Anda di halaman 1dari 27

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional

Wilayah kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan termasuk ke

dalam wilayah Cekungan Sumatera Selatan yang secara umum tersusun oleh

batuan sedimen Tersier yang diendapkan di atas batuan Pra-Tersier berdasarkan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Shell Mijnbouw (1978) dan Gafoer dkk.

(1993) pada Peta Geologi Lembar Baturaja.

Kerangka tektonik Cekungan Sumatera Selatan terdiri dari Paparan Sunda

di sebelah timur dan jalur tektonik mobil Bukit Barisan di sebelah Barat. Daerah

cekungan ini dibatasi dari Cekungan Jawa Barat oleh daerah tinggian Lampung.

Di dalam daerah cekungan terdapat daerah tinggian batuan dasar Pra-Tersier dan

berbagai depresi. Perbedaan relief dalam batuan dasar ini diperkirakan karena

adanya patahan pada kulit bumi yang mengalami depresi antara dua bagian yang

lebih tinggi (graben). Hal ini sangat ditunjukkan oleh depresi Pematang di

cekungan yang jelas dan dibatasi oleh jalur patahan Pematang dari Pendopo

Antiklinorium serta oleh patahan Lahat di sebelah barat laut dari paparan Kikim.

Gerakan diferensial dari blok patahan (graben) ini mengendalikan sedimentasi,

fasies serta pelipatan pada lapisan Tersier di atasnya.

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Baturaja skala 1:250.000 (Gambar 2.1)

yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung


6

(1993), urutan stratigrafi regional daerah Kabupaten OKU Selatan dari tua ke

muda adalah sebagai berikut :

Formasi Tarap (Pct)

Terdiri dari batuan sedimen malihan (metamorf) berderajat rendah, yaitu filit,

sekis, batusabak, sedikit marmer, kuarsit, dan hornfelsik. Formasi Tarap

merupakan batuan tertua yang tersingkap di wilayah OKU Selatan, yaitu di sekitar

Bukit Semburang Tanjung Kurung. Formasi ini diendapkan pada Karbon Awal di

lingkungan air hangat laut dangkal dan kemudian mengalami pemalihan berupa

fasies sekis hijau.

Anggota Situlanglang Formasi Garba (Kjgs)

Terdiri dari rijang berwarna kuning gading, merah hati, pejal, keras, dan lapuk

mengandung radiolaria. Batuan ini merupakan batuan Formasi Garba Atas.

Anggota Insu Formasi Garba (Kjgrv)

Terdiri dari basal, andesit, dan lensa-lensa atau berselingan dengan rijang. Batuan

ini merupakan lapisan batuan Formasi Garba bagian Bawah.

Formasi Garba (Kig)

Terdiri dari batuan laut bersusunan basal-andesit, rijang, kadang-kadang dengan

serpentinit. Formasi Garba diendapkan pada Jura Akhir-Kapur Awal ditafsirkan

bersentuhan tektonik dengan Formasi Tarap yang terletak di bawahnya dan


7

ditindih oleh batuan Melange serta diterobos oleh batuan granit Kapur Akhir.

Batuan Formasi Garba ini tersingkap di daerah bukit Garba.

Komplek Melange (Km)

Merupakan batuan bancuh campuran batuan yang berasal dari kerak samudra dan

kerak benua akibat kontak tektonik antara lempeng samudra dan benua. Batuan ini

terdiri dari bongkah-bongkah batugamping, rijang, batuan lava andesit-basal,

batulanau, batulempung, serpih, serpentin, dan sekis dalam masa dasar lempung

bersisik yang diendapkan pada Kapur Awal-Tengah.

Granit Garba (Kgr)

Batuan terobosan granit utamanya berupa monzogranit butiran kristal relatif kasar

dan setempat berupa monzodiorit kaya mineral mafik biotit dan K-felspar

kemerahan. Batuan intrusi ini terbentuk pada Kapur Akhir, masa terjadi

ketidakselarasan regional, menorobos Formasi Garba dan Bancuh. Batuan ini

tersingkap di Bukit Garba.

