) perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam Penjelasan Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa
ketentuan ini (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan) untuk tetap menciptakan hubungan perseroan yang
serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, normal, dan budaya masyarakat setempat. Hukum
yang mewujudkan diri sebagai proses-proses sosial pengaturan atau pengkaidahan cara berperilaku.
Proses sosial itu menghasilkan kaidah-kaidah hukum. Hukum adalah pengaturan perilaku manusia dalam
menyelenggarakan hubungan antar-sesamanya di dalam masyarakat, sebagai pengaturan perilaku
keteraturan dalam masyarakat, hukum juga dimaksudkan untuk mewujudkan asas keadilan. Karena itu,
hukum diarahkan untuk memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi bagiannya sesuai dengan jasa
atau apa yang telah diberikannya; memberikan perlakuan yang sama menurut proporsinya, memberikan
imbalan sesuai dengan kecakapan dan jasanya terhadap masyarakat, dan memberikan hukuman sesuai
dengan kesalahannya.23

Kesemuanya ini adalah akibat yang timbul dari kenyataan bahwa keberadaan manusia dikodratkan
berstruktur ada bersama dengan sesamanya (ada dalam kebersamaan dengan sesamanya). Karena manusia
dikodratkan ada bersama dengan sesamanya dalam masyarakat, maka manusia tidak dapat mengelakkan
diri dari keberadaan dalam pergaulan dengan sesamanya. Justru karena itu, maka ketertiban dan
keteraturan dalam masyarakat yang dikehendaki (yang manusiawi) adalah yang tidak kaku, yang
semata-mata hanya berdasarkan perhitungan untung-rugi saja, yang (dapat) mewujudkan ketertiban yang

22
Bandingkan dengan Pasal 15 huruf B dan 34 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
23
Soediman Kartohadiprojo, Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, (tanpa penerbit), Bandung,
2009, hlm 16

6
menekan perkembangan kemanusiaan. Hukum menghendaki ketertiban dan keteraturan yang bersuasana
ketenteraman batin, kesenangan bergaul di antara sesamanya, keramahan dan kesejahteraan yang
memungkinkan terselenggaranya interaksi antar-manusia yang sejati. Karena itu, hukum yang dijiwai
oleh Pancasila adalah hukum yang berasaskan semangat kerukunan. Karena itu juga hukum secara
langsung diarahkan untuk mewujudkan keadilan sosial yang memberikan kepada masyarakat sebagai
kesatuan dan masing-masing warga masyarakat kesejahteraan (material dan spiritual) yang merata dalam
keseimbangan yang proporsional. Karena ketertiban dan keteraturan itu diwujudkan dalam perilaku
manusia, maka diperlukan sejumlah peraturan perilaku yang kepatuhannya tidak dapat diserahkan
sepenuhnya kepada kemauan bebas setiap manusia. Peraturan-peraturan perilaku yang demikian itu
disebut hukum, yang pelaksanaannya harus dapat dipaksakan oleh otoritas publik. Jadi, dapatlah
disimpulkan, bahwa salah satu tujuan dari hukum adalah mengatur perilaku manusia di dalam hubungan-
hubungan kemasyarakatan, jika perlu dengan paksaan, sehingga terwujud ketertiban dan keteraturan,
secara singkat mewujudkan ketertiban dan keteraturan dalam masyarakat. 24

Tujuan hukum untuk mewujudkan ketertiban dan keteraturan, kedamaian, serta keadilan dapat
dirumuskan dengan satu istilah, yakni pengayoman (perlindungan). Jadi, secara singkat padat, tujuan
hukum adalah untuk mengayomi manusia. Tetapi, mengayomi manusia itu tidaklah hanya melindungi
manusia dalam arti pasif, yakni hanya mencegah tindakan sewenang-wenang dan pelanggaran hak saja.
Melainkan, juga meliputi pengertian melindungi secara aktif, artinya meliputi upaya untuk menciptakan
kondisi dan mendorong manusia untuk selalu memanusiakan diri terus menerus. Jadi, dalam alam pikiran
Pancasila, tujuan hukum adalah untuk menciptakan kondisi sosial yang manusiawi sedemikian rupa
sehingga memungkinkan proses sosial berlangsung secara wajar. Setiap manusia mendapat kesempatan
yang seluas-luasnya untuk mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya secara utuh. Termasuk
dalam rumusan tadi adalah tujuan hukum untuk memelihara dan mengembangkan budi pekerti
kemanusiaan serta cita-cita moral rakyat yang luhur berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain dari
itu, hukum juga secara langsung melalui peraturan-peraturannya mendorong setiap manusia untuk
memanusiakan diri.25

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam kontek keindonesian harus sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila, dimana terlihat dalam penjelasan Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas untuk menciptakan perseroan yang serasi dan seimbang dengan nilai, norma
budaya masyarakat setempat.26 Dalam penerapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam kontek

24
Soediman Kartohadiprojo, Ibid, hlm 17
25
Soediman Kartohadiprojo, Ibid, hlm 18
26
Lihat Penjelasan Pasal 15 huruf b Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

7
keindonesian, maka perusahaan harus menyesuaikan diri dengan adat-istiadat dimana perusahaannya
beroperasi. Adat-istiadat di Negara Indonesia sangat beragam, namun disatukan dengan semboyan
Bhineka Tunggal Ika.