Anggota Cawang Formasi Kikim (Tpokc)

Terdiri dari konglomerat kuarsa dan batupasir kuarsa. Satuan ini diendapkan pada

Paleosen-Oligosen Awal dan merupakan endapan klasik darat. Konglomerat putih

kekuningan, padat didominasi oleh fragmen butiran kuarsa dan kuarsa susu putih

butir mencapai 2 cm dengan massa dasar oksida besi dan karbon. Mempunyai

struktur silangsiur. Satuan ini tersingkap di daerah barat laut Bukit Garba.
8

Formasi Kikim (Tpok)

Terdiri dari breksi gunungapi, tuf padu, tuf lava di bagian bawah dan breksi

gunung api dengan sisipan sedimen, batupasir, batulanau dan batulempung.

Diendapkan pada Paleosen-Oligosen di lingkungan daratan fluviatil, menindih

takselaras batuan alas Pra-Tersier dan ditafsirkan ditindih oleh Formasi

Hulusimpang.

Formasi Hulusimpang (Tomh)

Terdiri dari lava, breksi gunung api, dan tuf terubah, bersusunan andesit sampai

basal mengandung mineral sulfida dan urat kuarsa, diendapkan pada Oligosen

Akhir- Miosen Awal di lingkungan daratan sampai laut dangkal, ditafsirkan

merupakan bagian dari busur gunungapi benua yang berhubungan dengan

penajaman lempeng. Batuan Formasi ini menindih tak selaras batuan alas Pra-

Tersier, menjemari dengan Formasi Seblat di sepanjang tepi timur Cekungan

Bengkulu dan ditindih takselaras oleh Formasi Bal. Satuan batuan ini juga

diterobos oleh batuan granit Miosen Tengah.

Granodiorit, Diorit, dan Granit (Tmgd)

Terdiri dari batuan granodiorit, diorit, dan granit. Batuan ini menerobos batuan

gunungapi Formasi Hulusimpang dan ditindih tak selaras oleh Formasi Bal.

Batuan terobosan granodiorit, granit, dan granit ini terbentuk pada Miosen Tengah

dan terdapat di sepanjang sesar Mekakau daerah baratdaya OKU Selatan.


9

Formasi Seblat (Toms)

Terdiri dari batupasir, batulempung, batupasir konglomeratan, batugamping,

serpih, dan napal bersisipan batupasir. Formasi ini diendapkan pada Oligosen

Akhir-Miosen Tengah di lingkungan laut dangkal, neritik fluvial dan bercirikan

kondisi turbidit di Cekungan Bengkulu dan ditindih tak selaras oleh Formasi

Lemau.

Formasi Talang Akar (Tomt)

Terdiri dari pasir kuarsa, mengandung kayu terkersikan, batupasir konglomeratan,

gampingan, glaukonit, dan batulempung mengandung moluska serta sisipan

batubara. Formasi Talang Akar diendapkan pada Oligosen Akhir-Miosen Awal di

lingkungan laut dangkal sub-litoral laguna secara tak selaras di atas satuan batuan

berumur lebih tua, Formasi Kikim dan batuan alas Pra-Tersier.

Formasi Baturaja ( Tmb)

Kelompok batuan pada formasi ini terdiri dari batugamping terumbu, kalkarenit,

napal, dan serpih gampingan. Batuan pada Formasi Baturaja ini diendapkan pada

Miosen Awal di lingkungan pengendapan laut dangkal.

Formasi Gumai (Tmg)

Formasi ini terdiri dari serpih, napal, batulempung berselingan dengan batupasir

dan batulanau. Batupasir umumnya terdapat dalam lapisan-lapisan tipis antara 20-

50 cm. Formasi Gumai diendapkan di lingkungan laut terbuka, neritik hingga


10

batial pada Miosen Tengah, saat berlangsungnya puncak genang laut di

Cekungan Sumatra Selatan. Batuan bagian bawah Formasi Gumai ini menjemari

dengan batuan Formasi Baturaja. Formasi ini tersebar di sekitar Bukit Garba.