Bhinneka Tunggal Ika itu merumuskan asas pertama atau titik tolak (postulat) dalam menetapkan
pendirian tentang kedudukan tiap manusia di dalam masyarakat. Manusia adalah subyek yang memiliki
kepribadian yang unik sebagai kodratnya. Kodrat berkepribadian ini tidak dapat disangkal tanpa
meniadakan juga kodrat kemanusiaannya. Karena itu, setiap manusia untuk dapat menjadi manusia harus
mengakui dan menerima adanya kepribadian itu, termasuk kepribadian manusia-manusia lain. Hal ini
berlaku juga bagi masyarakat. Artinya, untuk tetap mempertahankan eksistensinya sebagai masyarakat
manusia yang berkemanusiaan, maka masyarakat harus mengakui dan memelihara serta melindungi
kepribadian masing-masing anggotanya, yakni manusia-manusia, melalui siapa kemanusiaan diwujudkan.
Maksudnya, di dalam diri tiap manusia, masyarakat mewujudkan kemanusiaan. 27Manusia dalam
kebersamaan dengan sesamanya dilandasi dan dijiwai oleh cinta-kasih. Sifat cinta kasih yang menjiwai
hubungan manusia itu yang terbawa oleh kodrat kebersamaannya, yang pada akhirnya bersumber pada
Sang Maha Pencipta, yakni Tuhan Yang Maha Esa. Sifat hubungan manusiawi yang demikian itu
dinamakan juga kekeluargaan.28

Bhineka Tunggal Ika dijabarkan dalam Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara adalah adalah
pandangan yang menyatakan bahwa Negara Indonesia merupakan satu kesatuan di pandang dari segala
aspeknya. Wawasan Nusantara adalah pandangan hidup bangsa Indonesia dalam mendayagunakan
konstelasi Indonesia, sejarah dan kondisi sosial budaya untuk mengejewantahkan segala dorongan dan
rangsangan dalam usaha mencapai perwujudan aspirasi bangsa dan tujuan nasional yang mencakup:29

1. Kesatuan politik dalam arti:


a. Bahwa kedaulatan nasional dengan segala kekayaannya merupakan satu kesatuan merupakan
satu kesatuan wilayah, ruang hidup dan kesatuan matra seluruh bangsa serta merupakan
modal dan milik bersama bangsa Indonesia.
b. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku dan berbicara dalam berbagai bahasa daerah,
menganut dan meyakini berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
merupakan suatu kesatuan bangsa yang utuh di dalam arti seluas-luasnya;

27
Soediman Kartohadiprojo, Ibid, hlm 12
28
Soediman Kartohadiprojo, Ibid
29
Dalam tulisan ini hanya dicantumkan 3 cakupan tujuan nasional karena yang ke 4 adalah kesatuan pertahanan
keamanan tidak menyangkut atau kurang berkaitan dengan tulisan ini. Idup Suhady dan A.M. Sinaga, Wawasan
Kebangsaan Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, Lembaga Administrasi Negara Republik
Indonesia, 2006, hlm 31-33

8
c. Bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa
setanah air serta memiliki satu tekad yang bulat dalam mewujudkan cita-cita bangsa.
d. Bahwa Pancasila adalah satu-satunya falsafah serta ideologi bangsa dan negara, yang
dilandasi, membimbing dan mengarahkan bangsa menuju tujuan;
e. Bahwa seluruh kepulauan nusantara merupakan satu kesatuan wilayah hukum nasional yang
mengabdi kepada kepenttingan nasional.
2. Kesatuan sosial budaya dalam arti:
a. Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu peri kehidupan bangsa yang merupakan
perikehidupan yang serasi dengan tingkat perkembangan masayarakat yang sama seimbang
dan merata serta keselarasan hidup sesuai dengan kemajuan bangsa;
b. Bahwa budaya Indonesia pada hakekatnya satu, sedangkan terdapatnya berbagai corak ragam
budaya menggambarkan kekayaan khazanah budaya bangsa yang menjadi modal dan
landasan pengembangan budaya nasional secara keseluruhan yang dinikmati hasilnya oleh
seluruh bangsa;
3. Kesatuan ekonomi dalam arti:
a. Bahwa kekayaan yang terdapat dan terkandung di dalam wilayah nusantara beserta kawasan
yuridisnya, baik potensial maupun efektif adalah modal dan milik bersama bangsa dan bahwa
keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air;
b. Bahwa tingkat perkembangan ekonomi harus sesuai dan seimbang di seluruh daerah, tanpa
meninggalkan ciri-ciri khas yang dimiliki oleh tiap-tiap daerah dalam pengembangan hidup
ekonomi.

CSR dalam konteks keindonesiaan bisa digambarkan dalam ragaan 1 sebagai berikut:

9
Dalam ragaan 1 diatas tergambarkan bahwa Tanggung Jawab Sosial Perusahaan disesuaikan
dengan kondisi nasional dengan metode transplantasi, setelah itu konsep-konsep Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan dijadikan norma hukum positif. Dalam implementasinya ada benturan yang perlu di
harmonisasi. Pengharmonisasian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam konteks keindonesiaa adalah
dengan menyesuaikan konsep-konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dengan nilai-nilai Pancasila
(termasuk didalamnya UUD1945). Pengharmonisasian tersebut bertujuan untuk mencapai tujuan nasional
bangsa Indonesia, supaya tercapainya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang diwujudkan
kedalam perilaku etis perusahaan. Jadi pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan harus disesuaikan
dengan adat-istiadat atau budaya yang ada di Indonesia.

B. Kontruksi Hukum Progresif Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Menciptakan


Kesejahteraan Bagi Masyarakat

Pancasila merupakan falsafah bangsa Indonesia, segala kegiatan mengacu kepada nilai-nilai
pancasila sebagai ideologi negara yang kelima silanya secara utuh maupun sendiri-sendiri, menjadi
rujukan setiap orang Indonesia. Jika Pancasila mengandung 5 asas, maka semua substansi sila Pancasila
yaitu (1) etika, (2) kemanusiaan, (3) nasionalisme, (4) kerakyatan/demokrasi, dan (5) keadilan sosial,
harus dipertimbangkan dalam model ekonomi yang disusun. Kalau sila pertama dan kedua adalah
dasarnya, sedangkan sila ketiga dan keempat sebagai caranya, maka sila kelima Pancasila adalah tujuan
dari Ekonomi Pancasila.30

Ideologi Ekonomi Pancasila adalah "aturan main" yang mengikat setiap pelaku ekonomi, yang
apabila dipatuhi secara penuh akan mengakibatkan tertib dan teraturnya perilaku setiap warga negara.
Ketertiban serta keteraturan perilaku ini pada gilirannya akan menyumbang pada kemantapan dan
efektifitas usaha perwujudan keadilan sosial. Etika Ekonomi Pancasila bersumber pada UUD 1945
khususnya Pasal 33 sebagai sistem ekonomi kekeluargaan, dan pada Pancasila sebagai pedoman etik yang
memberikan semangat dan gerak pembangunan nasional. Etika ekonomi usaha swasta yang dilakukan
oleh perusahaan adalah memproduksi dan menyediakan barang dan jasa kepada masyarakat, dengan
mengambil keuntungan uang dari kegiatan dan usahanya itu. Usaha perusahaan swasta berkembang
karena ada keuntungan yang bisa diperoleh dan dipupuk.31

30
R. Gunawan Sudarmanto, Konsep Dasar Ekonomi
Pancasila, Makalah, (http://ezzelhague.multiply.com/journal/item/22.htm,) diakses tanggal 1 Juli 2011
31
R. Gunawan Sudarmanto, Konsep Dasar Ekonomi Pancasila, Ibid.

10
Pasal 3332 Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan pada sistem ekonomi, merupakan asas
dasar bagi perekonomian nasional. Demokrasi ekonomi yang ditegaskan dalam Pasal 33 Undang-Undang
Dasar 1945 menegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas
kekeluargaan.33 Sebagai implikasi atas hal tersebut maka kepentingan/kedudukan rakyat ditempatkan
dalam posisi substansial dan sudah tepat berada pada bab XIV UUD 1945 yang berjudul Kesejahteraan
Sosial yang diartikan sebagai societal welfare, bukan sekedar social welfare.34 Dalam posisi rakyat yang
substansial tersebut berdasarkan teori keadilan sosial yang dikemukakan oleh Sri Edi Swasono,
tersisipkan konsep demokrasi sosial yang mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
(social justice, fairness, equity, equality), sehingga menyandang keberpihakan kepada yang lemah, yang
miskin dan yang terbelakang untuk mendapatkan perhatian dan perlakuan khusus ke arah
pemberdayaan.35

Dalam Pasal 28 H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan
bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga Negara
Indonesia. Oleh karena itu, negara atau pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban
untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan (Suistainable Development), agar lingkungan hidup Indonesia dapat menjadi sumber dan
penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lainnya.

Sebagaimana kita ketahui Indonesia mempunyai kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber
daya alam yang melimpah. Kekayaan alam itu perlu dilindungi dan dikelola dalam suatu sistem
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang terpadu dan integrasi antara lingkungan laut, darat,
dan udara berdasarkan wawasan nusantara.36

Terkait dengan sumber daya alam, Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 menegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan
sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat. Kata-kata dikuasai oleh negara secara etimologis adalah
dikuasai oleh negara (kalimat pasif) mempunyai padanan arti menguasai negara atau penguasaan negara

32
Lihat Pasal 33 (ayat 4) UUD 1945 menegaskan bahwa perekonomian Indonesia diselenggarakan berdasar atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional
33
Sri-Edi Swasono, Kerakyatan, Demokrasi Ekonomi, dan Kesejahteraan Sosial, Seminar Implementasi Pasal 33 dan Pasal 34,
Jakarta, 2008. hlm. 8. Lebih lanjut dijelaskan bahwa usaha bersama adalah mutualism dan asas kekeluargaan adalah brotherhood.
Hal tersebut mengarahkan bahwa paham filsafat dasar kita adalah kolektivisme/komunitarianisme.
34
Sri-Edi Swasono, Indonesia dan Doktrin Kesejahteraan Sosial, Perkumpulan Prakarsa, Jakarta, 2006, hlm. 2 dan 3.
35
Sri-Edi Swasono, Ibid, hlm. 23.
36
Penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