Formasi Bal (Tmba)

Terdiri dari breksi gunung api dengan sisipan batupasir gunungapi, bersusunan

dasit yang dicirikan oleh perlapisan silang siur dan struktur karangan bunga

ukuran besar. Formasi Bal diendapkan di lingkungan daratan sampai fluvial pada

Miosen Tengah Akhir dan menindih tak selaras Formasi Hulusimpang. Formasi

ini terdapat di daerah Pegunungan Barisan, yaitu di bagian selatan wilayah OKU

Selatan di sekitar Danau Ranau dengan sebaran yang terbatas.

Formasi Air Benakat (Tma)

Formasi Air Benakat yang diendapkan hampir bersamaan atau dapat dikorelasikan

dengan Formasi Lemau tersebut di atas terdiri dari perselingan antara

batulempung, batupasir tufaan, napal, dan serpih. Lapisan batuan pada umumnya

tipis-tipis antara 20-30 cm. Formasi Air Benakat diendapkan pada Miosen Tengah

Akhir di lingkungan sublitoral sampai laut dangkal dan umumnya selaras di

antara Formasi Gumai, tetapi setempat-setempat menunjukan tidak selaras

menandai adanya fase surut laut di Cekungan Sumatra Selatan.


11

Formasi Lemau (Tml)

Terdiri dari batupasir tufaan atau batupasir gampingan dan batulempung. Batuan

sedimen ini diendapkan di lingkungan laut dangkal sampai peralihan pada tepi

Cekungan Bengkulu pada Miosen Tengah Akhir. Formasi ini setara dengan

Formasi Air Benakat yang diendapkan di Cekungan Sumatra Selatan.

Formasi Lakitan (Tmpl)

Terdiri dari batuan gunung api dengan sisipan batupasir dan batulempung

bersusunan andesit-basal. Formasi Lakitan diendapkan pada Miosen Akhir-

Pliosen di lingkungan pengendapan peralihan daratan-fluviatil sampai lautan

sublitoral dan menindih tidak selaras Formasi Bal. Formasi ini terdapat di daerah

sekitar Ulu Danau wilayah OKU Selatan.

Formasi Muara Enim (Tmpm)

Formasi ini terdiri dari batulempung berlapis tipis, batulanau, batupasir kuarsa

dengan sisipan lapisan batubara. Ketebalan formasi ini sekitar 150m-750m,

diendapkan pada kala Miosen-Pliosen Awal di lingkungan peralihan laut dangkal

fluviatil dan selaras di atas Formasi Air Benakat. Batuan Formasi Muara Enim

terdapat di sekitar daerah Muara Enim dua.

Formasi Ranau (Qtr)

Terdiri dari tuf riolitan, tuf batuapung, tuf padu dengan sisipan batulempung

berkarbon. Batuan Formasi Ranau ini berasal dari vulkanik sub-aerial (hasil
12

letusan gunung api) diendapkan di lingkungan daratan pada kala Plio-Plistosen

diendapkan tak selaras di atas satuan batuan yang berumur lebih tua. Batuan

Formasi Ranau tersebar cukup luas di wilayah ini, yaitu daerah bagian selatan dan

tengah serta timur laut wilayah OKU Selatan.

Satuan Batuan Gunung Api (Qv)

Terdiri dari lava, tuf, dan breksi gunung api bersusunan andesit-basal. Batuan

gunung api ini diendapkan pada Plistosen dan terdapat di daerah bagian baratdaya

sekitar pegunungan Barisan dan sebaran yang cukup luas berada di bagian barat-

baratlaut wilayah OKU Selatan.

Satuan Batuan Breksi (Qhv)

Satuan batuan ini terdiri dari breksi gunung api, lava dan tuf bersusunan andesit-

basal. Satuan batuan ini diendapkan pada kala Plistosen-Holosen dan tersebar di

wilayah bagian tenggara, yaitu sekitar Pematang Kukusan, Gunung Raya,

Pematang Sigukguk, Bukit Punggur dan sedikit di bagian barat laut Wilayah

Kabupaten OKU Selatan.

Aluvium (Qa)

Merupakan batuan termuda yang diendapkan kala Holosen dari hasil pelapukan

dan erosi batuan yang berumur lebih tua. Batuan ini terdiri dari bongkah, kerikil,

pasir, langau, lempung dan lumpur, batuan alluvial dataran rendah dan banjir

(Flood plain).
Gambar 2.1 Peta Geologi Regional Lembar Baturaja oleh Shell Mijnbouw (1978) dan Gafoer dkk. (1993)

13
14

2.2 Genesa Marmer

Marmer (marble) merupakan batugamping yang telah mengalami proses

metamorfosa, dan proses ini terjadi karena adanya tekanan dan temperatur yang

sangat tinggi, sehingga tekstur batuan asal seperti tekstur sedimen dan biologi

yang terdapat pada batugamping akan menghilang dan membentuk tekstur batuan

baru (re-kristalisasi). Metamorfisme terjadi jika suhu dan tekanan di atas 200C

dan 300 Mpa. Proses metamorfisme terjadi akibat adanya mineral yang stabil

hanya di suhu dan tekanan tertentu. Saat suhu dan tekanan berubah, reaksi kimia

terjadi menyebabkan mineral dalam batuan berubah pada asosiasi mineral yang

lebih stabil pada kondisi suhu dan tekanan yang baru. Suhu dikontrol oleh

Gradien Geothermal dan dikontrol oleh adanya intrusi batuan beku, sedangkan

tekanan meningkat seiring meningkatnya kedalaman dari pembebanan batuan di

atasnya (burial).

Marmer merupakan batuan metamorf dengan derajat rendah (low grade

metamorphism). Metamorfisme ini terjadi di kisaran suhu antara 200C dan

320C, dan tekanan yang relatif rendah. Batuan metamorf berderajat rendah

mempunyai karakteristik dengan adanya kehadiran mineral hidrous (mineral yang

mengandung air, H2O, pada struktur kristalnya) seperti serpentin, klorit, dsb.

Sedangkan metamorfisme berderajat tinggi terjadi pada suhu lebih dari 320C dan

tekanan yang relatif besar. Seiring meningkatnya derajat metamorfisme, mineral


15

hidrous menjadi anhidrous, dengan melepas H2O dan memunculkan mineral-

mineral lain seperti biotit dan piroksen. Grafik derajat metamorfisme dapat dilihat

pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Grafik Metamorfisme (Nelson, 2015)

Marmer dapat terbentuk baik secara metamorfisme kontak maupun

regional. Metamorfisme kontak terjadi jika adanya intrusi dan menghasilkan suhu

yang tinggi. Area kecil batuan sekitar intrusi akan terpanaskan oleh magma dan

terjadi proses metamorfisme yang biasa disebut metamorphic aureole, di bagian

luar kontak aureole, batuan tidak termetamorfkan. Metamorfisme kontak biasanya

menghasilkan batuan metamorf berderajat tinggi dan terjadi pada temperatur yang

tinggi dan tekanan yang rendah. Batuan yang terbentuk biasanya berbutir dan

tidak memperlihatkan foliasi. Metamorfisme regional terjadi pada area yang luas

dalam hal ini terjadi deformasi yang kuat yang menyebabkan terbentuknya batuan

metamorf yang berfoliasi seperti slaty, filit, sekis, dan gneiss. Metamorfisme

regional terjadi pada suhu yang rendah dan tekanan yang tinggi dan sangat erat

hubungannya dengan proses teknonik lempeng. Ilustrasi metamorfisme kontak

dapat dilihat pada Gambar 2.3.