11
(kalimat aktif). Pengertian kata menguasai ialah berkuasa atas (sesuatu), memegang kekuasaan atas
(sesuatu), sedangkan pengertian kata penguasaanberarti proses, cara, perbuatan, menguasai atau
mengusahakan.37

Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi bahwa hak menguasai negara bukan dalam makna negara
memiliki, tetapi dalam pengertian bahwa negara hanya merumuskan kebijakan (beleid), melakukan
pengaturan (regelendaad), melakukan pengurusan (besturdaad), melakukan pengelolaan (beheerdaad),
dan melakukan pengawasan (toezichthoundendaad).38 Mengingat sumber daya mineral dan batubara
sebagai sumberdaya alam yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui, maka pengelolaannya perlu dilakukan secara optimal, efisien, transparan, berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar-besar bagi kemakmuran
rakyat secara berkelanjutan.

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan dari


generasi sekarang, tanpa membahayakan kesanggupan generasi-generasi mendatang untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri. Maksud yang ingin disampaikan dalam pengertian ini adalah bahwa
pembangunan ekonomi, yang selalu harus memanfaatkan sumber daya alam, dijalankan sedemikian rupa
sehingga generasi mendatang dapat melanjutkan pembangunan yang kita jalankan sekarang. Kemampuan
generasi sesudah kita untuk melanjutkan pembangunan sangat tergantung dari sumber daya alam yang
tersedia. Oleh karena itu, dalam melaksanakan pembangunan ekonomi sekarang ini tidak boleh merusak
atau mengurangi kualitas lingkungan hidup, yang tetap mutlak diperlukan dalam kegiatan pembangunan.
Jadi, setiap generasi harus mewariskan lingkungan hidup yang sehat dan utuh, dengan sumber daya alam
secukupnya kepada generasi berikutnya. Ini adalah semangat dasar yang ingin dikembangkan dalam
istilah pembangunan berkelanjutan.39

Istilah pembangunan berkelanjutan dengan segala pengertian dan semangat dasar yang terkadung
didalamnya, maka pertentangan antara mereka yang menomorsatukan (the inviromentalist) dan mereka
yang menomorsatukan ekonomi berdasarkan teknologi maju (the industrialist) dapat diperdamaikan.
Artinya, dengan istilah itu maka yang satu tidak perlu dikorbankan demi yang lain. Dengan pembangunan
berkelanjutan maka pertumbuhan dimungkinkan, sekaligus tetap memberi peluang di masa depan untuk
37
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (edisi kedua), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan & Balai Pustaka, Jakarta,
1995, hlm 533.
38
Pan Mohamad Faiz, Penafsiran Konsep Penguasaan Negara Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 dan Putusan
Mahkamah Konstitusi, www. Jurnal Hukum. Blogspot.com, diakses 24 November 2010 Dalam Arif Firmansyah,
Model Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Lingkungan Pada Perusahaan Batubara dalam Perlindungan dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Berwawasan Lingkungan.
39
Antonius Atosokhi Gea dan Antonina Panca Yuni Wulandari, Relasi dengan Dunia Alam Iptek dan Kerja, Cet 2,
PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2006 ,hlm 106-107

12
pertumbuhan yang sama, karena jaminan utama untuk itu, yakni ketersedian sumber daya alam yang
memadai, tetap terpelihara.40

Perusahaan yang bergerak dalam bidang sumber daya alam harus memperhatikan aspek
perlindungan ekonomi dan lingkungan sekitar. Dalam merealisasikan bentuk perlindungan, maka
pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yaitu: Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Undang-Undang Nomor 32 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Namun yang akan lebih
banyak akan di bahas dalam tulisan ini adalah mengenai Tanggung jawab sosial perusahaan (Pasal 74
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Pasal 15 huruf b Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal) dan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara.

Gagasan tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan muncul karena kerusakan sumber daya alam
dan lingkungan di Indonesia telah sampai pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan baik untuk generasi
sekarang maupun untuk generasi yang akan datang. Oleh sebab itu, peran negara dengan hak menguasai
atas bumi, air, udara, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya termasuk hak untuk mengatur,
mengusahakan, memelihara dan mengawasi dimaksudkan agar terbangun lingkungan yang baik dan
berkelanjutan (suistainable development). Negara, masyarakat dan perusahaan yang bergerak dalam
eksploitasi dan pemanfaatan sumber daya alam sudah semestinya ikut bertanggung jawab baik secara
moral maupun hukum terhadap dampak negatif atas lingkungan tersebut.41

Tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar yang terkena dampak
langsung diaplikasikan dalam konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Ketentuan tentang Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia tercantum dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan terbatas yang berbunyi:42
ayat (1) perseroan menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan
sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan dan
lingkungan.
Ayat (2) tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kewajiban perseroan yang di anggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya
perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan
kewajaran.