16

Gambar 2.3 Metamorfisme Kontak (Nelson, 2015) dan


Metamorfisme Regional (Gillen, 1982)

Batugamping (limestone) adalah batuan hasil akumulasi dari kalsit

(CaCO3), yang mungkin terbentuk dari calcareous skeletal (cangkang, alga, dsb.)

atau dari hasil presipitasi sedimen. Bagaimanapun asal terbentuknya, sebuah

batugamping jika terpanaskan dan berada pada tekanan tertentu akan mengalami

re-kristalisasi (kristal-kristal kalsit akan membesar menjadi butiran yang lebih

terlihat) dan membentuk batuan kristalin dengan butiran yang lebih kasar yang

disebut batu marmer. (Gambar 2.4)

Gambar 2.4 Marmer terbentuk dari batugamping yang terubah oleh re-kristalisasi. Fosil
akan hancur dan membentuk tekstur granoblastik. (Stoffer,2015)

Istilah marmer khususnya di kalangan awam dan dunia industri dapat juga

berarti batuan yang dapat dipoles sehingga mengkilap dan dipergunakan untuk
17

lantai atau dinding. Secara dominan komposisi utama marmer adalah mineral

karbonat seperti kalsit, dolomit, kalsit dan dolomit, atau serpentin (SII. 0379-80),

sedangkan mineral tambahannya adalah pirit, kuarsa, talk, klorit, amfibol,

piroksin, hematit, dan grafit yang semuanya akan memberikan pola-pola warna

dan corak ornamen pada marmer. Sebagai contoh, marmer kalsit murni berwarna

putih, tetapi karena adanya mineral grafit dan pirit, maka akan memberikan warna

marmer menjadi abu-abu sedangkan hadirnya mineral hematit akan memberikan

warna merah muda. Hijau karena adanya mineral klorit dan serpentinit.

Pengamatan warna pada marmer penting dalam industri marmer (Sukandarrumidi,

2004)

Menurut Arifin dan Suhala (1997), berdasarkan komposisi utamanya dan

cara terbentuknya, marmer dibagi menjadi dua jenis, yaitu Marmer Onyx

(marmer yang berwarna putih bersih yang berasal dari batugamping yang

terbentuk dari larutan air dingin) dan Marmer Verde Antik (marmer yang

ornamennya terdiri dari serpentin masif yang dipotong oleh urat kuarsa)

2.3 Undang-Undang Bahan Galian

Dengan terbitnya UU No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan

Peraturan Pemerintah No.25/1999 tentang kewenangan pemerintah dan

kewenangan pemerintah daerah sebagai daerah otonom, maka daerah memiliki

kewenangan untuk mengelola sumber daya alam agar dapat mempercepat

pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan memberdayakan


18

pelaku dan potensi ekonomi yang tentunya dalam rangka memberikan manfaat

yang lebih luas kepada masyarakat dan pemerintah daerah. Dalam rangka nilai

manfaat pertambangan secara keseluruhan dan menghindari tumpang tindih lahan,

lingkungan dan banyak hal lainnya, pemerintah mengeluarkan UU No 4 tahun

2009, Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang merupakan

penyempurnaan UU No 11 tahun 1967. Pada BAB VI Pasal 34, Usaha

pertambangan :

1. Dikelompokkan atas:

a. pertambangan mineral; dan

b. pertambangan batubara. atau Minerba

2. Pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat [1] huruf

a digolongkan atas:

a. pertambangan mineral radioaktif;

b. pertambangan mineral logam;

c. pertambangan mineral bukan logam; dan

d. pertambangan batuan.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu komoditas

tambang ke dalam suatu golongan pertambangan mineral

sebagaimana dimaksud pada ayat [2] diatur dengan peraturan

pemerintah.

Dalam PP No.23 Tahun 2010 dijelaskan mineral bukan logam sangat

banyak jenisnya dan termasuk didalamnya terdapat batu marmer maka dari itu
19

pemda memiliki kompetisi dalam eksplorasi untuk melaksanakan tugas dan

fungsinya.

Acuan Evaluasi Pemetaan bahan galian non logam ini mengacu pada :

1. SNI 13-4688-1998, Penyusunan peta sumber daya mineral, batubara

dan Gambut

2. SNI 13-4691-1998, Penyusunan peta geologi

3. SNI 13-4726-1998, Klasifikasi sumber daya mineral dan cadangan

4. SNI 13-6606-2001, Tatacara penyusunan laporan eksplorasi bahan

galian

5. SNI 13-6676-2002, Evaluasi laporan penyelidikan umum dan eksplorasi

bahan galian

2.4 Penggolongan Pertambangan Mineral dan Batubara

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Pasal 2

Tahun 2010, di jelaskanya pelaksanaan kegiatan usaha pertambang mineral

dan batubara meliputi:

1. Pertambang mineral dan batubara ditunjukan untuk melaksanakan

kebijakan dalam mengutamakan penggunaan mineral dan/atau batubara

untuk kepentingan dalam negeri.

2. Pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

di kelompokan ke dalam 5 (lima) golongan komoditas tambang:


20

a. Mineral radioaktif meliputi radium, thorium, uranium, monasit

dan bahan galian radioaktif lainya;

b. Mineral logam meliputi litium, berilium, magnesium, kalium,

kalsium, emas, tembaga, perak, timbal, seng, timah, nikel,

mangaan, platina, bismuth, molibdenum, bauksit, air raksa,

wolfram, titanium, barit, vanadium, kromit, antimoni, kolbat,

tantalum, cadmium, galium, indium, yitrium, magnetit, besi,

galena, alumina, noibium, zirkonim, ilmenit, khrom, erbium,

yttrebium, dyprosium, thorium, cesium, lanthanum, niobium,

neodymium, hafnium, scandium, aluminium, palladium,

rhodium,osmium, ruthenium, iridium, selenium, telluride,

stronium, germanium dan enoit

c. Mineral bukan logam meliputi intan, korondum, grafit, arsen,

pasir kuarsa, fluorspar, kriolit, yodium, brom, klor, belerang,

fosfat, halit, asbes, talk, mika, magnesit, yarosit, oker, fluorit,

ball clay, fire clay, zeolit, kaolin, feldspar, bentonit, gipsum,

dolomit, kalsit, rijang, pirofilit, kuarsit, zirkon, wolastonit,

tawas, batu kuarsa, perlit, garam batu, clay, dan batu gamping

untuk semen;

d. Mineral batuan meliputi pumice, tras, toseki, obsidian,

marmer, perlit, tanah diatome, tanah serap (fullers earth), slate,

granit, granodiorit, andesit, gabro, peridotit, basalt, trakhit,

leusit, tanah liat, tanah urug, batu apung, opal, kalsedon, chert,
21

kristal kuarsa, jasper, krisoprase, kayu terkesikan, gamet, giok,

agat, diorit, topas, batu gunung quarry besar, kerikil galian dari

bukit, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang,

kerikil berpasir alami (sirtu), bahan timbunan pilihan (tanah),

ukuran tanag setempat, tanah merah (laterit), batu gamping,

onik, pasir laut dan pasir yang tidak mengandung unsur

mineral logam atau unsur mineral bukan logam dalam jumlah

yang berarti di tinjau dari segi ekonomi pertambangan; dan

e. Batubara meliputi bitumen padat, batuan aspal, batubara dan

gambut.

3. Perubahan atas penggolongan komoditas tambang sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) di tetapkan oleh menteri

Dalam hal ini di sudah jelaskan kegiatan pelaksanaan usaha pertambangan

mineral dan batubara harus mengutamakan kepentingan dalam negeri dan sudah

terdapatnya pengelompokan golongan yang dibagi menjadi 5 yang meliputi

pertambang mineral radioaktif, mineral logam, mineral non logam dan batuan dan

batu bara dan sudah di tetapkan oleh menteri.