40
Antonius Atosokhi Gea dan Antonina Panca Yuni Wulandari, Loc.Cit.
41
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 53/PUU/2008
42
Lihat Juga Pasal 15 Huruf b Jo Pasal 34 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

13
Ayat (3) perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dari Ketentuan tersebut terlihat bahwa tanggung jawab sosial perusahaan dan lingkungan
merupakan kewajiban, akan tetapi kalau melihat secara utuh dari ayat (1) sampai dengan ayat (3), maka
dalam ayat (3) yang menyebutkan bahwa Sanksi yang di maksud adalah, dikenai segala bentuk sanksi
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait. Ayat (3) tersebut menimbulkan
kebingungan tentang peraturan perundangan terkait (tidak jelas).43

Dalam terminologi hukum bahwa, sifat hukum itu ada yang mengatur, melarang, dan
membolehkan. Jika paksaan hukum dipahami sebagai tatanan yang memaksa, maka pemaksaan tersebut
harus dilakukan dengan tata cara dan dengan syarat yang ditetapkan dalam konstitusi. Paksaan hukum
(coercion) adalah element essensial hukum maka norma yang membentuk tata hukum harus norma yang
membentuk suatu Coercive Act, yaitu sanksi.44

Perbedaan yang menonjol antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya adalah sanksinya.
Sanksi terhadap pelanggaran kaidah hukum dapat dipaksakan, dapat dilaksanakan diluar kemauan yang
bersangkutan, bersifat memaksa. Kalau dikatakan bahwa sanksi pada kaidah hukum itu bersifat memaksa
atau menekan itu tidak berarti bahwa sanksi terhadap pelanggaran kaidah sosial lainnya sama sekali tidak
bersifat memaksa atau menekan. Sanksi itu baru dikenakan apabila terjadi pelanggaran kaidah hukum.
Kalau tidak terjadi pelanggaran kaidah hukum maka sanksi tidak diterapkan. Jadi sanksi hanyalah
merupakan akibat dan tidak merupakan hakiki hukum.45

Ahmad Ali menyebutkan 4 atribut hukum yang membedakannya dengan kaidah sosial non hukum
ialah sebagai berikut:46

1. Attribut of authority, yaitu bahwa hukum merupakan keputusan-keputusan dari pihak yang
berkuasa yang mana ditujukan untuk mengatasi ketegangan yang terjadi dalam masyarakat.
2. Attribut of intention of universal application, yaitu keputusan-keputusan yang mempunyai daya
jangkau yang panjang untuk masa mendatang.

43
Bandingkan Pasal 15 huruf b Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dalam Pasal 15
Huruf b menyatakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan adalah wajib, sanksinya diatur dalam Pasal 34
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
44
Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safaat, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2006,
hlm 47.
45
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar),Cet 3, Liberty, Yogyakarta , hlm 18-21
46
Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, edisi 2, Ghalia Indonesia, Bogor, 2008, hlm 43-44

14
3. Attribute of abligation, merupakan ciri yang berarti keputusan-keputusan pengawasan harus
berisi kewajiban pihak pertama dan pihak kedua dan sebaliknya. Dalam hal ini semua pihak
harus dalam keadaan hidup.
4. Attribute of saction, yang menentukan bahwa keputusan-keputusan dari pihak yang berkuasa
harus dikuatkan dengan sanksi yang didasarkan pada kekuasaan masyarakat yang nyata.

Sanksi eksternal merupakan unsur esensial dari hukum, yang membedakannya dengan kaidah
sosial non hukum. Dengan sanksi itulah masyarakat dibawa untuk mematuhi kaidah tersebut. Suatu aturan
tanpa ancaman sanksi akan lebih berkonotasi pernyataan biasa, dari pada kaidah hukum.47 Dalam
pendefinisiannya yang paling tradisional tentang hakekat hukum, dimaknai sebagai norma-norma positif
48
dalam sistem perundang-undangan. Undang-undang muncul sebagai suatu kebutuhan dari semakin
menguatnya eksistensi negara modern yang memerlukan bentuk-bentuk pengaturan modern pula. Teks
yang ditulis dalam bentuk undang-undang muncul menggantikan tradisi lisan, inilah ciri peralihan dimana
peradaban teks dan peradaban kuno adalah peradaban lisan. Ada pergeseran perilaku masyarakat ketika
peradaban teks menggantikan peradaban lisan, dan bagi orang hukum penganut formalistik teks undang-
undang di pandang lebih bermakna ketimbang tradisi lisan.49 Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa
menjalankan hukum tidak sama dengan menerapkan huruf-huruf peraturan begitu saja, tetapi mencari dan
menemukan makna sebenarnya dari suatu peraturan.50

Dalam Pasal mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yaitu Pasal 74 Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan yang menyebutkan bahwa sanksinya diatur dalam peraturan perundang-
undangan terkait, menyebabkan peraturan tersebut tidak mengandung sanksi apapun kalau tidak
melasaksanakannya. Pada hal sanksi adalah salah satu yang paling essensi dari hukum, kalaupun hukum
itu (peraturan) sifatnya tidak memaksa (tidak ada sanksi) maka ada dua kemungkinan, peraturan itu
mengatur (lex imperfect) atau membolehkan. Dengan demikian, kata-kata wajib dalam Pasal tersebut
sebenarnya tidak wajib melainkan kebalikannya hanya ada di tataran sukarela. Pemaknaan teks dalam
Pasal tersebut memperlihatkan bahwa dalam memahami suatu aturan jangan hanya melihat bunyi dari
teks undang-undang tersebut melainkan harus dilihat dari konteks undang-undang atau pasal-pasal itu
ada.