2.5 Klasifikasi Cadangan dan Sumber Daya Mineral

Klasifikasi sumber daya mineral dan cadangan berdasarkan 2 kriteria, yaitu :

tingkat keyakinan geologi dan pengkajian layak tambang. Menurut SNI (Standar

Nasional Indonesia)
22

2.5.1 Tingkat Keyakinan Geologi

Tingkat keyakinan geologi ditentukan oleh 4 tahap eksplorasi, yaitu :

a) Survai tinjau

b) Prospeksi

c) Eksplorasi umum

d) Eksplorasi rinci

Kegiatan ini menunjukkan makin rincinya penyelidikan, sehingga tingkat

keyakinan geologinya makin tinggi dan tingkat kesalahannya makin rendah.

2.5.2 Pengkajian Layak Tambang

a) Pengkajian layak tambang meliputi faktor-faktor ekonomi, penambangan,

pemasaran, lingkungan, sosial, dan hukum/ perundang-undangan. Untuk

endapan mineral bijih, metalurgi juga merupakan faktor pengkajian layak

tambang.

b) Pengkajian layak tambang akan menentukan apakah sumber daya mineral

akan berubah menjadi cadangan atau tidak

c) Berdasarkan pengkajian ini, bagian sumber daya mineral yang layak

tambang berubah statusnya menjadi cadangan sedangkan yang belum

layak tambang tetap menjadi sumber daya mineral.


23

2.5.3 Klas Sumber Daya Mineral dan Cadangan

Tingkat klas sumber daya mineral dan cadangan dikelompokkan berdasarkan

kedua kriteria yang menjadi dasar klasifikasi. Berdasarkan kriteria itu, jenis/klas

sumber daya mineral dan cadangan tertera dalam Tabel 2.1

Tabel 2.1 Klas Sumber Daya Mineral dan Cadanga

2.5.4 Sumber Daya Mineral

Sumber daya mineral terdiri dari :

a) Sumber Daya Mineral Hipotetik

b) Sumber Daya Mineral Tereka

c) Sumber Daya Mineral Terunjuk

d) Sumber Daya Mineral Terukur


24

2.5.5 Cadangan

Cadangan di bagi menjadi dua, yaitu :

a) Cadangan Terkira (Probable Reserve) adalah sumber daya mineral

terunjk dan sebagian sumber daya mineral terukur yang tingkat keyakinan

geologinya masih lebih rendah, yang berdasarkan studi kelayakan

tambang semua faktor yang terkait telah telah terpenuhi, sehingga

penambangan dapat dilakukan secara ekonomis.

b) Cadangan Terbukti (Proved Reserve) adalah sumber daya mineral yang

berdasarkan studi kelayakan tambang semua faktor yang terkait telah

terpenuhi, sehingga penambangan dapat dilakukan secara ekonomis.

2.5.6 Sumber Daya Mineral

Sumber Daya Mineral Hipotetik (Hypothetical Mineral Resource)

adalah sumber daya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan

perkiraan pada tahap Survai Tinjau.

Sumber Daya Mineral Tereka (Inferred Mineral Resource) adalah

sumber daya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil

tahap Prospeksi.

Sumber Daya Mineral Terunjuk (Indicated Mineral Resource) adalah

sumber daya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil

tahap Eksplorasi Umum.


25

Sumber Daya Mineral Terukur (Measured Mineral Resource) adalah sumber

daya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil tahap

Eksplorasi Rinci.

Sumber Daya Mineral (Mineral Resouce) adalah endapan mineral yang

di harapkan dapat dimanfaatkan secara nyata. Sumber daya mineral dengan

keyakinan geologi tertentu dapat berubah menjadi cadangan setelah dilakukan

pengkajian kelayakan tambang dan memenuhi kriteria layak tambang

Sumber Daya Belum Ditentukan (Undiscovered Resorces) adalah belum

di temukanya bahan material tersebut melalui teori maupun regional.

2.6 Metode Perhitungan Potensi Marmer

2.6.1 Citra Satelit Landsat

Citra Landsat merupakan gambaran permukaan bumi yang diambil dari luar

angkasa dengan ketinggian kurang lebih 818 km dari permukaan bumi, dan

dengan skala 1 : 250.000. Dalam setiap perekaman citra landsat mempunyai

cakupan area 185 km x 185 km sehingga aspek dari objek tertentu yang cukup

luas dapat diidentifikasi tanpa menjelajah seluruh daerah yang disurvei atau yang

diteliti (Butler, S.1988).. Citra landsat merupakan citra yang dihasilkan dari

beberapa spectrum dengan panjang gelombang yang berbeda, yaitu:

Saluran 4 dengan panjang gelombang 0,5 0,6 m pada daerah spektrum

biru, baik untuk mendeteksi muatan sedimen di wilayah perairan, ,

endapan suspensi dan terumbu.


26

Saluran 5 dengan panjang gelombang 0,6 0,7 m pada daerah spektrum

hijau, baik untukmendeteksi vegetasi, budaya, dll.

Saluran 6 dengan panjang gelombang 0,7 0,8 m pada daerah spektrum

merah, baik untukmendeteksi relief permukaan bumi, batas air dan

daratan.

Saluran 7 dengan panjang gelombang 0,8 1,1, m pada daerah dengan

infra merah, yang lebih kecil untuk mendeteksi relief permukaan bumi

bila dibandingkan dengan saluran 6.

Setiap warna dalam citra satelit memberikan makna tertentu. Warna pada

citra merupakan nilai refleksi dari vegetasi, tubuh perairan dan atau tubuh batuan

permukaan bumi. Oleh karena itu, interpretasi geologi melalui citra landsat lebih

didasarkan pada perbedaan nilai refleksi tersebut

2.6.2 Metode Trapezoidal rule

Trapezoidal rule adalah suatu metode numerikal yang memperkirakan nilai dari

sebuah integral pasti.

Kita asumsikan f(x) adalah kontinu pada (a,b) dan kita bagi (a,b) ke dalam sub

interval dengan panjang yang sama.


27

menggunakan titik-titik n+1

Kita dapat menghitung nilai f(x) dari titik-titik ini

Kita dapat mendekati integral dengan menggunakan n trapezoidal dengan

menggunakan segmentasi garis lurus antara titik (xi-1,yi-1) dan (xi,yi) untuk

1< i < n seperti Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Segmentasi garis lurus dengan integral


28

Dengan menambahkan luas n trapezoidal, didapatkan !

Rumus di atas dapat disederhanakan menjadi

2.6.3 Simpson's Rule

Simpson's Rule adalah suatu metode numerikal yang mendekati nilai dari

integral tertentu dengan menggunakan polinomial quadrat.

Pertama-tama kita menurunkan rumus untuk luas di bawah parabola dari

persamaan y= ax2 + bx + c melewati tiga titik (-h,y0), (0,y1), dan (h,y2)


29

Gambar2.6 parabola dari persamaan y= ax2 + bx + c dengan melewati tiga titik (-

h,y0), (0,y1), dan (h,y2)

Karena titik-titik (-h,y0), (0,y1), dan (h,y2) pada parabola, memenuhi y= ax2 +

bx + c, maka

y0 = ah2 - bh + c

y1 = c
30

y2 = ah2 + bh + c

Luas di bawah parabola adalah

Kita menghitung integral tertentu

Di asumsikan f(x) adalah kontinu pada (a,b) dan kita bagi (a,b) ke dalam sub

interval dengan panjang yang sama.

menggunakan titik-titik n+1

f(x) dapat dihitung dari titik-titik ini


31

Gambar 2.7. Segmentasi garis lurus dengan integral

integral dapat ketahui dengan menambahkan luas-luas di bawah kurva parabola

melalui tiga titik secara berturut-turut

Rumus di atas dapat disederhanakan dan dinamakan dengan Simpson's Rule

Anda mungkin juga menyukai