47
Ahmad Ali, Ibid.
48
Anthon. F. Susanto, Ilmu Hukum Non Sistematik Fondasi Filsafat Pengembangan Hukum Indonesia, Cet 1
Gentan Publihing, Yogyakarta, 2010, hlm 70
49
Anthon F. Susanto, Dekontruksi Hukum Eksplorasi teks dan Model Pembacaan, Cet 1 Genta Publishing,
Yogyakarta, 2010, hlm 65
50
Satjipto Rahadjo, Menjalankan Hukum Dengan Kecerdasan Spiritual, kompas 30 Desember 2002

15
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas yang mewajibkan perusahaan pertambangan melaksanakan tanggung jawab
sosial perusahaan dan lingkungan, yang sanksinya diatur dalam peraturan terkait. Kalau ditelusuri dalam
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Batubara dalam Pasal 108 mengatur
tentang kewajiban untuk membuat rencana atau menyusun kegiatan program pengembangan dan
pemberdayaan masyarakat dan wajib melaksanakan rencana pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat. Apabila tidak membuat rencana dan/atau melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat maka akan diberikan sanksi administratif.51

Apabila yang dimaksud dalam Pasal 74 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas peraturan terkait adalah Pasal 108 dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang mewajibkan pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat, maka itu harus di analisis kembali.

Menyamakan Pemberdayaan Masyarakat adalah suatu kekeliruan. Pengembangan masyarakat


sebetulnya adalah upaya sistematis untuk meningkatkan kekuatan kelompok-kelompok masyarakat yang
kurang beruntung (disadvantage group) agar lebih dekat dengan kemandirian. Jadi Pemberdayaan
Masyarakat berfokus kepada mereka yang mengalami masalah. Perusahaan jelas memiliki kepentingan
yang besar untuk melakukan Pemberdayaan Masyarakat, karena kelompok ini adalah yang paling rentan
terhadap dampak negatif operasi perusahaan.52

Pemberdayaan Masyarakat adalah bagian terkecil dari tanggung jawab sosial perusahaan.
Tanggung jawab sosial perusahaan mempunyai cakupan yang sangat luas, yaitu terhadap seluruh
pemangku kepentingan. Pasal 108 ayat (1) dan Pasal 95 huruf (d) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang mewajibkan menyusun dan melaksanakan
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sekitar operasi pertambangan. Pasal tersebut
memperlihatkan bahwa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara memasukan konsep Pemberdayaan Masyarakat sebagai bagian dari tanggung jawab sosial
perusahaan.

Dengan demikian, perlu di gali makna lebih dalam dari Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas untuk selanjutnya disebut UUPT. Dalam Pasal 1 ayat (3) UUPT
menjelaskan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan adalah komitmen perusahaan untuk berperan serta

51
Lihat Pasal 95 dan 151 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Batubara.
52
Dwi Kartini, tanggung jawab sosial perusahaan Transformasi Konsep Suistainable Management dan
Implementasi di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2009, hlm 37

16
dalam pembangunan ekonomi guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan kualitas lingkungan
yang bermanfaat, bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
Dalam definisi tanggung jawab sosial perusahaan tersebut lebih condong kearah Pemberdayaan
Masyarakat pada hal tanggung jawab sosial perusahaan dan Pemberdayaan Masyarakat berbeda. Adapun
dalam Pasal 15 huruf b Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyebutkan
bahwa setiap Penanam Modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan, apabila
tidak melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan maka akan dikenai sanksi.53 Sanksi tersebut-pun
sangat susah untuk diimplementasikan karena dalam aturan tersebut tidak menjelaskan standar
perusahaan untuk melaksanakanTanggung Jawab Sosial Perusahaan hanya menyebutkan dalam
penjelasannya bahwa Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dilaksanakan sesuai dengan nilai, norma yang
ada dalam masyarakat sekitar.

Dalam terminologi sosiologi hukum, hukum sebagai teks itu diam dan melalui perantaraan
manusialah dia hidup. Perantaraan seperti itu disebut sebagai mobilisasi hukum.54 Melihat Pasal 15 huruf
b Undang-Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Pasal 74 Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang pada intinya hanya mencantumkan
tanggung jawab sosial perusahaan dengan tidak menerangkan bentuk tanggung jawab sosial, itu
mengakibatkan perusahaan bisa melaksanakan tanggung jawab sosial seminimal mungkin. Selain itu,
dengan tidak adanya standar perusahaan menerapkan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, maka
perusahaan tidak bisa atau sulit dikenai sanksi, dan pada akhirnya perusahaan hanya melaksanakan
kegiatan-kegiatan atau perilaku-perilaku yang sebenarnya sudah mereka lakukan, perbedaannya kegiatan-
kegiatan tersebut dilaporkan dan dipublikasikan.55

Cara berhukum seperti itu yang didasarkan pada teks yang telah mereduksi kealamian hukum yang
penuh menjadi sekedar kerangka (skeleton), skema dan mayat-mayat hukum. Dengan keadaan bahwa
peraturan mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang ada, tidak memberikan pedoman perilaku
dalam menjalankan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan maka sebenarnya teks dalam peraturan tersebut
diam bahkan dikatakan mati atau bisa dikatakan hukum yang tidur/ditidurkan (statutory dormancy).56

53
Lihat Pasal 34 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
54
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Progresif, Cet1, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2010, hlm 47
55
Walapun telah ada Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentanng Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan
lingkungan, peraturan tersebut tidak lebih aplikatif cenderung hanya menyatukan antara isi Pasal 74 Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dengan penjelasannya.
56
Statutory Dormancy adalah hukum masih berlaku, tetapi tidak lagi dipakai oleh rakyatnya. Satjipto Rahadjo,
Penegakan Hukum Progresif,Op.Cit, hlm15

17
Dalam implementasinya dari kedua peraturan tersebut, tanggung jawab sosial tidak tergambarkan
dalam peraturan tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan baik di Pasal 74 UUPT maupun Pasal 15
Huruf b Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menggambarkan suatu
pedoman pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, yang ada dalam kedua peraturan tersebut
hanya menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan dilakukan sesuai dengan nilai, norma dan
kebudayaan masyarakat sekitar, namun dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal menerapkan suatu sanksi bagi perusahaan yang tidak melaksanakan tanggung jawab
sosial perusahaan, sehingga dengan adanya sanksi maka tanggung jawab sosial menurut Undang-Undang
Nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal bersifat memaksa.57

Walaupun demikian, penerapan sanksi yang ada dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 25
tentang Penanaman Modal, sulit untuk diterapkan karena tidak ada standar untuk mentukan suatu
perusahaan yang tidak melaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan atau Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan. Dalam membangun kesejateraan masyarakat, maka pemerintah harus segera membuat aturan
pelaksana mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang lebih aplikatif dan jelas, paling tidak
permerintah memberikan pedoman bagi perusahaan untuk menjalankan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan. Terbentuknya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan dan Lingkungan tidak memberikan suatu gambaran yang lebih aplikatif dalam menjalankan
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.

Semangat CSR adalah komitmen perusahaan untuk berperan serta dalam meningkatkan kualitas
hidup masyarakat dan lingkungan dengan melaksanakan CSR sesuai dengan nilai dan kebudayaan
masyarakat setempat. Perencanaan Pelaksanaan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat disusun
sesuai dengan kebudayaan masyarakat, artinya perusahaan harus meneliti apa kebutuhan masyarakat
supaya kehidupan masyarakat lebih sejahtera.

Menurut Edi Suharto ada lima langkah yang dijadikan panduan dalam merumuskan tanggung
jawab social perusahaan, yaitu:58

1) Engagement. Pendekatan awal kepada masyarakat agar terjalin komunikasi dan relasi yang baik.
Tahap ini juga bisa juga tahap sosialisasi mengenai rencana pengembangan program tanggung
jawab sosial perusahaan. Tujuan utama langkah ini adalah terbangunnya kesadaran, pemahaman,
penerimaan, dan trust masyarakat yang akan dijadikan sasaran tanggung jawab sosial perusahaan.

57
Lihat Pasal 34 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
58
Edi Suharto, CSR&COMDEV Investasi Kreatif Perusahaan di Era Globalisasi,2010, Op.Cit, hlm 93-94

18
Modal sosial bisa dijadikan dasar untuk membangun kontrak sosial antara masyarakat dengan
perusahaan dan pihak-pihak yang terlibat.
2) Assessment. Identifikasi masalah kebutuhan masyarakat yang akan dijadikan dasar dalam
merumuskan program. Tahapan ini bisa dilakukan bukan hanya berdasarkan need based
approach (aspirasi masyarakat).
3) Plan of Action. Merumuskan rencana aksi. Program yang akan diterapkan sebaiknya
memperhatikan aspirasi masyarakat (stakeholder) di satu pihak dan misi perusahaan termasuk
shareholder di pihak lain.
4) Action and Facilitation. Menerapkan program yang telah disepakati bersama. Program bisa
dilakukan secara mandiri oleh masyarakat atau organisasi lokal. Namun, bisa pula difasilitasi oleh
LSM dan pihak perusahaan. Monitoring supervisi dan pendampingan merupakan kunci
keberhasilan tanggung jawab sosial perusahaan.
5) Evaluation and Termination or Reformation. Menilai sejauh mana keberhasilan pelaksanaan
program tanggung jawan sosial perusahaan dilapangan. Bila berdasarkan evaluasi, program akan
diakhiri(termination) maka perlu adanya semacam pengakhiran kontrak dan exit strategi antara
pihak-pihak yang terlibat. Bila ternyata program tanggung jawab sosial perusahaan akan
dilanjutkan (reformation), maka perlu dirumuskan lesson learned bagi pengembangan program
tanggung jawab sosial berikutnya.

Pedoman-pedoman tentang pembuatan program tanggung jawab sosial, macam-macam kegiatan


tanggung jawab sosial pedoman tentang peran aktif masyarakat untuk ikut serta dalam melaksanakan
CSR, seharusnya dimasukan dalam materi peraturan pemerintah tentang tanggung jawab sosial perusahaa,
sehingga penghukuman terhadap perusahaan yang tidak melaksanakan CSR dapat dilaksanakan. Dengan
tidak adanya standar atau pedoman pelaksanaan CSR perusahaan bisa mengklaim bahwa mereka telah
melaksanakan CSR walaupun kegiatannya hanya sekedar menyumbang untuk kegiatan bencana alam,
atau hanya menyumbang untuk kegiatan masyarakat sekitar. Dengan adanya pedoman pelaksanaan CSR
yang lebih aplikatif dan tepat sasaran diharapkan kesejahteraan masyarakat akan tercapai.

PENUTUP

SIMPULAN

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan adalah konsep-konsep yang berasal dari luar Negara Indonesia,
maka pelaksanaannya harus disesuaikan dengan kondisi nasional dengan metode transplantasi.
Pengharmonisasian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam konteks keindonesiaa adalah dengan

19
menyesuaikan konsep-konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dengan nilai-nilai Pancasila (termasuk
didalamnya UUD1945). Pengharmonisasian tersebut bertujuan untuk mencapai tujuan nasional bangsa
Indonesia, supaya tercapainya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jadi pelaksanaan
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan harus disesuaikan dengan adat-istiadat atau budaya yang ada di
Indonesia.
Dalam mewujudkan konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang sesuai dengan konteks
keindonesiaan diperlukan pedoman mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang didalamnya
memberikan pedoman kepada perusahaan mengenai pembuatan program tanggung jawab sosial, macam-
macam kegiatan tanggung jawab social dan pedoman tentang peran aktif masyarakat untuk ikut serta
dalam melaksanakan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, supaya kehidupan masyarakat lebih sejahtera.

SARAN

Pemerintah harus mengeluarkan peraturan mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, dengan
lebih memfokuskan untuk mengatur tentang pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia
supaya Tanggung Jawab Sosial Perusahaan bisa diterapkan secara optimal. Pelaksanaan Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan dalam peraturan tersebut harus memuat tentang standar penerapan Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan dan kegiatan-kegiatan yang dikategorikan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Selain
itu, pemerintah harus memberikan wewenang kepada lembaga tertentu untuk mengawasi pelaksanaan
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau memberikan panduan tentang pelaksanaan Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber-Sumber Buku

Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, edisi 2, Ghalia Indonesia, Bogor, 2008.

Anthon F. Susanto, Dekontruksi Hukum Eksplorasi teks dan Model Pembacaan, Cet 1 Genta Publishing,
Yogyakarta, 2010.

, Ilmu Hukum Non Sistematik Fondasi Filsafat Pengembangan Hukum Indonesia,


Cet 1 Genta Publihing, Yogyakarta, 2010.

Antonius Atosokhi Gea dan Antonina Panca Yuni Wulandari, Relasi dengan Dunia Alam Iptek dan
Kerja, Cet 2, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2006.

Buku Panduan Rakor dan Pameran Program Tanggung Jawab Sosial (CSR/PKBL) Perusahaan Sebagai
Alternatif Pembiayaan Pembangunan di Jawa Timur.

20
Dwi Kartini, tanggung jawab sosial perusahaan Transformasi Konsep Suistainable Management dan
Implementasi di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2009.

Edi Suharto, CSR&COMDEV Investasi Kreatif Perusahaan Di Era Globalisasi, ALFABETA, Bandung,
2010.

H. Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, Cet 2, UII Press, Yogyakarta, 2004.

Idup Suhady dan A.M. Sinaga, Wawasan Kebangsaan Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, 2006.

Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safaat, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Mahkamah Konstitusi,
Jakarta, 2006.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (edisi kedua), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan & Balai Pustaka,
Jakarta, 1995.

Mohammad Hatta, Ekonomi Terpimpin, Djambatan, Jakarta, 1967.

Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Progresif, Cet 1 PT Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2010.

Soediman Kartohadiprojo, Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, (tanpa penerbit),
Bandung, 2009.

Sri-Edi Swasono, Indonesia dan Doktrin Kesejahteraan Sosial, Perkumpulan Prakarsa, Jakarta, 2006.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Cet 3, Liberty, Yogyakarta.

Sutikno dan Maryuni, Ekonomi Sumber Daya Alam, Cet 1, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Brawijaya, Malang, 2006.

Tri Budiyono, Tranplantasi Hukum Harmonisasi dan Potensi Benturan, Cet 1 Griya Media, Salatiga,
2009.

Sumber lain

Pan Mohamad Faiz, Penafsiran Konsep Penguasaan Negara Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 dan Putusan
Mahkamah Konstitusi, www. Jurnal Hukum. Blogspot.com.

R.GunawanSudarmanto,KonsepDasarEkonomiPancasila,Makalah,(http://ezzelhague.multiply.com/journa
l/item/22.htm,)

Rosita Chandra Kirana, Studi Perbandingan Pengaturan Tentang Corporate Sosial Responsibility di
Beberapa Negara Dalam Perwujudan Prinsip Good Corporate Governance, Tesis,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2009.

Satjipto Rahadjo, Menjalankan Hukum Dengan Kecerdasan Spiritual, kompas 30 Desember 2002

Sri-Edi Swasono, Kerakyatan, Demokrasi Ekonomi, dan Kesejahteraan Sosial, Seminar Implementasi
Pasal 33 dan Pasal 34, Jakarta, 2008.

21
Sumber Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan batubara.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan Perseroan
terbatas.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 53Tahun 2008.

22

Anda mungkin juga menyukai